Hak tanggungan sebagai salah satu investasi swasta memiliki nilai besar, begitu juga di Perkotaan Purwokerto. Namun disatu sisi belum banyak yang melakukan analisis kontribusi terhadap perkembangan suatu wilayah khususnya perkotaan. Dengan mengidentifikasi pola spasial hak tanggungan menggunakan analisis Average Nearest Neighboor dan analisis densitas serta meng-overlay-kan hasil analisis pada struktur perkembangan Perkotaan Purwokerto diperoleh informasi pola perambatan kejadian hak tanggungan di dalam perkembangan Perkotaan Purwokerto. Hasil yang diperoleh bahwa ada kecenderungan pengelompokan kejadian hak tanggungan pada area peralihan/ berkembang (Edge) Perkotaan Purwokerto, dengan nilai rerata tetangga terdekat 0,572 pada tahun 2012 dan 0,625 pada tahun 2017. Untuk nilai tanggungan memiliki kecenderungan mengelompok di pusat kota (CBD). Hasil perhitungan kontribusi kejadian hak tanggungan (investasi) terhadap perubahan guna tanah di Perkotaan Purwokerto diperoleh nilai rerata sebesar 38,70%, dengan kontribusi paling tinggi terletak pada wilayah Purwokerto Utara dan terkecil pada wilayah Purwokerto Timur.
{"title":"POLA SPASIAL HAK TANGGUNGAN DALAM PERKEMBANGAN PERKOTAAN PURWOKERTO","authors":"Nesty Vie Laily, Iwan Rudiarto","doi":"10.22146/MGI.35828","DOIUrl":"https://doi.org/10.22146/MGI.35828","url":null,"abstract":"Hak tanggungan sebagai salah satu investasi swasta memiliki nilai besar, begitu juga di Perkotaan Purwokerto. Namun disatu sisi belum banyak yang melakukan analisis kontribusi terhadap perkembangan suatu wilayah khususnya perkotaan. Dengan mengidentifikasi pola spasial hak tanggungan menggunakan analisis Average Nearest Neighboor dan analisis densitas serta meng-overlay-kan hasil analisis pada struktur perkembangan Perkotaan Purwokerto diperoleh informasi pola perambatan kejadian hak tanggungan di dalam perkembangan Perkotaan Purwokerto. Hasil yang diperoleh bahwa ada kecenderungan pengelompokan kejadian hak tanggungan pada area peralihan/ berkembang (Edge) Perkotaan Purwokerto, dengan nilai rerata tetangga terdekat 0,572 pada tahun 2012 dan 0,625 pada tahun 2017. Untuk nilai tanggungan memiliki kecenderungan mengelompok di pusat kota (CBD). Hasil perhitungan kontribusi kejadian hak tanggungan (investasi) terhadap perubahan guna tanah di Perkotaan Purwokerto diperoleh nilai rerata sebesar 38,70%, dengan kontribusi paling tinggi terletak pada wilayah Purwokerto Utara dan terkecil pada wilayah Purwokerto Timur.","PeriodicalId":55710,"journal":{"name":"Majalah Geografi Indonesia","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-03-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"46434195","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Potensi dan keunikan sumber daya alam pada kawasan ekosistem mangrove di Pulau Lusi jika dikelola dengan baik dapat memiliki peran yang signifikan dalam pengembangan ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan masyarakat kawasan Pulau Lusi. Pulau Lusi merupakan pulau buatan yang dibentuk sebagai solusi dari penanganan endapan sedimen di Muara Sungai Porong akibat dari semburan panas yang dialirkan ke laut melalui Sungai Porong. Saat ini Pulau Lumpur dimanfaatkan sebagai lahan untuk menambah luasan ekosistem mangrove di muara dan perikanan budidaya dengan sistem wanamina (Silvofishery). Ekominawisata merupakan salah satu pemanfaatan ekosistem mangrove dan tambak wanamina dengan pendekatan edukasi dan ekonomi untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Selain itu, ekominawisata ini secara langsung memiliki manfaat pelestarian alam dan lingkungan. Pengelolaan ekominawisata di Pulau Lusi tidak sepenuhnya menjadi tanggung jawab pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan akan tetapi diperlukan peran serta masyarakat di kawasan Pulau Lusi untuk mencapai kelestarian ekosistem mangrove dan kesejahteraan masyarakat. Tujuan penelitian adalah untuk menilai potensi ekominawisata di Pulau Lusi. Metode yang digunakan adalah gabungan antara metode kuantitatif dan kualitatif. Pengambilan data berupa kuesioner, wawancara, observasi, kajian literatur dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) sumber daya alam di Pulau Lusi sesuai untuk dikembangkan dan dimanfaatkan sebagai kawasan ekominawisata, dan 2) adanya partisipasi masyarakat melalui kelembagaan swadaya masyarakat menjadi modal utama dalam upaya pengelolaan dan pengembangan ekominawisata Pulau Lusi.ABSTRACTPotential and uniqueness of natural resources in Sidoarjo Mud Island mangrove ecosystem area have a significant role in community economical, socio-cultural and environmental development if it’s managed properly. Sidoarjo Lumpur Island is an artificial island created as a solution to the handling of sediment deposition in Porong River Estuary as a result of the mudflow which flowed into the sea via the Porong River. Lumpur Island is currently utilized as a habitat for mangrove ecosystem extension as well as a site for aquaculture with wanamina system (silvofishery). Ecofisherytourism is a way to utilize mangrove ecosystem for ponds silvofishery based on the educational and economic approach to achieve the welfare of society. Also, eco-fisherytourism has a direct benefit of preserving nature and the environment. Eco-fisherytourism management in SidoarjoMud Island not only becomes government responsibility particularly Ministry of Marine Affairs and Fisheries but also becomes community responsibility to participate and to achieve sustainability of mangrove ecosystem and community welfare. The objective of this study is to assess the potential of ecotourism in Sidoarjo mud flat. The method used is a combination of quantitative and qualitative methods. Data collection by using questionnaires, int
