Pub Date : 2022-12-30DOI: 10.37037/jrftsp.v12i2.133
Ekky Roshal, Gusneli Yanti, Muthia Anggraini
Kecelakaan kerja di Indonesia mengalami peningkatan, dari sebelumnya 114.000 kasus kecelakaan pada tahun 2019, menjadi 177.000 kasus kecelakaan kerja pada tahun 2020. Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2012 Pasal 5 Ayat 2 yang menyatakan bahwa “Setiap perusahaan yang mempekerjakan tenaga kerja sebanyak 100 orang atau lebih dan atau mempunyai tingkat potensi bahaya tinggi wajib menerapkan SMK3 di perusahaannya”. Tujuan penelitian ini yaitu untuk menganalisa penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) pada proyek Consruction Services WUR MD di Petapahan GS. Metode yang digunakan adalah dengan cara observasi, wawancara dan verifikasi dokumen menggunakan checklist audit SMK3 tingkat awal yang terdiri dari 64 kriteria. Hasil penelitian penerapan SMK3 tingkat awal pada proyek Consruction Services WUR MD di Petapahan GS nilai persentasenya sesuai dengan rumus perhitungan (Sugiyono 2013) adalah sebesar 92.19 %. Kesimpulan didapat bahwa penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) pada proyek proyek Consruction Services WUR MD di Petapahan GS tergolong dalam kategori nomor 3 yaitu tingkat pencapaian penerapan 85-100% termasuk tingkat penilaian penerapan memuaskan.
{"title":"ANALISA PENERAPAN SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (SMK3) PADA PROYEK CONSTRUCTION SERVICES WUR MD DI PETAPAHAN GS","authors":"Ekky Roshal, Gusneli Yanti, Muthia Anggraini","doi":"10.37037/jrftsp.v12i2.133","DOIUrl":"https://doi.org/10.37037/jrftsp.v12i2.133","url":null,"abstract":"Kecelakaan kerja di Indonesia mengalami peningkatan, dari sebelumnya 114.000 kasus kecelakaan pada tahun 2019, menjadi 177.000 kasus kecelakaan kerja pada tahun 2020. Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2012 Pasal 5 Ayat 2 yang menyatakan bahwa “Setiap perusahaan yang mempekerjakan tenaga kerja sebanyak 100 orang atau lebih dan atau mempunyai tingkat potensi bahaya tinggi wajib menerapkan SMK3 di perusahaannya”. Tujuan penelitian ini yaitu untuk menganalisa penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) pada proyek Consruction Services WUR MD di Petapahan GS. Metode yang digunakan adalah dengan cara observasi, wawancara dan verifikasi dokumen menggunakan checklist audit SMK3 tingkat awal yang terdiri dari 64 kriteria. Hasil penelitian penerapan SMK3 tingkat awal pada proyek Consruction Services WUR MD di Petapahan GS nilai persentasenya sesuai dengan rumus perhitungan (Sugiyono 2013) adalah sebesar 92.19 %. Kesimpulan didapat bahwa penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) pada proyek proyek Consruction Services WUR MD di Petapahan GS tergolong dalam kategori nomor 3 yaitu tingkat pencapaian penerapan 85-100% termasuk tingkat penilaian penerapan memuaskan.","PeriodicalId":17711,"journal":{"name":"Jurnal Rekayasa Proses","volume":"46 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-12-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"78667071","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2022-12-30DOI: 10.37037/jrftsp.v12i2.147
Yusverison Andika, Imam Trianggoro Saputro
Provinsi Papua merupakan salah satu provinsi di Indonesia timur. Kawasan bagian timur dari Indonesia memang dikenal memiliki tingkat kerawanan gempa yang tinggi. Gempa dengan intensitas rendah sampai tinggi sering terjadi sehingga berpotensi menimbulkan korban jiwa dan juga kerusakan infrastruktur. Oleh karena itu, diperlukan suatu upaya mitigasi untuk mengatasi hal tersebut. Salah satu upaya mitigasi yang dapat dilakukan yaitu membuat suatu pemetaan terhadap sebaran gempa bumi berdasarkan data kejadian di masa lalu. Dengan adanya peta ini bisa menggambarkan konsentrasi aktifitas gempa bumi yang terjadi di Provinsi Papua. Diharapkan peta ini dapat digunakan sebagai upaya mitigasi dalam rangka pengurangan resiko bencana gempa bumi di wilayah Provinsi Papua. Data kejadian gempa bumi yang digunakan untuk peneltian ini yaitu data gempa yang bersumber dari USGS di wilayah Papua Barat pada periode 1964-2021. Analisis terhadap gempa dilakukan dengan cari declustering yaitu memisahkan antara gempa utama (mainshock) dan gempa susulan (aftershock) yang terjadi. Pemetaan sebaran lokasi gempa dilakukan menggunakan dua klasifikasi yaitu berdasarkan besarnya magnitudo gempa dan kedalaman terhadap pusat gempa bumi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pada kurun waktu 1964-2021 di Provinsi Papua jumlah kejadian gempa bumi adalah berjumlah 6713 kejadian. Jumlah gempa utama (main shock) yang diperoleh dari hasil analisis declustering adalah 3904 kejadian atau sebesar 58.16% dari jumlah total kejadian gempa yang terjadi di Provinsi Papua pada periode waktu 1964-2021. Gempa bumi yang terjadi di wilayah Provinsi Papua didominasi oleh gempa dangkal sehingga sangat berpotensi merusak.
