Pengobatan konvensional seperti NSAID sering digunakan untuk mengontrol nyeri dan inflamasi pasien osteoartritis (OA). Namun terkadang obat tersebut tidak efektif. Kombinasi pengobatan konvensional dan pelayanan kesehatan tradisional dirasa mampu mengatasi masalah tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas pijat dengan minyak esensial cengkeh terhadap status fungsional pasien OA. Metode yang digunakan adalah quasi experimental-nonequivalent control group design pada 40 pasien OA yang berusia 46-84 tahun dengan skor VAS>4. Pada kelompok intervensi, pasien OA diberikan kombinasi terapi konvensional dan pijat dengan minyak esensial cengkeh. Sebaliknya pada kelompok kontrol pasien OA diberikan kombinasi terapi konvensional dan pijat dengan minyak kelapa. Penilaian efektivitas dilakukan pada hari ke-0, 1, 2 dan 3 pengobatan dengan kuisoner WOMAC (Western Ontario and McMaster Universities Osteoarthritis index). Status fungsional pasien digambarkan dalam empat skor outcome yakni skor total WOMAC, intensitas nyeri, kekakuan, dan fungsi fisik pasien. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pijat dengan minyak esensial cengkeh signifikan meningkatkan status fungsional pasien dengan nilai rata-rata skor total WOMAC (21,30 ± 3,36; p=0,02), nyeri (3,80 ± 1,01; p=0,00), kekakuan (1,85 ± 0,75; p=0,00) dan domain fungsi fisik (15,65 ± 2,54; p=0,00) di hari ketiga pengobatan. Sebaliknya kelompok kontrol hanya signifikan menurunkan intensitas nyeri (7,60 ± 1,73; p=0,00) yang dialami pasien. Jadi kombinasi pengobatan konvensional dan pijat dengan minyak esensial cengkeh meningkatkan status fungsional pasien OA.
{"title":"Studi Eksperimental Efektivitas Pijat dengan Minyak Esensial Cengkeh terhadap Status Fungsional Pasien Osteoartritis","authors":"Dewi Puspita Apsari, N. Setiawati","doi":"10.24123/mpi.v3i3.3918","DOIUrl":"https://doi.org/10.24123/mpi.v3i3.3918","url":null,"abstract":"Pengobatan konvensional seperti NSAID sering digunakan untuk mengontrol nyeri dan inflamasi pasien osteoartritis (OA). Namun terkadang obat tersebut tidak efektif. Kombinasi pengobatan konvensional dan pelayanan kesehatan tradisional dirasa mampu mengatasi masalah tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas pijat dengan minyak esensial cengkeh terhadap status fungsional pasien OA. Metode yang digunakan adalah quasi experimental-nonequivalent control group design pada 40 pasien OA yang berusia 46-84 tahun dengan skor VAS>4. Pada kelompok intervensi, pasien OA diberikan kombinasi terapi konvensional dan pijat dengan minyak esensial cengkeh. Sebaliknya pada kelompok kontrol pasien OA diberikan kombinasi terapi konvensional dan pijat dengan minyak kelapa. Penilaian efektivitas dilakukan pada hari ke-0, 1, 2 dan 3 pengobatan dengan kuisoner WOMAC (Western Ontario and McMaster Universities Osteoarthritis index). Status fungsional pasien digambarkan dalam empat skor outcome yakni skor total WOMAC, intensitas nyeri, kekakuan, dan fungsi fisik pasien. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pijat dengan minyak esensial cengkeh signifikan meningkatkan status fungsional pasien dengan nilai rata-rata skor total WOMAC (21,30 ± 3,36; p=0,02), nyeri (3,80 ± 1,01; p=0,00), kekakuan (1,85 ± 0,75; p=0,00) dan domain fungsi fisik (15,65 ± 2,54; p=0,00) di hari ketiga pengobatan. Sebaliknya kelompok kontrol hanya signifikan menurunkan intensitas nyeri (7,60 ± 1,73; p=0,00) yang dialami pasien. Jadi kombinasi pengobatan konvensional dan pijat dengan minyak esensial cengkeh meningkatkan status fungsional pasien OA.","PeriodicalId":18807,"journal":{"name":"MPI (Media Pharmaceutica Indonesiana)","volume":"12 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-06-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"78356743","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Nanas (Ananas comosus L.) subang memiliki potensi untuk dibuat menjadi pangan fungsional sari nanas yang memiliki aktivitas antioksidan. Untuk menghasilkan produk yang tahan lama dan memiliki aktivitas antioksidan, maka sari nanas dibuat dengan melewati empat faktor perlakuan yaitu pemilihan bahan, penambahan gula, blansing, dan pemasakan dengan masing–masing terdiri dari dua variabel yaitu positif dan negatif. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa pengaruh empat faktor perlakuan tersebut terhadap aktivitas antioksidan dari sari nanas. Pembuatan sari nanas didesain melalui pendekatan half design experiment. Uji aktivitas antioksidan dilakukan dengan metode peredaman radikal bebas 2,2-diphenyl-1-picrylhydrazyl (DPPH). Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh sampel yang disimpan pada suhu kamar mengalami fermentasi kurang dari 7 hari pengujian, sedangkan seluruh sampel yang disimpan pada suhu dingin lebih tahan lama sehingga dilanjutkan pada pengujian selanjutnya. Diagram pareto menunjukkan pemilihan bahan, konsentrasi gula, dan durasi waktu blansing secara nyata memberikan pengaruh terhadap peningkatan aktivitas antioksidan dari sari nanas. Namun demikian, durasi waktu pemasakan masih perlu dianalisis lebih lanjut.
