D. Putra, Rilo Restu Surya Atmaja, W. Wilopo, Pramono Hadi
Abstrak.Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah Milangasri di Kabupaten Magetan telah mencapai daya tampung maksimum. Pemerintah Kabupaten Magetan berencana membangun TPA baru di Desa Botok. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan kajian kelayakan daya dukung geologi rencana lokasi TPA baru. Kriteria daya dukung geologi mengacu pada SNI 03-3241-1994 tentang tata cara pemilihan lokasi TPA. Metode penelitian meliputi investigasi lapangan dan pengumpulan data sekunder. Penelitian lapangan meliputi pengamatan kondisi geologi, pemetaan topografi, survei geolistrik, pemboran inti dan uji permeabilitas lapangan serta pengamatan sumber air terdekat. Data sekunder meliputi informasi yang berkaitan dengan potensi bahaya geologi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelulusan batuan antara 1,26 × 10-2 hingga 1,59 × 10-2 cm/detik tidak memenuhi kriteria. Sehingga secara alami, lokasi ini kurang layak dijadikan sebagai lokasi TPA. Namun demikian, rekayasa teknologi dengan memberikan lapisan kedap air pada alas TPA seperti compacted clay liner atau geosynthetic liner menjadikan area ini layak untuk TPA. Abstract.Current landfill in Milangasri nearly reach its maximum capacity. The government of Magetan regency plans to build a new landfill in Botok. This research aims to assess the land capability based on geological characteristics of the landfill location. The SNI 03-3241-1994 used as basic criteria for selecting landfill area. Research methods consist of field investigation supported by secondary data. Field investigation consist of geological observation, topography mapping, resistivity survey, core drilling and field permeability testing, and water source observation. Information of potential geological hazard collected as secondary data. The results show that the hydraulic conductivity of the quaternary deposit ranging of 1.26 × 10-2 to 1.59 × 10-2 cm/s, failed to meet the criteria. Therefore, by nature the location candidate not supported geologically as landfill location. However, application of compacted clay liner or geosynthetic liner as the base of the landfill is recommended to improve the capability.
{"title":"Kajian daya dukung geologi rencana lokasi Tempat Pembuangan Akhir di Desa Botok, Magetan, Jawa Timur","authors":"D. Putra, Rilo Restu Surya Atmaja, W. Wilopo, Pramono Hadi","doi":"10.22146/MGI.60644","DOIUrl":"https://doi.org/10.22146/MGI.60644","url":null,"abstract":"Abstrak.Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah Milangasri di Kabupaten Magetan telah mencapai daya tampung maksimum. Pemerintah Kabupaten Magetan berencana membangun TPA baru di Desa Botok. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan kajian kelayakan daya dukung geologi rencana lokasi TPA baru. Kriteria daya dukung geologi mengacu pada SNI 03-3241-1994 tentang tata cara pemilihan lokasi TPA. Metode penelitian meliputi investigasi lapangan dan pengumpulan data sekunder. Penelitian lapangan meliputi pengamatan kondisi geologi, pemetaan topografi, survei geolistrik, pemboran inti dan uji permeabilitas lapangan serta pengamatan sumber air terdekat. Data sekunder meliputi informasi yang berkaitan dengan potensi bahaya geologi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelulusan batuan antara 1,26 × 10-2 hingga 1,59 × 10-2 cm/detik tidak memenuhi kriteria. Sehingga secara alami, lokasi ini kurang layak dijadikan sebagai lokasi TPA. Namun demikian, rekayasa teknologi dengan memberikan lapisan kedap air pada alas TPA seperti compacted clay liner atau geosynthetic liner menjadikan area ini layak untuk TPA. Abstract.Current landfill in Milangasri nearly reach its maximum capacity. The government of Magetan regency plans to build a new landfill in Botok. This research aims to assess the land capability based on geological characteristics of the landfill location. The SNI 03-3241-1994 used as basic criteria for selecting landfill area. Research methods consist of field investigation supported by secondary data. Field investigation consist of geological observation, topography mapping, resistivity survey, core drilling and field permeability testing, and water source observation. Information of potential geological hazard collected as secondary data. The results show that the hydraulic conductivity of the quaternary deposit ranging of 1.26 × 10-2 to 1.59 × 10-2 cm/s, failed to meet the criteria. Therefore, by nature the location candidate not supported geologically as landfill location. However, application of compacted clay liner or geosynthetic liner as the base of the landfill is recommended to improve the capability. ","PeriodicalId":55710,"journal":{"name":"Majalah Geografi Indonesia","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-02-26","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"43149410","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Tulisan ini merupakan studi awal yang membuktikan pengaruh Mesoscale Convective System (MCS) terhadap curah hujan (CH) ekstrem di pesisir barat Sumatra dengan menggunakan citra rapidscan 10 menit Himawari-8 kanal IR1. Untuk mendapatkan data yang berkualitas, penulis melakukan koreksi data CH penakar Hellman terhadap data standar CH di Moelaboh (MLH), Sibolga (SBG), Teluk Bayur (TBR) dan Bengkulu (BKL) serta koreksi paralaks data citra Himawari-8. Dalam mengidentifikasi MCS, penulis menggunakan kriteria brightness temperature (BT) ≤ 221 derajat kelvin (K), luasan BT ≥ 10.000 km2 dan durasi ≥ 3 jam. Hasil penelitian mengindikasikan bahwa CH ekstrem bersamaan dengan keberadaaan MCS yang membuktikan bahwa CH ekstrem diakibatkan oleh MCS di MLB, SBG, TBR dan BKL. MCS tersebut sangat dipengaruhi oleh kemunculan Westerly Wind Burst (WWB) yang terhalangi oleh Bukit Barisan untuk kasus CH ekstrem di SBG dan TBR atau berinteraksi dengan angin pasat tenggara dari Samudra Hindia sebelah barat daya Sumatra untuk kasus CH ekstrem di BKL. Untuk kaus CH ekstrem di MLB, MCS terbentuk akibat interaksi angin pasat di Samudra Hindia sebelah barat Sumatra dan aliran siklonik sebelah barat MLB. This paper was a preliminary study that proved the impact of the mesoscale convective system (MCS) on extreme rainfall on the west coast of Sumatra using rapid scan imagery of 10 minutes Himawari-8 channel IR1. To get qualified data, we conducted the correction of rainfall data of Hellman gauge to the rainfall standard data in Moelaboh (MLH), Sibolga (SBG), Teluk Bayur (TBR), and Bengkulu (BKL) and the parallax correction to Himawari-8 imagery data. To identify MCS, we used brightness temperature (BT) ≤ 221 K, BT area ≥ 10.000 km2 and duration ≥ 3 hours as the criteria. The results indicated that extreme rainfall occured simultaneously with MCS proved that the extreme rainfall caused by MCS in MLB, SBG, TBR, and BKL. The MCS was greatly influenced by the appearance of westerly wind burst (WWB) which was blocked by Bukit Barisan for extreme rainfall cases in SBG and TBR or interacted with the southeast trade winds of the Indian Ocean in the southwest of Sumatra for extreme rainfall case in BKL. For extreme rainfall case in MLB, MCS was formed due to the interaction of trade winds of the Indian Ocean in the west of Sumatra and cyclonic flow in the west of MLB.
