Pub Date : 2023-12-18DOI: 10.14692/jfi.19.6.265-275
Hersanti, Nisrina Febrianti, L. Djaya
Penyakit moler karena cendawan Fusarium oxysporum f. sp. cepae merupakan penyakit utama pada bawang merah. Alternatif pengendalian yang ramah lingkungan ialah penggunaan kitosan dan silika berukuran nano. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kemampuan kitosan nano dan silika nano secara tunggal maupun campurannya untuk menekan perkembangan F. oxysporum secara in vitro dan in vivo, serta menentukan konsentrasi yang efektif. Uji in vitro disusun dalam rancangan acak lengkap pada medium uji ADK, sedangkan uji in vivo dilakukan pada bawang merah yang ditanam pada pot plastik yang disusun menggunakan rancangan acak kelompok. Perlakuan yang diuji ialah kitosan nano tunggal (50, 100, dan 200 ppm), silika nano tunggal (50, 100, dan 200 ppm), campuran kitosan nano 50 ppm + silika nano 50 ppm, campuran kitosan nano 100 ppm + silika nano 100 ppm, kontrol, dan fungisida berbahan aktif mankozeb 80% dengan konsentrasi 200 ppm, masing-masing perlakuan diulang sebanyak tiga kali. Hasil percobaan didapatkan bahwa dibandingkan dengan kontrol, semua perlakuan mampu menekan pertumbuhan koloni F. oxysporum dan menekan perkembangan penyakit moler pada tanaman bawang merah. Aplikasi kitosan nano tunggal konsentrasi 100 ppm, dan campuran kitosan nano 100 ppm + silika nano 100 ppm menghasilkan penghambatan koloni F. oxysporum tertinggi, yaitu sebesar 85.2% dan 81.3%, serupa dengan aplikasi fungisida mankozeb (83.5%). Campuran kitosan nano 100 ppm dan silika nano 100 ppm efektif menekan perkembangan penyakit moler bawang merah dengan penekanan sebesar 56.3%, setara dengan fungisida mankozeb yang penekanannya 50.5%.
{"title":"Effectiveness of Nano Chitosan and Nano Silica to Suppress the Growth of Fusarium oxysporum, the Cause of Twisting Disease on Shallot","authors":"Hersanti, Nisrina Febrianti, L. Djaya","doi":"10.14692/jfi.19.6.265-275","DOIUrl":"https://doi.org/10.14692/jfi.19.6.265-275","url":null,"abstract":"Penyakit moler karena cendawan Fusarium oxysporum f. sp. cepae merupakan penyakit utama pada bawang merah. Alternatif pengendalian yang ramah lingkungan ialah penggunaan kitosan dan silika berukuran nano. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kemampuan kitosan nano dan silika nano secara tunggal maupun campurannya untuk menekan perkembangan F. oxysporum secara in vitro dan in vivo, serta menentukan konsentrasi yang efektif. Uji in vitro disusun dalam rancangan acak lengkap pada medium uji ADK, sedangkan uji in vivo dilakukan pada bawang merah yang ditanam pada pot plastik yang disusun menggunakan rancangan acak kelompok. Perlakuan yang diuji ialah kitosan nano tunggal (50, 100, dan 200 ppm), silika nano tunggal (50, 100, dan 200 ppm), campuran kitosan nano 50 ppm + silika nano 50 ppm, campuran kitosan nano 100 ppm + silika nano 100 ppm, kontrol, dan fungisida berbahan aktif mankozeb 80% dengan konsentrasi 200 ppm, masing-masing perlakuan diulang sebanyak tiga kali. Hasil percobaan didapatkan bahwa dibandingkan dengan kontrol, semua perlakuan mampu menekan pertumbuhan koloni F. oxysporum dan menekan perkembangan penyakit moler pada tanaman bawang merah. Aplikasi kitosan nano tunggal konsentrasi 100 ppm, dan campuran kitosan nano 100 ppm + silika nano 100 ppm menghasilkan penghambatan koloni F. oxysporum tertinggi, yaitu sebesar 85.2% dan 81.3%, serupa dengan aplikasi fungisida mankozeb (83.5%). Campuran kitosan nano 100 ppm dan silika nano 100 ppm efektif menekan perkembangan penyakit moler bawang merah dengan penekanan sebesar 56.3%, setara dengan fungisida mankozeb yang penekanannya 50.5%.","PeriodicalId":31619,"journal":{"name":"Jurnal Fitopatologi Indonesia","volume":null,"pages":null},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-12-18","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"139172898","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2023-12-04DOI: 10.14692/jfi.19.6.253-264
D. Enyiukwu, A. C. Amadioha, I. Bassey
