Pub Date : 2021-03-03DOI: 10.25157/justisi.v9i1.4807
E. Nugroho, A. Kusumaningrum
Aspects concerning legal protection for doctors in the case of their day to day practice as medical professionals is still considered lacking. This article aims to dissect provisions stated within Article 50 under Law No. 29 of The Year 2004 concerning medical practice, which discusses legal protection for practicing doctors, more specifically about reconstructing legal events concerning disputes between doctors and their patients, or criminal charges put forth by patients against doctors and how these disputes can be resolved based on the values of justice. It can be inferred that the contents of Article 50 under Law No. 29 of The Year 2014 concerning Medical Practice is that legal protection for practicing doctors is still very limited, this rings true by the method in which police would use to investigate cases of malpractice still borrows from conventional means regulated by The Indonesian Legal Code for Criminal Procedure. Pertaining to the problem stated above, it is the hope of the publisher that the government as a whole (Judiciary, Executive, and Legislative branches) can perfect the above mentioned legislations so that better protection can be afforded to doctors and other medical professionals alike.
{"title":"ASPECTS OF CRIMINAL LAW WITHIN MEDICAL PRACTICES","authors":"E. Nugroho, A. Kusumaningrum","doi":"10.25157/justisi.v9i1.4807","DOIUrl":"https://doi.org/10.25157/justisi.v9i1.4807","url":null,"abstract":"Aspects concerning legal protection for doctors in the case of their day to day practice as medical professionals is still considered lacking. This article aims to dissect provisions stated within Article 50 under Law No. 29 of The Year 2004 concerning medical practice, which discusses legal protection for practicing doctors, more specifically about reconstructing legal events concerning disputes between doctors and their patients, or criminal charges put forth by patients against doctors and how these disputes can be resolved based on the values of justice. It can be inferred that the contents of Article 50 under Law No. 29 of The Year 2014 concerning Medical Practice is that legal protection for practicing doctors is still very limited, this rings true by the method in which police would use to investigate cases of malpractice still borrows from conventional means regulated by The Indonesian Legal Code for Criminal Procedure. Pertaining to the problem stated above, it is the hope of the publisher that the government as a whole (Judiciary, Executive, and Legislative branches) can perfect the above mentioned legislations so that better protection can be afforded to doctors and other medical professionals alike.","PeriodicalId":104002,"journal":{"name":"Jurnal Ilmiah Galuh Justisi","volume":"6 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-03-03","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"133970426","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2021-03-03DOI: 10.25157/justisi.v9i1.4878
Widiya Yusmar, Herman Katimin
Pengaturan tentang intersepsi atau yang biasa disebut dengan penyadapan dalam bidang penegakan hukum baru dikenal pada tahun 1999 semenjak UU Nomor 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi diundangkan. Intersepsi diatur di dalam RKUHP 2019 dalam Pasal 257 mengenai penyadapan. Aturan baru ini akan mencabut aturan mengenai intersepsi sebagaimana telah diatur dalam Pasal 30 ayat (2), Pasal 31 dan Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang ITE. Bagaimana perubahan delik intersepsi dalam Undang-undang ITE dengan RKUHP dan Bagaimana perubahan delik intersepsi ditinjau dari perspektif teori hukum pembangunan. Pendekatan tulisan menggunakan yuridis normatif. Penelitian ini memiliki sifat deskriptif analitis. Ketentuan perekaman diatur mengenai larangan untuk melakukan perekaman pada “suatu tempat tertentu”, pengaturan ini cukup baik karena pengaturan sebelumnya di UU ITE balum membahas ketentuan dalam hal perekaman dan perekaman di tempat terbuka. Perbedaan yang terlihat jelas dalam UU ITE dengan RKUHP adalah ancaman hukuman yang lebih ringan. Intersepsi yang dilakukan oleh negara, intersepsi illegal juga dapat dilakukan oleh sesama warga negara. Karena sifatnya yang berbahaya apabila disalahgunakan, maka hanya dapat dilakukan dalam penegakan hukum. Selain itu, intersepsi harus dilarang karena berhubungan erat dengan perlindungan hak asasi manusia.