{"title":"Pengaruh Mesoscale Convective System terhadap Hujan Ekstrem Pesisir Barat Sumatra","authors":"Achmad Fahruddin Rais, Rezky Yunita, Tri Hananto","doi":"10.22146/MGI.60598","DOIUrl":"https://doi.org/10.22146/MGI.60598","url":null,"abstract":"Tulisan ini merupakan studi awal yang membuktikan pengaruh Mesoscale Convective System (MCS) terhadap curah hujan (CH) ekstrem di pesisir barat Sumatra dengan menggunakan citra rapidscan 10 menit Himawari-8 kanal IR1. Untuk mendapatkan data yang berkualitas, penulis melakukan koreksi data CH penakar Hellman terhadap data standar CH di Moelaboh (MLH), Sibolga (SBG), Teluk Bayur (TBR) dan Bengkulu (BKL) serta koreksi paralaks data citra Himawari-8. Dalam mengidentifikasi MCS, penulis menggunakan kriteria brightness temperature (BT) ≤ 221 derajat kelvin (K), luasan BT ≥ 10.000 km2 dan durasi ≥ 3 jam. Hasil penelitian mengindikasikan bahwa CH ekstrem bersamaan dengan keberadaaan MCS yang membuktikan bahwa CH ekstrem diakibatkan oleh MCS di MLB, SBG, TBR dan BKL. MCS tersebut sangat dipengaruhi oleh kemunculan Westerly Wind Burst (WWB) yang terhalangi oleh Bukit Barisan untuk kasus CH ekstrem di SBG dan TBR atau berinteraksi dengan angin pasat tenggara dari Samudra Hindia sebelah barat daya Sumatra untuk kasus CH ekstrem di BKL. Untuk kaus CH ekstrem di MLB, MCS terbentuk akibat interaksi angin pasat di Samudra Hindia sebelah barat Sumatra dan aliran siklonik sebelah barat MLB. This paper was a preliminary study that proved the impact of the mesoscale convective system (MCS) on extreme rainfall on the west coast of Sumatra using rapid scan imagery of 10 minutes Himawari-8 channel IR1. To get qualified data, we conducted the correction of rainfall data of Hellman gauge to the rainfall standard data in Moelaboh (MLH), Sibolga (SBG), Teluk Bayur (TBR), and Bengkulu (BKL) and the parallax correction to Himawari-8 imagery data. To identify MCS, we used brightness temperature (BT) ≤ 221 K, BT area ≥ 10.000 km2 and duration ≥ 3 hours as the criteria. The results indicated that extreme rainfall occured simultaneously with MCS proved that the extreme rainfall caused by MCS in MLB, SBG, TBR, and BKL. The MCS was greatly influenced by the appearance of westerly wind burst (WWB) which was blocked by Bukit Barisan for extreme rainfall cases in SBG and TBR or interacted with the southeast trade winds of the Indian Ocean in the southwest of Sumatra for extreme rainfall case in BKL. For extreme rainfall case in MLB, MCS was formed due to the interaction of trade winds of the Indian Ocean in the west of Sumatra and cyclonic flow in the west of MLB. ","PeriodicalId":55710,"journal":{"name":"Majalah Geografi Indonesia","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-02-25","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"42957361","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Kerawanan longsor di DAS Bendo termasuk dalam kerawanan kelas sedang hingga tinggi. Sampai dengan saat ini, pemetaan rawan longsor di DAS Bendo baru dilakukan pada skala pemetaan 1:250.000. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan pemodelan pemetaan kerawanan longsor di DAS Bendo pada skala semi-detil. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah optimalisasi model artificial neural network menggunakan certainty factor (C-ANN). Peta kerawanan dibangun berdasarkan faktor pengontrol tanah longsor yang berkorelasi positif terhadap kejadian longsor menggunakan Certainty Factor. Sedangkan pemodelan prediksi kerawanan menggunakan model ANN, khususnya arsitektur BPNN (back-propagation neural network). Hasil pemodelan menunjukkan bahwa model C-ANN (7 variabel independen) memiliki nilai AUC (0,916) lebih tinggi daripada model ANN (0,778). Faktor redundansi data, multikolinieritas data, dan proporsi kejadian longsor terhadap cakupan wilayah penelitian mengakibatkan ketidakpastian dalam data variabel independen. Melalui penelitian ini ditemukan hasil bahwa kondisi kerawanan longsor di DAS Bendo masuk kategori tinggi, khususnya pada lereng atas Gunung Ijen, Rante, dan Merapi. Landslide disaster in DAS Bendo is categorized as moderate to highly susceptible. Until today, landslide hazard mapping in DAS Bendo has been carried out with a scale 1:250.000. This study aimed to model landslide susceptibility mapping on a semi-detailed scale. The method used in this research was the integration of the Certainty Factor with Artificial Neural Network models (C-ANN).The development of susceptibility mapping based on factors that positively correlate to landslide events using Certainty Factor. While the susceptibility prediction model using the ANN model, specifically the BPNN (back-propagation neural network) architecture. Modelling results show that the C-ANN model (7 independent variables) has an AUC value (0.916) higher than the ANN model (0.778). Data redundancy factors, multicollinearity of data, and the proportion of landslide events to the study area's coverage resulted in uncertainty in the independent variable data. This research found that the Landslide hazard in the Bendo Watershed is in the high category, especially on the upper slopes of Mount Ijen, Rante, and Merapi.