Rots and mycotoxin contamination of agro-produce are prevalent in tropical world. Aspergillus flavus is a major mycotoxigenic rot contaminant of tubers in Abia state, Nigeria. Consumption of mycotoxin contaminated foodstuffs accounts for 25% of medically important human diseases in Nigeria. The objective of this study was to assess antifungal activity of Alchornea cordifolia against A. flavus a mycotoxigenic rot pathogen of stored tuber produce both in vitro and in vivo. Isolates were made from rotted yam tubers and pathogenicity test carried out to confirm A. flavus as pathogen. Five concentrations (100-500 mg mL-1) of methanol leaf extracts of the plant and thiophanate-methyl–a standard fungicide–were evaluated against the growth of the fungus in culture and pathogen-induced rot development and spread in vivo. The experiment was made up of 7 treatments and 3 replicates laid out in CRD. The plant leaf extract demonstrated varying levels of inhibition of A. flavus in vitro and rot development and spread in living tissues of yam. About 56.38%–68.22% and 67.245–80.01% inhibition was recorded by 100 mg mL-1 and 500 mg mL-1 of A. cordifolia extract for spore germination respectively whereas the same concentrations reduced rot development from 60% in the control experiment to 21.80% and 12.10% respectively which compared favorably (P<0.05) with standard fungicide, thiophanate-methyl. The plant demonstrated strong antifungal activity in vitro and minimized A. flavus induced rot advancement in living yam tissues.
{"title":"Antifungal Activity of Leaf Extract of Alchornea cordifolia Against Aspergillus flavus the causal Agent of Yam Tuber Rot","authors":"D. Enyiukwu, A. C. Amadioha, I. Bassey","doi":"10.14692/jfi.19.6.253-264","DOIUrl":"https://doi.org/10.14692/jfi.19.6.253-264","url":null,"abstract":"Rots and mycotoxin contamination of agro-produce are prevalent in tropical world. Aspergillus flavus is a major mycotoxigenic rot contaminant of tubers in Abia state, Nigeria. Consumption of mycotoxin contaminated foodstuffs accounts for 25% of medically important human diseases in Nigeria. The objective of this study was to assess antifungal activity of Alchornea cordifolia against A. flavus a mycotoxigenic rot pathogen of stored tuber produce both in vitro and in vivo. Isolates were made from rotted yam tubers and pathogenicity test carried out to confirm A. flavus as pathogen. Five concentrations (100-500 mg mL-1) of methanol leaf extracts of the plant and thiophanate-methyl–a standard fungicide–were evaluated against the growth of the fungus in culture and pathogen-induced rot development and spread in vivo. The experiment was made up of 7 treatments and 3 replicates laid out in CRD. The plant leaf extract demonstrated varying levels of inhibition of A. flavus in vitro and rot development and spread in living tissues of yam. About 56.38%–68.22% and 67.245–80.01% inhibition was recorded by 100 mg mL-1 and 500 mg mL-1 of A. cordifolia extract for spore germination respectively whereas the same concentrations reduced rot development from 60% in the control experiment to 21.80% and 12.10% respectively which compared favorably (P<0.05) with standard fungicide, thiophanate-methyl. The plant demonstrated strong antifungal activity in vitro and minimized A. flavus induced rot advancement in living yam tissues.","PeriodicalId":31619,"journal":{"name":"Jurnal Fitopatologi Indonesia","volume":null,"pages":null},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-12-04","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"138602133","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2023-11-30DOI: 10.14692/jfi.19.6.246-252
Unun Triasih Unun Triasih, Imro’ah Ikarini, Sri Widyaningsih, R. C. Wicaksono
Penyakit utama tanaman jeruk yang disebabkan oleh cendawan dan bakteri dapat menghambat pertumbuhan tanaman sehingga berdampak terhadap penurunan produksi tanaman. Pengendalian yang diterapkan selama ini kebanyakan menggunakan pestisida kimia sintetis yang berpotensi memberi dampak negatif pada lingkungan dan kesehatan. Minyak atsiri dari kulit buah jeruk purut (Citrus hystric) mempunyai kandungan senyawa yang berpotensi dalam menghambat pertumbuhan patogen pada tanaman jeruk. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui aktivitas antifungal dan antibakteri minyak atsiri kulit buah jeruk purut pada lima konsentrasi 0.5%, 1%, 2%, 3%, dan 5% terhadap patogen tanaman jeruk, yaitu Colletotrichum gloeosporioides, Fusarium oxysporum, dan Xanthomonas axonopodis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua konsentrasi minyak atsiri yang diujikan mempunyai daya hambat kategori rendah terhadap F. oxysporum, dan kategori sedang terhadap C. gloeosporioides. Pengujian terhadap X. axonopodis menunjukkan daya hambat kategori kuat untuk konsentrasi 3% dan 5%. Minyak atsiri kulit buah jeruk purut berpotensi sebagai antifungal dan antibakteri pada tanaman jeruk dan dapat digunakan sebagai teknologi alternatif pengendalian yang ramah lingkungan dan aman.