{"title":"PERUBAHAN DELIK INTERSEPSI DALAM UNDANG-UNDANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK DENGAN RANCANGAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA DARI PERSPEKTIF TEORI HUKUM PEMBANGUNAN","authors":"Widiya Yusmar, Herman Katimin","doi":"10.25157/justisi.v9i1.4878","DOIUrl":"https://doi.org/10.25157/justisi.v9i1.4878","url":null,"abstract":"Pengaturan tentang intersepsi atau yang biasa disebut dengan penyadapan dalam bidang penegakan hukum baru dikenal pada tahun 1999 semenjak UU Nomor 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi diundangkan. Intersepsi diatur di dalam RKUHP 2019 dalam Pasal 257 mengenai penyadapan. Aturan baru ini akan mencabut aturan mengenai intersepsi sebagaimana telah diatur dalam Pasal 30 ayat (2), Pasal 31 dan Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang ITE. Bagaimana perubahan delik intersepsi dalam Undang-undang ITE dengan RKUHP dan Bagaimana perubahan delik intersepsi ditinjau dari perspektif teori hukum pembangunan. Pendekatan tulisan menggunakan yuridis normatif. Penelitian ini memiliki sifat deskriptif analitis. Ketentuan perekaman diatur mengenai larangan untuk melakukan perekaman pada “suatu tempat tertentu”, pengaturan ini cukup baik karena pengaturan sebelumnya di UU ITE balum membahas ketentuan dalam hal perekaman dan perekaman di tempat terbuka. Perbedaan yang terlihat jelas dalam UU ITE dengan RKUHP adalah ancaman hukuman yang lebih ringan. Intersepsi yang dilakukan oleh negara, intersepsi illegal juga dapat dilakukan oleh sesama warga negara. Karena sifatnya yang berbahaya apabila disalahgunakan, maka hanya dapat dilakukan dalam penegakan hukum. Selain itu, intersepsi harus dilarang karena berhubungan erat dengan perlindungan hak asasi manusia.","PeriodicalId":104002,"journal":{"name":"Jurnal Ilmiah Galuh Justisi","volume":"51 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-03-03","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"115698533","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2021-03-03DOI: 10.25157/justisi.v9i1.4806
Hendra Sukarman, Wildan Sany Prasetiya
Dalam Pasal 1 ayat (1) UUPA menyebutkan: seluruh wilayah Indonesia adalah kesatuan tanah air dari seluruh rakyat Indonesia yang bersatu sebagai bangsa Indonesia. Dalam ruang lingkup agraria, tanah merupakan bagian dari bumi yang disebut permukaan bumi. Lahirnya UU cipta kerja baru baru ini, menimbulkan berbagai ekpektasi dari berbagai kalangan. Baik akademisi, organisasi pekerja dan profesi, mahasiswa bahkan kalangan awam sekalipun. omnibus berarti sebuah undang-undang yang mengatur dan mencakup berbagai jenis materi muatan yang berbeda-beda atau mengatur dan mencakup semua hal mengenai suatu jenis materi muatan. Berdasarkan Pasal 3 RUU Cipta Lapangan Kerja, dikatakan bahwa tujuan dari dibuatnya RUU Cipta Lapangan Kerja adalah untuk menciptakan lapangan kerja yang seluas-luasnya bagi rakyat Indonesia secara merata. Hal ini dilakukan dalam rangka memenuhi penghidupan yang layak melalui poin – poin sebagai berikut: 1) Kemudahan, Perlindungan dan Pemberdayaan UMKM serta Perkoperasian;2) Peningkatan ekosistem investasi; 3) Kemudahan berusaha; 4) Peningkatan perlindungan dan kesejahteraan pekerja; dan; 5) Investasi Pemerintah Pusat dan percepatan proyek strategis nasional. Berdasarkan hal tersebut tulisan ini akan membahas: 1) konsep keadilan diterapkan dalam pengaturan agraria di Indonesia; 2) keadilan yang terjadi pasca di sahkannya Undang-undang Omnibus-lawKata Kunci: Degradasi keadilan, Agraria, Omnibus law
{"title":"DEGRADASI KEADILAN AGRARIA DALAM OMNIBUS-LAW","authors":"Hendra Sukarman, Wildan Sany Prasetiya","doi":"10.25157/justisi.v9i1.4806","DOIUrl":"https://doi.org/10.25157/justisi.v9i1.4806","url":null,"abstract":"Dalam Pasal 1 ayat (1) UUPA menyebutkan: seluruh wilayah Indonesia adalah kesatuan tanah air dari seluruh rakyat Indonesia yang bersatu sebagai bangsa Indonesia. Dalam ruang lingkup agraria, tanah merupakan bagian dari bumi yang disebut permukaan bumi. Lahirnya UU cipta kerja baru baru ini, menimbulkan berbagai ekpektasi dari berbagai kalangan. Baik akademisi, organisasi pekerja dan profesi, mahasiswa bahkan kalangan awam sekalipun. omnibus berarti sebuah undang-undang yang mengatur dan mencakup berbagai jenis materi muatan yang berbeda-beda atau mengatur dan mencakup semua hal mengenai suatu jenis materi muatan. Berdasarkan Pasal 3 RUU Cipta Lapangan