Dalam manifestasi pemilukada terdapat mekanisme dan syarat yang telah disahkan dalam undang – undang BAB II PERSYARATAN CALON DAN PENCALONAN Bagian Kesatu Persyaratan Calon Pasal 4 ayat (1). Termuat salah satu syarat pemilukada yaitu setiap calon Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota harus memiliki status sebagai warga negara Indonesia. Dalam artikel ini, dibahas mengenai pelanggaran yang dilakukan oleh salah satu Calon Bupati Sabu Raijua Nusa Tenggara Timur pada tahun 2020. Orient Patriot Riwu Kore, sebagai calon Bupati Sabu Raijua Nusa Tenggara Timur pada tahun 2020 nomor urut 02 kedapatan secara diam – diam berstatus kewarganegaraan ganda yaitu Indonesia dan Amerika Serikat hal ini disampaikan langsung kebenarannya oleh Kedutaan Besar Amerika Serikat kepada Kementerian Luar Negeri RI menyatakan bahwa kedutaan Besar dapat mengonfirmasi kepada Kementerian Luar Negeri RI dan Bawaslu RI. Persoalan ini tentulah mewujudkan kewajiban Mahkama Konstitusi sebagai pemutus sengketa dalam pemilu/pilkada. Dalam penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif. (legal research), studi dokumen atau menggali data – data pustaka yang nantinya akan dianalisis, serta dengan metode pendekatan perundang-undangan (Statute Approach), pendekatan konseptual/doktrin (Conceptual Approach) yang terakhir pendekatan kasus itu sendiri (Case Approach). Dari penelitian ini dapat diketahui bahwa penyimpangan terhadap syarat pencalonan diri sebagai Calon Bupati oleh Orient Patriot Riwu Kore sebagai latar belakang putusan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 133/PUHP.BUP-XIX/2021 yang berisi dibatalkannya Orient Patriot Riwu Kore dan Thobias Uly sebagai pemenang Pilkada Bupati dan Wakil Bupati Saburaijua Provinsi Nusa Tenggara Timur serta pendiskualiikasian Orient Patriot Riwu Kore dalam Pilkada Bupati Saburaijua Provinsi Nusa Tenggara Timur. Dalam tulisan ini penulis ingin membahas mengenai penyelewengan aturan untuk mencalonkan diri sebagai kepala daerah yang dilakukan oleh Orient Patriot Riwu Kore hingga dampak hukum yang harus ditanggung.
第二章 候选人要求和候选人 第一部分 候选人要求 第 4 条第(1)款。选举要求之一是省长和副省长、摄政王和副摄政王和/或市长和副市长的候选人必须具有印尼公民身份。本文将讨论 2020 年东努沙登加拉 Sabu Raijua 摄政王候选人之一的违规行为。Orient Patriot Riwu Kore作为2020年东努沙登加拉省Sabu Raijua摄政王候选人,序列号02被发现秘密拥有双重国籍身份,即印度尼西亚和美国,此事由美国大使馆直接转达给印度尼西亚外交部,称大使馆可以向印度尼西亚外交部和Bawaslu RI确认。这一问题无疑体现了宪法法院作为选举/选举争端解决者的义务。本研究采用了规范法学方法。(本研究采用了规范法学方法(法律研究)、文件研究或挖掘图书馆资料(稍后将对这些资料进行分析),以及法定方法(法规方法)、概念方法/学说(概念方法)和案例方法(案例方法)。从本研究中可以看出,东方爱国者 Riwu Kore 偏离了自荐为摄政候选人的要求,这是宪法法院第 133/PUHP.BUP-XIX/2021 号裁决的背景,该裁决包含取消东方爱国者 Riwu Kore 和 Thobias Uly 在东努沙登加拉省 Saburaijua 摄政王和副摄政王选举中的胜出者资格,以及取消东方爱国者 Riwu Kore 在东努沙登加拉省 Saburaijua 摄政王选举中的资格。在本文中,作者希望讨论东方爱国者里乌(Riwu Kore)违反地区首脑竞选规则直至必须承担的法律影响。
{"title":"Penuntasan Sengketa Pilkada Sabu Raijua Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2020 oleh Mahkama Konstitusi Resolution of the Sabu Raijua Regional Election Dispute in East Nusa Tenggara in 2020 By","authors":"Irwan Triadi, Jesamine Margareth Kayla Sidabutar","doi":"10.47134/ijlj.v1i4.2610","DOIUrl":"https://doi.org/10.47134/ijlj.v1i4.2610","url":null,"abstract":"Dalam manifestasi pemilukada terdapat mekanisme dan syarat yang telah disahkan dalam undang – undang BAB II PERSYARATAN CALON DAN PENCALONAN Bagian Kesatu Persyaratan Calon Pasal 4 ayat (1). Termuat salah satu syarat pemilukada yaitu setiap calon Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota harus memiliki status sebagai warga negara Indonesia. Dalam artikel ini, dibahas mengenai pelanggaran yang dilakukan oleh salah satu Calon Bupati Sabu Raijua Nusa Tenggara Timur pada tahun 2020. Orient Patriot Riwu Kore, sebagai calon Bupati Sabu Raijua Nusa Tenggara Timur pada tahun 2020 nomor urut 02 kedapatan secara diam – diam berstatus kewarganegaraan ganda yaitu Indonesia dan Amerika Serikat hal ini disampaikan langsung kebenarannya oleh Kedutaan Besar Amerika Serikat kepada Kementerian Luar Negeri RI menyatakan bahwa kedutaan Besar