Penyakit tungro merupakan salah satu penyakit penting pada tanaman padi karena menimbulkan gejala tanaman kerdil dan mampu menyebabkan kehilangan hasil yang nyata. Penanaman varietas tahan merupakan strategi pengendalian yang direkomendasikan untuk mengatasi penyakit tungro. Penelitian dilakukan untuk mencari sumber ketahanan genetik dari varietas padi lokal yang dapat digunakan dalam perakitan varietas tahan penyakit tungro. Percobaan disusun dalam rancangan penelitian deskriptif dengan teknik observasi. Observasi dilakukan terhadap 16 varietas padi lokal dengan setiap varietas terdiri atas 30 tanaman contoh sehingga jumlah keseluruhan tanaman yang digunakan sebanyak 480 tanaman. Isolat virus tungro dari pertanaman padi di Muara, Bogor diinokulasikan ke tanaman uji melalui serangga vektor wereng hijau (Nephotettix virescens). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketahanan varietas lokal bervariasi berdasarkan nilai indeks penyakit, insidensi penyakit dan penyusutan tinggi tanaman. Varietas TN1 merupakan varietas pembanding dengan reaksi rentan, sedangkan varietas padi lokal dibedakan atas tahan (‘Utri Merah’), moderat (‘Karau’, ‘Bekongan’, ‘Bujang Berinai’, ‘Srogel Abang’, ‘Pulut Garu’, ‘Randu Kisaran’, ‘Siredep’, ‘Katimpung’, ‘Pulut Sawijan’, ‘Dube’), moderat cenderung rentan (‘Blumbungan’, ‘Tjere bandung’, ‘Sempor’) dan rentan (‘Rumbai’). Semua varietas dapat terinfeksi (insidensi penyakit 27–76%), tetapi indeks keparahan penyakit sangat bervariasi (3–7). Semakin berat keparahan penyakit menyebabkan penyusutan tinggi tanaman semakin tinggi. ‘Srogel Abang’ merupakan varietas yang bermanfaat untuk perakitan varietas padi unggul tahan penyakit tungro karena bersifat moderat dengan persentase penyusutan tinggi tanaman yang rendah (36%) sehingga produktivitas tanaman masih dapat dipertahankan.
{"title":"Resistance of Several Local Rice Varieties to Isolate Tungro Virus from Muara","authors":"R. Ruimassa, I. Manzila, I. Temaja, I. Sudana","doi":"10.14692/jfi.18.1.1-8","DOIUrl":"https://doi.org/10.14692/jfi.18.1.1-8","url":null,"abstract":"Penyakit tungro merupakan salah satu penyakit penting pada tanaman padi karena menimbulkan gejala tanaman kerdil dan mampu menyebabkan kehilangan hasil yang nyata. Penanaman varietas tahan merupakan strategi pengendalian yang direkomendasikan untuk mengatasi penyakit tungro. Penelitian dilakukan untuk mencari sumber ketahanan genetik dari varietas padi lokal yang dapat digunakan dalam perakitan varietas tahan penyakit tungro. Percobaan disusun dalam rancangan penelitian deskriptif dengan teknik observasi. Observasi dilakukan terhadap 16 varietas padi lokal dengan setiap varietas terdiri atas 30 tanaman contoh sehingga jumlah keseluruhan tanaman yang digunakan sebanyak 480 tanaman. Isolat virus tungro dari pertanaman padi di Muara, Bogor diinokulasikan ke tanaman uji melalui serangga vektor wereng hijau (Nephotettix virescens). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketahanan varietas lokal bervariasi berdasarkan nilai indeks penyakit, insidensi penyakit dan penyusutan tinggi tanaman. Varietas TN1 merupakan varietas pembanding dengan reaksi rentan, sedangkan varietas padi lokal dibedakan atas tahan (‘Utri Merah’), moderat (‘Karau’, ‘Bekongan’, ‘Bujang Berinai’, ‘Srogel Abang’, ‘Pulut Garu’, ‘Randu Kisaran’, ‘Siredep’, ‘Katimpung’, ‘Pulut Sawijan’, ‘Dube’), moderat cenderung rentan (‘Blumbungan’, ‘Tjere bandung’, ‘Sempor’) dan rentan (‘Rumbai’). Semua varietas dapat terinfeksi (insidensi penyakit 27–76%), tetapi indeks keparahan penyakit sangat bervariasi (3–7). Semakin berat keparahan penyakit menyebabkan penyusutan tinggi tanaman semakin tinggi. ‘Srogel Abang’ merupakan varietas yang bermanfaat untuk perakitan varietas padi unggul tahan penyakit tungro karena bersifat moderat dengan persentase penyusutan tinggi tanaman yang rendah (36%) sehingga produktivitas tanaman masih dapat dipertahankan.","PeriodicalId":31619,"journal":{"name":"Jurnal Fitopatologi Indonesia","volume":null,"pages":null},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-05-23","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"43826884","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Kanker jeruk adalah penyakit penting tanaman jeruk di dunia, termasuk Indonesia. Identifikasi patogen oleh petani masih berdasarkan gejala penyakit, padahal patogen memiliki keragaman virulensi, patotipe, genetika, dan tanaman inang. Tujuan penelitian untuk mengetahui keragaman morfologi, fisiologi, biokimia, molekuler, dan virulensi dari bakteri kanker jeruk. Bakteri diisolasi dari sampel lemon (Citrus limon), nipis (C. aurantifolia), purut (C. hystrix), siam (C. sinensis), dan fortunella (Fortunella margarita) yang menunjukkan gejala khas penyakit kanker di Bogor dan Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat. Karakteristik bakteri dilakukan berdasarkan morfologi, fisiologi, biokimia, dan molekuler menggunakan PCR primer universal, serta patogenisitas pada kultivar jeruk, yaitu lemon, nipis, purut, siam, dan fortunella. Sebanyak 16 galur bakteri patogen dari sampel tanaman jeruk menunjukkan gejala khas penyakit kanker. Koloni bakteri patogen beragam berdasarkan ukuran, warna, dan tekstur koloni; secara fisiologi dan biokimia juga beragam berdasarkan kemampuan protease, oksidase, hidrolisis kasein, dan hidrolisis pati; demikian juga patogenisitasnya pada empat kultivar jeruk juga beragam. Diketahui ada empat galur yang virulen (LB04, NP02, PB05, dan SP05) pada jeruk lemon, nipis, purut, dan siam dengan masa inkubasi 23–27 hari, insidensi 22.25–90.15%, dan keparahan 15.80–78.85%. Galur LB04 paling virulen berdasarkan nilai insidensi, keparahan, dan AUDPC; kultivar jeruk nipis paling rentan. Berdasarkan hasil analisis nukleotida gen 16S rRNA maka galur PB01 terkonfirmasi sebagai Xanthomonas citri subsp. citri (MK121207.1) dengan homologi 99.7% sehingga termasuk patotipe A (Asiatik).