Kerja, dikatakan bahwa tujuan dari dibuatnya RUU Cipta Lapangan Kerja adalah untuk menciptakan lapangan kerja yang seluas-luasnya bagi rakyat Indonesia secara merata. Hal ini dilakukan dalam rangka memenuhi penghidupan yang layak melalui poin – poin sebagai berikut: 1) Kemudahan, Perlindungan dan Pemberdayaan UMKM serta Perkoperasian;2) Peningkatan ekosistem investasi; 3) Kemudahan berusaha; 4) Peningkatan perlindungan dan kesejahteraan pekerja; dan; 5) Investasi Pemerintah Pusat dan percepatan proyek strategis nasional. Berdasarkan hal tersebut tulisan ini akan membahas: 1) konsep keadilan diterapkan dalam pengaturan agraria di Indonesia; 2) keadilan yang terjadi pasca di sahkannya Undang-undang Omnibus-lawKata Kunci: Degradasi keadilan, Agraria, Omnibus law","PeriodicalId":104002,"journal":{"name":"Jurnal Ilmiah Galuh Justisi","volume":"419 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-03-03","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"126705572","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2021-03-03DOI: 10.25157/justisi.v9i1.4862
Hasbi Pratama Arya Agung
Pertumbuhan pembangunan ditandai dengan tumbuhnya perekonomian di Indonesia dengan kemajuan teknologi yang menuntut setiap perusahaan harus mengikuti perkembangan Zaman. Hal ini harus didasarkan pada legalitas sebuah perusahaan dengan membuat izin untuk mempermudah proses kegiatan perusahaan. Dalam upaya mengikuti perkembangan teknologi tersebut, Pemerintah mengeluarkan sistem perizinan berbasis elektronik untuk mempermudah proses pengurusan perizinan. Metode penelitian yang digunakan dalam jurnal ini berdeskriptif analitis untuk mendapatkan deskripsi hukum dan peraturan yang berlaku yang dikaitkan dengan teori hukum dan praktik penegakan hukum positif. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif, di mana penulis memeriksa materi hukum primer, sekunder dan tersier. Berdasarkan pembahasan di atas, terdapat kesimpulan bahwa perlindungan data pribadi atas Penyampaian Single Online belum secara jelas menetapkan mengenai jaminan perlindungan hukum atas data pribadi dan non-individu serta konsekuensi hukum yang timbul dengan tidak adanya jaminan perlindungan data tersebut bahwa hari kebocoran data pribadi atau non-individu akan terjadi.
{"title":"Perlindungan Data Pribadi Dalam Proses Pengurusan Perizinan Perusahaan Berbasis Elektronik Online Single Submission (OSS)","authors":"Hasbi Pratama Arya Agung","doi":"10.25157/justisi.v9i1.4862","DOIUrl":"https://doi.org/10.25157/justisi.v9i1.4862","url":null,"abstract":"Pertumbuhan pembangunan ditandai dengan tumbuhnya perekonomian di Indonesia dengan kemajuan teknologi yang menuntut setiap perusahaan harus mengikuti perkembangan Zaman. Hal ini harus didasarkan pada legalitas sebuah perusahaan dengan membuat izin untuk mempermudah proses kegiatan perusahaan. Dalam upaya mengikuti perkembangan teknologi tersebut, Pemerintah mengeluarkan sistem perizinan berbasis elektronik untuk mempermudah proses pengurusan perizinan. Metode penelitian yang digunakan dalam jurnal ini berdeskriptif analitis untuk mendapatkan deskripsi hukum dan peraturan yang berlaku yang dikaitkan dengan teori hukum dan praktik penegakan hukum positif. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif, di mana penulis memeriksa materi hukum primer, sekunder dan tersier. Berdasarkan pembahasan di atas, terdapat kesimpulan bahwa perlindungan data pribadi atas Penyampaian Single Online belum secara jelas menetapkan mengenai jaminan perlindungan hukum atas data pribadi dan non-individu serta konsekuensi hukum yang timbul dengan tidak adanya jaminan perlindungan data tersebut bahwa hari kebocoran data pribadi atau non-individu akan terjadi.","PeriodicalId":104002,"journal":{"name":"Jurnal Ilmiah Galuh Justisi","volume":"1 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-03-03","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"129225542","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2021-03-03DOI: 10.25157/justisi.v9i1.5020
Hendi Budiaman, Dewi Mulyanti
