Pub Date : 2020-04-01DOI: 10.53441/jl.vol3.iss1.24
Semuel Nitbani
Model Pembelajaran Team Games Tournament (TGT) sebagai salah satu model pembelajaran interaksi sosial bermakna membentuk kecukupan diri (self-efficasy) siswa sebagai kemampuan spesifik yang dimiliki untuk mengontrol tuntutan lingkungan atau situasi yang mendasar untuk menang dalam turnamen sebagai hasil belajar. Pengembangan model pembelajaran ini didasarkan pada pandangan-pandangan sosio-kognitif bahwa semakin tinggi intensitas interaksi sosial semakin kuat pembentukan mental kognitif untuk mengatur tindakan dalam memecahkan masalah dan mencapai tujuan. Semakin besar kaptaasitas akademik semakin kuat kekuasaan dalam interaksi sosial berdasarkan acuan kebenaran dan aturan yang telah ditentukan. Kesadaran intensional paling tinggi pada tim terjadi dalam turnamen. Kekuatan persaingan terletak pada kemampuan mempertahankan intensi ekspetansi dari setiap tindakan individu (siswa) dalam timnya. Reaksi kelompok menimbulkan dampak langung pada dua kemungkinan yakni self-conffidience atau sebaliknya terjadi self-correction pada kelompok lain. Self-conffidience terjadi apabila reaksi sosial berada di dalam kekuasaan kelompoknya. Sementara, self-correction akan timbul apabila reaksi sosial berada di luar kekuasaan kelompoknya. Proses ini efektif membentuk perilaku yang permanen dan berdaya saing tinggi bagi siswa.
{"title":"PERSPEKTIF TEORI KOGNITIF SOSIAL DALAM PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN DENGAN MODEL PEMBELAJARAN TEAM GAMES TOURNAMENT (TGT)","authors":"Semuel Nitbani","doi":"10.53441/jl.vol3.iss1.24","DOIUrl":"https://doi.org/10.53441/jl.vol3.iss1.24","url":null,"abstract":"Model Pembelajaran Team Games Tournament (TGT) sebagai salah satu model pembelajaran interaksi sosial bermakna membentuk kecukupan diri (self-efficasy) siswa sebagai kemampuan spesifik yang dimiliki untuk mengontrol tuntutan lingkungan atau situasi yang mendasar untuk menang dalam turnamen sebagai hasil belajar. Pengembangan model pembelajaran ini didasarkan pada pandangan-pandangan sosio-kognitif bahwa semakin tinggi intensitas interaksi sosial semakin kuat pembentukan mental kognitif untuk mengatur tindakan dalam memecahkan masalah dan mencapai tujuan. Semakin besar kaptaasitas akademik semakin kuat kekuasaan dalam interaksi sosial berdasarkan acuan kebenaran dan aturan yang telah ditentukan. Kesadaran intensional paling tinggi pada tim terjadi dalam turnamen. Kekuatan persaingan terletak pada kemampuan mempertahankan intensi ekspetansi dari setiap tindakan individu (siswa) dalam timnya. Reaksi kelompok menimbulkan dampak langung pada dua kemungkinan yakni self-conffidience atau sebaliknya terjadi self-correction pada kelompok lain. Self-conffidience terjadi apabila reaksi sosial berada di dalam kekuasaan kelompoknya. Sementara, self-correction akan timbul apabila reaksi sosial berada di luar kekuasaan kelompoknya. Proses ini efektif membentuk perilaku yang permanen dan berdaya saing tinggi bagi siswa. ","PeriodicalId":367260,"journal":{"name":"Jurnal Lazuardi","volume":"115 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-04-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"124169759","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2020-04-01DOI: 10.53441/jl.vol3.iss1.27
Hendrik Jehane
Sebagian besar kata dalam bahasa Indonesia dibentuk melalui proses derivasi. Proses derivasi berdampak pada perubahan kategori, bentuk, dan makna. Setiap kata derivatif pada umumnya memiliki hubungan makna yang linear dengan kata dasarnya. Perubahan bentuk kata umumnya memiliki pola-pola tertentu yang teratur sehingga lahirlah kaidah-kaidah pembentukan kata yang taat asas atau konsisten. Ada dua masalah yang diajukan dalam penelitian ini, (1) bagaimanakah relasi makna kata belajar dan pelajar dengan kata dasar ajar?; (2) bagaimanakah proses morfologis terbentuknya kata belajar dan pelajar?. Tujuannya adalah untuk mengkaji relasi makna antara kata belajar dan pelajar dengan kata dasar ajar, serta proses morfologis terbentuknya kata belajar dan pelajar. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif karena objek penelitian ini adalah bahasa yang hidup dan digunakan oleh masyarakat penuturnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) relasi makna kata belajar dan pelajar dengan kata dasar ajar tidak linear tetapi bersifat opositif, (2) proses perubahan bentuk fonem /r/ menjadi /l/ pada kata belajar dan pelajar tidak dapat diterangkan secara morfofonemis, sehingga terjadi idiosinkrasi. Untuk menghindari idiosinkrasi maka baiknya kata belajar dan pelajar dicatat sebagai entri tersendiri di dalam KBBI.
