Seiring dengan semakin banyaknya lembaga sosial yang mengajukan izin sebagai nazhir wakaf uang kepada Badan Wakaf Indonesia, semakin banyak platform-platform wakaf yang menawarkan program-program unggulan. Melalui platform-platform ini calon wakif dapat memilih berkontribusi pada program yang diminati sesuai kemampuannya. Kekurangannya akan ditambah oleh calon wakif lain yang punya ketertarikan pada program yang sama. Program tersebut akan terus ditawarkan hingga target dana yang dibutuhkan tercapai, sehingga satu program terdiri dari beberapa wakif, inilah yang disebut dengan wakaf kolektif. Penelitian ini bertujuan menggali status wakaf kolektif dalam hukum Islam dan hukum positif Indonesia sekaligus mengukur urgensinya dalam pengembangan perwakafan di Indonesia melalui proses pendirian dan pengembangan Rumah Sakit Mata Achmad Wardi (RSAW) oleh Badan Wakaf Indonesia. Dengan menggunakan metode kualitatif bersifat deskriptif analisis, penelitian ini menegaskan legalitas wakaf kolektif baik dalam hukum Islam maupun hukum positif. Walau UU wakaf No. 41 tahun 2004 tidak menyatakan kebolehannya secara spesifik, Peraturan Badan Wakaf Indonesia No. 1 tahun 2009 tentang pedoman pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf bergerak berupa uang telah mengatur tata cara wakaf uang kolektif, yang secara implisit menegaskan dibolehkannya wakaf kolektif. Penelitian ini juga membuktikan bahwa wakaf kolektif dapat memaksimalkan kontribusi masyarakat dalam menyediakan fasilitas publik dengan cara berwakaf sesuai dengan kemampuan masing-masing, seperti yang bisa dilihat dalam proses pembangunan dan pengembangan Rumah Sakit Mata Achmad Wardi, dibangun di atas tanah wakaf dengan dana swadaya masyarakat melalui wakaf uang.
{"title":"Wakaf Kolektif dalam Persfektif Hukum Islam & Hukum Indonesia: Studi Kasus Rumah Sakit Achmad Wardi, Banten","authors":"Yuli Yasin","doi":"10.37302/jbi.v16i1.932","DOIUrl":"https://doi.org/10.37302/jbi.v16i1.932","url":null,"abstract":"Seiring dengan semakin banyaknya lembaga sosial yang mengajukan izin sebagai nazhir wakaf uang kepada Badan Wakaf Indonesia, semakin banyak platform-platform wakaf yang menawarkan program-program unggulan. Melalui platform-platform ini calon wakif dapat memilih berkontribusi pada program yang diminati sesuai kemampuannya. Kekurangannya akan ditambah oleh calon wakif lain yang punya ketertarikan pada program yang sama. Program tersebut akan terus ditawarkan hingga target dana yang dibutuhkan tercapai, sehingga satu program terdiri dari beberapa wakif, inilah yang disebut dengan wakaf kolektif. Penelitian ini bertujuan menggali status wakaf kolektif dalam hukum Islam dan hukum positif Indonesia sekaligus mengukur urgensinya dalam pengembangan perwakafan di Indonesia melalui proses pendirian dan pengembangan Rumah Sakit Mata Achmad Wardi (RSAW) oleh Badan Wakaf Indonesia. Dengan menggunakan metode kualitatif bersifat deskriptif analisis, penelitian ini menegaskan legalitas wakaf kolektif baik dalam hukum Islam maupun hukum positif. Walau UU wakaf No. 41 tahun 2004 tidak menyatakan kebolehannya secara spesifik, Peraturan Badan Wakaf Indonesia No. 1 tahun 2009 tentang pedoman pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf bergerak berupa uang telah mengatur tata cara wakaf uang kolektif, yang secara implisit menegaskan dibolehkannya wakaf kolektif. Penelitian ini juga membuktikan bahwa wakaf kolektif dapat memaksimalkan kontribusi masyarakat dalam menyediakan fasilitas publik dengan cara berwakaf sesuai dengan kemampuan masing-masing, seperti yang bisa dilihat dalam proses pembangunan dan pengembangan Rumah Sakit Mata Achmad Wardi, dibangun di atas tanah wakaf dengan dana swadaya masyarakat melalui wakaf uang.","PeriodicalId":308566,"journal":{"name":"Jurnal Bimas Islam","volume":"6 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-07-26","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"125760324","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Penelitian ini menyimpulkan bahwa perdagangan manusia (human trafficking) merupakan faktor yang sangat menentukan eksisnya perbudakan modern. Perbandingan atau korelasi antara perdagangan manusia dan perbudakan menunjukkan adanya kesamaan dalam hal unsur dan substansinya. Simpulan ini memperkuat pendapat yang menyatakan, yaitu bahwa perdagangan manusia dapat dianggap sebagai perbudakan modern yang berarti memiliki makna yang sama dengan perbudakan klasik. Simpulan ini antitesa atas pendapat yang menyatakan bahwa perbudakan sudah menjadi sejarah kemanusiaan yang sudah lama hilang, sehingga berdampak pada kurangnya perhatian terhadap jerat-jerat perbudakan masa kini, bahkan mengakibatkan pemahaman ar-riqâb tidak lagi menjadi salah satu asnâf zakat. Teori yang bisa dibangun