Pub Date : 2021-10-30DOI: 10.24164/prosiding.v4i1.4
Irna Saptaningrum
Benteng Kota Mas adalah benteng Spanyol yang berupa sisa-sisa bangunan dinding, bagian bangunan bastion, dan bagian dari gerbang yang terletak di Desa Kwandang, Kabupaten Gorontalo Utara, Propinsi Gorontalo, secara geografis berada pada koordinat 000 50’ 10,85” Lintang Utara dan 1220 54’ 47,57” Bujur Timur. Benteng ini berupa kompleks bangunan yang sudah tidak utuh, hanya beberapa bagian bangunan tampak berdiri di atas lahan morfologi dataran lembah. Konstruksi tembok benteng beserta bastion memiliki ketebalan 0,8 – 1,2 m yang tersusun atas aneka batuan dengan perekat mortal atau spasi kapur. Reruntuhan bangunan dirikan di atas endapan aluvial lanau pasiran. Lokasi Benteng Kota Mas berada pada kawasan Teluk Kwandang merupakan lokalitas yang strategis dalam jalur perdagangan rempah-rempah dan bijih emas pada abad ke-15 hingga ke-19. Oleh karena itu, Portugis dan Belanda merebut kawasan ini dari kaum Spanyol. Teluk ini terletak juga pada lengan atas Sulawesi yang merupakan jalur patahan besar berarah Tenggara – Barat laut melewati wilayah Gorontalo Utara, hal ini dapat menjadi bencana kegempaan dan tsunami. Bencana kegempaan dan tsunami yang signifikan berpengaruh terhadap keutuhan bangunan benteng, terjadi pada tahun 1856 (Gorontalo), 1858 (Minahasa), dan 1859 (Ternate dan Minahasa). Dalam catatan sejarah, belum absolut diketahui runtuhnya Benteng Kota Mas, baik kronologi maupun penyebabnya.
{"title":"RUNTUHNYA BENTENG KOTA MAS SILANG LITERASI SEJARAH","authors":"Irna Saptaningrum","doi":"10.24164/prosiding.v4i1.4","DOIUrl":"https://doi.org/10.24164/prosiding.v4i1.4","url":null,"abstract":"Benteng Kota Mas adalah benteng Spanyol yang berupa sisa-sisa bangunan dinding, bagian bangunan bastion, dan bagian dari gerbang yang terletak di Desa Kwandang, Kabupaten Gorontalo Utara, Propinsi Gorontalo, secara geografis berada pada koordinat 000 50’ 10,85” Lintang Utara dan 1220 54’ 47,57” Bujur Timur. Benteng ini berupa kompleks bangunan yang sudah tidak utuh, hanya beberapa bagian bangunan tampak berdiri di atas lahan morfologi dataran lembah. Konstruksi tembok benteng beserta bastion memiliki ketebalan 0,8 – 1,2 m yang tersusun atas aneka batuan dengan perekat mortal atau spasi kapur. Reruntuhan bangunan dirikan di atas endapan aluvial lanau pasiran. Lokasi Benteng Kota Mas berada pada kawasan Teluk Kwandang merupakan lokalitas yang strategis dalam jalur perdagangan rempah-rempah dan bijih emas pada abad ke-15 hingga ke-19. Oleh karena itu, Portugis dan Belanda merebut kawasan ini dari kaum Spanyol. Teluk ini terletak juga pada lengan atas Sulawesi yang merupakan jalur patahan besar berarah Tenggara – Barat laut melewati wilayah Gorontalo Utara, hal ini dapat menjadi bencana kegempaan dan tsunami. Bencana kegempaan dan tsunami yang signifikan berpengaruh terhadap keutuhan bangunan benteng, terjadi pada tahun 1856 (Gorontalo), 1858 (Minahasa), dan 1859 (Ternate dan Minahasa). Dalam catatan sejarah, belum absolut diketahui runtuhnya Benteng Kota Mas, baik kronologi maupun penyebabnya.\u0000 ","PeriodicalId":413787,"journal":{"name":"Prosiding Balai Arkeologi Jawa Barat","volume":"30 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-10-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"116749594","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2021-10-30DOI: 10.24164/prosiding.v4i1.38
Momon Sudarma
al-Qur’an adalah salah satu sumber Kitab Suci yang bisa dijadikan sumber informasi. Dalam perspektif Islam, al-Qur’an bukan saja sumber etika beragama, melainkan juga sumber etika dan panduan perilaku dalam merespon lingkungan dan kehidupan. Di dalamnya terdapat aturan, kisah, atau pedoman yang dapat dijadikan pedoman dalam merumuskan kode etik hidup dan kehidupan, termasuk dalam merespon bencana. Kisah Nabi Yusuf AS, memberikan kode informasi dalam kaitannya dengan mitigasi Bencana Hydrometeorologi. Wacana ini, berusaha secara kritis, melakukan studi kepustkaan, terhadap ayat-ayat mitigas, khususnya dalam Kisah Yusuf As. Dalam temuan ini, terkonstruksi langkah strategis mitigasi, yaitu (1) pengumpulan data dan informasi, baik local maupun scientific knowledge, (2) membangun jaringan informasi dan komunikasi, (3) staffing yang professional, dan (4) menyusun program strategis.
