Salah satu penyebab kegagalan menyusui pada ibu antara lain kurangnya kepercayaan diri pada ibu. Relaksasi autogenic training (RAT) merupakan metode untuk meningkatkan rasa percaya diri dan membangun pikiran positif ibu. Hal ini sesuai dengan teori keperawatan self-care dari Orem yang bertujuan membantu ibu mencapai kemandirian untuk mempertahankan hidup, kesehatan, perkembangan, dan kesejahteraan. Tujuan penelitian: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek RAT terhadap keberhasilan menyusui pada ibu postpartum. Metode: Desain penelitian ini menggunakan quasi experiment dengan rancangan nonequivalent control group design. Sampel terdiri dari masing-masing 15 responden untuk kelompok intervensi dan kelompok kontrol. RAT diberikan melalui media audio voice selama 10-15 menit sebanyak 2-3 kali sehari selama 7 hari. Posttest dilakukan dengan cara observasi melalui kunjungan pada hari ketujuh. Instrumen Via Christi Breastfeeding Assessment Tool yang telah valid dan reliabel digunakan untuk menilai keberhasilan menyusui. Analisis data menggunakan t-test. Hasil: ibu yang melakukan RAT bisa menyusui lebih efektif dibanding kelompok kontrol (p=0,000). Diskusi: RAT memberikan ketenangan dan kemudahan kepada responden dalam membantu meningkatkan keberhasilan menyusui karena memiliki efek relaksasi. Kesimpulan: RAT efektif terhadap keberhasilan menyusui. Oleh karena itu RAT dapat digunakan oleh perawat sebagai sebuah asuhan keperawatan dalam program dukungan ibu menyusui di rumah sakit atau fasilitas kesehatan.Kata Kunci: autogenic training, menyusui, relaksasi Relaxation Effects of Autogenic Training on Lactation Success in Post Partum Mothers ABSTRACTOne of the causes of failure to breastfeed, among others, is a lack of confidence in mothers. Autogenic relaxation training (RAT) is a method to increase self-confidence and build positive thoughts for mothers. This is in accordance with Orem's self-care nursing theory, which aims to help mothers achieve independence to maintain life, health, development, and well-being. Objective: This research aims to reveal the effect of RAT on breastfeeding success in postpartum mothers. Methods: This research employed a quasi-experimental design with a nonequivalent control group design. The samples consisted of an intervention group and a control group, with 15 respondents for each. RAT was given through audio voice media for 10-15 minutes 2-3 times a day for 7 days. The posttest was conducted using observation through visits on the seventh day. A valid and reliable instrument of the Via Christi Breastfeeding Assessment Tool was used to assess breastfeeding success. Data were analyzed using a t-test. Results: Mothers who did RAT could breastfeed more effectively than the control group (p=0.000). Discussion: RAT provides comfort and convenience to respondents in helping to increase breastfeeding success because it has a relaxing effect. Conclusion: RAT is effective for breastfeeding success. Therefore, nurses c
母乳喂养失败的原因之一是对母亲缺乏信心。放松自生训练是一种增强自尊和建立积极思考的方法。这符合Orem的自我照顾理论,该理论旨在帮助母亲实现自力更生、维持生命、健康、发展和繁荣。研究目的:研究的目的是确定老鼠对产后哺乳成功的影响。方法:本研究的设计采用了非equivalent control group设计的实验性质。样本由15名受访者组成的干预小组和控制组。在7天里,老鼠每天通过音频声音传播10-15分钟,有时2-3次。通过对第七天的访问进行观察。通过Christi breastfeed设备设备的有效和可利用途用于评估母乳喂养的成功。使用t测试的数据分析。结果:鼠妈妈比控制妈妈更能有效地哺乳。讨论:鼠鼠在促进母乳喂养成功方面提供安静和放松,因为它有放松的效果。结论:老鼠对成功哺乳是有效的。因此,鼠可以被护士用作护理护理计划中的护理计划,在医院或医疗机构。关键词:自宫训练、哺乳期训练、自宫训练的放松放松效果。自生关系训练(RAT)是一种方法,可以增加自己的自信,为母亲建立积极的思想。这是与Orem的自我照顾护理理论相协调的,它可以帮助母亲实现独立,促进生活、健康、发展和美好。这项研究揭示了老鼠在产后成功交配时的效果。方法:这项研究采用了一种新型的设计,采用了一种非equivalent的设计。样本被认为是一个干预小组和一个控制小组,每个小组有15人的责任。鼠每天通过音频媒体播送10-15分钟2- 7次。posttest是在第七天被仔细观察的。基督面包呼吸设备公司过去常常取得成功,这是一种有效而可靠的工具。数据是用t测试对其进行分析。推荐:比控制组更有效的繁殖母亲。讨论:鼠提供舒适和任务,帮助增加乳房馈赠成功,因为它有一个联系效应。结论:这只老鼠对乳房馈线成功的效果。因此,护士可以像医院支持母亲支持项目或健康方面的护理一样使用RAT。自动训练,放血,放松
{"title":"EFEK RELAKSASI AUTOGENIC TRAINING TERHADAP KEBERHASILAN MASA AWAL LAKTASI PADA IBU POSTPARTUM","authors":"Iis Sri Hardiati","doi":"10.32419/jppni.v5i2.228","DOIUrl":"https://doi.org/10.32419/jppni.v5i2.228","url":null,"abstract":"Salah satu penyebab kegagalan menyusui pada ibu antara lain kurangnya kepercayaan diri pada ibu. Relaksasi autogenic training (RAT) merupakan metode untuk meningkatkan rasa percaya diri dan membangun pikiran positif ibu. Hal ini sesuai dengan teori keperawatan self-care dari Orem yang bertujuan membantu ibu mencapai kemandirian untuk mempertahankan hidup, kesehatan, perkembangan, dan kesejahteraan. Tujuan penelitian: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek RAT terhadap keberhasilan menyusui pada ibu postpartum. Metode: Desain penelitian ini menggunakan quasi experiment dengan rancangan nonequivalent control group design. Sampel terdiri dari masing-masing 15 responden untuk kelompok intervensi dan kelompok kontrol. RAT diberikan melalui media audio voice selama 10-15 menit sebanyak 2-3 kali sehari selama 7 hari. Posttest dilakukan dengan cara observasi melalui kunjungan pada hari ketujuh. Instrumen Via Christi Breastfeeding Assessment Tool yang telah valid dan reliabel digunakan untuk menilai keberhasilan menyusui. Analisis data menggunakan t-test. Hasil: ibu yang melakukan RAT bisa menyusui lebih efektif dibanding kelompok kontrol (p=0,000). Diskusi: RAT memberikan ketenangan dan kemudahan kepada responden dalam membantu meningkatkan keberhasilan menyusui karena memiliki efek relaksasi. Kesimpulan: RAT efektif terhadap keberhasilan menyusui. Oleh karena itu RAT dapat digunakan oleh perawat sebagai sebuah asuhan keperawatan dalam program dukungan ibu menyusui di rumah sakit atau fasilitas kesehatan.Kata Kunci: autogenic training, menyusui, relaksasi Relaxation Effects of Autogenic Training on Lactation Success in Post Partum Mothers ABSTRACTOne of the causes of failure to breastfeed, among others, is a lack of confidence in mothers. Autogenic relaxation training (RAT) is a method to increase self-confidence and build positive thoughts for mothers. This is in accordance with Orem's self-care nursing theory, which aims to help mothers achieve independence to maintain life, health, development, and well-being. Objective: This research aims to reveal the effect of RAT on breastfeeding success in postpartum mothers. Methods: This research employed a quasi-experimental design with a nonequivalent control group design. The samples consisted of an intervention group and a control group, with 15 respondents for each. RAT was given through audio voice media for 10-15 minutes 2-3 times a day for 7 days. The posttest was conducted using observation through visits on the seventh day. A valid and reliable instrument of the Via Christi Breastfeeding Assessment Tool was used to assess breastfeeding success. Data were analyzed using a t-test. Results: Mothers who did RAT could breastfeed more effectively than the control group (p=0.000). Discussion: RAT provides comfort and convenience to respondents in helping to increase breastfeeding success because it has a relaxing effect. Conclusion: RAT is effective for breastfeeding success. Therefore, nurses c","PeriodicalId":356951,"journal":{"name":"Jurnal Persatuan Perawat Nasional Indonesia (JPPNI)","volume":"649 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-08-19","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"123454845","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Imunisasi merupakan upaya mengurangi morbiditas dan mortalitas anak, namun masih banyak anak yang belum menerima imunisasi. Angka kematian balita di dunia yang disebabkan oleh penyakit yang bisa dicegah dengan imunisasi (PD3I) mencapai 1,4 juta orang per tahun. Dikhawatirkan PD3I ini dapat menyebar dengan mudah dari anak yang terinfeksi ke anak yang tidak diimunisasi atau tidak memiliki kekebalan terhadap penyakit tersebut. Hal ini berisiko meningkatkan angka mortalitas anak Tujuan Penelitian: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan orang tua, terutama ibu, dalam memberikan imunisasi dasar lengkap kepada bayi. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif non eksperimental dengan desain cross sectional. Responden sebanyak 100 orang ibu yang diambil menggunakan teknik purposive sampling. Pengambilan data dilakukan di Kelurahan Meteseh menggunakan kuesioner yang sudah valid dan reliabel. Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji Chi-Square. Hasil: Analisis bivariat menunjukkan bahwa usia, pekerjaan, jumlah paritas, agama , dan pengetahuan ibu tentang Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) tidak berhubungan dengan kepatuhan orang tua dalam memberikan imunisasi dasar lengkap pada bayi (p>0,05). Diskusi: Penelitian ini membuktikan bahwa kematangan usia ibu tidak selalu berhubungan dengan kepatuhannya dalam memberikan imunisasi dasar. Kepatuhan ini juga tidak berhubungan dengan oleh kesibukan ibu dalam bekerja maupun mengurus anak serta pengalamannya menjadi seorang ibu. Adanya keyakinan pada agama tertentu mengenai imunisasi, serta pengetahuan yang dimiliki ibu mengenai KIPI juga terbukti tidak berhubungan dengan kepatuhan ibu dalam memberikan imunisasi. Kesimpulan: Faktor demografi ibu tidak senantiasa berhubungan dengan kepatuhannya dalam memberikan imunisasi dasar lengkap pada bayi, namun imunisasi ini tetap perlu diberikan sebagai upaya mengurangi risiko bayi tertular PD3I. Kata Kunci: ibu, imunisasi, kepatuhan Factors Correlated with Parental Adherence in Providing Complete Basic Immunization ABSTRACTImmunization is an effort to reduce child morbidity and mortality, but many children still have not received immunizations. The mortality rate for children under five in the world caused by immunization-preventable diseases reaches 1.4 million people per year. It is feared that the immunization-preventable diseases can spread easily from infected children to non-immunized children or have no immunity to the disease. This has the risk of increasing child mortality. Objective: This research aims to reveal the factors related to parents' adherence, especially mothers, in providing complete basic immunization to infants. Methods: This research is a non-experimental quantitative study with a cross-sectional design. Respondents were 100 mothers who were taken using the purposive sampling technique. Data were collected in Meteseh Village using a valid and reliable questionnaire. Data were
{"title":"Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kepatuhan Orang Tua dalam Pemberian Imunisasi Dasar Lengkap","authors":"Layalia Azka Rahmatina, Meira Erawati","doi":"10.32419/JPPNI.V5I1.204","DOIUrl":"https://doi.org/10.32419/JPPNI.V5I1.204","url":null,"abstract":"Imunisasi merupakan upaya mengurangi morbiditas dan mortalitas anak, namun masih banyak anak yang belum menerima imunisasi. Angka kematian balita di dunia yang disebabkan oleh penyakit yang bisa dicegah dengan imunisasi (PD3I) mencapai 1,4 juta orang per tahun. Dikhawatirkan PD3I ini dapat menyebar dengan mudah dari anak yang terinfeksi ke anak yang tidak diimunisasi atau tidak memiliki kekebalan terhadap penyakit tersebut. Hal ini berisiko meningkatkan angka mortalitas anak Tujuan Penelitian: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan orang tua, terutama ibu, dalam memberikan imunisasi dasar lengkap kepada bayi. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif non eksperimental dengan desain cross sectional. Responden sebanyak 100 orang ibu yang diambil menggunakan teknik purposive sampling. Pengambilan data dilakukan di Kelurahan Meteseh menggunakan kuesioner yang sudah valid dan reliabel. Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji Chi-Square. Hasil: Analisis bivariat menunjukkan bahwa usia, pekerjaan, jumlah paritas, agama , dan pengetahuan ibu tentang Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) tidak berhubungan dengan kepatuhan orang tua dalam memberikan imunisasi dasar lengkap pada bayi (p>0,05). Diskusi: Penelitian ini membuktikan bahwa kematangan usia ibu tidak selalu berhubungan dengan kepatuhannya dalam memberikan imunisasi dasar. Kepatuhan ini juga tidak berhubungan dengan oleh kesibukan ibu dalam bekerja maupun mengurus anak serta pengalamannya menjadi seorang ibu. Adanya keyakinan pada agama tertentu mengenai imunisasi, serta pengetahuan yang dimiliki ibu mengenai KIPI juga terbukti tidak berhubungan dengan kepatuhan ibu dalam memberikan imunisasi. Kesimpulan: Faktor demografi ibu tidak senantiasa berhubungan dengan kepatuhannya dalam memberikan imunisasi dasar lengkap pada bayi, namun imunisasi ini tetap perlu diberikan sebagai upaya mengurangi risiko bayi tertular PD3I. Kata Kunci: ibu, imunisasi, kepatuhan Factors Correlated with Parental Adherence in Providing Complete Basic Immunization ABSTRACTImmunization is an effort to reduce child morbidity and mortality, but many children still have not received immunizations. The mortality rate for children under five in the world caused by immunization-preventable diseases reaches 1.4 million people per year. It is feared that the immunization-preventable diseases can spread easily from infected children to non-immunized children or have no immunity to the disease. This has the risk of increasing child mortality. Objective: This research aims to reveal the factors related to parents' adherence, especially mothers, in providing complete basic immunization to infants. Methods: This research is a non-experimental quantitative study with a cross-sectional design. Respondents were 100 mothers who were taken using the purposive sampling technique. Data were collected in Meteseh Village using a valid and reliable questionnaire. Data were","PeriodicalId":356951,"journal":{"name":"Jurnal Persatuan Perawat Nasional Indonesia (JPPNI)","volume":"58 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-08-11","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"133975828","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Masih rendahnya kepatuhan regimen terapi walaupun program prolanis sudah dijalankan menyebabkan kejadian hipertensi di wilayah puskesmas Gombong II dengan kejadian hipertensi yang masih tinggi. Tujuan penelitian: Mengetahui gambaran kepatuhan regimen terapi pada klien hipertensi di wilayah Puskesmas Gombong II. Metode: Penderita hipertensi dengan usia ≥ 18 tahun sampai 65 tahun di Wilayah Puskesmas Gombong II, terdiagnosis hipertensi berdasarkan rekam medis dan bersedia menjadi responden sebagai kriteria inklusi. Desain cross-sectional digunakan pada klien hipertensi sebanyak 107 responden dari tanggal 16 Mei-31 Mei 2019 menggunakan quota sampling. Instrumen Hill-Bone HBP Compliance to High Blood Pressure Therapy Scale digunakan. Didapatkan 9 pernyataan valid dengan nilai korelasi ≥ 0,361 dan 5 pernyataan tidak valid dengan nilai korelasi <0,361. Uji reliabilitas sebesar 0,753(Cronbach Alfa). Hasil: Data dianalisis menggunakan analisis univariat dan bivariat kai square. Didapatkan sebesar 61,7% (n=66) tidak patuh terhadap regimen terapi hipertensi. Sebesar 66,4% patuh terhadap diet rendah garam, 60,7% tidak patuh pemeriksaan rutin ke pelayanan kesehatan, dan 58,9% tidak patuh terhadap konsumsi obat. Ada hubungan antara keanggotaan prolanis dengan kepatuhan regimen terapeutik (pvalue: 0,001). Diskusi: Alasan klien hipertensi tidak patuh regimen terapi karena sudah merasa sehat, mengkonsumsi obat tradisional, ketidaknyamanan karena pengobatan yang kompleks, merasa lupa dan sibuk. Dari ketiga domain kepatuhan, domain pengurangan konsumsi garam dipatuhi oleh sebagian besar responden. Keanggotaan prolanis dapat menjadi faktor yang dapat meningkatkan kepatuhan. Kesimpulan: Penelitian ini menunjukkan sebagian besar responden tidak patuh terhadap regimen terapi, sehingga perlu meningkatkan strategi yang lebih efektif dalam meningkatkan kepatuhan regimen terapi.Kata kunci: Hipertensi, Kepatuhan regimen terapi, Konsumsi Garam, Pemeriksaan rutin, Konsumsi obatABSTRACTThe low adherence to the therapy regimen even though the prolanis program has been implemented has caused the incidence of hypertension in the Gombong II health center area with high incidence of hypertension. The research objective: To determine the description of therapy regimen adherence to hypertensive clients in the area of Gombong II Health Center. Methods: Patients with hypertension aged ≥ 18 years to 65 years in the Gombong II Community Health Center, diagnosed with hypertension based on medical records and willing to become respondents as the inclusion criteria. The cross-sectional design was used for 107 hypertensive clients from 16 May-31 May 2019 using quota sampling. The Hill-Bone HBP Compliance to High Blood Pressure Therapy Scale instrument was used. There were 9 valid statements with a correlation value ≥ 0.361 and 5 invalid statements with a correlation value <0.361. Reliability test of 0.753 (Cronbach Alfa). Results: Data were analyzed using univariate and bivariate kai square
尽管prolanis计划已经实施,导致puskesmas Gombong II地区发生高血压,仍然存在严重的高血压症状,但它仍然是低遵从性治疗区域。研究目的:确定Puskesmas Gombong II地区高血压客户的适应性治疗方案。方法:高血压患者的年龄≥18岁至65岁之间地区诊所Gombong II,诊断高血压根据病历并愿意成为受访者包容作为标准。自2019年5月16日至5月31日至5月16日至5月31日,共有107名高血压患者采用采样quota样本。山骨HBP仪器使用高压疗法。≥9声明无效值的相关性得到0.361和相关性值< 0.361 5声明无效。可靠性测试为0.753。结果:数据使用独角兽和双变量kai广场分析。因不愿接受高血压治疗养生法而获得61.7% (n=66)。66.4%的人吃低盐饮食,60.7%的人不定期体检,58.9%的人不吃药物。prolanis的成员资格与治疗养生区块(p价值:0.001)之间存在联系。讨论:客户不服从养生疗法的原因是感觉良好、服用传统药物、复杂治疗的不适、健忘和忙碌。在这三个领域中,大多数受访者都遵守减少盐消费量的领域。拓荒者的成员资格可以是增加服从的一个因素。结论:本研究表明,大多数受访者不服从治疗养生法,因此有必要在改善治疗养生法方面提高更有效的策略。关键词:高血压、顺从性药物治疗、盐摄入量、定期检查、obatabstractence治疗领域的低成瘾性,尽管该项目已经实现,已导致中音第二健康中心高强度高血压的原因。研究目标:确定治疗的描述养生科在圆头II健康中心内的高张力偏高引入。方法:病人和hypertension老≥18年里的65年Gombong II社区卫生中心,diagnosed with hypertension改编自医疗纪录大全》和美国愿意成为respondents inclusion criteria。交叉设计于2019年5月16日至31日使用了quota采样quota,采用了107次超高速定位仪。山骨高压治疗器械用完了。有些相关价值≥9无效statements with a 0.361和5 invalid相关价值< 0.361 statements with a。0753的可靠性测试。建议:数据分析使用单变量和双变量广场分析。我发现有61.7% (n = 66)没有接受超敏治疗养生科。是说to be obedient如果替out the percentage是≥80%》是说questionnaire and It has to be disobedient如果the percentage是80%。66.4%的人推荐低盐饮食,60%。7%的人没有接受健康服务的检查,58.9%的人没有抱怨毒品消费。在治疗区域有一种关系。反对:针对高血压患者的赔偿并不适用于治疗养生组织,因为它们已经感到健康,服用传统药物,无法适应适应治疗,感到厌倦和忙碌。在这三种说法中,减少盐凝血的概念被大多数人遵守。会员可能是比较复杂的因素。结论:这项研究表明,大多数反应者并不喜欢治疗养生法,所以有必要改进一种更有效的策略,增加治疗养生法的一致性。关键词:高血压,治疗区域成瘾,盐收缩,日常研究,药物治疗
{"title":"Gambaran Kepatuhan Regimen Terapi Pada Klien Hipertensi Di Wilayah Puskesmas Gombong II","authors":"Dikha Ayu Kurnia, Nurul Aini Sabichiyyah","doi":"10.32419/jppni.v5i1.214","DOIUrl":"https://doi.org/10.32419/jppni.v5i1.214","url":null,"abstract":"Masih rendahnya kepatuhan regimen terapi walaupun program prolanis sudah dijalankan menyebabkan kejadian hipertensi di wilayah puskesmas Gombong II dengan kejadian hipertensi yang masih tinggi. Tujuan penelitian: Mengetahui gambaran kepatuhan regimen terapi pada klien hipertensi di wilayah Puskesmas Gombong II. Metode: Penderita hipertensi dengan usia ≥ 18 tahun sampai 65 tahun di Wilayah Puskesmas Gombong II, terdiagnosis hipertensi berdasarkan rekam medis dan bersedia menjadi responden sebagai kriteria inklusi. Desain cross-sectional digunakan pada klien hipertensi sebanyak 107 responden dari tanggal 16 Mei-31 Mei 2019 menggunakan quota sampling. Instrumen Hill-Bone HBP Compliance to High Blood Pressure Therapy Scale digunakan. Didapatkan 9 pernyataan valid dengan nilai korelasi ≥ 0,361 dan 5 pernyataan tidak valid dengan nilai korelasi <0,361. Uji reliabilitas sebesar 0,753(Cronbach Alfa). Hasil: Data dianalisis menggunakan analisis univariat dan bivariat kai square. Didapatkan sebesar 61,7% (n=66) tidak patuh terhadap regimen terapi hipertensi. Sebesar 66,4% patuh terhadap diet rendah garam, 60,7% tidak patuh pemeriksaan rutin ke pelayanan kesehatan, dan 58,9% tidak patuh terhadap konsumsi obat. Ada hubungan antara keanggotaan prolanis dengan kepatuhan regimen terapeutik (pvalue: 0,001). Diskusi: Alasan klien hipertensi tidak patuh regimen terapi karena sudah merasa sehat, mengkonsumsi obat tradisional, ketidaknyamanan karena pengobatan yang kompleks, merasa lupa dan sibuk. Dari ketiga domain kepatuhan, domain pengurangan konsumsi garam dipatuhi oleh sebagian besar responden. Keanggotaan prolanis dapat menjadi faktor yang dapat meningkatkan kepatuhan. Kesimpulan: Penelitian ini menunjukkan sebagian besar responden tidak patuh terhadap regimen terapi, sehingga perlu meningkatkan strategi yang lebih efektif dalam meningkatkan kepatuhan regimen terapi.Kata kunci: Hipertensi, Kepatuhan regimen terapi, Konsumsi Garam, Pemeriksaan rutin, Konsumsi obatABSTRACTThe low adherence to the therapy regimen even though the prolanis program has been implemented has caused the incidence of hypertension in the Gombong II health center area with high incidence of hypertension. The research objective: To determine the description of therapy regimen adherence to hypertensive clients in the area of Gombong II Health Center. Methods: Patients with hypertension aged ≥ 18 years to 65 years in the Gombong II Community Health Center, diagnosed with hypertension based on medical records and willing to become respondents as the inclusion criteria. The cross-sectional design was used for 107 hypertensive clients from 16 May-31 May 2019 using quota sampling. The Hill-Bone HBP Compliance to High Blood Pressure Therapy Scale instrument was used. There were 9 valid statements with a correlation value ≥ 0.361 and 5 invalid statements with a correlation value <0.361. Reliability test of 0.753 (Cronbach Alfa). Results: Data were analyzed using univariate and bivariate kai square","PeriodicalId":356951,"journal":{"name":"Jurnal Persatuan Perawat Nasional Indonesia (JPPNI)","volume":"34 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-08-11","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"125633606","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Kebiasaan makan yang tidak baik pada masa remaja dalam rentang usia 10-19 tahun dapat menghambat proses pertumbuhan fisik, perkembangan dan performa akademik. Studi pendahuluan mendapatkan tujuh dari sepuluh remaja memiliki kebiasaan makan yang tidak baik. Tujuan: untuk mengidentifikasi hubungan kebiasaan makan dengan status gizi remaja di asrama. Metode: penelitian kuantitatif korelasional ini menggunakan populasi remaja berusia 18-19 tahun yang bertempat tinggal di asrama satu fakultas di Indonesia bagian barat. Teknik sampel yang digunakan adalah total sampling sebanyak 192 responden. Instrumen untuk mengukur kebiasaan makan menggunakan instrumen yang telah valid dan reliabel. Status gizi didapatkan melalui penghitungan z-score dari tabel Standar Antropometri. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis bivariat. Hasil: Didapatkan lebih dari setengah responden memiliki kebiasaan makan yang baik (58,3%) dan mayoritas status gizi responden berada dalam kondisi normal (91,1%). Analisis bivariat menunjukkan tidak adanya hubungan bermakna antara kebiasaan makan dengan status gizi remaja asrama (p=0,764). Diskusi: Hampir setengah dari responden memiliki kebiasaan makan yang tidak baik walau berada dalam satu asrama yang sama. Monitoring asupan makanan dan budaya makan remaja diperlukan untuk mempertahankan status gizi yang baik. Simpulan: Kebiasaan makan yang baik dan status gizi remaja asrama tetap harus dipertahankan untuk mendukung pertumbuhan dan performa akademik dan klinik yang optimal.Kata Kunci: Kebiasaan makan, remaja, status gizi Correlation Between Eating Habits and Nutritional Status of Adolescents at DormitoryABSTRACTBad eating habits in adolescence in the age range of 10-19 years can inhibit the process of physical growth, development, and academic performance. Preliminary studies found that seven out of ten adolescents have bad eating habits. Objective: To identify the correlation between eating habits and nutritional status of adolescents at the dormitory. Methods: This quantitative correlational study employed a population of adolescents aged 18-19 years who lived in a dormitory at one faculty in western Indonesia. Samples were taken using a total sampling of 192 respondents. The instruments to measure eating habits were valid and reliable. Nutritional status was obtained by calculating the z-score from the Anthropometric Standards table. Data were analyzed using bivariate analysis. Results: It was found that more than half of the respondents had good eating habits (58.3%), and most of the respondents' nutritional status was in normal condition (91.1%). Bivariate analysis indicated no significant correlation between eating habits and the nutritional status of adolescents at the dormitory (p=0.764). Discussion: Almost half of all respondents had bad eating habits, although they were in the same dormitory. Monitoring of the food intake and adolescent eating culture is needed to maintain a good nutritional status. Conc
{"title":"Hubungan Kebiasaan Makan dengan Status Gizi Remaja Asrama","authors":"Lia Kartika, Livoina Gita Kasih Tinambunan","doi":"10.32419/jppni.v5i1.205","DOIUrl":"https://doi.org/10.32419/jppni.v5i1.205","url":null,"abstract":"Kebiasaan makan yang tidak baik pada masa remaja dalam rentang usia 10-19 tahun dapat menghambat proses pertumbuhan fisik, perkembangan dan performa akademik. Studi pendahuluan mendapatkan tujuh dari sepuluh remaja memiliki kebiasaan makan yang tidak baik. Tujuan: untuk mengidentifikasi hubungan kebiasaan makan dengan status gizi remaja di asrama. Metode: penelitian kuantitatif korelasional ini menggunakan populasi remaja berusia 18-19 tahun yang bertempat tinggal di asrama satu fakultas di Indonesia bagian barat. Teknik sampel yang digunakan adalah total sampling sebanyak 192 responden. Instrumen untuk mengukur kebiasaan makan menggunakan instrumen yang telah valid dan reliabel. Status gizi didapatkan melalui penghitungan z-score dari tabel Standar Antropometri. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis bivariat. Hasil: Didapatkan lebih dari setengah responden memiliki kebiasaan makan yang baik (58,3%) dan mayoritas status gizi responden berada dalam kondisi normal (91,1%). Analisis bivariat menunjukkan tidak adanya hubungan bermakna antara kebiasaan makan dengan status gizi remaja asrama (p=0,764). Diskusi: Hampir setengah dari responden memiliki kebiasaan makan yang tidak baik walau berada dalam satu asrama yang sama. Monitoring asupan makanan dan budaya makan remaja diperlukan untuk mempertahankan status gizi yang baik. Simpulan: Kebiasaan makan yang baik dan status gizi remaja asrama tetap harus dipertahankan untuk mendukung pertumbuhan dan performa akademik dan klinik yang optimal.Kata Kunci: Kebiasaan makan, remaja, status gizi Correlation Between Eating Habits and Nutritional Status of Adolescents at DormitoryABSTRACTBad eating habits in adolescence in the age range of 10-19 years can inhibit the process of physical growth, development, and academic performance. Preliminary studies found that seven out of ten adolescents have bad eating habits. Objective: To identify the correlation between eating habits and nutritional status of adolescents at the dormitory. Methods: This quantitative correlational study employed a population of adolescents aged 18-19 years who lived in a dormitory at one faculty in western Indonesia. Samples were taken using a total sampling of 192 respondents. The instruments to measure eating habits were valid and reliable. Nutritional status was obtained by calculating the z-score from the Anthropometric Standards table. Data were analyzed using bivariate analysis. Results: It was found that more than half of the respondents had good eating habits (58.3%), and most of the respondents' nutritional status was in normal condition (91.1%). Bivariate analysis indicated no significant correlation between eating habits and the nutritional status of adolescents at the dormitory (p=0.764). Discussion: Almost half of all respondents had bad eating habits, although they were in the same dormitory. Monitoring of the food intake and adolescent eating culture is needed to maintain a good nutritional status. Conc","PeriodicalId":356951,"journal":{"name":"Jurnal Persatuan Perawat Nasional Indonesia (JPPNI)","volume":"36 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-08-11","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"126592398","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Wanita menjelang menopause akan mengalami penurunan berbagai fungsi tubuh, sehingga akan berdampak pada ketidaknyamanan dalam menjalani kehidupannya. Untuk itu diperlukan sikap positif dengan diimbangi oleh informasi atau pengetahuan yang cukup, sehingga wanita lebih siap dalam menghadapi menopause baik siap secara fisik, mental, dan spiritual. Kesiapan sangat penting dimiliki wanita menjelang menopause baik pada wanita yang bekerja maupun yang tidak bekerja namun sejauh ini masih sedikit laporan terkait perbedaan tingkat kesiapan menghadapi menopause antara wanita yang bekerja dengan yang tidak bekerja. Tujuan Penelitian: mengetahui perbedaan tingkat kesiapan menghadapi menopause antara wanita yang bekerja dengan yang tidak bekerja. Metode: Penelitian ini menggunakan desain komparatif dengan pendekatan cross-sectional. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling dengan jumlah sampel 57 responden. Instrumen penelitian ini adalah kuesioner kesiapan menghadapi menopause yang diadopsi dari penelitian Hidayatiningtyas yang valid dan reliabel. Hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan uji Mann Whitney. Hasil: 58,6% wanita tidak bekerja memiliki kesiapan cukup dan 27,6% memiliki kesiapan kurang. Sedangkan pada wanita yang bekerja, 60% memiliki kesiapan cukup dan 32,1% memiliki kesiapan baik. Ada perbedaan bermakna pada kesiapan menghadapi menopause antara wanita yang bekerja dengan yang tidak bekerja (p=0,022). Diskusi: Pada wanita yang bekerja memiliki kesiapan yang lebih baik dibandingkan dengan wanita yang tidak bekerja. Hal ini karena wanita yang bekerja cenderung memiliki pandangan dan cara berpikir yang lebih luas sehingga akan memiliki pengetahuan yang cukup, salah satunya dalam hal kesiapan menghadapi menopause. Kesimpulan: Petugas kesehatan disarankan dapat memberikan pendidikan kesehatan dalam rangka menyiapkan wanita pra menopause menghadapi masa menopause. Bagi wanita, khususnya yang tidak bekerja, diharapkan mempersiapkan diri menghadapi menopause dengan aktif mencari informasi.Kata Kunci: Menopause, wanita bekerja Differences in Menopause Readiness Levels Between Working and Non-Working WomenABSTRACTMenopause-approaching women will experience a decrease in various body functions, which will cause discomfort in living their lives. Therefore, it requires a balance between a positive attitude and sufficient information or knowledge so that women are better prepared to face menopause physically, mentally, and spiritually. Readiness is crucial for women before menopause, both for working and non-working women. However, to date, there are few reports related to differences in the levels of readiness to face menopause between working and non-working women. Objective: to reveal the difference in readiness levels to face menopause between working and non-working women. Methods: This research employed a comparative design with a cross-sectional approach. Samples were taken using the purposive sampling technique with a sa
{"title":"Perbedaan Tingkat Kesiapan Menghadapi Menopause antara Wanita yang Bekerja dengan yang Tidak Bekerja","authors":"Lia Andini","doi":"10.32419/jppni.v5i1.160","DOIUrl":"https://doi.org/10.32419/jppni.v5i1.160","url":null,"abstract":"Wanita menjelang menopause akan mengalami penurunan berbagai fungsi tubuh, sehingga akan berdampak pada ketidaknyamanan dalam menjalani kehidupannya. Untuk itu diperlukan sikap positif dengan diimbangi oleh informasi atau pengetahuan yang cukup, sehingga wanita lebih siap dalam menghadapi menopause baik siap secara fisik, mental, dan spiritual. Kesiapan sangat penting dimiliki wanita menjelang menopause baik pada wanita yang bekerja maupun yang tidak bekerja namun sejauh ini masih sedikit laporan terkait perbedaan tingkat kesiapan menghadapi menopause antara wanita yang bekerja dengan yang tidak bekerja. Tujuan Penelitian: mengetahui perbedaan tingkat kesiapan menghadapi menopause antara wanita yang bekerja dengan yang tidak bekerja. Metode: Penelitian ini menggunakan desain komparatif dengan pendekatan cross-sectional. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling dengan jumlah sampel 57 responden. Instrumen penelitian ini adalah kuesioner kesiapan menghadapi menopause yang diadopsi dari penelitian Hidayatiningtyas yang valid dan reliabel. Hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan uji Mann Whitney. Hasil: 58,6% wanita tidak bekerja memiliki kesiapan cukup dan 27,6% memiliki kesiapan kurang. Sedangkan pada wanita yang bekerja, 60% memiliki kesiapan cukup dan 32,1% memiliki kesiapan baik. Ada perbedaan bermakna pada kesiapan menghadapi menopause antara wanita yang bekerja dengan yang tidak bekerja (p=0,022). Diskusi: Pada wanita yang bekerja memiliki kesiapan yang lebih baik dibandingkan dengan wanita yang tidak bekerja. Hal ini karena wanita yang bekerja cenderung memiliki pandangan dan cara berpikir yang lebih luas sehingga akan memiliki pengetahuan yang cukup, salah satunya dalam hal kesiapan menghadapi menopause. Kesimpulan: Petugas kesehatan disarankan dapat memberikan pendidikan kesehatan dalam rangka menyiapkan wanita pra menopause menghadapi masa menopause. Bagi wanita, khususnya yang tidak bekerja, diharapkan mempersiapkan diri menghadapi menopause dengan aktif mencari informasi.Kata Kunci: Menopause, wanita bekerja Differences in Menopause Readiness Levels Between Working and Non-Working WomenABSTRACTMenopause-approaching women will experience a decrease in various body functions, which will cause discomfort in living their lives. Therefore, it requires a balance between a positive attitude and sufficient information or knowledge so that women are better prepared to face menopause physically, mentally, and spiritually. Readiness is crucial for women before menopause, both for working and non-working women. However, to date, there are few reports related to differences in the levels of readiness to face menopause between working and non-working women. Objective: to reveal the difference in readiness levels to face menopause between working and non-working women. Methods: This research employed a comparative design with a cross-sectional approach. Samples were taken using the purposive sampling technique with a sa","PeriodicalId":356951,"journal":{"name":"Jurnal Persatuan Perawat Nasional Indonesia (JPPNI)","volume":"43 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-08-11","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"132808099","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Kaiden Budi Wahono, Janes Jainurakhma, Wiwit Dwi Nurbadriyah
Penentuan jenis media promosi kesehatan merupakan bagian penting dari upaya merubah perilaku kesehatan di rumah sakit, tidak terkecuali pengetahuan dan perilaku seluruh pengunjung rumah sakit untuk cuci tangan dengan benar, termasuk keluarga pasien. Tujuan: mengetahui perbedaan efektifitas media audio-visual dengan media leaflet terhadap perilaku cuci tangan keluarga pasien di rumah sakit. Metode: Penelitian berdesain quasi experimental dengan rancangan pre-test post-test with control group. Teknik sampling dengan consecutive sampling, besar sampel 122 keluarga pasien dibagi dalam dua kelompok, dengan memperlihatkan video tentang cuci tangan pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol membaca leaflet, masing-masing dengan durasi 30 menit. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner pengetahuan dan lembar observasi perilaku cuci tangan. Analisis data menggunakan uji Mann Whitney. Hasil: Setelah dilakukan intervensi, terdapat peningkatan skor secara bermakna pada pengetahuan dan perilaku cuci tangan dibanding sebelum dilakukan intervensi, baik pada kelompok audio visual (AV) maupun kelompok leaflet (LF). Kedua media pendidikan kesehatan, baik AV maupun LF, efektif terhadap perubahan skor pengetahuan dan perilaku cuci tangan. Diskusi: Media audio visual lebih efektif sebagai media promosi kesehatan cuci tangan, dimana media audio visual meningkatkan pengetahuan melalui suara dan gambar yang ditampilkan pada layar monitor, sedangkan media leaflet dengan pendekatan narasi yang ditampilkan dalam bentuk tulisan dan gambar pada lembaran kertas terkesan membosankan dan kurang menarik. Kesimpulan: Rumah sakit sebaiknya melakukan kajian tentang karakteristik pasien dan keluarganya untuk memberikan promosi kesehatan dengan media pendidikan kesehatan yang tepat untuk meningkatkan kualitas perilaku cuci tangan untuk menghindari penyebaran infeksi.Kata kunci: audio-visual, health promotion, keluarga pasien, leaflet, perilaku cuci tangan. Health Promotion Through ‘Audio Visual Vs Leaflet’: Investigation of Knowledge and Hand Washing Behavior of Patient’s FamilyABSTRACTDetermining the type of health promotion media is an essential part of efforts to change health behavior in hospitals, including knowledge and behavior of all hospital visitors to wash their hands properly, including patient's family. Objective: to reveal the difference between the effectiveness of audiovisual media and leaflet media on the handwashing behavior of patient's family in the hospital. Methods: This research employed a quasi-experimental design using a pretest-posttest design with a control group. Samples were taken using a consecutive sampling technique. The sample size of 122 patients' families was divided into two groups: the treatment group watched a video about handwashing in and the control group read leaflets, each given 30 minutes. The instruments used were a knowledge questionnaire and handwashing behavior observation sheets. Data were analyzed using the Mann-Whitney test. Re