{"title":"PEMETAAN SEBARAN KEJADIAN GEMPA BUMI DI PROVINSI PAPUA","authors":"Yusverison Andika, Imam Trianggoro Saputro","doi":"10.37037/jrftsp.v12i2.147","DOIUrl":"https://doi.org/10.37037/jrftsp.v12i2.147","url":null,"abstract":"Provinsi Papua merupakan salah satu provinsi di Indonesia timur. Kawasan bagian timur dari Indonesia memang dikenal memiliki tingkat kerawanan gempa yang tinggi. Gempa dengan intensitas rendah sampai tinggi sering terjadi sehingga berpotensi menimbulkan korban jiwa dan juga kerusakan infrastruktur. Oleh karena itu, diperlukan suatu upaya mitigasi untuk mengatasi hal tersebut. Salah satu upaya mitigasi yang dapat dilakukan yaitu membuat suatu pemetaan terhadap sebaran gempa bumi berdasarkan data kejadian di masa lalu. Dengan adanya peta ini bisa menggambarkan konsentrasi aktifitas gempa bumi yang terjadi di Provinsi Papua. Diharapkan peta ini dapat digunakan sebagai upaya mitigasi dalam rangka pengurangan resiko bencana gempa bumi di wilayah Provinsi Papua. Data kejadian gempa bumi yang digunakan untuk peneltian ini yaitu data gempa yang bersumber dari USGS di wilayah Papua Barat pada periode 1964-2021. Analisis terhadap gempa dilakukan dengan cari declustering yaitu memisahkan antara gempa utama (mainshock) dan gempa susulan (aftershock) yang terjadi. Pemetaan sebaran lokasi gempa dilakukan menggunakan dua klasifikasi yaitu berdasarkan besarnya magnitudo gempa dan kedalaman terhadap pusat gempa bumi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pada kurun waktu 1964-2021 di Provinsi Papua jumlah kejadian gempa bumi adalah berjumlah 6713 kejadian. Jumlah gempa utama (main shock) yang diperoleh dari hasil analisis declustering adalah 3904 kejadian atau sebesar 58.16% dari jumlah total kejadian gempa yang terjadi di Provinsi Papua pada periode waktu 1964-2021. Gempa bumi yang terjadi di wilayah Provinsi Papua didominasi oleh gempa dangkal sehingga sangat berpotensi merusak.","PeriodicalId":17711,"journal":{"name":"Jurnal Rekayasa Proses","volume":"110 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-12-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"87678468","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2022-12-30DOI: 10.37037/jrftsp.v12i2.146
U. Khatab, Hanifah Asnur, Rini Yunita
Tanah merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat penting untuk mendukung keberhasilan pembangunan fisik infrastruktur. Sebelum mendirikan konstruksi bangunan terlebih dahulu harus dilakukan penyelidikan tanah. Jenis tanah dengan segala sifat teknis tanah merupakan faktor penting yang harus dipertimbangkan dan mutlak dilakukan sebelum struktur itu mulai dikerjakan dalam perencanaan suatu pondasi, agar tidak terjadi kegagalan konstruksi pada suatu bangunan. Dalam perencanaan konstruksi bangunan berupa jalan, jembatan maupun gedung membutuhkan data dan referensi tanah yang akurat, oleh sebab itu perlu perencanaan struktur bawah dan dasar tanah yang baik khususnya jenis dan klasifikasi tanah. Kesalahan dalam mengenal jenis dan klasifikasi tanah pada lokasi yang akan dibangun akan mengakibatkan masalah yang fatal seperti, terjadinya kembang susut tanah (swelling-shrinking) pada tanah dasar, terjadinya kegagalan suatu pondasi bangunan, dan terjadinya penurunan tanah setelah pembangunan selesai. Penelitian ini dilakukan untuk mengelompokkan klasifikasi tanah di Lima Kecamatan di Kota Payakumbuh dengan system AASHTO. Dimana dalam sistem klasifikasi AASHTO, tanah dibagi kedalam tujuh kelompok utama diantaranya (A - 1, A - 2, A - 3) tanah pasir dan (A - 4, A - 5, A - 6, A - 7) sebagian besar tanah lanau dan lempung. Dari hasil penelitian diperoleh di Lima Kecamatan Kota Payakumbuh dapat digolongkan tanah berpasir.