{"title":"Antifungal and Antibacterial Activity of Essential Oils of Kaffir Citrus Fruit Peel Extract Against Important Pathogens of Citrus Plants","authors":"Unun Triasih Unun Triasih, Imro’ah Ikarini, Sri Widyaningsih, R. C. Wicaksono","doi":"10.14692/jfi.19.6.246-252","DOIUrl":"https://doi.org/10.14692/jfi.19.6.246-252","url":null,"abstract":"Penyakit utama tanaman jeruk yang disebabkan oleh cendawan dan bakteri dapat menghambat pertumbuhan tanaman sehingga berdampak terhadap penurunan produksi tanaman. Pengendalian yang diterapkan selama ini kebanyakan menggunakan pestisida kimia sintetis yang berpotensi memberi dampak negatif pada lingkungan dan kesehatan. Minyak atsiri dari kulit buah jeruk purut (Citrus hystric) mempunyai kandungan senyawa yang berpotensi dalam menghambat pertumbuhan patogen pada tanaman jeruk. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui aktivitas antifungal dan antibakteri minyak atsiri kulit buah jeruk purut pada lima konsentrasi 0.5%, 1%, 2%, 3%, dan 5% terhadap patogen tanaman jeruk, yaitu Colletotrichum gloeosporioides, Fusarium oxysporum, dan Xanthomonas axonopodis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua konsentrasi minyak atsiri yang diujikan mempunyai daya hambat kategori rendah terhadap F. oxysporum, dan kategori sedang terhadap C. gloeosporioides. Pengujian terhadap X. axonopodis menunjukkan daya hambat kategori kuat untuk konsentrasi 3% dan 5%. Minyak atsiri kulit buah jeruk purut berpotensi sebagai antifungal dan antibakteri pada tanaman jeruk dan dapat digunakan sebagai teknologi alternatif pengendalian yang ramah lingkungan dan aman.","PeriodicalId":31619,"journal":{"name":"Jurnal Fitopatologi Indonesia","volume":null,"pages":null},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-11-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"139200986","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2023-11-29DOI: 10.14692/jfi.19.6.238-245
Sane Wolagole, Agnes Virginia Simamora, M. V. Hahuly
Penelitian dilaksanakan untuk menentukan patogenisitas Botryodiplodia theobromae dalam menginfeksi batang cendana dan menguji kemampuan 10 isolat Trichoderma spp. dalam menghambat pertumbuhan dua isolat B. theobromae secara in vitro. Uji patogenisitas dilakukan dengan menginokulasi potongan isolat B. theobromae pada batang cendana. Uji antagonis dilakukan menggunakan metode kultur ganda dengan 10 isolat Trichoderma spp. dan dua isolat B. Theobromae sebagai kombinasi perlakuan. Hasil uji patogenisitas membuktikan bahwa B. theobromae menyebabkan gejala penyakit dimulai pada hari ke 30 setelah inokulasi. Hasil uji antagonis menunjukkan bahwa isolat-isolat Trichoderma spp. mampu menghambat pertumbuhan dua isolat B. theobromae melalui antibiosis dan kompetisi. Penghambatan terbaik terhadap B. theobromae Bt01 dicapai oleh T. viride TVJKS (53.20%), sedangkan penghambatan terbaik terhadap B. theobromae Bt02 dicapai oleh T. hamatum THAK (53.26%).
