Pub Date : 2023-08-17DOI: 10.32539/jkk.v10i3.21898
Mahdika Ambarwaty, Mario B. Nara, Defranky Theodorus, Riry Ambarsarie
AbstrakRabies merupakan masalah kesehatan masyarakat yang cukup serius terutama di daerah dan telah masuk dalam program daerah namun terabaikan selama masa pandemi. Seorang anak laki laki berusia empat tahun dibawa ke RSUD TC Hillers Maumere datang dengan keluhan demam dan mual muntah lebih dari lima kali. Dari anamnesis melalui keluarganya diketahui bahwa pasien memiliki riwayat digigit anjing di area wajah dan pergelangan tangan kanan pada 14 hari sebelum muncul keluhan. Pada kasus ini pasien sudah mendapatkan perawatan luka dan Vaksin Anti Rabies (VAR) dosis kedua tetapi tidak mendapatkan Serum Anti Rabies (SAR). Pada kasus dengan area gigitan resiko tinggi, pemberian VAR harus disertai pemberian SAR untuk mengurangi moralitas. Kata kunci: rabies, serum anti-rabies, anakAbstract Rabies is a serious public health problem, especially in the regions and has been included in regional programs but neglected during the pandemic. A four-year-old boy taken to TC Hillers Maumere Hospital came in complaining of fever and nausea, vomiting more than five times. From the history through his family, it is known that the patient had a history of being bitten by a dog in the face and right wrist area in the 14 days before complaints appeared. In this case, the patient has received wound care and the second dose of Anti-Rabies Vaccine (VAR) but did not get Anti-Rabies Serum (SAR). In cases with high-risk bite areas, VAR should be accompanied by SAR to reduce mortality. Keywords: rabies, anti-rabies serum, child
{"title":"MANAJEMEN INFEKSI RABIES BERISIKO TINGGI: STUDI KASUS TANPA SERUM ANTI-RABIES","authors":"Mahdika Ambarwaty, Mario B. Nara, Defranky Theodorus, Riry Ambarsarie","doi":"10.32539/jkk.v10i3.21898","DOIUrl":"https://doi.org/10.32539/jkk.v10i3.21898","url":null,"abstract":"AbstrakRabies merupakan masalah kesehatan masyarakat yang cukup serius terutama di daerah dan telah masuk dalam program daerah namun terabaikan selama masa pandemi. Seorang anak laki laki berusia empat tahun dibawa ke RSUD TC Hillers Maumere datang dengan keluhan demam dan mual muntah lebih dari lima kali. Dari anamnesis melalui keluarganya diketahui bahwa pasien memiliki riwayat digigit anjing di area wajah dan pergelangan tangan kanan pada 14 hari sebelum muncul keluhan. Pada kasus ini pasien sudah mendapatkan perawatan luka dan Vaksin Anti Rabies (VAR) dosis kedua tetapi tidak mendapatkan Serum Anti Rabies (SAR). Pada kasus dengan area gigitan resiko tinggi, pemberian VAR harus disertai pemberian SAR untuk mengurangi moralitas. Kata kunci: rabies, serum anti-rabies, anakAbstract Rabies is a serious public health problem, especially in the regions and has been included in regional programs but neglected during the pandemic. A four-year-old boy taken to TC Hillers Maumere Hospital came in complaining of fever and nausea, vomiting more than five times. From the history through his family, it is known that the patient had a history of being bitten by a dog in the face and right wrist area in the 14 days before complaints appeared. In this case, the patient has received wound care and the second dose of Anti-Rabies Vaccine (VAR) but did not get Anti-Rabies Serum (SAR). In cases with high-risk bite areas, VAR should be accompanied by SAR to reduce mortality. Keywords: rabies, anti-rabies serum, child","PeriodicalId":34033,"journal":{"name":"Jurnal Kedokteran dan Kesehatan","volume":"3 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-08-17","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"136337192","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2023-08-17DOI: 10.32539/jkk.v10i3.22082
Alita Adiwarna, Kartini Kartini, Erita Istriana
Abstrak Kasus gangguan mental di Indonesia mengalami peningkatan dan berdampak pada penurunan produktivitas manusia. Salah satu faktor yang memengaruhi kesehatan mental dalam tahap perkembangan manusia adalah bagaimana orientasi seksualnya. Penelitian terdahulu mengungkapkan bahwa orang dewasa dengan orientasi seksual abnormal memiliki kesejahteraan mental yang terganggu namun penelitian lainnya menunjukkan laki-laki aseksual memiliki mental yang sejahtera. Penelitian ini bertujuan menilai hubungan orientasi seksual dan kesehatan mental pada laki-laki berusia 20 -25 tahun. Desain penelitian observatif analitik dengan pendekatan cross-sectional , sebanyak 119 subjek laki – laki berusia 20-25 tahun berlokasi di salah satu restoran dan bar di wilayah Jakarta. Teknik pengambilan sampel non-random dengan metode consecutive sampling . Pengumpulan data menggunakan skala Kinsey (orientasi seksual heteroseksual-homoseksual) dan skala kesehatan mental. Data dianalisis dengan uji Chi-square dan tingkat kemaknaan p<0.05. Sebanyak 55.5% subjek laki-laki berusia 23-25 tahun, 82.4% berstatus bekerja, 65.6% memiliki keluarga tiri/tunggal. Sebanyak 60.5% subjek dengan orientasi seksual abnormal dan 63.9% kesehatan mentalnya terganggu. Uji Chi-Square untuk menilai hubungan orientasi seksual dan kesehatan mental menunjukkan nilai p=0.00 sehingga disimpulkan terdapat hubungan yang bermakna antara orientasi seksual dan kesehatan mental laki-laki berusia 20-25 tahun di salah satu bar di Jakarta. Kata kunci: Kesehatan mental, laki-laki, orientasi seksual. Abstract Sexual orientation was associated with mental health in men aged 20-25 years in a bar in Jakarta Cases of mental disorders in Indonesia have increased and had an impact on decreasing human productivity. One of the factors that influences mental health at this stage of human development is sexual orientation. Previous studies had revealed that adults with abnormal sexual orientation have impaired mental well-being, but other studies had shown asexual men to be mentally well. This study aimed to assess the relationship between sexual orientation and mental health in men aged 20-25 years. Analytical observation research design with a cross-sectional approach: as many as 119 male subjects aged 20-25 years were located in one of the restaurants and bars in the Jakarta area. A non-random sampling technique with consecutive sampling methods had been used for sample collection. Data were collected using the Kinsey scale (heterosexual-homosexual sexual orientation) and the mental health scale. The data were analyzed with the Chi-square test and a significant level of p<0.05. 55.5% of male subjects between the ages of 23 and 25, 82.4% were employed, and 65.6% had a step/single family. As many as 60.5% of subjects have an abnormal sexual orientation, and 63.9% have impaired mental health. The Chi-Square test to assess the association between sexual orientation and mental health showed a value of p=0.00. It was concluded
