DOI : 10.26532/jh.v37i2.16272 Pesatnya perkembangan teknologi mempengaruhi berbagai bidang aspek kehidupan, salah satu efek dari perkembangan teknologi dirasakan dalam proses sistem pengelolaan data yang seluruhnya hampir berbasis digital. Disisi lain dalam pesatnya perkembangan teknologi menimbulkan permasalahan baru, permasalahan yang sering muncul dalam era saat ini terkait perlindungan data pribadi. pengaturan terkait perlindungan data pribadi baik dalam lembaga pemerintah maupun swasta, sudah diatur di beberapa peraturan perundang-undangan, namun dalam implementasinya aturan yang mengatur tentang perlindungan data pribadi belum cukup untuk memberikan perlindungan bagi data pribadi. Oleh karena itu penelitian ini menganalisis terkait urgensi Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi. Metode riset menggunakan Penelitian Normatif dengan pendekatan perundang-undangan. Data yang digunakan adalah berbagai jurnal terkait dengan topik yang penulis kaji, peraturan perundang-undangan terkait dan beberapa pemberitaan yang bersumber dari media cetak maupun elektronik. Banyaknya kasus terkait kebocoran data pribadi, dan digunakan untuk kepentingan komersil individu atau kelompok tertentu. Menjadi hal yang perlu diperhatikan, karena hal tersebut menjadi bom waktu yang harus diwaspadai, mengingat kebocoran data pribadi sangat merugikan dan melanggar privasi masyarakat. Penggunaan data pribadi harus diimbangi dengan adanya perlindungan yang kuat terkait perlindungan data pribadi, dalam prakteknya di Indonesia kurangnya aturan hukum terkait dengan perlindungan data pribadi membuat terjadi banyaknya kasus kebocoran data.
{"title":"Urgensi Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Data Pribadi","authors":"Moh.Hamzah Hisbulloh","doi":"10.26532/jh.v37i2.16272","DOIUrl":"https://doi.org/10.26532/jh.v37i2.16272","url":null,"abstract":"DOI : 10.26532/jh.v37i2.16272 Pesatnya perkembangan teknologi mempengaruhi berbagai bidang aspek kehidupan, salah satu efek dari perkembangan teknologi dirasakan dalam proses sistem pengelolaan data yang seluruhnya hampir berbasis digital. Disisi lain dalam pesatnya perkembangan teknologi menimbulkan permasalahan baru, permasalahan yang sering muncul dalam era saat ini terkait perlindungan data pribadi. pengaturan terkait perlindungan data pribadi baik dalam lembaga pemerintah maupun swasta, sudah diatur di beberapa peraturan perundang-undangan, namun dalam implementasinya aturan yang mengatur tentang perlindungan data pribadi belum cukup untuk memberikan perlindungan bagi data pribadi. Oleh karena itu penelitian ini menganalisis terkait urgensi Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi. Metode riset menggunakan Penelitian Normatif dengan pendekatan perundang-undangan. Data yang digunakan adalah berbagai jurnal terkait dengan topik yang penulis kaji, peraturan perundang-undangan terkait dan beberapa pemberitaan yang bersumber dari media cetak maupun elektronik. Banyaknya kasus terkait kebocoran data pribadi, dan digunakan untuk kepentingan komersil individu atau kelompok tertentu. Menjadi hal yang perlu diperhatikan, karena hal tersebut menjadi bom waktu yang harus diwaspadai, mengingat kebocoran data pribadi sangat merugikan dan melanggar privasi masyarakat. Penggunaan data pribadi harus diimbangi dengan adanya perlindungan yang kuat terkait perlindungan data pribadi, dalam prakteknya di Indonesia kurangnya aturan hukum terkait dengan perlindungan data pribadi membuat terjadi banyaknya kasus kebocoran data.","PeriodicalId":53034,"journal":{"name":"Jurnal Hukum Pembangunan","volume":"56 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-12-04","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"80226036","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KREDITUR AKIBAT SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN YANG TERDEGRADASI SEBAGAI AKTA DI BAWAH TANGAN","authors":"Gusriadi Gusriadi, Taufiqur Rahman","doi":"10.26532/jh.v37i2.16325","DOIUrl":"https://doi.org/10.26532/jh.v37i2.16325","url":null,"abstract":"","PeriodicalId":53034,"journal":{"name":"Jurnal Hukum Pembangunan","volume":"4 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-12-04","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"84429683","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
DOI : 10.26532/jh.v37i2.17277 Artikel ini membahas tentang pentingnya pembentukan otoritas independen perlindungan data pribadi dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Hal itu disebabkan, RUU Perlindungan Data Pribadi belum mencantumkan pembentukan otoritas independen. Pengelolaan data pribadi masih berada secara sektoral di kementerian. Padahal pembentukan otoritas independen perlndungan data pribadi sangat penting sebagai upaya kehadiran negara untuk menjamin hak privasi setiap warga negara. Mengacu pada sistem hukum di negara lain, pembentukan otoritas independen mutlak diperlukan, sebagai upaya untuk memastikan independensi lembaga tersebut, dikarenakan tanpa adanya otoritas independen maka akan muncul potensi penyimpangan terhadap penggunaan data pribadi. Maksud dan tujuan dari penulisan artikel ini adalah untuk memastikan urgensi pembentukan lembaga inpenden perlindungan data pribadi dalam sistem hukum Indonesia. Metode penelitian yang digunakan dalam artikel ini adalah yuridis normatif. Signifikansi dalam artikel ini adalah diharapkan memberikan landasan akademik bagi Pemerintah untuk menambahkan otoritas independen perlindungan data pribadi dalam RUU Perlindungan Data Pribadi. Kesimpulan dalam artikel ini adalah perlunya dibentuk otoritas independen perlindungan data pribadi dalam sistem ketatanegaraan Indonesia.
