The ASEAN Economic Community (MEA) is a form of ASEAN economic integration, including the free trade of goods and services in health sector, which one of them is health services facilities. The study aimed to determine the readiness of health service facilities in Indonesia in dealing with free trade in health goods and services within the framework of the ASEAN Economic Community (MEA). This was qualitative study with descriptive analysis. The data used was secondary data from the Ministry of Health, health professionals, health-related associations, research reports and other data sources. The steps of the study were data searches, in-depth interviews and Focus Group Discussion with related parties. The facilities were specialist hospitals, specialistic clinics (medical specialist, dentistry specialist, medical and ambulatory evacuation clinics, specialist nursing clinics), acupuncture service facilities and primary clinics. Readiness was justifi ed by the availability of the health services facilities and supported regulation. The results of the study indicated that health service facilities in Indonesia are quite ready to face the free trade in health-related goods and services, except residential health facility. This study recommended the preparation of related regulation, fulfi llment of health service equipments, providing data of spscialistic clinic, collaboration with Capital investment coordination board (BKPM), promortion and advocacy of foreign investment, acreditation for all health services fasilites, and monitoring and evaluation for health services. Abstrak Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) merupakan sebuah bentuk integrasi ekonomi ASEAN, termasuk dalam halperdagangan bebas barang jasa di bidang kesehatan, dan salah satunya adalah fasilitas pelayanan kesehatan. Kajian bertujuan untuk mengetahui kesiapan fasilitas pelayanan kesehatan di Indonesia dalam menghadapi perdagangan bebas barang dan jasa kesehatan dalam kerangka Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Kajian ini adalah kajian kualitatif dengan analisis deskriptif. Data yang dikumpulkan adalah data sekunder yang bersumber dari Kementerian Kesehatan, profesi, asosiasi yang berkaitan, hasil penelitian maupun sumber data lainnya. Langkah kegiatan adalah melakukan penelusuran data, wawancara mendalam dan focus group discussion (FGD) dengan pihak yang berkaitan. Fasilitas pelayanan kesehatan meliputi rumah sakit spesialistik, klinik utama (kedokteran spesialis, kedokteran gigi spesialis, klinik evakuasi medik dan ambulatory, klinik keperawatan spesialis), fasilitas pelayanan akupunktur dan klinik pratama. Kesiapan dilihat dari ketersediaan fasyankes dan peraturan yang mendukung. Hasil kajian menunjukkan bahwa fasilitas pelayanan kesehatan Indonesia cukup siap dalam menghadapi perdagangan bebas barang dan jasa kesehatan, kecuali fasilitas kesehatan jasa pemukiman. Saran yang diberikan adalah penyiapan regulasi terkait, pemenuhan sarana danprasarana, pendataan klinik utama, kerja sama de
{"title":"Kesiapan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Indonesia Dalam Perdagangan Bebas Masyarakat Ekonomi ASEAN","authors":"M. Wahidin, Syarifah Nuraini, Ady Iswadhy Thomas","doi":"10.22435/hsr.v22i2.965","DOIUrl":"https://doi.org/10.22435/hsr.v22i2.965","url":null,"abstract":"The ASEAN Economic Community (MEA) is a form of ASEAN economic integration, including the free trade of goods and services in health sector, which one of them is health services facilities. The study aimed to determine the readiness of health service facilities in Indonesia in dealing with free trade in health goods and services within the framework of the ASEAN Economic Community (MEA). This was qualitative study with descriptive analysis. The data used was secondary data from the Ministry of Health, health professionals, health-related associations, research reports and other data sources. The steps of the study were data searches, in-depth interviews and Focus Group Discussion with related parties. The facilities were specialist hospitals, specialistic clinics (medical specialist, dentistry specialist, medical and ambulatory evacuation clinics, specialist nursing clinics), acupuncture service facilities and primary clinics. Readiness was justifi ed by the availability of the health services facilities and supported regulation. The results of the study indicated that health service facilities in Indonesia are quite ready to face the free trade in health-related goods and services, except residential health facility. This study recommended the preparation of related regulation, fulfi llment of health service equipments, providing data of spscialistic clinic, collaboration with Capital investment coordination board (BKPM), promortion and advocacy of foreign investment, acreditation for all health services fasilites, and monitoring and evaluation for health services. \u0000Abstrak \u0000Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) merupakan sebuah bentuk integrasi ekonomi ASEAN, termasuk dalam halperdagangan bebas barang jasa di bidang kesehatan, dan salah satunya adalah fasilitas pelayanan kesehatan. Kajian bertujuan untuk mengetahui kesiapan fasilitas pelayanan kesehatan di Indonesia dalam menghadapi perdagangan bebas barang dan jasa kesehatan dalam kerangka Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Kajian ini adalah kajian kualitatif dengan analisis deskriptif. Data yang dikumpulkan adalah data sekunder yang bersumber dari Kementerian Kesehatan, profesi, asosiasi yang berkaitan, hasil penelitian maupun sumber data lainnya. Langkah kegiatan adalah melakukan penelusuran data, wawancara mendalam dan focus group discussion (FGD) dengan pihak yang berkaitan. Fasilitas pelayanan kesehatan meliputi rumah sakit spesialistik, klinik utama (kedokteran spesialis, kedokteran gigi spesialis, klinik evakuasi medik dan ambulatory, klinik keperawatan spesialis), fasilitas pelayanan akupunktur dan klinik pratama. Kesiapan dilihat dari ketersediaan fasyankes dan peraturan yang mendukung. Hasil kajian menunjukkan bahwa fasilitas pelayanan kesehatan Indonesia cukup siap dalam menghadapi perdagangan bebas barang dan jasa kesehatan, kecuali fasilitas kesehatan jasa pemukiman. Saran yang diberikan adalah penyiapan regulasi terkait, pemenuhan sarana danprasarana, pendataan klinik utama, kerja sama de","PeriodicalId":42108,"journal":{"name":"Buletin Penelitian Sistem Kesehatan","volume":null,"pages":null},"PeriodicalIF":0.1,"publicationDate":"2019-08-06","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"42664281","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
