Pub Date : 2019-12-30DOI: 10.24843/ac.2019.v04.i03.p08
Bagus Gede Ari Rama Bagus Gede Ari Rama, Ni Ketut Supasti Dharmawan
Audiobook access for people with disabilities is very important. Access is the convenience that people get from a service. This study aims to analyze the legal certainty and legal protection of audiobook copyright access for blind people with disabilities. This study uses a normative legal research method with a statutory approach and comparative approach. This research found that access to audiobooks' works has been regulated in the Marrakech Treaty, Copyright Act Number 28 of 2014 and Government Regulation Number 27 of 2019. Akses karya cipta audiobook bagi disabilitas sangat penting. Aksesibilitas merupakan kemudahan yang didapat oleh orang terhadap suatu layanan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kepastian hukum serta perlindungan hukum akses karya cipta audiobook bagi disabilitas tuna netra. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan komparatif. Dalam penelitian ini menemukan bahwa akses karya cipta audiobook telah diatur dalam Traktat Marrakesh, UUHC 2014 serta Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2019.
为残疾人提供有声读物非常重要。获取是指人们从一项服务中获得的便利。本研究旨在分析盲人残疾人获取有声读物版权的法律确定性和法律保护。本研究采用了规范性法律研究方法,包括法定方法和比较方法。研究发现,《马拉喀什条约》、2014 年第 28 号《版权法》和 2019 年第 27 号《政府条例》都对有声读物作品的获取做出了规定。对残疾人的有声读物使用权受到限制。Aksesibilitas merupakan kemudahan yang didapat oleh orang terhadap suatu layanan.这本有声书的目的是帮助残疾人了解他们的家庭生活,并帮助他们学习如何使用有声书。该计划的目的是建立一个规范性的语言文字计划,以确保语言文字的可读性和可比性。本手册将介绍 2014 年《马拉喀什贸易协定》(Traktat Marrakesh)和 2019 年第 27 届世界遗产大会(Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2019)期间的有声读物。
{"title":"Akses Karya Cipta Audiobook Bagi Disabilitas Netra : Perspektif HAM","authors":"Bagus Gede Ari Rama Bagus Gede Ari Rama, Ni Ketut Supasti Dharmawan","doi":"10.24843/ac.2019.v04.i03.p08","DOIUrl":"https://doi.org/10.24843/ac.2019.v04.i03.p08","url":null,"abstract":"Audiobook access for people with disabilities is very important. Access is the convenience that people get from a service. This study aims to analyze the legal certainty and legal protection of audiobook copyright access for blind people with disabilities. This study uses a normative legal research method with a statutory approach and comparative approach. This research found that access to audiobooks' works has been regulated in the Marrakech Treaty, Copyright Act Number 28 of 2014 and Government Regulation Number 27 of 2019. \u0000Akses karya cipta audiobook bagi disabilitas sangat penting. Aksesibilitas merupakan kemudahan yang didapat oleh orang terhadap suatu layanan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kepastian hukum serta perlindungan hukum akses karya cipta audiobook bagi disabilitas tuna netra. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan komparatif. Dalam penelitian ini menemukan bahwa akses karya cipta audiobook telah diatur dalam Traktat Marrakesh, UUHC 2014 serta Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2019.","PeriodicalId":381646,"journal":{"name":"Acta Comitas","volume":"81 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-12-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"126268831","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-12-30DOI: 10.24843/ac.2019.v04.i03.p03
Ni Putu Eka Martini AR
Share ownership in a Foreign Capital Investment Company owned by a foreign nationality could be inherited to its legal heirs if the owner dies, in this case both the testator and the heir are foreign citizens. Inheritance of shares to his heirs must be based on a written document. Normatively the transfer of shares due to inheritance is based on Article 57 paragraph (2) of Law Number 40 Year 2007, but the mechanism of inheritance of shares is not explicitly regulated so it is an empty norm and legal construction is required. The purpose of this study is to determine the inheritance of shares in a Foreign Capital Investment Company whom the testator and the heir are fellow foreign nationals, and regarding the enforcement of foreign documents in inheritance of shares. By looking at the norms problem, the method used is a library technique with a statutory and conceptual approach. The results of the study concluded that the inheritance of shares in a Foreign Capital Investment Company is subject to the laws in force in Indonesia, while the determination on stipulation of the heirs of the testator who are fellow foreign citizens must follow the laws of the country concerned and evidenced by the existence of written documents. The application of foreign documents in the inheritance of shares in Indonesia shall full fill the requirements as regulated in Minister of Foreign Affairs Regulation Number 09/A/KP/XII/2006/01 that must be legalized at the Embassy of the Republic of Indonesia previously. Kepemilikan saham pada Perseroan Terbatas Penanaman Modal asing yang dimiliki perseorangan berkewarnegaraan asing, dapat diwariskan kepada ahli warisnya yang sah apabila pemiliknya meninggal dunia, yang dalam hal ini baik pewaris dan ahli warisnya merupakan warga negara asing. Pewarisan saham kepada ahli warisnya harus didasarkan pada suatu dokumen tertulis. Secara normative peralihan saham karena pewarisan didasarkan pada Pasal 57 ayat (2) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007, akan tetapi mekanisme pewarisan saham tidak diatur secara ekplisit sehingga merupakan suatu norma kosong dan perlu dilakukan konstruksi hukum. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui pewarisan saham pada Perseroan Terbatas Penanaman Modal Asing yang pewaris dan ahli warisnya sesama warga negara asing, serta mengenai pemberlakukan dokumen asing dalam pewarisan saham. Dengan mencermati permasalahan norma, maka metode yang digunakan adalah teknik kepustakaan dengan pendekatan perundang-undangan dan konseptual. Hasil dari penelitian menyimpulkan bahwa pewarisan saham pada Perseroan Terbatas Penanaman Modal Asing tunduk pada hukum yang berlaku di Indonesia, sedangkan penentuan mengenai penetapan ahli waris dari pewaris yang sesama warga negara asing harus mengikuti hukum dari negara yang bersangkutan dan dibuktikan dengan adanya dokumen tertulis. Pemberlakuan dokumen asing dalam pewarisan saham di Indonesia harus memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Luar Neg
