Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak yang melekat pada setiap manusia sejak mereka dilahirkan. Setiap warga negara Indonesia memiliki hak yang berkaitan dengan segala aspek kehidupan bahkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Salah satu bentuk partisipasi politik yang dapat dilakukan warga negara Indonesia adalah dengan melakukan pemilihan umum. Masyarakat menggunakan haknya untuk memilih ataupun dipilih, ikut serta dalam organisasi politik, ikut serta dalam kampanye, serta hal lainnya yang berhubungan dengan pemilihan umum. Tujuan Penelitian pada artikel ini untuk memberikan pemahaman dan kesadaran kepada masyarakat mengenai Hak Asasi Manusia dalam partisipasi politik pada pemilihan umum yang berlangsung di Indonesia secara umum dan secara hukum, serta memberikan langkah-langkah yang dapat dugunakan untuk menyelesaikan masalah dan tantangan yang ada sehingga terciptanya pemerintah, lembaga-lembaga, Mahkamah Konstitusi, dan seluruh aspek masyarakat yang sadar akan pentingnya menjunjung tinggi dan melindungi Hak Asasi Manusia terutama hak-hak sebagai warga negara. Metode yang digunakan yaitu metode normatif yuridis dengan pendekatan studi pustaka yang digunakan dalam penelitian ini dengan maksud memberikan gambaran dan telaah secara mendalam mengenai objek yang akan dibahas. Hasil dari penelitian ini adalah memberikan informasi pentingnya hak politik sebagai bagian dari Hak Asasi Manusia (HAM), termasuk partisipasi dalam pemilihan umum dan upaya untuk meningkatkan transparansi, akuntabilitas, dan kesadaran dalam penegakan hak politik warga negara.
{"title":"Penegakan Hak Asasi Manusia dalam Partisipasi Politik Warga Negara pada Pemilihan Umum di Indonesia","authors":"Osihanna Meita Kasih, I. Triadi","doi":"10.47134/ijlj.v1i4.2369","DOIUrl":"https://doi.org/10.47134/ijlj.v1i4.2369","url":null,"abstract":"Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak yang melekat pada setiap manusia sejak mereka dilahirkan. Setiap warga negara Indonesia memiliki hak yang berkaitan dengan segala aspek kehidupan bahkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Salah satu bentuk partisipasi politik yang dapat dilakukan warga negara Indonesia adalah dengan melakukan pemilihan umum. Masyarakat menggunakan haknya untuk memilih ataupun dipilih, ikut serta dalam organisasi politik, ikut serta dalam kampanye, serta hal lainnya yang berhubungan dengan pemilihan umum. Tujuan Penelitian pada artikel ini untuk memberikan pemahaman dan kesadaran kepada masyarakat mengenai Hak Asasi Manusia dalam partisipasi politik pada pemilihan umum yang berlangsung di Indonesia secara umum dan secara hukum, serta memberikan langkah-langkah yang dapat dugunakan untuk menyelesaikan masalah dan tantangan yang ada sehingga terciptanya pemerintah, lembaga-lembaga, Mahkamah Konstitusi, dan seluruh aspek masyarakat yang sadar akan pentingnya menjunjung tinggi dan melindungi Hak Asasi Manusia terutama hak-hak sebagai warga negara. Metode yang digunakan yaitu metode normatif yuridis dengan pendekatan studi pustaka yang digunakan dalam penelitian ini dengan maksud memberikan gambaran dan telaah secara mendalam mengenai objek yang akan dibahas. Hasil dari penelitian ini adalah memberikan informasi pentingnya hak politik sebagai bagian dari Hak Asasi Manusia (HAM), termasuk partisipasi dalam pemilihan umum dan upaya untuk meningkatkan transparansi, akuntabilitas, dan kesadaran dalam penegakan hak politik warga negara.","PeriodicalId":503853,"journal":{"name":"Indonesian Journal of Law and Justice","volume":" 3","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2024-04-18","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"140688595","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan suatu momen penting dalam sebuah negara demokratis yang dilaksanakan setiap lima tahun sekali, di mana masyarakat berhak untuk memilih wakilnya secara bebas dan adil. Salah satu aspek krusial dalam proses ini adalah kampanye politik, yang memungkinkan calon legislatif. Metode penelitian yang digunakan yuridis normatif yang meletakkan hukum sebagai sebuah bangunan sistem norma. Pelanggaran yang dilakukan meliputi pemasangan baliho yang mengganggu ketertiban umum, merusak baliho peserta pemilu, dan penempatan baliho di tempat-tempat terlarang, sehingga komisi pemilihan umum memiliki peranan penting dalam menindaklanjuti pelanggaran dan memberikan sanksi sesuai dengan tingkat pelanggaran yang terjadi. Penyelesaian menanggapi pelanggaran dari berbagai sanksi hukum administratif yang dapat diterapkan termasuk paksaan pemerintahan, dwangsom, dan denda administrasi, karena kurangnya pengawasan dan kesadaran terhadap regulasi menjadi faktor penyebab, dengan implikasi gangguan terhadap keamanan, keselamatan, dan ketertiban lalu lintas.