penelitian ini adalah teori emansipatif progresif, dalam hal ini Al-Qur’an pada tahap awal mengakui dan menerima perbudakan karena merupakan suatu kenyataan yang sudah berlangsung sejak lama sekali, sehingga tidak mungkin menghapuskannya secara instant dan revolusioner, namun memerlukan pentahapan mulai pembebasan psikologis, teologis, ekonomis, kemudian tahap pembebasan fisik, dan pada akhirnya Al-Qur’an melarang terjadinya praktik perbudakan dalam bentuk apa pun, sekaligus mendorong penghapusan dan pencegahannya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi analisis dengan pendekatan fenomenologi-historis. Objek yang diteliti adalah perbudakan modern dalam bentuk perdagangan manusia (human trafficking) yang dianggap sebagai faktor yang menentukan eksisnya perbudakan di era modern ini. Adapun sumber yang dipakai adalah ayat-ayat Al-Qur’an, matan Hadits, kitab tafsir yang memuat tentang larangan melakukan perbudakan dan peraturan perundang undangan Nasional dan Internasional yang memuat tentang larangan melakukan perdagangan manusia (human trafficking).
{"title":"HUMAN TRAFFICKING DALAM PANDANGAN ISLAM","authors":"Ahmad Juraidi, Angga Marzuki","doi":"10.37302/jbi.v16i1.980","DOIUrl":"https://doi.org/10.37302/jbi.v16i1.980","url":null,"abstract":"Penelitian ini menyimpulkan bahwa perdagangan manusia (human trafficking) merupakan faktor yang sangat menentukan eksisnya perbudakan modern. Perbandingan atau korelasi antara perdagangan manusia dan perbudakan menunjukkan adanya kesamaan dalam hal unsur dan substansinya. \u0000Simpulan ini memperkuat pendapat yang menyatakan, yaitu bahwa perdagangan manusia dapat dianggap sebagai perbudakan modern yang berarti memiliki makna yang sama dengan perbudakan klasik. Simpulan ini antitesa atas pendapat yang menyatakan bahwa perbudakan sudah menjadi sejarah kemanusiaan yang sudah lama hilang, sehingga berdampak pada kurangnya perhatian terhadap jerat-jerat perbudakan masa kini, bahkan mengakibatkan pemahaman ar-riqâb tidak lagi menjadi salah satu asnâf zakat. \u0000Teori yang bisa dibangun penelitian ini adalah teori emansipatif progresif, dalam hal ini Al-Qur’an pada tahap awal mengakui dan menerima perbudakan karena merupakan suatu kenyataan yang sudah berlangsung sejak lama sekali, sehingga tidak mungkin menghapuskannya secara instant dan revolusioner, namun memerlukan pentahapan mulai pembebasan psikologis, teologis, ekonomis, kemudian tahap pembebasan fisik, dan pada akhirnya Al-Qur’an melarang terjadinya praktik perbudakan dalam bentuk apa pun, sekaligus mendorong penghapusan dan pencegahannya. \u0000Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi analisis dengan pendekatan fenomenologi-historis. Objek yang diteliti adalah perbudakan modern dalam bentuk perdagangan manusia (human trafficking) yang dianggap sebagai faktor yang menentukan eksisnya perbudakan di era modern ini. \u0000Adapun sumber yang dipakai adalah ayat-ayat Al-Qur’an, matan Hadits, kitab tafsir yang memuat tentang larangan melakukan perbudakan dan peraturan perundang undangan Nasional dan Internasional yang memuat tentang larangan melakukan perdagangan manusia (human trafficking).","PeriodicalId":308566,"journal":{"name":"Jurnal Bimas Islam","volume":"40 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-07-26","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"121830663","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis salah satu tradisi Islam Nusantara yaitu meroah (Pepujan) taon dan balit (acara syukuran/selametan di Makam Leluhur) sebagai model toleransi dan integrasi yang selama ini tetap dipertahankan masyarakat Islam Sasak dengan membawa hasil panen perkebunan merupakan bentuk harmonisasi manusia dan alam yang diperuntukkan sebagai wadah Toleransi antara umat Islam dan Buddha Suku Sasak Lombok. Sejalan dengan hal di atas, studi ini berpandangan, kultur budaya dijadikan sebagai sebuah kesadaran hubungan yang berorientasi pada sikap toleransi. metode penelitian yang digunakan bersifat kualitatif-analitik dengan pendekatan entnografi yang terfokus pada masyarakat Sasak Islam dan Buddha di Desa Tegal Maja, Lombok Utara. Meroah taon dan balit disatu sisi merupakan ritual dan sisi lain merupakan alat untuk integrasi sosial dimana kelompok dapat membangun interaksi sosial dan harmoni antar suku. Walaupun begitu, tradisi ini masih dipertahankan oleh masyarakat Sasak yang beragama Islam dan Buddha. Hal ini yang disebut oleh Islam Nusantara sebagai dialektika antara budaya lokal dan nilai-nilai Islam. Islam Nusantara menghargai nilai budaya dan Islam sebagai suatu hal yang subtansial untuk memperkokoh toleranasi dan integrasi sosial dalam masyarakat yang majemuk dengan memuat nilai cinta kasih, persaudaraan dan saling bekerja sama antar golongan.
