desa di Provinsi Riau kerap kali dijadikan sebagai sasaran korupsi. Banyaknya penyelewengan dana desa tersebut menimbulkan kerugian keuangan Negara serta menimbulkan keresahan di setiap masyarakat. Fakta dilapangan menunjukkan tingginya kasus korupsi dana desa di Provinsi Riau, salah satunya di Kabupaten Kampar. Penelitian ini bertujuan menganalisis problematika dan upaya Kejaksaan Negeri Bangkinang dalam menangani tindak pidana korupsi dana desa. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum empiris, yaitu penelitian yang mencermati efektivitas hukum di dalam masyarakat. Teknik pengumpulan data dengan cara observasi, wawancara, dan kajian pustaka. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa Problematika penyidik kejaksaan negeri bangkinang dalam menangani tindak pidana korupsi dana desa diantaranya; Pertama, Adanya Perbedaan Persepsi penegak hukum dalam menghitung kerugian keuangan Negara, Kedua, Sulitnya menghadirkan saksi, Ketiga, Terpidana tidak memiliki harta untuk membayar uang pengganti atas kerugian keuangan Negara. Adapun Upayanya; Pertama, Penegak hukum melakukan gelar perkara dengan melibatkan Polda Riau, Polres Kampar, Mabes Polri, BPKP Provinsi Riau, Kejaksaan Agung, Kejaksaan Tinggi Riau dan Kejaksaan Bangkinang. Sehinga dari gelar perkara tersebut disepakati bahwa Auditor yang digunakan adalah auditor dari Inspektorat Kabupaten Kampar. Kedua, Kejaksaann Negeri Bangkinang melakukan Penelurusan asset terhadap harta kekayaan terpidana, guna untuk membayar uang pengganti atas kerugian keuangan Negara. Namun faktanya, setelah dilakukan penelusuran asset ternyata terpidana korupsi tidak membayar uang pengganti, sehingga lebih memilih subsider.
{"title":"PROBLEMATIKA PENYIDIK KEJAKSAAN NEGERI BANGKINANG DALAM MENANGANI TINDAK PIDANA KORUPSI DANA DESA","authors":"Tri Novita Sari Manihuruk","doi":"10.24252/AD.V9I2.16840","DOIUrl":"https://doi.org/10.24252/AD.V9I2.16840","url":null,"abstract":"desa di Provinsi Riau kerap kali dijadikan sebagai sasaran korupsi. Banyaknya penyelewengan dana desa tersebut menimbulkan kerugian keuangan Negara serta menimbulkan keresahan di setiap masyarakat. Fakta dilapangan menunjukkan tingginya kasus korupsi dana desa di Provinsi Riau, salah satunya di Kabupaten Kampar. Penelitian ini bertujuan menganalisis problematika dan upaya Kejaksaan Negeri Bangkinang dalam menangani tindak pidana korupsi dana desa. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum empiris, yaitu penelitian yang mencermati efektivitas hukum di dalam masyarakat. Teknik pengumpulan data dengan cara observasi, wawancara, dan kajian pustaka. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa Problematika penyidik kejaksaan negeri bangkinang dalam menangani tindak pidana korupsi dana desa diantaranya; Pertama, Adanya Perbedaan Persepsi penegak hukum dalam menghitung kerugian keuangan Negara, Kedua, Sulitnya menghadirkan saksi, Ketiga, Terpidana tidak memiliki harta untuk membayar uang pengganti atas kerugian keuangan Negara. Adapun Upayanya; Pertama, Penegak hukum melakukan gelar perkara dengan melibatkan Polda Riau, Polres Kampar, Mabes Polri, BPKP Provinsi Riau, Kejaksaan Agung, Kejaksaan Tinggi Riau dan Kejaksaan Bangkinang. Sehinga dari gelar perkara tersebut disepakati bahwa Auditor yang digunakan adalah auditor dari Inspektorat Kabupaten Kampar. Kedua, Kejaksaann Negeri Bangkinang melakukan Penelurusan asset terhadap harta kekayaan terpidana, guna untuk membayar uang pengganti atas kerugian keuangan Negara. Namun faktanya, setelah dilakukan penelusuran asset ternyata terpidana korupsi tidak membayar uang pengganti, sehingga lebih memilih subsider.","PeriodicalId":266641,"journal":{"name":"Al Daulah : Jurnal Hukum Pidana dan Ketatanegaraan","volume":"35 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-02-03","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"127441894","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Media cetak sebagai sumber info fenomena-fenomena hukum yang terjadi di masyarakat menjadi sangat penting dalam pengembangan pengajaran ilmu hukum pidana di dalam kelas-kelas perkuliahan ilmu hukum. Bentuk/model pembelajaran tersebut yang ditemukan pada perkuliahan ilmu hukum dan ketatanegaraan Islam berdampak pada antusiasme mahasiswa dalam proses perkuliahan. Di samping itu, membentuk dan membangun pengetahuan akan interkoneksi keilmuan antara ilmu hukum pidana, kriminologi dan sosiologi hukum bagi mahasiswa.