{"title":"KLASIFIKASI TANAH DI LIMA KECAMATAN KOTA PAYAKUMBUH DENGAN SISTEM AASHTO","authors":"U. Khatab, Hanifah Asnur, Rini Yunita","doi":"10.37037/jrftsp.v12i2.146","DOIUrl":"https://doi.org/10.37037/jrftsp.v12i2.146","url":null,"abstract":"Tanah merupakan salah satu sumber daya alam yang sangat penting untuk mendukung keberhasilan pembangunan fisik infrastruktur. Sebelum mendirikan konstruksi bangunan terlebih dahulu harus dilakukan penyelidikan tanah. Jenis tanah dengan segala sifat teknis tanah merupakan faktor penting yang harus dipertimbangkan dan mutlak dilakukan sebelum struktur itu mulai dikerjakan dalam perencanaan suatu pondasi, agar tidak terjadi kegagalan konstruksi pada suatu bangunan. Dalam perencanaan konstruksi bangunan berupa jalan, jembatan maupun gedung membutuhkan data dan referensi tanah yang akurat, oleh sebab itu perlu perencanaan struktur bawah dan dasar tanah yang baik khususnya jenis dan klasifikasi tanah. Kesalahan dalam mengenal jenis dan klasifikasi tanah pada lokasi yang akan dibangun akan mengakibatkan masalah yang fatal seperti, terjadinya kembang susut tanah (swelling-shrinking) pada tanah dasar, terjadinya kegagalan suatu pondasi bangunan, dan terjadinya penurunan tanah setelah pembangunan selesai. Penelitian ini dilakukan untuk mengelompokkan klasifikasi tanah di Lima Kecamatan di Kota Payakumbuh dengan system AASHTO. Dimana dalam sistem klasifikasi AASHTO, tanah dibagi kedalam tujuh kelompok utama diantaranya (A - 1, A - 2, A - 3) tanah pasir dan (A - 4, A - 5, A - 6, A - 7) sebagian besar tanah lanau dan lempung. Dari hasil penelitian diperoleh di Lima Kecamatan Kota Payakumbuh dapat digolongkan tanah berpasir. \u0000 ","PeriodicalId":17711,"journal":{"name":"Jurnal Rekayasa Proses","volume":"57 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-12-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"73718218","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2022-12-30DOI: 10.37037/jrftsp.v12i2.136
Indra Khaidir, Embun Sari Ayu, Mutiara Dwi Putri Andriani
Beberapa permasalahan yang menyebabkan tidak efisiennya pelaksanaan proyek seperti cuaca, harga material yang tinggi, pemberian izin yang memakan waktu oleh pemerintah serta lingkungan sekitar merupakan kelemahan kontraktor yang disebabkan karena dalam merencanakan penjadwalan maupun evaluasi dalam menggunakan teknologi sebagai pengelolaan konstruksi di lapangan. Para kontraktor pun dituntut untuk mengubah metode dalam pelaksanaan konstruksi dikarenakan pandemi COVID-19 yang melanda Indonesia sehingga sumber daya manusia diharapkan dapat meningkat agar dalam suatu proyek konstruksi mendapatkan hasil yang efisien baik dari segi waktu, mutu maupun biaya. Proyek Pembangunan RSUD H. Abdul Manap Kota Jambi, Gedung Rawat Inap sebagai studi kasus pada penelitian ini dengan menggunakan metode penjadwalan proyek yaitu PDM (Precedence Diagram Method) sebagai penjadwalan dan pengendalian mutu. Fokus persoalan pada metode ini ada pada pembiayaan dan waktu dalam penyelesaian proyek dengan menekankan hubungan antara pemakaian beberapa tenaga kerja agar waktu dan biaya yang digunakan lebih efisien karena penambahan tenaga kerja. Hasil penelitian diperoleh bahwa pengambilan tenaga kerja dengan durasi waktu yang ditentukan menghasilkan waktu yang lebih efisien 160 hari dari durasi waktu awal yaitu 209 hari, begitu juga dengan pembiayaan yang lebih efisien dibandingkan dengan menambahkan jam kerja pada pekerja.
{"title":"IMPLEMENTASI METODE PRECEDENCE DIAGRAM METHOD (PDM) DALAM PENGENDALIAN PROYEK KONSTRUKS","authors":"Indra Khaidir, Embun Sari Ayu, Mutiara Dwi Putri Andriani","doi":"10.37037/jrftsp.v12i2.136","DOIUrl":"https://doi.org/10.37037/jrftsp.v12i2.136","url":null,"abstract":"Beberapa permasalahan yang menyebabkan tidak efisiennya pelaksanaan proyek seperti cuaca, harga material yang tinggi, pemberian izin yang memakan waktu oleh pemerintah serta lingkungan sekitar merupakan kelemahan kontraktor yang disebabkan karena dalam merencanakan penjadwalan maupun evaluasi dalam menggunakan teknologi sebagai pengelolaan konstruksi di lapangan. Para kontraktor pun dituntut untuk mengubah metode dalam pelaksanaan konstruksi dikarenakan pandemi COVID-19 yang melanda Indonesia sehingga sumber daya manusia diharapkan dapat meningkat agar dalam suatu proyek konstruksi mendapatkan hasil yang efisien baik dari segi waktu, mutu maupun biaya. Proyek Pembangunan RSUD H. Abdul Manap Kota Jambi, Gedung Rawat Inap sebagai studi kasus pada penelitian ini dengan menggunakan metode penjadwalan proyek yaitu PDM (Precedence Diagram Method) sebagai penjadwalan dan pengendalian mutu. Fokus persoalan pada metode ini ada pada pembiayaan dan waktu dalam penyelesaian proyek dengan menekankan hubungan antara pemakaian beberapa tenaga kerja agar waktu dan biaya yang digunakan lebih efisien karena penambahan tenaga kerja. Hasil penelitian diperoleh bahwa pengambilan tenaga kerja dengan durasi waktu yang ditentukan menghasilkan waktu yang lebih efisien 160 hari dari durasi waktu awal yaitu 209 hari, begitu juga dengan pembiayaan yang lebih efisien dibandingkan dengan menambahkan jam kerja pada pekerja.","PeriodicalId":17711,"journal":{"name":"Jurnal Rekayasa Proses","volume":"43 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-12-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"76939669","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2022-12-30DOI: 10.37037/jrftsp.v12i2.134