{"title":"ORIENTASI SEKSUAL BERHUBUNGAN DENGAN KESEHATAN MENTAL PADA LAKI-LAKI BERUSIA 20-25 TAHUN","authors":"Alita Adiwarna, Kartini Kartini, Erita Istriana","doi":"10.32539/jkk.v10i3.22082","DOIUrl":"https://doi.org/10.32539/jkk.v10i3.22082","url":null,"abstract":"Abstrak Kasus gangguan mental di Indonesia mengalami peningkatan dan berdampak pada penurunan produktivitas manusia. Salah satu faktor yang memengaruhi kesehatan mental dalam tahap perkembangan manusia adalah bagaimana orientasi seksualnya. Penelitian terdahulu mengungkapkan bahwa orang dewasa dengan orientasi seksual abnormal memiliki kesejahteraan mental yang terganggu namun penelitian lainnya menunjukkan laki-laki aseksual memiliki mental yang sejahtera. Penelitian ini bertujuan menilai hubungan orientasi seksual dan kesehatan mental pada laki-laki berusia 20 -25 tahun. Desain penelitian observatif analitik dengan pendekatan cross-sectional , sebanyak 119 subjek laki – laki berusia 20-25 tahun berlokasi di salah satu restoran dan bar di wilayah Jakarta. Teknik pengambilan sampel non-random dengan metode consecutive sampling . Pengumpulan data menggunakan skala Kinsey (orientasi seksual heteroseksual-homoseksual) dan skala kesehatan mental. Data dianalisis dengan uji Chi-square dan tingkat kemaknaan p<0.05. Sebanyak 55.5% subjek laki-laki berusia 23-25 tahun, 82.4% berstatus bekerja, 65.6% memiliki keluarga tiri/tunggal. Sebanyak 60.5% subjek dengan orientasi seksual abnormal dan 63.9% kesehatan mentalnya terganggu. Uji Chi-Square untuk menilai hubungan orientasi seksual dan kesehatan mental menunjukkan nilai p=0.00 sehingga disimpulkan terdapat hubungan yang bermakna antara orientasi seksual dan kesehatan mental laki-laki berusia 20-25 tahun di salah satu bar di Jakarta. Kata kunci: Kesehatan mental, laki-laki, orientasi seksual. Abstract Sexual orientation was associated with mental health in men aged 20-25 years in a bar in Jakarta Cases of mental disorders in Indonesia have increased and had an impact on decreasing human productivity. One of the factors that influences mental health at this stage of human development is sexual orientation. Previous studies had revealed that adults with abnormal sexual orientation have impaired mental well-being, but other studies had shown asexual men to be mentally well. This study aimed to assess the relationship between sexual orientation and mental health in men aged 20-25 years. Analytical observation research design with a cross-sectional approach: as many as 119 male subjects aged 20-25 years were located in one of the restaurants and bars in the Jakarta area. A non-random sampling technique with consecutive sampling methods had been used for sample collection. Data were collected using the Kinsey scale (heterosexual-homosexual sexual orientation) and the mental health scale. The data were analyzed with the Chi-square test and a significant level of p<0.05. 55.5% of male subjects between the ages of 23 and 25, 82.4% were employed, and 65.6% had a step/single family. As many as 60.5% of subjects have an abnormal sexual orientation, and 63.9% have impaired mental health. The Chi-Square test to assess the association between sexual orientation and mental health showed a value of p=0.00. It was concluded","PeriodicalId":34033,"journal":{"name":"Jurnal Kedokteran dan Kesehatan","volume":"12 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-08-17","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"136337198","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2023-08-17DOI: 10.32539/jkk.v10i3.22336
Angga Febriyanto, Krisna Murti, Soilia Fertilita
Abstrak Diffuse large B-cell lymphoma (DLBCL) merupakan neoplasma sel-B sedang atau besar yang pola pertumbuhanya secara difus dengan inti besar. Sekitar 30-40 % kasus limfoma merupakan DLBCL. Berdasarkan fiturmolekuler dan cell of origin (COO), DLBCL dibagi menjadi subtipe germinal center B-cell (GCB) dan activated B-cell (ABC) / non-germinal center B-cell (non-GCB). Anemia menjadi salah satu kondisi klinis yang seringmenyertai limfoma. Anemia pada limfoma dikaitkan dengan prognostik yang lebihburuk. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan subtipe molekular DLBCL dengan anemia. Penelitian ini adalah jenis penelitian cross-sectional , dengan sampel adalah semua pasien yang terdiagnosis DLBCL di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang tahun 2017-2021 sesuai kriteria yang ditentukan. Data Hb yang diambil adalah hasil pemeriksaan Hb paling awal pasien sebelum dilakukan biopsi. Dari 93 sampel, kasus DLBCL tinggi pada kelompokusia<60 tahun (64,5%), jenis kelaminlaki-laki (58,1%), lokasi ekstranodal (72%), varian sentroblastik (75,3%), dan subtipe non-GCB (75,3%). Anemia terjadi pada 76,3% kasus. Derajat mild (69%) memiliki proporsi yang paling tinggi. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara subtipe molekular DLBCL baik dengan status anemia ( p= 0,97) maupun dengan derajat anemia ( p= 0,97). Berdasarkan hasil penelitian, tidak terdapat hubungan yang bermakna subtipe molekular DLBCL dengan status anemia dan derajat anemia. Kata Kunci : DLBCL, SubtipeMolekular, GCB, Non-GCB, Anemia.