{"title":"IDIOSINKRASI KATA BELAJAR DAN PELAJAR DALAM BAHASA INDONESIA","authors":"Hendrik Jehane","doi":"10.53441/jl.vol3.iss1.27","DOIUrl":"https://doi.org/10.53441/jl.vol3.iss1.27","url":null,"abstract":"Sebagian besar kata dalam bahasa Indonesia dibentuk melalui proses derivasi. Proses derivasi berdampak pada perubahan kategori, bentuk, dan makna. Setiap kata derivatif pada umumnya memiliki hubungan makna yang linear dengan kata dasarnya. Perubahan bentuk kata umumnya memiliki pola-pola tertentu yang teratur sehingga lahirlah kaidah-kaidah pembentukan kata yang taat asas atau konsisten. Ada dua masalah yang diajukan dalam penelitian ini, (1) bagaimanakah relasi makna kata belajar dan pelajar dengan kata dasar ajar?; (2) bagaimanakah proses morfologis terbentuknya kata belajar dan pelajar?. Tujuannya adalah untuk mengkaji relasi makna antara kata belajar dan pelajar dengan kata dasar ajar, serta proses morfologis terbentuknya kata belajar dan pelajar. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif karena objek penelitian ini adalah bahasa yang hidup dan digunakan oleh masyarakat penuturnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) relasi makna kata belajar dan pelajar dengan kata dasar ajar tidak linear tetapi bersifat opositif, (2) proses perubahan bentuk fonem /r/ menjadi /l/ pada kata belajar dan pelajar tidak dapat diterangkan secara morfofonemis, sehingga terjadi idiosinkrasi. Untuk menghindari idiosinkrasi maka baiknya kata belajar dan pelajar dicatat sebagai entri tersendiri di dalam KBBI.","PeriodicalId":367260,"journal":{"name":"Jurnal Lazuardi","volume":"1 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-04-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"130694153","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2020-04-01DOI: 10.53441/jl.vol3.iss1.26
F. A. Nai
Studi tentang fungsi dan makna alegori dalam teks syair su’i uwi dengan menggunakan pendekatan ekokritik sastra menempatkan bahasa dan sastra lisan dalam koridor kesadaran akan lingkungan kehidupan, baik hayati maupun sosial budaya. Ekokritik merupakan salah satu prinsip dalam ekolinguistik dialektikal yang digagas oleh Halliday (2001) dengan mengkritisi bagaimana sistem bahasa berpengaruh pada perilaku penggunanya dalam mengelola lingkungan. Menurut Halliday bahasa dan lingkungan merupakan dua hal yang saling mempengaruhi. Halliday juga berpijak pada interelasi bahasa dan lingkungannya seperti yang diformulasikan oleh Jorgen Chr Bang dan Jorgen Door (1993) dalam mengenalkan teori dialektikal ekolinguistik. Teori dialektikal tersebut kemudian melahirkan pendekatan ekokritik sastra dengan dua pendekatan yakni wacana dan realita untuk mengungkapkan makna tekstual dan faktual yang terkandung dalam teks. Hasil analisis menunjukkan data tekstual berupa kisah perjalanan kehidupan para leluhur sampai di Ngadha dan secara faktual dengan menggunakan alegori alam, tumbuhan, dan hewan serta peristiwa perjalanan, teks su’i uwi menampilkan kisah perjalanan batin menuju kehidupan yang lebih berkualitas dengan keberpihakan kepada pelestarian bumi dan ekosistem yang ada di dalamnya. Terdapat 4 makna alegori yakni, ekologis, sosial, hukum adat, dan religious. Makna ekokritik yakni makna ekopolitik berupa saran agar para pembuat kebijakan di daerah Ngadha memiliki political will yang bersandar pada akar tradisi su’i uwi. Political will dari Pemerintah Daerah dalam mendukung ritus-ritus budaya seperti reba. sehingga upaya melestarikan bumi dan ekosistem yang terkandung didalam teks-teks tersebut menjadi informasi baru yang terbarukan karena kembali dicanangkan dalam setiap pelaksanaan ritus reba.