{"title":"DESAIN IDEAL PEMBENTUKAN OTORITAS INDEPENDEN PERLINDUNGAN DATA PRIBADI DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA","authors":"Ahmad Mahardika Mahardika","doi":"10.26532/jh.v37i2.16994","DOIUrl":"https://doi.org/10.26532/jh.v37i2.16994","url":null,"abstract":"DOI : 10.26532/jh.v37i2.17277 Artikel ini membahas tentang pentingnya pembentukan otoritas independen perlindungan data pribadi dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Hal itu disebabkan, RUU Perlindungan Data Pribadi belum mencantumkan pembentukan otoritas independen. Pengelolaan data pribadi masih berada secara sektoral di kementerian. Padahal pembentukan otoritas independen perlndungan data pribadi sangat penting sebagai upaya kehadiran negara untuk menjamin hak privasi setiap warga negara. Mengacu pada sistem hukum di negara lain, pembentukan otoritas independen mutlak diperlukan, sebagai upaya untuk memastikan independensi lembaga tersebut, dikarenakan tanpa adanya otoritas independen maka akan muncul potensi penyimpangan terhadap penggunaan data pribadi. Maksud dan tujuan dari penulisan artikel ini adalah untuk memastikan urgensi pembentukan lembaga inpenden perlindungan data pribadi dalam sistem hukum Indonesia. Metode penelitian yang digunakan dalam artikel ini adalah yuridis normatif. Signifikansi dalam artikel ini adalah diharapkan memberikan landasan akademik bagi Pemerintah untuk menambahkan otoritas independen perlindungan data pribadi dalam RUU Perlindungan Data Pribadi. Kesimpulan dalam artikel ini adalah perlunya dibentuk otoritas independen perlindungan data pribadi dalam sistem ketatanegaraan Indonesia.","PeriodicalId":53034,"journal":{"name":"Jurnal Hukum Pembangunan","volume":"12 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-11-20","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"80859653","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
DOI : 10.26532/jh.v37i2.17277 Mahkamah Konstitusi (MK) telah menyediakan dissenting opinion bagi hakim MK yang tidak menyetujui pendapat hakim MK mayoritas. Tetapi permasalahannya hakim yang berbeda pendapat tersebut wajib menandatangani putusan hakim MK mayoritas, dibawah pernyataan pengambilan putusan berdasarkan musyawarah yang jelas tidak mewakili pendapatnya sendiri. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengatasi perbedaan interpretasi UU yang dibuat oleh MK maupun Mahkamah Agung (MA) terhadap UU. Penelitian merupakan penelitian hukum normatif, dengan menggunakan data berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier, yang diunduh melalui website. Analisa data dilakukan secara kualitatif dan pemaparannya dilakukan dengan deskriptif analisis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: pertama, perbedaan pendapat hakim MK tidak dapat diselesaikan dengan musyawarah dan dissenting opinion, karena sistem civil law berbeda dengan common law yang memiliki preseden. Kedua, perbedaan pendapat hakim MK akan mempengaruhi interpretasi UU yang juga menjadi kewenangan MA sebagai lembaga yang dapat menguji peraturan perundang-unadangan dibawah UU, sehingga cara yang terbaik dengan mewajibkan putusan MK sebagai rujukan MA.