外国人拥有的外国资本投资公司的股权,如果所有者死亡,可以继承给其法定继承人,在这种情况下,遗嘱人和继承人都是外国公民。将股份继承给继承人必须以书面文件为依据。在规范上,继承股权转让是基于2007年第40号法第57条第(2)款的规定,但对股权继承机制没有明确规定,属于空规范,需要进行法律建构。本研究的目的是确定遗嘱人和继承人为外国同胞的外国资本投资公司的股份继承,以及关于外国文件在股份继承中的执行。通过观察规范问题,所使用的方法是具有法定和概念方法的库技术。研究的结论是,外国资本投资公司股份的继承受印度尼西亚现行法律的约束,而遗嘱人的继承人是外国公民的规定必须遵守有关国家的法律,并有书面文件证明。外国文件在印度尼西亚股份继承中的应用应完全符合外交部第09/A/KP/XII/2006/01号规定的要求,该规定必须事先在印度尼西亚共和国大使馆进行合法化。Kepemilikan saham pada perseran Terbatas Penanaman Modal has yang dimiliki perseorangan berkewarnegaraan asing, dapat diwariskan kepaada ahli warisnya yang sah apabila pemiliknya meninggal duniya, yang dalam hal ini baik pewaris dan ahli warisnya merupakan warga negara asing。Pewarisan saham kepada ahli warisnya harus didasarkan padsuatu dokumen tertulis。(2) 2007年7月4日,四川四川大学学报(自然科学版),四川四川大学学报(自然科学版)。图juan dari penelitian ini yittu untuk mengetahui pewarisan saham pada perseran Terbatas Penanaman Modal Asing yang pewaris danahli warisnya sesama warga negara Asing, serta mengenai penberlakukan dokumen asam pewarisan saham。登干,登干,登干,登干,登干,登干,登干,登干,登干,登干,登干。印度尼西亚,印度尼西亚,印度尼西亚,印度尼西亚,印度尼西亚,印度尼西亚,印度尼西亚,印度尼西亚,印度尼西亚,印度尼西亚,印度尼西亚,印度尼西亚,印度尼西亚,印度尼西亚,印度尼西亚,印度尼西亚,印度尼西亚,印度尼西亚,印度尼西亚,印度尼西亚,印度尼西亚,印度尼西亚,印度尼西亚,印度尼西亚,印度尼西亚,印度尼西亚,印度尼西亚,印度尼西亚,印度尼西亚,印度尼西亚,印度尼西亚,印度尼西亚,印度尼西亚,印度尼西亚,印度尼西亚,印度尼西亚,印度尼西亚,印度尼西亚,印度尼西亚,印度尼西亚,印度尼西亚,印度尼西亚,印度尼西亚,印度尼西亚,印度尼西亚9/A/KP/XII/2006/01 1 .印度尼西亚共和国政府和人民平等的权利,印度尼西亚共和国政府和人民平等的权利。
{"title":"Pewarisan Saham Warga Negara Asing Pada Perseroan Terbatas Penanaman Modal Asing (PT PMA)","authors":"Ni Putu Eka Martini AR","doi":"10.24843/ac.2019.v04.i03.p03","DOIUrl":"https://doi.org/10.24843/ac.2019.v04.i03.p03","url":null,"abstract":"Share ownership in a Foreign Capital Investment Company owned by a foreign nationality could be inherited to its legal heirs if the owner dies, in this case both the testator and the heir are foreign citizens. Inheritance of shares to his heirs must be based on a written document. Normatively the transfer of shares due to inheritance is based on Article 57 paragraph (2) of Law Number 40 Year 2007, but the mechanism of inheritance of shares is not explicitly regulated so it is an empty norm and legal construction is required. The purpose of this study is to determine the inheritance of shares in a Foreign Capital Investment Company whom the testator and the heir are fellow foreign nationals, and regarding the enforcement of foreign documents in inheritance of shares. By looking at the norms problem, the method used is a library technique with a statutory and conceptual approach. The results of the study concluded that the inheritance of shares in a Foreign Capital Investment Company is subject to the laws in force in Indonesia, while the determination on stipulation of the heirs of the testator who are fellow foreign citizens must follow the laws of the country concerned and evidenced by the existence of written documents. The application of foreign documents in the inheritance of shares in Indonesia shall full fill the requirements as regulated in Minister of Foreign Affairs Regulation Number 09/A/KP/XII/2006/01 that must be legalized at the Embassy of the Republic of Indonesia previously. \u0000Kepemilikan saham pada Perseroan Terbatas Penanaman Modal asing yang dimiliki perseorangan berkewarnegaraan asing, dapat diwariskan kepada ahli warisnya yang sah apabila pemiliknya meninggal dunia, yang dalam hal ini baik pewaris dan ahli warisnya merupakan warga negara asing. Pewarisan saham kepada ahli warisnya harus didasarkan pada suatu dokumen tertulis. Secara normative peralihan saham karena pewarisan didasarkan pada Pasal 57 ayat (2) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007, akan tetapi mekanisme pewarisan saham tidak diatur secara ekplisit sehingga merupakan suatu norma kosong dan perlu dilakukan konstruksi hukum. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui pewarisan saham pada Perseroan Terbatas Penanaman Modal Asing yang pewaris dan ahli warisnya sesama warga negara asing, serta mengenai pemberlakukan dokumen asing dalam pewarisan saham. Dengan mencermati permasalahan norma, maka metode yang digunakan adalah teknik kepustakaan dengan pendekatan perundang-undangan dan konseptual. Hasil dari penelitian menyimpulkan bahwa pewarisan saham pada Perseroan Terbatas Penanaman Modal Asing tunduk pada hukum yang berlaku di Indonesia, sedangkan penentuan mengenai penetapan ahli waris dari pewaris yang sesama warga negara asing harus mengikuti hukum dari negara yang bersangkutan dan dibuktikan dengan adanya dokumen tertulis. Pemberlakuan dokumen asing dalam pewarisan saham di Indonesia harus memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Luar Neg","PeriodicalId":381646,"journal":{"name":"Acta Comitas","volume":"20 2 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-12-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"130554446","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-12-30DOI: 10.24843/ac.2019.v04.i03.p11
Kadek Ratih Indriyani Putri
Tamasia is one of the digital platforms where consumers can buy and sell gold at any time. Tamasia is based on a technology company called PT Tamasia Global Sharia which has been registered in Kemkominfo on 23 November 2017 with registration number 00480/DJAI. PSE/11/2017, and supervised by BAPPEBTI. Normative legal research is used in the writing of this journal using a statutory approach and a conceptual approach. The findings of the study were consumers who felt harmed by Tamasia could report to the PPNS ITE Directorate of Information Security, and the form of supervision provided by BAPPEBTI is a preventive oversight and repressive supervision. Tamasia adalah salah satu platform digital dimana para nasabahnya dapat melakukan jual beli emas dimana dan kapan saja. Tamasia ini bernaung pada perusahaan teknologi bernama PT Tamasia Global Sharia yang telah terdaftar di Kemkominfo pada tanggal 23 November 2017 dengan Nomor Tanda Daftar 00480/DJAI.PSE/11/2017, dan diawasi oleh Bappebti. Penelitian hukum normatif dipilih untuk penulisan jurnal ini, juga memilih pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual untuk diterapkan dalam penulisan jurnal. Perolehan temuan penelitian ini ialah nasabah yang merasa dirugikan oleh Tamasia dapat melaporkan ke PPNS ITE Direktorat Keamanan Informasi, dan bentuk pengawasan yang diberikan oleh Bappebti ialah berupa pengawasan preventif dan pengawasan represif.