{"title":"FUNGSI DAN MAKNA ALEGORI DALAM SYAIR SU’I UWI SASTRA LISAN NGADHA , FLORES, NUSA TENGGARA TIMUR","authors":"F. A. Nai","doi":"10.53441/jl.vol3.iss1.26","DOIUrl":"https://doi.org/10.53441/jl.vol3.iss1.26","url":null,"abstract":"Studi tentang fungsi dan makna alegori dalam teks syair su’i uwi dengan menggunakan pendekatan ekokritik sastra menempatkan bahasa dan sastra lisan dalam koridor kesadaran akan lingkungan kehidupan, baik hayati maupun sosial budaya. Ekokritik merupakan salah satu prinsip dalam ekolinguistik dialektikal yang digagas oleh Halliday (2001) dengan mengkritisi bagaimana sistem bahasa berpengaruh pada perilaku penggunanya dalam mengelola lingkungan. Menurut Halliday bahasa dan lingkungan merupakan dua hal yang saling mempengaruhi. Halliday juga berpijak pada interelasi bahasa dan lingkungannya seperti yang diformulasikan oleh Jorgen Chr Bang dan Jorgen Door (1993) dalam mengenalkan teori dialektikal ekolinguistik. Teori dialektikal tersebut kemudian melahirkan pendekatan ekokritik sastra dengan dua pendekatan yakni wacana dan realita untuk mengungkapkan makna tekstual dan faktual yang terkandung dalam teks. Hasil analisis menunjukkan data tekstual berupa kisah perjalanan kehidupan para leluhur sampai di Ngadha dan secara faktual dengan menggunakan alegori alam, tumbuhan, dan hewan serta peristiwa perjalanan, teks su’i uwi menampilkan kisah perjalanan batin menuju kehidupan yang lebih berkualitas dengan keberpihakan kepada pelestarian bumi dan ekosistem yang ada di dalamnya. Terdapat 4 makna alegori yakni, ekologis, sosial, hukum adat, dan religious. Makna ekokritik yakni makna ekopolitik berupa saran agar para pembuat kebijakan di daerah Ngadha memiliki political will yang bersandar pada akar tradisi su’i uwi. Political will dari Pemerintah Daerah dalam mendukung ritus-ritus budaya seperti reba. sehingga upaya melestarikan bumi dan ekosistem yang terkandung didalam teks-teks tersebut menjadi informasi baru yang terbarukan karena kembali dicanangkan dalam setiap pelaksanaan ritus reba.","PeriodicalId":367260,"journal":{"name":"Jurnal Lazuardi","volume":"57 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-04-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"123361368","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-12-05DOI: 10.53441/jl.vol2.iss2.10
Firmina Nai
Merujuk anak judul tulisan ini yakni “ Malang Tak Dapat Ditolak, Untung Tak Dapat Diraih”, maka ada banyak hal yang perlu segera direvisi dalam dunia pendidikan kita saat ini. Kurikulum kita selalu dibarukan setiap lima tahun. Namun apakah isinya sudah selaras dengan kebutuhan ekosistem digital ? Apakah sasaran pendidikan sudah pada kemampuan mengaplikasikan skill atau masih terbatas memahami isi?