Filza Wiranti, Sartika Nisumanti, Khodijah Al Qubro
Penerapan BIM pada proyek Pembangunan Jalan Tol merupakan upaya Kementrian PUPR dalam peningkatan daya produktifitas dan daya guna perencanaan dan pembangunan proyek konstruksi jalan bebas hambatan melalui implementasi Information and Comunication Technology (ICT). Melalui Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) memberikan tugas kepada Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) untuk menerapkan BIM pada Pembangunan Jalan Tol Indralaya – Prabumulih. Dengan BIM diharapkan akan meminimalisir kesalah dalam perhitungan QTO yang mengakibatkan kesalahan dalam penentuan biaya proyek. Metode BIM dilakukan dengan menggunakan software pendukung yaitu Autodesk Revit untuk melakukan pemodelan 3D dan 5D (QTO) yang nantinya hasil perhitungan volume metode BIM akan di bandingkan dengan perhitungan volume metode konvensional. Studi kasus dilakukan pada Box Culvert STA. 0+126 pada Pembangunan Jalan Tol Indralaya – Prabumulih. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan perbedaan volume secara keseluruhan sebesar 0,03% dimana perhitungan dengan Autodesk Revit lebih besar dibandingkan perhitungan konvensional. Persentase perbedaan pada pasangan batu kosong (Blinding Stone) sebesar 0,01%, beton struktur kelas E sebesar 0,01%, batang baja tulangan BJTD-40 sebesar 0,02%, struktur beton kelas C-2 dan urugan material berbutir (granular backfill) sebesar 0%. BIM dengan Autodesk Revit dapat melakukan perhitungan QTO secara otomatis yang sudah terintegrasi dengan desain 3Dnya, sehingga meningkatkan ketelitian dalam penentuan Rencana Anggaran Biaya (RAB).
{"title":"ANALISIS PERHITUNGAN QUANTITY TAKE-OFF MENGGUNAKAN BUILDING INFORMATION MODELING (BIM) PADA PROYEK JALAN TOL INDRALAYA-PRABUMULIH","authors":"Filza Wiranti, Sartika Nisumanti, Khodijah Al Qubro","doi":"10.37037/jrftsp.v12i2.134","DOIUrl":"https://doi.org/10.37037/jrftsp.v12i2.134","url":null,"abstract":"Penerapan BIM pada proyek Pembangunan Jalan Tol merupakan upaya Kementrian PUPR dalam peningkatan daya produktifitas dan daya guna perencanaan dan pembangunan proyek konstruksi jalan bebas hambatan melalui implementasi Information and Comunication Technology (ICT). Melalui Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) memberikan tugas kepada Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) untuk menerapkan BIM pada Pembangunan Jalan Tol Indralaya – Prabumulih. Dengan BIM diharapkan akan meminimalisir kesalah dalam perhitungan QTO yang mengakibatkan kesalahan dalam penentuan biaya proyek. Metode BIM dilakukan dengan menggunakan software pendukung yaitu Autodesk Revit untuk melakukan pemodelan 3D dan 5D (QTO) yang nantinya hasil perhitungan volume metode BIM akan di bandingkan dengan perhitungan volume metode konvensional. Studi kasus dilakukan pada Box Culvert STA. 0+126 pada Pembangunan Jalan Tol Indralaya – Prabumulih. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan perbedaan volume secara keseluruhan sebesar 0,03% dimana perhitungan dengan Autodesk Revit lebih besar dibandingkan perhitungan konvensional. Persentase perbedaan pada pasangan batu kosong (Blinding Stone) sebesar 0,01%, beton struktur kelas E sebesar 0,01%, batang baja tulangan BJTD-40 sebesar 0,02%, struktur beton kelas C-2 dan urugan material berbutir (granular backfill) sebesar 0%. BIM dengan Autodesk Revit dapat melakukan perhitungan QTO secara otomatis yang sudah terintegrasi dengan desain 3Dnya, sehingga meningkatkan ketelitian dalam penentuan Rencana Anggaran Biaya (RAB).","PeriodicalId":17711,"journal":{"name":"Jurnal Rekayasa Proses","volume":"29 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-12-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"77165889","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Industri tekstil di Indonesia tumbuh menjadi salah satu sektor penyumbang devisa ekspor non-migas. Proses pewarnaan di industri tekstil berfungsi untuk memberikan warna pada benang dan kain. Indigosol merupakan salah satu jenis zat warna yang banyak digunakan pada industri tekstil. Pewarna jenis indigosol sering digunakan karena menghasilkan warna yang cerah dan tidak mudah luntur. Tahap pewarnaan membutuhkan pengelolaan dan pengolahan limbah cair yang memadai karena umumnya digunakan zat warna sintetis yang mengandung senyawa organik, logam berat, dan senyawa berbahaya lainnya. Metode yang banyak digunakan dalam pengolahan limbah cair zat warna adalah adsorpsi menggunakan karbon aktif. Rancangan percobaan menggunakan Box-Behnken Design (BBD) dengan 3 variabel bebas yaitu panjang gelombang zat warna limbah artifisial, konsentrasi limbah artifisial, dan massa karbon aktif, yang masing-masing