{"title":"Perlindungan Konsumen dalam Jual Beli Emas Melalui Platform Digital “Tamasia”","authors":"Kadek Ratih Indriyani Putri","doi":"10.24843/ac.2019.v04.i03.p11","DOIUrl":"https://doi.org/10.24843/ac.2019.v04.i03.p11","url":null,"abstract":"Tamasia is one of the digital platforms where consumers can buy and sell gold at any time. Tamasia is based on a technology company called PT Tamasia Global Sharia which has been registered in Kemkominfo on 23 November 2017 with registration number 00480/DJAI. PSE/11/2017, and supervised by BAPPEBTI. Normative legal research is used in the writing of this journal using a statutory approach and a conceptual approach. The findings of the study were consumers who felt harmed by Tamasia could report to the PPNS ITE Directorate of Information Security, and the form of supervision provided by BAPPEBTI is a preventive oversight and repressive supervision. \u0000Tamasia adalah salah satu platform digital dimana para nasabahnya dapat melakukan jual beli emas dimana dan kapan saja. Tamasia ini bernaung pada perusahaan teknologi bernama PT Tamasia Global Sharia yang telah terdaftar di Kemkominfo pada tanggal 23 November 2017 dengan Nomor Tanda Daftar 00480/DJAI.PSE/11/2017, dan diawasi oleh Bappebti. Penelitian hukum normatif dipilih untuk penulisan jurnal ini, juga memilih pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual untuk diterapkan dalam penulisan jurnal. Perolehan temuan penelitian ini ialah nasabah yang merasa dirugikan oleh Tamasia dapat melaporkan ke PPNS ITE Direktorat Keamanan Informasi, dan bentuk pengawasan yang diberikan oleh Bappebti ialah berupa pengawasan preventif dan pengawasan represif.","PeriodicalId":381646,"journal":{"name":"Acta Comitas","volume":"26 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-12-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"133838095","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-12-30DOI: 10.24843/ac.2019.v04.i03.p01
Avina Rismadewi
The offer of making Nominee Agreement services by legal consulting companies has an impact on the rapid development of nominee practices in Indonesia, whereas based on the provisions of Article 33 paragraph (1) and paragraph (2) prohibits Nominee Agreement in the ownership of shares in a company. This study aims to analyze the responsibilities of legal consulting companies that offer making Nominee Agarement online. This research uses normative legal research methods. The results of this study show that companies that deliberately offer Nominee Agreements violate the provisions contained in Article 33 paragraph (1) and paragraph (2), Law No. 25 of 2007, also violates the provisions of Article 9, Article 28 paragraph (1), and Article 36 of Law No. 11 of 2008, and may be subject to sanctions as referred to in Article 23 of Law No. 11 of 2008 and has responsibility to fulfill compensation as in the suit filed under Article 23 of Law No. 11 of 2008. Penawaran jasa pembuatan Nominee Agreement oleh perusahaan legal consulting berimbas pada berkembang pesatnya praktik nominee di Indonesia, sedangkan berdasarkan ketentuan Pasal 33 ayat (1) dan ayat (2) melarang Nominee Agreement dalam kepemilikan saham pada suatu perusahaan. Studi ini bertujuan untuk menganalisis tanggungjawab perusahaan legal consulting yang menawarkan pembuatan Nominee Agarement secara online. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif. Hasil dari studi ini menunjukan bahwa perusahaan yang dengan sengaja menawarkan Nominee Agreement melanggar ketentuan sebagaimana tercantum dalam Pasal 33 ayat (1) dan ayat (2), UU No. 25 Tahun 2007, juga melanggar ketentuan Pasal 9, Pasal 28 ayat (1), dan Pasal 36 UU No. 11 tahun 2008, dan dapat dikenakan sanksi sebagaimana dalam Pasal 23 UU No 11 tahun 2008 dan bertanggungjawab mengganti kerugian sebagaimana gugatan yang diajukan berdasarkan Pasal 23 UU No 11 tahun 2008.
