Daerah Aliran Sungai Citarum merupakan salah satu DAS terbesar di Jawa Barat yang menjadi sumber air bagi sebagian besar masyarakat Jawa Barat dan DKI Jakarta, ironisnya DAS Citarum memiliki tingkat pencemaran dan kerusakan yang tinggi, oleh karena itu dibentuklah Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2018 tentang Percepatan Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Daerah Aliran Sungai Citarum. Dalam pengendalian pencemaran di DAS Citarum salah satu instrumen yang digunakan adalah penegakan hukum administrasi yang meliputi pengawasan dan pemberian sanksi administrasi. Namun dalam implementasinya terdapat berbagai kendala dan permasalahan yang perlu diselesaikanKata kunci: Daerah Aliran Sungai, Izin Lingkungan, Pengawasan
{"title":"Implementasi Instrumen Pengawasan Terhadap Izin Lingkungan Pada Kegiatan Usaha Di Daerah Aliran Sungai Citarum","authors":"Muhamad Irfan Fadilla, Zainal Muttaqin, Nadia Astriani","doi":"10.25157/justisi.v8i1.3208","DOIUrl":"https://doi.org/10.25157/justisi.v8i1.3208","url":null,"abstract":"Daerah Aliran Sungai Citarum merupakan salah satu DAS terbesar di Jawa Barat yang menjadi sumber air bagi sebagian besar masyarakat Jawa Barat dan DKI Jakarta, ironisnya DAS Citarum memiliki tingkat pencemaran dan kerusakan yang tinggi, oleh karena itu dibentuklah Peraturan Presiden Nomor 15 Tahun 2018 tentang Percepatan Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Daerah Aliran Sungai Citarum. Dalam pengendalian pencemaran di DAS Citarum salah satu instrumen yang digunakan adalah penegakan hukum administrasi yang meliputi pengawasan dan pemberian sanksi administrasi. Namun dalam implementasinya terdapat berbagai kendala dan permasalahan yang perlu diselesaikanKata kunci: Daerah Aliran Sungai, Izin Lingkungan, Pengawasan","PeriodicalId":104002,"journal":{"name":"Jurnal Ilmiah Galuh Justisi","volume":"3 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-03-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"134043259","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2020-03-31DOI: 10.25157/justisi.v8i1.3278
Yana Sahyana
Temuan penelitian ini memberikan rekomendasi: (i) penggunaan dapat menghilangkan kesenjangan dalam tindak pidana korupsi yang menggabungkan sanksi pidana minimum tetap khusus, (ii) meneruskan untuk memasukkan aturan / pedoman hukuman dengan kriteria tertentu, dan (iii) sebelum menjatuhkan hukuman mati. keputusan, hakim harus menghormati doktrinnya.Kata kunci: Sanksi pidana minimum khusus.
{"title":"Telaah Kritis Politik Penegakan Hukum Terhadap Penerapan Sanksi Pidana Minimum Khusus Dalam Tindak Pidana Korupsi","authors":"Yana Sahyana","doi":"10.25157/justisi.v8i1.3278","DOIUrl":"https://doi.org/10.25157/justisi.v8i1.3278","url":null,"abstract":"Temuan penelitian ini memberikan rekomendasi: (i) penggunaan dapat menghilangkan kesenjangan dalam tindak pidana korupsi yang menggabungkan sanksi pidana minimum tetap khusus, (ii) meneruskan untuk memasukkan aturan / pedoman hukuman dengan kriteria tertentu, dan (iii) sebelum menjatuhkan hukuman mati. keputusan, hakim harus menghormati doktrinnya.Kata kunci: Sanksi pidana minimum khusus.","PeriodicalId":104002,"journal":{"name":"Jurnal Ilmiah Galuh Justisi","volume":"10 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-03-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"126890970","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2020-03-31DOI: 10.25157/justisi.v8i1.3326
Ukilah Supriyatin, Nina Herlina
Tujuan tulisan ini adalah untuk mengetahui bagaimana kedudukan hukum dan tanggung jawab perdata perseroan terbatas dan bagaimana tanggung jawab perseroan terbatas. Kesimpulan yang didapatkan adalah: 1. Kedudukan perseroan terbatas sebagai badan hukum semata-mata ditentukan oleh pengesahan sebagai badan hukum yang diberikan oleh Menteri Kehakiman dan sejak itu perseroan terbatas menjadi subjek hukum yang mampu mendukung hak dan kewajiban dan bertanggung jawab secara mandiri terhadap segala akibat yang timbul atas perbuatan hukum yang dilakukan. Dengan demikian perbuatan hukum perseroan dan kedudukan pendiri beralih menjadi pemegang saham dan tidak bertanggung jawab terhadap segala perbuatan hukum yang dilakukan oleh perseroan sebab pemegang saham bukanlah pihak yang mewakili bertanggung jawab terhadap perbuatan perseroan yang dianggap mewalan hukum dan merugikan pihak ketiga. 2. Tanggung Jawab Perseroan Terbatas ada dua yaitu tanggung jawab korporasi dan tanggung jawab sosial dan lingkungan. korporasi yang berbentuk perseroan terbatas yang merupakan subjek hukum berbadan hukum yang sering digunakan dalam dunia bisnis, pada prinsipnya pemegang saham (pemodal/owners) pada perseroan terbatas tidak dapat dimintai pertanggungjawaban secara pribadi melebihi nilai saham yang ia masukkan dalam perseroan. Tanggung jawab sosial dan lingkungan adalah komitmen perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat baik bagi perseroan terbatas sendiri, komunitas setempat, dan masyarakat; 3. Terdapat empat pihak yang bertanggung jawab atas kerugian perseroan; pertama, pemegang saham yang bertanggung jawab secara terbatas sebatas nilai saham yang ditanamkan pada perseroan tersebut; kedua, direksi yang hanya bertanggung jawab apabila ia bersalah atau lalai dam menjalankan tugasnya; ketiga, dewan komisaris yang juga hanya bertanggung jawab bila terbukti bersalah atau lalai dalam menjalankan tugas pengawasannya; keempat, Perseroan Terbatas sebagai badan hukum yang mandiri sebagai subyek hukum. Kata Kunci: Tanggung Jawab Perdata, Perseroan Terbatas, Badan Hukum