{"title":"Peran masyarakat dalam pengelolaan ekominawisata pulau Lusi, kabupaten Sidoarjo","authors":"Yanelis Prasenja","doi":"10.22146/MGI.28695","DOIUrl":"https://doi.org/10.22146/MGI.28695","url":null,"abstract":"Potensi dan keunikan sumber daya alam pada kawasan ekosistem mangrove di Pulau Lusi jika dikelola dengan baik dapat memiliki peran yang signifikan dalam pengembangan ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan masyarakat kawasan Pulau Lusi. Pulau Lusi merupakan pulau buatan yang dibentuk sebagai solusi dari penanganan endapan sedimen di Muara Sungai Porong akibat dari semburan panas yang dialirkan ke laut melalui Sungai Porong. Saat ini Pulau Lumpur dimanfaatkan sebagai lahan untuk menambah luasan ekosistem mangrove di muara dan perikanan budidaya dengan sistem wanamina (Silvofishery). Ekominawisata merupakan salah satu pemanfaatan ekosistem mangrove dan tambak wanamina dengan pendekatan edukasi dan ekonomi untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Selain itu, ekominawisata ini secara langsung memiliki manfaat pelestarian alam dan lingkungan. Pengelolaan ekominawisata di Pulau Lusi tidak sepenuhnya menjadi tanggung jawab pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan akan tetapi diperlukan peran serta masyarakat di kawasan Pulau Lusi untuk mencapai kelestarian ekosistem mangrove dan kesejahteraan masyarakat. Tujuan penelitian adalah untuk menilai potensi ekominawisata di Pulau Lusi. Metode yang digunakan adalah gabungan antara metode kuantitatif dan kualitatif. Pengambilan data berupa kuesioner, wawancara, observasi, kajian literatur dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) sumber daya alam di Pulau Lusi sesuai untuk dikembangkan dan dimanfaatkan sebagai kawasan ekominawisata, dan 2) adanya partisipasi masyarakat melalui kelembagaan swadaya masyarakat menjadi modal utama dalam upaya pengelolaan dan pengembangan ekominawisata Pulau Lusi.ABSTRACTPotential and uniqueness of natural resources in Sidoarjo Mud Island mangrove ecosystem area have a significant role in community economical, socio-cultural and environmental development if it’s managed properly. Sidoarjo Lumpur Island is an artificial island created as a solution to the handling of sediment deposition in Porong River Estuary as a result of the mudflow which flowed into the sea via the Porong River. Lumpur Island is currently utilized as a habitat for mangrove ecosystem extension as well as a site for aquaculture with wanamina system (silvofishery). Ecofisherytourism is a way to utilize mangrove ecosystem for ponds silvofishery based on the educational and economic approach to achieve the welfare of society. Also, eco-fisherytourism has a direct benefit of preserving nature and the environment. Eco-fisherytourism management in SidoarjoMud Island not only becomes government responsibility particularly Ministry of Marine Affairs and Fisheries but also becomes community responsibility to participate and to achieve sustainability of mangrove ecosystem and community welfare. The objective of this study is to assess the potential of ecotourism in Sidoarjo mud flat. The method used is a combination of quantitative and qualitative methods. Data collection by using questionnaires, int","PeriodicalId":55710,"journal":{"name":"Majalah Geografi Indonesia","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-09-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"49557994","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Kondisi mangrove di kawasan Teluk Youtefa, baik dari aspek kualitas maupun kuantitasnya terus mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar perubahan luasan mangrove yang terjadi di kawasan Teluk Youtefa, Kota Jayapura dari tahun 1994 sampai tahun 2017 dengan menggunakan citra satelit Landsat 5 TM dan Landsat 8 OLI. Pengamatan kondisi mangrove di lapangan dilakukan dengan menggunakan GPS dan pengolahan citra menggunakan algoritma NDVI dengan klasifikasi supervised. Tumpang susun peta hasil interpretasi citra satelit untuk mengetahui sebaran dan perubahan luasan kawasan mangrove. Hasil penelitian menunjukan bahwa luasan mangrove pada tahun 1994 sebesar 392,45 ha dan luasan mangrove pada tahun 2017 mengalami penurunan menjadi 233,12 ha. Perubahan luasan mangrove dalam kurun waktu 23 tahun sebesar 159,34 ha atau sebesar 40,59%. Perubahan kawasan mangrove pada umumnya disebabkan oleh faktor antropogenik seperti penebangan, perubahan fungsi kawasan mangrove menjadi jalan, jembatan, pemukiman dan perubahan secara alami. ABSTRACTThe condition of mangrove in Youtefa Bay both qualitatively and quantitatively has decreased from year to year. This research was conducted to determine how much of the change occurring mangrove area in Youtefa Bay, Jayapura City from 1994 to 2017 by using Landsat 5 TM images and Landsat 8 OLI. Monitoring of mangrove condition in the field used GPS, and processing of images used NDVI algorithm with supervised classification. The map was overlaying satellite imagery interpretation to determine the distribution and changes of mangrove area. The result of research showed that the mangrove area in 1994 was about 392.45 hectares, mangrove area in 2017 have decreased becoming was 233.12 hectares. Changing of mangrove area for 23 years was about 159.34 hectares or 40.59%. Changes in mangrove were generally caused by anthropogenic factors such as logging, changes over the function of mangroves into the road, bridge, settlement, and change naturally.