法律咨询公司提供代持协议服务对印度尼西亚代持业务的快速发展产生了影响,而根据第33条第(1)款和第(2)款的规定,禁止代持协议持有公司股份。本研究旨在分析提供在线代持协议的法律咨询公司的责任。本研究采用规范的法学研究方法。这项研究的结果表明,公司有意提供候选人协议违反本法第三十三条中包含段落(1)和(2),法律没有。2007年25,也违反第九条的规定,第二十八条(1)款、第三十六条法律2008年11号,并可能受到法律的制裁,是指在第二十三条11号2008和有责任履行赔偿的诉讼在法律第二十三条11号2008。Penawaran jasa pembuatan候选人协议oleh pokalchuk perusahaan法律咨询berimbas篇berkembang pesatnya praktik候选人di印度尼西亚,而berdasarkan ketentuan Pasal 33影片(1)丹影片(2)melarang候选人协议dalam kepemilikan saham篇suatu perusahaan。唐家华律师事务所perusahaan法律咨询杨家华律师事务所代持协议secara在线。Penelitian ini menggunakan方法Penelitian hukum规范。Hasil dari studi ini menunjukan bahwa perusahaan yang dengan sengaja menawarkan指定协议melanggar ketentuan sebagaimana tercantum dalam Pasal 33 ayat (1) dan ayat (2), No. 25 Tahun 2007, juga melanggar ketentuan Pasal 9, Pasal 28 ayat (1), dan Pasal 36 UU No. 11 Tahun 2008, dan dapat dikenakan sanksi sebagaimana dalam Pasal 23 UU No. 11 Tahun 2008, dan bertanggjawab menggajan kerugian sebagaimana gugatan yang diajukan berdasarkan Pasal 23 UU No. 11 Tahun 2008。
{"title":"Tanggungjawaban Perusahaan yang Bergerak di Bidang Legal Consulting dalam Dimensi Nominee","authors":"Avina Rismadewi","doi":"10.24843/ac.2019.v04.i03.p01","DOIUrl":"https://doi.org/10.24843/ac.2019.v04.i03.p01","url":null,"abstract":"The offer of making Nominee Agreement services by legal consulting companies has an impact on the rapid development of nominee practices in Indonesia, whereas based on the provisions of Article 33 paragraph (1) and paragraph (2) prohibits Nominee Agreement in the ownership of shares in a company. This study aims to analyze the responsibilities of legal consulting companies that offer making Nominee Agarement online. This research uses normative legal research methods. The results of this study show that companies that deliberately offer Nominee Agreements violate the provisions contained in Article 33 paragraph (1) and paragraph (2), Law No. 25 of 2007, also violates the provisions of Article 9, Article 28 paragraph (1), and Article 36 of Law No. 11 of 2008, and may be subject to sanctions as referred to in Article 23 of Law No. 11 of 2008 and has responsibility to fulfill compensation as in the suit filed under Article 23 of Law No. 11 of 2008. \u0000Penawaran jasa pembuatan Nominee Agreement oleh perusahaan legal consulting berimbas pada berkembang pesatnya praktik nominee di Indonesia, sedangkan berdasarkan ketentuan Pasal 33 ayat (1) dan ayat (2) melarang Nominee Agreement dalam kepemilikan saham pada suatu perusahaan. Studi ini bertujuan untuk menganalisis tanggungjawab perusahaan legal consulting yang menawarkan pembuatan Nominee Agarement secara online. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif. Hasil dari studi ini menunjukan bahwa perusahaan yang dengan sengaja menawarkan Nominee Agreement melanggar ketentuan sebagaimana tercantum dalam Pasal 33 ayat (1) dan ayat (2), UU No. 25 Tahun 2007, juga melanggar ketentuan Pasal 9, Pasal 28 ayat (1), dan Pasal 36 UU No. 11 tahun 2008, dan dapat dikenakan sanksi sebagaimana dalam Pasal 23 UU No 11 tahun 2008 dan bertanggungjawab mengganti kerugian sebagaimana gugatan yang diajukan berdasarkan Pasal 23 UU No 11 tahun 2008.","PeriodicalId":381646,"journal":{"name":"Acta Comitas","volume":"1 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-12-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"127379944","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-12-30DOI: 10.24843/ac.2019.v04.i03.p10
Yunita Mahendrawati H.P.
Decision of the Constitutional Court No. 49 / PUU-X / 2012 which cancels the phrase "with the approval of the MPD" resulting in the authority of the MPD stipulated in Article 66 paragraph (1) of Law No. 30 of 2004 concerning the Position of Notary (UUJN) resulting in the loss of MPD's authority to give approval to investigators, prosecutors or judges for judicial proceedings involving notary public. Then the article was the subject of a lawsuit to be petitioned for material testing at the Constitutional Court, which was then terminated in Decision of the Constitutional Court No. 22 / PUU-XVII / 2019. However, the ruling of the Constitutional Court's ruling gave rise to a ruling that was different from the previous ruling, which stated that "Article 66 paragraph (1) UUJNP does not contradict the 1945 Constitution". The purpose of this paper is to find out changes to the regulations of the position of the Notary public after Decision of the Constitutional Court No. 49 / PUU-X / 2012 and to assess the inconsistency of the Constitutional Court's Decision on the review of material in Article 66 UUJN. This research is a normative legal research using the law approach, conceptual approach and case approach. The analyzed legal materials are primary and secondary legal materials with descriptive, comparative, evaluative and argumentative analysis techniques. Amendment to the regulation of the Notary Public after Decision of the Constitutional Court No. 49 / PUU-X / 2012 which abolished the MPD's authority in giving approval, has been replaced by MKN as stipulated in Article 66 paragraph (1) of the UUJNP. Inconsistencies that occur in Decision of the Constitutional Court No. 49 / PUU-X / 2012 and Decision of the Constitutional Court No. 22 / PUU-XVII / 2019 in the case of material testing of Article 66, due to differences in the Constitutional Court's considerations which resulted in differences in ruling on the previous Decree declared contrary to the 1945 Constitution whereas the most recent Decision was stated not to contradict the 1945 Constitution. The legal implications of the inconsistency have resulted in legal uncertainty and decreased public confidence in the judiciary. Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 49/PUU-X/2012 telah membatalkan frasa “dengan persetujuan Majelis Pengawas Daerah” Pada Pasal 66 ayat (1) Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UUJN) mengakibatkan hilangnya kewenangan MPD yakni terkait pemberian persetujuan terkait proses peradilan oleh penyidik, penuntut umum, atau hakim. Namun dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UUJN (UUJNP) kembali menghadirkan frasa yang pernah dibatalkan oleh putusan MK dengan nama badan yang berbeda yaitu “Majelis Kehormatan Notaris (MKN)” di pasal yang sama yang pernah dibatalkan oleh MK yakni Pasal 66 ayat (1). Kemudian pasal tersebut kembali menjadi pokok gugatan perkara untuk dimohonkan pengujian secara materiil di MK yang kemudian diputus dalam