PRB is a health service provided to people with chronic diseases. The implementation of PRB has been runningsince 2014, but until now it is still not optimal, one of which is the procurement and availability of medicines. The aim of the study was to study drug management for PRB patients. The research was conducted in Surabaya 2018. This is descriptive research with cross-sectional design. Data collection by in-depth interviews with pharmacy department managers in two FKTP units and pharmacies in Surabaya. Data were analyzed descriptively. The results of the study show that FKTP doesn’t buy medicine with e-purchasing, because the drug is given by the pharmacy according to the BPJS mapping list. The pharmacy has many obstacles to ordering drugs with e-purchase, so the order is done conventionally. The pharmacy orders drugs in several ways using the Order Letter, calling PBF and ordering via the WhatsApp (WA) application. The Guidelines for Procurement of Medicines with E-Purchasing Procedures Based on E-Catalogs already exist, but socialization must continue to be carried out, especially at the level of Puskesmas and pharmacies. Periodic evaluations must be carried out so that problems and defi ciencies that occur in the fi eld can be immediately resolved.Cooperation and good intentions are needed between various parties so that all involved can benefi t from this program, especially PRB patients. Abstrak Program Rujuk Balik (PRB) adalah pelayanan kesehatan yang diberikan kepada penderita penyakit kronis. PRBsudah berjalan sejak tahun 2014, namun masih belum optimal, salah satunya perihal pengelolaan obat. Tujuan penelitian adalah mengkaji pengelolaan obat untuk pasien PRB. Penelitian dilakukan di Surabaya tahun 2018. Jenis penelitian adalah deskriptif dengan desain potong lintang. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam kepada pengelola bagian farmasi di 2 unit Puskesmas dan 2 Apotek di Surabaya. Data dianalisis secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Puskesmas tidak melakukan pengadaan obat secara e-purchasing, karena obat diberikan oleh apotek sesuai daftar mapping BPJS. Apotek mempunyai banyak kendala dalam melakukan pemesanan obat dengan e-purchase, sehingga pemesanan dilakukan secara konvensional. Apotek melakukan pemesanan obat dengan beberapa cara yaitu menggunakan Surat Pemesanan (SP), menelpon PBF (Perusahaan Besar Farmasi) dan melalui aplikasi WhatsApp (WA).Petunjuk pelaksanaan pengadaan obat dengan prosedur E-Purchasing, berdasarkan E-Catalogue, sudah ada namun sosialisasi harus terus dilakukan terutama di tingkat Puskesmas dan apotek. Evaluasi berkala harus dilakukan agar permasalahan dan kekurangan yang terjadi di lapangan dapat segera diselesaikan. Perlunya kerja sama dan komitmen antar berbagai pihak sehingga semua yang terlibat dapat merasakan manfaat akan program ini, terutama pasien PRB.
PRB是为慢性病患者提供的一项保健服务。自2014年以来,PRB一直在实施,但到目前为止,它仍然不是最佳的,其中之一是药品的采购和可获得性。本研究旨在探讨PRB患者的药物管理。该研究于2018年在泗水进行。这是采用横断面设计的描述性研究。通过对两个FKTP单位的药房部门经理和泗水的药店进行深入访谈收集数据。对数据进行描述性分析。研究结果表明,FKTP没有通过电子采购购买药品,因为药品是由药房根据BPJS的映射清单给药的。药房在网上订购药品有很多障碍,所以还是按传统方式下单。药房通过使用订购信、呼叫PBF和通过WhatsApp应用程序订购几种方式订购药品。《基于电子目录的电子采购程序的药品采购指南》已经存在,但必须继续进行社会化,特别是在Puskesmas和药房一级。必须进行定期评价,以便能够立即解决实地出现的问题和不足。需要各方的合作和良好的意愿,使各方都能从这个项目中受益,特别是PRB患者。摘要程序Rujuk Balik (PRB) adalah pelayanan kesehatan yang diberikan kepada penderita penyakit kronis。[2014] [font =宋体][font =宋体][font =宋体]。图隽penelitian adalah mengkaji penelolaan obat untuk pasen PRB。Penelitian dilakukan di Surabaya tahun 2018。詹尼斯·潘尼利特·阿达拉斯·邓加德·波东·林唐。彭普兰数据dilakukan dengan wawancara mendalam kepada pengelola bagian farmasi di 2单位Puskesmas和2 Apotek di泗水。数据分析脚本。Hasil penelitian menunjukkan bahwa Puskesmas tidak melakukan pengadaan obat secara电子采购,karena obat diberikan oleh apotek sesuai数据映射BPJS。aptek mempunyai banyak kendala dalam melakukan pemesanan obat dengan电子采购,sehinga pemesanan dilakukan secara。Apotek melakukan pemesanan obat dengan beberapan beberapan beberapan menggunakan Surat pemesanan (SP), menelpon PBF (Perusahaan Besar Farmasi)和melalui应用WhatsApp (WA)。Petunjuk pelaksanaan pengadaan obdenan检察机关电子采购,berdasarkan电子目录,sudah ada namun社会化采购,harus us dilakukan terutama di tingkat Puskesmas和apotek。评价小檗碱对小檗碱的影响,小檗碱对小檗碱的影响。Perlunya kerja sama dan komitmen antar berbagai pihak sehinga semua yang terliat merasakan manfaat akan program ini, terutama pasen PRB。
{"title":"Pengelolaan Obat Dengan E-Purchasing Untuk Pasien Program Rujuk Balik Di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama","authors":"Herti Maryani, Lusi Kristiana, Pramita Andarwati, Astridya Paramita, Ira Ummu Aimanah","doi":"10.22435/hsr.v22i2.1398","DOIUrl":"https://doi.org/10.22435/hsr.v22i2.1398","url":null,"abstract":" \u0000PRB is a health service provided to people with chronic diseases. The implementation of PRB has been runningsince 2014, but until now it is still not optimal, one of which is the procurement and availability of medicines. The aim of the study was to study drug management for PRB patients. The research was conducted in Surabaya 2018. This is descriptive research with cross-sectional design. Data collection by in-depth interviews with pharmacy department managers in two FKTP units and pharmacies in Surabaya. Data were analyzed descriptively. The results of the study show that FKTP doesn’t buy medicine with e-purchasing, because the drug is given by the pharmacy according to the BPJS mapping list. The pharmacy has many obstacles to ordering drugs with e-purchase, so the order is done conventionally. The pharmacy orders drugs in several ways using the Order Letter, calling PBF and ordering via the WhatsApp (WA) application. The Guidelines for Procurement of Medicines with E-Purchasing Procedures Based on E-Catalogs already exist, but socialization must continue to be carried out, especially at the level of Puskesmas and pharmacies. Periodic evaluations must be carried out so that problems and defi ciencies that occur in the fi eld can be immediately resolved.Cooperation and good intentions are needed between various parties so that all involved can benefi t from this program, especially PRB patients. \u0000Abstrak \u0000Program Rujuk Balik (PRB) adalah pelayanan kesehatan yang diberikan kepada penderita penyakit kronis. PRBsudah berjalan sejak tahun 2014, namun masih belum optimal, salah satunya perihal pengelolaan obat. Tujuan penelitian adalah mengkaji pengelolaan obat untuk pasien PRB. Penelitian dilakukan di Surabaya tahun 2018. Jenis penelitian adalah deskriptif dengan desain potong lintang. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam kepada pengelola bagian farmasi di 2 unit Puskesmas dan 2 Apotek di Surabaya. Data dianalisis secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Puskesmas tidak melakukan pengadaan obat secara e-purchasing, karena obat diberikan oleh apotek sesuai daftar mapping BPJS. Apotek mempunyai banyak kendala dalam melakukan pemesanan obat dengan e-purchase, sehingga pemesanan dilakukan secara konvensional. Apotek melakukan pemesanan obat dengan beberapa cara yaitu menggunakan Surat Pemesanan (SP), menelpon PBF (Perusahaan Besar Farmasi) dan melalui aplikasi WhatsApp (WA).Petunjuk pelaksanaan pengadaan obat dengan prosedur E-Purchasing, berdasarkan E-Catalogue, sudah ada namun sosialisasi harus terus dilakukan terutama di tingkat Puskesmas dan apotek. Evaluasi berkala harus dilakukan agar permasalahan dan kekurangan yang terjadi di lapangan dapat segera diselesaikan. Perlunya kerja sama dan komitmen antar berbagai pihak sehingga semua yang terlibat dapat merasakan manfaat akan program ini, terutama pasien PRB.","PeriodicalId":42108,"journal":{"name":"Buletin Penelitian Sistem Kesehatan","volume":null,"pages":null},"PeriodicalIF":0.1,"publicationDate":"2019-08-06","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"45637754","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Introduction: The ODF (open defecation free) village to realize a healthy environment in preventing diarrheal diseases.This study aims to. Local government support is very important to accelerate the increase in the number of ODF village coverage. The purpose of this study is to find out the efforts of the regional government to realize the ODF village. This type of research is descriptive, using secondary data obtained and interviews. Research sites in Muaro Jambi, Sumedang and West Lombok Regencies, 2016. ODF villages have progressed along with increasing government support and community participation in encouraging stop open defecation free (SODF). The coverage of SODF people in 2016 in Muaro Jambi Regency was 78.07%, in Sumedang Regency 79.53%, and in West Lombok Regency 85.16%. Innovations to accelerate the realization of ODF villages include regulations, giving prizes, cooperating with NGOs and local entrepreneurs to make sanitation shops and sanitation savings and credit cooperatives, and providing punishment for people who break the agreement to stop defecating. The support of the local government by making innovative activities has accelerated the increase in the coverage of ODF villages in each district. Local government support and community participation are very important to realize the ODF village. ABSTRAK Program desa ODF (open defication free) untuk mewujudkan lingkungan sehat dalam mencegah penyakit diare. Dukungan pemerintah daerah sangat penting untuk percepatan peningkatan jumlah cakupan desa ODF. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui upaya pemerintah daerah untuk menwujudkan desa ODF. Jenis penelitian diskriptif, menggunakan data sekunder diperoleh dan wawancara. Lokasi penelitian di Kabupaten Muaro Jambi, Sumedang dan Lombok Barat, tahun 2016. Terdapat kemajuan desa ODF seiring dengan meningkatnya dukungan pemerintah dan peran serta masyarakat menggalakkan stop buang air besar sembarangan (SBS). Cakupan masyarakat SBS tahun 2016 di Kabupaten Muaro Jambi 78,07%, di Kabupaten Sumedang 79,53%, dan di Kabupaten Lombok Barat 85,16%. Inovasi untuk percepatan mewujudkan desa ODF diantaranya menerbitkan regulasi, pemberian hadiah, kerja sama dengan LSM dan pengusaha lokal membuat toko sanitasi dan koperasi simpan pinjam sanitasi, dan memberikan sangsi bagi masyarakat yang melanggar kesepakatan stop buang air besar. Adanya dukungan pemerintah daerah dengan membuat kegiatan inovatif , telah mempercepat peningkatan cakupan desa ODF disetiap kabupaten. Dukungan pemerintah daerah dan peran serta masyarakat sangat penting untuk mewujudkan desa ODF.
{"title":"Mewujudkan Desa ODF (Open Defecation Free) Melalui Kegiatan Inovatif Di Kabupaten Muaro Jambi, Sumedang dan Lombok Barat","authors":"Mugeni Sugiharto, N. Nurhayati","doi":"10.22435/HSR.V22I1.855","DOIUrl":"https://doi.org/10.22435/HSR.V22I1.855","url":null,"abstract":"Introduction: The ODF (open defecation free) village to realize a healthy environment in preventing diarrheal diseases.This study aims to. Local government support is very important to accelerate the increase in the number of ODF village coverage. The purpose of this study is to find out the efforts of the regional government to realize the ODF village. This type of research is descriptive, using secondary data obtained and interviews. Research sites in Muaro Jambi, Sumedang and West Lombok Regencies, 2016. ODF villages have progressed along with increasing government support and community participation in encouraging stop open defecation free (SODF). The coverage of SODF people in 2016 in Muaro Jambi Regency was 78.07%, in Sumedang Regency 79.53%, and in West Lombok Regency 85.16%. Innovations to accelerate the realization of ODF villages include regulations, giving prizes, cooperating with NGOs and local entrepreneurs to make sanitation shops and sanitation savings and credit cooperatives, and providing punishment for people who break the agreement to stop defecating. The support of the local government by making innovative activities has accelerated the increase in the coverage of ODF villages in each district. Local government support and community participation are very important to realize the ODF village. \u0000ABSTRAK \u0000Program desa ODF (open defication free) untuk mewujudkan lingkungan sehat dalam mencegah penyakit diare. Dukungan pemerintah daerah sangat penting untuk percepatan peningkatan jumlah cakupan desa ODF. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui upaya pemerintah daerah untuk menwujudkan desa ODF. Jenis penelitian diskriptif, menggunakan data sekunder diperoleh dan wawancara. Lokasi penelitian di Kabupaten Muaro Jambi, Sumedang dan Lombok Barat, tahun 2016. Terdapat kemajuan desa ODF seiring dengan meningkatnya dukungan pemerintah dan peran serta masyarakat menggalakkan stop buang air besar sembarangan (SBS). Cakupan masyarakat SBS tahun 2016 di Kabupaten Muaro Jambi 78,07%, di Kabupaten Sumedang 79,53%, dan di Kabupaten Lombok Barat 85,16%. Inovasi untuk percepatan mewujudkan desa ODF diantaranya menerbitkan regulasi, pemberian hadiah, kerja sama dengan LSM dan pengusaha lokal membuat toko sanitasi dan koperasi simpan pinjam sanitasi, dan memberikan sangsi bagi masyarakat yang melanggar kesepakatan stop buang air besar. Adanya dukungan pemerintah daerah dengan membuat kegiatan inovatif , telah mempercepat peningkatan cakupan desa ODF disetiap kabupaten. Dukungan pemerintah daerah dan peran serta masyarakat sangat penting untuk mewujudkan desa ODF.","PeriodicalId":42108,"journal":{"name":"Buletin Penelitian Sistem Kesehatan","volume":null,"pages":null},"PeriodicalIF":0.1,"publicationDate":"2019-05-17","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"45173317","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Kasus DBD di Indonesia terus berfluktuasi dan semakin meningkat angka kesakitan dan sebaran wilayah yang terjangkit. Kabupaten Merangin merupakan kabupaten dengan Case Fatality Rate (CFR) tertinggi di Provinsi Jambi untuk tahun 2015, selain itu belum efektifnya upaya pemberantasan yang dilakukan. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif, untuk mengidentifikasi aspek implementasi upaya pemberantasan dan menentukan strategi pemberantasan DBD di Kabupaten Merangin. Lokasi penelitian di Kabupaten Merangin Provinsi Jambi, pemilihan kecamatan dan kelurahan dilakukan secara purposiv sampling, dengan kriteria Case Fatality Rate (CFR) meningkat signifikan dengan 14 kasus di tahun 2014 menjadi 84 kasus di tahun 2015 dan 1 orang meninggal, yaitu di wilayah kerja puskesmas Kandis. Pemilihan desa dalam hal ini diwakili oleh Rukun Tetangga (RT) dipilih yaitu yang terdekat dengan puskesmas. Skema pengkajian berdasarkan skema implementasi kebijakan pemerintah dalam pemberantasan DBD dengan identifikasi faktor berdasarkan analisis USG (Urgensi, Serious, Growth). Strategi upaya pemberantasan berdasarkan analisis SWOT (Strenght, Weaknesses, Opportunities, Threats). Penentuan alternatif strategi dipilih berdasarkan teori tapisan Mc. Namara, dengan 5 kriteria yaitu efektifitas, kemudahan, manfaat, waktu dan biaya. Hasil penelitian menunjukkan ketidaktepatan pelaksanaan upaya pemberantasan DBD di Kabupaten Merangin yaitu belum terintegrasinya kegiatan pemberantasan DBD dengan sektor terkait, masyarakat dan sektor swasta dalam terutama pada gerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) secara rutin dan mandiri. Strategi utama yang dapat dilakukan oleh pemerintah adalah mendapatkan dukungan kebijakan pemerintah terkait upaya pemberantasan DBD dengan melibatkan semua sektor terkait, masyarakat dan sektor swasta di dalam mengkampanyekan gerakan pemberantasan DBD melalui gerakan PSN secara rutin baik di lingkungan rumah maupun di intansi/institusi.
{"title":"STRATEGI PEMERINTAH DALAM PEMBERANTASAN DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD) DI KABUPATEN MERANGIN","authors":"N. Susianti","doi":"10.22435/HSR.V22I1.1799","DOIUrl":"https://doi.org/10.22435/HSR.V22I1.1799","url":null,"abstract":"Kasus DBD di Indonesia terus berfluktuasi dan semakin meningkat angka kesakitan dan sebaran wilayah yang terjangkit. Kabupaten Merangin merupakan kabupaten dengan Case Fatality Rate (CFR) tertinggi di Provinsi Jambi untuk tahun 2015, selain itu belum efektifnya upaya pemberantasan yang dilakukan. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif, untuk mengidentifikasi aspek implementasi upaya pemberantasan dan menentukan strategi pemberantasan DBD di Kabupaten Merangin. Lokasi penelitian di Kabupaten Merangin Provinsi Jambi, pemilihan kecamatan dan kelurahan dilakukan secara purposiv sampling, dengan kriteria Case Fatality Rate (CFR) meningkat signifikan dengan 14 kasus di tahun 2014 menjadi 84 kasus di tahun 2015 dan 1 orang meninggal, yaitu di wilayah kerja puskesmas Kandis. Pemilihan desa dalam hal ini diwakili oleh Rukun Tetangga (RT) dipilih yaitu yang terdekat dengan puskesmas. Skema pengkajian berdasarkan skema implementasi kebijakan pemerintah dalam pemberantasan DBD dengan identifikasi faktor berdasarkan analisis USG (Urgensi, Serious, Growth). Strategi upaya pemberantasan berdasarkan analisis SWOT (Strenght, Weaknesses, Opportunities, Threats). Penentuan alternatif strategi dipilih berdasarkan teori tapisan Mc. Namara, dengan 5 kriteria yaitu efektifitas, kemudahan, manfaat, waktu dan biaya. Hasil penelitian menunjukkan ketidaktepatan pelaksanaan upaya pemberantasan DBD di Kabupaten Merangin yaitu belum terintegrasinya kegiatan pemberantasan DBD dengan sektor terkait, masyarakat dan sektor swasta dalam terutama pada gerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) secara rutin dan mandiri. Strategi utama yang dapat dilakukan oleh pemerintah adalah mendapatkan dukungan kebijakan pemerintah terkait upaya pemberantasan DBD dengan melibatkan semua sektor terkait, masyarakat dan sektor swasta di dalam mengkampanyekan gerakan pemberantasan DBD melalui gerakan PSN secara rutin baik di lingkungan rumah maupun di intansi/institusi.","PeriodicalId":42108,"journal":{"name":"Buletin Penelitian Sistem Kesehatan","volume":null,"pages":null},"PeriodicalIF":0.1,"publicationDate":"2019-05-17","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"48205907","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan mengalami defisit anggaran sekitar Rp. 5.7 triliun pada tahun 2015, pada tahun 2016 mencapai Rp. 9,7 triliun dan pada akhir tahun 2017 defisit anggaran juga mencapai Rp. 9 triliun. Pemerintah berupaya untuk meminimalkan defisit anggaran yang terjadi pada BPJS dengan meningkatkan besaran iuran bulanan untuk peserta mandiri kelas satu dan dua. Selain itu, sistem pembayaran juga mengalami perubahan yaitu bersifat kolektif untuk seluruh anggota keluarga. Tujuan penelitian adalah untuk melakukan analisis hubungan sistem pembayaran iuran satu keluarga (kolektif) terhadap perpindahan kelas kepesertaan dan kepatuhan peserta dalam membayaran iuran bulanan. Metode penelitian ini menggunakan rancangan cross sectional, dengan sampel penelitian adalah peserta BPJS mandiri di Kabupaten Malang yang terpilih secara acak. Analisis data dilakukan dengan uji chi square. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden adalah perempuan (67%), dengan pekerjaan terbanyak sebagai ibu rumah tangga (40%). Rentang umur terbanyak 35-44 tahun (27%) dengan pendidikan terakhir tamat SMA (41%). Pendapatan berada pada tingkat sedang dan pengeluaran rendah. Penerapan sistem pembayaran iuran kolektif berhubungan dengan terjadinya perpindahan kelas kepesertaan (p=0,032) dan kepatuhan pembayaran iuran (p=0,007). Upaya edukasi dan sosialisasi kepada peserta BPJS mandiri perlu terus dilaksanakan untuk meningkatkan kesadaran peserta dalam kepatuhan membayar iuran. Memberdayakan kelompok-kelompok kegiatan masyarakat dalam rangka memampukan peserta BPJS mandiri memenuhi iuran bulanan.