DAS Bendo的纵向友谊包括在教室的亲戚中,达到了很高的水平。到目前为止,DAS Bendo码头线的测绘刚刚完成,比例尺为1:250000。本研究旨在对DAS Bendo的纵向客户映射进行半详细的建模。本研究中使用的方法是使用确定性因子(C-ANN)对人工神经网络模型进行优化。自定义地图是基于纵向土地控制因素构建的,这些因素与使用确定性因素的纵向事件呈正相关。而客户预测建模则采用了人工神经网络模型,尤其是反向传播神经网络架构。建模结果表明,模型C-ANN(7个自变量)的AUC值(0.916)高于模型ANN(0.778)。数据冗余因素、数据的多重共线性以及纵向事件占研究区域覆盖范围的比例导致自变量数据的不确定性。通过研究发现,DAS Bendo的纵向亲缘关系状况属于较高的类别,尤其是在Ijen山、Rante山和Merapi山以上的斜坡上。[UNK]DAS Bendo的滑坡灾害属于中度至高度易感灾害。直到今天,DAS Bendo的滑坡灾害测绘工作已经完成,比例尺为1:250.000。本研究旨在建立半详细规模的滑坡易发性绘图模型。本研究中使用的方法是将确定性因子与人工神经网络模型(C-ANN)相结合。使用确定性因子开发基于与滑坡事件正相关因素的易感性映射。而易感性预测模型采用的是ANN模型,特别是BPNN[UNK](反向传播神经网络)[UNK]架构。建模结果表明,C-ANN模型(7个自变量s)的AUC值(0.916)高于ANN模型(0.778)。数据冗余因素、数据的多重共线性以及滑坡事件占研究区域覆盖范围的比例导致自变量数据的不确定性。本研究发现,Bendo流域的滑坡灾害属于高级别,尤其是在Ijen山、Rante和Merapi的上坡。
{"title":"Optimalisasi Model Artificial Neural Network Menggunakan Certainty Factor (C-ANN) Untuk Pemetaan Kerawanan Tanah Longsor Skala Semi-Detil di DAS Bendo, Kabupaten Banyuwangi","authors":"Syamsul Bachri, Kresno Sastro Bangun Utomo, Sumarmi Sumarmi, Mohammad Naufal Fathoni, Yulius Eka Aldianto","doi":"10.22146/MGI.57869","DOIUrl":"https://doi.org/10.22146/MGI.57869","url":null,"abstract":"Kerawanan longsor di DAS Bendo termasuk dalam kerawanan kelas sedang hingga tinggi. Sampai dengan saat ini, pemetaan rawan longsor di DAS Bendo baru dilakukan pada skala pemetaan 1:250.000. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan pemodelan pemetaan kerawanan longsor di DAS Bendo pada skala semi-detil. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah optimalisasi model artificial neural network menggunakan certainty factor (C-ANN). Peta kerawanan dibangun berdasarkan faktor pengontrol tanah longsor yang berkorelasi positif terhadap kejadian longsor menggunakan Certainty Factor. Sedangkan pemodelan prediksi kerawanan menggunakan model ANN, khususnya arsitektur BPNN (back-propagation neural network). Hasil pemodelan menunjukkan bahwa model C-ANN (7 variabel independen) memiliki nilai AUC (0,916) lebih tinggi daripada model ANN (0,778). Faktor redundansi data, multikolinieritas data, dan proporsi kejadian longsor terhadap cakupan wilayah penelitian mengakibatkan ketidakpastian dalam data variabel independen. Melalui penelitian ini ditemukan hasil bahwa kondisi kerawanan longsor di DAS Bendo masuk kategori tinggi, khususnya pada lereng atas Gunung Ijen, Rante, dan Merapi. Landslide disaster in DAS Bendo is categorized as moderate to highly susceptible. Until today, landslide hazard mapping in DAS Bendo has been carried out with a scale 1:250.000. This study aimed to model landslide susceptibility mapping on a semi-detailed scale. The method used in this research was the integration of the Certainty Factor with Artificial Neural Network models (C-ANN).The development of susceptibility mapping based on factors that positively correlate to landslide events using Certainty Factor. While the susceptibility prediction model using the ANN model, specifically the BPNN (back-propagation neural network) architecture. Modelling results show that the C-ANN model (7 independent variables) has an AUC value (0.916) higher than the ANN model (0.778). Data redundancy factors, multicollinearity of data, and the proportion of landslide events to the study area's coverage resulted in uncertainty in the independent variable data. This research found that the Landslide hazard in the Bendo Watershed is in the high category, especially on the upper slopes of Mount Ijen, Rante, and Merapi.","PeriodicalId":55710,"journal":{"name":"Majalah Geografi Indonesia","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-02-25","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"47095796","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Abstrak Penggunaan teknik kompresi untuk menghemat ukuran penyimpanan citra digital telah banyak dijumpai dalam aplikasi keseharian. Di sisi lain, kompresi citra juga dapat memberikan konsekuensi berupa kehilangan detil data, yang akan berpengaruh pada integritas data. dan secara teoretis juga akan berpengaruh pada kualitas turunan data. Penelitian ini mengkaji pengaruh tingkat kompresi citra digital multispektral ALOS-AVNIR2 yang terdiri dari empat saluran dengan resolusi spasial 10 meter terhadap akurasi hasil transformasi indeks vegetasi dan klasifikasi penutup lahan untuk wilayah Salatiga-Ambarawa, Jawa Tengah. Citra dikompresi pada sembilan tingkat, yaitu dari tidak kehilangan detil sama sekali (100%, atau sama dengan data asli) hingga 10%, dengan interval 10%. Indeks Vegetasi yang diterapkan meliputi NDVI, TVI dan MSARVI. Klasifikasi multispektral yang diujicobakan meliputi klasifikasi per-piksel dan klasifikasi berbasis objek. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa transformasi indeks vegetasi dan klasifikasi per-piksel mengalami penurunan akurasi secara drastis, sejalan dengan meningkatnya kompresi citra, sementara klasifikasi berbasis objek mengalami perubahan akurasi relatif lebih sedikit dibandingkan analisis per-piksel. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan citra terkompresi sebagai masukan proses klasifikasi secara digital sebaiknya dihindari. Meskipun demikian, kalau pun terpaksa dilakukan karena masalah ketersediaan data, maka metode klasifikasi berbasis objeklah yang sebaiknya diterapkan; dan untuk klasifikasi per-piksel maka algoritma jarak minimum terhadap rerata-lah yang sebaiknya dipilih. Abstract The use of compression techniques for saving storage space of digital imagery has been commonly found in daily applications. On the other hand, image compression can also provide consequences of losing data details, which will affect data integrity and theoretically will also affect the quality of data derived. This study examined the effect of ALOS-AVNIR2 multispectal image compression level consisting of four channels with 10 m spatial resolution to the accuracies of vegetation index transformation and land cover classification for Salatiga and Ambarawa region, Central Java. This study compressed the image into nine levels, i.e. from lossless details (100%, or equal to original data) up to 10% compression, at 10% intervals. The applied vegetation indices include NDVI, TVI and MSARVI. The multispectral classifications that were piloted include the per-pixel and object-based classification methods. The results of this study indicated that the vegetation index transformation and per-pixel classification have drastically decreased accuracies, in line with the increase in image compression; while the object-based classification has relatively more stable than per-pixel analysis. The findings of this study showed that the use of compressed imagery as an input to digital classification process should be avoided. Howev