{"title":"Pengembangan Sari Nanas Tinggi Aktivitas Antioksidan Menggunakan Pendekatan Half Factorial Design","authors":"I. Maulana, Budi Prabowo Soewondo, Abdul Kudus","doi":"10.24123/mpi.v3i3.4461","DOIUrl":"https://doi.org/10.24123/mpi.v3i3.4461","url":null,"abstract":"Nanas (Ananas comosus L.) subang memiliki potensi untuk dibuat menjadi pangan fungsional sari nanas yang memiliki aktivitas antioksidan. Untuk menghasilkan produk yang tahan lama dan memiliki aktivitas antioksidan, maka sari nanas dibuat dengan melewati empat faktor perlakuan yaitu pemilihan bahan, penambahan gula, blansing, dan pemasakan dengan masing–masing terdiri dari dua variabel yaitu positif dan negatif. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa pengaruh empat faktor perlakuan tersebut terhadap aktivitas antioksidan dari sari nanas. Pembuatan sari nanas didesain melalui pendekatan half design experiment. Uji aktivitas antioksidan dilakukan dengan metode peredaman radikal bebas 2,2-diphenyl-1-picrylhydrazyl (DPPH). Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh sampel yang disimpan pada suhu kamar mengalami fermentasi kurang dari 7 hari pengujian, sedangkan seluruh sampel yang disimpan pada suhu dingin lebih tahan lama sehingga dilanjutkan pada pengujian selanjutnya. Diagram pareto menunjukkan pemilihan bahan, konsentrasi gula, dan durasi waktu blansing secara nyata memberikan pengaruh terhadap peningkatan aktivitas antioksidan dari sari nanas. Namun demikian, durasi waktu pemasakan masih perlu dianalisis lebih lanjut.","PeriodicalId":18807,"journal":{"name":"MPI (Media Pharmaceutica Indonesiana)","volume":"13 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-06-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"81814106","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Kitosan merupakan modifikasi kitin yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai kandidat antimikroba karena mengandung enzim lisozim dan gugus aminopolisakarida yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui karakteristik isolat kitosan dari cangkang kerang bulu (Anadara inflata) dan untuk menentukan aktivitas antibakterinya terhadap Staphylococcus epidermidis dan Escherichia coli hasil isolat kultur pus. Metode isolasi yang digunakan meliputi deproteinasi, demineralisasi, depigmentasi, dan deasetilasi 3 tahap. Uji aktivitas antibakteri dilakukan dengan metode difusi cakram (Tes Kirby-Bauer). Hasil penelitian menunjukkan rendemen isolat sebanyak 81,06%, berbentuk serpihan serbuk, berwarna putih keabu-abuan dan tidak berbau. Uji kelarutan menunjukkan kitosan larut dalam asam asetat. Kadar air dan kadar abu yang didapatkan masing-masing sebesar 4,70 dan 1,17%, serta dari pengujian dengan pelarut ninhidrin didapatkan perubahan warna dari kuning menjadi ungu setelah didiamkan. Aktivitas antibakteri kitosan terhadap S. epidermidis dan E. coli pada masa inkubasi 1 x 24 jam dan 2 x 24 jam menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi kitosan, maka semakin besar pula zona hambat (aktivitas) yang dihasilkan. Konsentrasi yang paling aktif yaitu pada 7% b/v (oneway ANOVA, α = 0,05).