确定健康促进媒体是改变医院健康行为努力的重要组成部分,除了所有医院游客关于适当洗手的知识和行为外,还包括病人家属。目的:了解视听媒体与传单媒体对病人在医院的家庭洗手行为的有效性。方法:实验设计与控制组预后测试设计。有持续性抽样技术的122个患者家庭分成两组,通过展示治疗小组和控制小组阅读传单的视频,每个家庭有30分钟的时间。使用的工具是知识问卷和洗手行为观察表。使用曼惠特尼测验的数据分析。结果:在干预措施之后,与之前的视听小组(AV)和叶林(LF)相比,洗手知识和行为有意义的增长。健康教育媒体,无论是AV还是LF,都能有效地改变知识得分和洗手行为。讨论:作为一种健康促进媒体的洗手液,视听媒体通过屏幕上显示的声音和图片来增加知识,而叶叶媒体以文字和图片的形式呈现在纸上的叙述方式则显得乏味和无吸引力。结论:医院应该对病人及其家庭的特征进行适当的健康推广,以提高洗手行为的质量,以避免感染的传播。关键词:视听、健康促进、患者家属、传单、洗手行为。健康通过视听Vs传单”景观:知识的调查和手型洗社会行为的病人的FamilyABSTRACTDetermining institutes of Health)是一个媒体景观essential efforts改变健康行为的一部分在hospitals,知识和社会行为》在内的一切请到医院洗他们的手可以,在内的病人的家人。目标:揭示媒体视听效果和媒体叶在医院流动病人家庭行为上的影响之间的差异。方法:这项研究采用了一种实验设计,使用了一个控制小组的预试验设计。样本被采用了一种渐进采样技术。一个关于在两个组中沐浴和控制小组阅读传单的视频,每次给30分钟。过去的仪器是知识分子提问,处理床铺观察工作。数据是用曼-惠特尼测验进行分析。建议:在干预之后,在拘留前,在拘留前,在视听(AV)和传单(LF)小组中,分数有明显的增加。健康教育媒体、AV和LF都有效地改变了现有的知识和行为分数。受到质疑:视听媒体是媒体更多有效美国for promoting handwashing健康知识因为视听媒体increases通过声音和图像展示在显示器屏幕上,当媒体传单with a aku接近的地方展示在论文写作和图片的形式在表》似乎无聊和不有趣。结论性:医院应该包括对病人和他们的家庭提供健康促进与促进健康教育的媒体提供的有益健康的指导方针,以遏制感染的扩散。背景:视听,健康促进,病人的家庭,传单,处理行为。
{"title":"Health Promotion 'Audio Visual Vs Leaflet': Investigasi Pengetahuan dan Perilaku Cuci Tangan Keluarga Pasien","authors":"Kaiden Budi Wahono, Janes Jainurakhma, Wiwit Dwi Nurbadriyah","doi":"10.32419/jppni.v5i1.194","DOIUrl":"https://doi.org/10.32419/jppni.v5i1.194","url":null,"abstract":"Penentuan jenis media promosi kesehatan merupakan bagian penting dari upaya merubah perilaku kesehatan di rumah sakit, tidak terkecuali pengetahuan dan perilaku seluruh pengunjung rumah sakit untuk cuci tangan dengan benar, termasuk keluarga pasien. Tujuan: mengetahui perbedaan efektifitas media audio-visual dengan media leaflet terhadap perilaku cuci tangan keluarga pasien di rumah sakit. Metode: Penelitian berdesain quasi experimental dengan rancangan pre-test post-test with control group. Teknik sampling dengan consecutive sampling, besar sampel 122 keluarga pasien dibagi dalam dua kelompok, dengan memperlihatkan video tentang cuci tangan pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol membaca leaflet, masing-masing dengan durasi 30 menit. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner pengetahuan dan lembar observasi perilaku cuci tangan. Analisis data menggunakan uji Mann Whitney. Hasil: Setelah dilakukan intervensi, terdapat peningkatan skor secara bermakna pada pengetahuan dan perilaku cuci tangan dibanding sebelum dilakukan intervensi, baik pada kelompok audio visual (AV) maupun kelompok leaflet (LF). Kedua media pendidikan kesehatan, baik AV maupun LF, efektif terhadap perubahan skor pengetahuan dan perilaku cuci tangan. Diskusi: Media audio visual lebih efektif sebagai media promosi kesehatan cuci tangan, dimana media audio visual meningkatkan pengetahuan melalui suara dan gambar yang ditampilkan pada layar monitor, sedangkan media leaflet dengan pendekatan narasi yang ditampilkan dalam bentuk tulisan dan gambar pada lembaran kertas terkesan membosankan dan kurang menarik. Kesimpulan: Rumah sakit sebaiknya melakukan kajian tentang karakteristik pasien dan keluarganya untuk memberikan promosi kesehatan dengan media pendidikan kesehatan yang tepat untuk meningkatkan kualitas perilaku cuci tangan untuk menghindari penyebaran infeksi.Kata kunci: audio-visual, health promotion, keluarga pasien, leaflet, perilaku cuci tangan. Health Promotion Through ‘Audio Visual Vs Leaflet’: Investigation of Knowledge and Hand Washing Behavior of Patient’s FamilyABSTRACTDetermining the type of health promotion media is an essential part of efforts to change health behavior in hospitals, including knowledge and behavior of all hospital visitors to wash their hands properly, including patient's family. Objective: to reveal the difference between the effectiveness of audiovisual media and leaflet media on the handwashing behavior of patient's family in the hospital. Methods: This research employed a quasi-experimental design using a pretest-posttest design with a control group. Samples were taken using a consecutive sampling technique. The sample size of 122 patients' families was divided into two groups: the treatment group watched a video about handwashing in and the control group read leaflets, each given 30 minutes. The instruments used were a knowledge questionnaire and handwashing behavior observation sheets. Data were analyzed using the Mann-Whitney test. Re","PeriodicalId":356951,"journal":{"name":"Jurnal Persatuan Perawat Nasional Indonesia (JPPNI)","volume":"39 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-08-11","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"127664486","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Melahirkan umumnya merupakan suatu peristiwa yang menyenangkan, di sisi lain kehadiran anggota baru dalam kehidupan perempuan tidak selamanya merupakan kebahagiaan tersendiri, perempuan yang mengalami kehamilan dan melahirkan memerlukan penyesuaian. Gangguan emosional dapat dialami oleh perempuan pasca persalinan seperti postpartum blues, depresi postpartum maupun psikosis postpartum. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi pengalaman depresi postpartum pada ibu primipara. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan desain fenomenologi deskriptif melalui wawancara mendalam. Partisipan sejumlah enam orang meliputi ibu primipara baik yang melahirkan secara spontan maupun dengan tindakan yang diperoleh melalui purposive sampling. Data yang dikumpulkan berupa hasil rekaman wawancara dan catatan lapangan yang akan dianalisis dengan metode Collaizi. Hasil penelitian didapatkan empat tema yaitu: (1) Makna melahirkan bagi ibu primipara; (2) Perubahan psikologis postpartum ibu primipara; (3) Hambatan dalam perawatan anak pada ibu primipara; (4) Kesiapan menjadi ibu pada primipara. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan gambaran pada petugas kesehatan khususnya perawat maternitas bahwa pentingnya memahami masalah gangguan adaptasi postpartum khususnya depresi postpartum pada ibu primipara.Kata kunci: depresi postpartum, ibu primipara, periode postpartum
