Pub Date : 2022-04-20DOI: 10.14710/jai.v14i1.45221
Taufik Eko Nugroho, Adi Sakti Setionegoro, Aria Dian Primatika, Satrio Adi Wicaksono
Latar Belakang: Lower limb orthopedic surgery merupakan tindakan bedah ortopedik pada ekstremitas inferior yang meliputi tulang, sendi, dan vaskular. Peningkatan interleukin-6 (IL-6) sistemik setelah pembedahan meningkatkan morbiditas dan mortalitas pascaoperasi. Sebagai analgesik, ketamin dan parasetamol mempengaruhi ekspresi IL-6.Tujuan: Penelitian ini adalah untuk membandingkan pengaruh pemberian ketamin 0,1mg/Kg IV dengan parasetamol 1000 mg IV terhadap kadar IL-6 pada pasien pasca lower limb orthopedic surgery yang mendapatkan regional anestesi.Metode: Penelitian ini menggunakan randomized control trial pada 54 pasien yang telah menjalani lower limb orthopaedic surgery dan memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Sampel dibagi menjadi 3 kelompok yang terdiri dari kontrol (K); epidural bupivakain 0,125%, perlakuan 1 (P1); dengan tambahan ketamin 0,1 mg/KgBB IV dan perlakuan 2 (P2); dengan tambahan parasetamol 1000 mg IV pascaoperasi. Sampel darah diambil 2 jam pascaoperasi untuk diukur kadar IL-6 menggunakan metode enzyme linked immunosorbent assay (ELISA).Hasil: Penelitian ini menghasilan nilai rerata IL-6 kelompok K = 72,22±66,93 pg/ml; P1 = 7,18±4,18 pg/ml dan P2 = 7,00±2,92 pg/ml. Uji Kruskal Wallis menunjukkan nilai signifikan (p=0,000). Hasil penelitian menunjukkan nilai signifikan pada K terhadap P1 (p=0,000) dan K terhadap P2 (p=0,000), sedangkan P1 terhadap P2 tidak signifikan (p=0,438).Kesimpulan: Pemberian ketamin atau parasetamol pasca lower limb orthopaedic surgery secara signifikan menurunkan kadar IL-6. Tidak ada perbedaan antara ketamin dan parasetamol dalam menurunkan kadar IL-6 pascaoperasi lower limb orthopedic surgery.
{"title":"Perbandingan Pengaruh Pemberian Ketamin 0,1 mg/KgBB dan Parasetamol 1000 mg Secara Intravena Terhadap Kadar Interleukin-6 pada Pasien Pasca Lower Limb Orthopedic Surgery","authors":"Taufik Eko Nugroho, Adi Sakti Setionegoro, Aria Dian Primatika, Satrio Adi Wicaksono","doi":"10.14710/jai.v14i1.45221","DOIUrl":"https://doi.org/10.14710/jai.v14i1.45221","url":null,"abstract":"Latar Belakang: Lower limb orthopedic surgery merupakan tindakan bedah ortopedik pada ekstremitas inferior yang meliputi tulang, sendi, dan vaskular. Peningkatan interleukin-6 (IL-6) sistemik setelah pembedahan meningkatkan morbiditas dan mortalitas pascaoperasi. Sebagai analgesik, ketamin dan parasetamol mempengaruhi ekspresi IL-6.Tujuan: Penelitian ini adalah untuk membandingkan pengaruh pemberian ketamin 0,1mg/Kg IV dengan parasetamol 1000 mg IV terhadap kadar IL-6 pada pasien pasca lower limb orthopedic surgery yang mendapatkan regional anestesi.Metode: Penelitian ini menggunakan randomized control trial pada 54 pasien yang telah menjalani lower limb orthopaedic surgery dan memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Sampel dibagi menjadi 3 kelompok yang terdiri dari kontrol (K); epidural bupivakain 0,125%, perlakuan 1 (P1); dengan tambahan ketamin 0,1 mg/KgBB IV dan perlakuan 2 (P2); dengan tambahan parasetamol 1000 mg IV pascaoperasi. Sampel darah diambil 2 jam pascaoperasi untuk diukur kadar IL-6 menggunakan metode enzyme linked immunosorbent assay (ELISA).Hasil: Penelitian ini menghasilan nilai rerata IL-6 kelompok K = 72,22±66,93 pg/ml; P1 = 7,18±4,18 pg/ml dan P2 = 7,00±2,92 pg/ml. Uji Kruskal Wallis menunjukkan nilai signifikan (p=0,000). Hasil penelitian menunjukkan nilai signifikan pada K terhadap P1 (p=0,000) dan K terhadap P2 (p=0,000), sedangkan P1 terhadap P2 tidak signifikan (p=0,438).Kesimpulan: Pemberian ketamin atau parasetamol pasca lower limb orthopaedic surgery secara signifikan menurunkan kadar IL-6. Tidak ada perbedaan antara ketamin dan parasetamol dalam menurunkan kadar IL-6 pascaoperasi lower limb orthopedic surgery.","PeriodicalId":446295,"journal":{"name":"JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia)","volume":"131 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-04-20","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"132971421","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Bedah jantung koroner merupakan jenis operasi jantung yang paling sering dilakukan pada pasien dewasa. Pada penelitian yang dilakukan tahun 2011-2014 angka mortalitas bedah jantung koroner pada pasien dengan multipel lesi pembuluh darah sebesar 27,8%.Pasien yang dipertimbangkan untuk dilakukan bedah jantung koroner memerlukan penilaian risiko operatif, pemeriksaan menyeluruh dan manajemen perioperatif yang baik oleh dokter anestesi. Pemilihan teknik dan agen anestesia pada bedah jantung koroner telah berkembang pesat dengan tersedianya obat intravena yang memiliki durasi singkat dan mudah dititrasi seperti propofol dan remifentanyl yang memberikan efek sinergis dibandingkan penggunaan opioid dosis tinggi. Oleh karena itu, teknik total intravenous anesthesia (TIVA) mulai banyak dipilih seiring dengan perkembangan obat dan tersedianya alat seperti smart-pump infusion yang memungkinkan obat intravena untuk mencapai efek klinis yang diharapkan dan memberikan angka harapan hidup dan luaran yang lebih baik hingga beberapa tahun pascabedah.