Kitosan是一种潜在的抗菌素替代品,它含有溶酶和抗菌多糖集,可以抑制微生物生长。这项研究的目的是确定皮毛壳的kitosan同位素(Anadara inflata)的特征,并确定其对表皮葡萄球菌和大肠杆菌的抗菌活动。使用的隔离方法包括去蛋白酶、去核、脱皮和三期肝硬化。抗菌活动测试是通过磁盘扩散方法进行的。研究表明,这是一种81.06%的表型坏疽,呈灰白色,无气味。溶液检验表明基顿是醋酸中的溶剂。水和骨灰的含量分别为4.70和17%,而使用消融溶剂的测试在得到控制后,颜色从黄色变成了紫色。表皮菌和大肠杆菌在潜伏期的1×24小时和2×24小时的抗菌活动表明,kitosan的浓度越高,抑制区就越大。最活跃的浓度在7% b - v(结婚ANOVA,α= 0。05)。
{"title":"Isolasi dan Uji Aktivitas Kitosan Cangkang Kerang Bulu (Anadara inflata) sebagai Antibakteri terhadap Staphylococcus epidermidis dan Escherichia coli","authors":"Suherman Baharuddin, Dewi Isnaeni","doi":"10.24123/mpi.v3i2.3181","DOIUrl":"https://doi.org/10.24123/mpi.v3i2.3181","url":null,"abstract":"Kitosan merupakan modifikasi kitin yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai kandidat antimikroba karena mengandung enzim lisozim dan gugus aminopolisakarida yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui karakteristik isolat kitosan dari cangkang kerang bulu (Anadara inflata) dan untuk menentukan aktivitas antibakterinya terhadap Staphylococcus epidermidis dan Escherichia coli hasil isolat kultur pus. Metode isolasi yang digunakan meliputi deproteinasi, demineralisasi, depigmentasi, dan deasetilasi 3 tahap. Uji aktivitas antibakteri dilakukan dengan metode difusi cakram (Tes Kirby-Bauer). Hasil penelitian menunjukkan rendemen isolat sebanyak 81,06%, berbentuk serpihan serbuk, berwarna putih keabu-abuan dan tidak berbau. Uji kelarutan menunjukkan kitosan larut dalam asam asetat. Kadar air dan kadar abu yang didapatkan masing-masing sebesar 4,70 dan 1,17%, serta dari pengujian dengan pelarut ninhidrin didapatkan perubahan warna dari kuning menjadi ungu setelah didiamkan. Aktivitas antibakteri kitosan terhadap S. epidermidis dan E. coli pada masa inkubasi 1 x 24 jam dan 2 x 24 jam menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi kitosan, maka semakin besar pula zona hambat (aktivitas) yang dihasilkan. Konsentrasi yang paling aktif yaitu pada 7% b/v (oneway ANOVA, α = 0,05).","PeriodicalId":18807,"journal":{"name":"MPI (Media Pharmaceutica Indonesiana)","volume":"1 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-12-22","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"79833845","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Mukti Priastomo, I. K. Adnyana, S. Sukrasno, Kusnaedi Kusnaedi
Lebah madu merupakan golongan serangga yang dapat menghasilkan madu. Produk madu ini dihasilkan dari nectar yang diolah oleh lebah madu sebagai cadangan makanan bagi koloni lebah madu. Komposisi kimia yang terkandung pada madu menjadikan produk alam ini memiliki manfaat yang banyak. Salah satunya adalah manfaat untuk meningkatkan stamina. Peningkatan aktivitas dapat menurunkan stamina dan menimbulkan kelelahan. Penelitian ini bertujuan untuk melihat perbedaan efek anti lelah dari tiga jenis madu yang banyak digunakan di Indonesia, yaitu madu Apis mellifera, Apis cerana, dan Trigona sp. Pengujian anti lelah dilakukan dengan mengukur efek anti lelah secara fisik dan biokimia terhadap hewan coba mencit jantan dengan menggunakan metode Weight-loaded Forced Swimming Test (WFST). Madu digunakan pada pengujian dengan pemberian oral menggunakan dosis 10,40 g/kg yang dilanjutkan dengan pengamatan waktu aktivitas serta uji biokimia darah dengan parameter glukosa darah, asam laktat, serta glikogen pada otot dan hati. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketiga jenis madu yang diujikan dapat memberikan efek anti lelah dibanding kelompok kontrol, dimana madu Apis cerana menunjukkan hasil yang lebih baik dari dua kelompok sampel lainnya.