{"title":"ISLAM NUSANTARA: Model of tolerance and integration of religious communities through the cultural traditions of Meroah Taon and Balit","authors":"Sepma Pulthinka","doi":"10.37302/jbi.v16i1.940","DOIUrl":"https://doi.org/10.37302/jbi.v16i1.940","url":null,"abstract":"Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis salah satu tradisi Islam Nusantara yaitu meroah (Pepujan) taon dan balit (acara syukuran/selametan di Makam Leluhur) sebagai model toleransi dan integrasi yang selama ini tetap dipertahankan masyarakat Islam Sasak dengan membawa hasil panen perkebunan merupakan bentuk harmonisasi manusia dan alam yang diperuntukkan sebagai wadah Toleransi antara umat Islam dan Buddha Suku Sasak Lombok. Sejalan dengan hal di atas, studi ini berpandangan, kultur budaya dijadikan sebagai sebuah kesadaran hubungan yang berorientasi pada sikap toleransi. metode penelitian yang digunakan bersifat kualitatif-analitik dengan pendekatan entnografi yang terfokus pada masyarakat Sasak Islam dan Buddha di Desa Tegal Maja, Lombok Utara. Meroah taon dan balit disatu sisi merupakan ritual dan sisi lain merupakan alat untuk integrasi sosial dimana kelompok dapat membangun interaksi sosial dan harmoni antar suku. Walaupun begitu, tradisi ini masih dipertahankan oleh masyarakat Sasak yang beragama Islam dan Buddha. Hal ini yang disebut oleh Islam Nusantara sebagai dialektika antara budaya lokal dan nilai-nilai Islam. Islam Nusantara menghargai nilai budaya dan Islam sebagai suatu hal yang subtansial untuk memperkokoh toleranasi dan integrasi sosial dalam masyarakat yang majemuk dengan memuat nilai cinta kasih, persaudaraan dan saling bekerja sama antar golongan.","PeriodicalId":308566,"journal":{"name":"Jurnal Bimas Islam","volume":"126 2","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-07-26","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"120885760","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Praktik Moderasi Beragama pada masyarakat majemuk (plural) seperti Indonesia merupakan kebutuhan sejarah. Bangsa ini tidak akan pernah berdiri tanpa adanya pelaksanaan Moderasi Beragama oleh para founding fathers yang telah berjuang sejak era pra kemerdekaan. Dalam artikel ini, penulis berfokus pada urgensi implementasi Moderasi Beragama melalui pendekatan kognitif berbasis karakter. Metode penulisan artikel menggunakan diskriptif-analisis pada unsur-unsur kognitif yang sangat mendukung implementasi Moderasi Beragama melalui teori Taksonomi Bloom yang telah direvisi, yaitu mengingat (remember), memahami (understand), menerapkan (apply), menganalisis (analyze), mengevaluasi (evaluate), dan membuat (create). Sedangkan basis karakter menitikberatkan pada tiga sikap dan perilaku utama, yaitu pikiran terbuka (open minded), penerimaan (acceptance), dan kerjasama (cooperation) pada orang atau pihak lain yang berbeda keyakinan, paham keagamaan, dan agama. Kesimpulan dari tulisan ini bahwa praktik Moderasi Beragama diyakini lebih efektif apabila didukung kualitas aspek kognitif sehingga umat beragama memiliki wawasan (insight) yang memadai berbasis karakter melalui penanaman nilai-nilai jujur, adil, berimbang, dan tanggung jawab.