{"title":"Deteksi Perubahan Luasan Mangrove Teluk Youtefa Kota Jayapura Menggunakan Citra Landsat Multitemporal","authors":"Baigo Hamuna, Rosye H.R. Tanjung","doi":"10.22146/MGI.33755","DOIUrl":"https://doi.org/10.22146/MGI.33755","url":null,"abstract":"Kondisi mangrove di kawasan Teluk Youtefa, baik dari aspek kualitas maupun kuantitasnya terus mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar perubahan luasan mangrove yang terjadi di kawasan Teluk Youtefa, Kota Jayapura dari tahun 1994 sampai tahun 2017 dengan menggunakan citra satelit Landsat 5 TM dan Landsat 8 OLI. Pengamatan kondisi mangrove di lapangan dilakukan dengan menggunakan GPS dan pengolahan citra menggunakan algoritma NDVI dengan klasifikasi supervised. Tumpang susun peta hasil interpretasi citra satelit untuk mengetahui sebaran dan perubahan luasan kawasan mangrove. Hasil penelitian menunjukan bahwa luasan mangrove pada tahun 1994 sebesar 392,45 ha dan luasan mangrove pada tahun 2017 mengalami penurunan menjadi 233,12 ha. Perubahan luasan mangrove dalam kurun waktu 23 tahun sebesar 159,34 ha atau sebesar 40,59%. Perubahan kawasan mangrove pada umumnya disebabkan oleh faktor antropogenik seperti penebangan, perubahan fungsi kawasan mangrove menjadi jalan, jembatan, pemukiman dan perubahan secara alami. ABSTRACTThe condition of mangrove in Youtefa Bay both qualitatively and quantitatively has decreased from year to year. This research was conducted to determine how much of the change occurring mangrove area in Youtefa Bay, Jayapura City from 1994 to 2017 by using Landsat 5 TM images and Landsat 8 OLI. Monitoring of mangrove condition in the field used GPS, and processing of images used NDVI algorithm with supervised classification. The map was overlaying satellite imagery interpretation to determine the distribution and changes of mangrove area. The result of research showed that the mangrove area in 1994 was about 392.45 hectares, mangrove area in 2017 have decreased becoming was 233.12 hectares. Changing of mangrove area for 23 years was about 159.34 hectares or 40.59%. Changes in mangrove were generally caused by anthropogenic factors such as logging, changes over the function of mangroves into the road, bridge, settlement, and change naturally.","PeriodicalId":55710,"journal":{"name":"Majalah Geografi Indonesia","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-09-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"49335881","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
S. Budiani, Windarti Wahdaningrum, Dellamanda Yosky, Eline Kensari, H. S. Pratama, Henny Mulandari, H. Iskandar, Mica Alphabettika, Novela Maharani, Rizka Fitria Febriani, Yanti Kusmiati
Pembangunan pariwisata saat ini diarahkan kepada pembangunan pariwisata yang berkelanjutan dengan pengembangan yang didasarkan atas prinsip pemberdayaan berbasis masyarakat. Salah satu desa yang potensial dikembangkan dengan prinsip-prinsip tersebut adalah Desa Sembungan. Metode penelitian kualitatif digunakan untuk melihat potensi pengembangan wisata Desa Sembungan. Berdasarkan hasil penelitian diketahui Desa Sembungan memiliki sumberdaya alam yang potensial, namun saat ini hanya dua objek wisata alam yang dikembangkan, yaitu Bukit Sikunir dan Telaga Cebong sehingga masih sangat mungkin untuk ditemukan objek wisata yang memiliki daya tarik. Desa Sembungan pada prinsipnya belum memenuhi prinsip pembangunan pariwisata berkelanjutan, sehingga perlu adanya pembenahan diberbagai aspek. Dilihat dari tujuh prinsip pembangunan pariwisata berbasis komunitas, maka Desa Sembungan masih belum memenuhi tujuh prinsip tersebut, sehingga diperlukan arahan strategi yang tepat untuk mendorong pengembangan pariwisata berkelanjutan berbasis masyarakat di Desa Sembungan. ABSTRACT Tourism development today is directed to achieve sustainable tourism development following the community-based empowerment principles. Sembungan village is one of the potential village to be developed with those principles. Qualitative research method is used for this research. The result shows that Sembungan village has potential natural resources, but unfortunately only two attractions are developed, they are sikunir hill and telaga cebong. There are more alluring tourism objects in Sembungan village that haven’t been explored. Sembunga village has not yet manage tourism activities based on sustainable tourism principles. Accordingly, there are many aspects that need to be fixed. Tourism management also has not achieved the seven community-based tourism developments principles. Sembungan village still needs more precise strategies and plans to force sustainable community-based tourism development.
{"title":"Analisis Potensi dan Strategi Pengembangan Pariwisata Berkelanjutan Berbasis Komunitas di Desa Sembungan, Wonosobo, Jawa Tengah","authors":"S. Budiani, Windarti Wahdaningrum, Dellamanda Yosky, Eline Kensari, H. S. Pratama, Henny Mulandari, H. Iskandar, Mica Alphabettika, Novela Maharani, Rizka Fitria Febriani, Yanti Kusmiati","doi":"10.22146/MGI.32330","DOIUrl":"https://doi.org/10.22146/MGI.32330","url":null,"abstract":"Pembangunan pariwisata saat ini diarahkan kepada pembangunan pariwisata yang berkelanjutan dengan pengembangan yang didasarkan atas prinsip pemberdayaan berbasis masyarakat. Salah satu desa yang potensial dikembangkan dengan prinsip-prinsip tersebut adalah Desa Sembungan. Metode penelitian kualitatif digunakan untuk melihat potensi pengembangan wisata Desa Sembungan. Berdasarkan hasil penelitian diketahui Desa Sembungan memiliki sumberdaya alam yang potensial, namun saat ini hanya dua objek wisata alam yang dikembangkan, yaitu Bukit Sikunir dan Telaga Cebong sehingga masih sangat mungkin untuk ditemukan objek wisata yang memiliki daya tarik. Desa Sembungan pada prinsipnya belum memenuhi prinsip pembangunan pariwisata berkelanjutan, sehingga perlu adanya pembenahan diberbagai aspek. Dilihat dari tujuh prinsip pembangunan pariwisata berbasis komunitas, maka Desa Sembungan masih belum memenuhi tujuh prinsip tersebut, sehingga diperlukan arahan strategi yang tepat untuk mendorong pengembangan pariwisata berkelanjutan berbasis masyarakat di Desa Sembungan. ABSTRACT Tourism development today is directed to achieve sustainable tourism development following the community-based empowerment principles. Sembungan village is one of the