Yoseph Andreas Gual, Fransiska D. Setyaningsih, Primus P. Bolaer
Tato tradisional pada masyarakat Haulasi telah punah dalam artian tidak dipraktikan lagi. Padahal dalam masyarakat tradisional, setiap tradisi memiliki fungsi tertentu baik bagi individu maupun bagi kelompok. Semua tradisi termasuk tato tradisional adalah menjaga komunikasi dan relasi manusia dengan lingkungan, sesama dan yang transenden yang pada gilirannya memberikan integrasi sosial. Melalui riset studi kasus dengan paparan data deskriptif, artikel ini mencoba menelusuri sejarah dan fungsi, makna dan penyebab tato tradisional pada masyarakat Haulasi hilang.
{"title":"TATO TRADISIONAL MASYARAKAT DESA HAULASI KECAMATAN MIOMAFO KABUPATEN TIMOR TENGAH UTARA","authors":"Yoseph Andreas Gual, Fransiska D. Setyaningsih, Primus P. Bolaer","doi":"10.36928/jpkm.v11i1.149","DOIUrl":"https://doi.org/10.36928/jpkm.v11i1.149","url":null,"abstract":"Tato tradisional pada masyarakat Haulasi telah punah dalam artian tidak dipraktikan lagi. Padahal dalam masyarakat tradisional, setiap tradisi memiliki fungsi tertentu baik bagi individu maupun bagi kelompok. Semua tradisi termasuk tato tradisional adalah menjaga komunikasi dan relasi manusia dengan lingkungan, sesama dan yang transenden yang pada gilirannya memberikan integrasi sosial. Melalui riset studi kasus dengan paparan data deskriptif, artikel ini mencoba menelusuri sejarah dan fungsi, makna dan penyebab tato tradisional pada masyarakat Haulasi hilang. \u0000 ","PeriodicalId":355721,"journal":{"name":"Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan Missio","volume":"44 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-01-25","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"132441116","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Kaum perempuan dalam suatu masyarakat yang pernah mengalami penjajahan mengalami penderitaan ganda. Dikatakan penderitaan ganda karena sumber penderitaan tersebut berasal dari struktur patriarki itu sendiri dan dari praktik kolonialisme. Yang berbahaya dari praktik kolonialisme untuk konteks kita zaman ini adalah residunya yang terwujud dalam pola pikir, sikap dan tutur kata yang memarjinalkan perempuan. Sikap seperti ini dihidupi dan ada dalam kehidupan sehari-hari entah sadar ataupun tanpa disadari oleh pelaku. Mutasi kolonialisme yang berdampak pada pengabaian kaum perempuan sebagai subjek nampak dalam masyarakat yang praktik adat-istiadatnya sangat kuat. Tulisan ini bermaksud memberikan kritik dari persepektif feminis postkolonial terhadap kultur patriarki yang menjelma dalam beberapa praktik adat di Manggarai. Jika tidak dikritisi dan diidentifikasi maka wacana dan praktik marginalisasi terhadap perempuan akan terus dilakukan karena mendapatkan legitimasi dari budaya dan adat. Tanpa adanya identifikasi dan sikap kritis, perempuan pun pada akhirnya menjadi pihak yang membiarkan marginalisasi itu berlangsung. Gambaran tentang kedudukan dan peran perempuan dalam budaya Manggarai kiranya memberikan pedoman bagi semua orang untuk menghargai dan menempatkan perempuan tanpa harus mengabaikan adat.