{"title":"PENGAJARAN ILMU HUKUM DALAM KELAS MODEL/ KREASI PEMBELAJARAN MENGHUBUNGKAN TEORI DENGAN INFO-INFO PERISTIWA HUKUM “PIDANA” DARI MEDIA CETAK (Analisis Studi Kepuasan)","authors":"Hamsir Hamsir","doi":"10.24252/AD.V7I2.7018","DOIUrl":"https://doi.org/10.24252/AD.V7I2.7018","url":null,"abstract":"Media cetak sebagai sumber info fenomena-fenomena hukum yang terjadi di masyarakat menjadi sangat penting dalam pengembangan pengajaran ilmu hukum pidana di dalam kelas-kelas perkuliahan ilmu hukum. Bentuk/model pembelajaran tersebut yang ditemukan pada perkuliahan ilmu hukum dan ketatanegaraan Islam berdampak pada antusiasme mahasiswa dalam proses perkuliahan. Di samping itu, membentuk dan membangun pengetahuan akan interkoneksi keilmuan antara ilmu hukum pidana, kriminologi dan sosiologi hukum bagi mahasiswa.","PeriodicalId":266641,"journal":{"name":"Al Daulah : Jurnal Hukum Pidana dan Ketatanegaraan","volume":"15 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-01-08","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"114591612","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Kota Makassar adalah kota metropolitan dengan jumlah penduduk yang tiap tahun mengalami perkembangan dari segi urbanisasi, mengingat Makassar sebagai Ibukota Provinsi Sulawesi Selatan.Dengan jumlah penduduk yang semakin padat dan meningkat sehingga berpengaruh kepada kebutuhan dari tingkat ekonomi yang semakin kompleks. Selain itu, ritel moderen memberikan kontribusi positif yang juga menimbulkan dampak sosial ekonomi yang sangat besar. Hal ini disebabkan pasar tradisional yang umumnya merupakan usaha kecil mengalami kemunduran akibat keberadaan ritel moderen yang secara perlahan tapi pasti mengancam kelangsungan pasar tradisional. Melalui Perda No 15 Tahun 2009 tentang perlindungan pemberdayaan pasar tradisional dan penataan pasar moderen dapat memberikan pengaturan bagi kedua pasar tersebut. Upaya yang dilakukan oleh pemerintah kota Makassar adalah dengan mendata dan memberikan informasi terhadap keberadaan dan jam operasional pasar moderen, namun hasilnya belum sesuai dengan harapan semua pihak dalam mengaplikasi peraturan tersebut karena pengaturan zona belum diatur secara jelas. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian empiris dengan pendekatan yang terkait peraturan perundang-undangan dan jurnal yang telah dipublikasi serta turun ke lapangan melakukan pengamatan dan wawancara responden. Hasil yang ditemukan bahwa Perda No 15 Tahun 2009 belum berjalan efektif karena belum mengatur zona terkait. Masalah zona antara pasar moderen dan pasar moderen yang lain dan jarak antara pasar moderen dengan pasar tradisional serta belum mengatur jam operasi pasar moderen yang menyebabkan tingginya ekspansi pasar moderen di Kota Makassar.