{"title":"Pengaruh Tingkat Kompresi Citra ALOS AVNIR-2 terhadap Akurasi Hasil Transformasi Indeks Vegetasi dan Klasifikasi Penutup Lahan Wilayah Salatiga dan Ambarawa, Jawa Tengah","authors":"Projo Danoedoro","doi":"10.22146/mgi.32349","DOIUrl":"https://doi.org/10.22146/mgi.32349","url":null,"abstract":"Abstrak Penggunaan teknik kompresi untuk menghemat ukuran penyimpanan citra digital telah banyak dijumpai dalam aplikasi keseharian. Di sisi lain, kompresi citra juga dapat memberikan konsekuensi berupa kehilangan detil data, yang akan berpengaruh pada integritas data. dan secara teoretis juga akan berpengaruh pada kualitas turunan data. Penelitian ini mengkaji pengaruh tingkat kompresi citra digital multispektral ALOS-AVNIR2 yang terdiri dari empat saluran dengan resolusi spasial 10 meter terhadap akurasi hasil transformasi indeks vegetasi dan klasifikasi penutup lahan untuk wilayah Salatiga-Ambarawa, Jawa Tengah. Citra dikompresi pada sembilan tingkat, yaitu dari tidak kehilangan detil sama sekali (100%, atau sama dengan data asli) hingga 10%, dengan interval 10%. Indeks Vegetasi yang diterapkan meliputi NDVI, TVI dan MSARVI. Klasifikasi multispektral yang diujicobakan meliputi klasifikasi per-piksel dan klasifikasi berbasis objek. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa transformasi indeks vegetasi dan klasifikasi per-piksel mengalami penurunan akurasi secara drastis, sejalan dengan meningkatnya kompresi citra, sementara klasifikasi berbasis objek mengalami perubahan akurasi relatif lebih sedikit dibandingkan analisis per-piksel. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan citra terkompresi sebagai masukan proses klasifikasi secara digital sebaiknya dihindari. Meskipun demikian, kalau pun terpaksa dilakukan karena masalah ketersediaan data, maka metode klasifikasi berbasis objeklah yang sebaiknya diterapkan; dan untuk klasifikasi per-piksel maka algoritma jarak minimum terhadap rerata-lah yang sebaiknya dipilih. Abstract The use of compression techniques for saving storage space of digital imagery has been commonly found in daily applications. On the other hand, image compression can also provide consequences of losing data details, which will affect data integrity and theoretically will also affect the quality of data derived. This study examined the effect of ALOS-AVNIR2 multispectal image compression level consisting of four channels with 10 m spatial resolution to the accuracies of vegetation index transformation and land cover classification for Salatiga and Ambarawa region, Central Java. This study compressed the image into nine levels, i.e. from lossless details (100%, or equal to original data) up to 10% compression, at 10% intervals. The applied vegetation indices include NDVI, TVI and MSARVI. The multispectral classifications that were piloted include the per-pixel and object-based classification methods. The results of this study indicated that the vegetation index transformation and per-pixel classification have drastically decreased accuracies, in line with the increase in image compression; while the object-based classification has relatively more stable than per-pixel analysis. The findings of this study showed that the use of compressed imagery as an input to digital classification process should be avoided. Howev","PeriodicalId":55710,"journal":{"name":"Majalah Geografi Indonesia","volume":"1 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-09-28","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"43764808","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Rika Harini, Dewi Nurul Aulia, Erdeana Candra Ningrum, Kurnun Hanifah, Lailani Fitria, T. Dewanti
Abstrak Sektor pertanian merupakan sektor yang menjadi andalan perekonomian di Kabupaten Wonosobo, terutama di Desa Sembungan. Aktivitas pertanian di Desa Sembungan masih didasari dengan nilai-nilai kearifan lokal dalam proses penanaman, pengolahan ladang, sampai dengan panen. Permasalahan yang kemudian muncul adalah tidak semua kearifan lokal sesuai dengan nilai-nilai lingkungan yang harus dipenuhi untuk mengurangi dampak negatif pertanian. Penelitian dilakukan dengan metode kualitatif, pengambilan data dilakukan dengan wawancara mendalam, diskusi kelompok terarah, dan observasi lapangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kearifan lokal pertanian di Desa Sembungan meliputi tumpang sari, gotong royong, nyabuk gunung, dan selokan dalam. Namun dalam prakteknya beberapa kearifan lokal tidak sesuai dengan nilai-nilai lingkungan. Perubahan dari aspek teknis, juga edukasi dan pelatihan kepada petani dibutuhkan untuk dapat menyesuaikan kearifan lokal dengan nilai-nilai lingkungan untuk dapat mencapai pertanian ramah lingkungan. Abstract Agriculture is the main economy sector in Wonosobo District, especially in Sembungan Village. Agriculture activities such as planting, land cultivation, and harvesting in Sembungan Village are still done based on local wisdom. The problem is not all local wisdom meet the environmental values which should be fulfilled to reduce the negative effects of agriculture. The research is conducted by qualitative method with in-depth interview, focus group discussion, and field observation. The results show that the agriculture local wisdom in Sembungan Village take form as tumpang sari, gotong royong, nyabuk gunung, and selokan dalam. However, in practice, some of local wisdom do not meet the environmental values. Changes from technical aspect, also education and training for the farmers are needed to adjust the existing local wisdom to environmental values in order to achieve the environmental friendly-agriculture
