Anak-anak dalam segala arti dan definisinya berbeda dengan orang dewasa. Mengingat Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak disebutkan bahwa anak merupakan amanah dan anugerah Tuhan Yang Maha Esa, harkat dan martabat seluruh umat manusia. Sistem peradilan pidana khusus anak bertujuan untuk memberi manfaat bagi masa depan anak dan masyarakat berdasarkan prinsip keadilan restoratif. Pemulihan keadilan adalah penyelesaian perkara pidana yang melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban dan pemangku kepentingan lainnya untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan mempertimbangkan pemulihan keadilan dalam kondisi asli dan tidak ada balas dendam. Dalam praktik diversi di Indonesia, masih banyak praktik yang belum membaik, khususnya di wilayah Pancur Batu Cabang Deli Serdang, salah satu penyebabnya adalah keberadaan dan peran jaksa serta pendukung lainnya masih kurang baik. Dasar pelaksanaan diversi terhadap anak yang melakukan kejahatan adalah hak anak. Sejauh ini Kejaksaan Negeri Deli Serdang di Pancur Batu telah menerapkan pendekatan diversi dan pemulihan yang optimis sesuai dengan pedoman hukum dan pedoman yang relevan dalam menyelesaikan kasus tersebut. Kejahatan anak. Meskipun tidak semua kasus kenakalan remaja yang ada berhasil diselesaikan dengan menggunakan diversi dan keadilan restorasi, namun ada kemungkinan bahwa kasus tersebut tidak memenuhi kriteria hukum dan prinsip-prinsip diversi dan keadilan restorasi.Back. Peran Kejaksaan Negeri Deli Serdang di Pancur Batu dalam penegakan anti diversi anak adalah sah. Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak (SPPA) dan Ketentuan Umum Pengacara No. Tanggal 15 tahun 2020 membahas tentang keadilan restorasi dan pedoman terkait lainnya.
{"title":"PENERAPAN DIVERSI DALAM TUNTUTAN JAKSA TERHADAP PENYELESAIAN PERKARA TINDAK PIDANA ANAK MELALUI PENDEKATAN RESTORATIF JUSTICE (Studi Kasus Cabang Kejaksaan Deli Serdang Di Pancur Batu)","authors":"Lenny Martafriska Natalian Panjaitan","doi":"10.46930/jurnalrectum.v5i3.3806","DOIUrl":"https://doi.org/10.46930/jurnalrectum.v5i3.3806","url":null,"abstract":"Anak-anak dalam segala arti dan definisinya berbeda dengan orang dewasa. Mengingat Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak disebutkan bahwa anak merupakan amanah dan anugerah Tuhan Yang Maha Esa, harkat dan martabat seluruh umat manusia. Sistem peradilan pidana khusus anak bertujuan untuk memberi manfaat bagi masa depan anak dan masyarakat berdasarkan prinsip keadilan restoratif. Pemulihan keadilan adalah penyelesaian perkara pidana yang melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban dan pemangku kepentingan lainnya untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan mempertimbangkan pemulihan keadilan dalam kondisi asli dan tidak ada balas dendam. Dalam praktik diversi di Indonesia, masih banyak praktik yang belum membaik, khususnya di wilayah Pancur Batu Cabang Deli Serdang, salah satu penyebabnya adalah keberadaan dan peran jaksa serta pendukung lainnya masih kurang baik. Dasar pelaksanaan diversi terhadap anak yang melakukan kejahatan adalah hak anak. Sejauh ini Kejaksaan Negeri Deli Serdang di Pancur Batu telah menerapkan pendekatan diversi dan pemulihan yang optimis sesuai dengan pedoman hukum dan pedoman yang relevan dalam menyelesaikan kasus tersebut. Kejahatan anak. Meskipun tidak semua kasus kenakalan remaja yang ada berhasil diselesaikan dengan menggunakan diversi dan keadilan restorasi, namun ada kemungkinan bahwa kasus tersebut tidak memenuhi kriteria hukum dan prinsip-prinsip diversi dan keadilan restorasi.Back. Peran Kejaksaan Negeri Deli Serdang di Pancur Batu dalam penegakan anti diversi anak adalah sah. Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Anak (SPPA) dan Ketentuan Umum Pengacara No. Tanggal 15 tahun 2020 membahas tentang keadilan restorasi dan pedoman terkait lainnya.","PeriodicalId":131598,"journal":{"name":"JURNAL RECTUM: Tinjauan Yuridis Penanganan Tindak Pidana","volume":"19 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-09-29","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"135199776","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Adapun yang melatar belakangi penulisan jurnal ini adalah akibat tindak pidana pencurian sepeda motor dengan kekerasan mengalami peningkatan secara signifikan di wilayah Bandar Lampung pada saat ini, hal ini tentu sangat meresahkan masyarakat dan oleh karena itu perlu suatu upaya yang nyata di lakukan oleh kepolisian resort Bandar Lampung. Adapun pencurian dengan kekerasan di atur dalam Pasal 365 Ayat (1) KUHP. Yang menjelaskan pencurian yang didahului, disertai atau di ikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, diancam dengan pidana penjara paling lama 9 tahun. Tujuan dari penulisan jurnal ini adalah untuk menjelaskan penyebab terjadinya pencurian dengan kekerasan terhadap sepeda motor, pengahambat pihak kepolisian dalam penangulangan kejahatan pencurian dengan kekerasan terhadap sepeda motor serta upaya pihak kepolisian dalam menanggulangi pencurian dengan kekerasan terhadap sepeda motor. Hasil penelitian di lakukan bahwa faktor penyebab terjadinya pencurian kendaraan sepeda motor dengan kekerasan,yaitu faktor Ekonomi, lingkungan, kenakalan remaja, dan Faktor penghambat pihak kepolisian dalam menanggulangi pencurian kendaraan sepeda motor dengan kekerasan yaitu masyarakat yang tidak mau melapor, situasi wilayah, kurangya jumlah personil polisi.Upaya pihak kepolisian dalam menanggulangi pencurian kendaraan sepeda motor dengan kekerasan yaitu dengan telah membuat Call Center 110, membentuk tim Khusus, melakukan patrol.