{"title":"STATUS ANEMIA TIDAK BERHUBUNGAN DENGAN SUBTIPE DIFFUSE LARGE B-CELL LYMPHOMA","authors":"Angga Febriyanto, Krisna Murti, Soilia Fertilita","doi":"10.32539/jkk.v10i3.22336","DOIUrl":"https://doi.org/10.32539/jkk.v10i3.22336","url":null,"abstract":"Abstrak Diffuse large B-cell lymphoma (DLBCL) merupakan neoplasma sel-B sedang atau besar yang pola pertumbuhanya secara difus dengan inti besar. Sekitar 30-40 % kasus limfoma merupakan DLBCL. Berdasarkan fiturmolekuler dan cell of origin (COO), DLBCL dibagi menjadi subtipe germinal center B-cell (GCB) dan activated B-cell (ABC) / non-germinal center B-cell (non-GCB). Anemia menjadi salah satu kondisi klinis yang seringmenyertai limfoma. Anemia pada limfoma dikaitkan dengan prognostik yang lebihburuk. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan subtipe molekular DLBCL dengan anemia. Penelitian ini adalah jenis penelitian cross-sectional , dengan sampel adalah semua pasien yang terdiagnosis DLBCL di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang tahun 2017-2021 sesuai kriteria yang ditentukan. Data Hb yang diambil adalah hasil pemeriksaan Hb paling awal pasien sebelum dilakukan biopsi. Dari 93 sampel, kasus DLBCL tinggi pada kelompokusia<60 tahun (64,5%), jenis kelaminlaki-laki (58,1%), lokasi ekstranodal (72%), varian sentroblastik (75,3%), dan subtipe non-GCB (75,3%). Anemia terjadi pada 76,3% kasus. Derajat mild (69%) memiliki proporsi yang paling tinggi. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara subtipe molekular DLBCL baik dengan status anemia ( p= 0,97) maupun dengan derajat anemia ( p= 0,97). Berdasarkan hasil penelitian, tidak terdapat hubungan yang bermakna subtipe molekular DLBCL dengan status anemia dan derajat anemia. Kata Kunci : DLBCL, SubtipeMolekular, GCB, Non-GCB, Anemia.","PeriodicalId":34033,"journal":{"name":"Jurnal Kedokteran dan Kesehatan","volume":"7 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-08-17","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"136337340","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2023-08-17DOI: 10.32539/jkk.v10i3.21425
Enny Nugraheni, Debie Rizqoh, Mulya Sundari
Abstrak Demam Berdarah Dengue ada penyakit infeksi yang disebabkan virus dengue. Manusia akan terinfeksi setelah diinfeksi oleh nyamuk Aedes Aegypti yang membawa virus DENV. Virus dengue terdiri dari 4 serotipe yaitu DENV-1, 2, 3 dan 4. Virus dengue dapat menyebabkan dua tipe infeksi yaitu infeksi primer dan infeksi sekunder. Infeksi primer dapat muncul sebagai demam akut atau disebut demam dengue yang akan dinetralisir dalam tujuh hari oleh respon imun. Sedangkan infeksi sekunder cenderung akan lebih berat dan akan mengakibatkan demam berdarah dengue (DBD) atau sindrom renjatan dengue (SRD).Manifestasi klinis DBD dapat diklasifikasikan berdasarkan kondisi klinis pasien dan hasil pemeriksaan penunjang. Kasus simptomatik dapat dibedakan menjadi beberapa klasifikasi diantaranya adalah undifferentiated febrile illness (UF), Demam Dengue (DD), Demam Berdarah Dengue (DBD), sindrom renjatan dengue (SRD) dan unusual dengue (UD). Manifestasi klinis dapat berdampak pada organ dan sistem yang ada di seluruh tubuh. Manifestasi klinis dengue bervariasi dari yang ringan sampai dengan berat. Manifestasi utama berupa adanya plasma leakage yang digambarkan pada fase awal adanya pendarahan ringan sampai berat. Tanda plasma leakage juga dapat ditemukan pada multiple organ Klasifikasi DBD dapat dilakukan berdasarkan WHO 1997 dan WHO 2009. Manifestasi klinis ini penting diketahui dan dipahami untuk menegakkan diagnosis yang cepat sehingga dapat melakukan penatalaksanaan DBD dengan baik sehingga mengurangi angka morbiditas dan mortalitas. Kat a kunci: Syok, Infeksi, Gejala Abstract Dengue Hemorrhagic Fever is an infectious disease caused by the dengue virus. Humans will become infected after being infected by the Aedes Aegypti mosquito that carries the DENV virus. Dengue virus consists of 4 serotypes namely DENV-1, 2, 3 and 4. Dengue virus can cause two types of infection, namely primary infection and secondary infection. Primary infection may appear as acute fever or called dengue fever which will be neutralized within seven days by the immune response. While secondary infections tend to be more severe and will result in dengue hemorrhagic fever (DHF) or dengue shock syndrome (SRD). The clinical manifestations of DHF can be classified based on the patient's clinical condition and the results of investigations. Symptomatic cases can be divided into several classifications including undifferentiated febrile illness (UF), Dengue Fever (DD), Dengue Hemorrhagic Fever (DHF), Dengue shock syndrome (SRD) and unusual dengue (UD). Clinical manifestations can impact organs and systems throughout the body. Dengue clinical manifestations vary from mild to severe. The main manifestation is the presence of plasma leakage which is described in the initial phase of light to heavy bleeding. Plasma leakage signs can also be found in multiple organs. Classification of DHF can be done based on WHO 1997 and WHO 2009. . It is important to know and understand these clinical manifestations