{"title":"Diversity of Morphology, Physiologi, Biochemistry and Virulence of Xanthomonas citri sub sp. citri Causes Cancer in Citrus","authors":"Agusti Kristi, K. Mutaqin, Giyanto","doi":"10.14692/jfi.18.1.29-42","DOIUrl":"https://doi.org/10.14692/jfi.18.1.29-42","url":null,"abstract":"Kanker jeruk adalah penyakit penting tanaman jeruk di dunia, termasuk Indonesia. Identifikasi patogen oleh petani masih berdasarkan gejala penyakit, padahal patogen memiliki keragaman virulensi, patotipe, genetika, dan tanaman inang. Tujuan penelitian untuk mengetahui keragaman morfologi, fisiologi, biokimia, molekuler, dan virulensi dari bakteri kanker jeruk. Bakteri diisolasi dari sampel lemon (Citrus limon), nipis (C. aurantifolia), purut (C. hystrix), siam (C. sinensis), dan fortunella (Fortunella margarita) yang menunjukkan gejala khas penyakit kanker di Bogor dan Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat. Karakteristik bakteri dilakukan berdasarkan morfologi, fisiologi, biokimia, dan molekuler menggunakan PCR primer universal, serta patogenisitas pada kultivar jeruk, yaitu lemon, nipis, purut, siam, dan fortunella. Sebanyak 16 galur bakteri patogen dari sampel tanaman jeruk menunjukkan gejala khas penyakit kanker. Koloni bakteri patogen beragam berdasarkan ukuran, warna, dan tekstur koloni; secara fisiologi dan biokimia juga beragam berdasarkan kemampuan protease, oksidase, hidrolisis kasein, dan hidrolisis pati; demikian juga patogenisitasnya pada empat kultivar jeruk juga beragam. Diketahui ada empat galur yang virulen (LB04, NP02, PB05, dan SP05) pada jeruk lemon, nipis, purut, dan siam dengan masa inkubasi 23–27 hari, insidensi 22.25–90.15%, dan keparahan 15.80–78.85%. Galur LB04 paling virulen berdasarkan nilai insidensi, keparahan, dan AUDPC; kultivar jeruk nipis paling rentan. Berdasarkan hasil analisis nukleotida gen 16S rRNA maka galur PB01 terkonfirmasi sebagai Xanthomonas citri subsp. citri (MK121207.1) dengan homologi 99.7% sehingga termasuk patotipe A (Asiatik).","PeriodicalId":31619,"journal":{"name":"Jurnal Fitopatologi Indonesia","volume":null,"pages":null},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-05-23","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"44102660","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Tomato chlorosis crinivirus (ToCV) diketahui berasosiasi dengan penyakit kuning pada tanaman tomat. Infeksi Crinivirus menunjukkan peningkatan di beberapa daerah di Jawa Barat saat ini. Tersedianya varietas tomat tahan akan menjadi cara efektif dalam pengelolaan penyakit virus, namun perlu upaya mencari sumber ketahanan tanaman terhadap infeksi virus. Penelitian bertujuan menentukan tingkat ketahanan 12 galur tomat terhadap infeksi ToCV. Tomat uji berumur 14 hari setelah pindah tanam diinokulasi dengan ToCV menggunakan 10 ekor kutukebul (Trialeurodes vaporariorum) viruliferus per tanaman. Pengamatan dilakukan terhadap peubah penyakit (periode inkubasi, insidensi dan keparahan penyakit, titer virus) dan peubah agronomi (tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah dan bobot buah). Rata-rata periode inkubasi berkisar 9.4–13.5 hari, dan insidensi penyakit berkisar 90.9–100%. Gejala visual bervariasi dari klorosis ringan sampai sedang dan daun menggulung ke atas dengan skor keparahan penyakit berkisar 1.0–3.0. Titer virus diukur berdasarkan nilai absorbansi ELISA, yaitu berkisar 0.358–1.122. Secara umum, infeksi ToCV menghambat pertumbuhan tanaman dan menurunkan jumlah daun, menghambat bobot dan jumlah buah berturut-turut sebesar 6.0–37.8%, 8.6–39.5%, 2.7–33.7% dan 7.0–25.5%. Berdasarkan peubah penyakit, respons galur tomat dapat dikategorikan rentan (BISILB#1029A, BISILB#22, dan BISILB#724B), moderat tahan (BISILB#825B, BISILB#60D, BISIKC#402, BISIKC#96D, dan BISILB#40I), dan tahan (BISILB#1372ORA, BISILB#703A, BISILB#703B, dan BISILB#724A). Namun, sifat ketahanan galur tomat tersebut tidak berkorelasi dengan kemampuan produksi tanaman. Oleh karena itu, perlu dilakukan perbaikan sifat ketahanan pada empat galur tersebut agar lebih adaptif terhadap faktor lingkungan budi daya sehingga dapat dimanfaatkan sebagai tetua varietas tomat unggul tahan ToCV.