{"title":"DAMPAK PEMISAHAN KEWENANGAN ANTARA MAHKAMAH KONSTITUSI DAN MAHKAMAH AGUNG DALAM MENGINTERPRETASIKAN UNDANG-UNDANG DAN PERATURAN DIBAWAHNYA","authors":"Chandra Yusuf","doi":"10.26532/jh.v37i2.17377","DOIUrl":"https://doi.org/10.26532/jh.v37i2.17377","url":null,"abstract":"DOI : 10.26532/jh.v37i2.17277 Mahkamah Konstitusi (MK) telah menyediakan dissenting opinion bagi hakim MK yang tidak menyetujui pendapat hakim MK mayoritas. Tetapi permasalahannya hakim yang berbeda pendapat tersebut wajib menandatangani putusan hakim MK mayoritas, dibawah pernyataan pengambilan putusan berdasarkan musyawarah yang jelas tidak mewakili pendapatnya sendiri. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengatasi perbedaan interpretasi UU yang dibuat oleh MK maupun Mahkamah Agung (MA) terhadap UU. Penelitian merupakan penelitian hukum normatif, dengan menggunakan data berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier, yang diunduh melalui website. Analisa data dilakukan secara kualitatif dan pemaparannya dilakukan dengan deskriptif analisis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: pertama, perbedaan pendapat hakim MK tidak dapat diselesaikan dengan musyawarah dan dissenting opinion, karena sistem civil law berbeda dengan common law yang memiliki preseden. Kedua, perbedaan pendapat hakim MK akan mempengaruhi interpretasi UU yang juga menjadi kewenangan MA sebagai lembaga yang dapat menguji peraturan perundang-unadangan dibawah UU, sehingga cara yang terbaik dengan mewajibkan putusan MK sebagai rujukan MA.","PeriodicalId":53034,"journal":{"name":"Jurnal Hukum Pembangunan","volume":"143 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-11-20","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"76232660","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Yordan Gunawan, A. Salim, Ewaldo Asirwadana, Satya Bayu Prasetyo
The research analysed the maritime dispute between Kenya and Somalia under the international law perspective. Both states have been experiencing maritime disputes over maritime boundaries of more than 100,000 sq km of seabed in the waters of the Indian Ocean. They began to clash after Somalia accusing Kenya of illegally granting exploration rights to resources in the waters to multinational companies, Total and Eni. As Kenya declared, the waters of the East African Coast are one of the hottest oil exploration prospects in the world, and the contested area has hydrocarbon reserves. The research method is normative legal research. Accordingly, the nature of the research was descriptive-qualitative with data collection techniques by conducting a literature study. The research shows that maritime boundary dispute has worsened diplomatic relations between Kenya and Somalia. Prior to bringing the case to the International Court of Justice (ICJ), the two states agreed to resolve the dispute through bilateral negotiations. However, the case was still unsettled. Therefore, Somalia decided to bring the case before the Court.
{"title":"PERSPECTIVE OF INTERNATIONAL LAW ON MARITIME DISPUTE: CASE BETWEEN KENYA AND SOMALIA","authors":"Yordan Gunawan, A. Salim, Ewaldo Asirwadana, Satya Bayu Prasetyo","doi":"10.26532/jh.v37i2.16241","DOIUrl":"https://doi.org/10.26532/jh.v37i2.16241","url":null,"abstract":"The research analysed the maritime dispute between Kenya and Somalia under the international law perspective. Both states have been experiencing maritime disputes over maritime boundaries of more than 100,000 sq km of seabed in the waters of the Indian Ocean. They began to clash after Somalia accusing Kenya of illegally granting exploration rights to resources in the waters to multinational companies, Total and Eni. As Kenya declared, the waters of the East African Coast are one of the hottest oil exploration prospects in the world, and the contested area has hydrocarbon reserves. The research method is normative legal research. Accordingly, the nature of the research was descriptive-qualitative with data collection techniques by conducting a literature study. The research shows that maritime boundary dispute has worsened diplomatic relations between Kenya and Somalia. Prior to bringing the case to the International Court of Justice (ICJ), the two states agreed to resolve the dispute through bilateral negotiations. However, the case was still unsettled. Therefore, Somalia decided to bring the case before the Court.","PeriodicalId":53034,"journal":{"name":"Jurnal Hukum Pembangunan","volume":"26 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-11-20","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"87915733","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2021-07-07DOI: 10.21143/JHP.VOL50.NO4.2853