{"title":"ANALISIS EFEKTIVITAS KEBIJAKAN PEMERINTAH KOTA MAKASSAR NO 15 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN PEMBERDAYAAN PASAR TRADISIONAL DAN PENATAAN PASAR MODEREN","authors":"A. Asmah","doi":"10.24252/ad.v7i2.7019","DOIUrl":"https://doi.org/10.24252/ad.v7i2.7019","url":null,"abstract":"Kota Makassar adalah kota metropolitan dengan jumlah penduduk yang tiap tahun mengalami perkembangan dari segi urbanisasi, mengingat Makassar sebagai Ibukota Provinsi Sulawesi Selatan.Dengan jumlah penduduk yang semakin padat dan meningkat sehingga berpengaruh kepada kebutuhan dari tingkat ekonomi yang semakin kompleks. Selain itu, ritel moderen memberikan kontribusi positif yang juga menimbulkan dampak sosial ekonomi yang sangat besar. Hal ini disebabkan pasar tradisional yang umumnya merupakan usaha kecil mengalami kemunduran akibat keberadaan ritel moderen yang secara perlahan tapi pasti mengancam kelangsungan pasar tradisional. Melalui Perda No 15 Tahun 2009 tentang perlindungan pemberdayaan pasar tradisional dan penataan pasar moderen dapat memberikan pengaturan bagi kedua pasar tersebut. Upaya yang dilakukan oleh pemerintah kota Makassar adalah dengan mendata dan memberikan informasi terhadap keberadaan dan jam operasional pasar moderen, namun hasilnya belum sesuai dengan harapan semua pihak dalam mengaplikasi peraturan tersebut karena pengaturan zona belum diatur secara jelas. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian empiris dengan pendekatan yang terkait peraturan perundang-undangan dan jurnal yang telah dipublikasi serta turun ke lapangan melakukan pengamatan dan wawancara responden. Hasil yang ditemukan bahwa Perda No 15 Tahun 2009 belum berjalan efektif karena belum mengatur zona terkait. Masalah zona antara pasar moderen dan pasar moderen yang lain dan jarak antara pasar moderen dengan pasar tradisional serta belum mengatur jam operasi pasar moderen yang menyebabkan tingginya ekspansi pasar moderen di Kota Makassar.","PeriodicalId":266641,"journal":{"name":"Al Daulah : Jurnal Hukum Pidana dan Ketatanegaraan","volume":"1 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-01-08","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"131693403","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Studi ini bermaksud untuk mengungkap strategi negara (pemerintah) dalam mendelegitimasi kekuasaan tradisional di Kabupaten Gowa. Di samping itu, studi ini akan melacak secara historis bagaimana keabsahan kekuasaan dapat diakui secara kultural yang kemudian akan disandingkan dengan aspek legitimasi dari negara. Bagaimana keduanya ketika dipertemukan akan menjadi poin tersendiri untuk dieksplanasi agar dapat membongkar sejauhmana pengaruh Peraturan Daerah tentang Lembaga Adat Daerah (Perda LAD) dapat berpengaruh pada level bawah. Lahirnya Perda LAD di Kabupaten Gowa boleh dikatakan pengulangan sejarah di mana negara menghancurkan penguasa tradisonal untuk tunduk pada kekuasaan negara modern. Sekalipun tingkatannya berbeda dan pola yang digunakan juga berbeda, akan tetapi pembersihan sisa-sisa kekuasaan aristokrasi yang masih bercokol tidak terelakkan hingga hari ini. Kasus Kesultanan Yogyakarta adalah hal yang berbeda setelah mendapatkan pengakuan dari negara lewat undang-undang keistimewaan.
{"title":"SOMBAYYA RI GOWA: Studi atas Peraturan Daerah tentang Lembaga Adat Daerah Kabupaten Gowa","authors":"Nila Sastrawati","doi":"10.24252/ad.v7i2.7339","DOIUrl":"https://doi.org/10.24252/ad.v7i2.7339","url":null,"abstract":"Studi ini bermaksud untuk mengungkap strategi negara (pemerintah) dalam mendelegitimasi kekuasaan tradisional di Kabupaten Gowa. Di samping itu, studi ini akan melacak secara historis bagaimana keabsahan kekuasaan dapat diakui secara kultural yang kemudian akan disandingkan dengan aspek legitimasi dari negara. Bagaimana keduanya ketika dipertemukan akan menjadi poin tersendiri untuk dieksplanasi agar dapat membongkar sejauhmana pengaruh Peraturan Daerah tentang Lembaga Adat Daerah (Perda LAD) dapat berpengaruh pada level bawah. Lahirnya Perda LAD di Kabupaten Gowa boleh dikatakan pengulangan sejarah di mana negara menghancurkan penguasa tradisonal untuk tunduk pada kekuasaan negara modern. Sekalipun tingkatannya berbeda dan pola yang digunakan juga berbeda, akan tetapi pembersihan sisa-sisa kekuasaan aristokrasi yang masih bercokol tidak terelakkan hingga hari ini. Kasus Kesultanan Yogyakarta adalah hal yang berbeda setelah mendapatkan pengakuan dari negara lewat undang-undang