{"title":"Kearifan Lokal Pertanian, Permasalahan, dan Arahan Strategi dalam Pengelolaan Pertanian di Desa Sembungan","authors":"Rika Harini, Dewi Nurul Aulia, Erdeana Candra Ningrum, Kurnun Hanifah, Lailani Fitria, T. Dewanti","doi":"10.22146/mgi.32310","DOIUrl":"https://doi.org/10.22146/mgi.32310","url":null,"abstract":"Abstrak Sektor pertanian merupakan sektor yang menjadi andalan perekonomian di Kabupaten Wonosobo, terutama di Desa Sembungan. Aktivitas pertanian di Desa Sembungan masih didasari dengan nilai-nilai kearifan lokal dalam proses penanaman, pengolahan ladang, sampai dengan panen. Permasalahan yang kemudian muncul adalah tidak semua kearifan lokal sesuai dengan nilai-nilai lingkungan yang harus dipenuhi untuk mengurangi dampak negatif pertanian. Penelitian dilakukan dengan metode kualitatif, pengambilan data dilakukan dengan wawancara mendalam, diskusi kelompok terarah, dan observasi lapangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kearifan lokal pertanian di Desa Sembungan meliputi tumpang sari, gotong royong, nyabuk gunung, dan selokan dalam. Namun dalam prakteknya beberapa kearifan lokal tidak sesuai dengan nilai-nilai lingkungan. Perubahan dari aspek teknis, juga edukasi dan pelatihan kepada petani dibutuhkan untuk dapat menyesuaikan kearifan lokal dengan nilai-nilai lingkungan untuk dapat mencapai pertanian ramah lingkungan. Abstract Agriculture is the main economy sector in Wonosobo District, especially in Sembungan Village. Agriculture activities such as planting, land cultivation, and harvesting in Sembungan Village are still done based on local wisdom. The problem is not all local wisdom meet the environmental values which should be fulfilled to reduce the negative effects of agriculture. The research is conducted by qualitative method with in-depth interview, focus group discussion, and field observation. The results show that the agriculture local wisdom in Sembungan Village take form as tumpang sari, gotong royong, nyabuk gunung, and selokan dalam. However, in practice, some of local wisdom do not meet the environmental values. Changes from technical aspect, also education and training for the farmers are needed to adjust the existing local wisdom to environmental values in order to achieve the environmental friendly-agriculture","PeriodicalId":55710,"journal":{"name":"Majalah Geografi Indonesia","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-09-28","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"46248208","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Abstrak Kebun Raya “Eka Karya” Bali (KREKB) melakukan eksplorasi tumbuhan di dataran tinggi kawasan timur Indonesia sebagai langkah awal dalam konservasi ex situ tumbuhan. Tujuan studi ini adalah untuk memberikan rekomendasi lokasi eksplorasi tumbuhan di Pulau Bali bagi KREKB. Metode penelitian menggunakan pendekatan analisis SIG berjenjang tertimbang secara spasial dan overlay pada parameter pembatas, yaitu: kawasan hutan dan historis eksplorasi, dengan variabel fisik seperti: bentuklahan, elevasi, tutupan vegetasi, dan penggunaan lahan. Hasil penelitian menunjukkan kawasan hutan di Kabupaten Jembrana (36.576,74 ha) dan Buleleng (32.424,87 ha) merupakan wilayah yang memenuhi kelas direkomendasikan - sangat direkomendasikan untuk eksplorasi tumbuhan. Kondisi lokasi yang sangat direkomendasikan memiliki cakupan yang sempit dengan tantangan medan yang berat, namun berpeluang tinggi untuk mendapatkan tumbuhan prioritas konservasi, baik sebagai koleksi baru maupun terancam kepunahan. Abstract As one of the main role in plant conservation, Bali Botanic Garden (BBG) has regularly conducted flora expeditions around the mountain areas in the eastern part of Indonesia. This study aimed to provide recommendations for BBG in terms of flora exploration sites in Bali. The methods used GIS analysis approach with spatially weighted tiers with scoring and overlay on the limiting parameters namely forest area and historical exploration, with other physical variables such as landform, elevation, vegetation cover, and land use. The results showed that forest area in Jembrana (36,576.74 ha) and Buleleng (32,244.87 ha) were the areas which met the recommended - highly recommended class for flora exploration. The highly recommended locations characterised by narrow area with a challenging hard terrain, however the chance of obtaining the priority plant for conservation, either new collections or threatened species, is higher.
{"title":"Site selection arahan eksplorasi untuk konservasi ex situ tumbuhan dengan pendekatan spasial di Pulau Bali","authors":"Rajif Iryadi, Agung Kurniawan","doi":"10.22146/mgi.43151","DOIUrl":"https://doi.org/10.22146/mgi.43151","url":null,"abstract":"Abstrak Kebun Raya “Eka Karya” Bali (KREKB) melakukan eksplorasi tumbuhan di dataran tinggi kawasan timur Indonesia sebagai langkah awal dalam konservasi ex situ tumbuhan. Tujuan studi ini adalah untuk memberikan rekomendasi lokasi eksplorasi tumbuhan di Pulau Bali bagi KREKB. Metode penelitian menggunakan pendekatan analisis SIG berjenjang tertimbang secara spasial dan overlay pada parameter pembatas, yaitu: kawasan hutan dan historis eksplorasi, dengan variabel fisik seperti: bentuklahan, elevasi, tutupan vegetasi, dan penggunaan lahan. Hasil penelitian menunjukkan kawasan hutan di Kabupaten Jembrana (36.576,74 ha) dan Buleleng (32.424,87 ha) merupakan wilayah yang memenuhi kelas direkomendasikan - sangat direkomendasikan untuk eksplorasi tumbuhan. Kondisi lokasi yang sangat direkomendasikan memiliki cakupan yang sempit dengan tantangan medan yang berat, namun berpeluang tinggi untuk mendapatkan tumbuhan prioritas konservasi, baik sebagai koleksi baru maupun terancam kepunahan. Abstract As one of the main role in plant conservation, Bali Botanic Garden (BBG) has regularly conducted flora expeditions around the mountain areas in the eastern part of Indonesia. This study aimed to provide recommendations for BBG in terms of flora exploration sites in Bali. The methods used GIS analysis approach with spatially weighted tiers with scoring and overlay on the limiting parameters namely forest area and historical exploration, with other physical variables such as landform, elevation, vegetation cover, and land use. The results showed that forest area in Jembrana (36,576.74 ha) and Buleleng (32,244.87 ha) were the areas which met the recommended - highly recommended class for flora exploration. The highly recommended locations characterised by narrow area with a challenging hard terrain, however the chance of obtaining the priority plant for conservation, either new collections or threatened species, is higher.","PeriodicalId":55710,"journal":{"name":"Majalah Geografi