Ahmad Irzal Fardiansyah, Sigid Suseno, Mien Rukmini, Lies Sulistiani
Children who are in conflict with the law cannot be separated from the responsibilities of parents as the first party in the child's environment. The relationship between parents and children is a harmonized relationship from a strong emotional connection on the basis of blood relations. This situation makes parents unable to release and be released responsibility for their children's behavior. When children are faced with the law, policies to take over the responsibility of supervising children from parents, by denying that parents actually have the opportunity to deal with the problems of children who are dealing with the law are more often chosen. Even though the responsibility is transferred from the parents, they will find it difficult to rebuild the relationships they previously had with their children. This connection shows that parents also play a role when their children commit criminal acts indirectly
{"title":"PARENTAL RESPONSIBILITY OF CHILDREN CRIME IN INDONESIAN CRIMINAL ADAT LAW","authors":"Ahmad Irzal Fardiansyah, Sigid Suseno, Mien Rukmini, Lies Sulistiani","doi":"10.21143/JHP.VOL50.NO4.2853","DOIUrl":"https://doi.org/10.21143/JHP.VOL50.NO4.2853","url":null,"abstract":"Children who are in conflict with the law cannot be separated from the responsibilities of parents as the first party in the child's environment. The relationship between parents and children is a harmonized relationship from a strong emotional connection on the basis of blood relations. This situation makes parents unable to release and be released responsibility for their children's behavior. When children are faced with the law, policies to take over the responsibility of supervising children from parents, by denying that parents actually have the opportunity to deal with the problems of children who are dealing with the law are more often chosen. Even though the responsibility is transferred from the parents, they will find it difficult to rebuild the relationships they previously had with their children. This connection shows that parents also play a role when their children commit criminal acts indirectly","PeriodicalId":53034,"journal":{"name":"Jurnal Hukum Pembangunan","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-07-07","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"49107132","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Demonstrasi dalam konteks demokrasi sangat memiliki keterkaitan erat, dalam negara yang demokratis. Undang-Undang Cipta Kerja yang mengundang reaksi masyarakat dan mengundang demonstrasi oleh para buruh dan mahasiswa yang menolak undang-undang ini. Sebagai buntut dari demonstrasi yang dilakukan oleh para mahasiswa dan buruh tersebut, terbitlah Surat Edaran Kemendikbud Nomor 1035/E/KM/2020 menghimbau mahasiswa tidak berpartisipasi dalam kegiatan penyampaian aspirasi yang dapat membahayakan kesehatan mahasiswa, seperti demonstrasi karena pandemic di Indonesia belum usai. Tujuan dari penelitian ini adlah untuk melihat bagaimana kekuatan hukum surat edaran dalam praktik pemerintahan dan politik hukum pelarangan demonstrasi mahasiswa melalui Surat Edaran Ditjen Pendidikan Tinggi Kemendikbud Nomor 1035/E/KM/2020 di masa pandemi. Penelitian ini termasuk dalam tipologi penelitian hukum normatif, yaitu suatu penelitian yang berdasarkan bahan-bahan hukum baik bahan hukum primer maupun sekunder. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif-kualitatif dengan merujuk pada teori, konsep, dan peraturan perundang-undangan. Perdebatan mengenai peraturan kebijakan telah memperlihatkan bahwa tugasnya memang sebagai penjelas peraturan yang telah ada dan mengatur hal-hal terperinci di dalamnya. Dalam permasalahan demontrasi yang baru-baru ini terjadi, adanya surat edaran dari Kemendikbud, dianggap sebagai suatu pembatasan dan kesewenangan hingga ramai dibicarakan masyarakat. Dalam aspek lain, harus tetap dilihat kondisi pandemi yang masih terjadi di Indonesia. Kedua hal ini kemudian menjadi dua gagasan yang menarik dan saling tolak belakang.