第49 / PUU-X / 2012号宪法法院的决定,该决定取消了“经MPD批准”一词,导致MPD在2004年第30号关于公证员职位的法律(UUJN)第66条第1款中规定的权力,导致MPD失去批准调查员,检察官或法官进行涉及公证员的司法程序的权力。当时,该条款是向宪法法院申请材料检验的诉讼对象,随后在宪法法院第22 / PUU-XVII / 2019号决定中终止。但是,宪法法院的裁决产生了一项与前一项裁决不同的裁决,前一项裁决说,“联合统一党第66条第1款与1945年宪法并不抵触”。本文的目的是找出宪法法院第49 / PUU-X / 2012号判决后公证员职位规定的变化,并评估宪法法院关于《联合国宪章》第66条材料审查的判决的不一致性。本研究是运用法律方法、概念方法和案例方法进行的规范性法学研究。所分析的法律材料是主要的和次要的法律材料,采用描述性、比较性、评价性和论证性的分析方法。废除公证处批准权的第49 / PUU-X / 2012号宪法法院决定后的《公证处条例修正案》,已根据统一新宪法第66条第1款的规定由MKN取代。宪法法院第49 / PUU-X / 2012号决定和宪法法院第22 / PUU-XVII / 2019号决定在第66条材料测试的情况下发生的不一致,是由于宪法法院的考虑不同,导致对先前宣布与1945年宪法相抵触的法令的裁决不同,而最近的决定被声明不与1945年宪法相抵触。这种不一致所涉的法律问题造成了法律上的不确定性,并降低了公众对司法机构的信心。Putusan Mahkamah konstitui (MK) No. 49/PUU-X/2012 telah membatalkan frasa " dengan persetujuan Majelis Pengawas Daerah " Pada Pasal 66 ayat (1) Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tenang Jabatan noris (unang - undang) mengakibatkan hilangnya kewenangan MPD yakni terkait pemberian persetujuan terkait proses peradilan oleh penyidik, penuntut umum, atau hakim。Namun dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UUJN (UUJNP) kembali menghadirkan frasa yang pernah dibatalkan oleh putusan MK dengan nama badan yang berbeda yitu“Majelis Kehormatan noteris (MKN)”di pasal yang sama yang pernah dibatalkan oleh MK yakni pasal 66 ayat (1). Kemudian pasal tersebut kembali menjadi pokok gugatan perkara untuk dimohonkan penguin secara materiil di MK yang Kemudian diputus dalam putusan MK No. 22 /PUU-XVII/2019。Namun amar putusan MK ini memunculkan amar yang berbeda dengan putusan sebelumnya, yang menyatakan bahwa“Pasal 66 ayat (1) ujnp tidak bertentangan dengan UUD 1945”。中文翻译为:Adapun tujuan dari penulisan ini yakni untuk menggetahui perubahan peraturan jabatan noteris pasca adanya Putusan MK No. 49/PUU-X/2012 danuntuk mengkaiji mengenai inconstensi Putusan MK terhadap penguin material i paada Pasal 66 ujn。Penelitian ini merupakan Penelitian hukum normatiatim dengan menggunakan pendekatan undang-undang, pendekatan konseptutuy dan pendekatan kasus。杨Bahan hukum dianalisa berupa Bahan hukum底漆丹sekunder dengan teknik analisa deskriptif, komparatif,评价丹argumentatif。秘鲁语:秘鲁语:秘鲁语:秘鲁语:秘鲁语:秘鲁语:秘鲁语:秘鲁语:秘鲁语:秘鲁语:PUU-X/2012inconsistensi yang terjadi dalam Putusan MK No. 49/PUU-X/2012和MK No. 22/PUU-XVII/2019 dalam hal企鹅材料Pasal 66, disebabkan karena perbedaan pertimbangan MK yang mengakibatkan perbedaan amar pada Putusam sebelumnya dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 sedangkan pada Putusan terbaru dinyatakan tidak bertentangan dengan UUD 1945。Implikasi hukum akibat in constsistensi tersebut mengakibatkan adanya ketidakpastian hukum dan menurunnya keperayan and public likk kepada peradilan。
{"title":"Inkonsistensi Putusan MK No. 49/PUU-X/2012 dan Putusan MK No. 22/PUU-XVII/2019 Terkait Peraturan Jabatan Notaris","authors":"Yunita Mahendrawati H.P.","doi":"10.24843/ac.2019.v04.i03.p10","DOIUrl":"https://doi.org/10.24843/ac.2019.v04.i03.p10","url":null,"abstract":"Decision of the Constitutional Court No. 49 / PUU-X / 2012 which cancels the phrase \"with the approval of the MPD\" resulting in the authority of the MPD stipulated in Article 66 paragraph (1) of Law No. 30 of 2004 concerning the Position of Notary (UUJN) resulting in the loss of MPD's authority to give approval to investigators, prosecutors or judges for judicial proceedings involving notary public. Then the article was the subject of a lawsuit to be petitioned for material testing at the Constitutional Court, which was then terminated in Decision of the Constitutional Court No. 22 / PUU-XVII / 2019. However, the ruling of the Constitutional Court's ruling gave rise to a ruling that was different from the previous ruling, which stated that \"Article 66 paragraph (1) UUJNP does not contradict the 1945 Constitution\". The purpose of this paper is to find out changes to the regulations of the position of the Notary public after Decision of the Constitutional Court No. 49 / PUU-X / 2012 and to assess the inconsistency of the Constitutional Court's Decision on the review of material in Article 66 UUJN. This research is a normative legal research using the law approach, conceptual approach and case approach. The analyzed legal materials are primary and secondary legal materials with descriptive, comparative, evaluative and argumentative analysis techniques. Amendment to the regulation of the Notary Public after Decision of the Constitutional Court No. 49 / PUU-X / 2012 which abolished the MPD's authority in giving approval, has been replaced by MKN as stipulated in Article 66 paragraph (1) of the UUJNP. Inconsistencies that occur in Decision of the Constitutional Court No. 49 / PUU-X / 2012 and Decision of the Constitutional Court No. 22 / PUU-XVII / 2019 in the case of material testing of Article 66, due to differences in the Constitutional Court's considerations which resulted in differences in ruling on the previous Decree declared contrary to the 1945 Constitution whereas the most recent Decision was stated not to contradict the 1945 Constitution. The legal implications of the inconsistency have resulted in legal uncertainty and decreased public confidence in the judiciary. \u0000Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 49/PUU-X/2012 telah membatalkan frasa “dengan persetujuan Majelis Pengawas Daerah” Pada Pasal 66 ayat (1) Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UUJN) mengakibatkan hilangnya kewenangan MPD yakni terkait pemberian persetujuan terkait proses peradilan oleh penyidik, penuntut umum, atau hakim. Namun dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UUJN (UUJNP) kembali menghadirkan frasa yang pernah dibatalkan oleh putusan MK dengan nama badan yang berbeda yaitu “Majelis Kehormatan Notaris (MKN)” di pasal yang sama yang pernah dibatalkan oleh MK yakni Pasal 66 ayat (1). Kemudian pasal tersebut kembali menjadi pokok gugatan perkara untuk dimohonkan pengujian secara materiil di MK yang kemudian diputus dalam","PeriodicalId":381646,"journal":{"name":"Acta Comitas","volume":"176 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-12-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"115441605","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-07-21DOI: 10.24843/ac.2019.v04.i02.p03