{"title":"MANIFESTASI KLINIS DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)","authors":"Enny Nugraheni, Debie Rizqoh, Mulya Sundari","doi":"10.32539/jkk.v10i3.21425","DOIUrl":"https://doi.org/10.32539/jkk.v10i3.21425","url":null,"abstract":"Abstrak Demam Berdarah Dengue ada penyakit infeksi yang disebabkan virus dengue. Manusia akan terinfeksi setelah diinfeksi oleh nyamuk Aedes Aegypti yang membawa virus DENV. Virus dengue terdiri dari 4 serotipe yaitu DENV-1, 2, 3 dan 4. Virus dengue dapat menyebabkan dua tipe infeksi yaitu infeksi primer dan infeksi sekunder. Infeksi primer dapat muncul sebagai demam akut atau disebut demam dengue yang akan dinetralisir dalam tujuh hari oleh respon imun. Sedangkan infeksi sekunder cenderung akan lebih berat dan akan mengakibatkan demam berdarah dengue (DBD) atau sindrom renjatan dengue (SRD).Manifestasi klinis DBD dapat diklasifikasikan berdasarkan kondisi klinis pasien dan hasil pemeriksaan penunjang. Kasus simptomatik dapat dibedakan menjadi beberapa klasifikasi diantaranya adalah undifferentiated febrile illness (UF), Demam Dengue (DD), Demam Berdarah Dengue (DBD), sindrom renjatan dengue (SRD) dan unusual dengue (UD). Manifestasi klinis dapat berdampak pada organ dan sistem yang ada di seluruh tubuh. Manifestasi klinis dengue bervariasi dari yang ringan sampai dengan berat. Manifestasi utama berupa adanya plasma leakage yang digambarkan pada fase awal adanya pendarahan ringan sampai berat. Tanda plasma leakage juga dapat ditemukan pada multiple organ Klasifikasi DBD dapat dilakukan berdasarkan WHO 1997 dan WHO 2009. Manifestasi klinis ini penting diketahui dan dipahami untuk menegakkan diagnosis yang cepat sehingga dapat melakukan penatalaksanaan DBD dengan baik sehingga mengurangi angka morbiditas dan mortalitas. Kat a kunci: Syok, Infeksi, Gejala Abstract Dengue Hemorrhagic Fever is an infectious disease caused by the dengue virus. Humans will become infected after being infected by the Aedes Aegypti mosquito that carries the DENV virus. Dengue virus consists of 4 serotypes namely DENV-1, 2, 3 and 4. Dengue virus can cause two types of infection, namely primary infection and secondary infection. Primary infection may appear as acute fever or called dengue fever which will be neutralized within seven days by the immune response. While secondary infections tend to be more severe and will result in dengue hemorrhagic fever (DHF) or dengue shock syndrome (SRD). The clinical manifestations of DHF can be classified based on the patient's clinical condition and the results of investigations. Symptomatic cases can be divided into several classifications including undifferentiated febrile illness (UF), Dengue Fever (DD), Dengue Hemorrhagic Fever (DHF), Dengue shock syndrome (SRD) and unusual dengue (UD). Clinical manifestations can impact organs and systems throughout the body. Dengue clinical manifestations vary from mild to severe. The main manifestation is the presence of plasma leakage which is described in the initial phase of light to heavy bleeding. Plasma leakage signs can also be found in multiple organs. Classification of DHF can be done based on WHO 1997 and WHO 2009. . It is important to know and understand these clinical manifestations ","PeriodicalId":34033,"journal":{"name":"Jurnal Kedokteran dan Kesehatan","volume":"323 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-08-17","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"136337342","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2023-06-30DOI: 10.56127/jukeke.v2i2.885
Laily Aristiana Putri, Ekanita Desiani, Henry Budiawan Prasetya
Demam tifoid merupakan salah satu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh bakteri Salmonella thypi. Pilihan yang tepat untuk dijadikan terapi utama pada pasien demam tifoid adalah antibiotik. Penggunaan antibiotik yang tidak tepat dapat menyebabkan bakteri menjadi resisten terhadap antibiotik. Metode ATC/DDD adalah standar global untuk melaporkan studi penggunaan obat dan reaksi obat. Metode ATC/DDD digunakan untuk mengevaluasi dan menjadi prediksi awal ketidakrasionalan penggunaan suatu obat. Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi penggunaan antibiotik pada pasien demam tifoid di RSI PKU Muhammadiyah Pekajangan dengan metode ATC/DDD pada bulan Januari-Desember tahun 2022. Jenis penelitian merupakan penelitian non eksperimental dengan desain penelitian cross-sectional bersifat deskriptif. Pengumpulan data secara retrospektif yang diperoleh dari data rekam medis pasien demam tifoid yang telah memenuhi kriteria inklusi yaitu pasien dewasa usia 18-65 tahun terdiagnosa demam tifoid tanpa penyakit penyerta dan mendapat terapi antibiotik kemudian dianalisa secara kuantitatif. Rekam medis pasien demam tifoid periode Januari-Desember tahun 2022 terdapat 36 rekam medis yang memenuhi kriteria inklusi. Hasil penelitian dari 36 rekam medis diperoleh penggunaan antibiotik tunggal dan kombinasi sehingga diperoleh total 42 penggunaan antibiotik dengan 5 jenis yang digunakan. 5 jenis yang digunakan yaitu Ceftriaxone (38%), Levofloxacin (38%), Cefotaxime (12%), Cefuroxime (10%), dan Tetrasiklin (2%) serta diperoleh nilai DDD/100 Patient-days lebih tinggi daripada DDD yang ditetapkan WHO yaitu Ceftriaxone sebesar 44,16, Levofloxacin 30,00, Cefotaxime sebesar 6,25, Cefuroxime sebesar 6,11 dan Tetrasiklin sebesar 2,08 dengan total DDD/100 Patient-days yang diperoleh sebesar 88,60.