Artikel ini mendeskripsikan tentang pentingnya keberadaan Badan Usaha Milik Desa dalam menggali potensi lokal desa sebagai kemampuan yang dimiliki desa. BUMDesa sendiri tertuang dalam undang-undang Nomor. 6 tahun 2014 Tentang desa. Potensi lokal merupakan daya atau kekuatan yang dimiliki setiap desa untuk dikembangkan dengan maksud meningkatkan kesejahteraan masyarakat. BUMDes merupakan suatu Lembaga perekonomian desa yang memiliki perna penting dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Masalah yang hadir saat ini yaitu bahwa peran BUMDesa dipandang perlu dalam menggali, menghimpun, dan mengelola potensi lokal yang hadir di desa, sehingga perlu adanya upaya revitalisasi. Tata Kelola BUMDes yang professional dapat menjadi bagian dari usaha peningkatan ekonomi lokal sebagai bagian dari potensi lokal desa. Revitalisasi BUMDes bertujuan untuk menguatkan fungsi BUMDes itu sendiri sebagai wadah dalam menggali potensi lokal desa. Metode yang digunakan yaitu Deskriptif kualitatif. Menurut Nasution (2003:18) metode kualitatif disebut juga metode naturalistic, karena sifat data yang dikumpulkan bersifat kualitatif dan tidak menggunakan alat pengukur.Kata Kunci: Revitalisasi BUMDes; Potensi Lokal: Desa
{"title":"REVITALISASI BADAN USAHA MILIK DESA DALAM MENGGALI POTENSI LOKAL DESA","authors":"Hendi Budiaman, Dewi Mulyanti","doi":"10.25157/justisi.v9i1.5020","DOIUrl":"https://doi.org/10.25157/justisi.v9i1.5020","url":null,"abstract":"Artikel ini mendeskripsikan tentang pentingnya keberadaan Badan Usaha Milik Desa dalam menggali potensi lokal desa sebagai kemampuan yang dimiliki desa. BUMDesa sendiri tertuang dalam undang-undang Nomor. 6 tahun 2014 Tentang desa. Potensi lokal merupakan daya atau kekuatan yang dimiliki setiap desa untuk dikembangkan dengan maksud meningkatkan kesejahteraan masyarakat. BUMDes merupakan suatu Lembaga perekonomian desa yang memiliki perna penting dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Masalah yang hadir saat ini yaitu bahwa peran BUMDesa dipandang perlu dalam menggali, menghimpun, dan mengelola potensi lokal yang hadir di desa, sehingga perlu adanya upaya revitalisasi. Tata Kelola BUMDes yang professional dapat menjadi bagian dari usaha peningkatan ekonomi lokal sebagai bagian dari potensi lokal desa. Revitalisasi BUMDes bertujuan untuk menguatkan fungsi BUMDes itu sendiri sebagai wadah dalam menggali potensi lokal desa. Metode yang digunakan yaitu Deskriptif kualitatif. Menurut Nasution (2003:18) metode kualitatif disebut juga metode naturalistic, karena sifat data yang dikumpulkan bersifat kualitatif dan tidak menggunakan alat pengukur.Kata Kunci: Revitalisasi BUMDes; Potensi Lokal: Desa","PeriodicalId":104002,"journal":{"name":"Jurnal Ilmiah Galuh Justisi","volume":"9 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-03-03","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"131438704","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2021-03-03DOI: 10.25157/justisi.v9i1.4233
Novalinda Nadya Putri, R. H. Katimin
Salah satu faktor penyebab maraknya tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang di Indonesia dikarenakan upaya penegakkan hukum melalui penjatuhan pidana kepada para pelaku tindak pidana korupsi dan pencucian uang, maupun upaya memiskinkan koruptor melalui pengembalian aset dinilai belum terlaksana secara maksimal, maka diperlukan upaya lain dalam pemberantasan tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang. Salah satu ketidakmaksimalan Undang-Undang pemberantasan tindak pidana korupsi dalam memulihkan uang negara yang telah dikorupsi disebabkan karena belum adanya aturan mengenai illicit enrichment. Padahal, didalam United Nation Convention Againts Corruption, 2003 (selanjutnya disebut UNCAC) aturan mengenai illicit enrichment sudah diatur didalam beberapa pasal dalam konvensi tersebut. Indonesia merupakan negara pihak ke 57 yang telah menandatangani UNCAC pada tanggal 18 Desember 2003 dan meratifikasinya melalui Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 tahun 2006 tentang pengesahan United Nation Convention Againts Corruption 2003, namun delik illicit enrichment belum menjadi delik pidana dalam sistem hukum Indonesia. Permasalahan yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah urgensi pengaturan illicit enrichment dalam hukum Indonesia sebagai salah satu upaya dalam pemberantasan tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang serta implementasi konsep illicit enrichment dalam Hukum Indonesia. Pengaturan mengenai illicit enrichment dapat menutupi kelemahan yang terdapat didalam Undang-undang pemberantasan tindak pidana korupsi yaitu kerugian negara yang tidak dapat dikembalikan. Untuk dapat diterapkan illicit enrichment dengan baik diperlukan beberapa prasyarat, yaitu harus dilakukannya perbaikan pada administrasi LHKPN dan perpajakan dengan sistem administrasi kependudukan, administrasi pertanahan serta administrasi kendaraan bermotor. Diperlukan pengaturan mengenai illicit enrichment dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang. Pengaturan mengenai illicit enrichment sebaiknya diatur dalam pasal tersendiri agar lebih optimal.