{"title":"Pengaruh Pemberian Madu dari Lebah Apis mellifera, Apis cerana, dan Trigona sp. terhadap Beberapa Parameter Biokimia pada Mencit yang Diuji dengan Metode WFST","authors":"Mukti Priastomo, I. K. Adnyana, S. Sukrasno, Kusnaedi Kusnaedi","doi":"10.24123/mpi.v3i2.3042","DOIUrl":"https://doi.org/10.24123/mpi.v3i2.3042","url":null,"abstract":"Lebah madu merupakan golongan serangga yang dapat menghasilkan madu. Produk madu ini dihasilkan dari nectar yang diolah oleh lebah madu sebagai cadangan makanan bagi koloni lebah madu. Komposisi kimia yang terkandung pada madu menjadikan produk alam ini memiliki manfaat yang banyak. Salah satunya adalah manfaat untuk meningkatkan stamina. Peningkatan aktivitas dapat menurunkan stamina dan menimbulkan kelelahan. Penelitian ini bertujuan untuk melihat perbedaan efek anti lelah dari tiga jenis madu yang banyak digunakan di Indonesia, yaitu madu Apis mellifera, Apis cerana, dan Trigona sp. Pengujian anti lelah dilakukan dengan mengukur efek anti lelah secara fisik dan biokimia terhadap hewan coba mencit jantan dengan menggunakan metode Weight-loaded Forced Swimming Test (WFST). Madu digunakan pada pengujian dengan pemberian oral menggunakan dosis 10,40 g/kg yang dilanjutkan dengan pengamatan waktu aktivitas serta uji biokimia darah dengan parameter glukosa darah, asam laktat, serta glikogen pada otot dan hati. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketiga jenis madu yang diujikan dapat memberikan efek anti lelah dibanding kelompok kontrol, dimana madu Apis cerana menunjukkan hasil yang lebih baik dari dua kelompok sampel lainnya.","PeriodicalId":18807,"journal":{"name":"MPI (Media Pharmaceutica Indonesiana)","volume":"20 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-12-22","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"73287249","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Antibiotik merupakan obat yang digunakan untuk mengatasi dan mencegah infeksi bakteri. Penggunaan antibiotik yang tidak tepat dapat menimbulkan berbagai masalah, diantaranya pengobatan akan lebih mahal dan juga risiko terjadinya resistensi bakteri terhadap antibiotik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil penggunaan antibiotik dan profil peta kuman pada pasien gangren diabetes melitus di sebuah RSUD di Kabupaten Gresik serta untuk mengetahui kesesuaian penggunaan antibiotik dengan mengacu pada Permenkes Republik Indonesia No. 2406/Menkes/PER/XII/2011. Data penggunaan antibiotik diperoleh dari catatan Rekam Medis pada periode Januari – November 2017. Data penggunaan antibiotik dihitung dengan menggunakan rumus DDD/100 pasien-hari rawat. Hasil perhitungan DDD/100 pasien-hari rawat menunjukkan hasil sebesar 470,11 DDD/100 pasien-hari rawat. Peta kuman pada pasien gangren, melaporkan adanya bakteri Enterobacter cloacae 24%, Escherichia coli 18%, Staphylococcus aureus 15%, Acinetobacter baumannii 9%, Pseudomonas aeruginosa 6%, Citrobacter youngae 6%, Enterobacter aerogenes 6%, Proteus vulgaris 6%, Staphylococcus schleiferi 6%, Klebsiella pneumoniae 3%, dan Proteus mirabilis 3% . Penggunaan antibiotik seftriakson dan metronidazol pada pasien gangren diabetes melitus di sebuah RSUD di Kabupaten Gresik pada periode Januari – November 2017 telah sesuai dengan pedoman penggunaan antibiotik berdasarkan Permenkes Republik Indonesia No. 2406/Menkes/PER/ XII/2011, yaitu antibiotik golongan sefalosporin generasi III yang lebih aktif terhadap Enterobacteriaceae dan antibiotik golongan nitroimidazol yang dapat mengobati infeksi bakteri basil anerob Gram-Negatif.