P. Dirgantara
Identifying witness is a person who introduces the identity of the person to the notary. Identifying witnesses are also needed in making deeds if the parties have advanced age or have weak memory. In UUJN-P Article 40 paragraph (2) only states the conditions can be a witness in the deed. In Article 39 of the UUJN-P it is not explained about the position of the witnesses and the responsibility of the witnesses to the truth of the information regarding the identities of the viewers, in this case it can be said as the obscurity of legal norms. This study uses a normative juridical research method. The approach used in this study is through the law approach (statue approach), conceptual approach (conceptual approac) and case approach (case approach). The legal material collection technique is through library research relating to identifying witnesses in making authentic deeds. The techniques for analyzing legal materials used are description, interpretation, and argumentation. The position of the identifying witness is the person who introduces the notary to the viewer. The witness present here has a role in making authentic deeds as the person who introduces the applicants to the notary. The duty of the identifying witness is to introduce the viewers based on the identity of the viewer in the form of a valid National Identity Card. The witness here is not responsible for the contents of the authentic deed. Identifying witnesses can be held criminally responsible if they deliberately provide false information to the notary regarding the identity of the viewers in the process of making a deed. The criminal witness given to the witness is an criminal sanction in the form of a prison. Can ask for accountability because the witness is the person who first introduced the viewers to the notary and there are elements of error, the element of loss and the existence of elements of cause and effect. Pihak yang memperkenalkan identitas dari para penghadap kepada notaris disebut sebagai saksi pengenal. Saksi pengenal juga diperlukan dalam pembuatan akta apabila para pihak sudah berumur lanjut atau sudah memiliki daya ingat yang lemah. Dalam UUJN-P Pasal 40 ayat (2) menentukan syarat saksi pengenal pada akta. Pasal 39 UUJN-P tidak menerangkan kedudukan dan tanggungjawab saksi pengenal. Penelitian yuridis normatif merupakan metode yang digunakan dalam penelitian ini. Pada penelitian ini menggunakan pendekatan undang-undang (statue approach), pendekatan konseptual (conceptual approach) dan pendekatan kasus (case approach). Adapun teknik pengumpulan bahan hukum yang digunakan yakni berdasarkan teknik kepustakaan yang berhubungan dengan saksi pengenal dalam pembuatan akta autentik. Teknik deskripsi, interprestasi serta argumentasi merupakan teknik analisis bahan hukum yang diterapkan dalam penelitian ini. Kedudukan dari seorang saksi pengenal dalam suatu akta autentik yakni sebagai pihak yang memperkenalkan para pihak sebagai penghadap kepada notaris, maka dapat di
鉴定证人是向公证员介绍当事人身份的人。如果当事人年事已高或记忆力较弱,在立约时也需要确定证人。《联合国宪章》第40条第2款只规定有条件的人可以在契约中作证。联合国联-独立党第39条没有说明证人的立场和证人对有关观看者身份的资料的真实性的责任,在这种情况下,可以说是法律规范的模糊。本研究采用规范的法学研究方法。本研究使用的方法是通过法律方法(雕像方法)、概念方法(概念方法)和案例方法(案例方法)。法律资料收集技术是通过图书馆的研究,在制作真实的契约时识别证人。分析所使用的法律材料的技巧是描述、解释和论证。鉴定证人的位置是将公证人介绍给观众的人。在场的证人作为向公证员介绍申请人的人,具有制作真实事迹的作用。身份证人的职责是根据观众的身份,以有效的国民身份证形式介绍观众。此处的证人不对真实契约的内容负责。如果证人在制作契约的过程中故意向公证员提供有关观看者身份的虚假信息,将被追究刑事责任。将刑事证人交给证人是一种以监禁形式进行的刑事制裁。可以要求问责,因为证人是第一个把观众介绍给公证人的人,有错误因素,损失因素和因果因素的存在。Pihak yang成员kenkenalkan identitas parpenghadap kepada公证人disebut sebagai saksi pengenal。Saksi penal juga diperlukan dalam pembuatan akta apabila parpihak sudah berumur lanjut atau sudah memoriliki daya ingat yang lemah。Dalam ujn - p Pasal 40 (2), menentukan syarat saksi penal pakta。[01:39] [jj - p] tiak menerangkan kedudukan dan tanggungjawab saksi penpenal。Penelitian yuridis normnormatim . merupakan方法,yang digunakan dalam Penelitian ini。Pada penelitian ini menggunakan pendekatan undang-undang(雕像法),pendekatan konseptual(概念法),dan pendekatan kasus(案例法)。这是我的翻译,我的翻译是我的翻译,我的翻译是我的翻译,我的翻译是我的翻译。技术分析,技术分析,技术分析,技术分析,技术分析,技术分析。keduukan dari seorang saksi penpenal dalam suatu akta autentik yakni sebagai pihak yang成员perkenalkan parpihaai penghadap kepaada公证,maka dapat dikatakan seorang saksi penpenal成员keterangan yang diberikan oleh penghadap kepaada公证。Dapat dikatakan saksi pengenal memoriliki tugas untuk member member member member member member member member member member member member member member memberTerhadap is akta yang dibuat, saksi pengak memiliki tanggung jawab。Pertanggungjawaban saksi penal secara pidana hanya dapat dikenakan apabilia memberikan keterangan palsu terhadap identitas parpenghadap。Saksi pidana yang diberikan kepaada Saksi penpenana adalah sanksi pidana berupa penjara dikarenakan Saksi penjana disini yang dianggap lebih mengetahui identitas dari penghadap。