{"title":"HUBUNGAN SISTEM PEMBAYARAN SATU KELUARGA (KOLEKTIF) TERHADAP PERPINDAHAN KELAS KEPESERTAAN DAN KEPATUHAN PEMBAYARAN IURAN BPJS DI KABUPATEN MALANG","authors":"Zulfa Auliyati Agustina, Nailul Izza","doi":"10.22435/HSR.V22I1.157","DOIUrl":"https://doi.org/10.22435/HSR.V22I1.157","url":null,"abstract":"Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan mengalami defisit anggaran sekitar Rp. 5.7 triliun pada tahun 2015, pada tahun 2016 mencapai Rp. 9,7 triliun dan pada akhir tahun 2017 defisit anggaran juga mencapai Rp. 9 triliun. Pemerintah berupaya untuk meminimalkan defisit anggaran yang terjadi pada BPJS dengan meningkatkan besaran iuran bulanan untuk peserta mandiri kelas satu dan dua. Selain itu, sistem pembayaran juga mengalami perubahan yaitu bersifat kolektif untuk seluruh anggota keluarga. Tujuan penelitian adalah untuk melakukan analisis hubungan sistem pembayaran iuran satu keluarga (kolektif) terhadap perpindahan kelas kepesertaan dan kepatuhan peserta dalam membayaran iuran bulanan. Metode penelitian ini menggunakan rancangan cross sectional, dengan sampel penelitian adalah peserta BPJS mandiri di Kabupaten Malang yang terpilih secara acak. Analisis data dilakukan dengan uji chi square. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden adalah perempuan (67%), dengan pekerjaan terbanyak sebagai ibu rumah tangga (40%). Rentang umur terbanyak 35-44 tahun (27%) dengan pendidikan terakhir tamat SMA (41%). Pendapatan berada pada tingkat sedang dan pengeluaran rendah. Penerapan sistem pembayaran iuran kolektif berhubungan dengan terjadinya perpindahan kelas kepesertaan (p=0,032) dan kepatuhan pembayaran iuran (p=0,007). Upaya edukasi dan sosialisasi kepada peserta BPJS mandiri perlu terus dilaksanakan untuk meningkatkan kesadaran peserta dalam kepatuhan membayar iuran. Memberdayakan kelompok-kelompok kegiatan masyarakat dalam rangka memampukan peserta BPJS mandiri memenuhi iuran bulanan.","PeriodicalId":42108,"journal":{"name":"Buletin Penelitian Sistem Kesehatan","volume":null,"pages":null},"PeriodicalIF":0.1,"publicationDate":"2019-05-17","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"43748487","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Latar Belakang: Penyakit TB merupakan masalah kesehatan masarakat di seluruh dunia dan menjadi penyebab kematian ketiga terbesar setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan, dan merupakan nomor satu terbesar dalam kelompok penyakit infeksi. Penerapan discharge planning terstruktur melalui 5 (lima) tahap langkah kegiatan dapat meningkatkan pengetahuan, kesadaran dan perilaku perawatan diri (self care) penderita TB paru selama menjalani pengobatan TB yang biasanya berlangsung sampai 6 bulan. Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan pengaruh penerapan model discharge planning terstruktur dan home care dalam meningkatkan self care penderita tuberkulosis paru di Rumah Sakit Umum Daerah Bima. Metode: Menggunakan randomized control group pretest posttest design, penelitan ini melibatkan dua kelompok subjek yaitu kelompok perlakuan dan kelompok kontrol yang dilakukan randomisasi. Populasi dalam penelitan ini adalah semua penderita TB paru yang menjalani rawat inap di RSUD Bima selama tahun 2017 yang tersebar di dua ruangan yaitu ruangan penyakit dalam dan ruangan perawatan isolasi. Pengambilan sampel menggunakan tehnik non probability sampling yaitu purposive sampling. Analisis data menggunakan statistik non parametris Wilcoxon sign rank test dan Mann-Whitney test, hipotesis alternatif diterima bila nilai p ≤ 0,05. Hasil: Self care demand dan self care agency penderita TB paru mengalami peningkatan, uji Wilcoxon Signed Rank Test dan uji Mann-Whitney Test menunjukan nilai p<0,05, yang berarti ada pengaruh penerapan model discharge planning terstruktur dan home care dalam meningkatkan self care penderita tuberkulosis. Kesimpulan: ada pengaruh penerapan model discharge planning terstruktur dan home care terhadap self care demand penderita TB paru di Rumah Sakit Umum Daerah Bima.