{"title":"Profil Penggunaan Antibiotik dan Peta Kuman pada Pasien Gangren Diabetes Melitus di Sebuah RSUD di Kabupaten Gresik","authors":"Isna Romadhona, Fauna Herawati, Rika Yulia","doi":"10.24123/mpi.v3i2.2966","DOIUrl":"https://doi.org/10.24123/mpi.v3i2.2966","url":null,"abstract":"Antibiotik merupakan obat yang digunakan untuk mengatasi dan mencegah infeksi bakteri. Penggunaan antibiotik yang tidak tepat dapat menimbulkan berbagai masalah, diantaranya pengobatan akan lebih mahal dan juga risiko terjadinya resistensi bakteri terhadap antibiotik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil penggunaan antibiotik dan profil peta kuman pada pasien gangren diabetes melitus di sebuah RSUD di Kabupaten Gresik serta untuk mengetahui kesesuaian penggunaan antibiotik dengan mengacu pada Permenkes Republik Indonesia No. 2406/Menkes/PER/XII/2011. Data penggunaan antibiotik diperoleh dari catatan Rekam Medis pada periode Januari – November 2017. Data penggunaan antibiotik dihitung dengan menggunakan rumus DDD/100 pasien-hari rawat. Hasil perhitungan DDD/100 pasien-hari rawat menunjukkan hasil sebesar 470,11 DDD/100 pasien-hari rawat. Peta kuman pada pasien gangren, melaporkan adanya bakteri Enterobacter cloacae 24%, Escherichia coli 18%, Staphylococcus aureus 15%, Acinetobacter baumannii 9%, Pseudomonas aeruginosa 6%, Citrobacter youngae 6%, Enterobacter aerogenes 6%, Proteus vulgaris 6%, Staphylococcus schleiferi 6%, Klebsiella pneumoniae 3%, dan Proteus mirabilis 3% . Penggunaan antibiotik seftriakson dan metronidazol pada pasien gangren diabetes melitus di sebuah RSUD di Kabupaten Gresik pada periode Januari – November 2017 telah sesuai dengan pedoman penggunaan antibiotik berdasarkan Permenkes Republik Indonesia No. 2406/Menkes/PER/ XII/2011, yaitu antibiotik golongan sefalosporin generasi III yang lebih aktif terhadap Enterobacteriaceae dan antibiotik golongan nitroimidazol yang dapat mengobati infeksi bakteri basil anerob Gram-Negatif.","PeriodicalId":18807,"journal":{"name":"MPI (Media Pharmaceutica Indonesiana)","volume":"108 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-12-22","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"86244146","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Retna Eka Dewi, Sulistyo Emantoko, Lisa Aditama, Heru Wijono
Prevalensi diabetes melitus yang semakin meningkat setiap tahunnya cenderung meningkatkan risiko komplikasi dan kematian akibat diabetes melitus itu sendiri. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh edukasi perubahan gaya hidup sehat terhadap clinical outcome (parameter klinis) pada pasien di Rumah Diabetes Universitas Surabaya. Rancangan penelitian menggunakan one group pretest-posttest yang diikuti oleh 27 subjek diabetes melitus di Rumah Diabetes Universitas Surabaya. Seluruh subjek diberikan edukasi (intervensi) dengan perangkat piring sehat dengan durasi 4 minggu. Pengukuran clinical outcome dilakukan terhadap gula darah puasa, indeks massa tubuh (IMT), lingkar perut, dan tekanan darah. Uji statistika yang digunakan adalah Wilcoxon signed rank test dan paired t-test. Hasil penelitian menunjukkan bahwa edukasi perubahan gaya hidup sehat berpengaruh signifikan terhadap penurunan gula darah puasa (p<0,001), indeks massa tubuh (p=0,005), lingkar perut (p=0,005), tekanan darah sistolik (p=0,013), namun tidak signifikan terhadap tekanan darah diastolik (p=0,247). Dapat disimpulkan bahwa edukasi perubahan gaya hidup sehat berpengaruh terhadap gula darah puasa, indeks massa tubuh, lingkar perut, dan tekanan darah sistolik. Keterbatasan dalam penelitian ini adalah keikutsertaan penderita diabetes melitus yang sedikit serta tidak adanya kelompok kontrol sebagai pembanding.