{"title":"PENDIDIKAN DAN LITERASI TEKNOLOGI: MALANG TAK DAPAT DITOLAK, UNTUNG TAK DAPAT DIRAIH *","authors":"Firmina Nai","doi":"10.53441/jl.vol2.iss2.10","DOIUrl":"https://doi.org/10.53441/jl.vol2.iss2.10","url":null,"abstract":"Merujuk anak judul tulisan ini yakni “ Malang Tak Dapat Ditolak, Untung Tak Dapat Diraih”, maka ada banyak hal yang perlu segera direvisi dalam dunia pendidikan kita saat ini. Kurikulum kita selalu dibarukan setiap lima tahun. Namun apakah isinya sudah selaras dengan kebutuhan ekosistem digital ? Apakah sasaran pendidikan sudah pada kemampuan mengaplikasikan skill atau masih terbatas memahami isi?","PeriodicalId":367260,"journal":{"name":"Jurnal Lazuardi","volume":"37 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-12-05","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"134372993","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-12-05DOI: 10.53441/jl.vol2.iss2.16
Hayon G. Nico
Memahami (membaca) sastra dalam tulisan ini dimaksudkan adalah membaca sastra dalam rangka menangkap maksud pengarang di balik karya impresifnya; membaca sastra dengan memahami isi dan konteks penuturan dalam teks sastra (Priyatni, 2010) Isi dan konteks sastra sangatlah kompleks karena dikemas dalam sistem kode yang rumit, yaitu kode bahasa, kode sosial, kode budaya, dan kode sastra (Teeuw,1988). Untuk memahami teks sastra dengan berpikir kritis, pembaca hendaknya memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang kode-kode tersebut. Pembaca tidak hanya sekedar memahami kode-kode bahasa dalam tataran gramatikal, tetapi lebih dari itu memahami kode budaya sebagai produk dan kode sastra. Kata kunci: Pembelajaran berbasis Literasi, Literasi Kritis, Pendidikan Karakter
{"title":"STRATEGI PEMBELAJARAN SASTRA BERBASIS LITERASI KRITIS DAN PENDIDIKAN KARAKTER","authors":"Hayon G. Nico","doi":"10.53441/jl.vol2.iss2.16","DOIUrl":"https://doi.org/10.53441/jl.vol2.iss2.16","url":null,"abstract":"Memahami (membaca) sastra dalam tulisan ini dimaksudkan adalah membaca sastra dalam rangka menangkap maksud pengarang di balik karya impresifnya; membaca sastra dengan memahami isi dan konteks penuturan dalam teks sastra (Priyatni, 2010) Isi dan konteks sastra sangatlah kompleks karena dikemas dalam sistem kode yang rumit, yaitu kode bahasa, kode sosial, kode budaya, dan kode sastra (Teeuw,1988). Untuk memahami teks sastra dengan berpikir kritis, pembaca hendaknya memiliki pengetahuan dan pemahaman tentang kode-kode tersebut. Pembaca tidak hanya sekedar memahami kode-kode bahasa dalam tataran gramatikal, tetapi lebih dari itu memahami kode budaya sebagai produk dan kode sastra. \u0000Kata kunci: Pembelajaran berbasis Literasi, Literasi Kritis, Pendidikan Karakter","PeriodicalId":367260,"journal":{"name":"Jurnal Lazuardi","volume":"784 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-12-05","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"133217217","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-12-05DOI: 10.53441/jl.vol2.iss2.11
Fransiskus Bustan Agustinus Mahur
This study explores the conceptualisation of Manggarai people on lonto leok culture (LLC) as a responsive-sociologic customary law device in solving land conflict and maintaining social harmony in view of cultural linguistics. In terms of its focus, the study is a decriptive study. The procedures of research were field and library research. The data wera analyzed qualitatively by using inductive method as the analysis was started from the data to the theory or concept dealing with the conceptualisation of Manggarai people on the conceptualisation of Manggarai people on the LLC as a responsive-sociologic customary law device in solving land conflict and maintaining social harmony in view of cultural linguistics. The results of research show that there are several verbal expressions in Manggarai language in which their forms and meanings reflect the function of LLC as a responsive-sociologic customary law device in an attempt to solve land conflicts and maintain social harmony for Manggarai people. The verbal expressions are as follows: (1) Muku ca pu’u neka woléng curup, téu ca ambo néka woléng lako, (2) Ipung ca tiwu neka woleng wintuk, nakeng ca wae neka woleng tae, (3) Ase-kae ca sosor wae neka woleng tae, ase -ka’e ca natas labar neka woleng bantang, and (4) Padir wa’i, rentu sa’i, bantang cama, reje leles nai ca anggit, tuka ca léléng.The result of this study might be beneficial as a source of reference in designing the model of revitalizing the LLC.