{"title":"KRITIK FEMINISME POSTKOLONIAL UNTUK MEMBONGKAR KULTUR PATRIARKI DALAM BUDAYA MANGGARAI","authors":"Priskardus Hermanto Candra","doi":"10.36928/jpkm.v11i1.141","DOIUrl":"https://doi.org/10.36928/jpkm.v11i1.141","url":null,"abstract":"Kaum perempuan dalam suatu masyarakat yang pernah mengalami penjajahan mengalami penderitaan ganda. Dikatakan penderitaan ganda karena sumber penderitaan tersebut berasal dari struktur patriarki itu sendiri dan dari praktik kolonialisme. Yang berbahaya dari praktik kolonialisme untuk konteks kita zaman ini adalah residunya yang terwujud dalam pola pikir, sikap dan tutur kata yang memarjinalkan perempuan. Sikap seperti ini dihidupi dan ada dalam kehidupan sehari-hari entah sadar ataupun tanpa disadari oleh pelaku. Mutasi kolonialisme yang berdampak pada pengabaian kaum perempuan sebagai subjek nampak dalam masyarakat yang praktik adat-istiadatnya sangat kuat. Tulisan ini bermaksud memberikan kritik dari persepektif feminis postkolonial terhadap kultur patriarki yang menjelma dalam beberapa praktik adat di Manggarai. Jika tidak dikritisi dan diidentifikasi maka wacana dan praktik marginalisasi terhadap perempuan akan terus dilakukan karena mendapatkan legitimasi dari budaya dan adat. Tanpa adanya identifikasi dan sikap kritis, perempuan pun pada akhirnya menjadi pihak yang membiarkan marginalisasi itu berlangsung. Gambaran tentang kedudukan dan peran perempuan dalam budaya Manggarai kiranya memberikan pedoman bagi semua orang untuk menghargai dan menempatkan perempuan tanpa harus mengabaikan adat.","PeriodicalId":355721,"journal":{"name":"Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan Missio","volume":"21 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-01-25","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"130120728","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Artikel ini mengeksplorasi dan menganalisis debat publik tentang 'Pendidikan Karakter' dalam perumusan dan implementasi Kurikulum 2013. Ada dua pertanyaan kunci yang saling terkait: pertama, bagaimana dan sejauh mana perdebatan kebijakan antara berbagai artikulasi agama-budaya tentang toleransi membentuk konten dan orientasi 'Pendidikan Karakter' dalam kurikulum; dan kedua, sejauh mana kerangka kerja kurikulum dan konten mempengaruhi pembentukan kewarganegaraan multikultural. Dengan menggunakan pendekatan Wacana Mouffe, penelitian ini menghasilkan tiga temuan yang saling terkait: (1) Tidak satu pun dari kelompok agama-budaya dengan artikulasi toleransi masing-masing memiliki konsep yang jelas tentang 'pendidikan karakter'; (2) Kurikulum 2013, dalam isinya dan kegiatan pembelajaran, menunjukkan kecenderungan kuat untuk kekhususan agama dan perbedaan agama-budaya; (3) Pertemuan yang rumit antara Kompetensi Agama, Kompetensi Sosial, dan Kompetensi Pengetahuan telah relatif tidak ada dalam dokumen resmi Kurikulum dan debat publik. Analisis wacana kami tentang temuan menyimpulkan bahwa: pertama, kurikulum memprioritaskan etika perbedaan agama-budaya dan mengabaikan etika kewarganegaraan multikultural; kedua, kurangnya pendekatan integratif dalam kurikulum mencerminkan relatif tidak adanya kerangka kebijakan komprehensif dalam debat publik yang membuat kebijakan pendidikan ini terus diperebutkan dan direvisi dari waktu ke waktu; dan ketiga, kurikulum ternyata menjadi tempat berkembang biaknya intoleransi. Kami berpendapat bahwa kurikulum gagal memenuhi tantangan dan tuntutan kami untuk pembentukan kewarganegaraan demokratis yang mampu hidup bersama di Indonesia multikultural.