{"title":"Screening for Resistance of Tomato Lines Against Tomato chlorosis crinivirus","authors":"D. Wahyudin, T. A. Damayanti, K. Mutaqin","doi":"10.14692/jfi.18.1.19-29","DOIUrl":"https://doi.org/10.14692/jfi.18.1.19-29","url":null,"abstract":"Tomato chlorosis crinivirus (ToCV) diketahui berasosiasi dengan penyakit kuning pada tanaman tomat. Infeksi Crinivirus menunjukkan peningkatan di beberapa daerah di Jawa Barat saat ini. Tersedianya varietas tomat tahan akan menjadi cara efektif dalam pengelolaan penyakit virus, namun perlu upaya mencari sumber ketahanan tanaman terhadap infeksi virus. Penelitian bertujuan menentukan tingkat ketahanan 12 galur tomat terhadap infeksi ToCV. Tomat uji berumur 14 hari setelah pindah tanam diinokulasi dengan ToCV menggunakan 10 ekor kutukebul (Trialeurodes vaporariorum) viruliferus per tanaman. Pengamatan dilakukan terhadap peubah penyakit (periode inkubasi, insidensi dan keparahan penyakit, titer virus) dan peubah agronomi (tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah dan bobot buah). Rata-rata periode inkubasi berkisar 9.4–13.5 hari, dan insidensi penyakit berkisar 90.9–100%. Gejala visual bervariasi dari klorosis ringan sampai sedang dan daun menggulung ke atas dengan skor keparahan penyakit berkisar 1.0–3.0. Titer virus diukur berdasarkan nilai absorbansi ELISA, yaitu berkisar 0.358–1.122. Secara umum, infeksi ToCV menghambat pertumbuhan tanaman dan menurunkan jumlah daun, menghambat bobot dan jumlah buah berturut-turut sebesar 6.0–37.8%, 8.6–39.5%, 2.7–33.7% dan 7.0–25.5%. Berdasarkan peubah penyakit, respons galur tomat dapat dikategorikan rentan (BISILB#1029A, BISILB#22, dan BISILB#724B), moderat tahan (BISILB#825B, BISILB#60D, BISIKC#402, BISIKC#96D, dan BISILB#40I), dan tahan (BISILB#1372ORA, BISILB#703A, BISILB#703B, dan BISILB#724A). Namun, sifat ketahanan galur tomat tersebut tidak berkorelasi dengan kemampuan produksi tanaman. Oleh karena itu, perlu dilakukan perbaikan sifat ketahanan pada empat galur tersebut agar lebih adaptif terhadap faktor lingkungan budi daya sehingga dapat dimanfaatkan sebagai tetua varietas tomat unggul tahan ToCV.","PeriodicalId":31619,"journal":{"name":"Jurnal Fitopatologi Indonesia","volume":null,"pages":null},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-05-23","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"43083575","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Naimatul Farida, T. A. Damayanti, D. Efendi, S. Hidayat
Infeksi Papaya ringspot virus (PRSV) di Indonesia pertama kali dilaporkan pada pepaya di Nangroe Aceh Darussalam pada tahun 2012. Sejak itu, PRSV atau penyakit bercak bercincin pada pepaya menyebar ke beberapa daerah di Jawa, Sumatera, Bali, dan Nusa Tenggara Barat. Penelitian ini dilakukan untuk mengonfirmasi keberadaan PRSV di beberapa daerah penanaman pepaya di Jawa dan mengetahui identitas molekulernya. Metode double antibody sandwich enzyme-linked immunosorbent assay (DAS-ELISA) dengan antiserum spesifik PRSV digunakan untuk mendeteksi sampel dari lapangan. Insidensi PRSV hasil deteksi DAS-ELISA di Bogor, Purworejo, Kebumen, dan Bantul berturut-turut sebesar 59.1%, 51.4%, 84.2%, dan 96.2%. Identifikasi lebih lanjut dilakukan dengan reverse transcription-polymerase chain reaction menggunakan primer spesifik (PRSV326/PRSV800), dilanjutkan dengan sikuensing DNA. Fragmen DNA berukuran 475 pb berhasil diamplifikasi dari sampel lapangan dan analisis nukleotida menunjukkan bahwa semua sampel terkonfirmasi PRSV dengan homologi antarisolat berkisar antara 95.4% sampai 99.4%. Analisis filogenetika menunjukkan bahwa isolat-isolat PRSV di Jawa berada dalam satu grup yang sama dengan isolat PRSV-P pepaya dari Thailand.