{"title":"ANALISIS STRUKTURAL TERHADAP INFORMASI KITAB SUCI : MITIGASI BENCANA HYDROMETEOROLOGI DARI PENGALAMAN NABI YUSUF AS","authors":"Momon Sudarma","doi":"10.24164/prosiding.v4i1.38","DOIUrl":"https://doi.org/10.24164/prosiding.v4i1.38","url":null,"abstract":"al-Qur’an adalah salah satu sumber Kitab Suci yang bisa dijadikan sumber informasi. Dalam perspektif Islam, al-Qur’an bukan saja sumber etika beragama, melainkan juga sumber etika dan panduan perilaku dalam merespon lingkungan dan kehidupan. Di dalamnya terdapat aturan, kisah, atau pedoman yang dapat dijadikan pedoman dalam merumuskan kode etik hidup dan kehidupan, termasuk dalam merespon bencana. Kisah Nabi Yusuf AS, memberikan kode informasi dalam kaitannya dengan mitigasi Bencana Hydrometeorologi. Wacana ini, berusaha secara kritis, melakukan studi kepustkaan, terhadap ayat-ayat mitigas, khususnya dalam Kisah Yusuf As. Dalam temuan ini, terkonstruksi langkah strategis mitigasi, yaitu (1) pengumpulan data dan informasi, baik local maupun scientific knowledge, (2) membangun jaringan informasi dan komunikasi, (3) staffing yang professional, dan (4) menyusun program strategis.","PeriodicalId":413787,"journal":{"name":"Prosiding Balai Arkeologi Jawa Barat","volume":"190 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-10-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"116141708","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2021-10-30DOI: 10.24164/prosiding.v4i1.28
Ismet Belgawan Harun
Kearifan lokal adalah suatu himpunan pengetahuan, semangat, dan aktifitas dalam suatu masyarakat untuk menghadapi berbagai tantangan dalam kehidupan suatu masyarakat, termasuk dalam menghadapi bencana alam. Cara dan upaya dari suatu kearifan lokal untuk merespon bencana memiliki berbagai bentuknya, baik yang tak teraga seperti norma/aturan, nilai, organisasi, dan perilaku; maupun yang teraga seperti teknologi, desain, aktifitas, dan tindakan. Di balik setiap cara atau upaya ini, terkandung pengetahuan yang bisa dipelajari untuk diterapkan di tempat lain. Namun demikian, untuk menerapkannya dalam lingkup yang lebih luas dan kekinian tidak sekedar mereplikasi cara atau upaya kearifan lokal persis seperti yang dilakukan oleh masyarakat lokal tersebut. Diperlukan penyingkapan terlebih dahulu pengetahuan yang terkandung di dalam kearifan lokal tersebut dan ditransformasikan menjadi pengetahuan eksplisit yang bersifat umum. Ini dikarenakan suatu cara atau upaya tertentu berasal dari kearifan lokal bersifat dan berlingkup lokal. Tidak seluruh cara dan upaya dari suatu kearifan lokal, terutama yang berbentuk tak teraga, memiliki pengetahuan eksplisit yang mudah disingkap dan ditransformasi karena pengetahuan yang dikandungnya bersifat embedded. Makalah ini mencoba berdiskusi di seputar isu ini, yaitu apabila kearifan lokal dalam merespon bencana ingin diterapkan dalam lingkup yang lebih luas dan kekinian.