keistimewaan.","PeriodicalId":266641,"journal":{"name":"Al Daulah : Jurnal Hukum Pidana dan Ketatanegaraan","volume":"49 5","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-12-26","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"114040458","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pasal 43 (1) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentangPerkawinan yang mengandung norma hukum “Anak luar nikah hanyamemiliki hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya”telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) melalui putusannyaNomor 46/PUU-VIII/2010 dengan pertimbangan bahwa norma hukumdalam pasal ini melanggar konstitusi karena menimbulkanketidakadilan sosial (diskriminasi) terhadap anak luar nikahdibandingkan dengan anak sah. Kemudian, melalui putusan tersebut,MK mengganti dengan norma hukum baru bahwa “Anak luar nikahtidak hanya memiliki hubungan perdata dengan ibunya dan keluargaibunya, melainkan juga terhadap ayah biologisnya dan keluarga ayahbiologisnya sepanjang dapat dibuktikan bahwa mereka memilikihubungan darah”. Secara yuridis normatif, putusan MK tersebutmemberikan landasan jaminan keadilan sosial hukum terhadap anakluar nikah seperti juga anak sah dalam bentuk pemenuhan hak-hakkeperdataannya oleh ayah biologisnya sekalipun dalam batas-batastertentu. Namun ketika hendak dikontekstualkan, ternyata putusanMK tersebut menghadapi permasalahan-permasalahan mendasaryang membutuhkan pencermatan secara akademik, terutama: 1.Sejauh manakah keadilan sosial hukum terhadap anak luar nikah yangdimaksud putusan Mahkamah Konstitusi? 2. Dalam bentuk keadilansosial bagaimanakah terhadap anak luar nikah yang dimaksudputusan MK? 3. Bagaimanakah putusan MK memberikan jaminanpemenuhan hak-hak keperdataan dalam mewujudkan keadilan soaialterhadap anak luar nikah? Beberapa permasalahan ini akan ditelitidan dikaji melalui metode penelitian pustaka dengan pendekatanfilsafat keadilan sosial. Kajian terhadap masalah tersebut ditemukanbahwa: 1. Keadilan yang dimaksud putusan MK adalah keseimbangandistribusi hak-hak keperdataan antara anak sah dengan anak luarnikah oleh ayahnya; 2. Bentuk keadilan dimaksud putusan MK adalahmeliputi hak-hak keperdataan yang terbatas bagi anak luar nikahdibandingkan dengan anak sah; 3. Putusan MK belum memberikanjaminan perlindungan terhadap perwujudan hak-hak keperdataananak luar nikah terhadap ayah biologisnya dan keluarga ayahbiologisnya. Hasil penelitian diharapkan memberikan kontribusi bagipengembangan ilmu hukum.
{"title":"KEADILAN SOSIAL TERHADAP ANAK LUAR NIKAH","authors":"Marilang Marilang","doi":"10.24252/ad.v7i2.7549","DOIUrl":"https://doi.org/10.24252/ad.v7i2.7549","url":null,"abstract":"Pasal 43 (1) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentangPerkawinan yang mengandung norma hukum “Anak luar nikah hanyamemiliki hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya”telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) melalui putusannyaNomor 46/PUU-VIII/2010 dengan pertimbangan bahwa norma hukumdalam pasal ini melanggar konstitusi karena menimbulkanketidakadilan sosial (diskriminasi) terhadap anak luar nikahdibandingkan dengan anak sah. Kemudian, melalui putusan tersebut,MK mengganti dengan norma hukum baru bahwa “Anak luar nikahtidak hanya memiliki hubungan perdata dengan ibunya dan keluargaibunya, melainkan juga terhadap ayah biologisnya dan keluarga ayahbiologisnya sepanjang dapat dibuktikan bahwa mereka memilikihubungan darah”. Secara yuridis normatif, putusan MK tersebutmemberikan landasan jaminan keadilan sosial hukum terhadap anakluar nikah seperti juga anak sah dalam bentuk pemenuhan hak-hakkeperdataannya oleh ayah biologisnya sekalipun dalam batas-batastertentu. Namun ketika hendak dikontekstualkan, ternyata putusanMK tersebut menghadapi permasalahan-permasalahan mendasaryang membutuhkan pencermatan secara akademik, terutama: 1.Sejauh manakah keadilan sosial hukum terhadap anak luar nikah yangdimaksud putusan Mahkamah Konstitusi? 