{"title":"Incidence and Molecular-Based Identification of Papaya ringspot virus Infecting Papaya in Java","authors":"Naimatul Farida, T. A. Damayanti, D. Efendi, S. Hidayat","doi":"10.14692/jfi.18.1.43-51","DOIUrl":"https://doi.org/10.14692/jfi.18.1.43-51","url":null,"abstract":"Infeksi Papaya ringspot virus (PRSV) di Indonesia pertama kali dilaporkan pada pepaya di Nangroe Aceh Darussalam pada tahun 2012. Sejak itu, PRSV atau penyakit bercak bercincin pada pepaya menyebar ke beberapa daerah di Jawa, Sumatera, Bali, dan Nusa Tenggara Barat. Penelitian ini dilakukan untuk mengonfirmasi keberadaan PRSV di beberapa daerah penanaman pepaya di Jawa dan mengetahui identitas molekulernya. Metode double antibody sandwich enzyme-linked immunosorbent assay (DAS-ELISA) dengan antiserum spesifik PRSV digunakan untuk mendeteksi sampel dari lapangan. Insidensi PRSV hasil deteksi DAS-ELISA di Bogor, Purworejo, Kebumen, dan Bantul berturut-turut sebesar 59.1%, 51.4%, 84.2%, dan 96.2%. Identifikasi lebih lanjut dilakukan dengan reverse transcription-polymerase chain reaction menggunakan primer spesifik (PRSV326/PRSV800), dilanjutkan dengan sikuensing DNA. Fragmen DNA berukuran 475 pb berhasil diamplifikasi dari sampel lapangan dan analisis nukleotida menunjukkan bahwa semua sampel terkonfirmasi PRSV dengan homologi antarisolat berkisar antara 95.4% sampai 99.4%. Analisis filogenetika menunjukkan bahwa isolat-isolat PRSV di Jawa berada dalam satu grup yang sama dengan isolat PRSV-P pepaya dari Thailand.","PeriodicalId":31619,"journal":{"name":"Jurnal Fitopatologi Indonesia","volume":null,"pages":null},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-05-23","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"44140900","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pemanfaatan agens hayati menjadi salah satu komponen pengendalian penyakit secara terpadu dalam budi daya bawang merah. Penelitian ini bertujuan menguji efektivitas tiga agens hayati (Bacillus subtilis B1 dan B298, Fusarium oxysporum nonpatogen T14a) dalam menekan insidensi penyakit busuk pangkal dan memacu pertumbuhan dua varietas bawang merah (‘Bima Brebes’ dan ‘Tajuk’) di lapangan. Penelitian eksperimental disusun dalam rancangan acak kelompok faktorial yang terdiri atas dua faktor, yaitu jenis agens hayati dan varietas bawang merah. Semua agens hayati yang diuji menunjukkan kemampuan memperpanjang masa inkubasi penyakit, menekan insidensi penyakit dan meningkatkan ketahanan tanaman terhadap serangan patogen busuk pangkal umbi. Bacillus subtilis B1 dan F. oxysporum nonpatogen T14a menunjukkan efikasi yang tinggi, yaitu 81.5% dan 58.0%. Berdasarkan nilai insidensi penyakit dan luas daerah di bawah kurva perkembangan penyakit diketahui bahwa var. ‘Tajuk’ bersifat lebih rentan terhadap penyakit busuk pangkal dibandingkan dengan var. ‘Bima Brebes’. Semua agens hayati yang diuji juga mampu meningkatkan persentase pertunasan umbi bawang merah, indeks luas daun, laju pertumbuhan, total klorofil pada daun, dan produktivitas tanaman. Peningkatan produktivitas tertinggi ditunjukkan B. subtilis B1 (45.45%), disusul berturut-turut oleh F. oxysporum nonpatogen T14a (37.88%), dan B. subtilis B298 (28.79%). Dua dari tiga agens hayati yang diuji, yaitu B. subtilis B1 dan F. oxysporum nonpatogen T14a, potensial untuk dijadikan agens pengendali patogen busuk pangkal batang pada tanaman bawang merah karena memiliki kemampuan cukup baik dalam meningkatkan pertumbuhan dan produktivitas tanaman.