dapat mengonfirmasi kepada Kementerian Luar Negeri RI dan Bawaslu RI. Persoalan ini tentulah mewujudkan kewajiban Mahkama Konstitusi sebagai pemutus sengketa dalam pemilu/pilkada. Dalam penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif. (legal research), studi dokumen atau menggali data – data pustaka yang nantinya akan dianalisis, serta dengan metode pendekatan perundang-undangan (Statute Approach), pendekatan konseptual/doktrin (Conceptual Approach) yang terakhir pendekatan kasus itu sendiri (Case Approach). Dari penelitian ini dapat diketahui bahwa penyimpangan terhadap syarat pencalonan diri sebagai Calon Bupati oleh Orient Patriot Riwu Kore sebagai latar belakang putusan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 133/PUHP.BUP-XIX/2021 yang berisi dibatalkannya Orient Patriot Riwu Kore dan Thobias Uly sebagai pemenang Pilkada Bupati dan Wakil Bupati Saburaijua Provinsi Nusa Tenggara Timur serta pendiskualiikasian Orient Patriot Riwu Kore dalam Pilkada Bupati Saburaijua Provinsi Nusa Tenggara Timur. Dalam tulisan ini penulis ingin membahas mengenai penyelewengan aturan untuk mencalonkan diri sebagai kepala daerah yang dilakukan oleh Orient Patriot Riwu Kore hingga dampak hukum yang harus ditanggung.","PeriodicalId":503853,"journal":{"name":"Indonesian Journal of Law and Justice","volume":"54 29","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2024-06-03","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"141269903","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Hutan merupakan ekosistem yang sangat berharga bagi berbagai jenis kehidupan, termasuk manusia, karena memberikan sejumlah manfaat vital seperti penyediaan oksigen, regulasi iklim, habitat bagi flora dan fauna, serta sumber daya alam yang penting bagi kehidupan manusia. Melalui Hukum Tata Negara, negara memiliki kewajiban untuk melindungi dan mengelola hutan dengan baik. Hal ini tercermin dalam penetapan aturan dan norma yang mengatur pengelolaan kawasan hutan, termasuk penetapan status hutan, hak dan kewajiban pengelola, serta mekanisme pengawasan. Dalam pengelolaan hutan, hukum tata negara memegang peran yang sangat penting dalam menyusun kerangka hukum yang jelas dan efektif, menentukan kelembagaan yang bertanggung jawab atas pengelolaan hutan, serta menyelesaikan sengketa yang terkait dengan pengelolaan hutan. Namun, tantangan seperti penebangan liar, perambahan hutan, dan kebakaran hutan masih menjadi ancaman serius terhadap kelestarian hutan. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi peran Hukum Tata Negara dalam pengelolaan kawasan hutan di Indonesia serta meningkatkan efektivitasnya dalam mengatasi tantangan-tantangan tersebut. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian hukum normatif yuridis dengan pendekatan studi pustaka dan analisis putusan Mahkamah Konstitusi. Data diperoleh dari sumber-sumber hukum yang relevan seperti Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, undang-undang tentang Kehutanan, peraturan pemerintah tentang pengelolaan kawasan hutan, serta putusan Mahkamah Konstitusi. Data tersebut dianalisis secara kualitatif dengan menggunakan teknik analisis deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peran Hukum Tata Negara dalam pengelolaan kawasan hutan memiliki dampak signifikan terhadap efektivitas pengelolaan hutan. Rekomendasi untuk meningkatkan peran Hukum Tata Negara meliputi penguatan implementasi peraturan, peningkatan transparansi dalam pengawasan, partisipasi masyarakat, dan pengembangan program ekonomi alternatif bagi masyarakat di sekitar kawasan hutan. Dengan demikian, dapat diketahui bahwa Peran Hukum Tata Negara sangat kuat dan transparansi pengawasan dapat meningkatkan efektivitas pengelolaan hutan serta mengurangi ancaman seperti penebangan liar, perambahan hutan, dan kebakaran hutan, sementara partisipasi masyarakat dan program ekonomi alternatif juga digunakan untuk mendukung kelestarian hutan dan kesejahteraan masyarakat.