{"title":"EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN DEMAM TIFOID DENGAN METODE ATC/DDD DI RSI PKU MUHAMMADIYAH PEKAJANGAN","authors":"Laily Aristiana Putri, Ekanita Desiani, Henry Budiawan Prasetya","doi":"10.56127/jukeke.v2i2.885","DOIUrl":"https://doi.org/10.56127/jukeke.v2i2.885","url":null,"abstract":"Demam tifoid merupakan salah satu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh bakteri Salmonella thypi. Pilihan yang tepat untuk dijadikan terapi utama pada pasien demam tifoid adalah antibiotik. Penggunaan antibiotik yang tidak tepat dapat menyebabkan bakteri menjadi resisten terhadap antibiotik. Metode ATC/DDD adalah standar global untuk melaporkan studi penggunaan obat dan reaksi obat. Metode ATC/DDD digunakan untuk mengevaluasi dan menjadi prediksi awal ketidakrasionalan penggunaan suatu obat. Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi penggunaan antibiotik pada pasien demam tifoid di RSI PKU Muhammadiyah Pekajangan dengan metode ATC/DDD pada bulan Januari-Desember tahun 2022. Jenis penelitian merupakan penelitian non eksperimental dengan desain penelitian cross-sectional bersifat deskriptif. Pengumpulan data secara retrospektif yang diperoleh dari data rekam medis pasien demam tifoid yang telah memenuhi kriteria inklusi yaitu pasien dewasa usia 18-65 tahun terdiagnosa demam tifoid tanpa penyakit penyerta dan mendapat terapi antibiotik kemudian dianalisa secara kuantitatif. Rekam medis pasien demam tifoid periode Januari-Desember tahun 2022 terdapat 36 rekam medis yang memenuhi kriteria inklusi. Hasil penelitian dari 36 rekam medis diperoleh penggunaan antibiotik tunggal dan kombinasi sehingga diperoleh total 42 penggunaan antibiotik dengan 5 jenis yang digunakan. 5 jenis yang digunakan yaitu Ceftriaxone (38%), Levofloxacin (38%), Cefotaxime (12%), Cefuroxime (10%), dan Tetrasiklin (2%) serta diperoleh nilai DDD/100 Patient-days lebih tinggi daripada DDD yang ditetapkan WHO yaitu Ceftriaxone sebesar 44,16, Levofloxacin 30,00, Cefotaxime sebesar 6,25, Cefuroxime sebesar 6,11 dan Tetrasiklin sebesar 2,08 dengan total DDD/100 Patient-days yang diperoleh sebesar 88,60.\u0000 ","PeriodicalId":34033,"journal":{"name":"Jurnal Kedokteran dan Kesehatan","volume":"1 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-06-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"75546715","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2023-06-30DOI: 10.56127/jukeke.v2i2.736
Matheos Karel, Catur Septiawan, Rosidi Roslan
The occurrence of work accidents is due to two main factors, namely environmental and mechanical factors or unsafe conditions and the second factor, namely human factors or unsafe actions. The purpose of this study was to determine the relationship between knowledge, SOP implementation and installation of safety signs with work accidents in the Mahata Margonda apartment project. This research method uses a quantitative method, based on its type using a cross sectional approach with a population of general workers in the construction of the Mahata Margonda apartment project. The results of this study show that from 70 respondents there were 27 (38.6%) general construction workers known to have had work accidents, 35 (50%) workers who had low knowledge, 40 (57.1%) workers with the implementation of SOPs that did not appropriate, 37 (52.9%) according to general workers the installation of safety signs is not appropriate. Based on the results of the chi square statistical test on the knowledge variable, the p-value was 0.001<(0.05), the application of SOP was obtained with a p-value of 0.023<(0.05), the safety sign installation was obtained with a p-value of 0.020<(0.05) which shows the results of a relationship between each variable and the incidence of work accidents. In conclusion, there are general workers who have experienced work accidents, general workers with low knowledge, inappropriate implementation of SOPs and inappropriate safety signs. There is a significant relationship between knowledge, application of SOP and installation of safety signs with the incidence of work accidents in the Mahata Margonda apartment project
{"title":"HUBUNGAN PENGETAHUAN, PENERAPAN SOP DAN PEMASANGAN SAFETY SIGN DENGAN KEJADIAN KECELAKAAN KERJA DI PROYEK APARTEMEN MAHATA MARGONDA","authors":"Matheos Karel, Catur Septiawan, Rosidi Roslan","doi":"10.56127/jukeke.v2i2.736","DOIUrl":"https://doi.org/10.56127/jukeke.v2i2.736","url":null,"abstract":"The occurrence of work accidents is due to two main factors, namely environmental and mechanical factors or unsafe conditions and the second factor, namely human factors or unsafe actions. The purpose of this study was to determine the relationship between knowledge, SOP implementation and installation of safety signs with work accidents in the Mahata Margonda apartment project. This research method uses a quantitative method, based on its type using a cross sectional approach with a population of general workers in the construction of the Mahata Margonda apartment project. The results of this study show that from 70 respondents there were 27 (38.6%) general construction workers known to have had work accidents, 35 (50%) workers who had low knowledge, 40 (57.1%) workers with the implementation of SOPs that did not appropriate, 37 (52.9%) according to general workers the