本研究旨在确定檀香木茎干感染 Botryodiplodia theobromae 的致病性,并测试 10 个毛霉属分离物在体外抑制两种 B. theobromae 分离物生长的能力。致病性试验是通过将 B. theobromae 分离物接种到檀香茎上进行的。采用双重培养法进行了拮抗试验,将 10 株毛霉分离株和 2 株檀香木疫霉分离株作为处理组合。可可碱树蛆作为处理组合。致病性试验结果表明,B. theobromae 从接种后第 30 天开始引起病害症状。拮抗试验结果表明,毛霉菌属分离物能够通过抗生素作用和竞争抑制两种可可碱杆菌分离物的生长。T. viride TVJKS(53.20%)对 Bt01 的抑制效果最好,而 T. hamatum THAK(53.26%)对 Bt02 的抑制效果最好。
{"title":"Pathogenicity of Botryodiplodia theobromae on Sandalwood Stems and Its in Vitro Inhibition by Trichoderma spp.","authors":"Sane Wolagole, Agnes Virginia Simamora, M. V. Hahuly","doi":"10.14692/jfi.19.6.238-245","DOIUrl":"https://doi.org/10.14692/jfi.19.6.238-245","url":null,"abstract":"Penelitian dilaksanakan untuk menentukan patogenisitas Botryodiplodia theobromae dalam menginfeksi batang cendana dan menguji kemampuan 10 isolat Trichoderma spp. dalam menghambat pertumbuhan dua isolat B. theobromae secara in vitro. Uji patogenisitas dilakukan dengan menginokulasi potongan isolat B. theobromae pada batang cendana. Uji antagonis dilakukan menggunakan metode kultur ganda dengan 10 isolat Trichoderma spp. dan dua isolat B. Theobromae sebagai kombinasi perlakuan. Hasil uji patogenisitas membuktikan bahwa B. theobromae menyebabkan gejala penyakit dimulai pada hari ke 30 setelah inokulasi. Hasil uji antagonis menunjukkan bahwa isolat-isolat Trichoderma spp. mampu menghambat pertumbuhan dua isolat B. theobromae melalui antibiosis dan kompetisi. Penghambatan terbaik terhadap B. theobromae Bt01 dicapai oleh T. viride TVJKS (53.20%), sedangkan penghambatan terbaik terhadap B. theobromae Bt02 dicapai oleh T. hamatum THAK (53.26%).","PeriodicalId":31619,"journal":{"name":"Jurnal Fitopatologi Indonesia","volume":null,"pages":null},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-11-29","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"139211737","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2023-11-28DOI: 10.14692/jfi.19.6.231-237
Asmar Hasan, Muhammad Taufik, L. O. S. Bande, Andi Khaeruni, Rahayu Mallarangeng, Gusnawaty HS, Asniah, Syair, Abdul Rahman
Gejala kuning keriting pada daun cabai umumnya disebabkan oleh infeksi Begomovirus. Daun tanaman terinfeksi tidak hanya mengalami perubahan warna sebagai indikator rusaknya klorofil tetapi juga mengalami perubahan morfologi bentuk. Penelitian ini bertujuan menguantifikasi gejala infeksi Begomovirus berdasarkan perubahan morfologi bentuk daun menggunakan pengolahan citra digital dan algoritma data mining yang akan memudahkan dalam pemantauan dan analisis perkembangan penyakit tanaman. Total 33 citra daun cabai rawit bergejala kuning keriting maupun tidak bergejala menjadi dataset penelitian ini. Citra daun cabai tersebut diolah dan diekstrak karakteristik bentuknya berupa circularity, aspect ratio, roundness, dan solidity menggunakan aplikasi Fiji-ImageJ. Selanjutnya dilakukan uji beda (uji-t), pengelompokan citra menggunakan algoritma Simple K-Means, dan evaluasi ketepatan hasil pengelompokan berdasarkan indeks ARI dan NMI. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum ada perbedaan bentuk yang nyata antara daun bergejala dengan daun tidak bergejala. Daun cabai rawit bergejala kuning keriting memiliki rata-rata nilai aspect ratio dan solidity yang lebih kecil dibandingkan daun cabai tidak bergejala, sebaliknya memiliki rata-rata nilai circularity dan roundness yang lebih besar dibandingkan daun cabai tidak bergejala. Evaluasi ketepatan pengelompokan sampel daun cabai rawit bergejala maupun tidak bergejala berdasarkan indeks ARI dan NMI menghasilkan nilai terbaik untuk pengelompokkan ke dalam dua kelompok.