2. Dalam bentuk keadilansosial bagaimanakah terhadap anak luar nikah yang dimaksudputusan MK? 3. Bagaimanakah putusan MK memberikan jaminanpemenuhan hak-hak keperdataan dalam mewujudkan keadilan soaialterhadap anak luar nikah? Beberapa permasalahan ini akan ditelitidan dikaji melalui metode penelitian pustaka dengan pendekatanfilsafat keadilan sosial. Kajian terhadap masalah tersebut ditemukanbahwa: 1. Keadilan yang dimaksud putusan MK adalah keseimbangandistribusi hak-hak keperdataan antara anak sah dengan anak luarnikah oleh ayahnya; 2. Bentuk keadilan dimaksud putusan MK adalahmeliputi hak-hak keperdataan yang terbatas bagi anak luar nikahdibandingkan dengan anak sah; 3. Putusan MK belum memberikanjaminan perlindungan terhadap perwujudan hak-hak keperdataananak luar nikah terhadap ayah biologisnya dan keluarga ayahbiologisnya. Hasil penelitian diharapkan memberikan kontribusi bagipengembangan ilmu hukum.","PeriodicalId":266641,"journal":{"name":"Al Daulah : Jurnal Hukum Pidana dan Ketatanegaraan","volume":"271 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-12-22","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"115983910","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Dalam kitab-kitab tafsir baik dalam kitab tafsir klasik maupun kitab tafsir modern dan kontemporer para mufasirnya sepakat bahwa perempuan mempunyai hak menjadi saksi dalam transaksi utang piutang sama dengan laki-laki. Namun, mereka berbeda pendapat mengenai kuantitas saksi perempuan, mufassir klasik mengacu kepada pendekatan tekstual yakni dua orang saksi perempuan bersama satu orang laki-laki. Sementara mufassir modern dan kontemporer menggunakan pendekatan kontekstual, yakni bisa satu orang saksi perempuan bersama satu orang saksi laki-laki. Mereka mengaitkan konteks sosio-historis al-Qur’an, juga dengan konteks masa kini. Mereka juga berpegang kepada kaidah Ushul Fiqh “al-hukmu yadurru ma‘a al-illah wujuudan wa ‘adaman". Kesaksian itu berdasarkan profesionalisme dan kredibilitas, tidak ada hubungannya dengan jenis kelamin. Dengan demikian, jika perempuan mempunyai kecerdasan dalam bidang ekonomi maka kesaksiannya boleh disamakan dengan kesaksian laki-laki khususnya dalam kesaksian transaksi utang piutang, karena dalam ayat-ayat yang lain tentang kesaksian tidak menyebutkan klasifikasi jenis kelamin. Dengan demikian jika ayat tersebut dipahami secara kontekstual (bukan normatif), tentu akan melahirkan keadilan dan kesetaraan gender
{"title":"KESAKSIAN PEREMPUAN DALAM KONTRAK KEUANGAN DALAM KITAB-KITAB TAFSIR","authors":"Halimah Basri","doi":"10.24252/AD.V7I2.7247","DOIUrl":"https://doi.org/10.24252/AD.V7I2.7247","url":null,"abstract":"Dalam kitab-kitab tafsir baik dalam kitab tafsir klasik maupun kitab tafsir modern dan kontemporer para mufasirnya sepakat bahwa perempuan mempunyai hak menjadi saksi dalam transaksi utang piutang sama dengan laki-laki. Namun, mereka berbeda pendapat mengenai kuantitas saksi perempuan, mufassir klasik mengacu kepada pendekatan tekstual yakni dua orang saksi perempuan bersama satu orang laki-laki. Sementara mufassir modern dan kontemporer menggunakan pendekatan kontekstual, yakni bisa satu orang saksi perempuan bersama satu orang saksi laki-laki. Mereka mengaitkan konteks sosio-historis al-Qur’an, juga dengan konteks masa kini. Mereka juga berpegang kepada kaidah Ushul Fiqh “al-hukmu yadurru ma‘a al-illah wujuudan wa ‘adaman\". Kesaksian itu berdasarkan profesionalisme dan kredibilitas, tidak ada hubungannya dengan jenis kelamin. Dengan demikian, jika perempuan mempunyai kecerdasan dalam bidang ekonomi maka kesaksiannya boleh disamakan dengan kesaksian laki-laki khususnya dalam kesaksian transaksi utang piutang, karena dalam ayat-ayat yang lain tentang kesaksian tidak menyebutkan klasifikasi jenis kelamin. Dengan demikian jika ayat tersebut dipahami secara kontekstual (bukan normatif), tentu akan melahirkan keadilan dan kesetaraan gender","PeriodicalId":266641,"journal":{"name":"Al Daulah : Jurnal Hukum Pidana dan Ketatanegaraan","volume":"5 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-12-17","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"127971702","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Perjalanan sejarah sosial dan kebudayaan umat Islam hingga kini telah melewati jalan panjang sejak masa nabi Muhammad saw. Perjalanan ini diisi dengan berbagai rupa fenomena sosial yang kemudian menjelma menjadi landasan hukum untuk membelakukan kebolehan dan atau melakukan pelarangan. Konteks sosial umat telah melebarkan sayap hukum memasuki ruang-ruang budaya dan struktur sosial masyarakat. Kondisi sosial umat bagi Rasul adalah peristiwa yang dapat menjadi sebab timbulnya hukum dan bisa pula menyebabkan terjadinya peninjauan kembali atas apa yang telah diputuskan pada masa sebelumnya. Ini berarti bahwa ditemukan hubungan yang kuat antara kondisi sosial umat Islam dengan perubahan atas perilaku hukum yang dilontarkan oleh nabi pada Hadis-hadisnya.