installation of safety signs is not appropriate. Based on the results of the chi square statistical test on the knowledge variable, the p-value was 0.001<(0.05), the application of SOP was obtained with a p-value of 0.023<(0.05), the safety sign installation was obtained with a p-value of 0.020<(0.05) which shows the results of a relationship between each variable and the incidence of work accidents. In conclusion, there are general workers who have experienced work accidents, general workers with low knowledge, inappropriate implementation of SOPs and inappropriate safety signs. There is a significant relationship between knowledge, application of SOP and installation of safety signs with the incidence of work accidents in the Mahata Margonda apartment project","PeriodicalId":34033,"journal":{"name":"Jurnal Kedokteran dan Kesehatan","volume":"5 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-06-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"72516889","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2023-06-30DOI: 10.56127/jukeke.v2i2.869
Lia Aulia Fachrial, Nadira Maulydia
Loneliness merupakan suatu bentuk reaksi atau respon emosional negatif yang dirasakan individu saat mengalami kondisi dimana berkurangnya hubungan sosial yang diinginkan maupun ketika individu tidak mampu mencapai hubungan sosial yang diinginkannya. Broken home dapat menjadi salah satu pemicu munculnya loneliness, terlebih jika dialami oleh remaja. Terdapat suatu konsep yang memiliki keterkaitan dengan loneliness, yaitu self-compassion. Maka, tujuan dari penulisan ini adalah menguji secara empiris mengenai hubungan antara self- compassion dan loneliness pada remaja broken home. Teknik penentuan sampel menggunakan purposive sampling. Partisipan dalam penelitian ini adalah 134 remaja perempuan ataupun laki-laki berusia 15-22 tahun yang berlatar belakang broken home. Penulisan ini menggunakan metode kuesioner dengan dua alat ukur ukur, yaitu skala loneliness menggunakan R-UCLA version 3 dan skala self-compassion menggunakan self-compassion scale (SCS). Hasil uji hipotesis diperoleh bahwa terdapat hubungan bersifat negatif dengan sangat signifikan antara self-compassion dan loneliness pada remaja broken home (r = -0,631** ; sig = 0,000).
{"title":"HUBUNGAN ANTARA SELF-COMPASSION DAN LONELINESS PADA REMAJA BROKEN HOME","authors":"Lia Aulia Fachrial, Nadira Maulydia","doi":"10.56127/jukeke.v2i2.869","DOIUrl":"https://doi.org/10.56127/jukeke.v2i2.869","url":null,"abstract":"Loneliness merupakan suatu bentuk reaksi atau respon emosional negatif yang dirasakan individu saat mengalami kondisi dimana berkurangnya hubungan sosial yang diinginkan maupun ketika individu tidak mampu mencapai hubungan sosial yang diinginkannya. Broken home dapat menjadi salah satu pemicu munculnya loneliness, terlebih jika dialami oleh remaja. Terdapat suatu konsep yang memiliki keterkaitan dengan loneliness, yaitu self-compassion. Maka, tujuan dari penulisan ini adalah menguji secara empiris mengenai hubungan antara self- compassion dan loneliness pada remaja broken home. Teknik penentuan sampel menggunakan purposive sampling. Partisipan dalam penelitian ini adalah 134 remaja perempuan ataupun laki-laki berusia 15-22 tahun yang berlatar belakang broken home. Penulisan ini menggunakan metode kuesioner dengan dua alat ukur ukur, yaitu skala loneliness menggunakan R-UCLA version 3 dan skala self-compassion menggunakan self-compassion scale (SCS). Hasil uji hipotesis diperoleh bahwa terdapat hubungan bersifat negatif dengan sangat signifikan antara self-compassion dan loneliness pada remaja broken home (r = -0,631** ; sig = 0,000).","PeriodicalId":34033,"journal":{"name":"Jurnal Kedokteran dan Kesehatan","volume":"40 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-06-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"85524860","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2023-06-30DOI: 10.56127/jukeke.v2i2.720
Suci Ariani
Penerapan Rekam Medis Elektronik(RME) memiliki potensi untuk meningkatkan pelayanan kesehatan melalui kemudahan komunikasi antara dokter, peningkatan efisiensi dokumentasi, berbagi informasi yang lebih baik, dan mendorong tanggung jawab bersama dengan pasien. Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh implementasi RME terhadap efektivitas dan mutu pelayanan kesehatan. Metode yang digunakan adalah tinjauan literatur, dengan lima jurnal yang memenuhi kriteria inklusi. Hasil penelitian menunjukkan implementasi RME terbukti meningkatkan efektivitas kerja pada unit rekam medis, mengoptimalkan mutu pelayanan kesehatan di klinik, meningkatkan kepuasan pengguna, mendukung manajemen kasus pasien, dan memfasilitasi kolaborasi antar profesional kesehatan. RME juga memberikan dampak positif dalam mengurangi waktu tunggu pelayanan, meningkatkan kesinambungan perawatan, menghindari duplikasi pemeriksaan, dan meningkatkan efisiensi pelayanan. Dengan demikian, implementasi RME memberikan manfaat signifikan dalam penyediaan pelayanan kesehatan yang lebih efisien, berkualitas, dan terkoordinasi. . Penting bagi institusi kesehatan untuk mengatasi hambatan-hambatan yang mungkin muncul dalam implementasi RME, seperti ketersediaan sumber daya, perubahan proses kerja, pelatihan dan pemahaman pengguna, keamanan data, interoperabilitas, dan resistensi perubahan budaya organisasi.