{"title":"URGENSI PENGATURAN ILLICIT ENRICHMENT DALAM UPAYA PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DI INDONESIA","authors":"Novalinda Nadya Putri, R. H. Katimin","doi":"10.25157/justisi.v9i1.4233","DOIUrl":"https://doi.org/10.25157/justisi.v9i1.4233","url":null,"abstract":"Salah satu faktor penyebab maraknya tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang di Indonesia dikarenakan upaya penegakkan hukum melalui penjatuhan pidana kepada para pelaku tindak pidana korupsi dan pencucian uang, maupun upaya memiskinkan koruptor melalui pengembalian aset dinilai belum terlaksana secara maksimal, maka diperlukan upaya lain dalam pemberantasan tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang. Salah satu ketidakmaksimalan Undang-Undang pemberantasan tindak pidana korupsi dalam memulihkan uang negara yang telah dikorupsi disebabkan karena belum adanya aturan mengenai illicit enrichment. Padahal, didalam United Nation Convention Againts Corruption, 2003 (selanjutnya disebut UNCAC) aturan mengenai illicit enrichment sudah diatur didalam beberapa pasal dalam konvensi tersebut. Indonesia merupakan negara pihak ke 57 yang telah menandatangani UNCAC pada tanggal 18 Desember 2003 dan meratifikasinya melalui Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 tahun 2006 tentang pengesahan United Nation Convention Againts Corruption 2003, namun delik illicit enrichment belum menjadi delik pidana dalam sistem hukum Indonesia. Permasalahan yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah urgensi pengaturan illicit enrichment dalam hukum Indonesia sebagai salah satu upaya dalam pemberantasan tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang serta implementasi konsep illicit enrichment dalam Hukum Indonesia. Pengaturan mengenai illicit enrichment dapat menutupi kelemahan yang terdapat didalam Undang-undang pemberantasan tindak pidana korupsi yaitu kerugian negara yang tidak dapat dikembalikan. Untuk dapat diterapkan illicit enrichment dengan baik diperlukan beberapa prasyarat, yaitu harus dilakukannya perbaikan pada administrasi LHKPN dan perpajakan dengan sistem administrasi kependudukan, administrasi pertanahan serta administrasi kendaraan bermotor. Diperlukan pengaturan mengenai illicit enrichment dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang. Pengaturan mengenai illicit enrichment sebaiknya diatur dalam pasal tersendiri agar lebih optimal.","PeriodicalId":104002,"journal":{"name":"Jurnal Ilmiah Galuh Justisi","volume":"233 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-03-03","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"124481616","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2021-03-03DOI: 10.25157/justisi.v9i1.4212
Yolanda Islamy, Herman Katimin
Perkembangan teknologi membawa perubahan baru dalam kehidupan masyarakat, tidak hanya memiliki sisi positif akan tetapi juga berdampak negatif termasuk dibidang kesusilaan yang akhir-akhir ini marak terjadi seperti prostitusi yang mulanya konvensional merambat menjadi berbasi online. Perbuatan tersebut dapat dikatakan tidak sesuai dengan nilai-nilai sosial masyarakat. Pemerintah Indonesia tidak tegas dalam melarang adanya praktek-praktek prostitusi maupun dalam hal pertanggungjawaban pidana terhadap pengguna jasa prostitusi, hal ini terlihat dari ketiadaan aturan yang dapat menjerat pengguna jasa prostitusi.. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaturan pertanggungjawaban pidana pengguna jasa prostitusi dalam hukum positif dan upaya kriminalisasi terhaap pengguna jasa prostitusi dalam hukum positif di indonesia. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif yang bersifat deskriptif. Hasil dari penelitian yaitu ketiadaan pengaturan pertanggungjawaban pidana terhadap pengguna jasa prostitusi membuat perbuatan tersebut semakin marak terjadi. Untuk itu diperlukan suatu upaya kriminalisasi terhadap pengguna jasa prostitusi dalam hukum positif agar perbuatan yang tidak sesuai dengan nilai-nilai masyarakat tersebut dapat diproses secara hukum.