{"title":"Peran Hukum Tata Negara dalam Pengelolaan Kawasan Hutan","authors":"Chintya Rachma Hudaya, Silvi Aryana Paradita, Fazl Mawla Febrian, I. Triadi","doi":"10.47134/ijlj.v1i4.2546","DOIUrl":"https://doi.org/10.47134/ijlj.v1i4.2546","url":null,"abstract":"Hutan merupakan ekosistem yang sangat berharga bagi berbagai jenis kehidupan, termasuk manusia, karena memberikan sejumlah manfaat vital seperti penyediaan oksigen, regulasi iklim, habitat bagi flora dan fauna, serta sumber daya alam yang penting bagi kehidupan manusia. Melalui Hukum Tata Negara, negara memiliki kewajiban untuk melindungi dan mengelola hutan dengan baik. Hal ini tercermin dalam penetapan aturan dan norma yang mengatur pengelolaan kawasan hutan, termasuk penetapan status hutan, hak dan kewajiban pengelola, serta mekanisme pengawasan. Dalam pengelolaan hutan, hukum tata negara memegang peran yang sangat penting dalam menyusun kerangka hukum yang jelas dan efektif, menentukan kelembagaan yang bertanggung jawab atas pengelolaan hutan, serta menyelesaikan sengketa yang terkait dengan pengelolaan hutan. Namun, tantangan seperti penebangan liar, perambahan hutan, dan kebakaran hutan masih menjadi ancaman serius terhadap kelestarian hutan. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi peran Hukum Tata Negara dalam pengelolaan kawasan hutan di Indonesia serta meningkatkan efektivitasnya dalam mengatasi tantangan-tantangan tersebut. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian hukum normatif yuridis dengan pendekatan studi pustaka dan analisis putusan Mahkamah Konstitusi. Data diperoleh dari sumber-sumber hukum yang relevan seperti Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, undang-undang tentang Kehutanan, peraturan pemerintah tentang pengelolaan kawasan hutan, serta putusan Mahkamah Konstitusi. Data tersebut dianalisis secara kualitatif dengan menggunakan teknik analisis deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peran Hukum Tata Negara dalam pengelolaan kawasan hutan memiliki dampak signifikan terhadap efektivitas pengelolaan hutan. Rekomendasi untuk meningkatkan peran Hukum Tata Negara meliputi penguatan implementasi peraturan, peningkatan transparansi dalam pengawasan, partisipasi masyarakat, dan pengembangan program ekonomi alternatif bagi masyarakat di sekitar kawasan hutan. Dengan demikian, dapat diketahui bahwa Peran Hukum Tata Negara sangat kuat dan transparansi pengawasan dapat meningkatkan efektivitas pengelolaan hutan serta mengurangi ancaman seperti penebangan liar, perambahan hutan, dan kebakaran hutan, sementara partisipasi masyarakat dan program ekonomi alternatif juga digunakan untuk mendukung kelestarian hutan dan kesejahteraan masyarakat.","PeriodicalId":503853,"journal":{"name":"Indonesian Journal of Law and Justice","volume":"7 10","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2024-05-22","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"141113438","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Nirwasita Zada Paramesti, Rio Nusa Prawira, Musdalifah Azahra, Farrel Farandy, Immanuel Given Bintang Andhiyo, Aulia Izzati, Diah Septi Haryani, A. Mahardika, Wafiy Ahmad Ardhika, M. Mulyadi
Bullying adalah tindakan seseorang atau kelompok yang melakukan kekerasan ataupun perilaku yang menyebabkan rasa takut atau tidak nyaman kepada korban yang mengalaminya baik secara lisan, fisik, maupun secara mental. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor terjadinya bullying, mengidentifikasi peran negara, masyarakat, serta keluarga dalam penanganan bullying pada anak dengan regulasi yang relevan. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan menganalisis peraturan perundang-undangan yang berlaku dan relevan dengan permasalahan pada penelitian ini. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa seorang anak dapat menjadi pelaku bullying, penyebabnya adalah keluarga yang tidak harmonis, kesenioritasan dalam lingkungan sekolah, pengaruh dari teman sebaya, pengabaian sekolah terhadap pelaku bullying hingga ketidakmampuan anak untuk mengelola emosi. Negara dapat membuat kebijakan legislasi yang komprehensif mengatur tentang perlindungan anak, termasuk mengenai bullying. Masyarakat bisa menciptakan lingkungan yang ramah, dan damai serta memberikan edukasi dan dukungan sosial kepada anak. Sehingga anak merasa aman yang dampaknya memberikan rasa dicintai dan dihargai. Serta peran keluarga yang sangat penting karena apa yang orang tua ajarkan kepada anaknya maka akan langsung ditiru oleh sang anak. Keluarga harus bisa menjadi pendengar sekaligus teman bagi anak serta harus terbuka atas kritik dan saran dari anaknya. Keluarga harus memenuhi hak-hak anak supaya menimbulkan keharmonisan dalam keluarga yang berpengaruh terhadap perkembangan anak.