{"title":"INVESTING INTOLERANCE: ‘PENDIDIKAN KARAKTER’ AND CURRICULUM 2013","authors":"Frans A. Djalong, Hendrikus Paulus Kaunang","doi":"10.36928/jpkm.v11i1.132","DOIUrl":"https://doi.org/10.36928/jpkm.v11i1.132","url":null,"abstract":"Artikel ini mengeksplorasi dan menganalisis debat publik tentang 'Pendidikan Karakter' dalam perumusan dan implementasi Kurikulum 2013. Ada dua pertanyaan kunci yang saling terkait: pertama, bagaimana dan sejauh mana perdebatan kebijakan antara berbagai artikulasi agama-budaya tentang toleransi membentuk konten dan orientasi 'Pendidikan Karakter' dalam kurikulum; dan kedua, sejauh mana kerangka kerja kurikulum dan konten mempengaruhi pembentukan kewarganegaraan multikultural. Dengan menggunakan pendekatan Wacana Mouffe, penelitian ini menghasilkan tiga temuan yang saling terkait: (1) Tidak satu pun dari kelompok agama-budaya dengan artikulasi toleransi masing-masing memiliki konsep yang jelas tentang 'pendidikan karakter'; (2) Kurikulum 2013, dalam isinya dan kegiatan pembelajaran, menunjukkan kecenderungan kuat untuk kekhususan agama dan perbedaan agama-budaya; (3) Pertemuan yang rumit antara Kompetensi Agama, Kompetensi Sosial, dan Kompetensi Pengetahuan telah relatif tidak ada dalam dokumen resmi Kurikulum dan debat publik. Analisis wacana kami tentang temuan menyimpulkan bahwa: pertama, kurikulum memprioritaskan etika perbedaan agama-budaya dan mengabaikan etika kewarganegaraan multikultural; kedua, kurangnya pendekatan integratif dalam kurikulum mencerminkan relatif tidak adanya kerangka kebijakan komprehensif dalam debat publik yang membuat kebijakan pendidikan ini terus diperebutkan dan direvisi dari waktu ke waktu; dan ketiga, kurikulum ternyata menjadi tempat berkembang biaknya intoleransi. Kami berpendapat bahwa kurikulum gagal memenuhi tantangan dan tuntutan kami untuk pembentukan kewarganegaraan demokratis yang mampu hidup bersama di Indonesia multikultural.","PeriodicalId":355721,"journal":{"name":"Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan Missio","volume":"28 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-01-24","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"121602961","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan pengaruh model pembelajaran inkuiri terhadap: (1) kemampuan berpikir dan (2) kemampuan psikomotorik siswa SMK Negeri 1 Ende pada mata pelajaran Keterampilan Komputer dan Pengelolaan Informasi (KKPI). Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan penekanan pada posttest-only control group design. Penelitian ini dilakukan di SMK Negeri 1 Ende dengan sampel penelitian diambil dari kelas X (B) dan X (C) yang ditentukan dengan teknik Cluster Sampling. Pengumpulan data menggunakan tes untuk mengetahui kemampuan berpikir dan keterampilan siswa dengan dua model pembelajaran. Validasi instrumen dihitung dengan menggunakan analisis faktor dan reliabilitasnya dihitung dengan rumus Cronbach’s Alpha. Uji homogenitas menggunakan Levene Test, uji normalitas menggunakan Shapiro-Wilk, sedangkan uji hipotesis menggunakan Mann-Whitney. Hasil penelitian adalah sebagai berikut. (1) Kemampuan berpikir dan keterampilan siswa yang diajar dengan model pembelajaran inkuri lebih tinggi dibandingkan dengan kemampuan berpikir dan keterampilan siswa yang diajar dengan pembelajaran konvensional. (2) Model pembelajaran inkuiri berpengaruh terhadap kemampuan berpikir dan keterampilan siswa.