potential village to be developed with those principles. Qualitative research method is used for this research. The result shows that Sembungan village has potential natural resources, but unfortunately only two attractions are developed, they are sikunir hill and telaga cebong. There are more alluring tourism objects in Sembungan village that haven’t been explored. Sembunga village has not yet manage tourism activities based on sustainable tourism principles. Accordingly, there are many aspects that need to be fixed. Tourism management also has not achieved the seven community-based tourism developments principles. Sembungan village still needs more precise strategies and plans to force sustainable community-based tourism development.","PeriodicalId":55710,"journal":{"name":"Majalah Geografi Indonesia","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-09-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"44642327","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Post-suburbia merupakan fenomena transformasi perkotaan yang banyak ditemui di berbagai tempat. Fenomena ini terjadi sejalan dengan proses dekonsentrasi dan desentralisasi pekerjaan ke kawasan suburban yang menyusul populasi, sehingga menjadikan pusat kota kehilangan pengaruhnya. Tulisan ini dimaksudkan sebagai tinjauan terhadap berbagai literatur mengenai diskursus post-suburban dari sudut pandang filosofis. Selain itu, diberikan juga konteks perkembangannya di Indonesia, serta tantangan yang dihadapi oleh riset mengenai post-suburban kedepannya. Yaitu terkait dengan keberlanjutan perkotaan, apakah post-suburbia menghasilkan pembangunan yang tidak saja lebih ramah lingkungan, namun juga lebih baik secara ekonomi maupun sosial.ABSTRACT Post-suburbia is a well spread urban transformation phenomenon which could be seen in many places. This phenomenon occurs along with the employment deconcentration and decentralization process following the population towards the suburban area. Such a process makes the urban core losing its influence. This paper aimed as a literature review of post-suburban discourse from a philosophical perspective. Moreover, we also discuss its development in the Indonesian context and several possibilities of its research challenge in the future. Such as its relation with urban sustainability, whether post-suburbia would produce more not only environmental friendly development but also in economic and social aspect.
{"title":"Post-suburbia dan Tantangan Pembangunan di Kawasan Pinggiran Metropolitan: Suatu Tinjauan Literatur","authors":"E. Sadewo, Ibnu Syabri, Pradono Pradono","doi":"10.22146/MGI.32097","DOIUrl":"https://doi.org/10.22146/MGI.32097","url":null,"abstract":"Post-suburbia merupakan fenomena transformasi perkotaan yang banyak ditemui di berbagai tempat. Fenomena ini terjadi sejalan dengan proses dekonsentrasi dan desentralisasi pekerjaan ke kawasan suburban yang menyusul populasi, sehingga menjadikan pusat kota kehilangan pengaruhnya. Tulisan ini dimaksudkan sebagai tinjauan terhadap berbagai literatur mengenai diskursus post-suburban dari sudut pandang filosofis. Selain itu, diberikan juga konteks perkembangannya di Indonesia, serta tantangan yang dihadapi oleh riset mengenai post-suburban kedepannya. Yaitu terkait dengan keberlanjutan perkotaan, apakah post-suburbia menghasilkan pembangunan yang tidak saja lebih ramah lingkungan, namun juga lebih baik secara ekonomi maupun sosial.ABSTRACT Post-suburbia is a well spread urban transformation phenomenon which could be seen in many places. This phenomenon occurs along with the employment deconcentration and decentralization process following the population towards the suburban area. Such a process makes the urban core losing its influence. This paper aimed as a literature review of post-suburban discourse from a philosophical perspective. Moreover, we also discuss its development in the Indonesian context and several possibilities of its research challenge in the future. Such as its relation with urban sustainability, whether post-suburbia would produce more not only environmental friendly development but also in economic and social aspect. ","PeriodicalId":55710,"journal":{"name":"Majalah Geografi Indonesia","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-09-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"44669454","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pemetaan lahan yang potensial untuk budidaya perikanan dilakukan melalui pemetaan topografi dan tutupan lahan dari citra satelit serta survei lapang di perairan pantai Timur Belitung. Peta Topografi estimasi dari citra satelit mempunyai pola yang sama dengan hasil pengukuran terestris dimana ketinggian lahan semakin meningkat mulai dari garis pantai menuju daratan. Data hasil pengukuran topografi secara terestris lebih tinggi dari data topografi estimasi dari data satelit. Tipe pasut di perairan pantai Belitung timur adalah tipe tunggal. Data pasut ini digunakan menjadi acuan untuk pengukuran topografi secara terestris. Peta tutupan lahan hasil intrepretasi dari citra satelit diklasifikasikan menjadi kelas: hutan primer, hutan sekunder, belukar, rawa/air, lahan terbuka, permukiman dan galian tambang. Berdasarkan peta topografi, peta tutupan lahan dan data pasang surut maka lahan di wilayah kajian pesisir pantai Timur Belitung potensial dikembangkan untuk budidaya perikanan seluas 9.000 ha. ABSTRACT Mapping potential land for aquaculture was done through topography, and land cover mapping derived satellite imagery and field survey in the east coast of Belitung. Topographic data derived satellite, and terrestrial measurement shows that topographic patterns increase as we move from the coastal line to inland. Topographic data from the terrestrial measurement was higher than satellite estimations. The type of tide in the east coast Belitung’s is the diurnal type. Within this research, tidal data was used as a reference terrestrial topographic measurement. Land coverage maps from satellite images were classified into primary and secondary forests, grove forests, marsh/water lands, open land, inhabited land, and mining areas. According to topographic, land cover map, and tide pattern it can be confirmed that the eastern coastal area of Belitung has the potential to be developed into an aquaculture fishery area of 9,000 ha.