{"title":"SOSIO-KULTURAL DALAM ASBĀB WURŪD AL-ḤADĪṠ AL-NABAWĪ","authors":"Subehan Khalik","doi":"10.24252/AD.V7I2.7244","DOIUrl":"https://doi.org/10.24252/AD.V7I2.7244","url":null,"abstract":"Perjalanan sejarah sosial dan kebudayaan umat Islam hingga kini telah melewati jalan panjang sejak masa nabi Muhammad saw. Perjalanan ini diisi dengan berbagai rupa fenomena sosial yang kemudian menjelma menjadi landasan hukum untuk membelakukan kebolehan dan atau melakukan pelarangan. Konteks sosial umat telah melebarkan sayap hukum memasuki ruang-ruang budaya dan struktur sosial masyarakat. Kondisi sosial umat bagi Rasul adalah peristiwa yang dapat menjadi sebab timbulnya hukum dan bisa pula menyebabkan terjadinya peninjauan kembali atas apa yang telah diputuskan pada masa sebelumnya. Ini berarti bahwa ditemukan hubungan yang kuat antara kondisi sosial umat Islam dengan perubahan atas perilaku hukum yang dilontarkan oleh nabi pada Hadis-hadisnya.","PeriodicalId":266641,"journal":{"name":"Al Daulah : Jurnal Hukum Pidana dan Ketatanegaraan","volume":"44 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-12-17","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"133151398","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pilkada sering menimbulkan konflik horizontal di masyarakat karena dalam pelaksanaan Pilkada secara langsung jarak emosi antara figur calon dan massa pendukung atau massa pemilihnya sangat dekat. Hal ini dapat memicu lahirnya fanatisme yang sangat kuat terhadap masing-masing calon. Selain itu, masyarakat juga merasakan kepentingannya secara riil arus lokal. Akibatnya, kadar dan rasa kepemilikannya (sense of belonging) serta keterlibatannya terhadap agenda-agenda politik masing-masing calon sangat tinggi. Faktor-faktor tersebut dikhawatirkan dapat menjadi pemicu munculnya konflik horizontal. Di sisi lain, pilkada dapat menumbuhkan kredo demokrasi di tanah air termasuk di kota Makassar. Hal ini dapat diukur dari keterlibatan warga negara dalam setiap pelaksanaan pilkada, atau dalam bahasa lain secara psikologis warga negara terlibat dalam politik atau peduli dengan persoalan publik. Oleh karena itu pilkada yang dilakukan secara langsung merupakan suatu yang baik dalam proses pertumbuhan dan perkembangan demokrasi di tanah air, termasuk di kota makassar. Melalui pelaksanaan otonomi daerah yang dijadikan sebagai media untuk mendesentralisasikan sistem demokrasi yang semakin disempurnakan. Melalui pilkada ini diharapkan akan menggairahkan dan merangsang tumbuhnya kekuatan-kekuatan baru yang pro demokrasi di daerah. Dalam pengertian lain, melalui pemilihan kepala daerah yang secara langsung ini, akan lahir aktor-aktor demokrasi di daerah, yang kemudian diharapkan akan sanggup membuat kontrak politik dengan segenap komponen masyarakat, serta mampu melakukan gerakan-gerakan baru bagi perubahan.