{"title":"Tanggung Jawab Perdata Perseroan Terbatas (PT) Sebagai Badan Hukum","authors":"Ukilah Supriyatin, Nina Herlina","doi":"10.25157/justisi.v8i1.3326","DOIUrl":"https://doi.org/10.25157/justisi.v8i1.3326","url":null,"abstract":"Tujuan tulisan ini adalah untuk mengetahui bagaimana kedudukan hukum dan tanggung jawab perdata perseroan terbatas dan bagaimana tanggung jawab perseroan terbatas. Kesimpulan yang didapatkan adalah: 1. Kedudukan perseroan terbatas sebagai badan hukum semata-mata ditentukan oleh pengesahan sebagai badan hukum yang diberikan oleh Menteri Kehakiman dan sejak itu perseroan terbatas menjadi subjek hukum yang mampu mendukung hak dan kewajiban dan bertanggung jawab secara mandiri terhadap segala akibat yang timbul atas perbuatan hukum yang dilakukan. Dengan demikian perbuatan hukum perseroan dan kedudukan pendiri beralih menjadi pemegang saham dan tidak bertanggung jawab terhadap segala perbuatan hukum yang dilakukan oleh perseroan sebab pemegang saham bukanlah pihak yang mewakili bertanggung jawab terhadap perbuatan perseroan yang dianggap mewalan hukum dan merugikan pihak ketiga. 2. Tanggung Jawab Perseroan Terbatas ada dua yaitu tanggung jawab korporasi dan tanggung jawab sosial dan lingkungan. korporasi yang berbentuk perseroan terbatas yang merupakan subjek hukum berbadan hukum yang sering digunakan dalam dunia bisnis, pada prinsipnya pemegang saham (pemodal/owners) pada perseroan terbatas tidak dapat dimintai pertanggungjawaban secara pribadi melebihi nilai saham yang ia masukkan dalam perseroan. Tanggung jawab sosial dan lingkungan adalah komitmen perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat baik bagi perseroan terbatas sendiri, komunitas setempat, dan masyarakat; 3. Terdapat empat pihak yang bertanggung jawab atas kerugian perseroan; pertama, pemegang saham yang bertanggung jawab secara terbatas sebatas nilai saham yang ditanamkan pada perseroan tersebut; kedua, direksi yang hanya bertanggung jawab apabila ia bersalah atau lalai dam menjalankan tugasnya; ketiga, dewan komisaris yang juga hanya bertanggung jawab bila terbukti bersalah atau lalai dalam menjalankan tugas pengawasannya; keempat, Perseroan Terbatas sebagai badan hukum yang mandiri sebagai subyek hukum. Kata Kunci: Tanggung Jawab Perdata, Perseroan Terbatas, Badan Hukum","PeriodicalId":104002,"journal":{"name":"Jurnal Ilmiah Galuh Justisi","volume":"1 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-03-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"131734499","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-11-04DOI: 10.25157/JUSTISI.V7I2.2916
Evi Noviawati, Yuliana Surya Galih
Abstrak Penelitian ini dilaksanakan yaitu dengan mengidentifikasi potensi pemanfaatan aset desa melalui model Build Operate Transfer (BOT) di Kabupaten Ciamis yang berdasarkan pengamatan terutama di Desa Dewasari Kecamatan Cijeungjing mempunyai potensi yang cukup besar dalam pemanfaatan aset desa melalui model BOT dikarenakan merupakan wilayah penyangga kota di Kabupaten Ciamis.Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan Metode Penelitian Deskriptif Kualitatif. Data yang dikumpulkan terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara dengan responden penelitian yaitu Kepala Desa Dewasari Kecamatan Cijeungjing dan Sekretaris Desa Dewasari Kecamatan Cijeungjing. Sedangkan data sekunder diperoleh dari instansi terkait di Kecamatan Cijeungjing serta publikasi ilmiah lainnya.Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh bahwa (1) Model pemanfaatan aset desa terutama terhadap tanah kas desa yang telah berjalan di Desa Dewasari Kecamatan Cijeungjing Kabupaten Ciamis adalah bentuk pemanfaatan sewa, (2) Kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan pemanfaatan aset desa dengan bentuk build operate transfer (BOT) di Desa Dewasari antara lain dikarenakan belum adanya peraturan daerah yang dijadikan rujukan dalam pembuatan peraturan desa dan kurangnya sosialisasi terhadap bentuk pemanfaatan aset desa melalui model build operate transfer (BOT), (3)Identifikasi potensi pemanfaatan aset desa melalui model build operate transfer (BOT) dalam pengelolaan tanah kas desa di Desa Dewasari dapat dilakukan terhadap tanah yang telah disewakan dan dibangun di atasnya sebuah bangunan oleh pihak lain yang dipergunakan untuk lembaga pendidikan dan sekretariat organisasi keagamaan serta pondok pesantren. Pengkajian ulang terhadap bentuk pemanfaatan yang telah dilakukan di masa lalu perlu dilakukan sebagai upaya untuk mengantisipasi resiko berkelanjutan mengenai akibat hukum yang ditimbulkan apabila tanah kas desa bentuk pemanfaatannya masih tetap menggunakan model sewa tanah. Kata kunci : Aset Desa, Tanah Kas Desa, Build Operate Transfer, Potensi, Pengelolaan Aset Desa