背景:结核病是一个巨大的全球健康问题,是仅次于心血管疾病和呼吸道疾病的第三大死因,也是感染群体中的头号死因。出院计划由五(5)个步骤组成,这些步骤可以在结核病治疗期间提高对肺结核的认识、意识和自我护理,通常持续6个月。目的:本研究旨在证明毕马综合医院实施结构化出院计划模式和家庭护理对提高肺结核患者自我护理的影响。方法:采用随机对照组前测后测设计,该打印涉及两组受试者,行为组和对照组。这项研究中的人群都是2017年在Bima RSUD住院的肺结核患者,他们在室内疾病和隔离护理室这两个房间里传播。使用非概率抽样技术的抽样是有目的的抽样。使用非参数统计学[UNK]Wilcoxon符号秩检验和Mann-Whitney检验的数据分析,当p值≤0.05时接受替代假设。结果:自我护理需求和自我护理机构的肺结核患者经历了增加,Wilcoxon Signed Rank检验和Mann-Whitney检验显示p<0.05,这意味着结构化出院计划模型和家庭护理在增加肺结核患者自我护理方面的应用受到了影响。结论:毕马综合医院实施结构化出院计划模式和家庭护理对肺结核患者的自我护理需求有影响。
{"title":"PENERAPAN MODEL DISCHARGE PLANNING TERSTRUKTUR DAN HOME CARE DALAM MENINGKATKAN SELF CARE PENDERITA TUBERKULOSIS PARU DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BIMA NUSA TENGGARA BARAT","authors":"Muhtar Muhtar, A. Haris, Aniharyati Aniharyati","doi":"10.22435/HSR.V22I1.69","DOIUrl":"https://doi.org/10.22435/HSR.V22I1.69","url":null,"abstract":"Latar Belakang: Penyakit TB merupakan masalah kesehatan masarakat di seluruh dunia dan menjadi penyebab kematian ketiga terbesar setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan, dan merupakan nomor satu terbesar dalam kelompok penyakit infeksi. Penerapan discharge planning terstruktur melalui 5 (lima) tahap langkah kegiatan dapat meningkatkan pengetahuan, kesadaran dan perilaku perawatan diri (self care) penderita TB paru selama menjalani pengobatan TB yang biasanya berlangsung sampai 6 bulan. \u0000Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan pengaruh penerapan model discharge planning terstruktur dan home care dalam meningkatkan self care penderita tuberkulosis paru di Rumah Sakit Umum Daerah Bima. \u0000Metode: Menggunakan randomized control group pretest posttest design, penelitan ini melibatkan dua kelompok subjek yaitu kelompok perlakuan dan kelompok kontrol yang dilakukan randomisasi. Populasi dalam penelitan ini adalah semua penderita TB paru yang menjalani rawat inap di RSUD Bima selama tahun 2017 yang tersebar di dua ruangan yaitu ruangan penyakit dalam dan ruangan perawatan isolasi. Pengambilan sampel menggunakan tehnik non probability sampling yaitu purposive sampling. Analisis data menggunakan statistik non parametris Wilcoxon sign rank test dan Mann-Whitney test, hipotesis alternatif diterima bila nilai p ≤ 0,05. \u0000Hasil: Self care demand dan self care agency penderita TB paru mengalami peningkatan, uji Wilcoxon Signed Rank Test dan uji Mann-Whitney Test menunjukan nilai p<0,05, yang berarti ada pengaruh penerapan model discharge planning terstruktur dan home care dalam meningkatkan self care penderita tuberkulosis. \u0000Kesimpulan: ada pengaruh penerapan model discharge planning terstruktur dan home care terhadap self care demand penderita TB paru di Rumah Sakit Umum Daerah Bima.","PeriodicalId":42108,"journal":{"name":"Buletin Penelitian Sistem Kesehatan","volume":null,"pages":null},"PeriodicalIF":0.1,"publicationDate":"2019-05-17","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"46809563","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Latar belakang: Kota Bandung merupakan wilayah endemik Demam Berdarah Dengue (DBD) tertinggi di Jawa Barat. Satu di antara faktor risiko peningkatan kasus DBD adalah infestasi Aedes aegypti di pemukiman penduduk. Infestasi Ae. aegypti tersebut dipengaruhi oleh tindakan masyarakat dalam melaksanakan 3M Plus di rumah tinggal. Penelitian yang membahas sumber informasi yang diperoleh masyarakat untuk meningkatkan pengetahuan DBD dan dampaknya terhadap tindakan PSN di Kota Bandung masih sangat terbatas. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan pengetahuan terhadap tindakan PSN Plus. Metode: Analisis ini merupakan lanjutan dari penelitian “penentuan faktor risiko sanitasi rumah tinggal pada kejadian demam berdarah dengue (DBD) di Kota Bandung”. Total data yang dianalisis adalah 783 responden. Tahapan analisisnya adalah pertama menentukan hubungan sumber informasi dengan tingkat pengetahuan responden mengenai DBD secara umum, kedua menentukan hubungan pengetahuan dengan tindakan PSN Plus, dan ketiga menentukan hubungan pengetahuan jenis kontainer dengan infestasi Ae. aegypti pradewasa. Hasil: Penelitian ini memberikan gambaran bahwa berbagai jenis sumber informasi mengenai DBD dapat meningkatkan pengetahuan responden di Kota Bandung. Pengetahuan mengenai PSN Plus dapat meningkatkan 1,4 kali kebiasaan responden untuk melakukan tindakan menguras dan menutup kontainer air. Namun, tindakan tersebut belum mampu membasmi infestasi Ae. aegypti pradewasa pada kontainer air di rumah tinggal. Kesimpulan: Pengetahuan responden di Kota Bandung berhubungan dengan tindakan PSN plus tetapi belum mampu membasmi infestasi Ae. aegypti di rumah tinggal.