{"title":"Total Intravenous Anesthesia (TIVA) pada Bedah Jantung Koroner","authors":"Mefri Yulia, Yudi Hadinata","doi":"10.14710/jai.v0i0.41418","DOIUrl":"https://doi.org/10.14710/jai.v0i0.41418","url":null,"abstract":"Bedah jantung koroner merupakan jenis operasi jantung yang paling sering dilakukan pada pasien dewasa. Pada penelitian yang dilakukan tahun 2011-2014 angka mortalitas bedah jantung koroner pada pasien dengan multipel lesi pembuluh darah sebesar 27,8%.Pasien yang dipertimbangkan untuk dilakukan bedah jantung koroner memerlukan penilaian risiko operatif, pemeriksaan menyeluruh dan manajemen perioperatif yang baik oleh dokter anestesi. Pemilihan teknik dan agen anestesia pada bedah jantung koroner telah berkembang pesat dengan tersedianya obat intravena yang memiliki durasi singkat dan mudah dititrasi seperti propofol dan remifentanyl yang memberikan efek sinergis dibandingkan penggunaan opioid dosis tinggi. Oleh karena itu, teknik total intravenous anesthesia (TIVA) mulai banyak dipilih seiring dengan perkembangan obat dan tersedianya alat seperti smart-pump infusion yang memungkinkan obat intravena untuk mencapai efek klinis yang diharapkan dan memberikan angka harapan hidup dan luaran yang lebih baik hingga beberapa tahun pascabedah.","PeriodicalId":446295,"journal":{"name":"JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia)","volume":"1 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-03-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"130310577","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Mochamat Mochamat, Taufik Eko Nugroho, S. Wicaksono
Background: Breakthrough pain (BTP) is a transient increase in pain that occurs on a background of stable pain. It contributes substantially to the suffering experienced by most cancer patients. The pharmacologic options for management of BTP have been expanded considerably in the past decade. Opioids remain the most effective pharmaceuticals used for the BTP case. In this systematic review we attempted to provide the currently available clinical data about pharmacological treatment for breakthrough cancer pain.Objective: To evaluate the efficacy of pharmacological treatments for Breakthrough painMethods: We searched the Cochrane Central Register of Controlled Trials (CENTRAL) and PubMed for the last ten years (from September 2010 to September 2020. Further potentially relevant studies were identified from reference lists of studies marked for inclusion and relevant reviews. Two review authors independently assessed trial quality and extracted data. We screened the search results and included studies if they met the selection criteria.Result: We screened 205 publications of which 14 met the inclusion criteria. In total, we analysed data from 2129 participants. Overall, participant with BTP were treated with short acting opioid. Literature searching did not find any published evidence of non opioid drug to treat the BTP. Most adverse effects of the investigated drugs seemed to be moderate.Conclusion: The findings of this review suggest that rapid onset opioids play significant role for BTP. Future studies may be conducted to explore the efficacy and safety profiles each regimen for patients with certain categories of cancer.