每年都有越来越多的糖尿病患者出现,增加了糖尿病并发症和死亡的风险。这项研究的目的是确定泗水大学糖尿病家庭的临床结果对健康生活方式的教育影响。该研究采用了一组预前测试,之后在泗水大学的糖尿病患者中进行了27个测试。整个主题的设备中获得教育(干预)健康和持续4周的盘子。临床测量结果对血糖进行禁食,bmi(身体质量指数),腹围和血压。使用的统计结果是Wilcoxon signed rank测试和最糟糕的t测试。研究表明,健康生活方式的教育对快速血糖(p= 0.001)、体重指数(p= 0.001)、腹部围(p= 0.005)、收缩压(p= 0.013)、收缩压(p= 0.013)的显著影响。可以推断教育快速健康的生活方式影响血糖的变化,身体质量指数,腹围,收缩压。参与这项研究的局限性是有点小组以及缺乏控制的糖尿病患者作为对照组。
{"title":"Pengaruh Edukasi Perubahan Gaya Hidup Sehat terhadap Clinical Outcome pada Pasien di Rumah Diabetes Universitas Surabaya","authors":"Retna Eka Dewi, Sulistyo Emantoko, Lisa Aditama, Heru Wijono","doi":"10.24123/mpi.v3i2.2982","DOIUrl":"https://doi.org/10.24123/mpi.v3i2.2982","url":null,"abstract":"Prevalensi diabetes melitus yang semakin meningkat setiap tahunnya cenderung meningkatkan risiko komplikasi dan kematian akibat diabetes melitus itu sendiri. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh edukasi perubahan gaya hidup sehat terhadap clinical outcome (parameter klinis) pada pasien di Rumah Diabetes Universitas Surabaya. Rancangan penelitian menggunakan one group pretest-posttest yang diikuti oleh 27 subjek diabetes melitus di Rumah Diabetes Universitas Surabaya. Seluruh subjek diberikan edukasi (intervensi) dengan perangkat piring sehat dengan durasi 4 minggu. Pengukuran clinical outcome dilakukan terhadap gula darah puasa, indeks massa tubuh (IMT), lingkar perut, dan tekanan darah. Uji statistika yang digunakan adalah Wilcoxon signed rank test dan paired t-test. Hasil penelitian menunjukkan bahwa edukasi perubahan gaya hidup sehat berpengaruh signifikan terhadap penurunan gula darah puasa (p<0,001), indeks massa tubuh (p=0,005), lingkar perut (p=0,005), tekanan darah sistolik (p=0,013), namun tidak signifikan terhadap tekanan darah diastolik (p=0,247). Dapat disimpulkan bahwa edukasi perubahan gaya hidup sehat berpengaruh terhadap gula darah puasa, indeks massa tubuh, lingkar perut, dan tekanan darah sistolik. Keterbatasan dalam penelitian ini adalah keikutsertaan penderita diabetes melitus yang sedikit serta tidak adanya kelompok kontrol sebagai pembanding.","PeriodicalId":18807,"journal":{"name":"MPI (Media Pharmaceutica Indonesiana)","volume":"3 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-12-22","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"81191008","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Yanuar Prasetyo, Kristian Njudang, H. Wibowo, Alfian Hendra Krisnawan
Dendrobium merupakan tumbuhan anggrek yang memiliki manfaat bagi kesehatan dan termasuk dalam pengobatan China. Dendrobium anosmum var. gigantea dapat dikembangan dengan metode kultur jaringan tumbuhan karena memiliki sifat totipotensi. Pertumbuhan Kultur suspensi sel dapat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan maupun komposisi media kultur. Sangat penting dilakukan optimasi untuk mendapatkan pertumbuhan yang baik. Penelitian ini dilakukan untuk melihat pengaruh konsentrasi massa dalam flash shaker (10 mg/10 ml; 10 mg/20 ml; dan 10 mg/30 ml) dan konsentrasi sukrosa media dalam bioreaktor (30 g/l; 35 g/l; 40 g/l) terhadap pertumbuhan suspensi sel Dendrobium anosmum var. gigantea. Skrining fitokimia dan uji aktivitas antioksidan dilakukan untuk mengetahui golongan senyawa serta aktivitas ekstrak sebagai antioksidan. Media yang digunakan diperkaya dengan menggunakan hormon pertumbuhan NAA (Naftalen Asam Asetat) : BAP (Benzil Amino Purin) 0,5 ppm : 0,5 ppm. Skrining fitokimia dilakukan menggunakan metode spot test. Akivitas antioksidan diuji dengan menggunakan metode DPPH. Hasil pengamatan menunjukkan pertumbuhan suspensi sel pada flash shaker dengan konsentrasi 10 mg/30 ml dan pada bioreaktor dengan sukrosa 35 g/l memberikan hasil yang paling optimal. Aktivitas antioksidan dari kultur suspensi sel memiliki nilai IC50 lebih baik dibandingkan tanaman induk yaitu 53.930 ppm, namun masih diktegorikan sangat lemah.