{"title":"POLITIK HUKUM PELARANGAN DEMONSTRASI MAHASISWA MELALUI SURAT EDARAN KEMENDIKBUD NO. 1035/E/KM/2020 DI MASA PANDEMI","authors":"A. Astari","doi":"10.26532/jh.v37i1.15846","DOIUrl":"https://doi.org/10.26532/jh.v37i1.15846","url":null,"abstract":"Demonstrasi dalam konteks demokrasi sangat memiliki keterkaitan erat, dalam negara yang demokratis. Undang-Undang Cipta Kerja yang mengundang reaksi masyarakat dan mengundang demonstrasi oleh para buruh dan mahasiswa yang menolak undang-undang ini. Sebagai buntut dari demonstrasi yang dilakukan oleh para mahasiswa dan buruh tersebut, terbitlah Surat Edaran Kemendikbud Nomor 1035/E/KM/2020 menghimbau mahasiswa tidak berpartisipasi dalam kegiatan penyampaian aspirasi yang dapat membahayakan kesehatan mahasiswa, seperti demonstrasi karena pandemic di Indonesia belum usai. Tujuan dari penelitian ini adlah untuk melihat bagaimana kekuatan hukum surat edaran dalam praktik pemerintahan dan politik hukum pelarangan demonstrasi mahasiswa melalui Surat Edaran Ditjen Pendidikan Tinggi Kemendikbud Nomor 1035/E/KM/2020 di masa pandemi. Penelitian ini termasuk dalam tipologi penelitian hukum normatif, yaitu suatu penelitian yang berdasarkan bahan-bahan hukum baik bahan hukum primer maupun sekunder. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif-kualitatif dengan merujuk pada teori, konsep, dan peraturan perundang-undangan. Perdebatan mengenai peraturan kebijakan telah memperlihatkan bahwa tugasnya memang sebagai penjelas peraturan yang telah ada dan mengatur hal-hal terperinci di dalamnya. Dalam permasalahan demontrasi yang baru-baru ini terjadi, adanya surat edaran dari Kemendikbud, dianggap sebagai suatu pembatasan dan kesewenangan hingga ramai dibicarakan masyarakat. Dalam aspek lain, harus tetap dilihat kondisi pandemi yang masih terjadi di Indonesia. Kedua hal ini kemudian menjadi dua gagasan yang menarik dan saling tolak belakang.","PeriodicalId":53034,"journal":{"name":"Jurnal Hukum Pembangunan","volume":"6 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-07-05","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"84682879","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Putusan Van Recht Vervolging Onslag merupakan putusan yang berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindakan pidana, maka terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum. Dalam putusan No.126PK/Pid/2012 merupakan putusan yang berkaitan dengan pencurian dalam rumah tangga. putusan ini menjadi menarik karena sangat merugikan korban sehingga perkara tersebut diajukan tahap peninjauan kembali. Metode pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif, hasil penelitian menyebutkan bahwa berdasarkan duduk perkara diatas dilihat dari sisi hukum pidana adalah merupakan dugaan tindak pidana pencurian pemberatan dalam lingkungan keluarga, sehingga syarat harus terpenuhinya hubungan keluarga antara korban tindak pidana dengan pelaku tindak pidana itu sendiri harus dibuktikan terlebih dahulu. Bahwa perbuatan para terdakwa lebih terkualifikasi dalam ketentuan pasal 363 (1), 4e, 5e KUHP Jo. Pasal 367 (2) KUHP akan tetapi salah satu unsur dari ketentuan pidana dimaksud tidak terpenuhi sehingga perbuatan tersebut bukanlah menjadi tindak pidana. The decision of Van Recht Vervolging Onslag is a decision that argues that the act that was charged to the defendant is proven, but the act does not constitute a criminal act, then the defendant is dismissed from all lawsuits. In the decision No.126PK/Pid/2012 is a decision related to theft in the household. This decision is interesting because it is very detrimental to the victim so that the case is submitted to the stage of review. The approach method used in this study uses a normative juridical method, the results of the study state that based on the case above from the perspective of criminal law, it is an alleged criminal act of theft of weight in the family environment, so that the requirements must be fulfilled for family relationships between victims of crimes and perpetrators of criminal acts. itself must be proven first. That the actions of the defendants are more qualified in the provisions of Articles 363 (1), 4e, 5e of the Criminal Code Jo. Article 367 (2) of the Criminal Code, but one of the elements of the criminal provisions referred to is not fulfilled so that the act is not a criminal act.