{"title":"Potential of Biological Agents for Controlling Basal Rot Disease and Promoting Plant Growth in Shallot","authors":"Tamrin Khamidi, H. A. Djatmiko, T. Haryanto","doi":"10.14692/jfi.18.1.9-18","DOIUrl":"https://doi.org/10.14692/jfi.18.1.9-18","url":null,"abstract":"Pemanfaatan agens hayati menjadi salah satu komponen pengendalian penyakit secara terpadu dalam budi daya bawang merah. Penelitian ini bertujuan menguji efektivitas tiga agens hayati (Bacillus subtilis B1 dan B298, Fusarium oxysporum nonpatogen T14a) dalam menekan insidensi penyakit busuk pangkal dan memacu pertumbuhan dua varietas bawang merah (‘Bima Brebes’ dan ‘Tajuk’) di lapangan. Penelitian eksperimental disusun dalam rancangan acak kelompok faktorial yang terdiri atas dua faktor, yaitu jenis agens hayati dan varietas bawang merah. Semua agens hayati yang diuji menunjukkan kemampuan memperpanjang masa inkubasi penyakit, menekan insidensi penyakit dan meningkatkan ketahanan tanaman terhadap serangan patogen busuk pangkal umbi. Bacillus subtilis B1 dan F. oxysporum nonpatogen T14a menunjukkan efikasi yang tinggi, yaitu 81.5% dan 58.0%. Berdasarkan nilai insidensi penyakit dan luas daerah di bawah kurva perkembangan penyakit diketahui bahwa var. ‘Tajuk’ bersifat lebih rentan terhadap penyakit busuk pangkal dibandingkan dengan var. ‘Bima Brebes’. Semua agens hayati yang diuji juga mampu meningkatkan persentase pertunasan umbi bawang merah, indeks luas daun, laju pertumbuhan, total klorofil pada daun, dan produktivitas tanaman. Peningkatan produktivitas tertinggi ditunjukkan B. subtilis B1 (45.45%), disusul berturut-turut oleh F. oxysporum nonpatogen T14a (37.88%), dan B. subtilis B298 (28.79%). Dua dari tiga agens hayati yang diuji, yaitu B. subtilis B1 dan F. oxysporum nonpatogen T14a, potensial untuk dijadikan agens pengendali patogen busuk pangkal batang pada tanaman bawang merah karena memiliki kemampuan cukup baik dalam meningkatkan pertumbuhan dan produktivitas tanaman.","PeriodicalId":31619,"journal":{"name":"Jurnal Fitopatologi Indonesia","volume":null,"pages":null},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-05-23","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"46575938","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2022-03-25DOI: 10.14692/jfi.17.6.251-260
Mustika Ajeng Kartini Putri Pertiwi, S. Hartono, S. Somowiyarjo, S. Sulandari, Argawi Kandito
Gejala mosaik kuning dan keriting daun ditemukan pada pertanaman kacang panjang di Sleman, Yogyakarta. Begomovirus diketahui sebagai salah satu penyebab penyakit tersebut. Penelitian dilakukan untuk mengidentifikasi spesies Begomovirus dan DNA satelit yang berasosiasi dengan penyakit mosaik kuning kacang panjang. Ekstraksi DNA total dari tanaman bergejala dilanjutkan dengan amplifikasi fragmen DNA spesifik Begomovirus dan Betasatelit. Amplikon DNA berukuran ±1500 pb dan ±1300 pb berhasil diperoleh menggunakan berturut-turut primer universal Begomovirus dan primer spesifik Betasatelit. Analisis sekuen nukleotida mengonfirmasi identitas Begomovirus yang menginfeksi tanaman kacang panjang ialah Mungbean yellow mosaic India virus (MYMIV) dengan homologi 99% terhadap isolat MYMIV asal Indonesia. DNA satelit yang berasosiasi dengan MYMIV menunjukkan karakteristik Betasatelit, yaitu memiliki satellite common region (SCR) dengan struktur stem-loop dan sekuen TAATATTAC pada bagian loop, adenine rich region sebesar 54.96%, dan ORF (open reading frame) non-coding. Lebih lanjut, analisis rekombinasi menggunakan SimPlot mengindikasikan bahwa satelit non-coding MYMIV merupakan satelit rekombinan antara Betasatelit dan DNA-B Pepper yellow leaf curl Indonesia virus (PepYLCIV). Artikel ini merupakan laporan pertama asosiasi betasatelit DNA non-coding dengan MYMIV di Indonesia.
在日惹斯雷曼的长坚果中发现了黄绿色和卷曲的马赛克症状。这种病毒是已知的致病原因之一。研究正在进行,以确定一种与黄豆马赛克疾病有关的病毒毒株和卫星DNA。从盆腔植物中提取DNA,然后对特定的海棠病毒和贝他罗卫星的DNA片段进行放大。Amplikon±1500 pb和大小的DNA±1300 pb连续获得成功使用Betasatelit具体Begomovirus通用底漆,底漆。核苷酸分析证实与MYMIV相关联的卫星DNA显示了betalite common region (SCR)的特征,它有一个stem-loop结构和序列TAATATTAC在环路部分,adenine rich region为54.96%,ORF(开放读取帧)非编码。此外,通过编译器进行的重组分析表明,非编码卫星MYMIV是将betasamav与DNA-B Pepper leaf curl Indonesia病毒(PepYLCIV)之间的一种重新组合卫星。这篇文章是与MYMIV在印尼的betasat sat非编码DNA协会的第一份报告。
{"title":"Molecular Identification of DNA Satellite Associated with Mungbean yellow mosaic India virus infecting Yardlong Bean in Yogyakarta","authors":"Mustika Ajeng Kartini Putri Pertiwi, S. Hartono, S. Somowiyarjo, S. Sulandari, Argawi Kandito","doi":"10.14692/jfi.17.6.251-260","DOIUrl":"https://doi.org/10.14692/jfi.17.6.251-260","url":null,"abstract":"Gejala mosaik kuning dan keriting daun ditemukan pada pertanaman kacang panjang di Sleman, Yogyakarta. Begomovirus diketahui sebagai salah satu penyebab penyakit tersebut. Penelitian dilakukan untuk mengidentifikasi spesies Begomovirus dan DNA satelit yang berasosiasi dengan penyakit mosaik kuning kacang panjang. Ekstraksi DNA total dari tanaman bergejala dilanjutkan dengan amplifikasi fragmen DNA spesifik Begomovirus dan Betasatelit. Amplikon DNA berukuran ±1500 pb dan ±1300 pb berhasil diperoleh menggunakan berturut-turut primer universal Begomovirus dan primer spesifik Betasatelit. Analisis sekuen nukleotida mengonfirmasi identitas Begomovirus yang menginfeksi tanaman kacang panjang ialah Mungbean yellow mosaic India virus (MYMIV) dengan homologi 99% terhadap isolat MYMIV asal Indonesia. DNA satelit yang berasosiasi dengan MYMIV menunjukkan karakteristik Betasatelit, yaitu memiliki satellite common region (SCR) dengan struktur stem-loop dan sekuen TAATATTAC pada bagian loop, adenine rich region sebesar 