{"title":"Breakthrough Cancer Pain: The Current Pharmacological Management","authors":"Mochamat Mochamat, Taufik Eko Nugroho, S. Wicaksono","doi":"10.14710/jai.v0i0.44701","DOIUrl":"https://doi.org/10.14710/jai.v0i0.44701","url":null,"abstract":"Background: Breakthrough pain (BTP) is a transient increase in pain that occurs on a background of stable pain. It contributes substantially to the suffering experienced by most cancer patients. The pharmacologic options for management of BTP have been expanded considerably in the past decade. Opioids remain the most effective pharmaceuticals used for the BTP case. In this systematic review we attempted to provide the currently available clinical data about pharmacological treatment for breakthrough cancer pain.Objective: To evaluate the efficacy of pharmacological treatments for Breakthrough painMethods: We searched the Cochrane Central Register of Controlled Trials (CENTRAL) and PubMed for the last ten years (from September 2010 to September 2020. Further potentially relevant studies were identified from reference lists of studies marked for inclusion and relevant reviews. Two review authors independently assessed trial quality and extracted data. We screened the search results and included studies if they met the selection criteria.Result: We screened 205 publications of which 14 met the inclusion criteria. In total, we analysed data from 2129 participants. Overall, participant with BTP were treated with short acting opioid. Literature searching did not find any published evidence of non opioid drug to treat the BTP. Most adverse effects of the investigated drugs seemed to be moderate.Conclusion: The findings of this review suggest that rapid onset opioids play significant role for BTP. Future studies may be conducted to explore the efficacy and safety profiles each regimen for patients with certain categories of cancer.","PeriodicalId":446295,"journal":{"name":"JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia)","volume":"51 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-03-29","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"134320776","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Anastasia Pearl Angeli, Soni Sunarso Sulistiawan, J. Y. Annas, Pesta Parulian Maurid Edwar
Background: Hemorrhagic shock is one of the most common types of shock in trauma patients, and it is defined as acute blood volume loss. One of the causes of hemorrhagic shock is post-childbirth bleeding or post-partum bleeding. The most important management for patients who experience post-partum bleeding is blood transfusions. Type-O blood is known as a universal donor, because someone with type- O blood can transfuse theirs to recipients with blood types other than O. Giving blood transfusions to pos-tpartum bleeding patients is expected to extend their life expectancy, however it cannot be denied that there are quite a several patients who died after receiving transfusions from universal type O blood.Objective: This study aims to determine the profile and effect of universal O use on hemorrhagic shock within post-partum bleeding patients at IGS RSUD Dr. Soetomo Surabaya.Methods: This research was conducted by a descriptive retrospective method by observing the patient's medical record data in the central medical record room of Dr. Soetomo Hospital, Surabaya.Result: There were 17 patients with hemorrhagic shock due to post-partum hemorrhage who received blood transfusions from universal O donors at Dr. Soetomo Surabaya. From the obtained data, the patient age group was dominated by the 28 years old group (23,5%). Transfusion history within patients with the most hemorrhagic shock due to post-partum bleeding were patients who received transfusions with packed red cell (PRC) O + (76,5%). As for transfusion reactions that occur within patients, there are no data on transfusion reactions.Conclusion: The 28 years old group was the largest one that received transfusions from the universal group O blood. History transfusion of hemorrhagic shock due to post-partum bleeding patients shows that most of them are those who received PRC O + transfusions. There are no data regarding the transfusion reactions which occurred in these patients.
背景:失血性休克是创伤患者中最常见的休克类型之一,其定义为急性失血量。失血性休克的原因之一是产后出血或产后出血。对经历产后出血的患者最重要的处理是输血。O型血被称为万能献血者,因为O型血的人可以把自己的血输给其他血型的人。给产后出血的病人输血可以延长他们的寿命,但不可否认的是,有不少病人在接受O型血的万能输血后死亡。目的:本研究旨在确定在IGS RSUD Soetomo Surabaya博士医院普遍使用O对产后出血患者失血性休克的概况和影响。方法:采用描述性回顾性研究方法,对泗水Soetomo医生医院中心病案室患者的病历资料进行观察。结果:共有17例产后出血失血性休克患者在苏东莫泗水医院接受万能O型供血者输血。从获得的资料来看,患者年龄组以28岁组为主(23.5%)。产后出血失血性休克患者中输血史最多的是接受过填充红细胞(PRC) O +输血的患者(76.5%)。至于患者体内发生的输血反应,没有关于输血反应的数据。结论:接受O型血输血最多的是28岁年龄组。产后出血失血性休克患者输血史显示,以输注PRC O +为主。没有关于这些患者发生输血反应的数据。
{"title":"The Use of O Universal Profile Within Hemorrhagic Shock Post-partum Bleeding Patients in Dr. Soetomo General Hospital’s Emergency Installation","authors":"Anastasia Pearl Angeli, Soni Sunarso Sulistiawan, J. Y. Annas, Pesta Parulian Maurid Edwar","doi":"10.14710/jai.v0i0.41691","DOIUrl":"https://doi.org/10.14710/jai.v0i0.41691","url":null,"abstract":"Background: Hemorrhagic shock is one of the most common types of shock in trauma patients, and it is defined as acute blood volume loss. One of the causes of hemorrhagic shock is post-childbirth bleeding or post-partum bleeding. The most important management for patients who experience post-partum bleeding is blood transfusions. Type-O blood is known as a universal donor, because someone with type- O blood can transfuse theirs to recipients with blood types other than O. Giving blood transfusions to pos-tpartum bleeding patients is expected to extend their life expectancy, however it cannot be denied that there are quite a several patients who died after receiving