本研究从文化语言学的角度探讨了曼加莱人对lonto leok文化的概念,认为它是解决土地冲突、维护社会和谐的一种反应性社会学习惯法手段。就研究的重点而言,本研究是一种描述性研究。研究程序为实地调查和图书馆调查。采用归纳法对数据进行定性分析,分析从数据开始到处理芒格莱人概念化的理论或概念,从文化语言学的角度来看,芒格莱人概念化是解决土地冲突和维护社会和谐的一种反应性社会学习惯法手段。研究结果表明,曼嘎莱语中有几种言语表达,其形式和意义反映了LLC作为一种反应性社会学习惯法工具,试图为曼嘎莱人解决土地冲突,维护社会和谐的功能。口头表达如下:(1)Muku ca pu 'u neka wolsaming curup, tsamu ca ambo nsamka wolsaming lako, (2) Ipung ca tiwu neka woleng wintuk, nakeng ca wae neka woleng tae, (3) ase -kae ca sosor wae neka woleng tae, ase -ka 'e ca natas labar neka woleng bantang, (4) Padir wa 'i, rentu sa 'i, bantang cama, reje leles nai ca anggit, tuka ca lsaming。本研究结果可为设计活化有限责任公司的模式提供参考。
{"title":"KONSEPTUALISASI MASYARAKAT MANGGARAI TENTANG BUDAYA LONTO LEOK SEBAGAI PIRANTI HUKUM ADAT RESPONSIF-SOSIOLOGIK DALAM RANGKA PENYELESAIAN KONFLIK PERTANAHAN DAN PEMERTAHANAN HARMONI SOSIAL","authors":"Fransiskus Bustan Agustinus Mahur","doi":"10.53441/jl.vol2.iss2.11","DOIUrl":"https://doi.org/10.53441/jl.vol2.iss2.11","url":null,"abstract":"This study explores the conceptualisation of Manggarai people on lonto leok culture (LLC) as a responsive-sociologic customary law device in solving land conflict and maintaining social harmony in view of cultural linguistics. In terms of its focus, the study is a decriptive study. The procedures of research were field and library research. The data wera analyzed qualitatively by using inductive method as the analysis was started from the data to the theory or concept dealing with the conceptualisation of Manggarai people on the conceptualisation of Manggarai people on the LLC as a responsive-sociologic customary law device in solving land conflict and maintaining social harmony in view of cultural linguistics. The results of research show that there are several verbal expressions in Manggarai language in which their forms and meanings reflect the function of LLC as a responsive-sociologic customary law device in an attempt to solve land conflicts and maintain social harmony for Manggarai people. The verbal expressions are as follows: (1) Muku ca pu’u neka woléng curup, téu ca ambo néka woléng lako, (2) Ipung ca tiwu neka woleng wintuk, nakeng ca wae neka woleng tae, (3) Ase-kae ca sosor wae neka woleng tae, ase -ka’e ca natas labar neka woleng bantang, and (4) Padir wa’i, rentu sa’i, bantang cama, reje leles nai ca anggit, tuka ca léléng.The result of this study might be beneficial as a source of reference in designing the model of revitalizing the LLC. ","PeriodicalId":367260,"journal":{"name":"Jurnal Lazuardi","volume":"8 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-12-05","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"130413342","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-12-04DOI: 10.53441/jl.vol2.iss2.14
Semuel Nitbani
Pembelajaran dengan menggunakan metode “Belajar Bersama’ menekankan belajar secara kooperatif, pembagian tugas, tanggung jawab individu, kerja sama, sama-sama mencapai hasil yang sama. Berdasarkan perspektif Teori Belajar Sosial dapat dipahami bahwa pembelajaran dengan metode Learning Together merupakan suatu situasi sosial yang terbangun berdasarkan fungsi faktor personal, faktor perilaku, dan faktor lingkungan yang saling berinteraksi dengan ciri-ciri menarik, demonstratif, dan berkualitas. Situasi pembelajaran ini merangsang aktivitas sosial individu, dan inisiatif individu sebagai bagian nyata dan terintegrasi dalam kelompok untuk menyelesaikan tugas kelompok berdasarkan komponen-komponen resensi cerpen. Dengan demikian, individu mengalami pembentukan yang lebih permanen karena proses pembentukan itu timbul dari dalam dirinya sendiri dan terorganisasi dengan baik. Melalui situasi pembelajaran seperti ini kemampuan yang dimiliki siswa bukan hanya berproses dalam tataran kesadaran individu sendiri melainkan melalui dinamika sosial yang dapat menimbulkan kepercayaan diri individu dalam mengaktualisasikan diri dan kemampuannya dalam menulis teks resensi cerpen. Dengan demikian, dapat diperoleh tingkat kemampuan yang sama secara kualitas dalam hasil kerja teks resensi cerpen.