本研究旨在揭示潜理学学习模式对:(1)思维能力和(2)学生SMK国家心理运动能力1恩德的计算机技能和信息管理课程(KKPI)的影响。这项研究是一项实验研究,重点是“博士后only控制组设计”。该研究是在SMK country 1 Ende进行的,从X (B)和X (C)由抽样技术指定的研究样本进行研究。利用测试来了解学生的思维能力和技能,学习模式有两个学习模式。仪器的验证是通过对因素的分析和可靠性计算出来的,他们计算出了克朗巴赫的阿尔法公式。homogenitas测试使用Levene测试,测试常态Shapiro-Wilk测试,而使用Mann-Whitney假说。研究结果如下。(1)学生的思维能力和技能教育的学习模式inkuri高于学生思维能力和技能学习教育的传统。(2)学习模型inkuiri影响学生的思维能力和技能。
{"title":"PENGARUH PEMBELAJARAN INKUIRI TERHADAP KEMAMPUAN KOGNITIF DAN PSIKOMOTORIK PADA MATA PELAJARAN KKPI SISWA KELAS X SMK NEGERI 1 ENDE","authors":"Petrus Sii","doi":"10.36928/jpkm.v11i1.146","DOIUrl":"https://doi.org/10.36928/jpkm.v11i1.146","url":null,"abstract":"Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan pengaruh model pembelajaran inkuiri terhadap: (1) kemampuan berpikir dan (2) kemampuan psikomotorik siswa SMK Negeri 1 Ende pada mata pelajaran Keterampilan Komputer dan Pengelolaan Informasi (KKPI). Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan penekanan pada posttest-only control group design. Penelitian ini dilakukan di SMK Negeri 1 Ende dengan sampel penelitian diambil dari kelas X (B) dan X (C) yang ditentukan dengan teknik Cluster Sampling. Pengumpulan data menggunakan tes untuk mengetahui kemampuan berpikir dan keterampilan siswa dengan dua model pembelajaran. Validasi instrumen dihitung dengan menggunakan analisis faktor dan reliabilitasnya dihitung dengan rumus Cronbach’s Alpha. Uji homogenitas menggunakan Levene Test, uji normalitas menggunakan Shapiro-Wilk, sedangkan uji hipotesis menggunakan Mann-Whitney. Hasil penelitian adalah sebagai berikut. (1) Kemampuan berpikir dan keterampilan siswa yang diajar dengan model pembelajaran inkuri lebih tinggi dibandingkan dengan kemampuan berpikir dan keterampilan siswa yang diajar dengan pembelajaran konvensional. (2) Model pembelajaran inkuiri berpengaruh terhadap kemampuan berpikir dan keterampilan siswa.","PeriodicalId":355721,"journal":{"name":"Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan Missio","volume":"14 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-01-24","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"124307539","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pendidikan karakter dalam keluarga merupakan usaha keluarga untuk membentuk jati diri anggota keluarga. Tujuan utama pendidikan ini adalah menanamkan nilai-nilai baik dan luhur dalam diri anggota keluarga, yang selanjutnya dihidupkan dalam sikap dan perilaku hidup setiap hari. Nilai-nilai tersebut, antara lain seperti yang terkandung dalam budaya Lamaholot yang mengarahkan setiap pribadi untuk menjadi manusia yang beradab (ata diken). Dalam pendidikan karakter, orang tua berperan sebagai pendidik pertama dan tidak tergantikan. Keberadaan anak adalah sebagai subjek otonom, yang memiliki benih karakter sejak awal kehidupannya. Tugas anak adalah memberdayakan benih karakter dalam bimbingan orang tua. Untuk itu, dibutuhkan model pendidikan karakter dalam keluarga yang tepat. Salah satu model alternatif adalah model spiralisasi. Gerakan model ini berawal dari konsientisasi menuju praksis dan berjalan dalam arah timbal balik secara kontinu. Model ini menekankan teladan hidup dan pembiasaan hidup. Keduanya mensyaratkan adanya kebersamaan pribadi secara utuh, keterbukaan dalam semangat dialog, dan kesediaan untuk saling belajar dan memberi.