{"title":"Peran Negara, Masyarakat, dan Keluarga untuk menanggulangi Bullying dalam Perspektif Hukum Perlindungan Anak","authors":"Nirwasita Zada Paramesti, Rio Nusa Prawira, Musdalifah Azahra, Farrel Farandy, Immanuel Given Bintang Andhiyo, Aulia Izzati, Diah Septi Haryani, A. Mahardika, Wafiy Ahmad Ardhika, M. Mulyadi","doi":"10.47134/ijlj.v1i4.2545","DOIUrl":"https://doi.org/10.47134/ijlj.v1i4.2545","url":null,"abstract":"Bullying adalah tindakan seseorang atau kelompok yang melakukan kekerasan ataupun perilaku yang menyebabkan rasa takut atau tidak nyaman kepada korban yang mengalaminya baik secara lisan, fisik, maupun secara mental. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor terjadinya bullying, mengidentifikasi peran negara, masyarakat, serta keluarga dalam penanganan bullying pada anak dengan regulasi yang relevan. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan menganalisis peraturan perundang-undangan yang berlaku dan relevan dengan permasalahan pada penelitian ini. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa seorang anak dapat menjadi pelaku bullying, penyebabnya adalah keluarga yang tidak harmonis, kesenioritasan dalam lingkungan sekolah, pengaruh dari teman sebaya, pengabaian sekolah terhadap pelaku bullying hingga ketidakmampuan anak untuk mengelola emosi. Negara dapat membuat kebijakan legislasi yang komprehensif mengatur tentang perlindungan anak, termasuk mengenai bullying. Masyarakat bisa menciptakan lingkungan yang ramah, dan damai serta memberikan edukasi dan dukungan sosial kepada anak. Sehingga anak merasa aman yang dampaknya memberikan rasa dicintai dan dihargai. Serta peran keluarga yang sangat penting karena apa yang orang tua ajarkan kepada anaknya maka akan langsung ditiru oleh sang anak. Keluarga harus bisa menjadi pendengar sekaligus teman bagi anak serta harus terbuka atas kritik dan saran dari anaknya. Keluarga harus memenuhi hak-hak anak supaya menimbulkan keharmonisan dalam keluarga yang berpengaruh terhadap perkembangan anak.","PeriodicalId":503853,"journal":{"name":"Indonesian Journal of Law and Justice","volume":"52 11","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2024-05-22","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"141108638","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Iqbal Rifanda Sugiharta, Fauziyah Fauziyah, Icha cahyaning Fitri
Latar belakang pengisian kekosongan jabatan Gubernur adanya dampak pemilu serentak 2024. Terkait pengisian kekosongan jabatan di atur dalam Pasal 201 ayat (10) undang-undang No. 10 Tahun 2016 tentang pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota yang menyatakan: “untuk mengisi kekosongan jabatan Gubernur, diangkat penjabat Gubernur yang berasal dari jabatan pimpinan tinggi madya sampai dengan pelantikan Gubernur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”. Adanya Undang- Undang No. 10 tahun 2016 yang diatur lebih lanjut dalam Pasal 4 ayat (1) Peraturan Menteri Dalam Negeri No.4 tahun 2023 yang menyatakan Pengusulan Penjabat Gubernur dilakukan oleh: a. Menteri; dan b. DPRD melalui ketua DPRD Provinsi, sedangkan Pasal 9 ayat (1) mengenai Pengusulan Penjabat Bupati dan Penjabat Walikota dilakukan oleh: a. Menteri; b. Gubernur; dan c. DPRD melalui ketua DPRD Kabupaten/Kota. Pemilihan penjabat Gubernur, yang bertujuan untuk menjaga keberlangsungan pemerintahan di tengah kosongnya jabatan Gubernur. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui proses pengangkatan pengganti jabatan gubernur sesuai dengan konsep demokrasi di Indonesia. Metode penelitian ini menggunakan pendekatan Perundang-Undangan dan Pendekatan Konseptual. Jenis penelitian ini adalah penelitian Yuridis Normatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengisian kekosongan jabatan gubernur dipilih melalui Menteri dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi melalui ketua DPRD Provinsi. Tanpa memperhatikan partisipasi masyarakat dapat mengakibatkan berbagai masalah yang serius. Beberapa dampak yang mungkin timbul antara lain; Penghidupan Kembali Peran Dwi Fungsi ABRI, Diharmonisasi Antara Penyelenggara Pemerintah Daerah, Bertentangan dengan Prinsip Otonomi Daerah dan Demokrasi. Bahwa proses penunjukan penjabat kepala daerah dilakukan dengan transparan, akuntabel, dan melibatkan partisipasi masyarakat serta mengikuti prinsip-prinsip demokrasi dan otonomi daerah.