{"title":"Evaluasi Pertumbuhan Suspensi Sel Dendrobium anosmum var. gigantea dan Aktivitasnya sebagai Antioksidan","authors":"Yanuar Prasetyo, Kristian Njudang, H. Wibowo, Alfian Hendra Krisnawan","doi":"10.24123/mpi.v3i2.2976","DOIUrl":"https://doi.org/10.24123/mpi.v3i2.2976","url":null,"abstract":"Dendrobium merupakan tumbuhan anggrek yang memiliki manfaat bagi kesehatan dan termasuk dalam pengobatan China. Dendrobium anosmum var. gigantea dapat dikembangan dengan metode kultur jaringan tumbuhan karena memiliki sifat totipotensi. Pertumbuhan Kultur suspensi sel dapat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan maupun komposisi media kultur. Sangat penting dilakukan optimasi untuk mendapatkan pertumbuhan yang baik. Penelitian ini dilakukan untuk melihat pengaruh konsentrasi massa dalam flash shaker (10 mg/10 ml; 10 mg/20 ml; dan 10 mg/30 ml) dan konsentrasi sukrosa media dalam bioreaktor (30 g/l; 35 g/l; 40 g/l) terhadap pertumbuhan suspensi sel Dendrobium anosmum var. gigantea. Skrining fitokimia dan uji aktivitas antioksidan dilakukan untuk mengetahui golongan senyawa serta aktivitas ekstrak sebagai antioksidan. Media yang digunakan diperkaya dengan menggunakan hormon pertumbuhan NAA (Naftalen Asam Asetat) : BAP (Benzil Amino Purin) 0,5 ppm : 0,5 ppm. Skrining fitokimia dilakukan menggunakan metode spot test. Akivitas antioksidan diuji dengan menggunakan metode DPPH. Hasil pengamatan menunjukkan pertumbuhan suspensi sel pada flash shaker dengan konsentrasi 10 mg/30 ml dan pada bioreaktor dengan sukrosa 35 g/l memberikan hasil yang paling optimal. Aktivitas antioksidan dari kultur suspensi sel memiliki nilai IC50 lebih baik dibandingkan tanaman induk yaitu 53.930 ppm, namun masih diktegorikan sangat lemah.","PeriodicalId":18807,"journal":{"name":"MPI (Media Pharmaceutica Indonesiana)","volume":"50 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-12-22","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"77580226","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Antihemoroid® suppository has been produced commercially by PT. Kimia Farma, Indonesia. For QC purposes, a separated densitometric method for analysis of its active ingredients, lidocaine hydrochloride and hexachlorophene, was applied. The objective of this study was obtaining more efficient analysis method of LH and HC, therefore an HPLC procedure has been developed for the determination of both compounds simultaneously. AYMC-Triart C18 column was used with a gradient mobile phase consisting of acetonitrile and phosphate buffer 0.05 M (pH 6.0). Quantitative evaluation was performed at 220 nm. Method validation was performed according to the new methods of USP 41. Result showed that the HPLC method was simple, accurate, precise, and robust. The HPLC method can be applied in simultaneous determination of LH and HC in suppositories as a QC tool in the pharmaceutical industries.
Antihemoroid®栓剂已由印度尼西亚PT. Kimia Farma商业化生产。为便于质量控制,采用分离密度法分析其有效成分盐酸利多卡因和六氯酚。本研究的目的是获得更有效的LH和HC的分析方法,因此建立了同时测定这两种化合物的高效液相色谱方法。色谱柱为AYMC-Triart C18,梯度流动相为乙腈-磷酸盐缓冲液0.05 M (pH 6.0)。在220 nm处进行定量评价。根据usp41的新方法进行方法验证。结果表明,该方法简便、准确、精密度高、鲁棒性好。该方法可作为制药行业的质量控制工具,用于栓剂中LH和HC的同时测定。
{"title":"Simultaneous HPLC Determination of Lidocaine Hydrochloride and Hexachlorophene in a Suppository Product","authors":"Cece Furwanti, Kusuma Hendrajaya, G. Indrayanto","doi":"10.24123/mpi.v3i1.2455","DOIUrl":"https://doi.org/10.24123/mpi.v3i1.2455","url":null,"abstract":"Antihemoroid® suppository has been produced commercially by PT. Kimia Farma, Indonesia. For QC purposes, a separated densitometric method for analysis of its active ingredients, lidocaine hydrochloride and hexachlorophene, was applied. The objective of this study was obtaining more efficient analysis method of LH and HC, therefore an HPLC procedure has been developed for the determination of both compounds simultaneously. AYMC-Triart C18 column was used with a gradient mobile phase consisting of acetonitrile and phosphate buffer 0.05 M (pH 6.0). Quantitative evaluation was performed at 220 nm. Method validation was performed according to the new methods of USP 41. Result showed that the HPLC method was simple, accurate, precise, and robust. The HPLC method can be applied in simultaneous determination of LH and HC in suppositories as a QC tool in the pharmaceutical industries.","PeriodicalId":18807,"journal":{"name":"MPI (Media Pharmaceutica Indonesiana)","volume":"48 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-06-18","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"85680651","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
The success of culture initiation depends on explant surface sterilization techniques. Suitable concentration, combinations, and duration of exposure of sterilizing agents are important to raise in vitro culture successfully. The aim of this work is to obtain the suitable sterilization method for explant buds of red ginger rhizome to get the axenic culture. Four sterilizing agents, fungicide, bactericide, Cefotaxime antibiotic, and NaOCl were tested for sterilization by various concentration and duration of exposure. The results showed that sterilizing agents 200 mg/L Cefotaxime and 100 mg/L Benomyl combined with NaOCl decreased the contamination of explants, and achieved 20% axenic culture.