{"title":"PENGETAHUAN MERESPON BENCANA DALAM KEARIFAN LOKAL","authors":"Ismet Belgawan Harun","doi":"10.24164/prosiding.v4i1.28","DOIUrl":"https://doi.org/10.24164/prosiding.v4i1.28","url":null,"abstract":"Kearifan lokal adalah suatu himpunan pengetahuan, semangat, dan aktifitas dalam suatu masyarakat untuk menghadapi berbagai tantangan dalam kehidupan suatu masyarakat, termasuk dalam menghadapi bencana alam. Cara dan upaya dari suatu kearifan lokal untuk merespon bencana memiliki berbagai bentuknya, baik yang tak teraga seperti norma/aturan, nilai, organisasi, dan perilaku; maupun yang teraga seperti teknologi, desain, aktifitas, dan tindakan. Di balik setiap cara atau upaya ini, terkandung pengetahuan yang bisa dipelajari untuk diterapkan di tempat lain. Namun demikian, untuk menerapkannya dalam lingkup yang lebih luas dan kekinian tidak sekedar mereplikasi cara atau upaya kearifan lokal persis seperti yang dilakukan oleh masyarakat lokal tersebut. Diperlukan penyingkapan terlebih dahulu pengetahuan yang terkandung di dalam kearifan lokal tersebut dan ditransformasikan menjadi pengetahuan eksplisit yang bersifat umum. Ini dikarenakan suatu cara atau upaya tertentu berasal dari kearifan lokal bersifat dan berlingkup lokal. Tidak seluruh cara dan upaya dari suatu kearifan lokal, terutama yang berbentuk tak teraga, memiliki pengetahuan eksplisit yang mudah disingkap dan ditransformasi karena pengetahuan yang dikandungnya bersifat embedded. Makalah ini mencoba berdiskusi di seputar isu ini, yaitu apabila kearifan lokal dalam merespon bencana ingin diterapkan dalam lingkup yang lebih luas dan kekinian.","PeriodicalId":413787,"journal":{"name":"Prosiding Balai Arkeologi Jawa Barat","volume":"3 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-10-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"116812134","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2021-10-30DOI: 10.24164/prosiding.v4i1.32
Diah Natarina, Agus Sachari
Pemasukan Negara dari Sektor Pariwisata menjadi sumber pemasukan andalan. Peristiwa geologis dasar samudra yang terangkat kepermukaan laut menjadi Nusantara adalah hasil proses evolusi berjuta-juta tahun lalu. Saat ini, di satu sisi bumi sudah mencapai titik kematangannya. Akan tetapi, di sisi lain makhluk hidup dan peradabannya terus berkembang. Pada awalnya manusia sangat memuliakan alam namun peradaban dan perkembangan ilmu pengetahuan kemudian mengubah manusia dan tata alam sehingga bencana alam sering terjadi. Ciletuh di selatan Sukabumi, Jawa Barat sebagai alternatif tujuan geowisata kawasan konservasi UNESCO Global Geopark telah mengalami penyesuaian tata alam karena pembangunan akses tranportasi roda empat. Kawasan ini menghadapi potensi masalah longsor. Tujuan dari penelitian ini adalah upaya mengurangi resiko terjadinya longsor melalui satu sistem informasi kawasan. Dalam mencapai tujuan, metodologi kualitatif yang digunakan adalah deskriptif analitis. Teknik pengumpulan data dengan melakukan tinjauan literatur, observasi dan wawancara mendalam. Hasil penelitian menunjukan bahwa sistem informasi berupa rambu-rambu agar berhati-hati saat melintas perlu dilengkapi dengan aplikasi multimedia. Melalui pendekatan desain komunikasi visual, info grafis sebagai materi edukasi penanggulangan bencana menjadi lebih mudah dimengerti bagi masyarakat. Kawasan Ciletuh yang sudah menjadi kawasan UNESCO Global Geopark Network harus memiliki regulasi lengkap sebagai acuan dalam pengelolaan kawasan geowisata tangguh bencana.