{"title":"ANALISIS KEBERHASILAN IMPLEMENTASI REKAM MEDIS ELEKTRONIK DALAM MENINGKATKAN EFISIENSI DAN MUTU PELAYANAN","authors":"Suci Ariani","doi":"10.56127/jukeke.v2i2.720","DOIUrl":"https://doi.org/10.56127/jukeke.v2i2.720","url":null,"abstract":"Penerapan Rekam Medis Elektronik(RME) memiliki potensi untuk meningkatkan pelayanan kesehatan melalui kemudahan komunikasi antara dokter, peningkatan efisiensi dokumentasi, berbagi informasi yang lebih baik, dan mendorong tanggung jawab bersama dengan pasien. Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh implementasi RME terhadap efektivitas dan mutu pelayanan kesehatan. Metode yang digunakan adalah tinjauan literatur, dengan lima jurnal yang memenuhi kriteria inklusi. Hasil penelitian menunjukkan implementasi RME terbukti meningkatkan efektivitas kerja pada unit rekam medis, mengoptimalkan mutu pelayanan kesehatan di klinik, meningkatkan kepuasan pengguna, mendukung manajemen kasus pasien, dan memfasilitasi kolaborasi antar profesional kesehatan. RME juga memberikan dampak positif dalam mengurangi waktu tunggu pelayanan, meningkatkan kesinambungan perawatan, menghindari duplikasi pemeriksaan, dan meningkatkan efisiensi pelayanan. Dengan demikian, implementasi RME memberikan manfaat signifikan dalam penyediaan pelayanan kesehatan yang lebih efisien, berkualitas, dan terkoordinasi. . Penting bagi institusi kesehatan untuk mengatasi hambatan-hambatan yang mungkin muncul dalam implementasi RME, seperti ketersediaan sumber daya, perubahan proses kerja, pelatihan dan pemahaman pengguna, keamanan data, interoperabilitas, dan resistensi perubahan budaya organisasi.","PeriodicalId":34033,"journal":{"name":"Jurnal Kedokteran dan Kesehatan","volume":"205 2","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-06-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"72392222","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Penggunaan kontrasepsi merupakan salah satu strategi pengendalian populasi, namun inkontinensia penggunaan kontrasepsi menjadi masalah yaitu sebanyak 27 persen wanita menghentikan penggunaan kontrasepsi dalam waktu 1 tahun. Angka putus sekolah yang lebih tinggi pada metode kontrasepsi non-jangka panjang dibandingkan dengan metode kontrasepsi jangka panjang. Akseptor yang mengalami Drop Out di Kabupaten Sintang sebesar 13,74 persen, lebih besar dari target yang ditetapkan sebesar 10 persen. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui determinan yang berhubungan dengan kejadian drop out penggunaan kontrasepsi pada pasangan usia subur di Kabupaten Sintang Tahun 2017. Jenis penelitian ini adalah observasional analitik, menggunakan desain case control dengan jumlah sampel 172 yang terdiri dari 86 orang. kasus dan 86 kontrol. Kasus adalah pasangan usia subur yang dinyatakan drop out sejak 1 tahun setelah menggunakan kontrasepsi selama 5 tahun dan kontrol yaitu pasangan usia subur yang masih menggunakan kontrasepsi sampai dilakukan penelitian. Penelitian dilakukan pada bulan Februari sampai September 2017 dengan analisis univariat dan bivariat dengan uji statistik Chi-Square. Hasil analisis bivariat umur ibu (p: 0,87, OR: 1,04), paritas (p: 0,047, p: 0,049, OR: 6,6, OR: 4,43), tingkat Pendidikan (p: 0,958 , p: 0,449, p: 0,701, OR: 0,88, OR: 1,64, OR: 1,54), tingkat pendapatan (p; 0,988, OR: 1,04), pengetahuan (p: 1, ATAU: 1). Metode kontrasepsi (p: 0,036, p: 0,47), jenis layanan KIE (Komunikasi, Informasi, Edukasi) (p: 0,408, OR: 0,70), konseling kontrasepsi (0,321 , OR: 1,48) dan kualitas layanan kontrasepsi (p: 0,768 , ATAU: 0,86). Kesimpulan determinan internal dan eksternal yang berhubungan dengan kejadian drop out pengguna kontrasepsi adalah paritas dan metode kontrasepsi pada Pasangan Lanjut Usia (PUS). Saran, diharapkan kepada pemerintah daerah untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap semua metode kontrasepsi, agar dapat digunakan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan.