辣椒叶片上的黄色卷曲症状一般是由 Begomovirus 感染引起的。受感染植株的叶片不仅会变色(叶绿素受损的指标),而且形态也会发生变化。本研究旨在利用数字图像处理和数据挖掘算法,根据叶片形状形态的变化来量化 Begomovirus 感染的症状,从而促进对植物病害发展的监测和分析。本研究共收集了 33 幅有黄卷症状和无症状的辣椒叶片图像。使用 Fiji-ImageJ 应用程序对辣椒叶片图像进行了处理,并提取了圆度、长宽比、圆度和实心度特征。 此外,还进行了 t 检验,使用简单 K-Means 算法对图像进行了聚类,并根据 ARI 和 NMI 指数对聚类结果的准确性进行了评估。结果表明,一般来说,有症状和无症状的叶片在形状上有显著差异。与无症状辣椒叶片相比,黄卷辣椒叶片的平均长宽比值和坚实度值较小,而与无症状辣椒叶片相比,黄卷辣椒叶片的平均圆度和圆度值较大。根据 ARI 和 NMI 指数对有症状和无症状辣椒叶片样本进行分组的准确性评估,得出了将其分为两组的最佳值。
{"title":"Morphometric Analysis of Chili Leaves with Yellow Curly Symptom Using Digital Image Processing Approach and Data Mining Algorithm","authors":"Asmar Hasan, Muhammad Taufik, L. O. S. Bande, Andi Khaeruni, Rahayu Mallarangeng, Gusnawaty HS, Asniah, Syair, Abdul Rahman","doi":"10.14692/jfi.19.6.231-237","DOIUrl":"https://doi.org/10.14692/jfi.19.6.231-237","url":null,"abstract":"Gejala kuning keriting pada daun cabai umumnya disebabkan oleh infeksi Begomovirus. Daun tanaman terinfeksi tidak hanya mengalami perubahan warna sebagai indikator rusaknya klorofil tetapi juga mengalami perubahan morfologi bentuk. Penelitian ini bertujuan menguantifikasi gejala infeksi Begomovirus berdasarkan perubahan morfologi bentuk daun menggunakan pengolahan citra digital dan algoritma data mining yang akan memudahkan dalam pemantauan dan analisis perkembangan penyakit tanaman. Total 33 citra daun cabai rawit bergejala kuning keriting maupun tidak bergejala menjadi dataset penelitian ini. Citra daun cabai tersebut diolah dan diekstrak karakteristik bentuknya berupa circularity, aspect ratio, roundness, dan solidity menggunakan aplikasi Fiji-ImageJ. Selanjutnya dilakukan uji beda (uji-t), pengelompokan citra menggunakan algoritma Simple K-Means, dan evaluasi ketepatan hasil pengelompokan berdasarkan indeks ARI dan NMI. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara umum ada perbedaan bentuk yang nyata antara daun bergejala dengan daun tidak bergejala. Daun cabai rawit bergejala kuning keriting memiliki rata-rata nilai aspect ratio dan solidity yang lebih kecil dibandingkan daun cabai tidak bergejala, sebaliknya memiliki rata-rata nilai circularity dan roundness yang lebih besar dibandingkan daun cabai tidak bergejala. Evaluasi ketepatan pengelompokan sampel daun cabai rawit bergejala maupun tidak bergejala berdasarkan indeks ARI dan NMI menghasilkan nilai terbaik untuk pengelompokkan ke dalam dua kelompok.","PeriodicalId":31619,"journal":{"name":"Jurnal Fitopatologi Indonesia","volume":null,"pages":null},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-11-28","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"139226665","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
{"title":"Cover Jurnal Fitopatologi Vol. 19 No. 5, September 2023","authors":"Editors Jurnal Fitopatologi Indonesia","doi":"10.14692/jfi.19.5.i","DOIUrl":"https://doi.org/10.14692/jfi.19.5.i","url":null,"abstract":"This editorial contains the front cover, editorial page, and back cover of the Jurnal Fitopatologi Vol. 19 No. 5, September 2023","PeriodicalId":31619,"journal":{"name":"Jurnal Fitopatologi Indonesia","volume":null,"pages":null},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-11-16","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"139269585","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2023-11-14DOI: 10.14692/jfi.19.5.215-229
None Khansa Amara, None Giyanto, None WIDODO, None I Made Sudiana
Fenomena tanah supresif telah banyak dikaji sebagai metode pengendalian penyakit tanaman alami di lapangan dan dicirikan dengan banyaknya sejumlah mikrob fungsional yang mampu menekan populasi patogen. Penelitian ini bertujuan mengetahui dan membandingkan komposisi bakteri fungsional pada tanah supresif dan kondusif layu fusarium. Metode penelitian terdiri atas pengambilan sampel tanah di lapangan, isolasi bakteri fungsional dari sampel tanah supresif (TS) dan kondusif (TK), penghitungan populasi dan jenis bakteri, penapisan berdasarkan keamanan hayati, dan karakterisasi bakteri fungsional dalam menekan Fusarium oxysporum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa populasi bakteri pada TS lebih tinggi dibandingkan TK, khususnya bakteri toleran panas dan Pseudomonas kelompok fluorescent. Hal ini didukung dengan tingginya nilai keanekaragaman bakteri fungsional pada TS (H’ 3.70 > 3) dibandingkan TK yang tergolong sedang (1 < H’ 2.07 < 3), dengan sebaran bakteri fungsional tergolong hampir merata dan tidak ditemukan adanya dominansi jenis tertentu pada TS maupun TK. Persentase bakteri nonpatogenik pada TS lebih tinggi dibandingkan TK, masing-masing 51% dan 23%. Bakteri tersebut berpotensi sebagai plant growth promoting bacteria (PGPB) dengan memproduksi IAA atau melarutkan fosfat saja, masing-masing 24% dan 10% pada TS, sedangkan pada TK masing-masing 14% dan 29%. Hanya bakteri yang berasal dari tanah supresif yang mampu memproduksi IAA sekaligus melarutkan fosfat dengan persentase sebanyak 48%.