54.96%, dan ORF (open reading frame) non-coding. Lebih lanjut, analisis rekombinasi menggunakan SimPlot mengindikasikan bahwa satelit non-coding MYMIV merupakan satelit rekombinan antara Betasatelit dan DNA-B Pepper yellow leaf curl Indonesia virus (PepYLCIV). Artikel ini merupakan laporan pertama asosiasi betasatelit DNA non-coding dengan MYMIV di Indonesia.","PeriodicalId":31619,"journal":{"name":"Jurnal Fitopatologi Indonesia","volume":null,"pages":null},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-03-25","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"47844750","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Penyakit moler yang disebabkan oleh Fusarium oxysporum f. sp. cepae merupakan salah satu penyakit penting pada tanaman bawang merah. Aktinomiset memiliki potensi sebagai agens pengendali hayati F. oxysporum f. sp. cepae karena kemampuannya dalam memproduksi senyawa bioaktif. Penelitian ini bertujuan mengevaluasi dan menyeleksi isolat-isolat aktinomiset yang dapat menekan pertumbuhan F. oxysporum f. sp. cepae dan memacu pertumbuhan tanaman bawang merah. Penelitian dibagi menjadi empat tahap, yaitu: isolasi, seleksi, karakterisasi, dan identifikasi isolat aktinomiset yang potensial. Sebanyak 43 isolat berhasil diisolasi dari tanaman Liliaceae dan sebanyak 14 isolat berhasil diseleksi berdasarkan hasil uji keamanan hayati. Hasil uji antagonisme menunjukkan bahwa 14 isolat menghasilkan penghambatan terhadap F. oxysporum f. sp. cepae sebesar 3.67%–53.67%. Di antara 14 isolat tersebut, sebanyak 13 isolat mampu memproduksi enzim kitinase dengan indeks kitinolitik sebesar 0.31–1.38. Lima isolat terpilih yaitu: ABF42, ABF59, ACF45, AEF35, dan AEF45, mampu melarutkan fosfat dan memproduksi IAA dengan konsentrasi 24.82–82.88 ppm, namun hanya tiga isolat yang mampu memfiksasi nitrogen. Berdasarkan sikuen gen 16S rRNA, lima isolat tersebut berturut-turut teridentifikasi sebagai: Streptomyces rameus, S. lydicus, S. panaciradicis, S. seoulensis, dan S. fuscichromogenes.
{"title":"Screening of Liliaceae Rhizosphere Actinomycetes as Biological Control Agents of Fusarium oxysporum f. sp. cepae","authors":"Eka Wijayanti, Abdjad Asih Nawangsih, Efi Toding Tondok","doi":"10.14692/jfi.17.6.225-232","DOIUrl":"https://doi.org/10.14692/jfi.17.6.225-232","url":null,"abstract":"Penyakit moler yang disebabkan oleh Fusarium oxysporum f. sp. cepae merupakan salah satu penyakit penting pada tanaman bawang merah. Aktinomiset memiliki potensi sebagai agens pengendali hayati F. oxysporum f. sp. cepae karena kemampuannya dalam memproduksi senyawa bioaktif. Penelitian ini bertujuan mengevaluasi dan menyeleksi isolat-isolat aktinomiset yang dapat menekan pertumbuhan F. oxysporum f. sp. cepae dan memacu pertumbuhan tanaman bawang merah. Penelitian dibagi menjadi empat tahap, yaitu: isolasi, seleksi, karakterisasi, dan identifikasi isolat aktinomiset yang potensial. Sebanyak 43 isolat berhasil diisolasi dari tanaman Liliaceae dan sebanyak 14 isolat berhasil diseleksi berdasarkan hasil uji keamanan hayati. Hasil uji antagonisme menunjukkan bahwa 14 isolat menghasilkan penghambatan terhadap F. oxysporum f. sp. cepae sebesar 3.67%–53.67%. Di antara 14 isolat tersebut, sebanyak 13 isolat mampu memproduksi enzim kitinase dengan indeks kitinolitik sebesar 0.31–1.38. Lima isolat terpilih yaitu: ABF42, ABF59, ACF45, AEF35, dan AEF45, mampu melarutkan fosfat dan memproduksi IAA dengan konsentrasi 24.82–82.88 ppm, namun hanya tiga isolat yang mampu memfiksasi nitrogen. Berdasarkan sikuen gen 16S rRNA, lima isolat tersebut berturut-turut teridentifikasi sebagai: Streptomyces rameus, S. lydicus, S. panaciradicis, S. seoulensis, dan S. fuscichromogenes.","PeriodicalId":31619,"journal":{"name":"Jurnal Fitopatologi Indonesia","volume":null,"pages":null},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-03-25","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"44657097","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2022-03-25DOI: 10.14692/jfi.17.6.243-250
Elvina Efendi, Supramana, Giyanto
Nematoda penyebab puru akar (Meloidogyne spp.) merupakan parasit penting tanaman budi daya dan memiliki kisaran inang yang luas. Salah satu alternatif pengendalian fitonematoda yang potensial ialah pemanfaatan bakteri non-patogen. Penelitian ini bertujuan mengevaluasi potensi bakteri asal gambut sebagai agens pengendali biologi nematoda puru akar (M. incognita). Pengujian secara in vitro menggunakan filtrat 15 isolat bakteri terhadap M. incognita juvenil 2 (J2) dalam cawan petri. Sebanyak 4.5 mL filtrat bakteri dimasukkan ke dalam cawan petri berdiameter 5 cm, kemudian ditambahkan 50 individu J2 M. incognita dan diinkubasi pada suhu 27 ℃. Pengamatan mortalitas nematoda dilakukan pada 6, 12, dan 24 jam setelah perlakuan. Percobaan disusun dalam rancangan acak lengkap dengan 3 ulangan. Peubah yang diamati ialah persentase mortalitas serta lamanya waktu paparan dalam mematikan nematoda. Karakterisasi fisiologis yang dilakukan terhadap isolat bakteri meliputi uji produksi HCN dan enzim kitinase. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 9 isolat bakteri yaitu: GA2 GAA1, GT1 GTA7, GT1 GTB3, GT1 GTB4, GT1 GTB6, GT1 GTB7, GT1 GTC2, GT1 GTC4, dan STDHC4 memiliki kemampuan nematisidal dengan mortalitas mencapai 83%–94%. Isolat bakteri GT1 GTB4 dan GT1 GTB7 memiliki homologi 99% dengan Serratia marcescens asal Cina, dan GT1 GTC2 memiliki homologi 99% dengan Streptomyces sp. AT67 asal Korea Selatan. Ketiga isolat tersebut mampu menghasilkan enzim kitinase dengan indeks lisis >1, namun semua isolat tidak ada yang menghasilkan senyawa HCN.