{"title":"UPAYA KEPOLISIAN RESORT KOTA BANDAR LAMPUNG DALAM MENANGGULANGI TINDAK PIDANA PENCURIAN SEPEDA MOTOR DI KOTA BANDAR LAMPUNG","authors":"Zainudin Hasan, Tegar Priananda, Dian Ari Kurniawan, Firmansyah Firmansyah","doi":"10.46930/jurnalrectum.v5i3.3507","DOIUrl":"https://doi.org/10.46930/jurnalrectum.v5i3.3507","url":null,"abstract":"Adapun yang melatar belakangi penulisan jurnal ini adalah akibat tindak pidana pencurian sepeda motor dengan kekerasan mengalami peningkatan secara signifikan di wilayah Bandar Lampung pada saat ini, hal ini tentu sangat meresahkan masyarakat dan oleh karena itu perlu suatu upaya yang nyata di lakukan oleh kepolisian resort Bandar Lampung. Adapun pencurian dengan kekerasan di atur dalam Pasal 365 Ayat (1) KUHP. Yang menjelaskan pencurian yang didahului, disertai atau di ikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan, diancam dengan pidana penjara paling lama 9 tahun. Tujuan dari penulisan jurnal ini adalah untuk menjelaskan penyebab terjadinya pencurian dengan kekerasan terhadap sepeda motor, pengahambat pihak kepolisian dalam penangulangan kejahatan pencurian dengan kekerasan terhadap sepeda motor serta upaya pihak kepolisian dalam menanggulangi pencurian dengan kekerasan terhadap sepeda motor. Hasil penelitian di lakukan bahwa faktor penyebab terjadinya pencurian kendaraan sepeda motor dengan kekerasan,yaitu faktor Ekonomi, lingkungan, kenakalan remaja, dan Faktor penghambat pihak kepolisian dalam menanggulangi pencurian kendaraan sepeda motor dengan kekerasan yaitu masyarakat yang tidak mau melapor, situasi wilayah, kurangya jumlah personil polisi.Upaya pihak kepolisian dalam menanggulangi pencurian kendaraan sepeda motor dengan kekerasan yaitu dengan telah membuat Call Center 110, membentuk tim Khusus, melakukan patrol.","PeriodicalId":131598,"journal":{"name":"JURNAL RECTUM: Tinjauan Yuridis Penanganan Tindak Pidana","volume":"38 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-09-26","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"135720814","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Riset ini bertujuan untuk mengkaji aspek yuridis dalam proses jual beli tanah yang dilakukan di hadapan notaris sebagai bentuk peralihan jaminan hutang. Jual beli tanah ialah salah satu transaksi yang kompleks dan memerlukan perlindungan hukum yang kuat, terutama dalam hal peralihan hak kepemilikan tanah dan pengamanan hak kreditur melalui jaminan hutang. Metode yang digunakan dalam riset ini ialah pendekatan yuridis normatif dengan mengacu pada peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan, dan literatur hukum yang relevan. Data yang digunakan bersumber dari bahan hukum primer dan sekunder yang terkait dengan jual beli tanah di hadapan notaris sebagai peralihan jaminan hutang. Hasil riset menunjukkan bahwa proses jual beli tanah di hadapan notaris memiliki kekuatan hukum yang kuat dalam peralihan hak kepemilikan. Notaris sebagai pejabat umum yang berwenang memiliki peran penting dalam melindungi kepentingan kedua belah pihak dalam transaksi tersebut. Selain itu, jaminan hutang juga menjadi faktor penting dalam proses jual beli tanah, karena memberikan kepastian dan perlindungan kepada kreditur dalam hal pelunasan hutang. Namun, terdapat beberapa tantangan dan permasalahan dalam pelaksanaan jual beli tanah di hadapan notaris sebagai peralihan jaminan hutang. Salah satunya ialah adanya potensi penyalahgunaan wewenang dari pihak-pihak yang terlibat dalam transaksi. Oleh karena itu, diperlukan pengawasan yang ketat dan penegakan hukum yang efektif untuk mencegah terjadinya praktik-praktik yang merugikan. Kesimpulannya, proses jual beli tanah di hadapan notaris sebagai peralihan jaminan hutang memiliki kekuatan hukum yang penting dalam melindungi hak dan kepentingan kedua belah pihak. Namun, perlu adanya upaya dalam meningkatkan pengawasan dan penegakan hukum guna mengatasi tantangan dan permasalahan yang muncul dalam pelaksanaan transaksi tersebut. Diharapkan riset ini dapat memberikan sumbangan pemikiran dan rekomendasi yang bermanfaat dalam pengembangan sistem hukum terkait jual beli tanah di hadapan notaris sebagai peralihan jaminan hutang.