{"title":"Kajian Lahan Potensial untuk Budidaya Perikanan dari Citra Satelit di Pantai Timur Belitung","authors":"Jonson Lumban_Gaol, N. M. Natih, Marlis Yulianto","doi":"10.22146/MGI.33420","DOIUrl":"https://doi.org/10.22146/MGI.33420","url":null,"abstract":"Pemetaan lahan yang potensial untuk budidaya perikanan dilakukan melalui pemetaan topografi dan tutupan lahan dari citra satelit serta survei lapang di perairan pantai Timur Belitung. Peta Topografi estimasi dari citra satelit mempunyai pola yang sama dengan hasil pengukuran terestris dimana ketinggian lahan semakin meningkat mulai dari garis pantai menuju daratan. Data hasil pengukuran topografi secara terestris lebih tinggi dari data topografi estimasi dari data satelit. Tipe pasut di perairan pantai Belitung timur adalah tipe tunggal. Data pasut ini digunakan menjadi acuan untuk pengukuran topografi secara terestris. Peta tutupan lahan hasil intrepretasi dari citra satelit diklasifikasikan menjadi kelas: hutan primer, hutan sekunder, belukar, rawa/air, lahan terbuka, permukiman dan galian tambang. Berdasarkan peta topografi, peta tutupan lahan dan data pasang surut maka lahan di wilayah kajian pesisir pantai Timur Belitung potensial dikembangkan untuk budidaya perikanan seluas 9.000 ha. ABSTRACT Mapping potential land for aquaculture was done through topography, and land cover mapping derived satellite imagery and field survey in the east coast of Belitung. Topographic data derived satellite, and terrestrial measurement shows that topographic patterns increase as we move from the coastal line to inland. Topographic data from the terrestrial measurement was higher than satellite estimations. The type of tide in the east coast Belitung’s is the diurnal type. Within this research, tidal data was used as a reference terrestrial topographic measurement. Land coverage maps from satellite images were classified into primary and secondary forests, grove forests, marsh/water lands, open land, inhabited land, and mining areas. According to topographic, land cover map, and tide pattern it can be confirmed that the eastern coastal area of Belitung has the potential to be developed into an aquaculture fishery area of 9,000 ha.","PeriodicalId":55710,"journal":{"name":"Majalah Geografi Indonesia","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-09-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"49258050","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Melati Ayuning Putri, Anindya Arma Risanti, K. Cahyono, Latifah Latifah, Novita Rahmawati, Roesdi Fitra Ariefin, Safira Prameswari, Wisnu Agung Waskita, Tjahyo Nugroho Adji, A. Cahyadi
Desa Sembungan merupakan daerah recharge area dengan resapan air yang disuplai oleh banyak bukit di sekitarnya sehingga pola ruang airtanahnya difungsikan untuk arahan konservasi. Berdasarkan hal tersebut peneliti tertarik untuk mengkaji potensi airtanah Desa Sembungan beserta sistem alirannya, mengingat airtanahnya yang juga dimanfaatkan oleh penduduk untuk berbagai keperluan, seperti domestik, pertanian, dan wisata. Tujuan dari penelitian ini yaitu (1) mengidentifikasi sistem aliran airtanah, (2) mengestimasi kuantitas airtanah, dan (3) menganalisis kondisi kualitas airtanah di Desa Sembungan. Penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif dengan mengumpulkan data primer melalui metode sensus sumur dan mataair di Desa Sembungan. Lokasi sumur untuk pumping test metode slug test ditentukan dengan teknik purposive sampling. Hasil penelitian menunjukkan kondisi airtanah yang melimpah dan mengalir dari arah utara menuju barat daya yang merupakan lembah dengan mataair. Desa Sembungan memiliki nilai konduktivitas hidrolik sebesar 0.0196 m/hari, potensi airtanah dengan debit dinamis sebesar 726,24 liter/hari dan debit rata-rata mataair sebesar 1,15 liter/detik. Potensi lainnya berupa kualitas air sumur di permukiman dan mataair termasuk kategori aman untuk memenuhi kebutuhan domestik apabila dilihat dari parameter suhu, DHL, TDS, dan pH, karena hampir seluruhnya menunjukkan nilai sesuai dengan baku mutu yang ditetapkan. ABSTRACTSembungan Village is a recharge area that supplied by many hills around, so its pattern of groundwater reservoir should be functioned for conservation. Based on the fact that researchers interested in conducting research on groundwater potency and its flow system in Sembungan Village because the groundwater also used for many needs, such as domestic, agriculture, and tourism. The purposes of this research are 1) to identify the groundwater flow system, 2) to estimate the quantity of groundwater, and 3) to analyze the groundwater quality in Desa Sembungan. The study used quantitative and qualitative approach by censused all wells and springs to collect the primary data. Purposive sampling used to determine the location of the pumping test with slug test method. The results showed that an abundant supply of groundwater flows from north to southwest, leading to a valley and springs. The hydraulic conductivity value in Desa Sembungan is 0.0196 m/day. Its potential groundwater as illustrated through debit from the dynamic method is 726.24 liters/day, and the average debit of five springs in the valley is 1.15 liters/s. Water quality in settlements and springs still quite safe for villager’s need, including domestic use. Almost all the value of temperature, conductivity, total dissolved solids, and pH were not meet quality standards that have been determined.