{"title":"UPAYA KRIMINALISASI TERHADAP PENGGUNA JASA PROSTITUSI DALAM PERPSEKTIF HUKUM POSITIF DI INDONESIA","authors":"Yolanda Islamy, Herman Katimin","doi":"10.25157/justisi.v9i1.4212","DOIUrl":"https://doi.org/10.25157/justisi.v9i1.4212","url":null,"abstract":"Perkembangan teknologi membawa perubahan baru dalam kehidupan masyarakat, tidak hanya memiliki sisi positif akan tetapi juga berdampak negatif termasuk dibidang kesusilaan yang akhir-akhir ini marak terjadi seperti prostitusi yang mulanya konvensional merambat menjadi berbasi online. Perbuatan tersebut dapat dikatakan tidak sesuai dengan nilai-nilai sosial masyarakat. Pemerintah Indonesia tidak tegas dalam melarang adanya praktek-praktek prostitusi maupun dalam hal pertanggungjawaban pidana terhadap pengguna jasa prostitusi, hal ini terlihat dari ketiadaan aturan yang dapat menjerat pengguna jasa prostitusi.. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaturan pertanggungjawaban pidana pengguna jasa prostitusi dalam hukum positif dan upaya kriminalisasi terhaap pengguna jasa prostitusi dalam hukum positif di indonesia. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif yang bersifat deskriptif. Hasil dari penelitian yaitu ketiadaan pengaturan pertanggungjawaban pidana terhadap pengguna jasa prostitusi membuat perbuatan tersebut semakin marak terjadi. Untuk itu diperlukan suatu upaya kriminalisasi terhadap pengguna jasa prostitusi dalam hukum positif agar perbuatan yang tidak sesuai dengan nilai-nilai masyarakat tersebut dapat diproses secara hukum.","PeriodicalId":104002,"journal":{"name":"Jurnal Ilmiah Galuh Justisi","volume":"1 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-03-03","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"130382496","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2020-09-13DOI: 10.25157/justisi.v8i2.3302
Veronica Komalawati, Dina Aisyah Alfarijah
Anak adalah subjek hukum yang utuh dilahirkan akibat perkawinan orang tuanya dan berhak mendapatkan perlindungan hukum atas kelangsungan hidupnya agar dapat tumbuh kembang secara wajar. Orang tua bertanggung jawab atas kelangsungan hidup anak sekalipun ia lahir dalam keadaan gangguan kesehatan baik fisik maupun psikis tanpa diskriminasi. Faktanya tidak semua anak lahir dalam kondisi sehat tetapi mengalami gangguan kesehatan termasuk gangguan jiwa. Kesehatan bukan hanya merupakan unsur kesejahteraan yang dibutuhkan setiap orang tetapi merupakan salah satu Hak Asasi Manusia yang dijamin secara konstitusional. Orang tua yang seharusnya pertama-tama bertanggung jawab mewujudkan pemenuhan hak anak yang menderita gangguan jiwa, pada kenyataannya orang tua melepaskan tanggung jawabnya. Metode pendekatan penelitian ini adalah yuridis normatif yaitu mengacu pada norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang- undangan selanjutnya dianalisis secara yuridis kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemenuhan hak atas kesehatan anak penderita gangguan jiwa dapat diwujudkan dengan tersedianya fasilitas upaya pelayanan kesehatan secara komprehensif. Orang tua bertanggung jawab mewujudkan hak anak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang dibutuhkannya, sekalipun orang tua menyerahkan kepada pihak ke-tiga, ia tetap bertanggung jawab mewuudkan hak anak tersebut. Kata kunci: Gangguan jiwa; kesehatan anak; tanggung jawab orang tua.