{"title":"Composition of Functional Bacteria on Suppressive and Conducive Soil for Fusarium Wilt on Chilli (Capsicum annum)","authors":"None Khansa Amara, None Giyanto, None WIDODO, None I Made Sudiana","doi":"10.14692/jfi.19.5.215-229","DOIUrl":"https://doi.org/10.14692/jfi.19.5.215-229","url":null,"abstract":"Fenomena tanah supresif telah banyak dikaji sebagai metode pengendalian penyakit tanaman alami di lapangan dan dicirikan dengan banyaknya sejumlah mikrob fungsional yang mampu menekan populasi patogen. Penelitian ini bertujuan mengetahui dan membandingkan komposisi bakteri fungsional pada tanah supresif dan kondusif layu fusarium. Metode penelitian terdiri atas pengambilan sampel tanah di lapangan, isolasi bakteri fungsional dari sampel tanah supresif (TS) dan kondusif (TK), penghitungan populasi dan jenis bakteri, penapisan berdasarkan keamanan hayati, dan karakterisasi bakteri fungsional dalam menekan Fusarium oxysporum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa populasi bakteri pada TS lebih tinggi dibandingkan TK, khususnya bakteri toleran panas dan Pseudomonas kelompok fluorescent. Hal ini didukung dengan tingginya nilai keanekaragaman bakteri fungsional pada TS (H’ 3.70 > 3) dibandingkan TK yang tergolong sedang (1 < H’ 2.07 < 3), dengan sebaran bakteri fungsional tergolong hampir merata dan tidak ditemukan adanya dominansi jenis tertentu pada TS maupun TK. Persentase bakteri nonpatogenik pada TS lebih tinggi dibandingkan TK, masing-masing 51% dan 23%. Bakteri tersebut berpotensi sebagai plant growth promoting bacteria (PGPB) dengan memproduksi IAA atau melarutkan fosfat saja, masing-masing 24% dan 10% pada TS, sedangkan pada TK masing-masing 14% dan 29%. Hanya bakteri yang berasal dari tanah supresif yang mampu memproduksi IAA sekaligus melarutkan fosfat dengan persentase sebanyak 48%.","PeriodicalId":31619,"journal":{"name":"Jurnal Fitopatologi Indonesia","volume":null,"pages":null},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-11-14","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"134954719","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2023-11-03DOI: 10.14692/jfi.19.5.206-214
Rizki Abi Amrullah, Suryo Wiyono, Awang Maharijaya, Agus Purwito
Etiology of Anthracnose Disease on Shallots Caused by Colletotrichum gloeosporioides
Anthracnose disease can occur in all growth phases of shallot plants (Allium cepa var. aggregatum); however, disease development and characteristics of the causal agent are not yet known. This research was conducted to study the etiology of anthracnose disease through in vivo and in vitro approach, which includes symptom development, incubation period, and pathogen characteristics. Early symptom of the disease is indicated by the appearance of white spots which then enlarge and finally caused the tissue dies. The typical symptom involves the presence of a concentric orange-brown pattern on the spots with incubation period of 2-4 days. The morphological characteristics of the pathogen colony are white, the conidium is cylindrical, the hyphae are septate. Other character includes the presence of acervulus and setae. Molecular identification of the pathogen showed 99.51% homology with Colletotrichum gloeosporioides accession KT390192.1 from China which originates from tobacco plants.