Indonesia","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-09-28","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"45890406","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Abstrak. Proses identifikasi kondisi lingkungan dapat dilakukan melalui adanya sidik cepat pemetaan Karst Rocky Desertification (KRD), termasuk di kawasan karst Gunungsewu bagian barat. Tujuan dari kajian ini adalah untuk mengetahui secara cepat potensi intensitas proses KRD yang terjadi di wilayah kajian, menggunakan metode analisis data citra penginderaan jauh multispektral. Metode yang digunakan adalah pengolahan citra secara digital menjadi citra indeks NDVI dan BI ditunjang dengan menggunakan analisis Digital Elevation Model (DEM) untuk menghasilkan data kemiringan lereng. Kriteria kelas potensi terjadinya KRD yang dihasilkan yaitu non KRD, potensi KRD rendah, potensi KRD sedang dan potensi KRD tinggi dengan luas total wilayah kajian 56.686,17 Ha. Wilayah kajian masih didominasi kelas non KRD dengan luas 32.140,56 Ha, sedangkan potensi KRD rendah seluas 24.447,72 Ha, kelas potensi KRD sedang seluas 96,53 Ha dan potensi KRD tinggi seluas 1,36 Ha. Abstract. Identification of environmental conditions can be done through the rapid mapping of karst rocky desertification (KRD) process. The purpose of this study is to know rapidly the potential of KRD processes, using Landsat 8 OLI multispectral image that covering the western part of Gunungsewu karst area. The method used is digital image processing of NDVI and BI index supported by using Digital Elevation Model (DEM) analysis to produce slope data. Criteria of KRD potential in this study are non KRD, low KRD potential, medium KRD potential and high KRD potential for total study area of 56.686,17 Ha. The study area dominated by non-KRD class with an area of 32.140,56 Ha, while the low KRD potential is 24.447,72 Ha, the medium KRD potential is 96,53 Ha and high KRD potential is 1,36 Ha.
{"title":"Sidik Cepat Potensi Karst Rocky Desertification (KRD) Menggunakan Citra Landsat 8 OLI: Studi di Kawasan Karst Gunungsewu Bagian Barat","authors":"Pendi Tri Sutrisno, S. H. Murti, Eko Haryono","doi":"10.22146/mgi.43013","DOIUrl":"https://doi.org/10.22146/mgi.43013","url":null,"abstract":"Abstrak. Proses identifikasi kondisi lingkungan dapat dilakukan melalui adanya sidik cepat pemetaan Karst Rocky Desertification (KRD), termasuk di kawasan karst Gunungsewu bagian barat. Tujuan dari kajian ini adalah untuk mengetahui secara cepat potensi intensitas proses KRD yang terjadi di wilayah kajian, menggunakan metode analisis data citra penginderaan jauh multispektral. Metode yang digunakan adalah pengolahan citra secara digital menjadi citra indeks NDVI dan BI ditunjang dengan menggunakan analisis Digital Elevation Model (DEM) untuk menghasilkan data kemiringan lereng. Kriteria kelas potensi terjadinya KRD yang dihasilkan yaitu non KRD, potensi KRD rendah, potensi KRD sedang dan potensi KRD tinggi dengan luas total wilayah kajian 56.686,17 Ha. Wilayah kajian masih didominasi kelas non KRD dengan luas 32.140,56 Ha, sedangkan potensi KRD rendah seluas 24.447,72 Ha, kelas potensi KRD sedang seluas 96,53 Ha dan potensi KRD tinggi seluas 1,36 Ha. Abstract. Identification of environmental conditions can be done through the rapid mapping of karst rocky desertification (KRD) process. The purpose of this study is to know rapidly the potential of KRD processes, using Landsat 8 OLI multispectral image that covering the western part of Gunungsewu karst area. The method used is digital image processing of NDVI and BI index supported by using Digital Elevation Model (DEM) analysis to produce slope data. Criteria of KRD potential in this study are non KRD, low KRD potential, medium KRD potential and high KRD potential for total study area of 56.686,17 Ha. The study area dominated by non-KRD class with an area of 32.140,56 Ha, while the low KRD potential is 24.447,72 Ha, the medium KRD potential is 96,53 Ha and high KRD potential is 1,36 Ha.","PeriodicalId":55710,"journal":{"name":"Majalah Geografi Indonesia","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-09-28","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"46409918","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Abstrak.Berbagai perubahan pada ekosistem sungai di perkotaan khususnya Sungai Code penggal Gemawang-Sardjito, mengindikasikan pemahaman masyarakat mengenai jasa ekosistem masih minim. Guna mengetahui kondisi sebenarnya, maka studi ini dilakukan. Tujuan yang ingin dicapai antara lain untuk mengetahui gambaran karakteristik ekosistem dan mengidentifikasi tingkat pengetahuan masyarakat mengenai jasa ekosistem dan komponen sungai. Penelitian menggunakan metode wawancara terstruktur dan observasi lapangan. Analisis deskriptif yang dilengkapi uji statistik dan analisis spasial digunakan dalam penelitian ini. Hasilnya menunjukkan bahwa dominasi talud dan permukiman menyebabkan menurunnya peranan ekosistem sungai. Pengetahuan masyarakat terkait komponen sungai minim, namun pengetahuan tentang jasa ekosistem cenderung tinggi. Sebagian besar masyarakat tidak bisa menentukan area sempadan sungai dengan benar. Selain itu, pengetahuan masyarakat terkait jasa ekosistem belum menyeluruh. Hal ini menunjukkan perlunya peningkatan pemahaman sosial masyarakat terkait ekosistem sungai. Abstract.Some changes in urban ecosystem of Code River, particularly in line Gemawang-Sardjito indicated the lack of community understanding to ecosystem services. This study was conducted in order to assess the actual conditions. The objectives of this study are to analyze the ecosystem characteristics and to identify the level of community knowledge regarding to ecosystem services and river components. This study used structured interview and filed observation. Descriptive and spatial analyses combined with statistical test are used in this study. The results showed that settlements and embankment caused the declining of river ecosystem roles. We also found that the community knowledge was high related to ecosystem services, however their knowledge to the river components was minimal. Most of them could not determine the riparian area correctly. Moreover, the community knowledge regarding to ecosystem services had not been thorough yet. Therefore, the improvement of community understanding to the river ecosystem is necessary.