{"title":"MULTI MEDIA UNTUK MENUNJANG EDUKASI UPAYA PENGURANGAN RESIKO BENCANA DI KAWASAN GEOPARK CILETUH","authors":"Diah Natarina, Agus Sachari","doi":"10.24164/prosiding.v4i1.32","DOIUrl":"https://doi.org/10.24164/prosiding.v4i1.32","url":null,"abstract":"Pemasukan Negara dari Sektor Pariwisata menjadi sumber pemasukan andalan. Peristiwa geologis dasar samudra yang terangkat kepermukaan laut menjadi Nusantara adalah hasil proses evolusi berjuta-juta tahun lalu. Saat ini, di satu sisi bumi sudah mencapai titik kematangannya. Akan tetapi, di sisi lain makhluk hidup dan peradabannya terus berkembang. Pada awalnya manusia sangat memuliakan alam namun peradaban dan perkembangan ilmu pengetahuan kemudian mengubah manusia dan tata alam sehingga bencana alam sering terjadi. Ciletuh di selatan Sukabumi, Jawa Barat sebagai alternatif tujuan geowisata kawasan konservasi UNESCO Global Geopark telah mengalami penyesuaian tata alam karena pembangunan akses tranportasi roda empat. Kawasan ini menghadapi potensi masalah longsor. Tujuan dari penelitian ini adalah upaya mengurangi resiko terjadinya longsor melalui satu sistem informasi kawasan. Dalam mencapai tujuan, metodologi kualitatif yang digunakan adalah deskriptif analitis. Teknik pengumpulan data dengan melakukan tinjauan literatur, observasi dan wawancara mendalam. Hasil penelitian menunjukan bahwa sistem informasi berupa rambu-rambu agar berhati-hati saat melintas perlu dilengkapi dengan aplikasi multimedia. Melalui pendekatan desain komunikasi visual, info grafis sebagai materi edukasi penanggulangan bencana menjadi lebih mudah dimengerti bagi masyarakat. Kawasan Ciletuh yang sudah menjadi kawasan UNESCO Global Geopark Network harus memiliki regulasi lengkap sebagai acuan dalam pengelolaan kawasan geowisata tangguh bencana.","PeriodicalId":413787,"journal":{"name":"Prosiding Balai Arkeologi Jawa Barat","volume":"63 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-10-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"133329773","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2021-10-30DOI: 10.24164/prosiding.v4i1.16
Rini Widiastuti
Tsunami Aceh merupakan bencana yang meluluhlantakan wilayah sekitar pesisir pantai, ratusan ribu orang meninggal dan hilang, harta benda tak bersisa. Bencana Tsunami menyisakan trauma yang mendalam pada tokoh Meutia yang diceritakan dalam novel Te O Toriatte karya Akmal Nasery Basral. Tulisan ini mengungkapkan bagaimana Meutia menjalani hidup pascatsunami dengan trauma yang dideritanya melalui pendekatan psikoanalisis dengan menggunakan metode deskriptif. Hasil analisis menunjukkan bahwa Meutia mengalami trauma dan sering berhalusinasi setelah menghadapi peristiwa tsunami Aceh, Jepang, dan kebocoran reaktor nuklir di Jepang. Meutia juga menderita kepribadian ganda.
亚齐海啸是一场摧毁沿海地区的灾难,数十万人死亡和失踪,财产化为乌有。海啸灾难给Meutia的角色留下了深刻的创伤,这是Akmal Nasery Basral的小说《Te O Toriatte》中描述的。这篇文章揭示了Meutia是如何通过描述性的精神分析方法经历了海啸后的生活的。分析表明,Meutia在遭遇日本亚齐海啸和核反应堆泄漏后受到精神创伤,经常出现幻觉。Meutia也有多重人格障碍。
{"title":"TRAUMA PASCA TSUNAMI DALAM NOVEL TE O TORIATTE KARYA AKMAL NASERY BASRAL: PENDEKATAN PSIKOANALISIS","authors":"Rini Widiastuti","doi":"10.24164/prosiding.v4i1.16","DOIUrl":"https://doi.org/10.24164/prosiding.v4i1.16","url":null,"abstract":"Tsunami Aceh merupakan bencana yang meluluhlantakan wilayah sekitar pesisir pantai, ratusan ribu orang meninggal dan hilang, harta benda tak bersisa. Bencana Tsunami menyisakan trauma yang mendalam pada tokoh Meutia yang diceritakan dalam novel Te O Toriatte karya Akmal Nasery Basral. Tulisan ini mengungkapkan bagaimana Meutia menjalani hidup pascatsunami dengan trauma yang dideritanya melalui pendekatan psikoanalisis dengan menggunakan metode deskriptif. Hasil analisis menunjukkan bahwa Meutia mengalami trauma dan sering berhalusinasi setelah menghadapi peristiwa tsunami Aceh, Jepang, dan kebocoran reaktor nuklir di Jepang. Meutia juga menderita kepribadian ganda.\u0000 ","PeriodicalId":413787,"journal":{"name":"Prosiding Balai Arkeologi Jawa Barat","volume":"149 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-10-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"132656965","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2021-10-30DOI: 10.24164/prosiding.v4i1.39