{"title":"TINJAUAN YURIDIS JUAL BELI TANAH DIHADAPAN NOTARIS SEBAGAI PERALIHAN JAMINAN HUTANG (Studi putusan No.3617 I C/Pdt/2016)","authors":"Alex Safri Laia, Tommy Chandra, Fefri Butarbutar, Widodo Ramadhana, Ardina Khoirun Nisa","doi":"10.46930/jurnalrectum.v5i3.3799","DOIUrl":"https://doi.org/10.46930/jurnalrectum.v5i3.3799","url":null,"abstract":"Riset ini bertujuan untuk mengkaji aspek yuridis dalam proses jual beli tanah yang dilakukan di hadapan notaris sebagai bentuk peralihan jaminan hutang. Jual beli tanah ialah salah satu transaksi yang kompleks dan memerlukan perlindungan hukum yang kuat, terutama dalam hal peralihan hak kepemilikan tanah dan pengamanan hak kreditur melalui jaminan hutang. Metode yang digunakan dalam riset ini ialah pendekatan yuridis normatif dengan mengacu pada peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan, dan literatur hukum yang relevan. Data yang digunakan bersumber dari bahan hukum primer dan sekunder yang terkait dengan jual beli tanah di hadapan notaris sebagai peralihan jaminan hutang. Hasil riset menunjukkan bahwa proses jual beli tanah di hadapan notaris memiliki kekuatan hukum yang kuat dalam peralihan hak kepemilikan. Notaris sebagai pejabat umum yang berwenang memiliki peran penting dalam melindungi kepentingan kedua belah pihak dalam transaksi tersebut. Selain itu, jaminan hutang juga menjadi faktor penting dalam proses jual beli tanah, karena memberikan kepastian dan perlindungan kepada kreditur dalam hal pelunasan hutang. Namun, terdapat beberapa tantangan dan permasalahan dalam pelaksanaan jual beli tanah di hadapan notaris sebagai peralihan jaminan hutang. Salah satunya ialah adanya potensi penyalahgunaan wewenang dari pihak-pihak yang terlibat dalam transaksi. Oleh karena itu, diperlukan pengawasan yang ketat dan penegakan hukum yang efektif untuk mencegah terjadinya praktik-praktik yang merugikan. Kesimpulannya, proses jual beli tanah di hadapan notaris sebagai peralihan jaminan hutang memiliki kekuatan hukum yang penting dalam melindungi hak dan kepentingan kedua belah pihak. Namun, perlu adanya upaya dalam meningkatkan pengawasan dan penegakan hukum guna mengatasi tantangan dan permasalahan yang muncul dalam pelaksanaan transaksi tersebut. Diharapkan riset ini dapat memberikan sumbangan pemikiran dan rekomendasi yang bermanfaat dalam pengembangan sistem hukum terkait jual beli tanah di hadapan notaris sebagai peralihan jaminan hutang.","PeriodicalId":131598,"journal":{"name":"JURNAL RECTUM: Tinjauan Yuridis Penanganan Tindak Pidana","volume":"22 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-09-26","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"135720816","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Tindak pidana pencucian uang semakin kompleks, melintasi batas-batas yurisdiksi, serta menggunakan modus yang semakin variatif, salah satu tindak pidana asal pencucian uang adalah penipuan. Terjadi di wilayah hukum pengadilan negeri Depok, pelaku pencucian uang yang berasal dari penipuan dihukum dengan pidana penjara, aset hasil tindak pidana dirampas untuk negara dan bukan dikembalikan kepada korban. Permasalahan yang diteliti adalah bagaimana perlindungan hukum terhadap korban penipuan, bagaimana mekanisme perampasan dan pengembalian aset hasil tindak pidana yang berasal dari harta korban penipuan, serta analisis dasar pertimbangan hakim pada putusan Mahkamah Agung No. 3096 K/Pid.Sus/2018. Hasil penelitian menunjukkan Pertama, perlindungan hukum bagi korban tindak pidana pencucian uang yang berasal dari penipuan adalah melalui permohonan restitusi diatur pada undang-undang perlindungan saksi dan korban.. Kedua, penyitaan dan perampasan aset hasil tindak pidana pencucian uang yang berasal dari tindak pidana penipuan di diatur berdasarkan ketentuan KUHAP dan undang-undang terkait. Ketiga, dasar pertimbangan hakim dalam Putusan Nomor : 3096 K/Pid.Sus 2018 adalah barang-barang bukti merupakan hasil kejahatan yang disita dari para Terdakwa yang telah terbukti selain melakukan tindak pidana “Penipuan” juga terbukti melakukan tindak pidana “Pencucian Uang” oleh karenanya berdasarkan ketentuan Pasal 39 KUHP juncto Pasal 46 KUHAP barang-barang bukti tersebut dirampas untuk negara.