{"title":"Pelanggaran Hukum Terhadap Pemasangan Baliho Partai dalam Masa Kampanye Pemilihan Umum Calon Legislatif di DKI Jakarta","authors":"Sefrina Linda Adilla Putri, I. Triadi","doi":"10.47134/ijlj.v1i4.2370","DOIUrl":"https://doi.org/10.47134/ijlj.v1i4.2370","url":null,"abstract":"Pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan suatu momen penting dalam sebuah negara demokratis yang dilaksanakan setiap lima tahun sekali, di mana masyarakat berhak untuk memilih wakilnya secara bebas dan adil. Salah satu aspek krusial dalam proses ini adalah kampanye politik, yang memungkinkan calon legislatif. Metode penelitian yang digunakan yuridis normatif yang meletakkan hukum sebagai sebuah bangunan sistem norma. Pelanggaran yang dilakukan meliputi pemasangan baliho yang mengganggu ketertiban umum, merusak baliho peserta pemilu, dan penempatan baliho di tempat-tempat terlarang, sehingga komisi pemilihan umum memiliki peranan penting dalam menindaklanjuti pelanggaran dan memberikan sanksi sesuai dengan tingkat pelanggaran yang terjadi. Penyelesaian menanggapi pelanggaran dari berbagai sanksi hukum administratif yang dapat diterapkan termasuk paksaan pemerintahan, dwangsom, dan denda administrasi, karena kurangnya pengawasan dan kesadaran terhadap regulasi menjadi faktor penyebab, dengan implikasi gangguan terhadap keamanan, keselamatan, dan ketertiban lalu lintas.","PeriodicalId":503853,"journal":{"name":"Indonesian Journal of Law and Justice","volume":" 38","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2024-04-18","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"140688122","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Artikel ini bertujuan untuk menganalisis perubahan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam konteks pemilihan umum (pemilu) tahun 2024 dengan menggunakan pendekatan hukum tata negara. Keputusan-keputusan MK memiliki peran krusial dalam menentukan validitas pemilu dan melindungi prinsip-prinsip demokrasi yang mendasarinya. Artikel ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan pendekatan studi pustaka. Artikel ini melakukan tinjauan terhadap putusan-putusan MK dalam pemilu sebelumnya dan membandingkannya dengan konteks pemilu tahun 2024. Dalam analisis ini, faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan putusan MK akan diperhatikan, seperti perkembangan hukum, perubahan sosial, dan pergeseran politik yang mungkin terjadi seiring berjalannya waktu. Melalui tinjauan hukum tata negara, artikel ini juga akan mempertimbangkan pengaruh pemikiran konstitusionalis dan prinsip-prinsip hak asasi manusia dalam putusan MK terkait pemilu. Penelitian ini memperhatikan perubahan dalam interpretasi konstitusi oleh MK dan dampaknya terhadap proses pemilu. Hasil analisis ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih baik tentang perubahan putusan MK dalam konteks pemilu 2024 dan implikasinya terhadap sistem demokrasi. Dengan memahami perubahan tersebut, para pemangku kepentingan dapat mengantisipasi dan merespons dengan tepat, yang pada gilirannya dapat meningkatkan integritas pemilu dan kepercayaan publik dalam proses demokrasi.