variabel memiliki tiga level input. Pengukuran konsentrasi larutan sebelum dan sesudah proses adsorpsi dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis dan data pengukuran diolah menggunakan Ms. Excel untuk memperoleh persentase penjerapan zat warna pada limbah artifisial. Selanjutnya, proses optimasi dilakukan dengan response surface methodology (RSM) melalui pendekatan desirability function (DF) yang bertujuan untuk memperoleh optimasi proses adsorpsi pada limbah zat warna indigosol. Pengukuran absorbansi menghasilkan panjang gelombang optimum untuk masing-masing jenis warna indigosol kuning, merah, dan violet adalah 470, 515, dan 520 nm. Hasil optimasi menunjukkan bahwa titik optimum persentase penjerapan berada pada konsentrasi umpan limbah 58,0808 mg/L, massa karbon aktif 60 mg, dan panjang gelombang zat warna 502,3232 nm. Di sisi lain, pengolahan hasil percobaan menunjukkan persentase penjerapan sebesar 97,59% pada konsentrasi umpan limbah 50 mg/L, massa karbon aktif 60 mg, dan panjang gelombang zat warna 515 nm (indigosol merah). Hal ini menunjukkan bahwa massa karbon aktif dan konsentrasi umpan pada tempuhan memberikan respons yang diprediksi sesuai hasil optimasi. beda halnya dengan panjang gelombang dari zat warna, karena respons pada hasil optimasi yaitu 502,3232 nm tidaklah merupakan panjang gelombang optimal dari zat warna indigosol merah. Pada percobaan semua istilah interaksi antara faktor kualitatif dan kuantitatif dimasukkan, maka disimpulkan bahwa hubungan berbeda antara faktor kuantitatif dan respons yang dimodelkan untuk setiap tingkat faktor kualitatif.
{"title":"Optimasi proses adsorpsi zat warna indigosol di air limbah artifisial menggunakan response surface methodology dengan pendekatan desirability function","authors":"Rifawany Grace Sitohang, N. Turnip, Astiti Aditia","doi":"10.22146/jrekpros.72318","DOIUrl":"https://doi.org/10.22146/jrekpros.72318","url":null,"abstract":"Industri tekstil di Indonesia tumbuh menjadi salah satu sektor penyumbang devisa ekspor non-migas. Proses pewarnaan di industri tekstil berfungsi untuk memberikan warna pada benang dan kain. Indigosol merupakan salah satu jenis zat warna yang banyak digunakan pada industri tekstil. Pewarna jenis indigosol sering digunakan karena menghasilkan warna yang cerah dan tidak mudah luntur. Tahap pewarnaan membutuhkan pengelolaan dan pengolahan limbah cair yang memadai karena umumnya digunakan zat warna sintetis yang mengandung senyawa organik, logam berat, dan senyawa berbahaya lainnya. Metode yang banyak digunakan dalam pengolahan limbah cair zat warna adalah adsorpsi menggunakan karbon aktif. Rancangan percobaan menggunakan Box-Behnken Design (BBD) dengan 3 variabel bebas yaitu panjang gelombang zat warna limbah artifisial, konsentrasi limbah artifisial, dan massa karbon aktif, yang masing-masing variabel memiliki tiga level input. Pengukuran konsentrasi larutan sebelum dan sesudah proses adsorpsi dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis dan data pengukuran diolah menggunakan Ms. Excel untuk memperoleh persentase penjerapan zat warna pada limbah artifisial. Selanjutnya, proses optimasi dilakukan dengan response surface methodology (RSM) melalui pendekatan desirability function (DF) yang bertujuan untuk memperoleh optimasi proses adsorpsi pada limbah zat warna indigosol. Pengukuran absorbansi menghasilkan panjang gelombang optimum untuk masing-masing jenis warna indigosol kuning, merah, dan violet adalah 470, 515, dan 520 nm. Hasil optimasi menunjukkan bahwa titik optimum persentase penjerapan berada pada konsentrasi umpan limbah 58,0808 mg/L, massa karbon aktif 60 mg, dan panjang gelombang zat warna 502,3232 nm. Di sisi lain, pengolahan hasil percobaan menunjukkan persentase penjerapan sebesar 97,59% pada konsentrasi umpan limbah 50 mg/L, massa karbon aktif 60 mg, dan panjang gelombang zat warna 515 nm (indigosol merah). Hal ini menunjukkan bahwa massa karbon aktif dan konsentrasi umpan pada tempuhan memberikan respons yang diprediksi sesuai hasil optimasi. beda halnya dengan panjang gelombang dari zat warna, karena respons pada hasil optimasi yaitu 502,3232 nm tidaklah merupakan panjang gelombang optimal dari zat warna indigosol merah. Pada percobaan semua istilah interaksi antara faktor kualitatif dan kuantitatif dimasukkan, maka disimpulkan bahwa hubungan berbeda antara faktor kuantitatif dan respons yang dimodelkan untuk setiap tingkat faktor kualitatif. ","PeriodicalId":17711,"journal":{"name":"Jurnal Rekayasa Proses","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-12-29","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"45362847","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Suhendra Suhendra, Lia Septianingsih, Tifanny Rizka Ariandi, Maratul Husna, Zen Adi Laksana, Dewi Yuniasih, Andri Hutari