{"title":"Article PERSPEKIF TEORI BELAJAR SOSIAL DALAM MENGIMPLEMENTASI METODE PEMBELAJARAN LEARNING TOGETHER (LT) DALAM PEMBENTUKAN KEMAMPUAN MERESENSI DAN MENULIS TEKS RESENSI CERPEN","authors":"Semuel Nitbani","doi":"10.53441/jl.vol2.iss2.14","DOIUrl":"https://doi.org/10.53441/jl.vol2.iss2.14","url":null,"abstract":" Pembelajaran dengan menggunakan metode “Belajar Bersama’ menekankan belajar secara kooperatif, pembagian tugas, tanggung jawab individu, kerja sama, sama-sama mencapai hasil yang sama. Berdasarkan perspektif Teori Belajar Sosial dapat dipahami bahwa pembelajaran dengan metode Learning Together merupakan suatu situasi sosial yang terbangun berdasarkan fungsi faktor personal, faktor perilaku, dan faktor lingkungan yang saling berinteraksi dengan ciri-ciri menarik, demonstratif, dan berkualitas. Situasi pembelajaran ini merangsang aktivitas sosial individu, dan inisiatif individu sebagai bagian nyata dan terintegrasi dalam kelompok untuk menyelesaikan tugas kelompok berdasarkan komponen-komponen resensi cerpen. Dengan demikian, individu mengalami pembentukan yang lebih permanen karena proses pembentukan itu timbul dari dalam dirinya sendiri dan terorganisasi dengan baik. Melalui situasi pembelajaran seperti ini kemampuan yang dimiliki siswa bukan hanya berproses dalam tataran kesadaran individu sendiri melainkan melalui dinamika sosial yang dapat menimbulkan kepercayaan diri individu dalam mengaktualisasikan diri dan kemampuannya dalam menulis teks resensi cerpen. Dengan demikian, dapat diperoleh tingkat kemampuan yang sama secara kualitas dalam hasil kerja teks resensi cerpen.","PeriodicalId":367260,"journal":{"name":"Jurnal Lazuardi","volume":"32 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-12-04","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"133934183","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Klitik is different from the affix. Although both are bound forms attached to the word that follows it or the word that follows it or added to the front of the word or added to the back of the word. Affixes in the Indonesian language, such as di-, meN-, BER, KE, TER-, PE-, and so on. As for the kl-ku, ku-, -mu, -nya. In the Anakalang language, it is found that there is only one affix 'affix', that is, pa-. This pa- prefix does not contain any meaning if this prefix stands alone without being attached to the basic word or basic form. Whereas klitik in BA is found in various forms, such as ku-, -gi, -me, -mi, -mu, -ne-, and -de on the Kripalu 'kupukul', kumanadangu 'kucantik', -gi 'ku' in the language Indonesia, as in umagi 'my house', palugi 'hit me', bahagi 'wet', bunkum 'our book or our book, palume' hit us or hit us', dowimi 'your money', dowimu 'your money' dowine 'money' , and dowide 'their money'
{"title":"KLITIK PRONOMINA DALAM BAHASA ANAKALANG","authors":"Editor Team","doi":"10.53441/jl.vol2.iss2.7","DOIUrl":"https://doi.org/10.53441/jl.vol2.iss2.7","url":null,"abstract":"Klitik is different from the affix. Although both are bound forms attached to the word that follows it or the word that follows it or added to the front of the word or added to the back of the word. Affixes in the Indonesian language, such as di-, meN-, BER, KE, TER-, PE-, and so on. As for the kl-ku, ku-, -mu, -nya. In the Anakalang language, it is found that there is only one affix 'affix', that is, pa-. This pa- prefix does not contain any meaning if this prefix stands alone without being attached to the basic word or basic form. Whereas klitik in BA is found in various forms, such as ku-, -gi, -me, -mi, -mu, -ne-, and -de on the Kripalu 'kupukul', kumanadangu 'kucantik', -gi 'ku' in the language Indonesia, as in umagi 'my house', palugi 'hit me', bahagi 'wet', bunkum 'our book or our book, palume' hit us or hit us', dowimi 'your money', dowimu 'your money' dowine 'money' , and dowide 'their money'","PeriodicalId":367260,"journal":{"name":"Jurnal Lazuardi","volume":"21 7 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-12-04","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"122358933","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
ABSTRACT Instructional media is very important to support the scientific-based learning process. The problem of this research is (1) does the Indonesian language teacher in SMPN 5 Kupang City use instructional media in learning Indonesian?; (2) what types of instructional media are used in Indonesian language learning?; (3) is the use of instructional media in accordance with basic competencies and indicators that are set?; (4) how is the creativity of the teacher in designing and using instructional media?; (5) what are the obstacles faced by the teachers in designing and using instructional media? The type of research used is descriptive research. The purpose of descriptive research is to describe a phenomenon as it was at the time of the study. This research approach is a qualitative approach. The result showed that the teachers of SMPN 5 Kupang City used instructional media in learning Indonesian according to minimum standards. The types of instructional media developed and used by teachers in addition to the minimum standard media are images, original objects, the environment, print media, the internet, and the surrounding community. There is still a mismatch between the learning media used with the subject matter being taught. Indonesian language teachers are still not creative enough to design and use instructional media. The lack of electricity and other facilities in school and the lack of mastery of information technology are inhibiting factors for teachers in developing instructional media. The teacher’s effort to overcome the limitations of the instructional media is to use images, original objects, the environment, print media, the internet, and the surrounding community.