{"title":"Analisis Perubahan Putusan Mahkamah Konstitusi dalam Konteks Pemilu 2024 Melalui Tinjauan Hukum Tata Negara","authors":"Silvi Aryana Paradita, Irwan Triadi","doi":"10.47134/ijlj.v1i4.2349","DOIUrl":"https://doi.org/10.47134/ijlj.v1i4.2349","url":null,"abstract":"Artikel ini bertujuan untuk menganalisis perubahan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam konteks pemilihan umum (pemilu) tahun 2024 dengan menggunakan pendekatan hukum tata negara. Keputusan-keputusan MK memiliki peran krusial dalam menentukan validitas pemilu dan melindungi prinsip-prinsip demokrasi yang mendasarinya. Artikel ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan pendekatan studi pustaka. Artikel ini melakukan tinjauan terhadap putusan-putusan MK dalam pemilu sebelumnya dan membandingkannya dengan konteks pemilu tahun 2024. Dalam analisis ini, faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan putusan MK akan diperhatikan, seperti perkembangan hukum, perubahan sosial, dan pergeseran politik yang mungkin terjadi seiring berjalannya waktu. Melalui tinjauan hukum tata negara, artikel ini juga akan mempertimbangkan pengaruh pemikiran konstitusionalis dan prinsip-prinsip hak asasi manusia dalam putusan MK terkait pemilu. Penelitian ini memperhatikan perubahan dalam interpretasi konstitusi oleh MK dan dampaknya terhadap proses pemilu. Hasil analisis ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih baik tentang perubahan putusan MK dalam konteks pemilu 2024 dan implikasinya terhadap sistem demokrasi. Dengan memahami perubahan tersebut, para pemangku kepentingan dapat mengantisipasi dan merespons dengan tepat, yang pada gilirannya dapat meningkatkan integritas pemilu dan kepercayaan publik dalam proses demokrasi.","PeriodicalId":503853,"journal":{"name":"Indonesian Journal of Law and Justice","volume":"46 7","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2024-04-02","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"140755451","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
The frequency of these crimes, one of which is the unlawful act of sexual abuse, which encompasses both fornication and copulation, demonstrates the current high rate of crimes against children. Children and the future of the nation are seriously and dangerously at stake from this. Sexual activity is a crime that seriously damages society, it is taken very seriously, and it makes people feel uneasy since it incites a dread of crime. Data collection, processing, presentation, and analysis related to an event constitute the process of research. to acquire a study outcome that is responsible for science. Normative juridical research is the kind that is employed. Articles 81 and 82 of Law Number 35 of 2014 concerning Amendments to Law Number 23 of 2002 concerning Child Protection discuss the legal provisions for child molestation against children.
{"title":"Criminal Provisions For Perpetrators Who Commit Criminal Acts of Copulation And Lewd Acts Against Minors","authors":"Diana Diana, Wahyu Prawesthi, Bahrul Amiq","doi":"10.47134/ijlj.v1i4.2345","DOIUrl":"https://doi.org/10.47134/ijlj.v1i4.2345","url":null,"abstract":"The frequency of these crimes, one of which is the unlawful act of sexual abuse, which encompasses both fornication and copulation, demonstrates the current high rate of crimes against children. Children and the future of the nation are seriously and dangerously at stake from this. Sexual activity is a crime that seriously damages society, it is taken very seriously, and it makes people feel uneasy since it incites a dread of crime. Data collection, processing, presentation, and analysis related to an event constitute the process of research. to acquire a study outcome that is responsible for science. Normative juridical research is the kind that is employed. Articles 81 and 82 of Law Number 35 of 2014 concerning Amendments to Law Number 23 of 2002 concerning Child Protection discuss the legal provisions for child molestation against children.","PeriodicalId":503853,"journal":{"name":"Indonesian Journal of Law and Justice","volume":"123 ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2024-04-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"140756162","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Rr. Luh, Nabila Mauldy, S. Hanifa, Fanim Angelina Sabila, M. Putra, Baihaqi Abdul Hakim, Indira Swasti, Batas Tanah, Penyelesaian Sengketa
Indonesia merupakan negara agraris dengan total luas daratan sebesar 1,81 juta km2 yang mencakup 1,2% dari luas daratan di dunia. Hal tersebut tentunya juga membuka peluang akan adanya permasalahan pertanahan yang dapat mengganggu stabilitas kondisi sosial serta ekonomi di Indonesia. Salah satu permasalahan pertanahan yang kerap kita jumpai yaitu adanya ketidakpastian mengenai kepemilikan tanah yang kemudian hal tersebut dapat menimbulkan ketidakadilan dan kerugian bagi pihak-pihak yang terlibat di dalamnya. Sehingga hal tersebut menjadi dorongan bagi penulis untuk mengeksplorasi lebih lanjut terkait peran krusial kantor pertanahan dalam menangani sengketa batas tanah sebagai elemen penting dalam sistem administrasi pertanahan. Tujuan penelitian ini untuk memberikan wawasan yang lebih dalam tentang bagaimana peran kantor pertanahan dapat diperkuat untuk meningkatkan efektivitas mereka dalam mengatasi sengketa batas tanah yang kompleks. Metode penelitian ini bersifat deskriptif yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi spesifik tentang individu, situasi, atau gejala lainnya. Jenis penelitian ini berupa hukum normatif empiris, serta jenis data yang digunakan yaitu data primer dan data sekunder. Teknik analisis data pada penelitian ini dengan menggunakan teknik analisa kualitatif. Hasil dari penelitian ini adalah Peran Kantor Pertanahan dalam menyelesaikan sengketa batas tanah melibatkan berbagai mekanisme, seperti badan peradilan, arbitrase, dan alternatif penyelesaian sengketa, termasuk mediasi, sementara pendaftaran tanah di ATR/BPN merupakan langkah krusial dalam menjamin kepastian hukum atas kepemilikan tanah dan mencegah konflik terkait pertanahan.