{"title":"Implementasi Moderasi Beragama Melalui Pendekatan Kognitif Berbasis Karakter","authors":"Thobib Asyhar","doi":"10.37302/jbi.v16i1.1007","DOIUrl":"https://doi.org/10.37302/jbi.v16i1.1007","url":null,"abstract":"Praktik Moderasi Beragama pada masyarakat majemuk (plural) seperti Indonesia merupakan kebutuhan sejarah. Bangsa ini tidak akan pernah berdiri tanpa adanya pelaksanaan Moderasi Beragama oleh para founding fathers yang telah berjuang sejak era pra kemerdekaan. Dalam artikel ini, penulis berfokus pada urgensi implementasi Moderasi Beragama melalui pendekatan kognitif berbasis karakter. Metode penulisan artikel menggunakan diskriptif-analisis pada unsur-unsur kognitif yang sangat mendukung implementasi Moderasi Beragama melalui teori Taksonomi Bloom yang telah direvisi, yaitu mengingat (remember), memahami (understand), menerapkan (apply), menganalisis (analyze), mengevaluasi (evaluate), dan membuat (create). Sedangkan basis karakter menitikberatkan pada tiga sikap dan perilaku utama, yaitu pikiran terbuka (open minded), penerimaan (acceptance), dan kerjasama (cooperation) pada orang atau pihak lain yang berbeda keyakinan, paham keagamaan, dan agama. Kesimpulan dari tulisan ini bahwa praktik Moderasi Beragama diyakini lebih efektif apabila didukung kualitas aspek kognitif sehingga umat beragama memiliki wawasan (insight) yang memadai berbasis karakter melalui penanaman nilai-nilai jujur, adil, berimbang, dan tanggung jawab.","PeriodicalId":308566,"journal":{"name":"Jurnal Bimas Islam","volume":"4 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-07-26","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"121849136","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Abstrak Terjadi banyak perubahan masyarakat Muslim Banten dalam menyikapi vaksinasi Covid-19, antara sebelum dan sesudah pandemi. Di masa pandemi banyak di antara mereka yang menolak vaksinasi dengan bermacam-macam alasan, diantaranya segi kehalalan vaksin. Akan tetapi setelah berakhirnya masa pandemi penolakan vaksinasi tidak terdengar lagi, khususnya dalam konteks vaksinasi sebagai prasyarat perjalanan haji dan umrah. Studi ini menyoroti persepsi masyarakat Muslim Banten tentang vaksin halal pasca pandemi Covid-19 dengan menggunakan data observasi dan wawancara calon jemaah haji dan umrah. Pemilihan data ini dengan alasan prasyarat sertifikat vaksin yang harus dimiliki mereka sebelum melakukan perjalanan ke tanah suci. Rumusan masalahnya ialah: Apa yang menyebabkan pudarnya sikap resistensi masyarakat muslim Banten terhadap vaksinasi Covid-19 yang belum semua mendapatkan sertifikasi halal? Bagaimana sikap mereka mengenai penyuntikan Dosis 2 sampai Booster vaksin Covid-19 yang belum memenuhi fatwa MUI? Dengan pendekatan analisis-deskriptif studi ini menyimpulkan bahwa pudarnya sikap resistensi masyarakat muslim Banten terhadap vaksinasi Covid-19 berhubungan dengan kebutuhan mereka dan opini ulama Banten yang membolehkan vaksinasi dengan alasan rukhsah-darurat. Kata Kunci: Ulama Banten, Haji, Umrah, Vaksin Halal, Covid-19