transfusions from universal type O blood.Objective: This study aims to determine the profile and effect of universal O use on hemorrhagic shock within post-partum bleeding patients at IGS RSUD Dr. Soetomo Surabaya.Methods: This research was conducted by a descriptive retrospective method by observing the patient's medical record data in the central medical record room of Dr. Soetomo Hospital, Surabaya.Result: There were 17 patients with hemorrhagic shock due to post-partum hemorrhage who received blood transfusions from universal O donors at Dr. Soetomo Surabaya. From the obtained data, the patient age group was dominated by the 28 years old group (23,5%). Transfusion history within patients with the most hemorrhagic shock due to post-partum bleeding were patients who received transfusions with packed red cell (PRC) O + (76,5%). As for transfusion reactions that occur within patients, there are no data on transfusion reactions.Conclusion: The 28 years old group was the largest one that received transfusions from the universal group O blood. History transfusion of hemorrhagic shock due to post-partum bleeding patients shows that most of them are those who received PRC O + transfusions. There are no data regarding the transfusion reactions which occurred in these patients.","PeriodicalId":446295,"journal":{"name":"JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia)","volume":"69 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-03-09","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"131119709","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
M. Yunus, Syamsul Hilal Salam, Haizah Nurdin, Syafruddin Gaus, Faisal Muchtar, Andi Adil, M. Ahmad
Latar Belakang: Penyakit coronavirus 2019 (COVID-19) melibatkan banyak sistem termasuk kardiovaskular, pernapasan, gastrointestinal, neurologis, hematopoietik dan imun. Gangguan koagulasi pada pasien COVID-19 telah dilaporkan pada beberapa penelitian. Di Indonesia, penelitian mengenai profil koagulasi pada pasien sakit kritis dengan COVID-19 yang bertahan hidup dan tidak bertahan hidup dan mendapat terapi antikoagulan masih belum diteliti secara luas, sementara jumlah penderita dan mortalitas terus bertambah.Tujuan: Mengetahui perbandingan profil koagulasi pasien COVID-19 yang bertahan hidup dan yang tidak bertahan hidup yang mendapatkan terapi antikoagulan di intensive care unit (ICU) Infection Centre RS Wahidin Sudirohusodo, Makassar.Metode: Desain penelitian retrospektif menggunakan data rekam medis pasien COVID-19 yang mendapatkan terapi antikoagulan di ICU Infection Centre RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar mulai tanggal Maret hingga November 2020. Data yang diambil mencakup identitas, usia, jenis kelamin, dan indeks massa tubuh. Hasil pemeriksaan penunjang mencakup trombosit, prothrombin time (PT), activated partial thromboplastin time (APTT), international normalised ratio (INR) dan D-dimer. Hasil pemeriksaan didapatkan dari data saat pasien dirawat di ICU sebelum diberikan antikoagulan dan 5-7 hari sesudah pemberian antikoagulan.Hasil: Dari 106 subjek, 58 subjek bertahan hidup dan 48 subjek tidak bertahan hidup. Pada kelompok tidak bertahan hidup, rerata kadar D-dimer di hari ketujuh perawatan ICU meningkat secara signifikan dan lebih tinggi dibandingkan kelompok bertahan hidup. Perbandingan rerata PT, aPTT, INR, dan trombosit saat masuk ICU dan pada hari ketujuh tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan secara statistik.Kesimpulan: Profil koagulasi pasien COVID-19 yang mendapat terapi antikoagulan sebanding antara kelompok yang bertahan hidup dan yang tidak bertahan hidup kecuali kadar D-dimer yang lebih baik pada kelompok yang bertahan hidup.
{"title":"Profil Koagulasi Pasien COVID-19 yang Mendapat Terapi Antikoagulan di ICU","authors":"M. Yunus, Syamsul Hilal Salam, Haizah Nurdin, Syafruddin Gaus, Faisal Muchtar, Andi Adil, M. Ahmad","doi":"10.14710/jai.v0i0.37236","DOIUrl":"https://doi.org/10.14710/jai.v0i0.37236","url":null,"abstract":"Latar Belakang: Penyakit coronavirus 2019 (COVID-19) melibatkan banyak sistem termasuk kardiovaskular, pernapasan, gastrointestinal, neurologis, hematopoietik dan imun. Gangguan koagulasi pada pasien COVID-19 telah dilaporkan pada beberapa penelitian. Di Indonesia, penelitian mengenai profil koagulasi pada pasien sakit kritis dengan COVID-19 yang bertahan hidup dan tidak bertahan hidup dan mendapat terapi antikoagulan masih belum diteliti secara luas, sementara jumlah penderita dan mortalitas terus bertambah.Tujuan: Mengetahui perbandingan profil koagulasi pasien COVID-19 yang bertahan hidup dan yang tidak bertahan hidup yang mendapatkan terapi antikoagulan di intensive care unit (ICU) Infection Centre RS Wahidin Sudirohusodo, Makassar.Metode: Desain penelitian retrospektif menggunakan data rekam medis pasien COVID-19 yang mendapatkan terapi antikoagulan di ICU Infection Centre RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar mulai tanggal Maret hingga November 2020. Data yang diambil mencakup identitas, usia, jenis kelamin, dan indeks massa tubuh. Hasil pemeriksaan penunjang mencakup trombosit, prothrombin time (PT), activated partial thromboplastin time (APTT), international normalised ratio (INR) dan D-dimer. Hasil pemeriksaan didapatkan dari data saat pasien dirawat di ICU sebelum diberikan antikoagulan dan 5-7 hari sesudah pemberian antikoagulan.Hasil: Dari 106 subjek, 58 subjek bertahan hidup dan 48 subjek tidak bertahan hidup. Pada kelompok tidak bertahan hidup, rerata kadar D-dimer di hari ketujuh perawatan ICU meningkat secara signifikan dan lebih tinggi dibandingkan kelompok bertahan hidup. Perbandingan rerata PT, aPTT, INR, dan trombosit saat masuk ICU dan pada hari ketujuh tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan secara statistik.Kesimpulan: Profil koagulasi pasien COVID-19 yang mendapat terapi antikoagulan sebanding antara kelompok yang bertahan hidup dan yang tidak bertahan hidup kecuali kadar D-dimer yang lebih baik pada kelompok yang bertahan hidup.","PeriodicalId":446295,"journal":{"name":"JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia)","volume":"32 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-03-09","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"125807859","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Meringankan gejala-gejala menyedihkan pada akhir kehidupan (end of life) adalah bagian mendasar dari kodrat manusia untuk menjalani “kematian yang baik” (“good death”). Salah satu gejala tersebut adalah nyeri. Sayangnya, hampir separuh dari nyeri yang dirasakan pasien – pasien ini tidak dapat dikendalikan dengan baik dan pasien meninggal dalam keadaan masih merasakan nyeri. Manajemen / kontrol nyeri dengan baik dimulai dari asesmen / penilaian nyeri yang tepat. Namun, asesmen / menilai nyeri pada pasien di akhir kehidupan memberi tantangan tersendiri. Pada pasien di akhir kehidupan, persepsi nyeri dapat dipengaruhi oleh banyak faktor (dikenal dengan konsep total pain) sehingga seringkali nyeri tidak selalu berkorelasi dengan keparahan penyakit itu sendiri. Pada pasien di akhir kehidupan, kemampuan komunikasi untuk menyampaikan keluhan seringkali terbatas. Mengingat kompleksitas nyeri yang dialami pasien di akhir kehidupan, sampai saat ini belum disepakati tools penilaian nyeri (skoring atau skala nyeri) universal yang dapat diterapkan untuk semua pasien di akhir kehidupan. Meskipun demikian, brief pain inventory (BPI) dan numeric rating scale (NRS) masih menjadi ang paling sering dipakai dan direkomendasikan untuk pasien yang komunikatif. Sedangkan yang tidak komunikatif atau dengan gangguan kognitif dapat menggunakan rotterdam elderly pain observation scale (REPOS) dan pain assessment in advanced dementia tool (PAINAID) atau face, legs, activity, cry, and consolability (FLACC) untuk pasien pediatri. Dalam memilih tools penilaian nyeri, penekanan ditujukan pada pemilihan tools yang valid, reliable, user friendly, dan relevan dengan praktik klinis terkini serta konsistensi menggunakan tools yang sama untuk memudahkan penilaian berkala.
{"title":"Asesmen Nyeri pada Pasien di Akhir Kehidupan","authors":"I. Wijaya, Mahmud Mahmud","doi":"10.14710/jai.v0i0.40735","DOIUrl":"https://doi.org/10.14710/jai.v0i0.40735","url":null,"abstract":"Meringankan gejala-gejala menyedihkan pada akhir kehidupan (end of life) adalah bagian mendasar dari kodrat manusia untuk menjalani “kematian yang baik” (“good death”). Salah satu gejala tersebut adalah nyeri. Sayangnya, hampir separuh dari nyeri yang dirasakan pasien – pasien ini tidak dapat dikendalikan dengan baik dan pasien meninggal dalam keadaan masih merasakan nyeri. Manajemen / kontrol nyeri dengan baik dimulai dari asesmen / penilaian nyeri yang tepat. Namun, asesmen / menilai nyeri pada pasien di akhir kehidupan memberi tantangan tersendiri. Pada pasien di akhir kehidupan, persepsi nyeri dapat dipengaruhi oleh banyak faktor (dikenal dengan konsep total pain) sehingga seringkali nyeri tidak selalu berkorelasi dengan keparahan penyakit itu sendiri. Pada pasien di akhir kehidupan, kemampuan komunikasi untuk menyampaikan keluhan seringkali terbatas. Mengingat kompleksitas nyeri yang dialami pasien di akhir kehidupan, sampai saat ini belum disepakati tools penilaian nyeri (skoring atau skala nyeri) universal yang dapat diterapkan untuk semua pasien di akhir kehidupan. Meskipun demikian, brief pain inventory (BPI) dan numeric rating scale (NRS) masih menjadi ang paling sering dipakai dan direkomendasikan untuk pasien yang komunikatif. Sedangkan yang tidak komunikatif atau dengan gangguan kognitif dapat menggunakan rotterdam elderly pain observation scale (REPOS) dan pain assessment in advanced dementia tool (PAINAID) atau face, legs, activity, cry, and consolability (FLACC) untuk pasien pediatri. Dalam memilih tools penilaian nyeri, penekanan ditujukan pada pemilihan tools yang valid, reliable, user friendly, dan relevan dengan praktik klinis terkini serta konsistensi menggunakan tools yang sama untuk memudahkan penilaian berkala.","PeriodicalId":446295,"journal":{"name":"JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia)","volume":"8 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-03-09","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"128013043","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Latar Belakang: Kehamilan dengan permasalahan jantung merupakan sebuah tantangan dalam pengelolaan pasien-pasien kritis. Right heart disease (RHD) yang menyebabkan mitral regurgitation (MR) dan selanjutnya diikuti oleh congestive heart failure (CHF) yang terjadi pada ibu hamil menyebabkan fluid overload dengan segala konsekuensinya. Fluid removal dengan target balans cairan negatif merupakan strategi pengelolaan pada kondisi tersebut.Kasus: Untuk kasus ini, fluid removal dilakukan dengan pemberian diuretik (Furosemide) sejak hari I sampai dengan IV dengan dosis 2-5 mg/jam secara titrasi. Panduan fluid removal yang digunakan adalah kondisi klinis pasien secara umum, ditambah dengan parameter seperti: tekanan darah, heart rate, urine output, balans cairan kumulatif, tingkat kebutuhan akan obat-obat penopang hemodinamik, rasio hemoglobin/hematokrit, ureum, kreatinin, laktat, dan BE (parameter makro dan mikro dinamik).Pembahasan: Panduan baku tentang fluid removal baik dalam hal volume cairan yang ditarik, durasi, dan timing untuk memulai dan mengakhiri belum ada.Kesimpulan: Diperlukan monitoring ketat untuk mencapai balans cairan negatif tanpa menimbulkan efek samping.