{"title":"Analisis Yuridis Peranan Kantor ATR/BPN terhadap Penyelesaian Permasalahan Sengketa Batas Tanah","authors":"Rr. Luh, Nabila Mauldy, S. Hanifa, Fanim Angelina Sabila, M. Putra, Baihaqi Abdul Hakim, Indira Swasti, Batas Tanah, Penyelesaian Sengketa","doi":"10.47134/ijlj.v1i4.2333","DOIUrl":"https://doi.org/10.47134/ijlj.v1i4.2333","url":null,"abstract":"Indonesia merupakan negara agraris dengan total luas daratan sebesar 1,81 juta km2 yang mencakup 1,2% dari luas daratan di dunia. Hal tersebut tentunya juga membuka peluang akan adanya permasalahan pertanahan yang dapat mengganggu stabilitas kondisi sosial serta ekonomi di Indonesia. Salah satu permasalahan pertanahan yang kerap kita jumpai yaitu adanya ketidakpastian mengenai kepemilikan tanah yang kemudian hal tersebut dapat menimbulkan ketidakadilan dan kerugian bagi pihak-pihak yang terlibat di dalamnya. Sehingga hal tersebut menjadi dorongan bagi penulis untuk mengeksplorasi lebih lanjut terkait peran krusial kantor pertanahan dalam menangani sengketa batas tanah sebagai elemen penting dalam sistem administrasi pertanahan. Tujuan penelitian ini untuk memberikan wawasan yang lebih dalam tentang bagaimana peran kantor pertanahan dapat diperkuat untuk meningkatkan efektivitas mereka dalam mengatasi sengketa batas tanah yang kompleks. Metode penelitian ini bersifat deskriptif yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi spesifik tentang individu, situasi, atau gejala lainnya. Jenis penelitian ini berupa hukum normatif empiris, serta jenis data yang digunakan yaitu data primer dan data sekunder. Teknik analisis data pada penelitian ini dengan menggunakan teknik analisa kualitatif. Hasil dari penelitian ini adalah Peran Kantor Pertanahan dalam menyelesaikan sengketa batas tanah melibatkan berbagai mekanisme, seperti badan peradilan, arbitrase, dan alternatif penyelesaian sengketa, termasuk mediasi, sementara pendaftaran tanah di ATR/BPN merupakan langkah krusial dalam menjamin kepastian hukum atas kepemilikan tanah dan mencegah konflik terkait pertanahan.","PeriodicalId":503853,"journal":{"name":"Indonesian Journal of Law and Justice","volume":" 40","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2024-03-22","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"140213470","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pembentukan Undang-Undang (UU) No. 6 Tahun 2014 Desa merupakan upaya pemerintah Indonesia untuk menghadirkan dasar hukum yang kuat dalam proses pembangunan pedesaan di Tanah Air. Hal ini dilakukan sebagai bentuk penghargaan terhadap hak-hak masyarakat desa dalam proses pembangunan. Namun, diperlukan perlindungan hukum bagi hak-hak masyarakat desa terhadap Pemerintah Desa yang memiliki peran sebagai pengurus pembangunan pedesaan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat apakah UU Desa tersebut memiliki perlindungan hukum yang memadai terhadap hak-hak masyarakat desa dalam proses pemerintahan desa, serta menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perlindungan hukum tersebut. Penelitian ini menggunakan metode normatif yuridis yang dilakukan untuk memberikan rekomendasi bagi pemerintah dalam memperbaiki dan mengembangkan kebijakan dalam mendukung perlindungan hukum terhadap hak-hak masyarakat desa di dalam pemerintahan desa. Kemudian hasil dari penelitian ini adalah: Pemerintahan desa memiliki dua bentuk perlindungan hukum terhadap hak-hak masyarakat desa, yaitu preventif dan represif. Namun Undang-Undang No 6 Tahun 2014, hanya memberi kepastian hukum terbatas pada hak-hak normatif masyarakat desa, namun memerlukan revisi atau penambahan pasal-pasal untuk memastikan perlindungan hukum yang lebih menyeluruh terhadap hak-hak tersebut dan perlu pengawasan serta evaluasi yang teratur dalam implementasinya.