{"title":"TANGGUNG JAWAB ORANG TUA ATAS KESEHATAN ANAK PENDERITA GANGGUAN JIWA SEBAGAI HAK ASASI MANUSIA","authors":"Veronica Komalawati, Dina Aisyah Alfarijah","doi":"10.25157/justisi.v8i2.3302","DOIUrl":"https://doi.org/10.25157/justisi.v8i2.3302","url":null,"abstract":"Anak adalah subjek hukum yang utuh dilahirkan akibat perkawinan orang tuanya dan berhak mendapatkan perlindungan hukum atas kelangsungan hidupnya agar dapat tumbuh kembang secara wajar. Orang tua bertanggung jawab atas kelangsungan hidup anak sekalipun ia lahir dalam keadaan gangguan kesehatan baik fisik maupun psikis tanpa diskriminasi. Faktanya tidak semua anak lahir dalam kondisi sehat tetapi mengalami gangguan kesehatan termasuk gangguan jiwa. Kesehatan bukan hanya merupakan unsur kesejahteraan yang dibutuhkan setiap orang tetapi merupakan salah satu Hak Asasi Manusia yang dijamin secara konstitusional. Orang tua yang seharusnya pertama-tama bertanggung jawab mewujudkan pemenuhan hak anak yang menderita gangguan jiwa, pada kenyataannya orang tua melepaskan tanggung jawabnya. Metode pendekatan penelitian ini adalah yuridis normatif yaitu mengacu pada norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang- undangan selanjutnya dianalisis secara yuridis kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemenuhan hak atas kesehatan anak penderita gangguan jiwa dapat diwujudkan dengan tersedianya fasilitas upaya pelayanan kesehatan secara komprehensif. Orang tua bertanggung jawab mewujudkan hak anak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang dibutuhkannya, sekalipun orang tua menyerahkan kepada pihak ke-tiga, ia tetap bertanggung jawab mewuudkan hak anak tersebut. Kata kunci: Gangguan jiwa; kesehatan anak; tanggung jawab orang tua.","PeriodicalId":104002,"journal":{"name":"Jurnal Ilmiah Galuh Justisi","volume":"27 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-09-13","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"130346496","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2020-09-13DOI: 10.25157/justisi.v8i2.3513
I'ib Sutera Aru Persada, Fifiana Wisnaeni
Pandemi Covid-19 di Indonesia mewabah sejak 2 Maret 2020. Dampak dari pandemi Covid-19 berpengaruh pada bidang sosial, budaya, hukum, dan politik dalam kehidupan berdemokrasi. Hal ini dibuktikan dengan penundaan Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) 2020. Artikel ini bertujuan untuk menganalisis dampak yuridis pandemi Covid-19 terhadap demokrasi di Indonesia, mengkaji urgensi dari modernisasi di KPU-RI dan mengkaji sistem pemilihan umum digital. Penelitian ini menggunakan penelitan hukum doktrinal. Sumber informsi hukum menggunakan bahan hukum primer (peraturan dan dokumen yang relevan) dan untukselanjutnya dianalisis secara kualitatif. Pendekatan yang digunakan adalah perundang-undangan, konseptual dan kasus. Hasil penelitian ini adalah Indonesia bisa menerapkan Sistem Pemilu Digital dengan ketentuan: terpenuhi syarat kumulatif, dibentuknya regulasi yang mengikat, penerapan sistem secara bertahap, dan dibentuknya biro khusus di KPU-RI. Biro khusus yang dimaksud sebagai bentuk kerjasama antara KPU-RI dan BPPT.