{"title":"Tanggung Jawab Saksi Pengenal Terhadap Keterangan yang Diberikan dalam Pembuatan Akta Autentik","authors":"P. Dirgantara","doi":"10.24843/ac.2019.v04.i02.p03","DOIUrl":"https://doi.org/10.24843/ac.2019.v04.i02.p03","url":null,"abstract":"Identifying witness is a person who introduces the identity of the person to the notary. Identifying witnesses are also needed in making deeds if the parties have advanced age or have weak memory. In UUJN-P Article 40 paragraph (2) only states the conditions can be a witness in the deed. In Article 39 of the UUJN-P it is not explained about the position of the witnesses and the responsibility of the witnesses to the truth of the information regarding the identities of the viewers, in this case it can be said as the obscurity of legal norms. This study uses a normative juridical research method. The approach used in this study is through the law approach (statue approach), conceptual approach (conceptual approac) and case approach (case approach). The legal material collection technique is through library research relating to identifying witnesses in making authentic deeds. The techniques for analyzing legal materials used are description, interpretation, and argumentation. The position of the identifying witness is the person who introduces the notary to the viewer. The witness present here has a role in making authentic deeds as the person who introduces the applicants to the notary. The duty of the identifying witness is to introduce the viewers based on the identity of the viewer in the form of a valid National Identity Card. The witness here is not responsible for the contents of the authentic deed. Identifying witnesses can be held criminally responsible if they deliberately provide false information to the notary regarding the identity of the viewers in the process of making a deed. The criminal witness given to the witness is an criminal sanction in the form of a prison. Can ask for accountability because the witness is the person who first introduced the viewers to the notary and there are elements of error, the element of loss and the existence of elements of cause and effect. \u0000Pihak yang memperkenalkan identitas dari para penghadap kepada notaris disebut sebagai saksi pengenal. Saksi pengenal juga diperlukan dalam pembuatan akta apabila para pihak sudah berumur lanjut atau sudah memiliki daya ingat yang lemah. Dalam UUJN-P Pasal 40 ayat (2) menentukan syarat saksi pengenal pada akta. Pasal 39 UUJN-P tidak menerangkan kedudukan dan tanggungjawab saksi pengenal. Penelitian yuridis normatif merupakan metode yang digunakan dalam penelitian ini. Pada penelitian ini menggunakan pendekatan undang-undang (statue approach), pendekatan konseptual (conceptual approach) dan pendekatan kasus (case approach). Adapun teknik pengumpulan bahan hukum yang digunakan yakni berdasarkan teknik kepustakaan yang berhubungan dengan saksi pengenal dalam pembuatan akta autentik. Teknik deskripsi, interprestasi serta argumentasi merupakan teknik analisis bahan hukum yang diterapkan dalam penelitian ini. Kedudukan dari seorang saksi pengenal dalam suatu akta autentik yakni sebagai pihak yang memperkenalkan para pihak sebagai penghadap kepada notaris, maka dapat di","PeriodicalId":381646,"journal":{"name":"Acta Comitas","volume":"38 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-07-21","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"116468405","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-07-21DOI: 10.24843/ac.2019.v04.i02.p02
Ketut Yulia Wirasningrum
Indonesia as a legal state must guarantee the human rights of all citizens, including persons with disabilities. Protection of the rights of persons with disabilities is regulated in international legal instruments as well as several national legal instruments. At the regional level, the Bali Provincial Government issued Bali Local Regulation Number 8 of 2015 concerning Protection and Fulfillment of the Rights of Persons with Disabilities. Regarding the rights to the employment of persons with disabilities in the Bali Regional Regulation there is a concept discrepancy with the provisions in the Disabled Persons Act regarding the percentage of disability employment in Regional Companies. Problems found include how the concept of the problem and the ideal legal regulatory solutions regarding the obligations of Bali Regional Companies to employ persons with disabilities. The purpose of this study is for the disability workforce to be absorbed maximally in the Regional and private companies. To obtain answers to these problems, normative research methods are used with conceptual approaches and regulatory approaches. Conclusions in this discussion that in Bali Regional Regulation Number 8 of 2015 concerning the protection and fulfillment of the rights of persons with disabilities there are still problems with corporate concepts that combine the concepts of Regional Companies and private companies. ideally in the future classification of company concept arrangements will be carried out so that the obligations of Regional and private companies in employing disability workers fulfill material values ??and formal legislation. Negara Indonesia sebagai negara hukum wajib menjamin hak asasi seluruh warga negara termasuk penyandang disabilitas. Perlindungan hak asasi penyandang disabilitas diatur dalam instrumen hukum Internasional serta beberapa instrument hukum nasional. Di tingkat daerah, Pemerintah Provinsi Bali menerbitkan Perda Bali Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perlindungan Dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas. Perihal hak atas pekerjaan penyandang disabilitas dalam Perda Bali terdapat ketidaksesuaian konsep dengan ketentuan dalam Undang-Undang Penyandang Disabilitas perihal persentase penerimaan tenaga kerja disabilitas pada Perusahaan Daerah. Masalah yang ditemukan antara lain bagaimana problem konsep serta solusi pengaturan hukum yang ideal perihal kewajiban Perusahaan Daerah Bali Mempekerjakan penyandang disabilitas. Tujuan dari penelitian ini agar tenaga kerja disabilitas dapat terserap dengan maksimal pada Perusahaan Daerah maupun swasta. Untuk memperoleh jawaban dari permasalahan tersebut digunakan metode penelitian normative dengan pendekatan konsep dan pendekatan peraturan perundang-undangan. Simpulan dalam pembahasan ini bahwa dalam Perda Bali Nomor 8 Tahun 2015 tentang perlindungan dan pemenuhan hak penyandang disabilitas masih terdapat masalah konsep perusahaan yang menggabungkan konsep Perusahaan Daerah dan perusahaan swasta. idealnya k