Van Recht Vervolging Onslag的判决声称,被告的行为得到了证明,但这些行为并不构成犯罪行为,因此被告被排除在所有诉讼之外。根据126PK/Pid/2012的判决,该判决涉及家庭盗窃。这项裁决之所以有趣,是因为它对受害者的损害如此之大,以至于该案件被提交了审查阶段。这项研究中使用的方法方法使用规范管辖权的方法,研究结果指出,根据上面的事坐从刑法的一面是涉嫌盗窃重罪pemberatan家庭环境中,条件是必须在受害者之间的家庭关系和滔天重罪刑事本身必须先证明。被告的行为在第363(1)、4e、5e KUHP Jo条款中更有资格。刑法第367章(2),但刑法中提到的犯罪条款之一没有得到满足,因此没有成为犯罪。Van Recht vervoging Onslag的决定是认为被告的行为是正当的,但行为不能掩盖犯罪行为,因此防御是不合法的。决定126PK/Pid/2012是对房子的决定。这个决定很有趣,因为它对受害者来说非常重要,所以这个案子被提交给了舞台审查。进近方法以前》这个研究利用a normative法律方法,The results of study state university)的视角》改编自《凯斯从头顶刑事法律,是一名知情刑事act of我等of weight in《requirements家庭环境,所以这一定能实现for family relationships受害者的犯罪和刑事使徒行传之perpetrators之间。我必须先证明自己。被告的行为在答辩书363(1)、4e、5e中更加有资格。《犯罪法典》第367条(2),但引用犯罪条款的一种元素并没有实现,所以这一行为并不是犯罪行为。
{"title":"ANALYSIS OF THE VAN RECHT VERVOLGING ONSLAG CASE DECISION IN THEFT IN THE HOUSEHOLD","authors":"Hubert Armano Thomas, Sahatman Malau","doi":"10.26532/JH.V37I1.15730","DOIUrl":"https://doi.org/10.26532/JH.V37I1.15730","url":null,"abstract":"Putusan Van Recht Vervolging Onslag merupakan putusan yang berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindakan pidana, maka terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum. Dalam putusan No.126PK/Pid/2012 merupakan putusan yang berkaitan dengan pencurian dalam rumah tangga. putusan ini menjadi menarik karena sangat merugikan korban sehingga perkara tersebut diajukan tahap peninjauan kembali. Metode pendekatan yang dipakai dalam penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif, hasil penelitian menyebutkan bahwa berdasarkan duduk perkara diatas dilihat dari sisi hukum pidana adalah merupakan dugaan tindak pidana pencurian pemberatan dalam lingkungan keluarga, sehingga syarat harus terpenuhinya hubungan keluarga antara korban tindak pidana dengan pelaku tindak pidana itu sendiri harus dibuktikan terlebih dahulu. Bahwa perbuatan para terdakwa lebih terkualifikasi dalam ketentuan pasal 363 (1), 4e, 5e KUHP Jo. Pasal 367 (2) KUHP akan tetapi salah satu unsur dari ketentuan pidana dimaksud tidak terpenuhi sehingga perbuatan tersebut bukanlah menjadi tindak pidana. The decision of Van Recht Vervolging Onslag is a decision that argues that the act that was charged to the defendant is proven, but the act does not constitute a criminal act, then the defendant is dismissed from all lawsuits. In the decision No.126PK/Pid/2012 is a decision related to theft in the household. This decision is interesting because it is very detrimental to the victim so that the case is submitted to the stage of review. The approach method used in this study uses a normative juridical method, the results of the study state that based on the case above from the perspective of criminal law, it is an alleged criminal act of theft of weight in the family environment, so that the requirements must be fulfilled for family relationships between victims of crimes and perpetrators of criminal acts. itself must be proven first. That the actions of the defendants are more qualified in the provisions of Articles 363 (1), 4e, 5e of the Criminal Code Jo. Article 367 (2) of the Criminal Code, but one of the elements of the criminal provisions referred to is not fulfilled so that the act is not a criminal act.","PeriodicalId":53034,"journal":{"name":"Jurnal Hukum Pembangunan","volume":"10 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-07-03","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"87113918","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
This study aims to explain the legal perspective of the unregistered Kawin Lari (Silayyang) of the Bajau Tribe in Lagasa Village, Muna Regency which is contrary to Law no. 1/1974. This research is an empirical juridical research by combining legal materials (which are secondary data) with primary data obtained in the field. The results showed that Silayyang which is a marriage that is considered valid based on consensual, and with the existence of silayyang which is an alternative for young people to get married without having to be burdened with expensive costs, and is a marriage that is registered and gets legal legality. As a result, there are marriages that are registered according to the marriage law, but some are not. Marriages that are not registered according to the marriage law and the imposition of sanctions, namely the payment of a fine by paying an amount of money according to the customary rules that apply in the village that have been agreed upon. Basically, elopement is an act that violates the value of customary law, violates the power of parents, and destroys the honor of the dignity of the parents and relatives of the party being taken. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan Perspektif Hukum Adat Kawin Lari (Silayyang) Suku Bajau di Desa Lagasa Kabupaten Muna yang tidak tercatat yang bertentangan dengan UU No. 1/1974. Penelitian ini adalah penelitian yuridis empiris dengan menggabungkan bahan-bahan hukum (yang merupakan data sekunder) dengan data primer yang diperoleh di lapangan. Hasil penelitian menunjukan bahwa kawin lari (silayyang) merupakan perkawinan yang dianggap sah berdasarkan suka sama suka, dan dengan adanya silayyang merupakan alternatif bagi kalangan muda mudi untuk melakukan perkawinan tanpa harus terbebani dengan biaya yang mahal dan merupakan perkawinan tercatat dan mendapatkan legalitas hukum. Dampaknya ada perkawinan yang tercatat sesuai dengan undang-undang perkawinan namun ada pula yang tidak tercatat. Perkawinan yang tidak tercatat sesuai undang-undang perkawinan serta pemberian sanksi yaitu pembayaran denda dengan membayar sejumlah uang sesuai aturan adat yang berlaku di desa yang telah disepakati. Pada dasarnya kawin lari merupakan salah satu tindakan yang melanggar nilai hukum adat, melanggar kekuasaan orang tua, dan menjatuhkan kehormatan martabat orang tua dan kerabat dari pihak yang dilarikan.