{"title":"Eliminasi Cairan dengan Target Balans Cairan Negatif pada Pasien Bedah Sesar dengan Gagal Jantung, Penyakit Jantung Kanan, Hipertensi Pulmonal dan Pasca Repair Katup Mitral","authors":"Sabar H.V Napitu, A. S. Madjid, Indro Muljono","doi":"10.14710/jai.v0i0.32196","DOIUrl":"https://doi.org/10.14710/jai.v0i0.32196","url":null,"abstract":"Latar Belakang: Kehamilan dengan permasalahan jantung merupakan sebuah tantangan dalam pengelolaan pasien-pasien kritis. Right heart disease (RHD) yang menyebabkan mitral regurgitation (MR) dan selanjutnya diikuti oleh congestive heart failure (CHF) yang terjadi pada ibu hamil menyebabkan fluid overload dengan segala konsekuensinya. Fluid removal dengan target balans cairan negatif merupakan strategi pengelolaan pada kondisi tersebut.Kasus: Untuk kasus ini, fluid removal dilakukan dengan pemberian diuretik (Furosemide) sejak hari I sampai dengan IV dengan dosis 2-5 mg/jam secara titrasi. Panduan fluid removal yang digunakan adalah kondisi klinis pasien secara umum, ditambah dengan parameter seperti: tekanan darah, heart rate, urine output, balans cairan kumulatif, tingkat kebutuhan akan obat-obat penopang hemodinamik, rasio hemoglobin/hematokrit, ureum, kreatinin, laktat, dan BE (parameter makro dan mikro dinamik).Pembahasan: Panduan baku tentang fluid removal baik dalam hal volume cairan yang ditarik, durasi, dan timing untuk memulai dan mengakhiri belum ada.Kesimpulan: Diperlukan monitoring ketat untuk mencapai balans cairan negatif tanpa menimbulkan efek samping.","PeriodicalId":446295,"journal":{"name":"JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia)","volume":"1 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-01-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"126760757","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2021-11-30DOI: 10.14710/jai.v13i3.33625
Purwoko Purwoko, Chairi Rusydi, R. Febrianti
Latar belakang: Megacolon congenital atau hirschprung disease merupakan penyebab umum obstruksi usus neonatal di mana segmen dari saluran usus bagian distal tidak memiliki elemen sistem saraf enterik yang normal. Transanal endorecral pull-through (TAERPT) merupakan salah satu prosedur operasi sebagai tatalaksana megacolon congenital yang sering dipakai karena metodenya yang invasif minimal dan memberikan efek kosmetik yang lebih baik daripada metode transabdominal.Kasus: Kami melaporkan seorang anak perempuan usia 1 tahun dengan berat badan 9,2 kg dengan megacolon congenital, patent ductus arteriosus (PDA) 0,3 cm dan TR mild yang akan menjalani prosedur TAERPT. Pemeriksaan fisik preoperatif didapatkan pasien sadar dan aktif, tanda vital lain dalam batas normal, SpO2 95-97% dalam posisi supine. Pemeriksaan fisik lain dan laboratorium dalam batas normal.Pembahasan: Tujuan anestesi selama tindakan pada pasien dengan kelainan jantung bawaan asianotik PDA adalah menjaga keseimbangan aliran agar tidak terjadi peningkatan aliran darah pulmonal yang menyebabkan hipertensi pulmonal. Pilihan obat dan tindakan anestesi pada pediatri didasarkan pada anatomi, fisiologi, dan farmakologi pada anak yang berbeda dengan pasien dewasa.Kesimpulan: Pengelolaan perioperatif pasien dengan PDA yang menjalani TAERPT pada anak perempuan usia 1 tahun dalam laporan ini menuliskan pentingnya pemahaman terkait patofisiologis penyakit dan pendekatan anestesi pediatri untuk mendapat hasil yang baik.