{"title":"Potential of Bacterial Isolates from Peat Land as Controlling Agent for the Root Knot Nematodes Meloidogyne incognita","authors":"Elvina Efendi, Supramana, Giyanto","doi":"10.14692/jfi.17.6.243-250","DOIUrl":"https://doi.org/10.14692/jfi.17.6.243-250","url":null,"abstract":"Nematoda penyebab puru akar (Meloidogyne spp.) merupakan parasit penting tanaman budi daya dan memiliki kisaran inang yang luas. Salah satu alternatif pengendalian fitonematoda yang potensial ialah pemanfaatan bakteri non-patogen. Penelitian ini bertujuan mengevaluasi potensi bakteri asal gambut sebagai agens pengendali biologi nematoda puru akar (M. incognita). Pengujian secara in vitro menggunakan filtrat 15 isolat bakteri terhadap M. incognita juvenil 2 (J2) dalam cawan petri. Sebanyak 4.5 mL filtrat bakteri dimasukkan ke dalam cawan petri berdiameter 5 cm, kemudian ditambahkan 50 individu J2 M. incognita dan diinkubasi pada suhu 27 ℃. Pengamatan mortalitas nematoda dilakukan pada 6, 12, dan 24 jam setelah perlakuan. Percobaan disusun dalam rancangan acak lengkap dengan 3 ulangan. Peubah yang diamati ialah persentase mortalitas serta lamanya waktu paparan dalam mematikan nematoda. Karakterisasi fisiologis yang dilakukan terhadap isolat bakteri meliputi uji produksi HCN dan enzim kitinase. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 9 isolat bakteri yaitu: GA2 GAA1, GT1 GTA7, GT1 GTB3, GT1 GTB4, GT1 GTB6, GT1 GTB7, GT1 GTC2, GT1 GTC4, dan STDHC4 memiliki kemampuan nematisidal dengan mortalitas mencapai 83%–94%. Isolat bakteri GT1 GTB4 dan GT1 GTB7 memiliki homologi 99% dengan Serratia marcescens asal Cina, dan GT1 GTC2 memiliki homologi 99% dengan Streptomyces sp. AT67 asal Korea Selatan. Ketiga isolat tersebut mampu menghasilkan enzim kitinase dengan indeks lisis >1, namun semua isolat tidak ada yang menghasilkan senyawa HCN.","PeriodicalId":31619,"journal":{"name":"Jurnal Fitopatologi Indonesia","volume":null,"pages":null},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-03-25","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"42228176","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2022-03-25DOI: 10.14692/jfi.17.6.217-224
D. G. W. Selangga, S. Wiyono, A. Susila, S. Hidayat
Yellow leaf curl disease in chili pepper has been reported in Bali Island since the early 2012. Research was conducted to identify the virus causing this disease and disease distribution in Bali. Field survey was carried out to observe disease intensity and to collect field samples from several chili pepper growing areas in Bali (Karangasem, Bangli, Tabanan, and Gianyar). Begomovirus identification from field samples was then conducted by polymerase chain reaction method using universal primers SPG1/SPG2, followed by an analysis of the amplified target DNA sequences. The incidence of pepper yellow leaf curl disease reached 100% at all sites and disease severity reached 18%−87%. Begomovirus specific DNA fragment measuring 912 bp was successfully amplified from 12 field samples. Sequence analysis of DNA fragments showed the highest homology with Pepper yellow leaf curl Indonesia virus (PYLCIV). Further phylogenetic analysis confirmed the relationship between PYLCIV isolates from Bali and various PYLCIV isolates from Indonesia.