{"title":"IDENTIFIKASI POTENSI PEMANFAATAN ASET DESA MELALUI MODEL BUILD OPERATE TRANSFER UNTUK KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI KABUPATEN CIAMIS","authors":"Evi Noviawati, Yuliana Surya Galih","doi":"10.25157/JUSTISI.V7I2.2916","DOIUrl":"https://doi.org/10.25157/JUSTISI.V7I2.2916","url":null,"abstract":"Abstrak Penelitian ini dilaksanakan yaitu dengan mengidentifikasi potensi pemanfaatan aset desa melalui model Build Operate Transfer (BOT) di Kabupaten Ciamis yang berdasarkan pengamatan terutama di Desa Dewasari Kecamatan Cijeungjing mempunyai potensi yang cukup besar dalam pemanfaatan aset desa melalui model BOT dikarenakan merupakan wilayah penyangga kota di Kabupaten Ciamis.Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan Metode Penelitian Deskriptif Kualitatif. Data yang dikumpulkan terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara dengan responden penelitian yaitu Kepala Desa Dewasari Kecamatan Cijeungjing dan Sekretaris Desa Dewasari Kecamatan Cijeungjing. Sedangkan data sekunder diperoleh dari instansi terkait di Kecamatan Cijeungjing serta publikasi ilmiah lainnya.Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh bahwa (1) Model pemanfaatan aset desa terutama terhadap tanah kas desa yang telah berjalan di Desa Dewasari Kecamatan Cijeungjing Kabupaten Ciamis adalah bentuk pemanfaatan sewa, (2) Kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan pemanfaatan aset desa dengan bentuk build operate transfer (BOT) di Desa Dewasari antara lain dikarenakan belum adanya peraturan daerah yang dijadikan rujukan dalam pembuatan peraturan desa dan kurangnya sosialisasi terhadap bentuk pemanfaatan aset desa melalui model build operate transfer (BOT), (3)Identifikasi potensi pemanfaatan aset desa melalui model build operate transfer (BOT) dalam pengelolaan tanah kas desa di Desa Dewasari dapat dilakukan terhadap tanah yang telah disewakan dan dibangun di atasnya sebuah bangunan oleh pihak lain yang dipergunakan untuk lembaga pendidikan dan sekretariat organisasi keagamaan serta pondok pesantren. Pengkajian ulang terhadap bentuk pemanfaatan yang telah dilakukan di masa lalu perlu dilakukan sebagai upaya untuk mengantisipasi resiko berkelanjutan mengenai akibat hukum yang ditimbulkan apabila tanah kas desa bentuk pemanfaatannya masih tetap menggunakan model sewa tanah. Kata kunci : Aset Desa, Tanah Kas Desa, Build Operate Transfer, Potensi, Pengelolaan Aset Desa ","PeriodicalId":104002,"journal":{"name":"Jurnal Ilmiah Galuh Justisi","volume":"51 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-11-04","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"114703166","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-11-04DOI: 10.25157/JUSTISI.V7I2.2914
Mamay Komariah, Evi Noviawati
Penanganan perkara anak di Indonesia berdasarkan Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak Tentang Pedoman Penanganan Anak Korban Kekerasan. Pedoman Penanganan Anak Korban Kekerasan meliputi: a. pelayanan identifikasi; b. rehabilitasi kesehatan; c. rehabilitasi sosial; d. pemulangan; e. bantuan hukum; dan f. reintegrasi social. Kekerasan seksual yang dilakukan terhadap anak di bawah umur tentunya akan berdampak pada aspek psikologis maupun perkembangan lainnya dari anak tersebut. Dampak psikologis pada anak-anak berupa trauma berkepanjangan yang dapat menimbulkan sikap tidak sehat, seperti minder, takut yang berlebihan, dan gangguan perkembangan jiwa yang berujung pada keterbelakangan mental. Data menunjukan jumlah korban pelecehan seksual anak di Kabupaten Pangandaran 2 tahun terakhir mengalami peningkatan. Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak (DPPKBP3A) Kabupaten Pangandaran pada tahun 2016 tercatat 14 korban, sedangkan tahun 2017 tercatat 28 korban, dan data awal tahun 2018 hingga pertengahan 2018 di kepolisian pada Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Ciamis menunjukkan jumlah kasus kekerasan seksual terhadap anak sebanyak 5 kasus dimana rata-rata korbannya 2-3 orang dalam setiap kasus.Penelitian dilaksanakan dengan tujuan untuk: (1) mengetahui model penanganan anak korban tindak pidana kekerasan seksual yang telah diterapkan di Kabupaten Pangandaran, (2) mengetahui upaya-upaya yang dilakukan pemerintah dalam penanganan anak korban tindak pidana kekerasan seksual di Kabupaten Pangandaran, (3) mengetahui kendala-kendala dalam penerapan model penanganan anak korban tindak pidana kekerasan seksual di Kabupaten Pangandaran, dan (4) merumuskan pengembangan model penanganan anak korban tindak pidana kekerasan seksual berbasis nilai-nilai kearifal lokal di Kabupaten Pangandaran.Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif. Data yang dikumpulkan terdiri atas data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara terhadap responden, yaitu Anggota PPA Polres Ciamis dan orang tua anak korban kekerasan seksual. Data sekunder diperoleh dari publikasi jurnal dan data dari dinas/instansi yang terkait dengan penelitian.