{"title":"HUBUNGAN PENGETAHUAN DENGAN TINDAKAN DALAM PEMBERANTASAN SARANG NYAMUK (PSN) DI KOTA BANDUNG","authors":"Hubullah Fuadzy","doi":"10.22435/HSR.V22I1.73","DOIUrl":"https://doi.org/10.22435/HSR.V22I1.73","url":null,"abstract":"Latar belakang: Kota Bandung merupakan wilayah endemik Demam Berdarah Dengue (DBD) tertinggi di Jawa Barat. Satu di antara faktor risiko peningkatan kasus DBD adalah infestasi Aedes aegypti di pemukiman penduduk. Infestasi Ae. aegypti tersebut dipengaruhi oleh tindakan masyarakat dalam melaksanakan 3M Plus di rumah tinggal. Penelitian yang membahas sumber informasi yang diperoleh masyarakat untuk meningkatkan pengetahuan DBD dan dampaknya terhadap tindakan PSN di Kota Bandung masih sangat terbatas. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan pengetahuan terhadap tindakan PSN Plus. Metode: Analisis ini merupakan lanjutan dari penelitian “penentuan faktor risiko sanitasi rumah tinggal pada kejadian demam berdarah dengue (DBD) di Kota Bandung”. Total data yang dianalisis adalah 783 responden. Tahapan analisisnya adalah pertama menentukan hubungan sumber informasi dengan tingkat pengetahuan responden mengenai DBD secara umum, kedua menentukan hubungan pengetahuan dengan tindakan PSN Plus, dan ketiga menentukan hubungan pengetahuan jenis kontainer dengan infestasi Ae. aegypti pradewasa. Hasil: Penelitian ini memberikan gambaran bahwa berbagai jenis sumber informasi mengenai DBD dapat meningkatkan pengetahuan responden di Kota Bandung. Pengetahuan mengenai PSN Plus dapat meningkatkan 1,4 kali kebiasaan responden untuk melakukan tindakan menguras dan menutup kontainer air. Namun, tindakan tersebut belum mampu membasmi infestasi Ae. aegypti pradewasa pada kontainer air di rumah tinggal. Kesimpulan: Pengetahuan responden di Kota Bandung berhubungan dengan tindakan PSN plus tetapi belum mampu membasmi infestasi Ae. aegypti di rumah tinggal.","PeriodicalId":42108,"journal":{"name":"Buletin Penelitian Sistem Kesehatan","volume":null,"pages":null},"PeriodicalIF":0.1,"publicationDate":"2019-05-17","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"42640649","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Zainul Khaqiqi Nantabah, A. ZulfaAuliyati, A. Laksono
ABSTRAK Anak balita merupakan periode masa yang disebut golden age. Akses pelayanan kesehatan untuk kelompok ini menjadi perhatian karena kesinambungan hidup pada kelompok tersebut menjadi salah satu tolok ukur pembangunan kesehatan. Penelitian ini merupakan analisis lanjut data Riskesdas 2013, yang disajikan secara deskriptif kuantitatif. Analisis dilakukan pada variabel-variabel cakupan kunjungan balita ke pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan dimaksud adalah Rumah Sakit, Puskesmas/Pustu, Praktik Dokter/Klinik, dan Polindes/Praktik Bidan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa balita yang tinggal di perkotaan dan pada kelompok kaya dan sangat kaya memiliki akses yang lebih baik di Rumah Sakit dan praktik dokter/klinik pada akses rawat jalan dan rawat inap. Sementara mereka yang tinggal di perdesaan dan pada kelompok miskin memiliki akses yang lebih baik ke Puskesmas/Pustu dan Polindes/praktik bidan baik di rawat jalan maupun rawat inap. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa balita yang tinggal di perkotaan dan pada kelompok kaya memiliki akses yang lebih baik pada pelayanan kesehatan rujukan, sementara mereka yang tinggal di perdesaan dan pada kelompok miskin memiliki akses yang lebih baik di fasilitas pelayanan kesehatan dasar. Kata kunci: akses, pelayanan kesehatan, balita ABSTRACT Toddler is a period of time called golden age. Access to health services for this group is a concern because the continuity of life in the group is one of the benchmarks for health development. This research is an advance analysis of the Riskesdas 2013, which is presented in quantitative descriptive manner. Analysis was carried out on the variables of coverage of toddler visits to health services. The intended health services are hospitals, health center/Pustu, doctor/clinic, and Polindes/midwife, both on outpatient visits and inpatients. The results showed that toddlers who lived in urban areas and in the rich and very rich groups had better access in hospitals and doctor/clinic practices on access to outpatient and inpatient care. While those who live in rural areas and the poor have better access to health center/Pustu and Polindes/ midwives both in outpatient and inpatient care. Based on the results of the study it can be concluded that toddlers who live in urban areas and in rich groups have better access to referral health services, while those who live in rural areas and in poor groups have better access to basic health care facilities. Keyword: access, health services, toddler
{"title":"Gambaran Akses Pelayanan Kesehatan pada Balita di Indonesia","authors":"Zainul Khaqiqi Nantabah, A. ZulfaAuliyati, A. Laksono","doi":"10.22435/HSR.V22I1.439","DOIUrl":"https://doi.org/10.22435/HSR.V22I1.439","url":null,"abstract":"ABSTRAK \u0000Anak balita merupakan periode masa yang disebut golden age. Akses pelayanan kesehatan untuk kelompok ini menjadi perhatian karena kesinambungan hidup pada kelompok tersebut menjadi salah satu tolok ukur pembangunan kesehatan. Penelitian ini merupakan analisis lanjut data Riskesdas 2013, yang disajikan secara deskriptif kuantitatif. Analisis dilakukan pada variabel-variabel cakupan kunjungan balita ke pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan dimaksud adalah Rumah Sakit, Puskesmas/Pustu, Praktik Dokter/Klinik, dan Polindes/Praktik Bidan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa balita yang tinggal di perkotaan dan pada kelompok kaya dan sangat kaya memiliki akses yang lebih baik di Rumah Sakit dan praktik dokter/klinik pada akses rawat jalan dan rawat inap. Sementara mereka yang tinggal di perdesaan dan pada kelompok miskin memiliki akses yang lebih baik ke Puskesmas/Pustu dan Polindes/praktik bidan baik di rawat jalan maupun rawat inap. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa balita yang tinggal di perkotaan dan pada kelompok kaya memiliki akses yang lebih baik pada pelayanan kesehatan rujukan, sementara mereka yang tinggal di perdesaan dan pada kelompok miskin memiliki akses yang lebih baik di fasilitas pelayanan kesehatan dasar. \u0000Kata kunci: akses, pelayanan kesehatan, balita \u0000 \u0000ABSTRACT \u0000Toddler is a period of time called golden age. Access to health services for this group is a concern because the continuity of life in the group is one of the benchmarks for health development. This research is an advance analysis of the Riskesdas 2013, which is presented in quantitative descriptive manner. Analysis was carried out on the variables of coverage of toddler visits to health services. The intended health services are hospitals, health center/Pustu, doctor/clinic, and Polindes/midwife, both on outpatient visits and inpatients. The results showed that toddlers who lived in urban areas and in the rich and very rich groups had better access in hospitals and doctor/clinic practices on access to outpatient and inpatient care. While those who live in rural areas and the poor have better access to health center/Pustu and Polindes/ midwives both in outpatient and inpatient care. Based on the results of the study it can be concluded that toddlers who live in urban areas and in rich groups have better access to referral health services, while those who live in rural areas and in poor groups have better access to basic health care facilities. \u0000Keyword: access, health services, toddler","PeriodicalId":42108,"journal":{"name":"Buletin Penelitian Sistem Kesehatan","volume":null,"pages":null},"PeriodicalIF":0.1,"publicationDate":"2019-05-17","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"42856753","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
This is a review of maternal mortality risk due to preference of non skilled health worker delivery assistance among 9 ethnics applying gender analysis. Data obtained from 9 ethnograpic studies reports conducted by Pusat Humaniora. Estimation of maternal mortality rate (MMR) in Indonesia is between 305 (Supas) – 359 (Susenas) per 100.000 live birth. There is no single cause of maternal death. The greatest contributors 75% are due to direct cause namely bleeding, infection, hypertension, delivery complication and unsafe abortion. Government intervention prioritizes to prevent direct cause of maternal death through health service delivery improvement. Among them are midwives in village, PONEK, PONED. However MMR is still high. Social factors as Indirect causes such as poverty, distance, information, inadequate service and culture have not yet considered as important. In fact contribution of social factors cannot be neglected. This review explores gender dynamics of preferences on non skilled health worker delivery assistance from 9 ethnic in Sumatra, Jawa and NTT. The results showed each ethinc had different gender dynamics. Among which are gender relation in each culture. Some ethnic shows gender equity, while others believe woman have full responsibility of her pregnancy and delivery without assistance from others. Powerlessness of woman is indicated by preference of traditional birth attendant for delivery due to culture and comfort. Even the pregnant women herself did not aware that delivery is a life risk. However the studies showed there is no sharp inequity with strong preference to boy over girl. Accessibility, education, comfort perceived culture, and economy are important for delivery assisted by health providers.