Tulisan ini bertujuan memberikan kontribusi akademis potensi mikroalga Aurantiochytrium dari hutan bakau Indonesia. Tulisan ini mempresentasikan gambaran awal penelitian tentang mikroalga Aurantiochytrium mulai dari teknik isolasi mikroalga dari habitatnya, gambaran produksinya, teknik analisa kualitatif squalene hingga analisa potensi ekonomi dan fungsinya untuk bahan baku adjuvant vaksin. Sebanyak 10 sampel daun bakau diambil dari hutan bakau Raja Ampat, Papua Barat. Teknik isolasi menggunakan metode direct plating method. Setelah aplikasi teknik streaking dari koloni mikroalga yang ada pada sampel ke dalam medium agar, dihasilkan 4 isolat murni. Produksi awal biomassa berbahan baku mikroalga Aurantiochytrium ditampikan dengan nutrisi glucosa, yeast extract, peptone dan campuran air laut dan aquadest. Analisa kualitatif produk yang dihasilkan menggunakan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) menunjukkan hasil positif adanya sqalene pada biomassa hasil kultivasi isolat mikroalga Aurantiochytrium. Squalene dari hasil fermentasi mikroalga Aurantiochytrium telah banyak dikaji sebagai sumber bahan baku alternatif yang ramah lingkungan dan berkelanjutan (sustainable), Beberapa adjuvant vaksin, termasuk vaksin covid-19 menggunakan bahan baku mikroalga Aurantiochytrium untuk menggantikan adjuvant vaksin yang bersumber dari ikan hiu laut dalam. Di masa depan, potensi produk mikroalga Aurantiochytrium akan semakin dibutuhkan di banyak industri nutrisi kesehatan dan kosmetik. Mengingat relevansinya untuk masa depan industri strategis terkait di Indonesia, seyogyanya perlu riset mendalam yang lebih banyak dari isolat mikroalga Aurantiochytrium dari hutan bakau Indonesia.
{"title":"Isolasi mikroalga Aurantiochytrium dari Raja Ampat dan potensinya pada industri bahan baku adjuvant vaksin","authors":"Suhendra Suhendra, Lia Septianingsih, Tifanny Rizka Ariandi, Maratul Husna, Zen Adi Laksana, Dewi Yuniasih, Andri Hutari","doi":"10.22146/jrekpros.72045","DOIUrl":"https://doi.org/10.22146/jrekpros.72045","url":null,"abstract":"Tulisan ini bertujuan memberikan kontribusi akademis potensi mikroalga Aurantiochytrium dari hutan bakau Indonesia. Tulisan ini mempresentasikan gambaran awal penelitian tentang mikroalga Aurantiochytrium mulai dari teknik isolasi mikroalga dari habitatnya, gambaran produksinya, teknik analisa kualitatif squalene hingga analisa potensi ekonomi dan fungsinya untuk bahan baku adjuvant vaksin. Sebanyak 10 sampel daun bakau diambil dari hutan bakau Raja Ampat, Papua Barat. Teknik isolasi menggunakan metode direct plating method. Setelah aplikasi teknik streaking dari koloni mikroalga yang ada pada sampel ke dalam medium agar, dihasilkan 4 isolat murni. Produksi awal biomassa berbahan baku mikroalga Aurantiochytrium ditampikan dengan nutrisi glucosa, yeast extract, peptone dan campuran air laut dan aquadest. Analisa kualitatif produk yang dihasilkan menggunakan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) menunjukkan hasil positif adanya sqalene pada biomassa hasil kultivasi isolat mikroalga Aurantiochytrium. Squalene dari hasil fermentasi mikroalga Aurantiochytrium telah banyak dikaji sebagai sumber bahan baku alternatif yang ramah lingkungan dan berkelanjutan (sustainable), Beberapa adjuvant vaksin, termasuk vaksin covid-19 menggunakan bahan baku mikroalga Aurantiochytrium untuk menggantikan adjuvant vaksin yang bersumber dari ikan hiu laut dalam. Di masa depan, potensi produk mikroalga Aurantiochytrium akan semakin dibutuhkan di banyak industri nutrisi kesehatan dan kosmetik. Mengingat relevansinya untuk masa depan industri strategis terkait di Indonesia, seyogyanya perlu riset mendalam yang lebih banyak dari isolat mikroalga Aurantiochytrium dari hutan bakau Indonesia.","PeriodicalId":17711,"journal":{"name":"Jurnal Rekayasa Proses","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-12-29","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"42070089","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Tri Partono Adhi, Aditya Nurfebriartanto, Antonius Indarto, Muhammad Agus Kariem
Metode absorpsi merupakan metode yang banyak digunakan dalam pemurnian gas alam dari senyawa pengasamnya. Unit pemisahan senyawa sulfur pada PT BCD dirancang untuk menurunkan konsentrasi H2S pada gas alam dari 9957 ppm menjadi kurang dari 10 ppm dengan laju alir gas umpan pada rated condition adalah 327,7 MMSCFD. Keseluruhan sistem pengolahan gas didesain dengan turndown ratio 40%. Karena alasan operasi, laju alir gas umpan perlu diturunkan hingga 20% kapasitas desain (65,54 MMSCFD). Analisis dilakukan untuk mengetahui perilaku hidrodinamik kolom absorber dan sistem pendukungnya pada pengoperasian di 20% kapasitas desain. Simulasi dilakukan menggunakan perangkat lunak ASPEN HYSYS V11 untuk mengetahui parameter operasi kolom absorber dan kondisi untuk mendukung pengoperasian di 20% kapasitas desain. Dengan desain operasi peralatan saat ini, weeping terjadi pada laju alir gas umpan 28% desain (91,59 MMSCFD). Pada laju alir gas umpan 28% desain, wash water pump sudah mencapai kapasitas minimum, yaitu 78 gpm. Semakin kecil laju alir gas umpan, maka laju sirkulasi wash water perlu dikurangi untuk menghindari weeping. Untuk dapat beroperasi di gas umpan 20% desain, kapasitas wash water pump perlu diturunkan hingga 25 gpm.