{"title":"Kontroversi Pengisian Kekosongan Jabatan Gubernur dalam Perspektif Demokrasi di Indonesia","authors":"Iqbal Rifanda Sugiharta, Fauziyah Fauziyah, Icha cahyaning Fitri","doi":"10.47134/ijlj.v1i4.2260","DOIUrl":"https://doi.org/10.47134/ijlj.v1i4.2260","url":null,"abstract":"Latar belakang pengisian kekosongan jabatan Gubernur adanya dampak pemilu serentak 2024. Terkait pengisian kekosongan jabatan di atur dalam Pasal 201 ayat (10) undang-undang No. 10 Tahun 2016 tentang pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota yang menyatakan: “untuk mengisi kekosongan jabatan Gubernur, diangkat penjabat Gubernur yang berasal dari jabatan pimpinan tinggi madya sampai dengan pelantikan Gubernur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”. Adanya Undang- Undang No. 10 tahun 2016 yang diatur lebih lanjut dalam Pasal 4 ayat (1) Peraturan Menteri Dalam Negeri No.4 tahun 2023 yang menyatakan Pengusulan Penjabat Gubernur dilakukan oleh: a. Menteri; dan b. DPRD melalui ketua DPRD Provinsi, sedangkan Pasal 9 ayat (1) mengenai Pengusulan Penjabat Bupati dan Penjabat Walikota dilakukan oleh: a. Menteri; b. Gubernur; dan c. DPRD melalui ketua DPRD Kabupaten/Kota. Pemilihan penjabat Gubernur, yang bertujuan untuk menjaga keberlangsungan pemerintahan di tengah kosongnya jabatan Gubernur. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui proses pengangkatan pengganti jabatan gubernur sesuai dengan konsep demokrasi di Indonesia. Metode penelitian ini menggunakan pendekatan Perundang-Undangan dan Pendekatan Konseptual. Jenis penelitian ini adalah penelitian Yuridis Normatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengisian kekosongan jabatan gubernur dipilih melalui Menteri dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi melalui ketua DPRD Provinsi. Tanpa memperhatikan partisipasi masyarakat dapat mengakibatkan berbagai masalah yang serius. Beberapa dampak yang mungkin timbul antara lain; Penghidupan Kembali Peran Dwi Fungsi ABRI, Diharmonisasi Antara Penyelenggara Pemerintah Daerah, Bertentangan dengan Prinsip Otonomi Daerah dan Demokrasi. Bahwa proses penunjukan penjabat kepala daerah dilakukan dengan transparan, akuntabel, dan melibatkan partisipasi masyarakat serta mengikuti prinsip-prinsip demokrasi dan otonomi daerah.","PeriodicalId":503853,"journal":{"name":"Indonesian Journal of Law and Justice","volume":"9 6","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2024-05-07","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"141005173","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Tindakan melanggar integritas fisik seseorang disebut sebagai tindak pidana penganiayaan, yang diatur mulai dari Pasal 351 hingga Pasal 358 KUHP. Namun, pasal-pasal tersebut tidak mencakup definisi atau batasan yang jelas tentang penganiayaan, dan tidak mengatur alat atau sarana yang digunakan oleh pelaku untuk melakukan tindakan tersebut. Sebagai contoh, dalam putusan Nomor 372/Pid.B/2020/PN.Jkt.Utr., hakim dianggap tidak akurat dalam memutuskan suatu kasus. Tujuan penelitian ialah untuk mengetahui pertimbangan hakim dalam mengkualifikasi tindak pidana penganiayaan berat. Metode penelitian jenis normatif dengan pendekatan perundang-undangan, konseptual, dan kasus yang bersumber dari data sekunder yang dianalisis secara kualitatif. Berdasarkan temuan dari penelitian, dapat disimpulkan jika hasil penelitian ini menghasilkan putusan hakim dalam kasus Nomor 372/Pid.B/2020/PN.Jkt.Utr. yang kurang tepat. Hal ini disebabkan oleh fakta hukum yang terungkap selama persidangan dan dampak yang dialami oleh korban sebagai akibat dari tindakan terdakwa yang memenuhi unsur penganiayaan berat serta mengacu pada konsep luka berat sebagaimana diatur dalam Pasal 90 KUHP. Hakim kurang cermat dalam mengidentifikasi tindak pidana penganiayaan, sehingga putusan tersebut tidak mencerminkan keadilan, khususnya bagi korban.
{"title":"Pertimbangan Hakim dalam Mengkualifikasi Tindak Pidana Penganiayaan Berat dalam Praktik Peradilan (Studi Kasus Putusan Perkara Nomor: 372/Pid.B/2020/PN.Jkt.Utr)","authors":"Nur Firosyiah, Suyatna Suyatna","doi":"10.47134/ijlj.v1i4.2385","DOIUrl":"https://doi.org/10.47134/ijlj.v1i4.2385","url":null,"abstract":"Tindakan melanggar integritas fisik seseorang disebut sebagai tindak pidana penganiayaan, yang diatur mulai dari Pasal 351 hingga Pasal 358 KUHP. Namun, pasal-pasal tersebut tidak mencakup definisi atau batasan yang jelas tentang penganiayaan, dan tidak mengatur alat atau sarana yang digunakan oleh pelaku untuk melakukan tindakan tersebut. Sebagai contoh, dalam putusan Nomor 372/Pid.B/2020/PN.Jkt.Utr., hakim dianggap tidak akurat dalam memutuskan suatu kasus. Tujuan penelitian ialah untuk mengetahui pertimbangan hakim dalam mengkualifikasi tindak pidana penganiayaan berat. Metode penelitian jenis normatif dengan pendekatan perundang-undangan, konseptual, dan kasus yang bersumber dari data sekunder yang dianalisis secara kualitatif. Berdasarkan temuan dari penelitian, dapat disimpulkan jika hasil penelitian ini menghasilkan putusan hakim dalam kasus Nomor 372/Pid.B/2020/PN.Jkt.Utr. yang kurang tepat. Hal ini disebabkan oleh fakta hukum yang terungkap selama persidangan dan dampak yang dialami oleh korban sebagai akibat dari tindakan terdakwa yang memenuhi unsur penganiayaan berat serta mengacu pada konsep luka berat sebagaimana diatur dalam Pasal 90 KUHP. Hakim kurang cermat dalam mengidentifikasi tindak pidana penganiayaan, sehingga putusan tersebut tidak mencerminkan keadilan, khususnya bagi korban.","PeriodicalId":503853,"journal":{"name":"Indonesian Journal of Law and Justice","volume":"12 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2024-05-02","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"141020719","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Film dokumenter berjudul Dirty Vote dijadwalkan tayang perdana pada 11 Februari 2024, hari tenang menjelang pemilu 2024. Jalur pemilu presiden tahun 2024 dan dugaan insiden-insidennya dibahas dalam Dirty Vote. Dalam video yang disutradarai Dandhy Dwi Laksono inif, tim beranggotakan lima pakar mengkaji situasi terkait pemilu melalui kacamata analisis hukum tata negara. Untuk menjaga keutuhan pemilu dan menjamin masyarakat yang menyaksikannya mengetahui kelebihan dan kekurangannya, penelitian ini bertujuan untuk memberikan pemahaman lebih dalam mengenai dampak film dokumenter Dirty Vote yang diproduksi pada masa pemilu atau masa tenang menjelang pemilu 2024. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan pendekatan studi kepustakaan. Hasil penelitian menunjukan film Dirty Vote berpengaruh terhadap pemilu 2024 di Indonesia karena banyak membahas kecurangan yang terjadi di tatanan negara saat ini serta menyadarkan masyarakat untuk lebih bijak dalam memilih pemimpin di Indonesia.