{"title":"DAMPAK PANDEMI COVID-19: MODERNISASI DAN DIGITALISASI KOMISI PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA (KPU-RI)","authors":"I'ib Sutera Aru Persada, Fifiana Wisnaeni","doi":"10.25157/justisi.v8i2.3513","DOIUrl":"https://doi.org/10.25157/justisi.v8i2.3513","url":null,"abstract":"Pandemi Covid-19 di Indonesia mewabah sejak 2 Maret 2020. Dampak dari pandemi Covid-19 berpengaruh pada bidang sosial, budaya, hukum, dan politik dalam kehidupan berdemokrasi. Hal ini dibuktikan dengan penundaan Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) 2020. Artikel ini bertujuan untuk menganalisis dampak yuridis pandemi Covid-19 terhadap demokrasi di Indonesia, mengkaji urgensi dari modernisasi di KPU-RI dan mengkaji sistem pemilihan umum digital. Penelitian ini menggunakan penelitan hukum doktrinal. Sumber informsi hukum menggunakan bahan hukum primer (peraturan dan dokumen yang relevan) dan untukselanjutnya dianalisis secara kualitatif. Pendekatan yang digunakan adalah perundang-undangan, konseptual dan kasus. Hasil penelitian ini adalah Indonesia bisa menerapkan Sistem Pemilu Digital dengan ketentuan: terpenuhi syarat kumulatif, dibentuknya regulasi yang mengikat, penerapan sistem secara bertahap, dan dibentuknya biro khusus di KPU-RI. Biro khusus yang dimaksud sebagai bentuk kerjasama antara KPU-RI dan BPPT.","PeriodicalId":104002,"journal":{"name":"Jurnal Ilmiah Galuh Justisi","volume":"21 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-09-13","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"125566187","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2020-09-13DOI: 10.25157/justisi.v8i2.4074
Ibnu Rusydi, Yuliana Suryagalih
Indonesia adalah negara yang kaya akan budaya dan adat, termasuk dalam hal perwarisan, Hukum waris di Indonesia masih bersifat pluraris yakni berlaku tiga sistem hukum kewarisan, yaitu hukum waris adat, hukum waris Islam dan hukum waris perdata. Dusun Susuru Desa Kertajaya Kecamatan Panawangan Kabupaten Ciamis dipandang sebagai daerah multikultural yakni ragam agama yang terdiri dari 1715 pemeluk agama Islam sebagai mayoritas, Protestan 20 orang, Kristen Katolik 125, dan penghayat 67 orang, meskipun mereka masyarakat multikultural, tetapi dalam pembagian warisan, mereka mempunyai hukum tersendiri yaitu pembagian warisan secara ishlah dan hal tersebut tidak menjadi penghalang untuk mentaati hukum, sehingga Dusun Susuru sarat dengan pesan makna multikulturalisme dalam good practices kehidupan pluralisme, baik terhadap ras, agama, etnik, maupun budaya, yang membuktikan bahwa multikulturalisme sudah terjadi jauh sebelum bangsa Barat memulainya, sehingga diharapkan Dusun Susuru menjadi model dusun multikultural yang taat hukum khususnya dalam pembagian waris.Kata Kunci: Pembagian warisan, Ishlah, Multikultural, Ketaatan hukum
{"title":"PEMBAGIAN WARIS SECARA ISHLAH SEBAGAI KETAATAN HUKUM BERMASYARAKAT DI DUSUN MULTIKULTURAL SUSURU","authors":"Ibnu Rusydi, Yuliana Suryagalih","doi":"10.25157/justisi.v8i2.4074","DOIUrl":"https://doi.org/10.25157/justisi.v8i2.4074","url":null,"abstract":"Indonesia adalah negara yang kaya akan budaya dan adat, termasuk dalam hal perwarisan, Hukum waris di Indonesia masih bersifat pluraris yakni berlaku tiga sistem hukum kewarisan, yaitu hukum waris adat, hukum waris Islam dan hukum waris perdata. Dusun Susuru Desa Kertajaya Kecamatan Panawangan Kabupaten Ciamis dipandang sebagai daerah multikultural yakni ragam agama yang terdiri dari 1715 pemeluk agama Islam sebagai mayoritas, Protestan 20 orang, Kristen Katolik 125, dan penghayat 67 orang, meskipun mereka masyarakat multikultural, tetapi dalam pembagian warisan, mereka mempunyai hukum tersendiri yaitu pembagian warisan secara ishlah dan hal tersebut tidak menjadi penghalang untuk mentaati hukum, sehingga Dusun Susuru sarat dengan pesan makna multikulturalisme dalam good practices kehidupan pluralisme, baik terhadap ras, agama, etnik, maupun budaya, yang membuktikan bahwa multikulturalisme sudah terjadi jauh sebelum bangsa Barat memulainya, sehingga diharapkan Dusun Susuru menjadi model dusun multikultural yang taat hukum khususnya dalam pembagian waris.Kata Kunci: Pembagian warisan, Ishlah, Multikultural, Ketaatan hukum","PeriodicalId":104002,"journal":{"name":"Jurnal Ilmiah Galuh Justisi","volume":"44 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-09-13","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"128086716","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}