{"title":"PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN PREDICAT CRIME TINDAK PIDANA PENIPUAN YANG HARTANYA DIRAMPAS UNTUK NEGARA STUDI PUTUSANMAHKAMAHAGUNG NO. 3096 K/PID.SUS/2018","authors":"Iman Rahmat Gulo, Sunarmi Sunarmi, Mahmud Mulyadi","doi":"10.46930/jurnalrectum.v5i3.3496","DOIUrl":"https://doi.org/10.46930/jurnalrectum.v5i3.3496","url":null,"abstract":"Tindak pidana pencucian uang semakin kompleks, melintasi batas-batas yurisdiksi, serta menggunakan modus yang semakin variatif, salah satu tindak pidana asal pencucian uang adalah penipuan. Terjadi di wilayah hukum pengadilan negeri Depok, pelaku pencucian uang yang berasal dari penipuan dihukum dengan pidana penjara, aset hasil tindak pidana dirampas untuk negara dan bukan dikembalikan kepada korban. Permasalahan yang diteliti adalah bagaimana perlindungan hukum terhadap korban penipuan, bagaimana mekanisme perampasan dan pengembalian aset hasil tindak pidana yang berasal dari harta korban penipuan, serta analisis dasar pertimbangan hakim pada putusan Mahkamah Agung No. 3096 K/Pid.Sus/2018. Hasil penelitian menunjukkan Pertama, perlindungan hukum bagi korban tindak pidana pencucian uang yang berasal dari penipuan adalah melalui permohonan restitusi diatur pada undang-undang perlindungan saksi dan korban.. Kedua, penyitaan dan perampasan aset hasil tindak pidana pencucian uang yang berasal dari tindak pidana penipuan di diatur berdasarkan ketentuan KUHAP dan undang-undang terkait. Ketiga, dasar pertimbangan hakim dalam Putusan Nomor : 3096 K/Pid.Sus 2018 adalah barang-barang bukti merupakan hasil kejahatan yang disita dari para Terdakwa yang telah terbukti selain melakukan tindak pidana “Penipuan” juga terbukti melakukan tindak pidana “Pencucian Uang” oleh karenanya berdasarkan ketentuan Pasal 39 KUHP juncto Pasal 46 KUHAP barang-barang bukti tersebut dirampas untuk negara.","PeriodicalId":131598,"journal":{"name":"JURNAL RECTUM: Tinjauan Yuridis Penanganan Tindak Pidana","volume":"75 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-09-25","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"135865683","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Penyebab kurangnya lembaga perwalian di Balai Peninggalan adalah kurangnya pemahaman warga tentang perwalian dan kurangnya koordinasi antar lembaga untuk mengkomunikasikan keadaan masyarakat Medan kepada Balai Peninggalan di Medan. Pemahaman dasar dan kuatnya adat istiadat masyarakat yang melarang penggunaan perwalian juga menjadi faktor rendahnya keberadaan perwalian harta warisan. Faktor yang mempengaruhi rendahnya minat warga negara Indonesia dalam menggunakan lembaga perwalian antara lain faktor substantif hukum, faktor kelembagaan hukum, dan faktor budaya hukum. Tidak ada definisi atau pengertian perwalian dalam undang-undang, namun jika dirangkaikan dengan ketentuan-ketentuan perwalian, maka akan diketahui bahwa wali adalah orang yang mempunyai wewenang atas diri dan harta benda anak di bawah umur yang tidak berada dalam wilayah hukumnya. dari orang tuanya. Kendala yang dihadapi oleh Balai Harta Peninggalan (BHP) dalam pengurusan perwalian anak dibawah umur terdiri dari faktor peraturan hukum dan faktor Aparatur, dimana kendala yang dihadapi Balai Harta Peninggalan terhadap pengurusan perwalian yang berkenan dengan peraturan hukum diantaranya adalah ketidak tegasan, kesemrautan dan tumpang tindihnya peraturan perwalian, sedangkan faktor aparatur antara lain Balai Harta Peninggalan telah mempelajari terlebih dahulu laporan daftar kematian yang telah diberikan dinas kependudukan kepada Balai Harta Peninggalan, sehingga Balai Harta Peninggalan dapat mengetahui apakah ada harta peninggalan yang didalamnya teurut berhak anak dibawah umur, sehingga membutuhkan pengawasan wali dari Balai Harta Peninggalan. Spesifikasi penelitian dalam penulisan ini bersifat deskriptif analitis, yaitu data hasil penelitian, baik yang berupa data hasil studi dokumen yang menggambarkan Peraturan perundang-undangan yang berlaku dikaitkan dengan teori-teori hukum dan praktek pelaksanaan hukum in concreto yang menyangkut permasalahan maupun penelitian lapangan yang berupa data hasil pengamatan dianalisa secara kualitatif. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif, pendekatan yuridis normatif dilakukan oleh karena sasaran penelitian ini adalah hukum atau kaedah . Data hasil penelitian yang berupa data hasil studi dokomumen (data sekunder), data hasil pengamatan dan wawancara dianalisis dengan mentode analisis kualitatif.