青葱炭疽病菌的病原学研究
青葱(Allium cepa var. aggregatum)的所有生长阶段均可发生炭疽病;然而,疾病的发展和病原体的特征尚不清楚。本研究通过体内和体外方法研究炭疽病的病因学,包括症状发展、潜伏期和病原体特征。这种疾病的早期症状是出现白色斑点,然后扩大,最终导致组织死亡。典型的症状包括在斑点上出现一个同心的橙褐色图案,潜伏期为2-4天。病原菌菌落形态特征为白色,分生孢子圆柱形,菌丝分离。其他特征包括尖刺和刚毛的存在。分子鉴定结果表明,该病原菌与中国产烟草炭疽菌(Colletotrichum gloeosporioides)菌株KT390192.1同源性99.51%。
{"title":"Etiology of Anthracnose Disease on Shallots Caused by Colletotrichum gloeosporioides","authors":"Rizki Abi Amrullah, Suryo Wiyono, Awang Maharijaya, Agus Purwito","doi":"10.14692/jfi.19.5.206-214","DOIUrl":"https://doi.org/10.14692/jfi.19.5.206-214","url":null,"abstract":"Etiology of Anthracnose Disease on Shallots Caused by Colletotrichum gloeosporioides 
 Anthracnose disease can occur in all growth phases of shallot plants (Allium cepa var. aggregatum); however, disease development and characteristics of the causal agent are not yet known. This research was conducted to study the etiology of anthracnose disease through in vivo and in vitro approach, which includes symptom development, incubation period, and pathogen characteristics. Early symptom of the disease is indicated by the appearance of white spots which then enlarge and finally caused the tissue dies. The typical symptom involves the presence of a concentric orange-brown pattern on the spots with incubation period of 2-4 days. The morphological characteristics of the pathogen colony are white, the conidium is cylindrical, the hyphae are septate. Other character includes the presence of acervulus and setae. Molecular identification of the pathogen showed 99.51% homology with Colletotrichum gloeosporioides accession KT390192.1 from China which originates from tobacco plants.","PeriodicalId":31619,"journal":{"name":"Jurnal Fitopatologi Indonesia","volume":null,"pages":null},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-11-03","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"135869139","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Phytoplasma as a phytopathogenic prokaryote with a wide host range is a pathogen that needs more attention in Indonesia. This pathogen is relatively difficult to detect and identify due to its complicated biological properties. This study involved detection of phytoplasmas by polymerase chain reaction (PCR) technique with P1/P7 primers from seven symptomatic plants, i.e. Bermuda grass white leaf, bamboo yellows, witches’ broom of peanut, soybean, yard long bean, and cactus, and sweet potato little leaf. The phytoplasma DNA of the 16S rRNA gene resulting from PCR amplification was examined by digestion reaction using three endonuclease enzymes AluI, RSaI, and MSeI to generate restriction fragment length polymorphism (RFLP) profile. The seven diseased plants were confirmed positive to be associated with phytoplasma as indicated by the PCR product of 1800 bp. Based on the RFLP profiles of the three enzymes, the phytoplasmas were divided into two groups, namely group I (Bermuda grass and bamboo) and group II (peanuts, soybeans, yard long beans, cactus, and sweet potatoes). Cactus phytoplasma is a sub-group (strain) because it has a slightly different fragment of MSeI RFLP profile.