{"title":"Analisis perilaku hidrodinamik kolom absorber pada laju alir gas umpan rendah terhadap perubahan laju alir pelarut dan wash water pada unit penghilangan senyawa sulfur","authors":"Tri Partono Adhi, Aditya Nurfebriartanto, Antonius Indarto, Muhammad Agus Kariem","doi":"10.22146/jrekpros.73441","DOIUrl":"https://doi.org/10.22146/jrekpros.73441","url":null,"abstract":"Metode absorpsi merupakan metode yang banyak digunakan dalam pemurnian gas alam dari senyawa pengasamnya. Unit pemisahan senyawa sulfur pada PT BCD dirancang untuk menurunkan konsentrasi H2S pada gas alam dari 9957 ppm menjadi kurang dari 10 ppm dengan laju alir gas umpan pada rated condition adalah 327,7 MMSCFD. Keseluruhan sistem pengolahan gas didesain dengan turndown ratio 40%. Karena alasan operasi, laju alir gas umpan perlu diturunkan hingga 20% kapasitas desain (65,54 MMSCFD). Analisis dilakukan untuk mengetahui perilaku hidrodinamik kolom absorber dan sistem pendukungnya pada pengoperasian di 20% kapasitas desain. Simulasi dilakukan menggunakan perangkat lunak ASPEN HYSYS V11 untuk mengetahui parameter operasi kolom absorber dan kondisi untuk mendukung pengoperasian di 20% kapasitas desain. Dengan desain operasi peralatan saat ini, weeping terjadi pada laju alir gas umpan 28% desain (91,59 MMSCFD). Pada laju alir gas umpan 28% desain, wash water pump sudah mencapai kapasitas minimum, yaitu 78 gpm. Semakin kecil laju alir gas umpan, maka laju sirkulasi wash water perlu dikurangi untuk menghindari weeping. Untuk dapat beroperasi di gas umpan 20% desain, kapasitas wash water pump perlu diturunkan hingga 25 gpm.","PeriodicalId":17711,"journal":{"name":"Jurnal Rekayasa Proses","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-12-29","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"49180905","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
M. Andrifar, F. Goembira, M. Ulfah, R. Putri, Rati Yuliarningsih, R. Aziz
The increasing world population, rapid industrialization, urbanization, and economic growth have led to a continuous increase in the consumption of fossil fuels to meet the ever-increasing demand for energy. Continuous emissions from burning fossil fuels will create a need to find appropriate and sustainable substitutes for fossil fuels. Biodiesel is the right alternative solution for diesel engines because it is renewable, non-toxic, and environmentally friendly. Waste cooking oil (WCO) from the food, non-food, restaurant, and household sectors is produced on a large scale in every country and can contribute to environmental pollution if proper disposal systems are not applied. Instead of throwing it landfills Environmental pollution can be minimized by recycling WCO. This study evaluates the potential of using WCO to produce biodiesel using zeolite synthesized from fly ash as a heterogeneous alkali catalyst through a transesterification reaction. The reactor in this study used a 1,000 ml three-necked boiling flask equipped with a condenser, cooling tank, and pump. Stirring and heating during the process of biodiesel production using a magnetic stirrer and a hot plate. The thermometer is used to measure the reaction temperature. Optimization of biodiesel production from zeolite catalyst synthesized from fly ash based on variations in the ratio of methanol: oil (8:1; 10:1; 12:1; and 14:1), catalyst weight (1, 2, 3, and 4% weight), and temperature (45 oC, 55 oC, and 65oC). Zeolite from fly ash produces biodiesel with a yield of 91.67% with optimum operating conditions reaction time of 60 minutes, methanol oil ratio of 8:1, operating temperature 55oC, and the amount of catalyst 1% by weight. This experiment confirms the possibility of utilizing fly ash waste for the application of catalysts in biodiesel production.