{"title":"STUDI FENOMENOLOGI PENGALAMAN IBU PRIMIPARA SAAT MENGALAMI DEPRESI POSTPARTUM DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KECAMATAN PASAR REBO JAKARTA TIMUR","authors":"Puspita Palupi","doi":"10.32419/jppni.v4i2.136","DOIUrl":"https://doi.org/10.32419/jppni.v4i2.136","url":null,"abstract":"Melahirkan umumnya merupakan suatu peristiwa yang menyenangkan, di sisi lain kehadiran anggota baru dalam kehidupan perempuan tidak selamanya merupakan kebahagiaan tersendiri, perempuan yang mengalami kehamilan dan melahirkan memerlukan penyesuaian. Gangguan emosional dapat dialami oleh perempuan pasca persalinan seperti postpartum blues, depresi postpartum maupun psikosis postpartum. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi pengalaman depresi postpartum pada ibu primipara. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan desain fenomenologi deskriptif melalui wawancara mendalam. Partisipan sejumlah enam orang meliputi ibu primipara baik yang melahirkan secara spontan maupun dengan tindakan yang diperoleh melalui purposive sampling. Data yang dikumpulkan berupa hasil rekaman wawancara dan catatan lapangan yang akan dianalisis dengan metode Collaizi. Hasil penelitian didapatkan empat tema yaitu: (1) Makna melahirkan bagi ibu primipara; (2) Perubahan psikologis postpartum ibu primipara; (3) Hambatan dalam perawatan anak pada ibu primipara; (4) Kesiapan menjadi ibu pada primipara. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan gambaran pada petugas kesehatan khususnya perawat maternitas bahwa pentingnya memahami masalah gangguan adaptasi postpartum khususnya depresi postpartum pada ibu primipara.Kata kunci: depresi postpartum, ibu primipara, periode postpartum","PeriodicalId":356951,"journal":{"name":"Jurnal Persatuan Perawat Nasional Indonesia (JPPNI)","volume":"4 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-06-23","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"125677452","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
ABSTRAKKomunikasi tidak efektif dalam timbang terima pasien dapat meningkatkan kejadian medication error, membahayakan pasien, memperpanjang proses perawatan, menurunkan kepuasan pasien, memperpanjang hari rawat pasien, yang akan berdampak pada kurangnya mutu asuhan keperawatan yang diberikan pada pasien. Komunikasi dengan alur Situation, Background, Assessment, Recommendation (SBAR) adalah salah satu metode komunikasi efektif yang jelas, fokus, dan terstruktur. Tujuan penelitian adalah untuk mengidentifikasi perbedaan pengetahuan dan kemampuan perawat setelah pelatihan, desain penelitian dengan pre-eksperiment dengan pre-post tanpa kelompok kontrol, sampel penelitian seluruh Perawat Primer dan Penanggung Jawab shift (n= 17), analisis data dengan uji t berpasangan dan uji Wilcoxon. Ada perbedaan yang bermakna rerata pengetahuan sebelum dan sesudah pelatihan (p value < 0,001), ada perbedaan yang bermakna rerata kemampuan perawat sebelum dan sesudah pelatihan komunikasi SBAR dalam timbang terima pasien antar shift (p value < 0,001). Efektifitas pelaksanaan komunikasi SBAR perlu menjadi sebuah budaya, dan pelaksanaannya perlu ada dukungan dari pihak manajerial dan komitment perawat, dengan adanya pedoman komunikasi efektif dengan metode SBAR, motivasi, mentoring, dan supervisi, serta pengembangan pendidikan yang berkelanjutan.Kata kunci: Kemampuan, komunikasi, pengetahuan, SBAR, timbang terima ABSTRACTIneffective communication in hand over patients can increase the incidence of medication errors, endanger patients, extend the treatment process, reduce patient satisfaction, extend patient care days, which will have an impact of the lack on quality nursing care given to patients. Communication with the groove Situation, Background, Assessment, Recommendation (SBAR) is one of the effective clear, focused and structured communication method. The objective of this research is to identify differences in the knowledge and ability of nurses after training, research design with pre-experiment with pre-post without a control group, the study sample whole Nurses Primary and responsible shift (n = 17), data analysis with paired t test and Wilcoxon test. There is a significant difference in the average nurse's knowledge before and after training (p value <0.001), and there is a significant difference means the ability of nurses before and after training SBAR communication in shifts handover (p value <0.001). Effective implementation of the SBAR communication needs of the managerial support and commitment of nurses, with the guidance effective methods SBAR communication, motivation, mentoring, and supervision, as well as the development of continuing education.Keywords: Abilities, Communication, handover, knowledge, SBAR
没有有效的沟通限制在可接受的称重上,可以增加医疗事故,损害病人,延长治疗过程,降低病人的幸福感,延长病人的护理质量,这将导致病人缺乏护理护理。与情境、背景、评估、重组(SBAR)的通信是一种清晰、专注和结构化的有效沟通方式。该研究的目的是确定护士在培训后的知识和能力的差异,在没有控制小组的情况下进行前期实验的研究设计,在整个主要护士和轮班负责人的研究样本(n= 17),对t配对和Wilcoxon测试的数据分析。在培训前和培训后的知识程度有显著差异(p值< 0.001),在轮班式接受患者之前和之后的SBAR沟通训练(p值< 0.001)有显著差异。执行SBAR沟通的有效性需要成为一种文化,执行需要得到管理和护士承诺的支持,在SBAR方法、动力、指导和监督以及持续的教育发展方面提供有效的沟通指导。关键词:能力、交流知识、SBAR非常ABSTRACTIneffective称communication in incidence of medication完毕病人可以增加手错误endanger病人extend《治疗的过程,减少病人satisfaction, extend病人护理的日子,哪种会有缺乏优质护理护理上的冲击》给病人。与槽中的情况、背景、评估和推荐(SBAR)沟通是有效的、折衷的方法之一。这项研究的目标是在培训后确定护士知识和能力方面的差异,研究设计与没有控制小组的前期研究,无控制的整个护理和责任工作证的研究样本(n = 17),测试和威尔科森测试的数据分析。在平均培训前和培训后的知识中有一个重要的区别,在培训后和培训后的汉多弗通信中有一个重要的区别。SBAR communication的有效实施需要管理支持和护士委员会,有指导、激励、指导和监督的方法,就像不断教育的发展一样。Abilities,通信,handover, knowledge, SBAR
{"title":"PENINGKATAN KEMAMPUAN TIMBANG TERIMA PASIEN DENGAN BUDAYA KOMUNIKASI SBAR DI RUMAH SAKIT “X”BEKASI","authors":"Dian Anggraini","doi":"10.32419/jppni.v4i2.137","DOIUrl":"https://doi.org/10.32419/jppni.v4i2.137","url":null,"abstract":"ABSTRAKKomunikasi tidak efektif dalam timbang terima pasien dapat meningkatkan kejadian medication error, membahayakan pasien, memperpanjang proses perawatan, menurunkan kepuasan pasien, memperpanjang hari rawat pasien, yang akan berdampak pada kurangnya mutu asuhan keperawatan yang diberikan pada pasien. Komunikasi dengan alur Situation, Background, Assessment, Recommendation (SBAR) adalah salah satu metode komunikasi efektif yang jelas, fokus, dan terstruktur. Tujuan penelitian adalah untuk mengidentifikasi perbedaan pengetahuan dan kemampuan perawat setelah pelatihan, desain penelitian dengan pre-eksperiment dengan pre-post tanpa kelompok kontrol, sampel penelitian seluruh Perawat Primer dan Penanggung Jawab shift (n= 17), analisis data dengan uji t berpasangan dan uji Wilcoxon. Ada perbedaan yang bermakna rerata pengetahuan sebelum dan sesudah pelatihan (p value < 0,001), ada perbedaan yang bermakna rerata kemampuan perawat sebelum dan sesudah pelatihan komunikasi SBAR dalam timbang terima pasien antar shift (p value < 0,001). Efektifitas pelaksanaan komunikasi SBAR perlu menjadi sebuah budaya, dan pelaksanaannya perlu ada dukungan dari pihak manajerial dan komitment perawat, dengan adanya pedoman komunikasi efektif dengan metode SBAR, motivasi, mentoring, dan supervisi, serta pengembangan pendidikan yang berkelanjutan.Kata kunci: Kemampuan, komunikasi, pengetahuan, SBAR, timbang terima ABSTRACTIneffective communication in hand over patients can increase the incidence of medication errors, endanger patients, extend the treatment process, reduce patient satisfaction, extend patient care days, which will have an impact of the lack on quality nursing care given to patients. Communication with the groove Situation, Background, Assessment, Recommendation (SBAR) is one of the effective clear, focused and structured communication method. The objective of this research is to identify differences in the knowledge and ability of nurses after training, research design with pre-experiment with pre-post without a control group, the study sample whole Nurses Primary and responsible shift (n = 17), data analysis with paired t test and Wilcoxon test. There is a significant difference in the average nurse's knowledge before and after training (p value <0.001), and there is a significant difference means the ability of nurses before and after training SBAR communication in shifts handover (p value <0.001). Effective implementation of the SBAR communication needs of the managerial support and commitment of nurses, with the guidance effective methods SBAR communication, motivation, mentoring, and supervision, as well as the development of continuing education.Keywords: Abilities, Communication, handover, knowledge, SBAR","PeriodicalId":356951,"journal":{"name":"Jurnal Persatuan Perawat Nasional Indonesia (JPPNI)","volume":"103 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-06-23","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"121727317","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