{"title":"Detection and Practical Differentiation of Phytoplasmas from Several Host Plants Using PCR-RFLP","authors":"Kikin Mutaqin, Purnama Hidayat, Budi Tjahjono, Yayi Munara Kusumah, Rusmilah Suseno","doi":"10.14692/jfi.19.5.188-195","DOIUrl":"https://doi.org/10.14692/jfi.19.5.188-195","url":null,"abstract":"Phytoplasma as a phytopathogenic prokaryote with a wide host range is a pathogen that needs more attention in Indonesia. This pathogen is relatively difficult to detect and identify due to its complicated biological properties. This study involved detection of phytoplasmas by polymerase chain reaction (PCR) technique with P1/P7 primers from seven symptomatic plants, i.e. Bermuda grass white leaf, bamboo yellows, witches’ broom of peanut, soybean, yard long bean, and cactus, and sweet potato little leaf. The phytoplasma DNA of the 16S rRNA gene resulting from PCR amplification was examined by digestion reaction using three endonuclease enzymes AluI, RSaI, and MSeI to generate restriction fragment length polymorphism (RFLP) profile. The seven diseased plants were confirmed positive to be associated with phytoplasma as indicated by the PCR product of 1800 bp. Based on the RFLP profiles of the three enzymes, the phytoplasmas were divided into two groups, namely group I (Bermuda grass and bamboo) and group II (peanuts, soybeans, yard long beans, cactus, and sweet potatoes). Cactus phytoplasma is a sub-group (strain) because it has a slightly different fragment of MSeI RFLP profile.","PeriodicalId":31619,"journal":{"name":"Jurnal Fitopatologi Indonesia","volume":null,"pages":null},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-10-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"135814865","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Chrysanthemum stunt viroid (CSVd) telah banyak dilaporkan menjadi salah satu faktor pembatas dalam usaha produksi bunga potong krisan. Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh perlakuan suhu rendah (5 ℃) dan antiviral ribavirin terhadap pertumbuhan dan pembebasan CSVd pada planlet krisan yang dikultur dari ujung tunas. Tanaman terinfeksi CSVd diperoleh dari kebun percobaan milik pemerintah di Cianjur, Jawa Barat. Penelitian dilakukan dengan beberapa tahap, yaitu 1) pengambilan sampel tanaman, 2) deteksi viroid dengan metode RT-PCR, 3) inisiasi eksplan dan perbanyakkan bahan tanaman secara in vitro, 4) perlakuan suhu rendah 5 ℃ dengan tiga taraf waktu inkubasi (1, 3, dan 5 bulan), 5) perlakuan antiviral ribavirin dengan tiga taraf konsentrasi (25, 100, dan 125 ppm), dan 6) konfirmasi bahan tanaman bebas viroid dengan RT-PCR. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyimpanan suhu rendah dan perlakuan ribavirin menurunkan laju pertambahan tinggi tunas dan jumlah daun. Sampai pada konsentrasi 125 ppm, walaupun menurunkan laju pertumbuhan tunas dan jumlah daun, ribavirin tidak menimbulkan toksisitas terhadap tanaman. Akan tetapi, kombinasi perlakuan suhu rendah (1, 3, dan 5 bulan) dengan ribavirin (25, 100, dan 125 ppm) belum mampu mengeliminasi CSVd dari jaringan pada semua taraf perlakuan.
{"title":"Application of Low Temperature and Antiviral for Elimination of Chrysanthemum stunt viroid and Its Effect on the Growth of Shoot Tip Culture of Chrysanthemum","authors":"Erniawati Diningsih, Safani Aryantika, Indijarto Budi Rahardjo, Wakiah Nuryani, None Hanudin, Ifa Manzila","doi":"10.14692/jfi.19.5.196-205","DOIUrl":"https://doi.org/10.14692/jfi.19.5.196-205","url":null,"abstract":"Chrysanthemum stunt viroid (CSVd) telah banyak dilaporkan menjadi salah satu faktor pembatas dalam usaha produksi bunga potong krisan. Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh perlakuan suhu rendah (5 ℃) dan antiviral ribavirin terhadap pertumbuhan dan pembebasan CSVd pada planlet krisan yang dikultur dari ujung tunas. Tanaman terinfeksi CSVd diperoleh dari kebun percobaan milik pemerintah di Cianjur, Jawa Barat. Penelitian dilakukan dengan beberapa tahap, yaitu 1) pengambilan sampel tanaman, 2) deteksi viroid dengan metode RT-PCR, 3) inisiasi eksplan dan perbanyakkan bahan tanaman secara in vitro, 4) perlakuan suhu rendah 5 ℃ dengan tiga taraf waktu inkubasi (1, 3, dan 5 bulan), 5) perlakuan antiviral ribavirin dengan tiga taraf konsentrasi (25, 100, dan 125 ppm), dan 6) konfirmasi bahan tanaman bebas viroid dengan RT-PCR. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyimpanan suhu rendah dan perlakuan ribavirin menurunkan laju pertambahan tinggi tunas dan jumlah daun. Sampai pada konsentrasi 125 ppm, walaupun menurunkan laju pertumbuhan tunas dan jumlah daun, ribavirin tidak menimbulkan toksisitas terhadap tanaman. Akan tetapi, kombinasi perlakuan suhu rendah (1, 3, dan 5 bulan) dengan ribavirin (25, 100, dan 125 ppm) belum mampu mengeliminasi CSVd dari jaringan pada semua taraf perlakuan.","PeriodicalId":31619,"journal":{"name":"Jurnal Fitopatologi Indonesia","volume":null,"pages":null},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-10-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"135869452","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}