{"title":"A Reconnoitre Perception of the Muslim Community in Banten Regarding Halal Vaccines After the Covid-19 Pandemic","authors":"Muhammad Ishom","doi":"10.37302/jbi.v16i1.964","DOIUrl":"https://doi.org/10.37302/jbi.v16i1.964","url":null,"abstract":"Abstrak \u0000Terjadi banyak perubahan masyarakat Muslim Banten dalam menyikapi vaksinasi Covid-19, antara sebelum dan sesudah pandemi. Di masa pandemi banyak di antara mereka yang menolak vaksinasi dengan bermacam-macam alasan, diantaranya segi kehalalan vaksin. Akan tetapi setelah berakhirnya masa pandemi penolakan vaksinasi tidak terdengar lagi, khususnya dalam konteks vaksinasi sebagai prasyarat perjalanan haji dan umrah. Studi ini menyoroti persepsi masyarakat Muslim Banten tentang vaksin halal pasca pandemi Covid-19 dengan menggunakan data observasi dan wawancara calon jemaah haji dan umrah. Pemilihan data ini dengan alasan prasyarat sertifikat vaksin yang harus dimiliki mereka sebelum melakukan perjalanan ke tanah suci. Rumusan masalahnya ialah: Apa yang menyebabkan pudarnya sikap resistensi masyarakat muslim Banten terhadap vaksinasi Covid-19 yang belum semua mendapatkan sertifikasi halal? Bagaimana sikap mereka mengenai penyuntikan Dosis 2 sampai Booster vaksin Covid-19 yang belum memenuhi fatwa MUI? Dengan pendekatan analisis-deskriptif studi ini menyimpulkan bahwa pudarnya sikap resistensi masyarakat muslim Banten terhadap vaksinasi Covid-19 berhubungan dengan kebutuhan mereka dan opini ulama Banten yang membolehkan vaksinasi dengan alasan rukhsah-darurat. \u0000 \u0000Kata Kunci: \u0000Ulama Banten, Haji, Umrah, Vaksin Halal, Covid-19 \u0000 \u0000 ","PeriodicalId":308566,"journal":{"name":"Jurnal Bimas Islam","volume":"20 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-07-26","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"131875702","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Keunikan kebudayaan masyarakat Indonesia, salah satunya terlihat pada saat menggelar suatu upacara adat. Dari sekian banyaknya budaya di Indonesia, salah satu adat yang sering digunakan dalam pernikahan adalah adat Sunda. Memang moment utama yang dinantikan dalam sebuah pernikahan adalah prosesi ijab Kabul. Namun prosesi adat juga menjadi salah satu moment khidmat dalam sebuah pernikahan. Rangkaian pernikahan adat Sunda yang sering digunakan para pengantin yaitu “sawer penganten”. Dalam rangkaian sawer penganten terkandung beberapa rangkaian acara lain didalamnya, seperti nyawer, meuleum harupat, nincak endog, buka pintu, huap lingkung, pabetot bakakak hayam dan ngaleupaskan japati. Maka dalam penelitian ini penulis mengaitkan makna demi makna dari aktivitas serangkaian acara tersebut dengan teori semiotika dari Rolland Barthes mengenai makna denotasi, konotasi dan unsur mitos didalamnya. Adapun jenis penelitian yang diambil adalah penelitian kualitatif dengan mengandalkan beberapa refrensi buku dan wawancara dengan beberapa pakar adat untuk mendapatkan data yang valid dan terpercaya. Berdasarkan hasil penelitian, menunjukkan bahwa serangkaian upacara “sawer penganten” lebih condong kepada unsur kepercayaan yang diungkapkan dalam bentuk arti kiasan dan lambang peristiwa. Semua yang dilakukan oleh kedua pengantin dan kedua orangtua dalam kegiatan sawer penganten mengandung doa-doa dan harapan untuk kehidupan kedua pengantin yang lebih baik. Bahkan juga mengandung doa untuk semua orang yang hadir yang turut mendoakan kedua pengantin agar semua yang hadir mendapatkan keberkahan dari Allah melalui upacara tersebut. Selain itu, juga terkandung banyak nasihat dan bekal kehidupan untuk semua yang menyaksikan terutama untuk kedua pengantin dalam menjalankan kehidupan berumah tangga. Semua dilaksanakan sesuai dengan hukum dan peraturan agama yang dianut secara penuh. Dengan demikian tata upacara pernikahan adat Sunda merupakan perpaduan unsur sifat, karakteristik, kepercayaan dan agama, yang kesemuanya saling menopang satu sama lain, sehingga terciptalah manusia yang berbudi luhur.