{"title":"KEDUDUKAN DAN WEWENANGAN BALAI HARTA PENINGGALAN (BHP) DALAM PERWALIAN SEBAGAI PENGAWAS ANAK DIBAWAH UMUR (STUDI PADA BALAI HARTA PENINGGALAN MEDAN)","authors":"Suhaila Zulkifli, Andrew Hans Cristoffel Aritonang, Tajuddin Noor","doi":"10.46930/jurnalrectum.v5i3.3796","DOIUrl":"https://doi.org/10.46930/jurnalrectum.v5i3.3796","url":null,"abstract":"Penyebab kurangnya lembaga perwalian di Balai Peninggalan adalah kurangnya pemahaman warga tentang perwalian dan kurangnya koordinasi antar lembaga untuk mengkomunikasikan keadaan masyarakat Medan kepada Balai Peninggalan di Medan. Pemahaman dasar dan kuatnya adat istiadat masyarakat yang melarang penggunaan perwalian juga menjadi faktor rendahnya keberadaan perwalian harta warisan. Faktor yang mempengaruhi rendahnya minat warga negara Indonesia dalam menggunakan lembaga perwalian antara lain faktor substantif hukum, faktor kelembagaan hukum, dan faktor budaya hukum. Tidak ada definisi atau pengertian perwalian dalam undang-undang, namun jika dirangkaikan dengan ketentuan-ketentuan perwalian, maka akan diketahui bahwa wali adalah orang yang mempunyai wewenang atas diri dan harta benda anak di bawah umur yang tidak berada dalam wilayah hukumnya. dari orang tuanya. Kendala yang dihadapi oleh Balai Harta Peninggalan (BHP) dalam pengurusan perwalian anak dibawah umur terdiri dari faktor peraturan hukum dan faktor Aparatur, dimana kendala yang dihadapi Balai Harta Peninggalan terhadap pengurusan perwalian yang berkenan dengan peraturan hukum diantaranya adalah ketidak tegasan, kesemrautan dan tumpang tindihnya peraturan perwalian, sedangkan faktor aparatur antara lain Balai Harta Peninggalan telah mempelajari terlebih dahulu laporan daftar kematian yang telah diberikan dinas kependudukan kepada Balai Harta Peninggalan, sehingga Balai Harta Peninggalan dapat mengetahui apakah ada harta peninggalan yang didalamnya teurut berhak anak dibawah umur, sehingga membutuhkan pengawasan wali dari Balai Harta Peninggalan. Spesifikasi penelitian dalam penulisan ini bersifat deskriptif analitis, yaitu data hasil penelitian, baik yang berupa data hasil studi dokumen yang menggambarkan Peraturan perundang-undangan yang berlaku dikaitkan dengan teori-teori hukum dan praktek pelaksanaan hukum in concreto yang menyangkut permasalahan maupun penelitian lapangan yang berupa data hasil pengamatan dianalisa secara kualitatif. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif, pendekatan yuridis normatif dilakukan oleh karena sasaran penelitian ini adalah hukum atau kaedah . Data hasil penelitian yang berupa data hasil studi dokomumen (data sekunder), data hasil pengamatan dan wawancara dianalisis dengan mentode analisis kualitatif.","PeriodicalId":131598,"journal":{"name":"JURNAL RECTUM: Tinjauan Yuridis Penanganan Tindak Pidana","volume":"43 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-09-25","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"135865684","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Keberadaan debt collector yang dipekerjakan oleh instansi-instansi yang menyediakan jasa peminjaman dinilai cukup meresahkan masyarakat karena dalam melakukan pekerjaaannya debt collector menggunakan cara-ara anarkis yang mengakibatkan kerugian bagi pihak-pihak yang bersangkutan, hal ini tentu saja berlawanan dengan nilai kemanusiaan yang ada dimana kekerasan serta ancaman digunakan untuk mencapai target yang diberikan oleh instansi penyedia jasa pinjaman tersebut tanpa memperdulikan akibat yang akan diterima oleh pihak berhutang. Penulisan ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui lebih luas tinjauan yuridis mengenai perlindungan hukum aparat penegak hukum dalam mengatasi tindak kekerasan yang dilakukan oleh pihak debt collector serta pertanggung jawaban instansi yang memperkerjakan debt colletor dengan kekerasan, adapun metode penulisan yang digunakan adalah metode yuridis normatif bersumber kepada Peraturan perundang-undangan, serta sumber kepustakaan lainnya.