{"title":"Distribution and Identification of Pepper yellow leaf curl Indonesia virus Infecting Chili Pepper in Bali Island","authors":"D. G. W. Selangga, S. Wiyono, A. Susila, S. Hidayat","doi":"10.14692/jfi.17.6.217-224","DOIUrl":"https://doi.org/10.14692/jfi.17.6.217-224","url":null,"abstract":"Yellow leaf curl disease in chili pepper has been reported in Bali Island since the early 2012. Research was conducted to identify the virus causing this disease and disease distribution in Bali. Field survey was carried out to observe disease intensity and to collect field samples from several chili pepper growing areas in Bali (Karangasem, Bangli, Tabanan, and Gianyar). Begomovirus identification from field samples was then conducted by polymerase chain reaction method using universal primers SPG1/SPG2, followed by an analysis of the amplified target DNA sequences. The incidence of pepper yellow leaf curl disease reached 100% at all sites and disease severity reached 18%−87%. Begomovirus specific DNA fragment measuring 912 bp was successfully amplified from 12 field samples. Sequence analysis of DNA fragments showed the highest homology with Pepper yellow leaf curl Indonesia virus (PYLCIV). Further phylogenetic analysis confirmed the relationship between PYLCIV isolates from Bali and various PYLCIV isolates from Indonesia.","PeriodicalId":31619,"journal":{"name":"Jurnal Fitopatologi Indonesia","volume":null,"pages":null},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-03-25","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"49462428","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2022-03-25DOI: 10.14692/jfi.17.6.233-242
Resky wulandari R jahuddin, A. Munif, Bonny Purnomo Wahyu Sukarno, Gusmaini Gusmaini
Fusarium solani dan Meloidogyne spp. merupakan dua jenis patogen yang berasosiasi dengan penyakit kuning lada. Pemanfaatan bakteri endofit dalam pengendalian penyakit kuning lada perlu dievaluasi. Oleh karena itu, penelitian dilakukan dengan tujuan mengevaluasi aktivitas biokontrol isolat bakteri endofit yang diaplikasikan secara tunggal (B. siamensis dan B. velezensis), campuran (B. subtilis dan B. wiedmannii) dan konsorsium (PTM3) dalam menekan F. solani dan Meloidogyne spp. secara in vitro. Metode penelitian meliputi isolasi F. solani dan ekstraksi Meloidogyne spp. dari akar tanaman lada, uji patogenisitas, uji dual kultur dan uji mortalitas, serta karakterisasi fisiologi isolat bakteri endofit. Isolat F. solani dan Meloidogyne spp. terbukti bersifat patogenik pada bibit lada dan menyebabkan munculnya gejala penyakit kuning. Empat isolat bakteri endofit yang diuji mampu menghambat pertumbuhan miselium F. solani. Penghambatan tertinggi pada medium TSA ditunjukkan oleh isolat tunggal B. siamensis, yaitu sebesar 57.25%; sedangkan pada medium ADK ditunjukkan oleh isolat campuran B. subtilis dan B. wiedmannii, yaitu sebesar 56.47%. Mortalitas larva juvenil 2 Meloidogyne spp. mengalami peningkatan tertinggi pada perlakuan B. velezenziz, yaitu sebesar 75.24%. Isolat B. siamensis dan B. velevenzis menunjukkan aktivitas protease dan selulase; sedangkan isolat campuran B. subtilis dan B. wiedmannii serta isolat konsorsium PTM3 menunjukkan aktivitas kitinase, protease dan selulase.
{"title":"Effectivity of Single Isolates, Mixtures, and Consortium of Endophytic Bacteria Against Fusarium solani and Meloidogyne spp. in Vitro","authors":"Resky wulandari R jahuddin, A. Munif, Bonny Purnomo Wahyu Sukarno, Gusmaini Gusmaini","doi":"10.14692/jfi.17.6.233-242","DOIUrl":"https://doi.org/10.14692/jfi.17.6.233-242","url":null,"abstract":"Fusarium solani dan Meloidogyne spp. merupakan dua jenis patogen yang berasosiasi dengan penyakit kuning lada. Pemanfaatan bakteri endofit dalam pengendalian penyakit kuning lada perlu dievaluasi. Oleh karena itu, penelitian dilakukan dengan tujuan mengevaluasi aktivitas biokontrol isolat bakteri endofit yang diaplikasikan secara tunggal (B. siamensis dan B. velezensis), campuran (B. subtilis dan B. wiedmannii) dan konsorsium (PTM3) dalam menekan F. solani dan Meloidogyne spp. secara in vitro. Metode penelitian meliputi isolasi F. solani dan ekstraksi Meloidogyne spp. dari akar tanaman lada, uji patogenisitas, uji dual kultur dan uji mortalitas, serta karakterisasi fisiologi isolat bakteri endofit. Isolat F. solani dan Meloidogyne spp. terbukti bersifat patogenik pada bibit lada dan menyebabkan munculnya gejala penyakit kuning. Empat isolat bakteri endofit yang diuji mampu menghambat pertumbuhan miselium F. solani. Penghambatan tertinggi pada medium TSA ditunjukkan oleh isolat tunggal B. siamensis, yaitu sebesar 57.25%; sedangkan pada medium ADK ditunjukkan oleh isolat campuran B. subtilis dan B. wiedmannii, yaitu sebesar 56.47%. Mortalitas larva juvenil 2 Meloidogyne spp. mengalami peningkatan tertinggi pada perlakuan B. velezenziz, yaitu sebesar 75.24%. Isolat B. siamensis dan B. velevenzis menunjukkan aktivitas protease dan selulase; sedangkan isolat campuran B. subtilis dan B. wiedmannii serta isolat konsorsium PTM3 menunjukkan aktivitas kitinase, protease dan selulase.","PeriodicalId":31619,"journal":{"name":"Jurnal Fitopatologi Indonesia","volume":null,"pages":null},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-03-25","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"44670597","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}