{"title":"Pengaruh Film Dokumenter “Dirty Vote” pada Saat Masa Tenang Pemilihan Umum Tahun 2024 di Indonesia","authors":"Angelica Nathaniella, I. Triadi","doi":"10.47134/ijlj.v1i4.2402","DOIUrl":"https://doi.org/10.47134/ijlj.v1i4.2402","url":null,"abstract":"Film dokumenter berjudul Dirty Vote dijadwalkan tayang perdana pada 11 Februari 2024, hari tenang menjelang pemilu 2024. Jalur pemilu presiden tahun 2024 dan dugaan insiden-insidennya dibahas dalam Dirty Vote. Dalam video yang disutradarai Dandhy Dwi Laksono inif, tim beranggotakan lima pakar mengkaji situasi terkait pemilu melalui kacamata analisis hukum tata negara. Untuk menjaga keutuhan pemilu dan menjamin masyarakat yang menyaksikannya mengetahui kelebihan dan kekurangannya, penelitian ini bertujuan untuk memberikan pemahaman lebih dalam mengenai dampak film dokumenter Dirty Vote yang diproduksi pada masa pemilu atau masa tenang menjelang pemilu 2024. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan pendekatan studi kepustakaan. Hasil penelitian menunjukan film Dirty Vote berpengaruh terhadap pemilu 2024 di Indonesia karena banyak membahas kecurangan yang terjadi di tatanan negara saat ini serta menyadarkan masyarakat untuk lebih bijak dalam memilih pemimpin di Indonesia.","PeriodicalId":503853,"journal":{"name":"Indonesian Journal of Law and Justice","volume":"14 31","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2024-05-02","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"141020270","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Hubungan antara bank dan nasabah seringkali tidak seimbang, di mana bank memiliki posisi tawar yang lebih kuat. Kondisi ini menjadikan perlindungan hukum bagi nasabah selaku konsumen menjadi sangat penting. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perlindungan hukum bagi nasabah bank selaku konsumen yang ditinjau dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Seiring dengan perkembangan industri perbankan, kebutuhan untuk melindungi kepentingan nasabah sebagai konsumen menjadi semakin penting. Undang-Undang Perlindungan Konsumen menjadi payung hukum dalam memberikan perlindungan terhadap hak-hak nasabah bank. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan mengkaji peraturan perundang-undangan terkait serta literatur-literatur yang relevan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Undang-Undang Perlindungan Konsumen memberikan perlindungan hukum bagi nasabah bank, terutama terkait dengan pengaturan klausula baku dalam perjanjian antara bank dan nasabah. Namun demikian, masih terdapat pelanggaran terhadap ketentuan tersebut yang merugikan kepentingan nasabah. Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk meningkatkan kesadaran dan kepatuhan bank dalam menerapkan Undang-Undang Perlindungan Konsumen serta penegakan hukum yang tegas dalam melindungi hak-hak nasabah bank.