Diana Diana
Kawasan sekitar Situ Cisanti berada pada arboretum 73, tepat di Hulu Sungai Citarum. Ada tujuh buah mata air yang mengalirkan airnya ke Situ Cisanti. Terjadi pengeringan mata air, saat kawasan sekitar diubah secara destruktif. Terganggunya ketersediaan air ini, tentu merupakan suatu bencana.yang harus segera diatasi. Metode dalam penelitian ini menggunakan kualitatif-verifikatif dengan pendekatan fenomenologi. Walaupun aktivitas destruktif pada hutan di kawasan sekitar situ kerap terjadi, ternyata masih ada kearifan lokal yang digunakan oleh masyarakat. Zonasi kawasan sekitar situ terbagi menjadi enam petak dengan 3 fungsi berbeda. Penelitian ini, akan menjadi inspirasi bagi peserta didik untuk paham, sadar, peduli, dan melakukan aksi pelestarian lingkungan. Bahan ajar dari hasil penelitian ini, disesuaikan dengan materi ajar tentang pelestarian lingkungan pada pembelajaran IPS.
{"title":"KEARIFAN LOKAL PELESTARIAN KAWASAN SEKITAR SITU CISANTI: SUATU KAJIAN UNTUK PENGEMBANGAN BAHAN AJAR","authors":"Diana Diana","doi":"10.24164/prosiding.v4i1.39","DOIUrl":"https://doi.org/10.24164/prosiding.v4i1.39","url":null,"abstract":"Kawasan sekitar Situ Cisanti berada pada arboretum 73, tepat di Hulu Sungai Citarum. Ada tujuh buah mata air yang mengalirkan airnya ke Situ Cisanti. Terjadi pengeringan mata air, saat kawasan sekitar diubah secara destruktif. Terganggunya ketersediaan air ini, tentu merupakan suatu bencana.yang harus segera diatasi. Metode dalam penelitian ini menggunakan kualitatif-verifikatif dengan pendekatan fenomenologi. Walaupun aktivitas destruktif pada hutan di kawasan sekitar situ kerap terjadi, ternyata masih ada kearifan lokal yang digunakan oleh masyarakat. Zonasi kawasan sekitar situ terbagi menjadi enam petak dengan 3 fungsi berbeda. Penelitian ini, akan menjadi inspirasi bagi peserta didik untuk paham, sadar, peduli, dan melakukan aksi pelestarian lingkungan. Bahan ajar dari hasil penelitian ini, disesuaikan dengan materi ajar tentang pelestarian lingkungan pada pembelajaran IPS. ","PeriodicalId":413787,"journal":{"name":"Prosiding Balai Arkeologi Jawa Barat","volume":"82 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-10-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"114098378","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2021-10-30DOI: 10.24164/prosiding.v4i1.8
Zukhrufa Ken Satya Dien, Resa Tri Andani
Wilayah Indonesia memiliki daerah yang sangat rentan terhadap bencana alam. Bencana alam yang sering terjadi di Indonesia adalah gempa bumi. Gempa bumi terjadi karena gabungan berbagai lempeng benua mikro dan busur api, yang digerakkan oleh proses tektonik yang kompleks hingga berada pada tempatnya saat ini. Proses tumbukan lempeng inilah yang menyebabkan terbentuknya berbagai jenis patahan yang tersebar di berbagai tempat, senantiasa menerima dan menimbun gaya tektonik dari interaksi lempeng litosfer. Terjadinya gempa bumi di masa lalu menjadi sebuah pembelajaran dari sejarah yang dapat memberikan wawasan yang berguna untuk menghadapi sebuah masalah. Artikel ini membahas mengenai terjadinya gempa bumi terparah yang terjadi pada masa pemerintahan kolonial Hindia-Belanda, dampak yang terjadi,dan cara mereka dalam mengatasi bencana gempa bumi tersebut. Dengan demikian, kita dapat belajar dan mengerti sejarah penanganan sebuah bencana gempa bumi pada masa pemerintahan kolonial Hindia-Belanda di Indonesia.