{"title":"Sistem aliran dan potensi airtanah di sebagian desa Sembungan ditinjau dari aspek kuantitas dan kualitas","authors":"Melati Ayuning Putri, Anindya Arma Risanti, K. Cahyono, Latifah Latifah, Novita Rahmawati, Roesdi Fitra Ariefin, Safira Prameswari, Wisnu Agung Waskita, Tjahyo Nugroho Adji, A. Cahyadi","doi":"10.22146/MGI.32297","DOIUrl":"https://doi.org/10.22146/MGI.32297","url":null,"abstract":"Desa Sembungan merupakan daerah recharge area dengan resapan air yang disuplai oleh banyak bukit di sekitarnya sehingga pola ruang airtanahnya difungsikan untuk arahan konservasi. Berdasarkan hal tersebut peneliti tertarik untuk mengkaji potensi airtanah Desa Sembungan beserta sistem alirannya, mengingat airtanahnya yang juga dimanfaatkan oleh penduduk untuk berbagai keperluan, seperti domestik, pertanian, dan wisata. Tujuan dari penelitian ini yaitu (1) mengidentifikasi sistem aliran airtanah, (2) mengestimasi kuantitas airtanah, dan (3) menganalisis kondisi kualitas airtanah di Desa Sembungan. Penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif dengan mengumpulkan data primer melalui metode sensus sumur dan mataair di Desa Sembungan. Lokasi sumur untuk pumping test metode slug test ditentukan dengan teknik purposive sampling. Hasil penelitian menunjukkan kondisi airtanah yang melimpah dan mengalir dari arah utara menuju barat daya yang merupakan lembah dengan mataair. Desa Sembungan memiliki nilai konduktivitas hidrolik sebesar 0.0196 m/hari, potensi airtanah dengan debit dinamis sebesar 726,24 liter/hari dan debit rata-rata mataair sebesar 1,15 liter/detik. Potensi lainnya berupa kualitas air sumur di permukiman dan mataair termasuk kategori aman untuk memenuhi kebutuhan domestik apabila dilihat dari parameter suhu, DHL, TDS, dan pH, karena hampir seluruhnya menunjukkan nilai sesuai dengan baku mutu yang ditetapkan. ABSTRACTSembungan Village is a recharge area that supplied by many hills around, so its pattern of groundwater reservoir should be functioned for conservation. Based on the fact that researchers interested in conducting research on groundwater potency and its flow system in Sembungan Village because the groundwater also used for many needs, such as domestic, agriculture, and tourism. The purposes of this research are 1) to identify the groundwater flow system, 2) to estimate the quantity of groundwater, and 3) to analyze the groundwater quality in Desa Sembungan. The study used quantitative and qualitative approach by censused all wells and springs to collect the primary data. Purposive sampling used to determine the location of the pumping test with slug test method. The results showed that an abundant supply of groundwater flows from north to southwest, leading to a valley and springs. The hydraulic conductivity value in Desa Sembungan is 0.0196 m/day. Its potential groundwater as illustrated through debit from the dynamic method is 726.24 liters/day, and the average debit of five springs in the valley is 1.15 liters/s. Water quality in settlements and springs still quite safe for villager’s need, including domestic use. Almost all the value of temperature, conductivity, total dissolved solids, and pH were not meet quality standards that have been determined.","PeriodicalId":55710,"journal":{"name":"Majalah Geografi Indonesia","volume":"1 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-09-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"42764991","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Kabupaten Kepulauan Meranti terletak berdekatan dengan Batam yang dikembangkan sebagai pusat pertumbuhan yang disebut sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas. Pengembangan Batam tersebut diharapkan memberikan dampak sebar bagi wilayah sekitarnya (hinterland), khususnya Meranti. Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak posisi Meranti tersebut terhadap pembangunannya. Selain itu, penelitian ini bertujuan untuk menentukan sektor basis apa yang sebaiknya diprioritaskan untuk dikembangkan dan dimana sebaiknya sektor tersebut dikembangkan di Meranti. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan menggunakan analisis gravitasi dan location quotient. Selain itu, analisis spasial dilakukan untuk menentukan lokasi pengembangan sektor-sektor basis di Meranti. Kemudian, hasil tersebut dibandingkan dengan rencana pembangunan (RPJP dan RPJMD Kabupaten Meranti). Penelitian ini menemukan bahwa pengembangan Batam sebagai pusat pertumbuhan belum mampu memberikan dampak sebar signifikan bagi Meranti sehingga perlu di dikembangkan sektor basis berikut: transportasi dan pergudangan, pertanian, dan industri pengolahan.
{"title":"Prioritas Pembangunan di Kabupaten Kepulauan Meranti, Provinsi Riau, Indonesia.","authors":"Hayuning Anggrahita, Guswandi Guswandi, Nabila Dety Novia Utami","doi":"10.22146/MGI.36626","DOIUrl":"https://doi.org/10.22146/MGI.36626","url":null,"abstract":"Kabupaten Kepulauan Meranti terletak berdekatan dengan Batam yang dikembangkan sebagai pusat pertumbuhan yang disebut sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas. Pengembangan Batam tersebut diharapkan memberikan dampak sebar bagi wilayah sekitarnya (hinterland), khususnya Meranti. Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak posisi Meranti tersebut terhadap pembangunannya. Selain itu, penelitian ini bertujuan untuk menentukan sektor basis apa yang sebaiknya diprioritaskan untuk dikembangkan dan dimana sebaiknya sektor tersebut dikembangkan di Meranti. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan menggunakan analisis gravitasi dan location quotient. Selain itu, analisis spasial dilakukan untuk menentukan lokasi pengembangan sektor-sektor basis di Meranti. Kemudian, hasil tersebut dibandingkan dengan rencana pembangunan (RPJP dan RPJMD Kabupaten Meranti). Penelitian ini menemukan bahwa pengembangan Batam sebagai pusat pertumbuhan belum mampu memberikan dampak sebar signifikan bagi Meranti sehingga perlu di dikembangkan sektor basis berikut: transportasi dan pergudangan, pertanian, dan industri pengolahan. ","PeriodicalId":55710,"journal":{"name":"Majalah Geografi Indonesia","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-09-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"45299421","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Penentuan lokasi Bank yang dapat dijangkau masyarakat dapat membantu dalam peningkatan perekonomian. Akan tetapi, lokasi Bank di Kota Bandung belum sepenuhnya sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Tujuan penelitian ini yaitu mendeskripsikan kesesuaian lokasi Kantor Cabang Pembantu (KCP) Bank BRI di Wilayah Unit Kerja Cabang Setiabudi Kota Bandung dengan Menggunakan Aplikasi Sistem Informasi Geografis. Metode untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini yaitu observasi, pengukuran lapangan, geocoding, metode pengharkatan dan perengkingan serta yang terakhir adalah wawancara. Parameter yang digunakan dalam analisis penelitian ini adalah lokasi daerah industri, penggunaan lahan, daerah perdagangan, daerah pendidikan, jumlah penduduk, kepadatan penduduk dan kelas jalan. Berdasarkan hasil analisis didapatkan kesimpulan bahwa lokasi KCP Bank BRI di wilayah unit kerja Kantor Cabang Setiabudi baru yaitu KCP BRI Lembang, KCP BRI Cihampelas dan KCP BRI Surya Sumantri tidak seluruhnya mendapat klasifikasi sangat sesuai. Berdasarkan hasil overlay terdapat dua KCP yang mendapat kategori sangat sesuai yaitu KCP Cihampelas yang berada di wilayah kecamatan Coblong dan KCP Surya Sumantri yang berada di wilayah Sukajadi. Selanjutnya terdapat satu daerah lagi yang mendapat klasifikasi sangat sesuai apabila dibangun KCP BRI yaitu di wilayah kecamatan Sukasari, Akan tetapi di wilayah Sukasari terdapat Kantor Cabang BRI Setiabudi yang merupakan induk dari tiga KCPABSTRACT The determination of Bank locations that can be accessed by the community can help in improving the economy. Nowadays, Bank location in Bandung is not yet available in accordance with the needs of the community. The purpose of this study was to describe the suitability of the location of branch offices (KCP) Bank BRI in the Area Unit Setiabudi Branch Bandung using Geographic Information System Application. Method for collecting data in this research was observation, field measurement, geocoding, scoring, range, and interview. The parameters used in this research analysis were the location of the industrials area, lands use, trades area, educations area, populations, population density, and roads class. Based on analysis of Bank BRI KCP location determination using Geographic Information Systems concluded that KCP Bank BRI area in new Setiabudi unit branch office were KCP BRI Lembang, KCP BRI Cihampelas dan KCP BRI Surya Sumantri not all got the very appropriate classifications. Based on the results there were two KCP overlay that got very appropriate category KCP Cihampelas located in the districts of Coblong and KCP Surya Sumantri located in the district of Sukajadi. Furthermore, there was one more area that got very appropriate classification if built BRI KCP was namely in the districts of Sukasari. But in the area Sukasari BRI Branch Office Setiabudi which is the center of three KCP.
{"title":"Evaluasi kesesuaian lokasi bank BR di wilayah kantor cabang Setiabudi kota Bandung","authors":"M. Fathurahman","doi":"10.22146/MGI.25811","DOIUrl":"https://doi.org/10.22146/MGI.25811","url":null,"abstract":"Penentuan lokasi Bank yang dapat dijangkau masyarakat dapat membantu dalam peningkatan perekonomian. Akan tetapi, lokasi Bank di Kota Bandung belum sepenuhnya sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Tujuan penelitian ini yaitu mendeskripsikan kesesuaian lokasi Kantor Cabang Pembantu (KCP) Bank BRI di Wilayah Unit Kerja Cabang Setiabudi Kota Bandung dengan Menggunakan Aplikasi Sistem Informasi Geografis. Metode untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini yaitu observasi, pengukuran lapangan, geocoding, metode pengharkatan dan perengkingan serta yang terakhir adalah wawancara. Parameter yang digunakan dalam analisis penelitian ini adalah lokasi daerah industri, penggunaan lahan, daerah perdagangan, daerah pendidikan, jumlah penduduk, kepadatan penduduk dan kelas jalan. Berdasarkan hasil analisis didapatkan kesimpulan bahwa lokasi KCP Bank BRI di wilayah unit kerja Kantor Cabang Setiabudi baru yaitu KCP BRI Lembang, KCP BRI Cihampelas dan KCP BRI Surya Sumantri tidak seluruhnya mendapat klasifikasi sangat sesuai. Berdasarkan hasil overlay terdapat dua KCP yang mendapat kategori sangat sesuai yaitu KCP Cihampelas yang berada di wilayah kecamatan Coblong dan KCP Surya Sumantri yang berada di wilayah Sukajadi. Selanjutnya terdapat satu daerah lagi yang mendapat klasifikasi sangat sesuai apabila dibangun KCP BRI yaitu di wilayah kecamatan Sukasari, Akan tetapi di wilayah Sukasari terdapat Kantor Cabang BRI Setiabudi yang merupakan induk dari tiga KCPABSTRACT The determination of Bank locations that can be accessed by the community can help in improving the economy. Nowadays, Bank location in Bandung is not yet available in accordance with the needs of the community. The purpose of this study was to describe the suitability of the location of branch offices (KCP) Bank BRI in the Area Unit Setiabudi Branch Bandung using Geographic Information System Application. Method for collecting data in this research was observation, field measurement, geocoding, scoring, range, and interview. The parameters used in this research analysis were the location of the industrials area, lands use, trades area, educations area, populations, population density, and roads class. Based on analysis of Bank BRI KCP location determination using Geographic Information Systems concluded that KCP Bank BRI area in new Setiabudi unit branch office were KCP BRI Lembang, KCP BRI Cihampelas dan KCP BRI Surya Sumantri not all got the very appropriate classifications. Based on the results there were two KCP overlay that got very appropriate category KCP Cihampelas located in the districts of Coblong and KCP Surya Sumantri located in the district of Sukajadi. Furthermore, there was one more area that got very appropriate classification if built BRI KCP was namely in the districts of Sukasari. But in the area Sukasari BRI Branch Office Setiabudi which is the center of three KCP.","PeriodicalId":55710,"journal":{"name":"Majalah Geografi Indonesia","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-09-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"46904586","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Permukiman kumuh adalah perumahan yang mengalami penurunan kualitas fungsi sebagai tempat hunian. Tidak layak