{"title":"Analisis Semiotika Roland Barthes pada Prosesi Pernikahan Adat Sunda \"Sawer Pengantin\"","authors":"Aida Nuraida Aida","doi":"10.37302/jbi.v16i1.880","DOIUrl":"https://doi.org/10.37302/jbi.v16i1.880","url":null,"abstract":"Keunikan kebudayaan masyarakat Indonesia, salah satunya terlihat pada saat menggelar suatu upacara adat. Dari sekian banyaknya budaya di Indonesia, salah satu adat yang sering digunakan dalam pernikahan adalah adat Sunda. Memang moment utama yang dinantikan dalam sebuah pernikahan adalah prosesi ijab Kabul. Namun prosesi adat juga menjadi salah satu moment khidmat dalam sebuah pernikahan. Rangkaian pernikahan adat Sunda yang sering digunakan para pengantin yaitu “sawer penganten”. Dalam rangkaian sawer penganten terkandung beberapa rangkaian acara lain didalamnya, seperti nyawer, meuleum harupat, nincak endog, buka pintu, huap lingkung, pabetot bakakak hayam dan ngaleupaskan japati. Maka dalam penelitian ini penulis mengaitkan makna demi makna dari aktivitas serangkaian acara tersebut dengan teori semiotika dari Rolland Barthes mengenai makna denotasi, konotasi dan unsur mitos didalamnya. Adapun jenis penelitian yang diambil adalah penelitian kualitatif dengan mengandalkan beberapa refrensi buku dan wawancara dengan beberapa pakar adat untuk mendapatkan data yang valid dan terpercaya. Berdasarkan hasil penelitian, menunjukkan bahwa serangkaian upacara “sawer penganten” lebih condong kepada unsur kepercayaan yang diungkapkan dalam bentuk arti kiasan dan lambang peristiwa. Semua yang dilakukan oleh kedua pengantin dan kedua orangtua dalam kegiatan sawer penganten mengandung doa-doa dan harapan untuk kehidupan kedua pengantin yang lebih baik. Bahkan juga mengandung doa untuk semua orang yang hadir yang turut mendoakan kedua pengantin agar semua yang hadir mendapatkan keberkahan dari Allah melalui upacara tersebut. Selain itu, juga terkandung banyak nasihat dan bekal kehidupan untuk semua yang menyaksikan terutama untuk kedua pengantin dalam menjalankan kehidupan berumah tangga. Semua dilaksanakan sesuai dengan hukum dan peraturan agama yang dianut secara penuh. Dengan demikian tata upacara pernikahan adat Sunda merupakan perpaduan unsur sifat, karakteristik, kepercayaan dan agama, yang kesemuanya saling menopang satu sama lain, sehingga terciptalah manusia yang berbudi luhur.","PeriodicalId":308566,"journal":{"name":"Jurnal Bimas Islam","volume":"11 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-07-26","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"133833880","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Tulisan ini merespon wacana pemberdayaan masjid yang bergerak secara superfisial, dengan langsung masuk pada wilayah pemebrdayaan dan produktivitas masjid tanpa menekankan pentingnya aspek realisasi pada tataran personal yang menjadi pusat perbaikan. Realisasi pada tataran personal ini menuntut menyingkap makna manusia secara filosofis dan sufistik. Berangkat dari jati diri manusia dan bentuk-bentuk manifestasinya, baru kemudian dapat menangkap makna masjid. Fungsi masjid sebagai pusat ibadah spiritual dan pendidikan umumnya terarah sebatas kajian fiqh yang berisi manual pelaksanaan ibadah syariat lahiriah. Sementara poros mental kepribadian yaitu fenomena esoterik hati manusia, tidak diletakkan pada tempat fundamentalnya. Implikasinya memperdayakan manusia yang lemah secara kepribadian, melalui ibadah, akan menemukan banyak kendala. Karena hati manusia juga harus beribadah bukan hanya fisiknya, maka hati manusia juga memiliki tempat sujud (masjid). Tulisan ini berupaya melakukan reinterpretasi makna masjid sehingga dapat menjadi prinsip fundamental bagi program perberdayaan masjid. Penelitian kualitatif kepustakaan ini menggunakan pendekatan tasawuf filosofis (mistico filosofi Islam) guna menafsirkan data-data antropologi historis.