{"title":"PENANGANAN BENCANA GEMPA BUMI DI INDONESIA MASA KOLONIAL BELANDA","authors":"Zukhrufa Ken Satya Dien, Resa Tri Andani","doi":"10.24164/prosiding.v4i1.8","DOIUrl":"https://doi.org/10.24164/prosiding.v4i1.8","url":null,"abstract":"Wilayah Indonesia memiliki daerah yang sangat rentan terhadap bencana alam. Bencana alam yang sering terjadi di Indonesia adalah gempa bumi. Gempa bumi terjadi karena gabungan berbagai lempeng benua mikro dan busur api, yang digerakkan oleh proses tektonik yang kompleks hingga berada pada tempatnya saat ini. Proses tumbukan lempeng inilah yang menyebabkan terbentuknya berbagai jenis patahan yang tersebar di berbagai tempat, senantiasa menerima dan menimbun gaya tektonik dari interaksi lempeng litosfer. Terjadinya gempa bumi di masa lalu menjadi sebuah pembelajaran dari sejarah yang dapat memberikan wawasan yang berguna untuk menghadapi sebuah masalah. Artikel ini membahas mengenai terjadinya gempa bumi terparah yang terjadi pada masa pemerintahan kolonial Hindia-Belanda, dampak yang terjadi,dan cara mereka dalam mengatasi bencana gempa bumi tersebut. Dengan demikian, kita dapat belajar dan mengerti sejarah penanganan sebuah bencana gempa bumi pada masa pemerintahan kolonial Hindia-Belanda di Indonesia.","PeriodicalId":413787,"journal":{"name":"Prosiding Balai Arkeologi Jawa Barat","volume":"1 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-10-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"130335536","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2021-10-30DOI: 10.24164/prosiding.v4i1.36
Endang Widyastuti, Nanang Saptono, Rusyanti
Situs Candi Ronggeng secara administratif terletak di Desa Sukajaya, Kecamatan Pamarican, Kabupaten Ciamis, berada pada koordinat 7°25’46.92”LS dan 108°29’37.17”BT. Morfologi situs berupa pedataran bergelombang di lembah Ci Seel anak sungai Ci Tanduy yang berhulu di Gunung Cakrabuana di Kabupaten Tasikmalaya, dan bermuara di Segara Anakan Provinsi Jawa Tengah. Ci Seel mengalir di sebelah utara situs, dengan pola aliran meander dengan anak-anak sungai, berkelok-kelok dari arah barat ke timur. Lahan ini sering tergenang banjir sehingga terjadi sedimentasi yang sangat tinggi. Objek berupa batu candi yang semula masih terlihat, sekarang terkubur endapan tanah. Berdasarkan laporan penggalian pada tahun-tahun sebelumnya, banjir besar pernah terjadi pada tahun 1937, 1943, 1962, 1973 dan lebih sering lagi sejak dibangunnya bendungan Gunung Putri pada sekitar tahun 1970-an. Jejak endapan banjir tersebut terlihat hingga mencapai ketebalan 140 cm sampai dengan 200 cm dari tanah aslinya yang berwarna hitam kecoklatan dan bertekstur pasir-lempungan. Paparan ini bermaksud mengajukan alternatif untuk menangani banjir, sehingga candi ini dapat diselamatkan sebagai salah satu aset daerah Ciamis. Pembahasan dilakukan di antaranya dengan melihat kondisi candi dan lingkungannya, data pengendapan limpah banjir, dan curah hujan. Selanjutnya diajukan beberapa langkah yang sebaiknya dilakukan sehingga situs Candi Ronggeng terhindar dari banjir.