{"title":"Pengelolaan Perioperatif Pediatri dengan Patent Ductus Arteriosus dan Trikuspid Regurgitasi Mild Pro Transanal Endorectal Pull-Through","authors":"Purwoko Purwoko, Chairi Rusydi, R. Febrianti","doi":"10.14710/jai.v13i3.33625","DOIUrl":"https://doi.org/10.14710/jai.v13i3.33625","url":null,"abstract":"Latar belakang: Megacolon congenital atau hirschprung disease merupakan penyebab umum obstruksi usus neonatal di mana segmen dari saluran usus bagian distal tidak memiliki elemen sistem saraf enterik yang normal. Transanal endorecral pull-through (TAERPT) merupakan salah satu prosedur operasi sebagai tatalaksana megacolon congenital yang sering dipakai karena metodenya yang invasif minimal dan memberikan efek kosmetik yang lebih baik daripada metode transabdominal.Kasus: Kami melaporkan seorang anak perempuan usia 1 tahun dengan berat badan 9,2 kg dengan megacolon congenital, patent ductus arteriosus (PDA) 0,3 cm dan TR mild yang akan menjalani prosedur TAERPT. Pemeriksaan fisik preoperatif didapatkan pasien sadar dan aktif, tanda vital lain dalam batas normal, SpO2 95-97% dalam posisi supine. Pemeriksaan fisik lain dan laboratorium dalam batas normal.Pembahasan: Tujuan anestesi selama tindakan pada pasien dengan kelainan jantung bawaan asianotik PDA adalah menjaga keseimbangan aliran agar tidak terjadi peningkatan aliran darah pulmonal yang menyebabkan hipertensi pulmonal. Pilihan obat dan tindakan anestesi pada pediatri didasarkan pada anatomi, fisiologi, dan farmakologi pada anak yang berbeda dengan pasien dewasa.Kesimpulan: Pengelolaan perioperatif pasien dengan PDA yang menjalani TAERPT pada anak perempuan usia 1 tahun dalam laporan ini menuliskan pentingnya pemahaman terkait patofisiologis penyakit dan pendekatan anestesi pediatri untuk mendapat hasil yang baik.","PeriodicalId":446295,"journal":{"name":"JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia)","volume":"55 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-11-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"129256038","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
W. Nurcahyo, Ari Kurniawan, Yulia Wahyu Villyastuti, Taufik Eko Nugroho, Satrio Adi Wicaksono, Zainal Muttaqin, C. E. Boom
Latar belakang:Postoperative cognitive dysfunction atau POCD adalah gangguan fungsi kognitif akibat inflamasi pasca prosedur pembedahan. Angka kejadian POCD pasca pembedahan kardiak lebih tinggi dibandingkan pembedahan non-kardiak. POCD diduga diakibatkan oleh respons inflamasi sistemik. Prokalsitonin menjadi salah satu mediator inflamasi yang berperan terhadap peningkatan risiko inflamasi saat operasi yang memicu kejadian POCD pascaoperasi ganti katup jantung. Inflamasi disebabkan oleh pelepasan protein fase akut yaitu prokalsitonin dan sitokin proinflamasi lainnya yang menyebabkan terganggunya sawar darah otak dan mengganggu neurotransmisi sehingga terjadi POCD.Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan peningkatan kadar Prokalsitonin terhadap POCD pada pasien yang menjalani operasi ganti katup jantung di RSUP Dr. Kariadi.Metode: Penelitian ini adalah penelitian analitik observasional dengan pendekatan cross sectional. Populasi penelitian ini adalah seluruh pasien yang menjalani operasi ganti katup jantung di RSUP Dr. Kariadi pada bulan Juni 2020- Desember 2020. Sampel penelitian sebanyak 19 subjek didapatkan dengan teknik consecutive sampling. Pada subjek penelitian dilakukan pengukuran kadar serum prokalsitonin sebelum pembedahan dan hari pertama pasca pembedahan, kemudian dilakukan pemeriksaan fungsi kognitif dengan montreal cognitive assessment-indonesia (MoCA INA) pada hari ketiga pasca pembedahan. Data dianalisis dengan uji korelasi spearman.Hasil: Dari 19 subjek penelitian, terdapat 13 responden (68,4%) yang mengalami POCD. Rerata peningkatan prokalsitonin pada pasien POCD adalah 5,22 dengan standar deviasi 12,50 sedangkan peningkatan prokalsitonin pada pasien non POCD adalah 0,21 dengan standar deviasi 0,45. Berdasarkan uji korelasi spearman, diperoleh hasil bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara peningkatan kadar prokalsitonin terhadap POCD pascaoperasi ganti katup jantung (p=0,004).Kesimpulan: Terdapat hubungan yang signifikan antara perbedaan kadar Prokalsitonin terhadap POCD pascaoperasi ganti katup jantung di RSUP Dr. Kariadi.