{"title":"PILKADA DAN KONFLIK HORIZONTAL (Telaah Atas Pemilukada di Kota Makassar)","authors":"Usman Jafar","doi":"10.24252/ad.v7i2.7246","DOIUrl":"https://doi.org/10.24252/ad.v7i2.7246","url":null,"abstract":"Pilkada sering menimbulkan konflik horizontal di masyarakat karena dalam pelaksanaan Pilkada secara langsung jarak emosi antara figur calon dan massa pendukung atau massa pemilihnya sangat dekat. Hal ini dapat memicu lahirnya fanatisme yang sangat kuat terhadap masing-masing calon. Selain itu, masyarakat juga merasakan kepentingannya secara riil arus lokal. Akibatnya, kadar dan rasa kepemilikannya (sense of belonging) serta keterlibatannya terhadap agenda-agenda politik masing-masing calon sangat tinggi. Faktor-faktor tersebut dikhawatirkan dapat menjadi pemicu munculnya konflik horizontal. Di sisi lain, pilkada dapat menumbuhkan kredo demokrasi di tanah air termasuk di kota Makassar. Hal ini dapat diukur dari keterlibatan warga negara dalam setiap pelaksanaan pilkada, atau dalam bahasa lain secara psikologis warga negara terlibat dalam politik atau peduli dengan persoalan publik. Oleh karena itu pilkada yang dilakukan secara langsung merupakan suatu yang baik dalam proses pertumbuhan dan perkembangan demokrasi di tanah air, termasuk di kota makassar. Melalui pelaksanaan otonomi daerah yang dijadikan sebagai media untuk mendesentralisasikan sistem demokrasi yang semakin disempurnakan. Melalui pilkada ini diharapkan akan menggairahkan dan merangsang tumbuhnya kekuatan-kekuatan baru yang pro demokrasi di daerah. Dalam pengertian lain, melalui pemilihan kepala daerah yang secara langsung ini, akan lahir aktor-aktor demokrasi di daerah, yang kemudian diharapkan akan sanggup membuat kontrak politik dengan segenap komponen masyarakat, serta mampu melakukan gerakan-gerakan baru bagi perubahan.","PeriodicalId":266641,"journal":{"name":"Al Daulah : Jurnal Hukum Pidana dan Ketatanegaraan","volume":"10 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-12-17","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"114553562","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Kelompok Islam fundamentalis (seringkali) dianggap sebagai pihak yang paling bertanggungjawab atas beragam peristiwa berdarah di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia. Bermacam istilah ditawarkan oleh para pemikir, baik non-Muslim maupun Muslim, untuk (sekedar) memberikan deskripsi paling sempurna tentang kelompok ini. Misalnya, kelompok radikalisme (Islam revolusinoner), Islamist, dan Neo-fundamentalisme. Sebenarnya, beragam terma itu bersumsum-tulang karena digunakan secara bergantian dalam literatur gerakan Islam kontemporer, Barat mengkondisikannya sebagai radikalisme dan terorisme. Di negara-negara Timur Tengah, gerakan radikalisme Islam telah berakar urat dan memiliki sejarah yang cukup panjang. Munculnya gerakan Islam fundamentalismerupakan suatu gejala riil dari apa yang disebut sebagai kebangkitan Islam. Revitalisasi Islam didukung oleh sejumlah peristiwa-peristiwa dan perubahan- perubahan yang mempengaruhi negara-negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam Islam. Manifestasi yang paling dramatis dan spektakuler dari kemunculan gerakan kebangkitan ini adalah peristiwa revolusi Islam Iran pada 1979. Gerakan Islam fundamentalis berusaha merefleksikan satu pandangan bahwa Islam merupakan agama holitik yang meliputi berbagai aspek termasuk di bidang politik. Dalam konteks ini, fundamentalisme Islam berkeyakinan bahwa agama dan politik sebagai suatu kondisi keniscayaan sebagaimana terefleksi dalam dalil yang menyatakan bahwa, al-Islam Di- nun wa Dawlah, Islam is Religion and State.
{"title":"PENERAPAN SYARIAT ISLAM","authors":"Azman Azman","doi":"10.24252/AD.V7I2.7243","DOIUrl":"https://doi.org/10.24252/AD.V7I2.7243","url":null,"abstract":"Kelompok Islam fundamentalis (seringkali) dianggap sebagai pihak yang paling bertanggungjawab atas beragam peristiwa berdarah di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia. Bermacam istilah ditawarkan oleh para pemikir, baik non-Muslim maupun Muslim, untuk (sekedar) memberikan deskripsi paling sempurna tentang kelompok ini. Misalnya, kelompok radikalisme (Islam revolusinoner), Islamist, dan Neo-fundamentalisme. Sebenarnya, beragam terma itu bersumsum-tulang karena digunakan secara bergantian dalam literatur gerakan Islam kontemporer, Barat mengkondisikannya sebagai radikalisme dan terorisme. Di negara-negara Timur Tengah, gerakan radikalisme Islam telah berakar urat dan memiliki sejarah yang cukup panjang. Munculnya gerakan Islam fundamentalismerupakan