{"title":"Perlindungan Hukum Bagi Nasabah Bank Selaku Konsumen Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen","authors":"Rafela Ashyla Zahra, Luthfi Abdurrahman, Asmak Ui Husnoh","doi":"10.47134/ijlj.v1i4.2376","DOIUrl":"https://doi.org/10.47134/ijlj.v1i4.2376","url":null,"abstract":"Hubungan antara bank dan nasabah seringkali tidak seimbang, di mana bank memiliki posisi tawar yang lebih kuat. Kondisi ini menjadikan perlindungan hukum bagi nasabah selaku konsumen menjadi sangat penting. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perlindungan hukum bagi nasabah bank selaku konsumen yang ditinjau dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Seiring dengan perkembangan industri perbankan, kebutuhan untuk melindungi kepentingan nasabah sebagai konsumen menjadi semakin penting. Undang-Undang Perlindungan Konsumen menjadi payung hukum dalam memberikan perlindungan terhadap hak-hak nasabah bank. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan mengkaji peraturan perundang-undangan terkait serta literatur-literatur yang relevan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Undang-Undang Perlindungan Konsumen memberikan perlindungan hukum bagi nasabah bank, terutama terkait dengan pengaturan klausula baku dalam perjanjian antara bank dan nasabah. Namun demikian, masih terdapat pelanggaran terhadap ketentuan tersebut yang merugikan kepentingan nasabah. Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk meningkatkan kesadaran dan kepatuhan bank dalam menerapkan Undang-Undang Perlindungan Konsumen serta penegakan hukum yang tegas dalam melindungi hak-hak nasabah bank.","PeriodicalId":503853,"journal":{"name":"Indonesian Journal of Law and Justice","volume":"55 6","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2024-04-25","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"140656736","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Kasus terkait kepemilikan tanah atas Hak Eigendom Verponding yang mengalami keterlambatan dalam proses konversi, menyebabkan tanah tersebut kembali dikuasai oleh negara. Proses hukum telah berlangsung dari Pengadilan Tingkat Pertama hingga Peninjauan Kembali, di mana keputusan akhir menetapkan bahwa tergugat, secara kolektif, harus Memberikan kompensasi kepada pihak yang mengajukan gugatan terkait kepemilikan tanah yang mereka klaim. Namun, sampai saat ini, tergugat belum memenuhi kewajiban tersebut. Tujuan penelitian ini adalah pertama, untuk mengetahui pertimbangan hakim dalam putusan pembayaran ganti rugi atas hak tanah berdasarkan putusan No. 523/pdt.g/2001/Pn.Jaksel, jo. No. 245/pdt/2003/PT.DKI, jo. 611K/pdt/2004, jo. No. 64PK/pdt/2007. Kedua, untuk mengetahui bentuk perlindungan hukum bagi penerima ganti rugi jika sampai jangka waktu pembayaran belum menerima ganti rugi sesuai putusan pengadilan. Metode penelitian yang diterapkan ialah pendekatan normatif dengan menganalisis peraturan perundang-undangan, konsep hukum, dan studi kasus. Temuan dari penelitian ini menunjukkan bahwa pertimbangan hakim dalam kasus tersebut sesuai dengan prinsip hukum dan melibatkan perlindungan hukum yang bersifat represif. Kesimpulan dari penelitian ini ialah bahwa hak atas tanah Eigendom tidak dapat dilakukan eksekusi karena tanah tersebut dimiliki oleh negara, dan keputusan pengadilan tidak menetapkan batas waktu pembayaran. Akibatnya, perlindungan hukum bagi para penggugat terkait ganti rugi atas tanah tersebut diperuntukkan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
{"title":"Studi Putusan Hakim Terhadap Belum Dilaksanakan Putusan Pengadilan Negeri Atas Tuntutan Ganti Rugi yang Kadaluwarsa (Putusan No.523/Pdt.G/2001/PN.Jaksel, jo. No.245/Pdt/2003/ PT.DKI, jo. 611K /Pdt/2004, jo. No.64PK /Pdt/2007)","authors":"Achrianti Rafiqoh, Yunita Reykasari","doi":"10.47134/ijlj.v1i4.2378","DOIUrl":"https://doi.org/10.47134/ijlj.v1i4.2378","url":null,"abstract":"Kasus terkait kepemilikan tanah atas Hak Eigendom Verponding yang mengalami keterlambatan dalam proses konversi, menyebabkan tanah tersebut kembali dikuasai oleh negara. Proses hukum telah berlangsung dari Pengadilan Tingkat Pertama hingga Peninjauan Kembali, di mana keputusan akhir menetapkan bahwa tergugat, secara kolektif, harus Memberikan kompensasi kepada pihak yang mengajukan gugatan terkait kepemilikan tanah yang mereka klaim. Namun, sampai saat ini, tergugat belum memenuhi kewajiban tersebut. Tujuan penelitian ini adalah pertama, untuk mengetahui pertimbangan hakim dalam putusan pembayaran ganti rugi atas hak tanah berdasarkan putusan No. 523/pdt.g/2001/Pn.Jaksel, jo. No. 245/pdt/2003/PT.DKI, jo. 611K/pdt/2004, jo. No. 64PK/pdt/2007. Kedua, untuk mengetahui bentuk perlindungan hukum bagi penerima ganti rugi jika sampai jangka waktu pembayaran belum menerima ganti rugi sesuai putusan pengadilan. Metode penelitian yang diterapkan ialah pendekatan normatif dengan menganalisis peraturan perundang-undangan, konsep hukum, dan studi kasus. Temuan dari penelitian ini menunjukkan bahwa pertimbangan hakim dalam kasus tersebut sesuai dengan prinsip hukum dan melibatkan perlindungan hukum yang bersifat represif. Kesimpulan dari penelitian ini ialah bahwa hak atas tanah Eigendom tidak dapat dilakukan eksekusi karena tanah tersebut dimiliki oleh negara, dan keputusan pengadilan tidak menetapkan batas waktu pembayaran. Akibatnya, perlindungan hukum bagi para penggugat terkait ganti rugi atas tanah tersebut diperuntukkan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).","PeriodicalId":503853,"journal":{"name":"Indonesian Journal of Law and Justice","volume":"8 12","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2024-04-25","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"140653739","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tindak pidana di luar KUHP dengan fokus pada kasus pencucian uang. Pencucian uang merupakan tindakan untuk menyembunyikan asal-usul dana yang diperoleh secara ilegal melalui serangkaian kegiatan untuk mengaburkan jejak sumber dana tersebut agar terlihat legal. Salah satu contohnya adalah praktik ilegal dalam transaksi saham yang melibatkan pembelian dan penjualan saham palsu atau manipulasi pasar saham. Penelitian ini menggunakan metode hukum normatif dengan mengkaji bahan hukum terkait. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tindak pidana pencucian uang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Pasal 3, 4, dan 5 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Penelitian ini berkontribusi pada pemahaman tentang tindak pidana di luar KUHP, khususnya pencucian uang, dan pentingnya regulasi yang memadai untuk mencegah dan memberantas praktik ilegal tersebut.