{"title":"Hubungan Kadar Prokalsitonin dan Kejadian Postoperative Cognitive Disfunction (POCD) ada Pasien yang Menjalani Operasi Ganti Katup Jantung Di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Kariadi Semarang","authors":"W. Nurcahyo, Ari Kurniawan, Yulia Wahyu Villyastuti, Taufik Eko Nugroho, Satrio Adi Wicaksono, Zainal Muttaqin, C. E. Boom","doi":"10.14710/jai.v0i0.39480","DOIUrl":"https://doi.org/10.14710/jai.v0i0.39480","url":null,"abstract":"Latar belakang:Postoperative cognitive dysfunction atau POCD adalah gangguan fungsi kognitif akibat inflamasi pasca prosedur pembedahan. Angka kejadian POCD pasca pembedahan kardiak lebih tinggi dibandingkan pembedahan non-kardiak. POCD diduga diakibatkan oleh respons inflamasi sistemik. Prokalsitonin menjadi salah satu mediator inflamasi yang berperan terhadap peningkatan risiko inflamasi saat operasi yang memicu kejadian POCD pascaoperasi ganti katup jantung. Inflamasi disebabkan oleh pelepasan protein fase akut yaitu prokalsitonin dan sitokin proinflamasi lainnya yang menyebabkan terganggunya sawar darah otak dan mengganggu neurotransmisi sehingga terjadi POCD.Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan peningkatan kadar Prokalsitonin terhadap POCD pada pasien yang menjalani operasi ganti katup jantung di RSUP Dr. Kariadi.Metode: Penelitian ini adalah penelitian analitik observasional dengan pendekatan cross sectional. Populasi penelitian ini adalah seluruh pasien yang menjalani operasi ganti katup jantung di RSUP Dr. Kariadi pada bulan Juni 2020- Desember 2020. Sampel penelitian sebanyak 19 subjek didapatkan dengan teknik consecutive sampling. Pada subjek penelitian dilakukan pengukuran kadar serum prokalsitonin sebelum pembedahan dan hari pertama pasca pembedahan, kemudian dilakukan pemeriksaan fungsi kognitif dengan montreal cognitive assessment-indonesia (MoCA INA) pada hari ketiga pasca pembedahan. Data dianalisis dengan uji korelasi spearman.Hasil: Dari 19 subjek penelitian, terdapat 13 responden (68,4%) yang mengalami POCD. Rerata peningkatan prokalsitonin pada pasien POCD adalah 5,22 dengan standar deviasi 12,50 sedangkan peningkatan prokalsitonin pada pasien non POCD adalah 0,21 dengan standar deviasi 0,45. Berdasarkan uji korelasi spearman, diperoleh hasil bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara peningkatan kadar prokalsitonin terhadap POCD pascaoperasi ganti katup jantung (p=0,004).Kesimpulan: Terdapat hubungan yang signifikan antara perbedaan kadar Prokalsitonin terhadap POCD pascaoperasi ganti katup jantung di RSUP Dr. Kariadi.","PeriodicalId":446295,"journal":{"name":"JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia)","volume":"43 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-11-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"116447711","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Ekokardiografi perawatan kritis (CCE) adalah alat pencitraan non-invasif samping tempat tidur yang dapat memberikan manfaat besar pada pengaturan perawatan intensif karena portabilitas, ketersediaan luas, dan kemampuan diagnostik yang cepat. Dokter yang telah mendapatkan pelatihan dasar ekokardiografi, baik dokter unit perawatan intensif atau unit gawat darurat, dapat menilai fungsi ventrikel kiri dengan akurasi yang baik. Ekokardiografi transtorakal dan transesofageal adalah pemeriksaan penting di unit perawatan intensif (ICU). Alat ini dapat digunakan untuk mendiagnosis patologi jantung akut dan menilai status hemodinamik. Penelitian ini bertujuan untuk menyoroti peran penting CCE dalam pengambilan keputusan klinis.
{"title":"Peran Ekokardiografi dalam Intensive Care Unit","authors":"Sidhi Laksono Purwowiyoto, Wincent Candra Diwirya","doi":"10.14710/jai.v0i0.43150","DOIUrl":"https://doi.org/10.14710/jai.v0i0.43150","url":null,"abstract":"Ekokardiografi perawatan kritis (CCE) adalah alat pencitraan non-invasif samping tempat tidur yang dapat memberikan manfaat besar pada pengaturan perawatan intensif karena portabilitas, ketersediaan luas, dan kemampuan diagnostik yang cepat. Dokter yang telah mendapatkan pelatihan dasar ekokardiografi, baik dokter unit perawatan intensif atau unit gawat darurat, dapat menilai fungsi ventrikel kiri dengan akurasi yang baik. Ekokardiografi transtorakal dan transesofageal adalah pemeriksaan penting di unit perawatan intensif (ICU). Alat ini dapat digunakan untuk mendiagnosis patologi jantung akut dan menilai status hemodinamik. Penelitian ini bertujuan untuk menyoroti peran penting CCE dalam pengambilan keputusan klinis.","PeriodicalId":446295,"journal":{"name":"JAI (Jurnal Anestesiologi Indonesia)","volume":"8 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-11-17","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"120972452","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}