{"title":"MODEL PENANGANAN ANAK KORBAN KEKERASAN SEKSUAL BERRBASIS KEARIFAN LOKAL DI KABUPATEN PANGANDARAN","authors":"Mamay Komariah, Evi Noviawati","doi":"10.25157/JUSTISI.V7I2.2914","DOIUrl":"https://doi.org/10.25157/JUSTISI.V7I2.2914","url":null,"abstract":"Penanganan perkara anak di Indonesia berdasarkan Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak Tentang Pedoman Penanganan Anak Korban Kekerasan. Pedoman Penanganan Anak Korban Kekerasan meliputi: a. pelayanan identifikasi; b. rehabilitasi kesehatan; c. rehabilitasi sosial; d. pemulangan; e. bantuan hukum; dan f. reintegrasi social. Kekerasan seksual yang dilakukan terhadap anak di bawah umur tentunya akan berdampak pada aspek psikologis maupun perkembangan lainnya dari anak tersebut. Dampak psikologis pada anak-anak berupa trauma berkepanjangan yang dapat menimbulkan sikap tidak sehat, seperti minder, takut yang berlebihan, dan gangguan perkembangan jiwa yang berujung pada keterbelakangan mental. Data menunjukan jumlah korban pelecehan seksual anak di Kabupaten Pangandaran 2 tahun terakhir mengalami peningkatan. Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak (DPPKBP3A) Kabupaten Pangandaran pada tahun 2016 tercatat 14 korban, sedangkan tahun 2017 tercatat 28 korban, dan data awal tahun 2018 hingga pertengahan 2018 di kepolisian pada Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Ciamis menunjukkan jumlah kasus kekerasan seksual terhadap anak sebanyak 5 kasus dimana rata-rata korbannya 2-3 orang dalam setiap kasus.Penelitian dilaksanakan dengan tujuan untuk: (1) mengetahui model penanganan anak korban tindak pidana kekerasan seksual yang telah diterapkan di Kabupaten Pangandaran, (2) mengetahui upaya-upaya yang dilakukan pemerintah dalam penanganan anak korban tindak pidana kekerasan seksual di Kabupaten Pangandaran, (3) mengetahui kendala-kendala dalam penerapan model penanganan anak korban tindak pidana kekerasan seksual di Kabupaten Pangandaran, dan (4) merumuskan pengembangan model penanganan anak korban tindak pidana kekerasan seksual berbasis nilai-nilai kearifal lokal di Kabupaten Pangandaran.Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif. Data yang dikumpulkan terdiri atas data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara terhadap responden, yaitu Anggota PPA Polres Ciamis dan orang tua anak korban kekerasan seksual. Data sekunder diperoleh dari publikasi jurnal dan data dari dinas/instansi yang terkait dengan penelitian.","PeriodicalId":104002,"journal":{"name":"Jurnal Ilmiah Galuh Justisi","volume":"13 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-11-04","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"117327267","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-11-04DOI: 10.25157/JUSTISI.V7I2.2437
Leoni Talitha Mutmainah
Pegawai Negeri Sipil (PNS) merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam pelaksanaan pelayanan publik. Salah satu hal utama agar terciptanya pelayanan publik yang baik adalah budaya kinerja PNS. Jika budaya kinerja PNS baik, maka pelayanan publik yang dihasilkan akan baik. Sebaliknya jika budaya kinerja PNS buruk maka pelayanan publik akan buruk pula hasilnya. Untuk menjamin budaya kinerja PNS yang baik diperlukan pengawasan dari pimpinan langsung ditambah dengan pengendalian sistem pengendalian manajemen yang baik yang disebut dengan pengawasan melekat.