{"title":"Perlindungan Hukum Terhadap Hak Masyarakat Desa di dalam Pemerintahan Desa","authors":"Chintya Rachma Hudaya, I. Triadi","doi":"10.47134/ijlj.v1i4.2332","DOIUrl":"https://doi.org/10.47134/ijlj.v1i4.2332","url":null,"abstract":"Pembentukan Undang-Undang (UU) No. 6 Tahun 2014 Desa merupakan upaya pemerintah Indonesia untuk menghadirkan dasar hukum yang kuat dalam proses pembangunan pedesaan di Tanah Air. Hal ini dilakukan sebagai bentuk penghargaan terhadap hak-hak masyarakat desa dalam proses pembangunan. Namun, diperlukan perlindungan hukum bagi hak-hak masyarakat desa terhadap Pemerintah Desa yang memiliki peran sebagai pengurus pembangunan pedesaan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat apakah UU Desa tersebut memiliki perlindungan hukum yang memadai terhadap hak-hak masyarakat desa dalam proses pemerintahan desa, serta menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi perlindungan hukum tersebut. Penelitian ini menggunakan metode normatif yuridis yang dilakukan untuk memberikan rekomendasi bagi pemerintah dalam memperbaiki dan mengembangkan kebijakan dalam mendukung perlindungan hukum terhadap hak-hak masyarakat desa di dalam pemerintahan desa. Kemudian hasil dari penelitian ini adalah: Pemerintahan desa memiliki dua bentuk perlindungan hukum terhadap hak-hak masyarakat desa, yaitu preventif dan represif. Namun Undang-Undang No 6 Tahun 2014, hanya memberi kepastian hukum terbatas pada hak-hak normatif masyarakat desa, namun memerlukan revisi atau penambahan pasal-pasal untuk memastikan perlindungan hukum yang lebih menyeluruh terhadap hak-hak tersebut dan perlu pengawasan serta evaluasi yang teratur dalam implementasinya.","PeriodicalId":503853,"journal":{"name":"Indonesian Journal of Law and Justice","volume":" 8","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2024-03-22","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"140216282","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Dalam konteks kehidupan sosial, menjaga keseimbangan keadilan antara individu dan Masyarakat menjadi hal yang tidak terpisahkan. Evaluasi terhadap keadilan dalam suatu masyarakat selalu berkaitan erat dengan interaksi dan hubungan antarindividu di dalamnya. Terutama, perhatian tertuju pada kesenjangan sosial dan ekonomi yang menjadi ciri khas masyarakat modern, Dimana ketimpangan pendapatan dan perbedaan dalam perkembangan antara wilayah perkotaan dan pedesaan menjadi faktor utama yang memengaruhi dinamika sosial. Dalam upaya memahami fenomena ini secara lebih mendalam, penelitian kualitatif dengan pendekatan yuridis normatif digunakan untuk mengungkap kesenjangan sosial dan akses keadilan serta peran hukum tata negara dalam menyeimbangkan. Melalui analisis, ditemukan bahwa terdapat ketimpangan sosial dan ekonomi yang signifikan, terutama selama masa pandemi Covid-19, yang berpotensi menciptakan konflik dan ketidakstabilan sosial. Hasil analisis menyoroti perlunya perhatian yang lebih serius terhadap peran hukum tata negara dalam menciptakan regulasi yang adil dan inklusif, yang mendukung pertumbuhan ekonomi serta keberlanjutan sosial masyarakat. Selain itu, penekanan pada pentingnya kebijakan publik yang tepat juga diperlukan dalam mengatasi masalah sosial, terutama dampak dari pandemi Covid-19. Dalam hal ini, strategi pemerintah untuk memberikan bantuan sosial dan menerapkan kebijakan perpajakan yang progresif dapat membantu mengurangi kesenjangan sosial dan ekonomi. Oleh karena itu, hasil analisis ini menegaskan pentingnya peran hukum tata negara sebagai instrumen untuk menciptakan lingkungan yang lebih adil dan merata bagi seluruh anggota masyarakat. Dengan demikian, upaya untuk memperkuat hukum tata negara dan memastikan implementasi kebijakan yang berpihak pada keadilan sosial menjadi sangat penting dalam mengatasi kesenjangan sosial dan meningkatkan akses keadilan bagi semua lapisan Masyarakat.