{"title":"Rhizome Buds Disinfection for Preparation of Red Ginger (Zingiber officinale Roxb. var. rubrum Rosc.) In Vitro Culture","authors":"P. H. Hardjo, Alfian Hendra Krisnawan","doi":"10.24123/mpi.v3i1.2836","DOIUrl":"https://doi.org/10.24123/mpi.v3i1.2836","url":null,"abstract":"The success of culture initiation depends on explant surface sterilization techniques. Suitable concentration, combinations, and duration of exposure of sterilizing agents are important to raise in vitro culture successfully. The aim of this work is to obtain the suitable sterilization method for explant buds of red ginger rhizome to get the axenic culture. Four sterilizing agents, fungicide, bactericide, Cefotaxime antibiotic, and NaOCl were tested for sterilization by various concentration and duration of exposure. The results showed that sterilizing agents 200 mg/L Cefotaxime and 100 mg/L Benomyl combined with NaOCl decreased the contamination of explants, and achieved 20% axenic culture.","PeriodicalId":18807,"journal":{"name":"MPI (Media Pharmaceutica Indonesiana)","volume":"22 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-06-18","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"80847319","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Stress ulcer prophylaxis (SUP) is largely prescribed to ICU and non-ICU patients. SUP, an acid-suppressive drug, is overused in hospital settings mainly due to inadequate prescriptions in low-risk patients. In this context, the appropriate administration of SUP needs to be analyzed, and the potentially saved money from reducing excessive use can thereby be quantified. This study was intended to calculate potential cost savings in inappropriate SUP therapy in non-ICU inpatients. With a non-experimental retrospective design, it analyzed medical records and details obtained from the financial department of “X” hospital in Purwokerto, Indonesia. The data were collected from 80 non-ICU inpatients in May 2015, which were selected by purposive sampling. We calculated potential cost savings by referring to the American Society of Health-System Pharmacists (ASHP) guidelines that had been modified by Zeitoun (2011) for stress ulcer prophylaxis in non-ICU inpatients. The results showed that inappropriate indications and doses were found in 32.5% and 18% of selected patients, respectively. Before the cost-saving calculation, patients had to spend USD 2,411. However, after the analysis eliminated unnecessary SUP use, this number was proven to be potentially decreased by USD 512 to only USD 1,899. Based on the Wilcoxon Sign Rank Test result (p = 0.000 (≤ 0.05)), there was a significant difference between the total cost before and after the application of modified ASHP guidelines for appropriateness. After a thorough assessment, we concluded that the treatment cost could be reduced by identifying and excluding inappropriateness in SUP therapy.
{"title":"Cost Saving of Stress Ulcer Prophylaxis Used in Non-Intensive Care Unit (ICU) Inpatients","authors":"Hening Pratiwi, Laksmi Maharani, Ika Mustikaningtias","doi":"10.24123/mpi.v3i1.2323","DOIUrl":"https://doi.org/10.24123/mpi.v3i1.2323","url":null,"abstract":"Stress ulcer prophylaxis (SUP) is largely prescribed to ICU and non-ICU patients. SUP, an acid-suppressive drug, is overused in hospital settings mainly due to inadequate prescriptions in low-risk patients. In this context, the appropriate administration of SUP needs to be analyzed, and the potentially saved money from reducing excessive use can thereby be quantified. This study was intended to calculate potential cost savings in inappropriate SUP therapy in non-ICU inpatients. With a non-experimental retrospective design, it analyzed medical records and details obtained from the financial department of “X” hospital in Purwokerto, Indonesia. The data were collected from 80 non-ICU inpatients in May 2015, which were selected by purposive sampling. We calculated potential cost savings by referring to the American Society of Health-System Pharmacists (ASHP) guidelines that had been modified by Zeitoun (2011) for stress ulcer prophylaxis in non-ICU inpatients. The results showed that inappropriate indications and doses were found in 32.5% and 18% of selected patients, respectively. Before the cost-saving calculation, patients had to spend USD 2,411. However, after the analysis eliminated unnecessary SUP use, this number was proven to be potentially decreased by USD 512 to only USD 1,899. Based on the Wilcoxon Sign Rank Test result (p = 0.000 (≤ 0.05)), there was a significant difference between the total cost before and after the application of modified ASHP guidelines for appropriateness. After a thorough assessment, we concluded that the treatment cost could be reduced by identifying and excluding inappropriateness in SUP therapy.","PeriodicalId":18807,"journal":{"name":"MPI (Media Pharmaceutica Indonesiana)","volume":"1 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-06-18","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"88578153","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}