suatu gejala riil dari apa yang disebut sebagai kebangkitan Islam. Revitalisasi Islam didukung oleh sejumlah peristiwa-peristiwa dan perubahan- perubahan yang mempengaruhi negara-negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam Islam. Manifestasi yang paling dramatis dan spektakuler dari kemunculan gerakan kebangkitan ini adalah peristiwa revolusi Islam Iran pada 1979. Gerakan Islam fundamentalis berusaha merefleksikan satu pandangan bahwa Islam merupakan agama holitik yang meliputi berbagai aspek termasuk di bidang politik. Dalam konteks ini, fundamentalisme Islam berkeyakinan bahwa agama dan politik sebagai suatu kondisi keniscayaan sebagaimana terefleksi dalam dalil yang menyatakan bahwa, al-Islam Di- nun wa Dawlah, Islam is Religion and State.","PeriodicalId":266641,"journal":{"name":"Al Daulah : Jurnal Hukum Pidana dan Ketatanegaraan","volume":"1 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-12-17","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"132980776","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Sistem presidensial adalah sistem pemerintahan yang terpusat pada kekuasaan Presiden sebagai kepala pemerintahan dan kepala negara. Dalam sistem presidensial, lembaga eksekutif lebih kuat dalam menjalankan pemerintahan. Kelebihan sistem ini adalah lebih menjamin stabilitas pemerintahan. Sedangkan kekurangannya, sistem ini cenderung menempatkan kekuasaan eksekutif sebagai bagian yang sangat berpengaruh karena kekuasaannya yang cukup besar dan merupakan kekuasaan prerogatif eksekutif yang besar tanpa persetujuan dari yang lembaga lain untuk melakukan kegiatan tertentu atau untuk memberikan atau tidak memberikan persetujuan khusus semata-mata jika ia menganggap dirinya layak untuk melakukan, dengan atau tanpa rekomendasi dari lembaga lain. Dalam mengangkat Kepala Kepolisian, hak prerogatif Presiden dibatasi oleh persyaratan adanya persetujuan DPR sebagai bentuk checks and balances antar lembaga negara. Ini adalah bentuk pengawasan dari DPR sebagai refresentasi seluruh rakyat Indonesia yang memiliki kedaulatan berdasarkan Konstitusi 1945. Secara konstitusional dalam gagasan Presiden sebagai kepala negara, kepolisian adalah alat negara, sehingga posisinya sebagai bawahan Presiden. Melihat kelebihan dan kekurangan sistem presidensial, terutama dalam hal penunjukan pemimpin aparatur negara, maka diperlukan pengaturan konstitusi untuk mengurangi dampak negatif atau kelemahan sistem tersebut agar penggunaan hak prerogatif tidak disalahgunakan oleh Presiden.
{"title":"KONSTITUSIONALITAS PERSETUJUAN DPR DALAM PENGANGKATAN KAPOLRI OLEH PRESIDEN (Menyoal Letak Hak Prerogatif Presiden dalam Sistem Presidensial)","authors":"Abdul Rahman Kanang","doi":"10.24252/AD.V7I2.7245","DOIUrl":"https://doi.org/10.24252/AD.V7I2.7245","url":null,"abstract":"Sistem presidensial adalah sistem pemerintahan yang terpusat pada kekuasaan Presiden sebagai kepala pemerintahan dan kepala negara. Dalam sistem presidensial, lembaga eksekutif lebih kuat dalam menjalankan pemerintahan. Kelebihan sistem ini adalah lebih menjamin stabilitas pemerintahan. Sedangkan kekurangannya, sistem ini cenderung menempatkan kekuasaan eksekutif sebagai bagian yang sangat berpengaruh karena kekuasaannya yang cukup besar dan merupakan kekuasaan prerogatif eksekutif yang besar tanpa persetujuan dari yang lembaga lain untuk melakukan kegiatan tertentu atau untuk memberikan atau tidak memberikan persetujuan khusus semata-mata jika ia menganggap dirinya layak untuk melakukan, dengan atau tanpa rekomendasi dari lembaga lain. Dalam mengangkat Kepala Kepolisian, hak prerogatif Presiden dibatasi oleh persyaratan adanya persetujuan DPR sebagai bentuk checks and balances antar lembaga negara. Ini adalah bentuk pengawasan dari DPR sebagai refresentasi seluruh rakyat Indonesia yang memiliki kedaulatan berdasarkan Konstitusi 1945. Secara konstitusional dalam gagasan Presiden sebagai kepala negara, kepolisian adalah alat negara, sehingga posisinya sebagai bawahan Presiden. Melihat kelebihan dan kekurangan sistem presidensial, terutama dalam hal penunjukan pemimpin aparatur negara, maka diperlukan pengaturan konstitusi untuk mengurangi dampak negatif atau kelemahan sistem tersebut agar penggunaan hak prerogatif tidak disalahgunakan oleh Presiden.","PeriodicalId":266641,"journal":{"name":"Al Daulah : Jurnal Hukum Pidana dan Ketatanegaraan","volume":"297 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-12-17","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"122738054","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}