{"title":"Optimization of sustainable biodiesel production from waste cooking oil using heterogeneous alkali catalyst","authors":"M. Andrifar, F. Goembira, M. Ulfah, R. Putri, Rati Yuliarningsih, R. Aziz","doi":"10.22146/jrekpros.74373","DOIUrl":"https://doi.org/10.22146/jrekpros.74373","url":null,"abstract":"The increasing world population, rapid industrialization, urbanization, and economic growth have led to a continuous increase in the consumption of fossil fuels to meet the ever-increasing demand for energy. Continuous emissions from burning fossil fuels will create a need to find appropriate and sustainable substitutes for fossil fuels. Biodiesel is the right alternative solution for diesel engines because it is renewable, non-toxic, and environmentally friendly. Waste cooking oil (WCO) from the food, non-food, restaurant, and household sectors is produced on a large scale in every country and can contribute to environmental pollution if proper disposal systems are not applied. Instead of throwing it landfills Environmental pollution can be minimized by recycling WCO. This study evaluates the potential of using WCO to produce biodiesel using zeolite synthesized from fly ash as a heterogeneous alkali catalyst through a transesterification reaction. The reactor in this study used a 1,000 ml three-necked boiling flask equipped with a condenser, cooling tank, and pump. Stirring and heating during the process of biodiesel production using a magnetic stirrer and a hot plate. The thermometer is used to measure the reaction temperature. Optimization of biodiesel production from zeolite catalyst synthesized from fly ash based on variations in the ratio of methanol: oil (8:1; 10:1; 12:1; and 14:1), catalyst weight (1, 2, 3, and 4% weight), and temperature (45 oC, 55 oC, and 65oC). Zeolite from fly ash produces biodiesel with a yield of 91.67% with optimum operating conditions reaction time of 60 minutes, methanol oil ratio of 8:1, operating temperature 55oC, and the amount of catalyst 1% by weight. This experiment confirms the possibility of utilizing fly ash waste for the application of catalysts in biodiesel production.","PeriodicalId":17711,"journal":{"name":"Jurnal Rekayasa Proses","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-12-29","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"42977934","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Microalgae have proven to be a promising resource in renewable energy search; Products such as bio-oils could contribute to the replacement of petroleum. The objective of this investigation is to determine the decomposition mechanism, obtain the kinetic reaction, as well as evaluate the potential to obtain microalgae bio-oil through microwave-assisted pyrolysis (MAP). MAP is a new thermochemical conversion from biomass to bio-oil that is faster, efficient, controllable, and flexible, compared to conventional pyrolysis, rapid pyrolysis, or instant pyrolysis. As raw material in this experiment, Indonesian microalgae, Botryococcus braunii was used. The investigation focused on the temperature effect (100-300 °C) and the residence time (10-30 min); a modified microwave oven was used with a power of 900 W. Hexane was used for the extraction of bio- oil. The bio-oil composition was measured with chromatography of mass spectrometry gas (GC-MS) and then this data was used to evaluate a kinetic model and calculate the constant kinetic reaction of the pyrolysis process. The results indicated that bio-oil production begins from 100 °C, however, temperatures between 200-250 °C favor the production of bio-oil, while temperatures above 250 °C and the long residence times prioritize the production of bio-gas. Regarding the kinetic evaluated, the reactions seem to show from third to sixth order with an activation energy (E) of around 30 kj/mol and a pre-exponential factor (ln A) of around 9 s-1. Based on GC-MS Analysis, the bio-oil contains short chain alkanes, cycloalkanes, organic acids as well as aromatic, phenol, benzene compounds. On the other hand, although small amounts of oil were achieved, the decomposition of biomass was up to 50% favoring gas production, these results indicate that MAP has potential in the obtaining of biofuels such as bio-gas and bio-oil.
{"title":"Bio-oil synthesis from Botryococcus braunii by microwave-assisted pyrolysis","authors":"Edixon Daniel Ortiz, A. Budiman, R. B. Cahyono","doi":"10.22146/jrekpros.74241","DOIUrl":"https://doi.org/10.22146/jrekpros.74241","url":null,"abstract":"Microalgae have proven to be a promising resource in renewable energy search; Products such as bio-oils could contribute to the replacement of petroleum. The objective of this investigation is to determine the decomposition mechanism, obtain the kinetic reaction, as well as evaluate the potential to obtain microalgae bio-oil through microwave-assisted pyrolysis (MAP). MAP is a new thermochemical conversion from biomass to bio-oil that is faster, efficient, controllable, and flexible, compared to conventional pyrolysis, rapid pyrolysis, or instant pyrolysis. As raw material in this experiment, Indonesian microalgae, Botryococcus braunii was used. The investigation focused on the temperature effect (100-300 °C) and the residence time (10-30 min); a modified microwave oven was used with a power of 900 W. Hexane was used for the extraction of bio- oil. The bio-oil composition was measured with chromatography of mass spectrometry gas (GC-MS) and then this data was used to evaluate a kinetic model and calculate the constant kinetic reaction of the pyrolysis process. The results indicated that bio-oil production begins from 100 °C, however, temperatures between 200-250 °C favor the production of bio-oil, while temperatures above 250 °C and the long residence times prioritize the production of bio-gas. Regarding the kinetic evaluated, the reactions seem to show from third to sixth order with an activation energy (E) of around 30 kj/mol and a pre-exponential factor (ln A) of around 9 s-1. Based on GC-MS Analysis, the bio-oil contains short chain alkanes, cycloalkanes, organic acids as well as aromatic, phenol, benzene compounds. On the other hand, although small amounts of oil were achieved, the decomposition of biomass was up to 50% favoring gas production, these results indicate that MAP has potential in the obtaining of biofuels such as bio-gas and bio-oil.","PeriodicalId":17711,"journal":{"name":"Jurnal Rekayasa Proses","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-12-29","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"47090712","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}