本研究旨在解释穆纳县拉加萨村巴瑶部落未登记的Kawin Lari (Silayyang)的法律视角。1/1974。本研究是将法律材料(二手数据)与实地获得的原始数据相结合的实证法学研究。结果表明,西莱扬是一种基于双方同意的有效婚姻,随着西莱扬的存在,这是年轻人结婚的另一种选择,不必承担昂贵的费用,这是一种登记的婚姻,具有法律合法性。因此,有根据婚姻法登记的婚姻,也有没有根据婚姻法登记的婚姻。未按婚姻法登记的婚姻和施加制裁,即按照商定的村里适用的习惯规则支付一定数额的罚款。从根本上说,私奔是一种违背习惯法价值的行为,侵犯了父母的权力,破坏了被带走一方的父母和亲属的尊严荣誉。Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan Perspektif Hukum Adat Kawin Lari (Silayyang) Suku Bajau di Desa Lagasa Kabupaten Muna yang tidak tercatat yang bertentangan dengan UU No. 1/1974。Penelitian ini adalah Penelitian yuridis empiris dengan menggabungkan bahan-bahan hukum(阳merupakan数据检索)(阳merupakan数据检索)。Hasil penelitian menunjukan bahwa kawin拉里(silayyang) merupakan perkawinan杨dianggap sah berdasarkan牠央行牠,丹dengan adanya silayyang merupakan alternatif bagi kalangan穆达马地犬为她melakukan perkawinan tanpa harus terbebani dengan biaya杨泰姬陵丹merupakan perkawinan tercatat丹mendapatkan legalitas hukum。当paknya ada perkawinan yang tercata,当danang undang perkawinan namun ada pula yang tidak tercata。Perkawinan yang tidak tercati sesuai undang-undang Perkawinan serta perberian sanksi yiti pembayaran dendenan成员sejumlah wangsessuai aturan adat yang berlaku di desa yang telah disepakati。我的女儿是我的女儿,我的女儿是我的女儿,我的女儿是我的女儿,我的女儿是我的女儿,我的女儿是我的女儿。
{"title":"PERSPEKTIF HUKUM ADAT KAWIN LARI (SILAYYANG) SUKU BAJAU DI DESA LA GASA KABUPATEN MUNA","authors":"Yaya Alfia, Suriani Bt Tolo, La ode Munawir","doi":"10.26532/jh.v37i1.15706","DOIUrl":"https://doi.org/10.26532/jh.v37i1.15706","url":null,"abstract":"This study aims to explain the legal perspective of the unregistered Kawin Lari (Silayyang) of the Bajau Tribe in Lagasa Village, Muna Regency which is contrary to Law no. 1/1974. This research is an empirical juridical research by combining legal materials (which are secondary data) with primary data obtained in the field. The results showed that Silayyang which is a marriage that is considered valid based on consensual, and with the existence of silayyang which is an alternative for young people to get married without having to be burdened with expensive costs, and is a marriage that is registered and gets legal legality. As a result, there are marriages that are registered according to the marriage law, but some are not. Marriages that are not registered according to the marriage law and the imposition of sanctions, namely the payment of a fine by paying an amount of money according to the customary rules that apply in the village that have been agreed upon. Basically, elopement is an act that violates the value of customary law, violates the power of parents, and destroys the honor of the dignity of the parents and relatives of the party being taken. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan Perspektif Hukum Adat Kawin Lari (Silayyang) Suku Bajau di Desa Lagasa Kabupaten Muna yang tidak tercatat yang bertentangan dengan UU No. 1/1974. Penelitian ini adalah penelitian yuridis empiris dengan menggabungkan bahan-bahan hukum (yang merupakan data sekunder) dengan data primer yang diperoleh di lapangan. Hasil penelitian menunjukan bahwa kawin lari (silayyang) merupakan perkawinan yang dianggap sah berdasarkan suka sama suka, dan dengan adanya silayyang merupakan alternatif bagi kalangan muda mudi untuk melakukan perkawinan tanpa harus terbebani dengan biaya yang mahal dan merupakan perkawinan tercatat dan mendapatkan legalitas hukum. Dampaknya ada perkawinan yang tercatat sesuai dengan undang-undang perkawinan namun ada pula yang