{"title":"ALTERNATIF PENANGANAN BENCANA BANJIR: STUDI KASUS SITUS CANDI RONGGENG, PAMARICAN, CIAMIS","authors":"Endang Widyastuti, Nanang Saptono, Rusyanti","doi":"10.24164/prosiding.v4i1.36","DOIUrl":"https://doi.org/10.24164/prosiding.v4i1.36","url":null,"abstract":"Situs Candi Ronggeng secara administratif terletak di Desa Sukajaya, Kecamatan Pamarican, Kabupaten Ciamis, berada pada koordinat 7°25’46.92”LS dan 108°29’37.17”BT. Morfologi situs berupa pedataran bergelombang di lembah Ci Seel anak sungai Ci Tanduy yang berhulu di Gunung Cakrabuana di Kabupaten Tasikmalaya, dan bermuara di Segara Anakan Provinsi Jawa Tengah. Ci Seel mengalir di sebelah utara situs, dengan pola aliran meander dengan anak-anak sungai, berkelok-kelok dari arah barat ke timur. Lahan ini sering tergenang banjir sehingga terjadi sedimentasi yang sangat tinggi. Objek berupa batu candi yang semula masih terlihat, sekarang terkubur endapan tanah. Berdasarkan laporan penggalian pada tahun-tahun sebelumnya, banjir besar pernah terjadi pada tahun 1937, 1943, 1962, 1973 dan lebih sering lagi sejak dibangunnya bendungan Gunung Putri pada sekitar tahun 1970-an. Jejak endapan banjir tersebut terlihat hingga mencapai ketebalan 140 cm sampai dengan 200 cm dari tanah aslinya yang berwarna hitam kecoklatan dan bertekstur pasir-lempungan. Paparan ini bermaksud mengajukan alternatif untuk menangani banjir, sehingga candi ini dapat diselamatkan sebagai salah satu aset daerah Ciamis. Pembahasan dilakukan di antaranya dengan melihat kondisi candi dan lingkungannya, data pengendapan limpah banjir, dan curah hujan. Selanjutnya diajukan beberapa langkah yang sebaiknya dilakukan sehingga situs Candi Ronggeng terhindar dari banjir.","PeriodicalId":413787,"journal":{"name":"Prosiding Balai Arkeologi Jawa Barat","volume":"69 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-10-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"129613270","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2021-10-30DOI: 10.24164/prosiding.v4i1.26
Supratikno Rahardjo
Bencana-bencana besar sejak lama terjadi di wilayah Indonesia. Korban-korban nyawa, harta dan kekayaan budaya juga telah dirasakan. Namun kesadaran untuk mengantisipasi dampak bencana, khususnya terhadap cagar budaya, belum terasa hingga memasuki awal dekade tahun 2000an. Baru sesudah terjadi bencana-bencana besar secara beruntun selama hampir dua dekade terakhir, yaitu tsunami, gempa bumi, dan gunung meletus di beberapa wilayah Indonesia, upaya-upaya mitigasi bencana mulai digalakkan. Beberapa bencana yang lebih kecil skalanya namun lebih sering frekuensi kejadiannya, yaitu kebakaran dan banjir yang merusak cagar budaya, menambah kekhawatiran bahwa kekayaan cagar budaya akan semakin hilang. Pengalaman-bengalaman traumatis tersebut sebagian besar mengakibatkan kerusakan yang langsung terlihat dengan jelas. Namun sumber permasalahan lain yang tampaknya harus dijadikan prioritas justru belum disiapkan, yaitu kesadaran untuk mengatasinya melalui mitigasi agar resiko bencana dapat dikurangi dan dampak bencana dapat diminimalisasi. Tanpa melakukan upaya yang sungguh-sungguh untuk melakukan tindakan pencegahan ini bangsa Indonesia akan terancam kehilangan warisan budayanya yang sangat berharga, baik bagi generasi saat ini maupun mendatang.
{"title":"MENGELOLA CAGAR BUDAYA DI WILAYAH RAWAN BENCANA APAKAH INDONESIA SUDAH SIAP?","authors":"Supratikno Rahardjo","doi":"10.24164/prosiding.v4i1.26","DOIUrl":"https://doi.org/10.24164/prosiding.v4i1.26","url":null,"abstract":"Bencana-bencana besar sejak lama terjadi di wilayah Indonesia. Korban-korban nyawa, harta dan kekayaan budaya juga telah dirasakan. Namun kesadaran untuk mengantisipasi dampak bencana, khususnya terhadap cagar budaya, belum terasa hingga memasuki awal dekade tahun 2000an. Baru sesudah terjadi bencana-bencana besar secara beruntun selama hampir dua dekade terakhir, yaitu tsunami, gempa bumi, dan gunung meletus di beberapa wilayah Indonesia, upaya-upaya mitigasi bencana mulai digalakkan. Beberapa bencana yang lebih kecil skalanya namun lebih sering frekuensi kejadiannya, yaitu kebakaran dan banjir yang merusak cagar budaya, menambah kekhawatiran bahwa kekayaan cagar budaya akan semakin hilang. Pengalaman-bengalaman