{"title":"Reinterpretasi Makna Masjid: Kontribusi Ajaran Tasawuf Dalam Membagun Fungsi Positif Masjid Bagi Kemanusian.","authors":"A. M. Nawawi","doi":"10.37302/jbi.v16i1.873","DOIUrl":"https://doi.org/10.37302/jbi.v16i1.873","url":null,"abstract":"Tulisan ini merespon wacana pemberdayaan masjid yang bergerak secara superfisial, dengan langsung masuk pada wilayah pemebrdayaan dan produktivitas masjid tanpa menekankan pentingnya aspek realisasi pada tataran personal yang menjadi pusat perbaikan. Realisasi pada tataran personal ini menuntut menyingkap makna manusia secara filosofis dan sufistik. Berangkat dari jati diri manusia dan bentuk-bentuk manifestasinya, baru kemudian dapat menangkap makna masjid. Fungsi masjid sebagai pusat ibadah spiritual dan pendidikan umumnya terarah sebatas kajian fiqh yang berisi manual pelaksanaan ibadah syariat lahiriah. Sementara poros mental kepribadian yaitu fenomena esoterik hati manusia, tidak diletakkan pada tempat fundamentalnya. Implikasinya memperdayakan manusia yang lemah secara kepribadian, melalui ibadah, akan menemukan banyak kendala. Karena hati manusia juga harus beribadah bukan hanya fisiknya, maka hati manusia juga memiliki tempat sujud (masjid). Tulisan ini berupaya melakukan reinterpretasi makna masjid sehingga dapat menjadi prinsip fundamental bagi program perberdayaan masjid. Penelitian kualitatif kepustakaan ini menggunakan pendekatan tasawuf filosofis (mistico filosofi Islam) guna menafsirkan data-data antropologi historis.","PeriodicalId":308566,"journal":{"name":"Jurnal Bimas Islam","volume":"34 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-07-17","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"133005467","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Religious moderation as a religious narrative to provide an understanding of religious adherents and religious attitudes in Indonesia so that they are in the middle position. Religious moderation has an important role in understanding religion as a whole. Indonesia as a country with various tribes, nations, religions and cultures is a challenge in itself to create unity in the midst of pluralism. This study discusses religious moderation in Indonesia in the thematic interpretation of Islamic moderation. This research uses a qualitative research type of literature study using descriptive methods. The results of the study show that religious moderation is a moderate religious attitude between the two extreme poles, namely the right and left which is reflected in the seven main characters namely respecting various differences, knowing the main practices, not having excessive fanaticism, practicing religion easily, not understanding religious texts textually of course, making differences a strength, and being consistent in religion. This research recommends the government to make the thematic interpretation of islamic moderation a reference in carrying out religious moderation in Indonesia.
{"title":"Tafsir Tematik Moderasi Islam: Jalan Menuju Moderasi Beragama di Indonesia","authors":"Adi Pratama Awadin, Doli Witro","doi":"10.37302/jbi.v16i1.864","DOIUrl":"https://doi.org/10.37302/jbi.v16i1.864","url":null,"abstract":"Religious moderation as a religious narrative to provide an understanding of religious adherents and religious attitudes in Indonesia so that they are in the middle position. Religious moderation has an important role in understanding religion as a whole. Indonesia as a country with various tribes, nations, religions and cultures is a challenge in itself to create unity in the midst of pluralism. This study discusses religious moderation in Indonesia in the thematic interpretation of Islamic moderation. This research uses a qualitative research type of literature study using descriptive methods. The results of the study show that religious moderation is a moderate religious attitude between the two extreme poles, namely the right and left which is reflected in the seven main characters namely respecting various differences, knowing the main practices, not having excessive fanaticism, practicing religion easily, not understanding religious texts textually of course, making differences a strength, and being consistent in religion. This research recommends the government to make the thematic interpretation of islamic moderation a reference in carrying out religious moderation in Indonesia. \u0000 ","PeriodicalId":308566,"journal":{"name":"Jurnal Bimas Islam","volume":"24 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-07-17","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"114266877","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Tujuan penelitian ini adalah menelaah peran dan fungsi masjid dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat, juga menemukan bentuk dan ide pengelolaan masjid agar digunakan dalam meningkatkan ekonomi masyarakat lewat masjid. Penelitian ini adalah penelitian lapangan dan jenisnya deskriptif kualitatif menggunakan pendekatan ekonomi islam digunakan pada aspek kajian normatif (syariah) dan Pendekatan Sosiologi Ekonomi menggali proses dan taktik pengelolaan, serta konsep dan bentuk menguatkan ekonomi masyarakat lewat masjid di Kabupaten Bone, dan efeknya dirasakan langsung oleh masyarakat sebagai bagian dari nilai-nilai sosial. Untuk memperoleh data digunakan metode observasi, data informan, wawancara, dokumentasi dan penelusuran referensi. Analisis data dengan cara: Colletion Data, Reduction Data, Display Data, Conclusion Data. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peran dan fungsi masjid dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat adalah melalui: pemberdayaan koperasi umat, pemanfaatan usaha percetakan, klinik kesehatan, penyewaan aula serbaguna, usaha laundry, usaha kuliner, dan pendidikan TK/TPA. Implikasi penelitian ini perlunya mengembalikan fungsi dan peran masjid minimal selain sebagai pusat pembinaan kegiatan ritual keagamaan juga sebagai pusat kegiatan ekonomi umat, sehingga diperlukan sinergi antara masyarakat, pemerintah dan takmir yang kompeten dan berintegritas dalam memakmurkan sekaligus menjadikan masjid sebagai pusat kegiatan dan pemberdayaan ekonomi secara profesional dan proporsional.