{"title":"Jasa Ekosistem dalam Perspektif Masyarakat Perkotaan di Sungai Code","authors":"Miftahul Jannah, Andri Kurniawan, Evita Hanie Pangaribowo","doi":"10.22146/mgi.42479","DOIUrl":"https://doi.org/10.22146/mgi.42479","url":null,"abstract":"Abstrak.Berbagai perubahan pada ekosistem sungai di perkotaan khususnya Sungai Code penggal Gemawang-Sardjito, mengindikasikan pemahaman masyarakat mengenai jasa ekosistem masih minim. Guna mengetahui kondisi sebenarnya, maka studi ini dilakukan. Tujuan yang ingin dicapai antara lain untuk mengetahui gambaran karakteristik ekosistem dan mengidentifikasi tingkat pengetahuan masyarakat mengenai jasa ekosistem dan komponen sungai. Penelitian menggunakan metode wawancara terstruktur dan observasi lapangan. Analisis deskriptif yang dilengkapi uji statistik dan analisis spasial digunakan dalam penelitian ini. Hasilnya menunjukkan bahwa dominasi talud dan permukiman menyebabkan menurunnya peranan ekosistem sungai. Pengetahuan masyarakat terkait komponen sungai minim, namun pengetahuan tentang jasa ekosistem cenderung tinggi. Sebagian besar masyarakat tidak bisa menentukan area sempadan sungai dengan benar. Selain itu, pengetahuan masyarakat terkait jasa ekosistem belum menyeluruh. Hal ini menunjukkan perlunya peningkatan pemahaman sosial masyarakat terkait ekosistem sungai. Abstract.Some changes in urban ecosystem of Code River, particularly in line Gemawang-Sardjito indicated the lack of community understanding to ecosystem services. This study was conducted in order to assess the actual conditions. The objectives of this study are to analyze the ecosystem characteristics and to identify the level of community knowledge regarding to ecosystem services and river components. This study used structured interview and filed observation. Descriptive and spatial analyses combined with statistical test are used in this study. The results showed that settlements and embankment caused the declining of river ecosystem roles. We also found that the community knowledge was high related to ecosystem services, however their knowledge to the river components was minimal. Most of them could not determine the riparian area correctly. Moreover, the community knowledge regarding to ecosystem services had not been thorough yet. Therefore, the improvement of community understanding to the river ecosystem is necessary.","PeriodicalId":55710,"journal":{"name":"Majalah Geografi Indonesia","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-09-28","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"46142377","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Dewi Susiloningtyas, Della Ayu Lestari, S. Supriatna
Abstrak Kota Bengkulu merupakan salah satu kota yang berada pada pesisir barat Pulau Sumatera yang mendapat pengaruh dari pertemuan Lempeng Indo-Australia dan Lempeng Eurasia serta Patahan Mentawai. Kondisi ini menyebabkan Kota Bengkulu rawan akan bencana gempa bumi dan tsunami. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pola spasial kawasan rawan gempa bumi dan tsunami sebagai salah satu upaya mitigasi bencana. Kawasan rawan gempa bumi diamati dengan mencari Peak Ground Acceleration (PGA) gempa bumi di Kota Bengkulu pada tahun 2010 hingga 2018 sedangkan kawasan rawan tsunami diamati dengan mencari luas genangan tsunami dalam 3 skenario yaitu ketinggian gelombang 5 meter, 20 meter dan 25 meter dari garis pantai. Hasil penelitian menunjukkan bahwa wilayah terbangun eksiting yang memiliki resiko tertinggi berada bagian pesisir selatan Kota Bengkulu dengan wilayah PGA tinggi serta genangan tsunami yang luas dari tinggi gelombang tsunami 25 meter.Wilayah ini berada pada Kecamatan Kampung Melayu dengan prediski luas terdampak sebesar 653,69 Ha. Abstract Bengkulu City is one of the cities on the west coast of Sumatra Island which has been influenced by the Indo-Australian Plate and the Eurasian Plate as well as the Mentawai Fault. This condition makes Bengkulu City prone to earthquakes and tsunamis. The purpose of this study is to determine the spatial pattern of earthquake and tsunami prone areas as one of the disaster mitigation efforts. Earthquake-prone areas were observed by looking for the Peak Ground Acceleration (PGA) of earthquakes in Bengkulu City from 2010 to 2018 while tsunami-prone areas were observed by looking for the area of tsunami inundation in 3 scenarios, namely the wave height of 5 meters, 20 meters and 25 meters from the coastline . The results showed that the highly developed area with the highest risk was the southern coast of Bengkulu City with a high PGA area and a large tsunami inundation from a tsunami wave height of 25 meters. This area is located in the Kampung Melayu sub-district with a predisposition of an affected area of 653.69 hectares.