traumatis tersebut sebagian besar mengakibatkan kerusakan yang langsung terlihat dengan jelas. Namun sumber permasalahan lain yang tampaknya harus dijadikan prioritas justru belum disiapkan, yaitu kesadaran untuk mengatasinya melalui mitigasi agar resiko bencana dapat dikurangi dan dampak bencana dapat diminimalisasi. Tanpa melakukan upaya yang sungguh-sungguh untuk melakukan tindakan pencegahan ini bangsa Indonesia akan terancam kehilangan warisan budayanya yang sangat berharga, baik bagi generasi saat ini maupun mendatang.","PeriodicalId":413787,"journal":{"name":"Prosiding Balai Arkeologi Jawa Barat","volume":"2 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-10-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"129663009","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2021-10-30DOI: 10.24164/prosiding.v4i1.5
Ilham Nur Utomo
Artikel ini membahas bencana banjir yang menerjang Pemalang beserta dampak yang ditimbulkan pada masa kolonial. Pemalang merupakan daerah dengan tata kota yang tidak sekompleks daerah besar lainnya, seperti Semarang atau Batavia. Namun pada tahun 1900an pembangunan infrastruktur terus dikerjakan, salah satunya sektor irigasi. Pembangunan nyatanya tidak menyelesaikan masalah banjir yang terus terjadi pada periode akhir pemerintahan kolonial pada abad ke-20. Atas dasar tersebut, terdapat dua pokok permasalahan dalam artikel ini. Pertama, menganalisis peristiwa terjadinya banjir di Pemalang. Kedua, mengkaji kompleksitas dampak yang ditimbulkan oleh bencana banjir di Pemalang. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarah, yaitu heuristik, kritik sumber, interpretasi, dan historiografi. Artikel ini menunjukkan bahwa banjir yang melanda Pemalang melanda kawasan pesisir dan dataran tinggi yang terletak di sekitar aliran sungai. Berdasar narasi yang diwartakan surat kabar kolonial, banjir yang menerjang Pemalang menimbulkan dua dampak utama. Pertama, menggenangi jalur transportasi kereta api dan post-weg, yang menghambat aktivitas distribusi ekonomi. Kedua, merusak area persawahan, menghanyutkan ternak, dan merusak rumah di sekitar daerah terdampak. Berdasar kajian ini, setidaknya menunjukkan bahwa banjir adalah bencana lintas zaman yang menimbulkan dampak negatif di bidang sosial dan ekonomi, tidak terkecuali yang terjadi di Pemalang.
{"title":"BANJIR DI PEMALANG MASA KOLONIAL ABAD KE-20","authors":"Ilham Nur Utomo","doi":"10.24164/prosiding.v4i1.5","DOIUrl":"https://doi.org/10.24164/prosiding.v4i1.5","url":null,"abstract":"Artikel ini membahas bencana banjir yang menerjang Pemalang beserta dampak yang ditimbulkan pada masa kolonial. Pemalang merupakan daerah dengan tata kota yang tidak sekompleks daerah besar lainnya, seperti Semarang atau Batavia. Namun pada tahun 1900an pembangunan infrastruktur terus dikerjakan, salah satunya sektor irigasi. Pembangunan nyatanya tidak menyelesaikan masalah banjir yang terus terjadi pada periode akhir pemerintahan kolonial pada abad ke-20. Atas dasar tersebut, terdapat dua pokok permasalahan dalam artikel ini. Pertama, menganalisis peristiwa terjadinya banjir di Pemalang. Kedua, mengkaji kompleksitas dampak yang ditimbulkan oleh bencana banjir di Pemalang. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarah, yaitu heuristik, kritik sumber, interpretasi, dan historiografi. Artikel ini menunjukkan bahwa banjir yang melanda Pemalang melanda kawasan pesisir dan dataran tinggi yang terletak di sekitar aliran sungai. Berdasar narasi yang diwartakan surat kabar kolonial, banjir yang menerjang Pemalang menimbulkan dua dampak utama. Pertama, menggenangi jalur transportasi kereta api dan post-weg, yang menghambat aktivitas distribusi ekonomi. Kedua, merusak area persawahan, menghanyutkan ternak, dan merusak rumah di sekitar daerah terdampak. Berdasar kajian ini, setidaknya menunjukkan bahwa banjir adalah bencana lintas zaman yang menimbulkan dampak negatif di bidang sosial dan ekonomi, tidak terkecuali yang terjadi di Pemalang.","PeriodicalId":413787,"journal":{"name":"Prosiding Balai Arkeologi Jawa Barat","volume":"6 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-10-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"124516078","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}