{"title":"MODEL PENDIDIKAN KARAKTER DALAM KELUARGA","authors":"Vinsensius Crispinus Lemba","doi":"10.36928/jpkm.v11i1.142","DOIUrl":"https://doi.org/10.36928/jpkm.v11i1.142","url":null,"abstract":"Pendidikan karakter dalam keluarga merupakan usaha keluarga untuk membentuk jati diri anggota keluarga. Tujuan utama pendidikan ini adalah menanamkan nilai-nilai baik dan luhur dalam diri anggota keluarga, yang selanjutnya dihidupkan dalam sikap dan perilaku hidup setiap hari. Nilai-nilai tersebut, antara lain seperti yang terkandung dalam budaya Lamaholot yang mengarahkan setiap pribadi untuk menjadi manusia yang beradab (ata diken). Dalam pendidikan karakter, orang tua berperan sebagai pendidik pertama dan tidak tergantikan. Keberadaan anak adalah sebagai subjek otonom, yang memiliki benih karakter sejak awal kehidupannya. Tugas anak adalah memberdayakan benih karakter dalam bimbingan orang tua. Untuk itu, dibutuhkan model pendidikan karakter dalam keluarga yang tepat. Salah satu model alternatif adalah model spiralisasi. Gerakan model ini berawal dari konsientisasi menuju praksis dan berjalan dalam arah timbal balik secara kontinu. Model ini menekankan teladan hidup dan pembiasaan hidup. Keduanya mensyaratkan adanya kebersamaan pribadi secara utuh, keterbukaan dalam semangat dialog, dan kesediaan untuk saling belajar dan memberi. \u0000 ","PeriodicalId":355721,"journal":{"name":"Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan Missio","volume":"42 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-01-23","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"115879269","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Penelitian ini bertujuan untuk memerikan nilai-nilai kearifan lokal dalam tradisi lisan Takanab berdasarkan perspektif ekolinguistik. Perspektif ekolinguistik didukung dengan studi etnografi komunikasi. Data penelitian ini dikumpulkan menggunakan metode simak, teknik catat (linguistik). Metode dan teknik itu dipadukan dengan metode percakapan etnografis, teknik rekam (etnografi). Dalam analisis data digunakan metode padan ekstralingual, teknik analisis kontekstual. Berdasarkan analisis data diperoleh hasil bahwa kearifan lokal dalam tradisi lisan Takanab termanifestasi melalui kearifan local berwujud nyata (tangible) berupa batu dan air, kain tenun motif, dan rumah adat; juga melalui kearifan lokal tidak berwujud nyata (intangible) berupa bidal, perumpamaan, petuah, dan syair. Setiap wujud kearifan lokal itu memanifestasikan nilai-nilai luhur yang mencerminkan penghayatan budaya kolektif masyarakat Dawan.
{"title":"NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL DALAM TRADISI LISAN TAKANAB: KAJIAN EKOLINGUISTIK","authors":"Antonius Nesi, R. K. Rahardi, Pranowo","doi":"10.2016/JPKM.V11I1.285","DOIUrl":"https://doi.org/10.2016/JPKM.V11I1.285","url":null,"abstract":"Penelitian ini bertujuan untuk memerikan nilai-nilai kearifan lokal dalam tradisi lisan Takanab berdasarkan perspektif ekolinguistik. Perspektif ekolinguistik didukung dengan studi etnografi komunikasi. Data penelitian ini dikumpulkan menggunakan metode simak, teknik catat (linguistik). Metode dan teknik itu dipadukan dengan metode percakapan etnografis, teknik rekam (etnografi). Dalam analisis data digunakan metode padan ekstralingual, teknik analisis kontekstual. Berdasarkan analisis data diperoleh hasil bahwa kearifan lokal dalam tradisi lisan Takanab termanifestasi melalui kearifan local berwujud nyata (tangible) berupa batu dan air, kain tenun motif, dan rumah adat; juga melalui kearifan lokal tidak berwujud nyata (intangible) berupa bidal, perumpamaan, petuah, dan syair. Setiap wujud kearifan lokal itu memanifestasikan nilai-nilai luhur yang mencerminkan penghayatan budaya kolektif masyarakat Dawan.","PeriodicalId":355721,"journal":{"name":"Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan Missio","volume":"109 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-01-22","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"122802004","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Sejarah Timor Timur adalah sejarah imperialisme dan pembantaian massal. Peristiwa tersebut terjadi sejak tahun 1975 di saat Indonesia menginvasi Timor Timur yang telah menewaskan ribuan orang, dan berpuncak pada tahun 1999, tatkala warga Timor Timur diberikan opsi menentukan nasib sendiri. Sejak itu, ribuan warga Timor Timur hijrah ke Timor Barat. Tulisan ini bertujuan untuk menjelaskan potret kehidupan pengungsi di tiga settlement: Noelbaki, Oebelo dan Naibonat-Kabupaten Kupang, Timor Barat. Selain itu, tulisan ini pun menjelaskan dinamika sosial-ekonomi dan penciptaan kelas-kelas sosial diantara warga Timor Timur yang berjuang memiliki tanah. Ditinjau dari perspektif ekonomi politik, tulisan ini berpendapat bahwa negara berperan penting membidani proletarianisasi melalui eksklusi warga dari tempat asal, memfasilitasi konsentrasi tanah pada elit ekonomi lokal, sembari mengecilkan akses warga Timor Timur atas lahan. Konsekuensi lanjut adalah negara mendepak para pengungsi untuk bertarung dalam rimba ekonomi kapitalistik. Kegagalan untuk memiliki tanah menyebabkan mereka menjadi buruh migran dalam pasar neoliberal, sambil pada saat bersamaan mereka terus berjuang untuk memiliki hak sebagai warga negara
{"title":"EKONOMI POLITIK REDISTRIBUSI TANAH, DINAMIKA KELAS DAN PERJUANGAN PENGUNGSI TIMOR TIMUR DI TIMOR BARAT INDONESIA","authors":"Didimus Dedi Dhosa, Paulus AKL Ratumakin","doi":"10.36928/jpkm.v11i1.131","DOIUrl":"https://doi.org/10.36928/jpkm.v11i1.131","url":null,"abstract":"Sejarah Timor Timur adalah sejarah imperialisme dan pembantaian massal. Peristiwa tersebut terjadi sejak tahun 1975 di saat Indonesia menginvasi Timor Timur yang telah menewaskan ribuan orang, dan berpuncak pada tahun 1999, tatkala warga Timor Timur diberikan opsi menentukan nasib sendiri. Sejak itu, ribuan warga Timor Timur hijrah ke Timor Barat. Tulisan ini bertujuan untuk menjelaskan potret kehidupan pengungsi di tiga settlement: Noelbaki, Oebelo dan Naibonat-Kabupaten Kupang, Timor Barat. Selain itu, tulisan ini pun menjelaskan dinamika sosial-ekonomi dan penciptaan kelas-kelas sosial diantara warga Timor Timur yang berjuang memiliki tanah. Ditinjau dari perspektif ekonomi politik, tulisan ini berpendapat bahwa negara berperan penting membidani proletarianisasi melalui eksklusi warga dari tempat asal, memfasilitasi konsentrasi tanah pada elit ekonomi lokal, sembari mengecilkan akses warga Timor Timur atas lahan. Konsekuensi lanjut adalah negara mendepak para pengungsi untuk bertarung dalam rimba ekonomi kapitalistik. Kegagalan untuk memiliki tanah menyebabkan mereka menjadi buruh migran dalam pasar neoliberal, sambil pada saat bersamaan mereka terus berjuang untuk memiliki hak sebagai warga negara","PeriodicalId":355721,"journal":{"name":"Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan Missio","volume":"85 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-01-22","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"121229462","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Setiap tuturan atau ujaran manusia memiliki makna dan maksud. Makna ujaran dikaji dalam semantik, sedangkan maksud ujaran dikaji dalam pragmatik. Maksud suatu ujaran dalam kajian pragmatik dikenal sebagai ilokusi. Ada beberapa macam ilokusi, salah satunya adalah ilokusi direktif. Di media massa daring, ilokusi direktif terwujud dalam beragam bentuk ujaran atau tuturan, yakni:(1) tuturan imperatif/perintah, (2) tuturan deklaratif/pernyataan, (3) tuturan interogatif/pertanyaan, (4) gabungan tuturan deklaratif-interogatif, dan (5) gabungan tuturan imperatif-interogatif.Selain itu, di media massa daring ditemukan pula lima formula atau bentuk tuturan untuk mewujudkan ilokusi direktif yang cenderung dipersepsikan sebagai tuturan yang santun bagi mitra tutur atau pendengar, yakni: (1) tuturan yang menggunakan kalimat interogatif, (2) tuturan yang menggunakan kalimat deklaratif, (3) tuturan yang mengindari penggunaan modalitas ”harus” dan “pasti”, (4) tuturan yang tidak menggunakan hiperbola, dan (5) tuturan yang menggunakan kalimat saran dan harapan