{"title":"Akses Keadilan dan Kesenjangan Sosial: Transformasi Melalui Peran Hukum Tata Negara","authors":"Harlin Sabrinda Rasya, I. Triadi","doi":"10.47134/ijlj.v1i4.2330","DOIUrl":"https://doi.org/10.47134/ijlj.v1i4.2330","url":null,"abstract":"Dalam konteks kehidupan sosial, menjaga keseimbangan keadilan antara individu dan Masyarakat menjadi hal yang tidak terpisahkan. Evaluasi terhadap keadilan dalam suatu masyarakat selalu berkaitan erat dengan interaksi dan hubungan antarindividu di dalamnya. Terutama, perhatian tertuju pada kesenjangan sosial dan ekonomi yang menjadi ciri khas masyarakat modern, Dimana ketimpangan pendapatan dan perbedaan dalam perkembangan antara wilayah perkotaan dan pedesaan menjadi faktor utama yang memengaruhi dinamika sosial. Dalam upaya memahami fenomena ini secara lebih mendalam, penelitian kualitatif dengan pendekatan yuridis normatif digunakan untuk mengungkap kesenjangan sosial dan akses keadilan serta peran hukum tata negara dalam menyeimbangkan. Melalui analisis, ditemukan bahwa terdapat ketimpangan sosial dan ekonomi yang signifikan, terutama selama masa pandemi Covid-19, yang berpotensi menciptakan konflik dan ketidakstabilan sosial. Hasil analisis menyoroti perlunya perhatian yang lebih serius terhadap peran hukum tata negara dalam menciptakan regulasi yang adil dan inklusif, yang mendukung pertumbuhan ekonomi serta keberlanjutan sosial masyarakat. Selain itu, penekanan pada pentingnya kebijakan publik yang tepat juga diperlukan dalam mengatasi masalah sosial, terutama dampak dari pandemi Covid-19. Dalam hal ini, strategi pemerintah untuk memberikan bantuan sosial dan menerapkan kebijakan perpajakan yang progresif dapat membantu mengurangi kesenjangan sosial dan ekonomi. Oleh karena itu, hasil analisis ini menegaskan pentingnya peran hukum tata negara sebagai instrumen untuk menciptakan lingkungan yang lebih adil dan merata bagi seluruh anggota masyarakat. Dengan demikian, upaya untuk memperkuat hukum tata negara dan memastikan implementasi kebijakan yang berpihak pada keadilan sosial menjadi sangat penting dalam mengatasi kesenjangan sosial dan meningkatkan akses keadilan bagi semua lapisan Masyarakat.","PeriodicalId":503853,"journal":{"name":"Indonesian Journal of Law and Justice","volume":" 34","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2024-03-22","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"140212813","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Seiring perkembangan teknologi yang semakin tahun semakin canggih, trobosan yang diciptakan kepolisian republik indonesia juga semakin canggih yaitu dengan memanfaatkan teknologi yang diberi nama ETLE (Electronic Traffic Law Enforcement). Dalam mekanisme ETLE, bagi pelanggar yang terbukti melakukan pelanggaran akan dikenakan denda yang sudah diatur sesuai dengan UU No. 22 Tahun 2009. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana sinkronisasi hukum pengaturan ETLE menurut Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi, menjelaskan, dan menganalisis kesesuaian regulasi ETLE sesuai dengan Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan yang terkait dengan penggunaan kembali tilang manual. Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan kontribusi pada pengembangan ilmu pengetahuan hukum, khususnya terkait dengan keselarasan regulasi ETLE sesuai dengan Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan. Metode yang diterapkan adalah pendekatan yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan dan konseptual. Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sejalan dengan Undang-Undang No. 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik yang mengatur dengan jelas mengenai posisi sistem elektronik/dokumen elektronik sebagai bukti yang sah. Secara vertikal, terdapat keselarasan dalam ketentuan sebagaimana dimaksudkan Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Pasal 23 Peraturan Pemerintah No. 80 Tahun 2022 Tentang Cara Pemeriksaan Kendaraan Bermotor dan Surat Telegram Nomor ST/830/IV/HUK.6.2./2023 yang menegaskan bahwa ETLE adalah salah satu metode penegakan hukum terhadap pelanggaran lalu lintas yang dilakukan oleh kepolisian.
{"title":"Sinkronisasi Hukum Pengaturan Electronic Traffic Law Enforcement (Etle) Menurut Undang- Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan","authors":"Ubaidillah Arya Wahyu Airlangga, Pramukhtiko Suryokencono","doi":"10.47134/ijlj.v1i4.2278","DOIUrl":"https://doi.org/10.47134/ijlj.v1i4.2278","url":null,"abstract":"Seiring perkembangan teknologi yang semakin tahun semakin canggih, trobosan yang diciptakan kepolisian republik indonesia juga semakin canggih yaitu dengan memanfaatkan teknologi yang diberi nama ETLE (Electronic Traffic Law Enforcement). Dalam mekanisme ETLE, bagi pelanggar yang terbukti melakukan pelanggaran akan dikenakan denda yang sudah diatur sesuai dengan UU No. 22 Tahun 2009. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana sinkronisasi hukum pengaturan ETLE menurut Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi, menjelaskan, dan menganalisis kesesuaian regulasi ETLE sesuai dengan Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan yang terkait dengan penggunaan kembali tilang manual. Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan kontribusi pada pengembangan ilmu pengetahuan hukum, khususnya terkait dengan keselarasan regulasi ETLE sesuai dengan Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan. Metode yang diterapkan adalah pendekatan yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan dan konseptual. Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sejalan dengan Undang-Undang No. 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik yang mengatur dengan jelas mengenai posisi sistem elektronik/dokumen elektronik sebagai bukti yang sah. Secara vertikal, terdapat keselarasan dalam ketentuan sebagaimana dimaksudkan Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Pasal 23 Peraturan Pemerintah No. 80 Tahun 2022 Tentang Cara Pemeriksaan Kendaraan Bermotor dan Surat Telegram Nomor ST/830/IV/HUK.6.2./2023 yang menegaskan bahwa ETLE adalah salah satu metode penegakan hukum terhadap pelanggaran lalu lintas yang dilakukan oleh kepolisian.","PeriodicalId":503853,"journal":{"name":"Indonesian Journal of Law and Justice","volume":"713 ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2024-03-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"140281442","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pengertian anak menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak adalah seseorang yang berusia di bawah 18 (delapan belas) tahun dan dimana Undang-Undang tersebut telah mengakui anak sebagai seorang individu yang berhak mendapatkan sebuah perlindungan, pemenuhan atas hak-haknya sebagai individu, dan memiliki tanggung jawab sesuai dengan usianya. Berbicara tentang anak pastinya tidak dapat lepas dari sebuah ikatan perkawinan, Karena setiap anak berasal dari sebuah perkawinan antara lawan jenis yaitu laki-laki dan perempuan. Ditegaskan di dalam Pasal 2 Undang-Undang tentang Perkawinan Tahun 1974 “Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perUndang-Undangan yang berlaku.” Tetapi pada kenyataannya banyak masyarakat Indonesia lebih memilih untuk melakukan perkawinan siri dimana perkawinan tersebut tidak dicatatkan sehingga berdampak negatif pada perkawinan dan terutama pada kedudukan dan status hukum anak dimana kedudukan dan status hukum anak hasil perkawinan siri tersebut tidak sama dengan anak yang berasal dari perkawinan yang sah karena perkawinan tersebut tidak diakui dan tidak memiliki akta nikah sehinnga pada anak tidak tercantum nama ayah dan hanya tercantum pada ibunya. Pemerintah telah memiliki solusi kepada pasangan suami isteri yang belum memiliki buku nikah atau bagi suami istri yang perkawinannya belum dicatatkan yaitu dengan melakukan Itsbat Nikah dimana tentunya Itsbat Nikah ini memiliki pengaruh yang baik untuk meringankan permasalahan yang dialami oleh pasangan dalam mencatatkan kembali perkawinan yang sudah dilakukan. Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk menganalisis kedudukan status hukum dari anak Itsbat Nikah dengan status hukum anak yang sah. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian tersebut yaitu secara normatif dan penelitian hukum ini menggunakan metode pendekatan perundang- undangan (Statute Approach). Dengan dilakukannya Itsbat nikah maka terpenuhilah Pasal 2 Undang-Undang tentang perkawinan tahun 1974 dan perkawinan tersebut dicatatkan sehingga anak memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan anak sah karena dicantumkannya nama ayah dan ibu di akta kelahiran anak tersebut dan statusnya menjadi jelas di mata hukum
{"title":"Analisis Yuridis Isbat Nikah terhadap Status Hukum Anak Hasil Nikah Siri Berdasarkan Kompilasi Hukum Islam","authors":"Mochamad Fakhri Bimo Ardani, Manan Suhadi","doi":"10.47134/ijlj.v1i4.2212","DOIUrl":"https://doi.org/10.47134/ijlj.v1i4.2212","url":null,"abstract":"Pengertian anak menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak adalah seseorang yang berusia di bawah 18 (delapan belas) tahun dan dimana Undang-Undang tersebut telah mengakui anak sebagai seorang individu yang berhak mendapatkan sebuah perlindungan, pemenuhan atas hak-haknya sebagai individu, dan memiliki tanggung jawab sesuai dengan usianya. Berbicara tentang anak pastinya tidak dapat lepas dari sebuah ikatan perkawinan, Karena setiap anak berasal dari sebuah perkawinan antara lawan jenis yaitu laki-laki dan perempuan. Ditegaskan di dalam Pasal 2 Undang-Undang tentang Perkawinan Tahun 1974 “Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perUndang-Undangan yang berlaku.” Tetapi pada kenyataannya banyak masyarakat Indonesia lebih memilih untuk melakukan perkawinan siri dimana perkawinan tersebut tidak dicatatkan sehingga berdampak negatif pada perkawinan dan terutama pada kedudukan dan status hukum anak dimana kedudukan dan status hukum anak hasil perkawinan siri tersebut tidak sama dengan anak yang berasal dari perkawinan yang sah karena perkawinan tersebut tidak diakui dan tidak memiliki akta nikah sehinnga pada anak tidak tercantum nama ayah dan hanya tercantum pada ibunya. Pemerintah telah memiliki solusi kepada pasangan suami isteri yang belum memiliki buku nikah atau bagi suami istri yang perkawinannya belum dicatatkan yaitu dengan melakukan Itsbat Nikah dimana tentunya Itsbat Nikah ini memiliki pengaruh yang baik untuk meringankan permasalahan yang dialami oleh pasangan dalam mencatatkan kembali perkawinan yang sudah dilakukan. Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk menganalisis kedudukan status hukum dari anak Itsbat Nikah dengan status hukum anak yang sah. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian tersebut yaitu secara normatif dan penelitian hukum ini menggunakan metode pendekatan perundang- undangan (Statute Approach). Dengan dilakukannya Itsbat nikah maka terpenuhilah Pasal 2 Undang-Undang tentang perkawinan tahun 1974 dan perkawinan tersebut dicatatkan sehingga anak memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan anak sah karena dicantumkannya nama ayah dan ibu di akta kelahiran anak tersebut dan statusnya menjadi jelas di mata hukum","PeriodicalId":503853,"journal":{"name":"Indonesian Journal of Law and Justice","volume":"949 ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2024-02-20","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"140446240","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Asuransi atau pertanggungan (Verzekering), di dalamnya tersirat pengertian adanya suatu risiko, yang terjadi belum dapat dipastikan, dan adanya pelimpahan tanggung jawab memikul beban risiko tersebut kepada pihak lain yang sanggup mengambil alih tanggung jawab. Sebagai kontra prestasi dari pihak lain yang melimpahkan tanggung jawab ini, ia diwajibkan membayar sejumlah uang kepada pihak yang menerima pelimpahan tanggung jawab. Metode pendekatan adalah perundang undangan, konseptual, kasus. Tujuan adalah untuk mengetahui yang memiliki kewenangan mengajukan kepalitan Perusahaan asuransi jika tidak ditanggapi oleh OJK. Undang-Undang No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, pasal 1 ayat (1) menyatakan bahwa Otoritas Jasa Keuangan, yang selanjutnya disingkat OJK, adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini. Dari undang-undang tersebut sudah sangat jelas bahwa yang boleh mengajukan permohonan kepailitan perusahaan asuransi hanyalah OJK dan tidak boleh ada campur tangan dari pihak lain. Independen sendiri dalam Undang-Undang No. 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) memiliki pengertian bahwa dalam pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenangnya, OJK tidak bisa dicampurtangani oleh pihak manapun termasuk oleh Pemerintah kecuali atas hal yang dinyatakan secara jelas di dalam Undang-Undang ini. Jika pengajuan permohonan pernyataan pailit atau permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang tidak ditanggapi oleh OJK maka terjadi kekosongan hukum. Dikarenakan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan dan Undang-Undang No. 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) hanya mengatur tentang pihak yang berwenang mengajukan permohonan pernyataan pailit atau permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang namun tidak mengatur tentang bagaimana jika pengajuan permohonan tidak ditanggapi oleh OJK.
{"title":"Kewenangan Pengajuan Permohonan Pailit terhadap Perusahan Asuransi Pasca Terbentuknya OJK","authors":"Levicesa Marinka, A. Suryono","doi":"10.47134/ijlj.v1i3.2255","DOIUrl":"https://doi.org/10.47134/ijlj.v1i3.2255","url":null,"abstract":"Asuransi atau pertanggungan (Verzekering), di dalamnya tersirat pengertian adanya suatu risiko, yang terjadi belum dapat dipastikan, dan adanya pelimpahan tanggung jawab memikul beban risiko tersebut kepada pihak lain yang sanggup mengambil alih tanggung jawab. Sebagai kontra prestasi dari pihak lain yang melimpahkan tanggung jawab ini, ia diwajibkan membayar sejumlah uang kepada pihak yang menerima pelimpahan tanggung jawab. Metode pendekatan adalah perundang undangan, konseptual, kasus. Tujuan adalah untuk mengetahui yang memiliki kewenangan mengajukan kepalitan Perusahaan asuransi jika tidak ditanggapi oleh OJK. Undang-Undang No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, pasal 1 ayat (1) menyatakan bahwa Otoritas Jasa Keuangan, yang selanjutnya disingkat OJK, adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini. Dari undang-undang tersebut sudah sangat jelas bahwa yang boleh mengajukan permohonan kepailitan perusahaan asuransi hanyalah OJK dan tidak boleh ada campur tangan dari pihak lain. Independen sendiri dalam Undang-Undang No. 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) memiliki pengertian bahwa dalam pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenangnya, OJK tidak bisa dicampurtangani oleh pihak manapun termasuk oleh Pemerintah kecuali atas hal yang dinyatakan secara jelas di dalam Undang-Undang ini. Jika pengajuan permohonan pernyataan pailit atau permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang tidak ditanggapi oleh OJK maka terjadi kekosongan hukum. Dikarenakan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan dan Undang-Undang No. 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) hanya mengatur tentang pihak yang berwenang mengajukan permohonan pernyataan pailit atau permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang namun tidak mengatur tentang bagaimana jika pengajuan permohonan tidak ditanggapi oleh OJK.","PeriodicalId":503853,"journal":{"name":"Indonesian Journal of Law and Justice","volume":"45 5","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2024-02-16","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"139960315","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}