{"title":"PENGARUH PENGAWASAN MELEKAT TERHADAP BUDAYA KINERJA PNS DALAM RANGKA MENCAPAI PELAKSANAAN PELAYANAN PUBLIK YANG BAIK","authors":"Leoni Talitha Mutmainah","doi":"10.25157/JUSTISI.V7I2.2437","DOIUrl":"https://doi.org/10.25157/JUSTISI.V7I2.2437","url":null,"abstract":"Pegawai Negeri Sipil (PNS) merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam pelaksanaan pelayanan publik. Salah satu hal utama agar terciptanya pelayanan publik yang baik adalah budaya kinerja PNS. Jika budaya kinerja PNS baik, maka pelayanan publik yang dihasilkan akan baik. Sebaliknya jika budaya kinerja PNS buruk maka pelayanan publik akan buruk pula hasilnya. Untuk menjamin budaya kinerja PNS yang baik diperlukan pengawasan dari pimpinan langsung ditambah dengan pengendalian sistem pengendalian manajemen yang baik yang disebut dengan pengawasan melekat.","PeriodicalId":104002,"journal":{"name":"Jurnal Ilmiah Galuh Justisi","volume":"44 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-11-04","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"126855691","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-11-04DOI: 10.25157/JUSTISI.V7I2.2386
Rissa Nuryuniarti, Endah Nurmahmudah
hak atas pelayanan dan perlindungan kesehatan bagi ibu dan anak merupakan hak dasar sebagaimana termaktub dalam Undang–undang Dasar 1945. Pasal 28 H UUD 1945 menentukan bahwa setiap orang hidup sejahtera lahir dan batin bertempat tinggal dan mendapat lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.menurut Pasal 23 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 disebutkan bahwa tenaga kesehatan berwenang untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan. Pada pelayanan kesehatan anak yang tencantum pada pasal 20 ayat 2 Permenkes Nomor 28 Tahun 2017 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan, bidan berwenang melakukan pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita. Namun ada beberapa bidan praktik mandiri yang memberikan pelayanan kesehatan pada balita sakit berupa pemberian obat seperti obat flu, pilek, dan sebagainya. Berdasarkan latar belakang diatas maka bagaimana regulasi hukum bagi bidan yang melakukan pengobatan hukum bagi bidan dalam pelayanan kesehatan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif analitis dengan pendekatan hukum normatif.berdasarkan temuan tersebut bidan melakukan asuhan tidak sesuai dengan wewenang berdasarkan Permenkes Nomor 28 Tahun 2017 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik. Berdasarkan pelanggarannya tersebut bidan dikenakan hukum administratif Menurut Permenkes Nomor 28 Tahun 2017 Tentang Izin Dan Penyelenggaraan Praktik Bidan Pasal 46 ayat (5) Tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui: a. teguran lisan; b. teguran tertulis; c. pencabutan SIP untuk sementara paling lama 1 (satu) tahun; atau d. pencabutan SIPB selamanya. Sedangkan aspek perdata lainnya adalah tuntutan ganti rugi berdasarkan perbuatan melanggar hukum, ukuran yang digunakan adalah kesesuaian dengan standar profesi medik serta kerugian yang ditimbulkan.
{"title":"Regulasi Hukum Bagi Bidan Dalam Melakukan Asuhan Kebidanan Pada Balita Di Bidan Praktik Mandiri Menurut Permenkes Nomor 28 Tahun 2017 Tentang Izin Dan Penyelenggaraan Praktik Bidan","authors":"Rissa Nuryuniarti, Endah Nurmahmudah","doi":"10.25157/JUSTISI.V7I2.2386","DOIUrl":"https://doi.org/10.25157/JUSTISI.V7I2.2386","url":null,"abstract":"hak atas pelayanan dan perlindungan kesehatan bagi ibu dan anak merupakan hak dasar sebagaimana termaktub dalam Undang–undang Dasar 1945. Pasal 28 H UUD 1945 menentukan bahwa setiap orang hidup sejahtera lahir dan batin bertempat tinggal dan mendapat lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.menurut Pasal 23 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 disebutkan bahwa tenaga kesehatan berwenang untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan. Pada pelayanan kesehatan anak yang tencantum pada pasal 20 ayat 2 Permenkes Nomor 28 Tahun 2017 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan, bidan berwenang melakukan pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita. Namun ada beberapa bidan praktik mandiri yang memberikan pelayanan kesehatan pada balita sakit berupa pemberian obat seperti obat flu, pilek, dan sebagainya. Berdasarkan latar belakang diatas maka bagaimana regulasi hukum bagi bidan yang melakukan pengobatan hukum bagi bidan dalam pelayanan kesehatan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif analitis dengan pendekatan hukum normatif.berdasarkan temuan tersebut bidan melakukan asuhan tidak sesuai dengan