{"title":"Tindak Pidana di Luar KUHP Pencucian Uang terhadap Kasus Gagal Bayar Pemilik Grup Kresna Terancam Dipidanakan 20 Tahun Pidana","authors":"Husnud Do’a Masitoh, K. Kamilah","doi":"10.47134/ijlj.v1i4.2374","DOIUrl":"https://doi.org/10.47134/ijlj.v1i4.2374","url":null,"abstract":"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tindak pidana di luar KUHP dengan fokus pada kasus pencucian uang. Pencucian uang merupakan tindakan untuk menyembunyikan asal-usul dana yang diperoleh secara ilegal melalui serangkaian kegiatan untuk mengaburkan jejak sumber dana tersebut agar terlihat legal. Salah satu contohnya adalah praktik ilegal dalam transaksi saham yang melibatkan pembelian dan penjualan saham palsu atau manipulasi pasar saham. Penelitian ini menggunakan metode hukum normatif dengan mengkaji bahan hukum terkait. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tindak pidana pencucian uang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Pasal 3, 4, dan 5 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Penelitian ini berkontribusi pada pemahaman tentang tindak pidana di luar KUHP, khususnya pencucian uang, dan pentingnya regulasi yang memadai untuk mencegah dan memberantas praktik ilegal tersebut.","PeriodicalId":503853,"journal":{"name":"Indonesian Journal of Law and Justice","volume":"22 12","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2024-04-23","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"140667541","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pelanggaran berat hak asasi manusia (HAM) adalah pelanggaran yang sangat keji yang termasuk dalam klasifikasi kejahatan luar biasa. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji landasan hukum dan sifat mendesak dari penetapan pelanggaran HAM yang berat sebagai kejahatan luar biasa di Indonesia. Metodologi penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif, yang menggabungkan pendekatan perundang-undangan dan konseptual. Temuan dari penelitian ini menunjukkan bahwa Pengadilan Hak Asasi Manusia diatur dalam UU No. 26 Tahun 2000 terkait dengan pelanggaran hak asasi manusia yang berat. Namun demikian, penerapannya masih terbatas dan belum diklasifikasikan sebagai kejahatan luar biasa. Dengan mengklasifikasikan pelanggaran HAM berat sebagai kejahatan luar biasa, Indonesia dapat memperkuat komitmennya untuk melindungi hak asasi manusia, meningkatkan upaya pencegahan dan penghukuman, dan memperkuat keamanan di sekitar hak asasi manusia. Studi ini menyimpulkan bahwa undang-undang dan peraturan di Indonesia yang mengatur klasifikasi pelanggaran HAM berat sebagai kejahatan luar biasa harus direvisi.
{"title":"Tindak Pidana Pelanggaran Hak Asasi Manusia Berat sebagai Kejahatan Luar Biasa di Indonesia","authors":"Rafela Ashyla Zahra, Luthfi Abdurrahman, Asmak Ui Husnoh","doi":"10.47134/ijlj.v1i4.2375","DOIUrl":"https://doi.org/10.47134/ijlj.v1i4.2375","url":null,"abstract":"Pelanggaran berat hak asasi manusia (HAM) adalah pelanggaran yang sangat keji yang termasuk dalam klasifikasi kejahatan luar biasa. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji landasan hukum dan sifat mendesak dari penetapan pelanggaran HAM yang berat sebagai kejahatan luar biasa di Indonesia. Metodologi penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif, yang menggabungkan pendekatan perundang-undangan dan konseptual. Temuan dari penelitian ini menunjukkan bahwa Pengadilan Hak Asasi Manusia diatur dalam UU No. 26 Tahun 2000 terkait dengan pelanggaran hak asasi manusia yang berat. Namun demikian, penerapannya masih terbatas dan belum diklasifikasikan sebagai kejahatan luar biasa. Dengan mengklasifikasikan pelanggaran HAM berat sebagai kejahatan luar biasa, Indonesia dapat memperkuat komitmennya untuk melindungi hak asasi manusia, meningkatkan upaya pencegahan dan penghukuman, dan memperkuat keamanan di sekitar hak asasi manusia. Studi ini menyimpulkan bahwa undang-undang dan peraturan di Indonesia yang mengatur klasifikasi pelanggaran HAM berat sebagai kejahatan luar biasa harus direvisi.","PeriodicalId":503853,"journal":{"name":"Indonesian Journal of Law and Justice","volume":"15 2","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2024-04-22","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"140673473","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}