{"title":"PERLINDUNGAN HUKUM ATAS TINDAKAN DEBT COLLECTOR YANG MENGAKIBATKAN KERUGIAN PIHAK BERHUTANG DENGAN MELAKUKAN PENYITAAN BENDA ATAS DASAR AMANAH INSTANSI","authors":"Agung Setyo Hutomo, Wenny Megawati","doi":"10.46930/jurnalrectum.v5i3.3482","DOIUrl":"https://doi.org/10.46930/jurnalrectum.v5i3.3482","url":null,"abstract":"Keberadaan debt collector yang dipekerjakan oleh instansi-instansi yang menyediakan jasa peminjaman dinilai cukup meresahkan masyarakat karena dalam melakukan pekerjaaannya debt collector menggunakan cara-ara anarkis yang mengakibatkan kerugian bagi pihak-pihak yang bersangkutan, hal ini tentu saja berlawanan dengan nilai kemanusiaan yang ada dimana kekerasan serta ancaman digunakan untuk mencapai target yang diberikan oleh instansi penyedia jasa pinjaman tersebut tanpa memperdulikan akibat yang akan diterima oleh pihak berhutang. Penulisan ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui lebih luas tinjauan yuridis mengenai perlindungan hukum aparat penegak hukum dalam mengatasi tindak kekerasan yang dilakukan oleh pihak debt collector serta pertanggung jawaban instansi yang memperkerjakan debt colletor dengan kekerasan, adapun metode penulisan yang digunakan adalah metode yuridis normatif bersumber kepada Peraturan perundang-undangan, serta sumber kepustakaan lainnya.","PeriodicalId":131598,"journal":{"name":"JURNAL RECTUM: Tinjauan Yuridis Penanganan Tindak Pidana","volume":"27 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-09-21","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"136238649","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (selanjutnya disebut sebagai UUD NRI 1945) bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan berdasarkan konstitusi. Atas dasar amanat dari Pasal 1 ayat (2) UUD NRI 1945 dan demi menjamin tercapainya cita-cita dan tujuan nasional sebagaimana termaktub dalam pembukaan UUD NRI 1945 perlu diselenggarakan pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden, dan untuk memilih anggota Dewan perwakilan Rakyat Daerah, sebagai sarana perwujudan kedaulatan ralgrat untuk menghasilkan wakil rakyat dan pemerintahan negara yang demokratis berdasarkan Pancasila dan UUD NRI 1945. Terkhusus dalam pelaksanaan pemilihan presiden (pilpres) secara langsung di Indonesia dikenal istilah ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold, yakni syarat minimal persentase kepemilikan kursi di DPR atau persentase raihan suara bagi partai politik atau gabungan partai politik untuk mencalonkan presiden dan wakil presiden. Pengaturan presidential threshold telah berjalan sedari Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara langsung di tahun 2004 yang didasarkan pada Pasal 5 Ayat (4) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 Tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden. Di tahun 2004, besaran presidential threshold berada di angka 15% suara DPR atau 20% suara sah secara nasional yang diperoleh partai politik atau gabungan partai politik dalam Pemilu DPR. Pengaturan inilah yang menimbulkan pertanyaan, apakah presidential threshold sudah sesuai dengan prinsip kedaulatan rakyat.
{"title":"KONSEP KEDAULATAN RAKYAT DALAM IMPLEMENTASI PRESIDENTIAL THRESHOLD PADA SISTEM PEMILIHAN UMUM SECARA LANGSUNG DI INDONESIA","authors":"Sandy Sulistiono, Widyawati Boediningsih","doi":"10.46930/jurnalrectum.v5i3.3488","DOIUrl":"https://doi.org/10.46930/jurnalrectum.v5i3.3488","url":null,"abstract":"Dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (selanjutnya disebut sebagai UUD NRI 1945) bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan berdasarkan konstitusi. Atas dasar amanat dari Pasal 1 ayat (2) UUD NRI 1945 dan demi menjamin tercapainya cita-cita dan tujuan nasional sebagaimana termaktub dalam pembukaan UUD NRI 1945 perlu diselenggarakan pemilihan umum untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, Presiden dan Wakil Presiden, dan untuk memilih anggota Dewan perwakilan Rakyat Daerah, sebagai sarana perwujudan kedaulatan ralgrat untuk menghasilkan wakil rakyat dan pemerintahan negara yang demokratis berdasarkan Pancasila dan UUD NRI 1945. Terkhusus dalam pelaksanaan pemilihan presiden (pilpres) secara langsung di Indonesia dikenal istilah ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold, yakni syarat minimal persentase kepemilikan kursi di DPR atau persentase raihan suara bagi partai politik atau gabungan partai politik untuk mencalonkan presiden dan wakil presiden. Pengaturan presidential threshold telah berjalan sedari Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara langsung di tahun 2004 yang didasarkan pada Pasal 5 Ayat (4) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 Tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden. Di tahun 2004, besaran presidential threshold berada di angka 15% suara DPR atau 20% suara sah secara nasional yang diperoleh partai politik atau gabungan partai politik dalam Pemilu DPR. Pengaturan inilah yang menimbulkan pertanyaan, apakah presidential threshold sudah sesuai dengan prinsip kedaulatan rakyat.","PeriodicalId":131598,"journal":{"name":"JURNAL RECTUM: Tinjauan Yuridis Penanganan Tindak Pidana","volume":"8 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-09-21","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"136238660","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
The dynamics of the development of an increasingly modern global society along with the development of its economy has also influenced the pattern of life of the people themselves. Credit cards as an aspect of modern society's life have become a means of payment in lieu of cash which is increasingly in demand by the public or consumers today, because they have their own prestige, and have even become a lifestyle trend in big cities. This is also supported by the many shopping centers that serve cashless payments. In Law Number 8 of 1999 Article 1 paragraph (1) concerning Consumer Protection, it states that "Consumer protection is all efforts that guarantee legal certainty to provide protection to consumers." The general objective of writing this thesis is to explain how to study consumer protection law for consumers who use credit cards. The increase the use of credit cards is certainly triggered many benefits that can experienced credit card holders, especially the ease of making transactions and security for consumers because they do not need to carry large amounts of cash. The approach to using a credit card is not only carried out in terms of economic needs, but must also be supported by a legal approach, so that it is recognized and applies in economic law relations. This type of research empirical legal research and the nature of research is descriptive qualitative and the data used are primary and secondary data.