{"title":"DEMOCRATIZATION OF COMMUNITY ECONOMIC EMPOWERMENT THROUGH A MOSQUE IN BONE REGENCY, SOUTH SULAWESI PROVINCE","authors":"Ahmad Abdul Mutalib","doi":"10.37302/jbi.v16i1.844","DOIUrl":"https://doi.org/10.37302/jbi.v16i1.844","url":null,"abstract":"Tujuan penelitian ini adalah menelaah peran dan fungsi masjid dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat, juga menemukan bentuk dan ide pengelolaan masjid agar digunakan dalam meningkatkan ekonomi masyarakat lewat masjid. Penelitian ini adalah penelitian lapangan dan jenisnya deskriptif kualitatif menggunakan pendekatan ekonomi islam digunakan pada aspek kajian normatif (syariah) dan Pendekatan Sosiologi Ekonomi menggali proses dan taktik pengelolaan, serta konsep dan bentuk menguatkan ekonomi masyarakat lewat masjid di Kabupaten Bone, dan efeknya dirasakan langsung oleh masyarakat sebagai bagian dari nilai-nilai sosial. Untuk memperoleh data digunakan metode observasi, data informan, wawancara, dokumentasi dan penelusuran referensi. Analisis data dengan cara: Colletion Data, Reduction Data, Display Data, Conclusion Data. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peran dan fungsi masjid dalam pemberdayaan ekonomi masyarakat adalah melalui: pemberdayaan koperasi umat, pemanfaatan usaha percetakan, klinik kesehatan, penyewaan aula serbaguna, usaha laundry, usaha kuliner, dan pendidikan TK/TPA. Implikasi penelitian ini perlunya mengembalikan fungsi dan peran masjid minimal selain sebagai pusat pembinaan kegiatan ritual keagamaan juga sebagai pusat kegiatan ekonomi umat, sehingga diperlukan sinergi antara masyarakat, pemerintah dan takmir yang kompeten dan berintegritas dalam memakmurkan sekaligus menjadikan masjid sebagai pusat kegiatan dan pemberdayaan ekonomi secara profesional dan proporsional. \u0000 ","PeriodicalId":308566,"journal":{"name":"Jurnal Bimas Islam","volume":"31 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-07-17","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"133654094","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
The righteous understanding of naș implicates Muslim’s application as a representation of Islamic teaching in society. If this understanding is flawed, the social value of Islam that reconstructs the social and national life of Muslims has no role, but it disrupts the social balance of society. Related to this, one of the verses in The n, Surah At-Taubah [9]: 123, is often used as evidence by some communities of Muslims to legitimate the exclusivity of Islam in social life dan shows how discrimination against the non-Islamist religion. This, of course, thwarts the value of Islamic universities and inclusivity in social and national life, especially in this modern era. By the maqāșidi interpretation approach, this article attempts to seek maqāșid from this verse based on a re-contextual reading of Ricoeur’s hermeneutic that is suitable with the nowadays context and reality. By reviewing the maqāșid of the verse, this article reveals the mission brought by the verse and its implication for Muslim social and national life. Therefore, it will be concluded that the order in this verse suits the micro context of this verse, but it does not match what we find nowadays. The interpretation maqāșidi approach helps to find the ontology of this verse which is the general maqāșid of this verse, that is, to bring universal grace and happiness.
{"title":"Pembacaan Rekontekstual At-Taubah 9: 123 dan Implikasinya terhadap Kehidupan Bernegara (Pendekatan Tafsir Maqashidi)","authors":"Muhammad Fiqih Cholidi -, Safiya Fadlulah","doi":"10.37302/jbi.v15i2.691","DOIUrl":"https://doi.org/10.37302/jbi.v15i2.691","url":null,"abstract":"The righteous understanding of naș implicates Muslim’s application as a representation of Islamic teaching in society. If this understanding is flawed, the social value of Islam that reconstructs the social and national life of Muslims has no role, but it disrupts the social balance of society. Related to this, one of the verses in The n, Surah At-Taubah [9]: 123, is often used as evidence by some communities of Muslims to legitimate the exclusivity of Islam in social life dan shows how discrimination against the non-Islamist religion. This, of course, thwarts the value of Islamic universities and inclusivity in social and national life, especially in this modern era. By the maqāșidi interpretation approach, this article attempts to seek maqāșid from this verse based on a re-contextual reading of Ricoeur’s hermeneutic that is suitable with the nowadays context and reality. By reviewing the maqāșid of the verse, this article reveals the mission brought by the verse and its implication for Muslim social and national life. Therefore, it will be concluded that the order in this verse suits the micro context of this verse, but it does not match what we find nowadays. The interpretation maqāșidi approach helps to find the ontology of this verse which is the general maqāșid of this verse, that is, to bring universal grace and happiness.","PeriodicalId":308566,"journal":{"name":"Jurnal Bimas Islam","volume":"59 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-12-06","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"115531185","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}