ABSTRACT Background. Cesarean section is an artificial birth, in which the fetus is born through an incision in the abdominal wall and uterine wall and the weight of the fetus is above 500 grams. Impacts that occur after caesarean section are pain and sleep disorders. Aim. To know the relation of pain intensity with sleep quality of mothers post cesarean section. Research methods. Using cross sectional approach. The sample of the study were 42 post-cesarean mothers taken by accidental sampling technique. The data was collected at RS TK. II Dustira Cimahi using Maternal Pain Questionnaire (MPQ) questionnaire for pain intensity measurement and The Sleep Sleep Quality Index (PSQI) for sleep quality measurement, in May 2017. Data analysis using Chi-Square test . Results. The highest intensity of pain occurred in the client after cesarean section with severe pain intensity with 22 respondents (52,4%) and uncomfortable there were 20 respondents (47,6%) and more than most client experience poor sleep quality that is 28 respondents ( 66.7%) but there are still clients who experienced good sleep quality 14 respondents (33.3%). The statistical test results obtained p significance number p = 0,000 thus p <α (0.000 <0.05), then H0 is rejected. Conclusion. There was a significant relationship between the intensity of pain and sleep quality in post-caesarean section patients. Keywords: Cesarean Section, Pain, Sleep Quality
抽象的背景。剖宫产是一种人工分娩,胎儿通过腹壁和子宫壁的切口出生,胎儿的重量在500克以上。剖腹产后的影响是疼痛和睡眠障碍。的目标。目的了解剖宫产术后产妇疼痛强度与睡眠质量的关系。研究方法。采用横断面法。本研究的样本是42名剖宫产后的母亲,采用偶然抽样技术。数据在RS TK收集。II . Dustira Cimahi于2017年5月使用产妇疼痛问卷(MPQ)测量疼痛强度,使用睡眠睡眠质量指数(PSQI)测量睡眠质量。数据分析采用卡方检验。结果。剖宫产术后患者的疼痛强度最高,有22人(52.4%)感到剧烈疼痛,20人(47.6%)感到不舒服,大多数患者的睡眠质量较差,有28人(66.7%),但仍有14人(33.3%)感到睡眠质量良好。统计检验结果得到p显著性数p = 0000, p <α(0.000 <0.05),则拒绝H0。结论。剖宫产术后患者疼痛程度与睡眠质量有显著关系。关键词:剖宫产,疼痛,睡眠质量
{"title":"RELATIONSHIP BETWEEN PAIN INTENSITY WITH SLEEP QUALITY OF PATIENT POST CAESAREAN SECTION IN RS TK. II DUSTIRA CIMAHI YEAR 2017","authors":"Hevy Amelia Noviyanti, Eny Kusmiran, Marlin Sutrisna","doi":"10.32419/jppni.v4i2.63","DOIUrl":"https://doi.org/10.32419/jppni.v4i2.63","url":null,"abstract":"ABSTRACT Background. Cesarean section is an artificial birth, in which the fetus is born through an incision in the abdominal wall and uterine wall and the weight of the fetus is above 500 grams. Impacts that occur after caesarean section are pain and sleep disorders. Aim. To know the relation of pain intensity with sleep quality of mothers post cesarean section. Research methods. Using cross sectional approach. The sample of the study were 42 post-cesarean mothers taken by accidental sampling technique. The data was collected at RS TK. II Dustira Cimahi using Maternal Pain Questionnaire (MPQ) questionnaire for pain intensity measurement and The Sleep Sleep Quality Index (PSQI) for sleep quality measurement, in May 2017. Data analysis using Chi-Square test . Results. The highest intensity of pain occurred in the client after cesarean section with severe pain intensity with 22 respondents (52,4%) and uncomfortable there were 20 respondents (47,6%) and more than most client experience poor sleep quality that is 28 respondents ( 66.7%) but there are still clients who experienced good sleep quality 14 respondents (33.3%). The statistical test results obtained p significance number p = 0,000 thus p <α (0.000 <0.05), then H0 is rejected. Conclusion. There was a significant relationship between the intensity of pain and sleep quality in post-caesarean section patients. Keywords: Cesarean Section, Pain, Sleep Quality ","PeriodicalId":356951,"journal":{"name":"Jurnal Persatuan Perawat Nasional Indonesia (JPPNI)","volume":"21 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-06-23","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"123416031","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
The prevalence of diabetes mellitus in the world is getting increased either developed or developing countries, it will lead the complication toward one of sexual activity. The aim of this research to find in depth about sexual disfunction with Diabetic ulcers patient experiance. This research used a qualitative method with a phenomenological approach and interview as collacting data technique. Therewere 7 informants, with 6 item of experiance question those are (1) sexual views in men, (2) description of sexual changes, (3) the impact of sexual change, (4) how to overcome problems, (5) expectations of condition, (6) response from system support. The results of this study are known that diabetes mellitus clients who experience sexual dysfunction that affects themselves and couple, clients look for ways to deal with their perceptions, expect conditions for sexual change in themselves and couple, and expect support from spouses and families to improve sexual function.
{"title":"EXPERIENCE OF SEXUAL DISFUNCTION IN MEN CLIENTS WITH DIABETIC ULCERS","authors":"Haifah Maulida","doi":"10.32419/jppni.v4i3.133","DOIUrl":"https://doi.org/10.32419/jppni.v4i3.133","url":null,"abstract":"The prevalence of diabetes mellitus in the world is getting increased either developed or developing countries, it will lead the complication toward one of sexual activity. The aim of this research to find in depth about sexual disfunction with Diabetic ulcers patient experiance. This research used a qualitative method with a phenomenological approach and interview as collacting data technique. Therewere 7 informants, with 6 item of experiance question those are (1) sexual views in men, (2) description of sexual changes, (3) the impact of sexual change, (4) how to overcome problems, (5) expectations of condition, (6) response from system support. The results of this study are known that diabetes mellitus clients who experience sexual dysfunction that affects themselves and couple, clients look for ways to deal with their perceptions, expect conditions for sexual change in themselves and couple, and expect support from spouses and families to improve sexual function.","PeriodicalId":356951,"journal":{"name":"Jurnal Persatuan Perawat Nasional Indonesia (JPPNI)","volume":"32 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-06-23","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"116988866","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}