{"title":"ILOKUSI DIREKTIF DAN FORMULA KESANTUNAN BERBAHASA DI MEDIA MASSA DARING","authors":"Ventianus Sarwoyo","doi":"10.36928/jpkm.v11i1.135","DOIUrl":"https://doi.org/10.36928/jpkm.v11i1.135","url":null,"abstract":"Setiap tuturan atau ujaran manusia memiliki makna dan maksud. Makna ujaran dikaji dalam semantik, sedangkan maksud ujaran dikaji dalam pragmatik. Maksud suatu ujaran dalam kajian pragmatik dikenal sebagai ilokusi. Ada beberapa macam ilokusi, salah satunya adalah ilokusi direktif. Di media massa daring, ilokusi direktif terwujud dalam beragam bentuk ujaran atau tuturan, yakni:(1) tuturan imperatif/perintah, (2) tuturan deklaratif/pernyataan, (3) tuturan interogatif/pertanyaan, (4) gabungan tuturan deklaratif-interogatif, dan (5) gabungan tuturan imperatif-interogatif.Selain itu, di media massa daring ditemukan pula lima formula atau bentuk tuturan untuk mewujudkan ilokusi direktif yang cenderung dipersepsikan sebagai tuturan yang santun bagi mitra tutur atau pendengar, yakni: (1) tuturan yang menggunakan kalimat interogatif, (2) tuturan yang menggunakan kalimat deklaratif, (3) tuturan yang mengindari penggunaan modalitas ”harus” dan “pasti”, (4) tuturan yang tidak menggunakan hiperbola, dan (5) tuturan yang menggunakan kalimat saran dan harapan","PeriodicalId":355721,"journal":{"name":"Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan Missio","volume":"1 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-01-22","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"131756400","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Psikologi konseling dan bimbingan rohani atau sipiritual direcion merupakan dua kegiatan relasi membantu. Kedua-duanya memiliki perbedaan dalam tujuan dan pendekatannya. Namun dalam praktek seorang konselor rohani sering kurang mengerti dengan baik kedua pendekatan ini dalam menyelesaikan sebuah persoalan. Persoalan sering dispiritualisasikan sehingga tertutup kemungkinan untuk menggunakan pendekatan konseling yang menekankan penyelesaikan secara manusiawi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa seorang konselor kurang tahu membedakan dan sekaligus menggunakan kapan pendekatan rohani (spiritual direction) dan pendekatan konseling digunakan dalam mengatasi sebuah persoalan. Oleh sebab itu, penelitian ini ingin membantu konselor atau pembimbing rohani untuk menggunakan masing-masing pendekatan secara tepat dalam menangani sebuah persoalan yang dialami konseli
{"title":"INTEGRASI PSIKOLOGI KONSELING DALAM SPIRITUAL DIRECTION: Sebuah Pendekatan Psiko-Spiritual","authors":"Frans Laka Lazar","doi":"10.36928/jpkm.v11i1.144","DOIUrl":"https://doi.org/10.36928/jpkm.v11i1.144","url":null,"abstract":"Psikologi konseling dan bimbingan rohani atau sipiritual direcion merupakan dua kegiatan relasi membantu. Kedua-duanya memiliki perbedaan dalam tujuan dan pendekatannya. Namun dalam praktek seorang konselor rohani sering kurang mengerti dengan baik kedua pendekatan ini dalam menyelesaikan sebuah persoalan. Persoalan sering dispiritualisasikan sehingga tertutup kemungkinan untuk menggunakan pendekatan konseling yang menekankan penyelesaikan secara manusiawi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa seorang konselor kurang tahu membedakan dan sekaligus menggunakan kapan pendekatan rohani (spiritual direction) dan pendekatan konseling digunakan dalam mengatasi sebuah persoalan. Oleh sebab itu, penelitian ini ingin membantu konselor