tidak tercatat. Perkawinan yang tidak tercatat sesuai undang-undang perkawinan serta pemberian sanksi yaitu pembayaran denda dengan membayar sejumlah uang sesuai aturan adat yang berlaku di desa yang telah disepakati. Pada dasarnya kawin lari merupakan salah satu tindakan yang melanggar nilai hukum adat, melanggar kekuasaan orang tua, dan menjatuhkan kehormatan martabat orang tua dan kerabat dari pihak yang dilarikan.","PeriodicalId":53034,"journal":{"name":"Jurnal Hukum Pembangunan","volume":"1 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-06-22","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"83482823","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2021-05-31DOI: 10.21143/JHP.VOL50.NO4.2856
Fitriana Gunadi
Upah merupakan salah satu unsur pada hubungan kerja antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja. Sesuai dengan asas yang pada dasarnya berlaku untuk semua pekerja/buruh, upah tidak akan dibayar oleh pengusaha apabila pekerja/buruh tidak melakukan pekerjaan (no work no pay). Namun pada perkembangannya, terdapat permasalahan dalam pemberlakuan asas tersebut sejak dijatuhkannya Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, yang mewajibkan pengusaha untuk tetap memberikan upah kepada pekerja/buruh yang tidak bekerja karena sedang dalam proses pemutusan hubungan kerja hingga adanya putusan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde). Permasalahan semakin menjadi kompleks ketika kewajiban atas pemberian upah tersebut ditegaskan oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia untuk 6 (enam) bulan, sehingga kelebihan waktu dalam proses perselisihan hubungan industrial sudah tidak menjadi kewajiban bagi pengusaha
工资是雇主与工人/工人之间工作关系的一个因素。按照基本适用于所有工人的原则,如果工人不工作,雇主就不会支付工资。但随着这项原则的发展,自从印度尼西亚共和国宪法法院(united nations recommission)裁定以来,这一原则的执行一直存在问题。自印尼共和国宪法法院(united nations constitution of the united nations constitution)作出裁决以来,这一原则一直存在问题。初审法院规定,商人必须继续雇用因工作关系破裂而失去工作的工人/工人,直到有合法权力的裁决(inkracht van gewijsde)。当印度尼西亚共和国最高法院对6个月(6个月)的工资要求得到重申时,问题变得更加复杂
{"title":"UPAH PROSES DALAM PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA","authors":"Fitriana Gunadi","doi":"10.21143/JHP.VOL50.NO4.2856","DOIUrl":"https://doi.org/10.21143/JHP.VOL50.NO4.2856","url":null,"abstract":"Upah merupakan salah satu unsur pada hubungan kerja antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja. Sesuai dengan asas yang pada dasarnya berlaku untuk semua pekerja/buruh, upah tidak akan dibayar oleh pengusaha apabila pekerja/buruh tidak melakukan pekerjaan (no work no pay). Namun pada perkembangannya, terdapat permasalahan dalam pemberlakuan asas tersebut sejak dijatuhkannya Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, yang mewajibkan pengusaha untuk tetap memberikan upah kepada pekerja/buruh yang tidak bekerja karena sedang dalam proses pemutusan hubungan kerja hingga adanya putusan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde). Permasalahan semakin menjadi kompleks ketika kewajiban atas pemberian upah tersebut ditegaskan oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia untuk 6 (enam) bulan, sehingga kelebihan waktu dalam proses perselisihan hubungan industrial sudah tidak menjadi kewajiban bagi pengusaha","PeriodicalId":53034,"journal":{"name":"Jurnal Hukum Pembangunan","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-05-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"45160210","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}