huni karena ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi, dan kualitas bangunan serta sarana dan prasarana yang tidak memenuhi syarat, (UU No.1 Tahun 2011). Permukiman kumuh banyak ditemukan di kota-kota besar termasuk di sebagian Kota Yogyakarta, karena tidak layak dari sisi keaman, kesehatan dan tidak sesuai dengan tata ruang kota, maka perlu penanganan kawasan permukiman kumuh ini. Sebagai upaya penanganan kawasan kumuh, dibutuhkan pemantauan kawasan permukiman kumuh secara berkelanjutan, sehingga perlu suatu identifikasi cepat untuk membantu pemetaan kawasan kumuh. Penelitian ini bertujuan untuk identifikasi awal permukiman kumuh menggunakan pendekatan Object Base Image Analysis (OBIA) serta menguji kemampuan interpretasi OBIA dalam melakukan pengenalan permukiman kumuh berdasarkan ciri fisik permukiman. Data yang digunakan berupa Citra Satelit Worldview-2 tahun perekaman 2016, data kawasan kumuh Kota Yogyakarta dari program KOTAKU Yogyakarta, dan data survey lapangan. Alat yang digunakan berupa GPS, computer yang dilengkapi dengan software Ecognition, ENVI dan ArcGIS.10.2. Langkah pertama yang dilakukan sebelum menjalankan proses OBIA adalah mengenali karakteristik permukiman kumuh baik dari studi literatur, perundang-undangan maupun pengamatan lapangan. Berdasarkan studi sebelumnya dapat disusun aturan/kunci interpretasi untuk mendeteksi permukiman kumuh. Hasil identifikasi awal permukiman kumuh menggunakan OBIA dapat dilakukan berdasarkan analisis pola permukiman, kondisi jalan, tekstur, vegetasi dan jarak dengan sungai. Identifikasi permukiman kumuh di wilayah pinggiran sungai berdasarkan kondisi fisik permukiman menggunakan citra Wordview-2 mengasilkan ketelitian sebesar 82,14%. Ketelitian ini dapat dikatakan baik sehingga kedepannya diharapkan dapat membantu identifikasi awal dalam rangka pemetaan permukiman kumuh terutama di wilayah pinggiran sungaiABSTRACTSlums are housing that have decreased the quality of function as dwellings. Uninhabitable due to building irregularities, high levels of building density, and the quality of buildings and facilities and infrastructure that do not meet the requirements, (Act No.1 of 2011). Slum settlements are found in large cities including in parts of Yogyakarta City, because they are not feasible in terms of security, health and are not in accordance with the urban spatial structure, it is necessary to deal with these slums. As an effort to deal with slum areas, it is necessary to monitor slum areas in a sustainable manner, so that a quick identification is needed to assist in mapping the slums. This study aims to initial identification of slums using the Object Base Image Analysis (OBIA) approach and to test the ability of OBIA's interpretation of the introduction of slums based on physical characteristics of settlements. The data used are recording Worldview-2 year
{"title":"Aplikasi object-based image analysis untuk identifikasi awal permukiman kumuh menggunakan Citra satelit worldview-2","authors":"Prima Widayani","doi":"10.22146/MGI.32306","DOIUrl":"https://doi.org/10.22146/MGI.32306","url":null,"abstract":"Permukiman kumuh adalah perumahan yang mengalami penurunan kualitas fungsi sebagai tempat hunian. Tidak layak huni karena ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi, dan kualitas bangunan serta sarana dan prasarana yang tidak memenuhi syarat, (UU No.1 Tahun 2011). Permukiman kumuh banyak ditemukan di kota-kota besar termasuk di sebagian Kota Yogyakarta, karena tidak layak dari sisi keaman, kesehatan dan tidak sesuai dengan tata ruang kota, maka perlu penanganan kawasan permukiman kumuh ini. Sebagai upaya penanganan kawasan kumuh, dibutuhkan pemantauan kawasan permukiman kumuh secara berkelanjutan, sehingga perlu suatu identifikasi cepat untuk membantu pemetaan kawasan kumuh. Penelitian ini bertujuan untuk identifikasi awal permukiman kumuh menggunakan pendekatan Object Base Image Analysis (OBIA) serta menguji kemampuan interpretasi OBIA dalam melakukan pengenalan permukiman kumuh berdasarkan ciri fisik permukiman. Data yang digunakan berupa Citra Satelit Worldview-2 tahun perekaman 2016, data kawasan kumuh Kota Yogyakarta dari program KOTAKU Yogyakarta, dan data survey lapangan. Alat yang digunakan berupa GPS, computer yang dilengkapi dengan software Ecognition, ENVI dan ArcGIS.10.2. Langkah pertama yang dilakukan sebelum menjalankan proses OBIA adalah mengenali karakteristik permukiman kumuh baik dari studi literatur, perundang-undangan maupun pengamatan lapangan. Berdasarkan studi sebelumnya dapat disusun aturan/kunci interpretasi untuk mendeteksi permukiman kumuh. Hasil identifikasi awal permukiman kumuh menggunakan OBIA dapat dilakukan berdasarkan analisis pola permukiman, kondisi jalan, tekstur, vegetasi dan jarak dengan sungai. Identifikasi permukiman kumuh di wilayah pinggiran sungai berdasarkan kondisi fisik permukiman menggunakan citra Wordview-2 mengasilkan ketelitian sebesar 82,14%. Ketelitian ini dapat dikatakan baik sehingga kedepannya diharapkan dapat membantu identifikasi awal dalam rangka pemetaan permukiman kumuh terutama di wilayah pinggiran sungaiABSTRACTSlums are housing that have decreased the quality of function as dwellings. Uninhabitable due to building irregularities, high levels of building density, and the quality of buildings and facilities and infrastructure that do not meet the requirements, (Act No.1 of 2011). Slum settlements are found in large cities including in parts of Yogyakarta City, because they are not feasible in terms of security, health and are not in accordance with the urban spatial structure, it is necessary to deal with these slums. As an effort to deal with slum areas, it is necessary to monitor slum areas in a sustainable manner, so that a quick identification is needed to assist in mapping the slums. This study aims to initial identification of slums using the Object Base Image Analysis (OBIA) approach and to test the ability of OBIA's interpretation of the introduction of slums based on physical characteristics of settlements. The data used are recording Worldview-2 year","PeriodicalId":55710,"journal":{"name":"Majalah Geografi Indonesia","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-09-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"47066745","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}