atau pembimbing rohani untuk menggunakan masing-masing pendekatan secara tepat dalam menangani sebuah persoalan yang dialami konseli","PeriodicalId":355721,"journal":{"name":"Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan Missio","volume":"41 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-01-22","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"128209301","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Kualitas lingkungan alam saat ini semakin memburuk. Fungsi lingkungan alam yang terus terdegradasi sebagai akibat kerusakan yang berkepanjangan dan berlangsung terus menerus berdampak buruk terhadap keberlangsungan makhluk hidup termasuk manusia. Eksploitasi yang dilakukan oleh manusia terhadap lingkungan alam mengakibatkan kesenjangan hubungan antara manusia itu sendiri dan juga dengan lingkungannya. Solusi rekayasa teknologi yang ditawarkan sama sekali tidak mampu mengatasi masalah dan belum menyentuh permasalahan kerusakan lingkungan alam. Oleh karena itu, perlu ada upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan alam yang integratif, berkelanjutan, dan konsisten melalui budaya lokal oleh masyarakat lokal dan pemerintah. Upaya tersebut dapat dilakukan dengan menanamkan nilai-nilai yang terkandung dalam budaya lokal. Internalisasi nilai ekologis yang terkandung dalam kearifan lokal dapat membantu lahirnya kesadaran manusia dalam pengelolaan lingkungan alam sehingga dapat membentuk sikap ekologis yang baik. Tulisan ini memaparkan konsep- konsep terkait pentingnya internalisasi nilai-nilai kearifan lokal yang didukung dengan bukti-bukti empiris dan hasil observasi terkait upaya pelestarian lingkungan alam. Dari kajian empiris dan hasil observasi disimpulkan bahwa internalisasi nilai-nilai kearifan lokal dapat memberikan kontribusi positif bagi pelestarian lingkungan alam, melalui perwujudan hak dan kewenangan masyarakat adat setempat.
{"title":"KEARIFAN LOKAL DAN UPAYA PELESTARIAN LINGKUNGAN ALAM","authors":"Erna Mena Niman","doi":"10.36928/jpkm.v11i1.139","DOIUrl":"https://doi.org/10.36928/jpkm.v11i1.139","url":null,"abstract":"Kualitas lingkungan alam saat ini semakin memburuk. Fungsi lingkungan alam yang terus terdegradasi sebagai akibat kerusakan yang berkepanjangan dan berlangsung terus menerus berdampak buruk terhadap keberlangsungan makhluk hidup termasuk manusia. Eksploitasi yang dilakukan oleh manusia terhadap lingkungan alam mengakibatkan kesenjangan hubungan antara manusia itu sendiri dan juga dengan lingkungannya. Solusi rekayasa teknologi yang ditawarkan sama sekali tidak mampu mengatasi masalah dan belum menyentuh permasalahan kerusakan lingkungan alam. Oleh karena itu, perlu ada upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan alam yang integratif, berkelanjutan, dan konsisten melalui budaya lokal oleh masyarakat lokal dan pemerintah. Upaya tersebut dapat dilakukan dengan menanamkan nilai-nilai yang terkandung dalam budaya lokal. Internalisasi nilai ekologis yang terkandung dalam kearifan lokal dapat membantu lahirnya kesadaran manusia dalam pengelolaan lingkungan alam sehingga dapat membentuk sikap ekologis yang baik. Tulisan ini memaparkan konsep- konsep terkait pentingnya internalisasi nilai-nilai kearifan lokal yang didukung dengan bukti-bukti empiris dan hasil observasi terkait upaya pelestarian lingkungan alam. Dari kajian empiris dan hasil observasi disimpulkan bahwa internalisasi nilai-nilai kearifan lokal dapat memberikan kontribusi positif bagi pelestarian lingkungan alam, melalui perwujudan hak dan kewenangan masyarakat adat setempat.","PeriodicalId":355721,"journal":{"name":"Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan Missio","volume":"30 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-01-17","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"122829612","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}