{"title":"STUDI TENTANG PENGGUNAAN MEDIA PEMBELAJARAN DALAM PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMPN5 KOTA KUPANG","authors":"Hendrik Jehane","doi":"10.53441/jl.vol2.iss2.9","DOIUrl":"https://doi.org/10.53441/jl.vol2.iss2.9","url":null,"abstract":"ABSTRACT \u0000Instructional media is very important to support the scientific-based learning process. The problem of this research is (1) does the Indonesian language teacher in SMPN 5 Kupang City use instructional media in learning Indonesian?; (2) what types of instructional media are used in Indonesian language learning?; (3) is the use of instructional media in accordance with basic competencies and indicators that are set?; (4) how is the creativity of the teacher in designing and using instructional media?; (5) what are the obstacles faced by the teachers in designing and using instructional media? The type of research used is descriptive research. The purpose of descriptive research is to describe a phenomenon as it was at the time of the study. This research approach is a qualitative approach. The result showed that the teachers of SMPN 5 Kupang City used instructional media in learning Indonesian according to minimum standards. The types of instructional media developed and used by teachers in addition to the minimum standard media are images, original objects, the environment, print media, the internet, and the surrounding community. There is still a mismatch between the learning media used with the subject matter being taught. Indonesian language teachers are still not creative enough to design and use instructional media. The lack of electricity and other facilities in school and the lack of mastery of information technology are inhibiting factors for teachers in developing instructional media. The teacher’s effort to overcome the limitations of the instructional media is to use images, original objects, the environment, print media, the internet, and the surrounding community.","PeriodicalId":367260,"journal":{"name":"Jurnal Lazuardi","volume":"21 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-12-04","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"130386393","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
It was realized that in the diversity of languages / dialects there were variations in languages / dialects. Language / dialect variations can occur in the language / dialect community group with a large number of speakers and a small number of community groups. Language / dialect variations can be in the form of pronunciation, vocabulary, structure, grammar. For the language / dialect community group whose number of speakers is small, such as in Alor where the speakers are not more than five hundred people, the survival of their local languages may not exceed two generations. Especially if the language variations that distinguish one speech community group from another speech community are very large, then to communicate daily using Indonesian. The chance of extinction of regional languages is even greater. Therefore, the effort to maintain, bequeath and spread is the responsibility of all parties.
{"title":"PEMETAAN BAHASA DI PULAU ALOR","authors":"Editor Team","doi":"10.53441/jl.vol2.iss2.6","DOIUrl":"https://doi.org/10.53441/jl.vol2.iss2.6","url":null,"abstract":"It was realized that in the diversity of languages / dialects there were variations in languages / dialects. Language / dialect variations can occur in the language / dialect community group with a large number of speakers and a small number of community groups. Language / dialect variations can be in the form of pronunciation, vocabulary, structure, grammar. For the language / dialect community group whose number of speakers is small, such as in Alor where the speakers are not more than five hundred people, the survival of their local languages may not exceed two generations. Especially if the language variations that distinguish one speech community group from another speech community are very large, then to communicate daily using Indonesian. The chance of extinction of regional languages is even greater. Therefore, the effort to maintain, bequeath and spread is the responsibility of all parties.","PeriodicalId":367260,"journal":{"name":"Jurnal Lazuardi","volume":"9 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-12-04","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"132091473","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}