{"title":"Gender dynamics on access to maternal care among nine ethnics in Indonesia","authors":"I. Siti","doi":"10.22435/HSR.V22I1.652","DOIUrl":"https://doi.org/10.22435/HSR.V22I1.652","url":null,"abstract":"This is a review of maternal mortality risk due to preference of non skilled health worker delivery assistance among 9 ethnics applying gender analysis. Data obtained from 9 ethnograpic studies reports conducted by Pusat Humaniora. Estimation of maternal mortality rate (MMR) in Indonesia is between 305 (Supas) – 359 (Susenas) per 100.000 live birth. There is no single cause of maternal death. The greatest contributors 75% are due to direct cause namely bleeding, infection, hypertension, delivery complication and unsafe abortion. Government intervention prioritizes to prevent direct cause of maternal death through health service delivery improvement. Among them are midwives in village, PONEK, PONED. However MMR is still high. Social factors as Indirect causes such as poverty, distance, information, inadequate service and culture have not yet considered as important. In fact contribution of social factors cannot be neglected. This review explores gender dynamics of preferences on non skilled health worker delivery assistance from 9 ethnic in Sumatra, Jawa and NTT. The results showed each ethinc had different gender dynamics. Among which are gender relation in each culture. Some ethnic shows gender equity, while others believe woman have full responsibility of her pregnancy and delivery without assistance from others. Powerlessness of woman is indicated by preference of traditional birth attendant for delivery due to culture and comfort. Even the pregnant women herself did not aware that delivery is a life risk. However the studies showed there is no sharp inequity with strong preference to boy over girl. Accessibility, education, comfort perceived culture, and economy are important for delivery assisted by health providers.","PeriodicalId":42108,"journal":{"name":"Buletin Penelitian Sistem Kesehatan","volume":null,"pages":null},"PeriodicalIF":0.1,"publicationDate":"2019-05-16","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"42934330","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
A. Laksono, Hario Megatsari, I. A. Ridlo, Muhammad Yoto, Arsya Nur Azizah, Nabigh Abdul Jabbar, M. Ainurrohman
Program Desa Sehat Berdaya lebih menekankan pada kegiatan promotif dan preventif yang berorientasi menjaga dan meningkatkan status kesehatan masyarakat di desa dengan pendekatan pemberdayaan masyarakat. Dalam pelaksanaannya, program ini perlu untuk mengidentifikasi Agen Perubahan, agar program pemberdayaan masyarakat yang dijalankan dapat berjalan dengan lancar dan diterima oleh masyarakat. Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran proses penentuan agen perubahan melalui sosiogram. Penelitian didesain secara kualitatif deskriptif. Pengumpulan data dilakukan dengan metode observasi partisipatif dan wawancara mendalam. Selama pengumpulan data peneliti tinggal dan berbaur dengan masyarakat selama 3 bulan. Penelitian dilakukan di tiga desa wilayah Kecamatan Kalipare. Hasil penelitian menemukan bahwa agen perubahan yang terpilih dari ragam latar belakang yang berbeda. Di Desa Sumber Petung terpilih seorang mantan lurah, Desa Arjosari terpilih seorang tenaga kesehatan, dan Desa Kali Asri terpilih seorang ketua Penggerak PKK. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa agen perubahan dapat ditentukan dengan bantuan analisis sosiogram. Analisis sosiogram menentukan agen perubahan bisa dengan latar belakang tokoh yang sangat berbeda, semuanya ditentukan berdasar pada penerimaan masyarakat sebagai sasaran.
{"title":"Analisis Sosiogram untuk Penentuan Agen Perubahan; Studi Kasus pada Program Desa Sehat Berdaya","authors":"A. Laksono, Hario Megatsari, I. A. Ridlo, Muhammad Yoto, Arsya Nur Azizah, Nabigh Abdul Jabbar, M. Ainurrohman","doi":"10.22435/HSR.V22I1.1202","DOIUrl":"https://doi.org/10.22435/HSR.V22I1.1202","url":null,"abstract":"Program Desa Sehat Berdaya lebih menekankan pada kegiatan promotif dan preventif yang berorientasi menjaga dan meningkatkan status kesehatan masyarakat di desa dengan pendekatan pemberdayaan masyarakat. Dalam pelaksanaannya, program ini perlu untuk mengidentifikasi Agen Perubahan, agar program pemberdayaan masyarakat yang dijalankan dapat berjalan dengan lancar dan diterima oleh masyarakat. Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran proses penentuan agen perubahan melalui sosiogram. Penelitian didesain secara kualitatif deskriptif. Pengumpulan data dilakukan dengan metode observasi partisipatif dan wawancara mendalam. Selama pengumpulan data peneliti tinggal dan berbaur dengan masyarakat selama 3 bulan. Penelitian dilakukan di tiga desa wilayah Kecamatan Kalipare. Hasil penelitian menemukan bahwa agen perubahan yang terpilih dari ragam latar belakang yang berbeda. Di Desa Sumber Petung terpilih seorang mantan lurah, Desa Arjosari terpilih seorang tenaga kesehatan, dan Desa Kali Asri terpilih seorang ketua Penggerak PKK. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa agen perubahan dapat ditentukan dengan bantuan analisis sosiogram. Analisis sosiogram menentukan agen perubahan bisa dengan latar belakang tokoh yang sangat berbeda, semuanya ditentukan berdasar pada penerimaan masyarakat sebagai sasaran.","PeriodicalId":42108,"journal":{"name":"Buletin Penelitian Sistem Kesehatan","volume":null,"pages":null},"PeriodicalIF":0.1,"publicationDate":"2019-05-16","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"48274187","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}