{"title":"DETERMINAN KEJADIAN DROP OUT PENGGUNAAN KONTRASEPSI PADA PASANGAN USIA SUBUR (PUS) DI KABUPATEN SINTANG","authors":"Rizki Amartani, Paskalia Tri Kurniati, Yolanda Montessori, Yunida Haryanti, Arum Seftyana, Lestari, Lea Masan, Elvi Juliansyah","doi":"10.56127/jukeke.v2i2.763","DOIUrl":"https://doi.org/10.56127/jukeke.v2i2.763","url":null,"abstract":"Penggunaan kontrasepsi merupakan salah satu strategi pengendalian populasi, namun inkontinensia penggunaan kontrasepsi menjadi masalah yaitu sebanyak 27 persen wanita menghentikan penggunaan kontrasepsi dalam waktu 1 tahun. Angka putus sekolah yang lebih tinggi pada metode kontrasepsi non-jangka panjang dibandingkan dengan metode kontrasepsi jangka panjang. Akseptor yang mengalami Drop Out di Kabupaten Sintang sebesar 13,74 persen, lebih besar dari target yang ditetapkan sebesar 10 persen. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui determinan yang berhubungan dengan kejadian drop out penggunaan kontrasepsi pada pasangan usia subur di Kabupaten Sintang Tahun 2017. Jenis penelitian ini adalah observasional analitik, menggunakan desain case control dengan jumlah sampel 172 yang terdiri dari 86 orang. kasus dan 86 kontrol. Kasus adalah pasangan usia subur yang dinyatakan drop out sejak 1 tahun setelah menggunakan kontrasepsi selama 5 tahun dan kontrol yaitu pasangan usia subur yang masih menggunakan kontrasepsi sampai dilakukan penelitian. Penelitian dilakukan pada bulan Februari sampai September 2017 dengan analisis univariat dan bivariat dengan uji statistik Chi-Square. Hasil analisis bivariat umur ibu (p: 0,87, OR: 1,04), paritas (p: 0,047, p: 0,049, OR: 6,6, OR: 4,43), tingkat Pendidikan (p: 0,958 , p: 0,449, p: 0,701, OR: 0,88, OR: 1,64, OR: 1,54), tingkat pendapatan (p; 0,988, OR: 1,04), pengetahuan (p: 1, ATAU: 1). Metode kontrasepsi (p: 0,036, p: 0,47), jenis layanan KIE (Komunikasi, Informasi, Edukasi) (p: 0,408, OR: 0,70), konseling kontrasepsi (0,321 , OR: 1,48) dan kualitas layanan kontrasepsi (p: 0,768 , ATAU: 0,86). Kesimpulan determinan internal dan eksternal yang berhubungan dengan kejadian drop out pengguna kontrasepsi adalah paritas dan metode kontrasepsi pada Pasangan Lanjut Usia (PUS). Saran, diharapkan kepada pemerintah daerah untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap semua metode kontrasepsi, agar dapat digunakan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan.","PeriodicalId":34033,"journal":{"name":"Jurnal Kedokteran dan Kesehatan","volume":"13 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-06-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"85065812","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2023-06-30DOI: 10.56127/jukeke.v2i2.899
Hafsha Rosdiana, Dwi Nurmawaty, Ade Heryana, Ahmad Irfandi
Meningkatnya jumlah kepesertaan BPJS kesehatan di Indonesia tidak dibarengi dengan kepatuhan peserta dalam membayar iuran BPJS kesehatan Mandiri khususnya pada segmentasi pekerja mandiri. Berdasarkan studi pendahuluan pada Puskesmas Kecamatan Kalideres ditemukan 7 dari 10 peserta BPJS kesehatan mandiri tidak patuh dalam membayar iuran. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan membayar iuran BPJS kesehatan oleh peserta mandiri pada unit rawat jalan Puskesmas Kecamatan Kalideres tahun 2023. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan design cross sectional. Analisis data yang digunakan ialah uji chi-square. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya hubungan antara variabel pengetahuan (p=0,005), pendapatan (p=0,000), dan persepsi manfaat BPJS kesehatan (p=0,003) dengan kepatuhan membayar iuran BPJS kesehatan oleh peserta mandiri pada Unit Rawat Jalan Puskesmas Kecamatan Kalideres.
{"title":"FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEPATUHAN MEMBAYAR IURAN BPJS KESEHATAN OLEH PESERTA MANDIRI PADA UNIT RAWAT JALAN PUSKESMAS KECAMATAN KALIDERES TAHUN 2023","authors":"Hafsha Rosdiana, Dwi Nurmawaty, Ade Heryana, Ahmad Irfandi","doi":"10.56127/jukeke.v2i2.899","DOIUrl":"https://doi.org/10.56127/jukeke.v2i2.899","url":null,"abstract":"Meningkatnya jumlah kepesertaan BPJS kesehatan di Indonesia tidak dibarengi dengan kepatuhan peserta dalam membayar iuran BPJS kesehatan Mandiri khususnya pada segmentasi pekerja mandiri. Berdasarkan studi pendahuluan pada Puskesmas Kecamatan Kalideres ditemukan 7 dari 10 peserta BPJS kesehatan mandiri tidak patuh dalam membayar iuran. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan membayar iuran BPJS kesehatan oleh peserta mandiri pada unit rawat jalan Puskesmas Kecamatan Kalideres tahun 2023. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan design cross sectional. Analisis data yang digunakan ialah uji chi-square. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya hubungan antara variabel pengetahuan (p=0,005), pendapatan (p=0,000), dan persepsi manfaat BPJS kesehatan (p=0,003) dengan kepatuhan membayar iuran BPJS kesehatan oleh peserta mandiri pada Unit Rawat Jalan Puskesmas Kecamatan Kalideres.","PeriodicalId":34033,"journal":{"name":"Jurnal Kedokteran dan Kesehatan","volume":"26 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-06-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"136300412","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}