{"title":"KAJIAN HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP KONSUMEN YANG MENGGUNAKAN KARTU KREDIT","authors":"Rini T Simangunsong","doi":"10.46930/jurnalrectum.v5i3.3494","DOIUrl":"https://doi.org/10.46930/jurnalrectum.v5i3.3494","url":null,"abstract":"The dynamics of the development of an increasingly modern global society along with the development of its economy has also influenced the pattern of life of the people themselves. Credit cards as an aspect of modern society's life have become a means of payment in lieu of cash which is increasingly in demand by the public or consumers today, because they have their own prestige, and have even become a lifestyle trend in big cities. This is also supported by the many shopping centers that serve cashless payments. In Law Number 8 of 1999 Article 1 paragraph (1) concerning Consumer Protection, it states that \"Consumer protection is all efforts that guarantee legal certainty to provide protection to consumers.\" The general objective of writing this thesis is to explain how to study consumer protection law for consumers who use credit cards. The increase the use of credit cards is certainly triggered many benefits that can experienced credit card holders, especially the ease of making transactions and security for consumers because they do not need to carry large amounts of cash. The approach to using a credit card is not only carried out in terms of economic needs, but must also be supported by a legal approach, so that it is recognized and applies in economic law relations. This type of research empirical legal research and the nature of research is descriptive qualitative and the data used are primary and secondary data.","PeriodicalId":131598,"journal":{"name":"JURNAL RECTUM: Tinjauan Yuridis Penanganan Tindak Pidana","volume":"27 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-09-20","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"136378118","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Latar belakang dalam penelitian ini adalah untuk menganalisis penerapan pidana uang pengganti dalam tindak pidana korupsi sebagai pidana tambahan dalam upaya pengembalian kerugian keuangan negara dan untuk menganalisis dasar pertimbangan Hakim dalam menerapkan pidana uang pengganti dalam tindak pidana korupsi dalam Putusan Nomor 24/Pid.Sus/TPK/2016/PN Jmb. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif atau penelitian hukum kepustakaan, dengan sumber data yang digunakan adalah data sekunder. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) Penerapan pidana uang pengganti sebagai pidana tambahan dalam tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 Ayat (1) huruf b Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tetaplah didasarkan pada harta benda yang diperoleh Terdakwa dari hasil tindak pidana korupsi dan bukan semata-mata sejumlah kerugian negara yang diakibatkan. Hal ini sebagaimana diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 5 Tahun 2014 tentang Pidana Tambahan Uang Pengganti dalam Tindak Pidana Korupsi yang menjadi pedoman bagi Hakim dalam menerapakan besaran pidana uang pengganti. 2) Pertimbangan Majelis Hakim dalam menerapkan pidana pembayaran uang pengganti dalam Putusan Nomor 24/Pid.Sus/TPK/2016/PN Jmb didasarkan dari pertimbangan yuridis, sosiologis, dan filosofis. Dalam putusannya Hakim menerapkan pidana uang pengganti yang tidak sama dengan tuntutan Penuntut Umum karena terdapat selisih nilai kerugian negara yang tidak dapat dibuktikan di persidangan.