{"title":"Pemodelan Spasial Peak Ground Acceleration dan Prediksi Luas Genangan Tsunami di Kota Bengkulu","authors":"Dewi Susiloningtyas, Della Ayu Lestari, S. Supriatna","doi":"10.22146/mgi.44168","DOIUrl":"https://doi.org/10.22146/mgi.44168","url":null,"abstract":"Abstrak Kota Bengkulu merupakan salah satu kota yang berada pada pesisir barat Pulau Sumatera yang mendapat pengaruh dari pertemuan Lempeng Indo-Australia dan Lempeng Eurasia serta Patahan Mentawai. Kondisi ini menyebabkan Kota Bengkulu rawan akan bencana gempa bumi dan tsunami. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pola spasial kawasan rawan gempa bumi dan tsunami sebagai salah satu upaya mitigasi bencana. Kawasan rawan gempa bumi diamati dengan mencari Peak Ground Acceleration (PGA) gempa bumi di Kota Bengkulu pada tahun 2010 hingga 2018 sedangkan kawasan rawan tsunami diamati dengan mencari luas genangan tsunami dalam 3 skenario yaitu ketinggian gelombang 5 meter, 20 meter dan 25 meter dari garis pantai. Hasil penelitian menunjukkan bahwa wilayah terbangun eksiting yang memiliki resiko tertinggi berada bagian pesisir selatan Kota Bengkulu dengan wilayah PGA tinggi serta genangan tsunami yang luas dari tinggi gelombang tsunami 25 meter.Wilayah ini berada pada Kecamatan Kampung Melayu dengan prediski luas terdampak sebesar 653,69 Ha. Abstract Bengkulu City is one of the cities on the west coast of Sumatra Island which has been influenced by the Indo-Australian Plate and the Eurasian Plate as well as the Mentawai Fault. This condition makes Bengkulu City prone to earthquakes and tsunamis. The purpose of this study is to determine the spatial pattern of earthquake and tsunami prone areas as one of the disaster mitigation efforts. Earthquake-prone areas were observed by looking for the Peak Ground Acceleration (PGA) of earthquakes in Bengkulu City from 2010 to 2018 while tsunami-prone areas were observed by looking for the area of tsunami inundation in 3 scenarios, namely the wave height of 5 meters, 20 meters and 25 meters from the coastline . The results showed that the highly developed area with the highest risk was the southern coast of Bengkulu City with a high PGA area and a large tsunami inundation from a tsunami wave height of 25 meters. This area is located in the Kampung Melayu sub-district with a predisposition of an affected area of 653.69 hectares.","PeriodicalId":55710,"journal":{"name":"Majalah Geografi Indonesia","volume":"1 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-09-28","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"68045031","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Perubahan penggunaan lahan bisa dibilang kekuatan sosioekonomi yang paling meluas mendorong perubahan dan degradasi ekosistem (Wu, 2008). (Kodoatie, 2010) menyatakan bahwa, terganggunya siklus hidrologi telah menimbulkan “3 T” masalah klasik air “too much (yang menimbulkan banjir), “too little (yang menimbulkan kekeringan) dan “too dirty (yang menimbulkan pencemaran air). Berdasarkan data BNPB tahun 1979-2009 terdapat 8 kejadian kekeringan di Provinsi Gorontalo. Penelitian ini bertujuan (1) mengetahui tingkat kerentanan DAS Limboto terhadap kekeringan. (2) menyusun arahan penggunaan lahan pada DAS Limboto berdasarkan penentuan tingkat kerentanan kekeringan. (3) mengsimulasikan arahan penggunaan lahan dalam rangka pengendalian kekeringan di DAS Limboto. Penelitian ini dilaksanakan pada Daerah Aliran Sungai (DAS) Limboto dengan luas DAS 86412,6 ha. Metode yang digunakan adalah Metode SWAT (Soil and Water Assessment Tool) dengan menggunakan software ArcSwat yang terintegrasi SIG. Penelitian ini termasuk dalam penellitian non-eksperimen yakni dengan menggunakan pengamatan langsung di lapangan. Input data SWAT antara lain lereng, jenis tutupan lahan, iklim, dan jenis tanah. Analisis yang digunakan dalam menentukan kerentanan DAS terhadap kekeringan adalah dengan menggunakan Soil Moisture Deficit Index (SMDI) melalui parameter Soil Water (SW). Pada penelitian ini penggunaan output model SWAT melalui ArcSwat, telah mampu menggambarkan kondisi pasokan air pada DAS Limboto, yang secara keseluruhan telah termasuk dalam kategori “Rentan”. Dengan membandingkan luas area yang mengalami kekeringan pada sebelum dan setelah dilakukan simulasi/running arahan penggunaan lahan maka dapat disimpulkan bahwa selisih luas area DAS yang mengalami kekeringan dengan klasifikasi “Rentan” diperoleh 37.513,1 ha atau secara persentasi mengalami penurunan sebesar 43,4 % dari luas DAS.
{"title":"Simulasi Arahan Penggunaan Lahan di DAS Limboto dalam Rangka Pengendalian Kekeringan","authors":"Sri Rahayu Ayuba, M. Nursaputra, Tisen Tisen","doi":"10.22146/mgi.37460","DOIUrl":"https://doi.org/10.22146/mgi.37460","url":null,"abstract":"Perubahan penggunaan lahan bisa dibilang kekuatan sosioekonomi yang paling meluas mendorong perubahan dan degradasi ekosistem (Wu, 2008). (Kodoatie, 2010) menyatakan bahwa, terganggunya siklus hidrologi telah menimbulkan “3 T” masalah klasik air “too much (yang menimbulkan banjir), “too little (yang menimbulkan kekeringan) dan “too dirty (yang menimbulkan pencemaran air). Berdasarkan data BNPB tahun 1979-2009 terdapat 8 kejadian kekeringan di Provinsi Gorontalo. Penelitian ini bertujuan (1) mengetahui tingkat kerentanan DAS Limboto terhadap kekeringan. (2) menyusun arahan penggunaan lahan pada DAS Limboto berdasarkan penentuan tingkat kerentanan kekeringan. (3) mengsimulasikan arahan penggunaan lahan dalam rangka pengendalian kekeringan di DAS Limboto. Penelitian ini dilaksanakan pada Daerah Aliran Sungai (DAS) Limboto dengan luas DAS 86412,6 ha. Metode yang digunakan adalah Metode SWAT (Soil and Water Assessment Tool) dengan menggunakan software ArcSwat yang terintegrasi SIG. Penelitian ini termasuk dalam penellitian non-eksperimen yakni dengan menggunakan pengamatan langsung di lapangan. Input data SWAT antara lain lereng, jenis tutupan lahan, iklim, dan jenis tanah. Analisis yang digunakan dalam menentukan kerentanan DAS terhadap kekeringan adalah dengan menggunakan Soil Moisture Deficit Index (SMDI) melalui parameter Soil Water (SW). Pada penelitian ini penggunaan output model SWAT melalui ArcSwat, telah mampu menggambarkan kondisi pasokan air pada DAS Limboto, yang secara keseluruhan telah termasuk dalam kategori “Rentan”. Dengan membandingkan luas area yang mengalami kekeringan pada sebelum dan setelah dilakukan simulasi/running arahan penggunaan lahan maka dapat disimpulkan bahwa selisih luas area DAS yang mengalami kekeringan dengan klasifikasi “Rentan” diperoleh 37.513,1 ha atau secara persentasi mengalami penurunan sebesar 43,4 % dari luas DAS.","PeriodicalId":55710,"journal":{"name":"Majalah Geografi Indonesia","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-09-24","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"42445540","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}