wewenang berdasarkan Permenkes Nomor 28 Tahun 2017 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik. Berdasarkan pelanggarannya tersebut bidan dikenakan hukum administratif Menurut Permenkes Nomor 28 Tahun 2017 Tentang Izin Dan Penyelenggaraan Praktik Bidan Pasal 46 ayat (5) Tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui: a. teguran lisan; b. teguran tertulis; c. pencabutan SIP untuk sementara paling lama 1 (satu) tahun; atau d. pencabutan SIPB selamanya. Sedangkan aspek perdata lainnya adalah tuntutan ganti rugi berdasarkan perbuatan melanggar hukum, ukuran yang digunakan adalah kesesuaian dengan standar profesi medik serta kerugian yang ditimbulkan.","PeriodicalId":104002,"journal":{"name":"Jurnal Ilmiah Galuh Justisi","volume":"20 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-11-04","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"134146240","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-11-04DOI: 10.25157/JUSTISI.V7I2.2577
Siti Faridah
Sebagai makhluk sosial, manusia memenuhi kebutuhannya dengan berbagai cara salah satunya yaitu dengan menjalankan profesi. Di dunia ini, terdapat ribuan profesi yang menghiasi kehidupan manusia. Namun dalam bentuk mengayomi dan mengamankan masyarakat, polisi sudah sejak lama menjadi profesi yang ada dibelahan bumi. Dalam suatu profesi, terdapat kode etik yang mengatur mengenai tingkah laku suatu pemegang profesi dan jika seseorang melanggar kode etik tersebut maka akan dijatuhkan sanksi kepadanya. Permasalahan yang terjadi yaitu ketika sanksi dari pelanggaran tersebut ternyata mencabut hak asasi manusia yang secara konstitusional dilindungi oleh UUD 1945. Namun disisi lain hadirnya sanksi tersebut merupakan konsekuensi dari tindakan yang menyalahi norma yang berlaku di masyarakat. Kasus yang akan dibahas dalam paper kali ini yaitu orientasi seksual minoritas yang dianggap melanggar kode etik profesi. Padahal, orientasi seksual seharusnya menjadi ranah privat seseorang dan tidak boleh diintervensi oleh pihak manapun termasuk oleh negara. Akan tetapi, dalam fakta dilapangan, terdapat perluasan makna terhadap nilai-nilai yang menyangkut norma di masyarakat hingga berujung menyentuh pada ranah privat yang seharusnya menjadi hal yang terpisah dari pengaturan publik. Kata Kunci: Gay, Norma, Peraturan, dam Profesi.
{"title":"SENGKETA KEPEGAWAIAN DALAM KASUS PEMECATAN POLISI GAY YANG MELANGGAR KODE ETIK PROFESI DI KOTA SEMARANG (STUDI KASUS: SK NO: KEP/2032/XII/2018)","authors":"Siti Faridah","doi":"10.25157/JUSTISI.V7I2.2577","DOIUrl":"https://doi.org/10.25157/JUSTISI.V7I2.2577","url":null,"abstract":"Sebagai makhluk sosial, manusia memenuhi kebutuhannya dengan berbagai cara salah satunya yaitu dengan menjalankan profesi. Di dunia ini, terdapat ribuan profesi yang menghiasi kehidupan manusia. Namun dalam bentuk mengayomi dan mengamankan masyarakat, polisi sudah sejak lama menjadi profesi yang ada dibelahan bumi. Dalam suatu profesi, terdapat kode etik yang mengatur mengenai tingkah laku suatu pemegang profesi dan jika seseorang melanggar kode etik tersebut maka akan dijatuhkan sanksi kepadanya. Permasalahan yang terjadi yaitu ketika sanksi dari pelanggaran tersebut ternyata mencabut hak asasi manusia yang secara konstitusional dilindungi oleh UUD 1945. Namun disisi lain hadirnya sanksi tersebut merupakan konsekuensi dari tindakan yang menyalahi norma yang berlaku di masyarakat. Kasus yang akan dibahas dalam paper kali ini yaitu orientasi seksual minoritas yang dianggap melanggar kode etik profesi. Padahal, orientasi seksual seharusnya menjadi ranah privat seseorang dan tidak boleh diintervensi oleh pihak manapun termasuk oleh negara. Akan tetapi, dalam fakta dilapangan, terdapat perluasan makna terhadap nilai-nilai yang menyangkut norma di masyarakat hingga berujung menyentuh pada ranah privat yang seharusnya menjadi hal yang terpisah dari pengaturan publik. Kata Kunci: Gay, Norma, Peraturan, dam Profesi.","PeriodicalId":104002,"journal":{"name":"Jurnal Ilmiah Galuh Justisi","volume":"45 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-11-04","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"125014057","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-11-04DOI: 10.25157/JUSTISI.V7I2.2915
Anda Hermana, Mamay Komariah