{"title":"DASAR PERTIMBANGAN HAKIM DALAM MENERAPKAN PIDANA PEMBAYARAN UANG PENGGANTI DALAM TINDAK PIDANA KORUPSI (STUDI PUTUSAN NOMOR 24/PID.SUS/TPK/2016/PN JMB)","authors":"Gerry Putra Suwardi, Muhammad Yahya Selma, Holijah Holijah","doi":"10.46930/jurnalrectum.v5i3.3487","DOIUrl":"https://doi.org/10.46930/jurnalrectum.v5i3.3487","url":null,"abstract":"Latar belakang dalam penelitian ini adalah untuk menganalisis penerapan pidana uang pengganti dalam tindak pidana korupsi sebagai pidana tambahan dalam upaya pengembalian kerugian keuangan negara dan untuk menganalisis dasar pertimbangan Hakim dalam menerapkan pidana uang pengganti dalam tindak pidana korupsi dalam Putusan Nomor 24/Pid.Sus/TPK/2016/PN Jmb. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif atau penelitian hukum kepustakaan, dengan sumber data yang digunakan adalah data sekunder. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) Penerapan pidana uang pengganti sebagai pidana tambahan dalam tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 Ayat (1) huruf b Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tetaplah didasarkan pada harta benda yang diperoleh Terdakwa dari hasil tindak pidana korupsi dan bukan semata-mata sejumlah kerugian negara yang diakibatkan. Hal ini sebagaimana diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 5 Tahun 2014 tentang Pidana Tambahan Uang Pengganti dalam Tindak Pidana Korupsi yang menjadi pedoman bagi Hakim dalam menerapakan besaran pidana uang pengganti. 2) Pertimbangan Majelis Hakim dalam menerapkan pidana pembayaran uang pengganti dalam Putusan Nomor 24/Pid.Sus/TPK/2016/PN Jmb didasarkan dari pertimbangan yuridis, sosiologis, dan filosofis. Dalam putusannya Hakim menerapkan pidana uang pengganti yang tidak sama dengan tuntutan Penuntut Umum karena terdapat selisih nilai kerugian negara yang tidak dapat dibuktikan di persidangan.","PeriodicalId":131598,"journal":{"name":"JURNAL RECTUM: Tinjauan Yuridis Penanganan Tindak Pidana","volume":"193 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-09-20","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"136378116","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Di Indonesia sendiri sudah banyak perusahaan-perusahaan yang berjalan dibidang asuransi ini, tinggal kita memilah dan memilih asuransi mana yang akan kita ambil sesuai dengan kebutuhan dan keuangan kita. Untuk bisa memilih dan memilah asuransi tersebut, maka diperlukan pengetahuan yang cukup tentang pengertian dasar-dasar asuransi. Maka dari itu penulis bermaksud menuliskan pengetahuan tentang dasar-dasar pengetahuan tentang asuransi. Badan yang menyalurkan risiko disebut "tertanggung", dan badan yang menerima risiko disebut "penanggung". Perjanjian antara kedua badan ini disebut kebijakan : ini adalah sebuah kontrak legal yang menjelaskan setiap istilah dan kondisi yang dilindungi. Biaya yang dibayar oleh "tertanggung" kepada "penanggung untuk risiko yang ditanggung disebut "premi". asuransi bisa memberikan ketenangan dan kemudahan dalam urusan, karena dengan kita memiliki asuransi tak perlu lagi cemas untuk menghadapi risiko yang akan datang dimasa datang, dan juga memudahkan kita dalam menghadapi urusan jika sewaktu – waktu terjadi musibah atau bencana kita tak dipusingkan dengan pembebanan risiko atau pun kerugian karena telah ada perusahaan yang akan menanggung semua itu sesuai perjanjian yang sudah di buat. Tujuan nya adalah untuk mengkaji tentang aspek hukum yang terkait dengan perjanjian asuransi khusus dalam aspek kitab undang-undanghukum perdata.
{"title":"ASPEK HUKUM TERKAIT DENGAN PERJANJIAN ASURANSI MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA","authors":"Bonanda Japatani Siregar, Alkausar Saragih, Halimatul Maryani, Abdul Halim","doi":"10.46930/jurnalrectum.v5i3.3641","DOIUrl":"https://doi.org/10.46930/jurnalrectum.v5i3.3641","url":null,"abstract":"Di Indonesia sendiri sudah banyak perusahaan-perusahaan yang berjalan dibidang asuransi ini, tinggal kita memilah dan memilih asuransi mana yang akan kita ambil sesuai dengan kebutuhan dan keuangan kita. Untuk bisa memilih dan memilah asuransi tersebut, maka diperlukan pengetahuan yang cukup tentang pengertian dasar-dasar asuransi. Maka dari itu penulis bermaksud menuliskan pengetahuan tentang dasar-dasar pengetahuan tentang asuransi. Badan yang menyalurkan risiko disebut \"tertanggung\", dan badan yang menerima risiko disebut \"penanggung\". Perjanjian antara kedua badan ini disebut kebijakan : ini adalah sebuah kontrak legal yang menjelaskan setiap istilah dan kondisi yang dilindungi. Biaya yang dibayar oleh \"tertanggung\" kepada \"penanggung untuk risiko yang ditanggung disebut \"premi\". asuransi bisa memberikan ketenangan dan kemudahan dalam urusan, karena dengan kita memiliki asuransi tak perlu lagi cemas untuk menghadapi risiko yang akan datang dimasa datang, dan juga memudahkan kita dalam menghadapi urusan jika sewaktu – waktu terjadi musibah atau bencana kita tak dipusingkan dengan pembebanan risiko atau pun kerugian karena telah ada perusahaan yang akan menanggung semua itu sesuai perjanjian yang sudah di buat. Tujuan nya adalah untuk mengkaji tentang aspek hukum yang terkait dengan perjanjian asuransi khusus dalam aspek kitab undang-undanghukum perdata.","PeriodicalId":131598,"journal":{"name":"JURNAL RECTUM: Tinjauan Yuridis Penanganan Tindak Pidana","volume":"41 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-08-26","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"135237198","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}