Kabupaten Ciamis mempunyai sejarah masa lalu kerajaan yang di dalamnya sedikit banyak terdapat hukum-hukum adat. Salah satu kerajaan yang di kenal di Ciamis adalah Kerajaan Galuh. suatu kerajaan dapat dipastikan mempunyai aturan-aturan yang mengatur kehidupan masyarakatnya sesuai dengan karakter daerahnya pada masa itu. Dengan demikian alangkah baiknya aturan-aturan tersebut dapat digali dan diadopsi sebagai sumber hukum. Salah satu situs yang merupakan peninggalan kerajaan Galuh adalah situs Astana Gede di Kecamatan Kawali sehingga penulis ingin menggali aturan-aturan yang dibuat pada masa lalu atau hukum adat dari peninggalan Kerajaan Galuh untuk di adakan pengkajian sehingga menjadi masukan kepada Pemerintah Daerah dan dapat di adopsi dalam berkehidupan di masyarakat.Hasil penelitian menunjukkan terdapat pepatah-pepatah adat dalam prasasti astana gede kawali dari 6 (enam) buah prasasti, adalah bahwa dalam prasasti ini disebutkan menginginkan adanya generasi penerus untuk senantiasa selalu berbuat kebajikan supaya mendapat kebaikan sehingga hidup lama aman tentram di dunia. Selanjutnya “bahwa keamanan merupakan syarat mutlak agar menang dalam kehidupan yang penuh dengan peperangan”. kalimat “ulah batenga bisi kakareh” yaitu jangan banyak tingkah bisa celaka” ini memberikan arti bahwa manusia jangan banyak perbuatan ( tercela) supaya tidak celaka.Pemerintah Kabupaten Ciamis dalam melestarikan dan melindungi cagar budaya telah menerbitkan Peraturan Daerah Kabupaten Ciamis Nomor 19 Tahun 2013 Tentang Pelestarian dan pengelolaan cagar budaya. Salah satu cagar budaya yang terdapat di Kabupaten Ciamis adalah Astana Gede Kawali yang berisi Prasasti-prasasti. Berdasarkan penelitian bahwa Pemerintah Kabupaten Ciamis dalam mengekplorasi hukum adat Galuh belum maksimal dilaksanakan karena tidak secara tertulis tersosialisasi kepada masyarakat tentang adanya hukum adat Galuh yang merupakan peninggalan dari leluhur di Ciamis.Kata Kunci: Eksplorasi, Hukum Adat, Galuh
{"title":"EKSPLORASI HUKUM ADAT GALUH SEBAGAI KEARIFAN LOKAL DI KABUPATEN CIAMIS","authors":"Anda Hermana, Mamay Komariah","doi":"10.25157/JUSTISI.V7I2.2915","DOIUrl":"https://doi.org/10.25157/JUSTISI.V7I2.2915","url":null,"abstract":"Kabupaten Ciamis mempunyai sejarah masa lalu kerajaan yang di dalamnya sedikit banyak terdapat hukum-hukum adat. Salah satu kerajaan yang di kenal di Ciamis adalah Kerajaan Galuh. suatu kerajaan dapat dipastikan mempunyai aturan-aturan yang mengatur kehidupan masyarakatnya sesuai dengan karakter daerahnya pada masa itu. Dengan demikian alangkah baiknya aturan-aturan tersebut dapat digali dan diadopsi sebagai sumber hukum. Salah satu situs yang merupakan peninggalan kerajaan Galuh adalah situs Astana Gede di Kecamatan Kawali sehingga penulis ingin menggali aturan-aturan yang dibuat pada masa lalu atau hukum adat dari peninggalan Kerajaan Galuh untuk di adakan pengkajian sehingga menjadi masukan kepada Pemerintah Daerah dan dapat di adopsi dalam berkehidupan di masyarakat.Hasil penelitian menunjukkan terdapat pepatah-pepatah adat dalam prasasti astana gede kawali dari 6 (enam) buah prasasti, adalah bahwa dalam prasasti ini disebutkan menginginkan adanya generasi penerus untuk senantiasa selalu berbuat kebajikan supaya mendapat kebaikan sehingga hidup lama aman tentram di dunia. Selanjutnya “bahwa keamanan merupakan syarat mutlak agar menang dalam kehidupan yang penuh dengan peperangan”. kalimat “ulah batenga bisi kakareh” yaitu jangan banyak tingkah bisa celaka” ini memberikan arti bahwa manusia jangan banyak perbuatan ( tercela) supaya tidak celaka.Pemerintah Kabupaten Ciamis dalam melestarikan dan melindungi cagar budaya telah menerbitkan Peraturan Daerah Kabupaten Ciamis Nomor 19 Tahun 2013 Tentang Pelestarian dan pengelolaan cagar budaya. Salah satu cagar budaya yang terdapat di Kabupaten Ciamis adalah Astana Gede Kawali yang berisi Prasasti-prasasti. Berdasarkan penelitian bahwa Pemerintah Kabupaten Ciamis dalam mengekplorasi hukum adat Galuh belum maksimal dilaksanakan karena tidak secara tertulis tersosialisasi kepada masyarakat tentang adanya hukum adat Galuh yang merupakan peninggalan dari leluhur di Ciamis.Kata Kunci: Eksplorasi, Hukum Adat, Galuh","PeriodicalId":104002,"journal":{"name":"Jurnal Ilmiah Galuh Justisi","volume":"1 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-11-04","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"130477768","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-11-04DOI: 10.25157/JUSTISI.V7I2.2917
Nina Herlina
Kedudukan konsumen yang selama ini rentan, adanya tiga perangkat undang-undang di atas menjadi kebutuhan yang signifikan mengingat akselerasi perkembangan bisnis yang terorganisasi dengan SDM profesional yang terlatih, secara bebas menawarkan barang, jasa dan persyaratan perjanjian terhadap konsumen yang tidak terlatih Ketidakseimbangan kedudukan dalam transaksi perdagangan seperti ini, menyebabkan konsep etis perdagangan “Cavet Emptor” yang menekankan pada kesadaran moral penjual untuk berusaha menjual komoditas yang sesuai dengan nilai beli yang dikeluarkan konsumen bergeser menjadi “Caveat Venditor” yang memperingatkan konsumen dari kemungkinan distorsi dan cacat produk dari penjual.Penelitian ini bertujuan untuk mengentahui karakteristik penegakan hukum administrasi dan pidana di Indonesia dan implikasi dari ketidaksesuaian perumusan norma dari Undang-Undang Perlindungan Konsumen dengan sistem hukum (positif) terhadap penegakan hukumnya dapat memberi manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya Hukum Perlindungan Konsumen. metode penelitian yang digunakan yaitu yuridis normatif dan komparatif. Penelitian ini menggunakan metode yang menitikberatkan pada penelitian kepustakaan (data sekunder).Hukum administrasi mempersyaratkan adanya dasar (legitimasi) kewenangan untuk mengeluarkan keputusan, pengawasan, dan menjatuhkan sanksi. Dua komponen terakhir yaitu pengawasan dan menjatuhkan sanksi merupakan bagian dari penegakan hukum administrasi. Sedangkan dalam penegakan hukum pidana, ditekankan pada rumusan delik dan ancaman sanksi.Berdasarkan perbedaan karakter sanksi hukum administrasi dan pidana, dimungkinkan adanya kumulasi sanksi dalam suatu kasus. Namun perumusan ancaman sanksi berupa pencabutan ijin usaha sebagai hukuman tambahan dari hukuman pokok pidana dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen tidak tepat karena dalam praktek kumulasi sanksi ini diberikan pada kewenangan satu pengadilan (Negeri) untuk menjatuhkannya, sementara hakim Pengadilan Negeri (pidana) tidak memiliki dasar (legitimasi) kewenangan untuk menjatuhkan sanksi administratif. Akibatnya, adalah bahwa putusan yang dijatuhkan menjadi cacat hukum. Kata kunci : Sanksi; Administrasi; Hukum; Perlindungan; Konsumen
{"title":"PENERAPAN SANKSI ADMINISTRASI DALAM HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN","authors":"Nina Herlina","doi":"10.25157/JUSTISI.V7I2.2917","DOIUrl":"https://doi.org/10.25157/JUSTISI.V7I2.2917","url":null,"abstract":"Kedudukan konsumen yang selama ini rentan, adanya tiga perangkat undang-undang di atas menjadi kebutuhan yang signifikan mengingat akselerasi perkembangan bisnis yang terorganisasi dengan SDM profesional yang terlatih, secara bebas menawarkan barang, jasa dan persyaratan perjanjian terhadap konsumen yang tidak terlatih Ketidakseimbangan kedudukan dalam transaksi perdagangan seperti ini, menyebabkan konsep etis perdagangan “Cavet Emptor” yang menekankan pada kesadaran moral penjual untuk berusaha menjual komoditas yang sesuai dengan nilai beli yang dikeluarkan konsumen bergeser menjadi “Caveat Venditor” yang memperingatkan konsumen dari kemungkinan distorsi dan cacat produk dari penjual.Penelitian ini bertujuan untuk mengentahui karakteristik penegakan hukum administrasi dan pidana di Indonesia dan implikasi dari ketidaksesuaian perumusan norma dari Undang-Undang Perlindungan Konsumen dengan sistem hukum (positif) terhadap penegakan hukumnya dapat memberi manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya Hukum Perlindungan Konsumen. metode penelitian yang digunakan yaitu yuridis normatif dan komparatif. Penelitian ini menggunakan metode yang menitikberatkan pada penelitian kepustakaan (data sekunder).Hukum administrasi mempersyaratkan adanya dasar (legitimasi) kewenangan untuk mengeluarkan keputusan, pengawasan, dan menjatuhkan sanksi. Dua komponen terakhir yaitu pengawasan dan menjatuhkan sanksi merupakan bagian dari penegakan hukum administrasi. Sedangkan dalam penegakan hukum pidana, ditekankan pada rumusan delik dan ancaman sanksi.Berdasarkan perbedaan karakter sanksi hukum administrasi dan pidana, dimungkinkan adanya kumulasi sanksi dalam suatu kasus. Namun perumusan ancaman sanksi berupa pencabutan ijin usaha sebagai hukuman tambahan dari hukuman pokok pidana dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen tidak tepat karena dalam praktek kumulasi sanksi ini diberikan pada kewenangan satu pengadilan (Negeri) untuk menjatuhkannya, sementara hakim Pengadilan Negeri (pidana) tidak memiliki dasar (legitimasi) kewenangan untuk menjatuhkan sanksi administratif. Akibatnya, adalah bahwa putusan yang dijatuhkan menjadi cacat hukum. Kata kunci : Sanksi; Administrasi; Hukum; Perlindungan; Konsumen","PeriodicalId":104002,"journal":{"name":"Jurnal Ilmiah Galuh Justisi","volume":"159 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-11-04","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"133464817","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}