印度尼西亚作为一个法制国家,必须保障包括残疾人在内的所有公民的人权。国际法律文书和一些国家法律文书对残疾人权利的保护作出了规定。在区域一级,巴厘省政府发布了2015年关于保护和实现残疾人权利的巴厘第8号地方法规。关于《巴厘区域条例》中残疾人的就业权利,在概念上与《残疾人法》中关于区域公司中残疾人就业百分比的规定不一致。所发现的问题包括如何理解问题的概念和关于巴厘区域公司雇用残疾人的义务的理想的法律管理解决办法。这项研究的目的是为了最大限度地吸收区域和私营公司的残疾劳动力。为了获得这些问题的答案,规范性研究方法与概念方法和监管方法一起使用。本次讨论的结论是,关于保护和实现残疾人权利的2015年巴厘第8号区域条例中,将区域公司和私营公司的概念结合起来的公司概念仍然存在问题。理想情况下,在未来的公司概念分类安排将进行,使区域和私营公司在雇用残疾工人履行物质价值的义务??还有正式的立法。Negara Indonesia印尼,印尼,印尼,印尼,印尼,印尼,印尼,印尼Perlindungan hak asaspenyandang残障,diatur dalam instrument hukum international, serta beberapa instrument hukum national。Di tingkat daerah Pemerintah Provinsi巴厘岛menerbitkan Perda巴厘岛Nomor 2015 Tahun tentang Perlindungan丹Pemenuhan在野阵营Penyandang Disabilitas。Perihal hak atas pekerjaan penyandang disabilitas dalam Perda Bali terdapat ketidakesuaian konsep dengan ketentuan dalam undang penyandang disabilitas Perihal perhak haas pekerjaan penyandang disabilitas padpadperusahaan Daerah。我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是我的意思。Tujuan dari penelitian ini agar tenaga kerja disabilitas dapat terserap dengan maksimal pada Perusahaan Daerah maupun swasta。Untuk memperoleh jawaban dari permasalahan tersebut digunakan medeelitian规范性dengan pendekatan konsep danpendekatan peraturan perundang undangan。2015年7月8日,我在巴厘岛上看到了我的残疾,我的残疾,我的残疾,我的残疾,我的残疾。理想情况下,我们可以用depan dilakukan klasifikasi pengaturan konsep perusahaan sehinga kewajiban perusahaan Daerah danswasta dalam mempekerjakan tenaga kerja disabilitas memenuhi material和perundang-undangan。
{"title":"Konstruksi Hukum Tentang Kewajiban Perusahaan Daerah Bali Mempekerjakan Penyandang Disabilitas","authors":"Ketut Yulia Wirasningrum","doi":"10.24843/ac.2019.v04.i02.p02","DOIUrl":"https://doi.org/10.24843/ac.2019.v04.i02.p02","url":null,"abstract":"Indonesia as a legal state must guarantee the human rights of all citizens, including persons with disabilities. Protection of the rights of persons with disabilities is regulated in international legal instruments as well as several national legal instruments. At the regional level, the Bali Provincial Government issued Bali Local Regulation Number 8 of 2015 concerning Protection and Fulfillment of the Rights of Persons with Disabilities. Regarding the rights to the employment of persons with disabilities in the Bali Regional Regulation there is a concept discrepancy with the provisions in the Disabled Persons Act regarding the percentage of disability employment in Regional Companies. Problems found include how the concept of the problem and the ideal legal regulatory solutions regarding the obligations of Bali Regional Companies to employ persons with disabilities. The purpose of this study is for the disability workforce to be absorbed maximally in the Regional and private companies. To obtain answers to these problems, normative research methods are used with conceptual approaches and regulatory approaches. Conclusions in this discussion that in Bali Regional Regulation Number 8 of 2015 concerning the protection and fulfillment of the rights of persons with disabilities there are still problems with corporate concepts that combine the concepts of Regional Companies and private companies. ideally in the future classification of company concept arrangements will be carried out so that the obligations of Regional and private companies in employing disability workers fulfill material values ??and formal legislation. \u0000Negara Indonesia sebagai negara hukum wajib menjamin hak asasi seluruh warga negara termasuk penyandang disabilitas. Perlindungan hak asasi penyandang disabilitas diatur dalam instrumen hukum Internasional serta beberapa instrument hukum nasional. Di tingkat daerah, Pemerintah Provinsi Bali menerbitkan Perda Bali Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perlindungan Dan Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas. Perihal hak atas pekerjaan penyandang disabilitas dalam Perda Bali terdapat ketidaksesuaian konsep dengan ketentuan dalam Undang-Undang Penyandang Disabilitas perihal persentase penerimaan tenaga kerja disabilitas pada Perusahaan Daerah. Masalah yang ditemukan antara lain bagaimana problem konsep serta solusi pengaturan hukum yang ideal perihal kewajiban Perusahaan Daerah Bali Mempekerjakan penyandang disabilitas. Tujuan dari penelitian ini agar tenaga kerja disabilitas dapat terserap dengan maksimal pada Perusahaan Daerah maupun swasta. Untuk memperoleh jawaban dari permasalahan tersebut digunakan metode penelitian normative dengan pendekatan konsep dan pendekatan peraturan perundang-undangan. Simpulan dalam pembahasan ini bahwa dalam Perda Bali Nomor 8 Tahun 2015 tentang perlindungan dan pemenuhan hak penyandang disabilitas masih terdapat masalah konsep perusahaan yang menggabungkan konsep Perusahaan Daerah dan perusahaan swasta. idealnya k","PeriodicalId":381646,"journal":{"name":"Acta Comitas","volume":"1 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-07-21","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"129839540","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-07-21DOI: 10.24843/ac.2019.v04.i02.p15
Sekhar Chandra Pawana
Tulisan ini adalah penelitian yang membahas tentang konsepsi perjanjian pengikatan jual beli rumah susun milik sebagai sebuah panjer dalam perspektif hukum adat dan perundang-undangan. Rumusan masalah yang dikemukakan adalah bagaimana konsepsi perjanjian pengikatan jual beli rumah susun milik sebagai sebuah panjer. Metode yang digunakan adalah metode normatif dengan pendekatan peraturan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Data yang digunakan adalah data sekunder. Perjanjian Pengikatan Jual Beli dapat dimaknai secara dua perspektif. Perjanjian Pengikatan Jual beli dapat dikatan sebagai panjer apabila tidak mengatur tentang adanya uang muka yang mengurangi harga jual.
{"title":"Konsepsi Perjanjian Pengikatan Jual Beli Rumah Susun Milik Sebagai Sebuah Panjer","authors":"Sekhar Chandra Pawana","doi":"10.24843/ac.2019.v04.i02.p15","DOIUrl":"https://doi.org/10.24843/ac.2019.v04.i02.p15","url":null,"abstract":"Tulisan ini adalah penelitian yang membahas tentang konsepsi perjanjian pengikatan jual beli rumah susun milik sebagai sebuah panjer dalam perspektif hukum adat dan perundang-undangan. Rumusan masalah yang dikemukakan adalah bagaimana konsepsi perjanjian pengikatan jual beli rumah susun milik sebagai sebuah panjer. Metode yang digunakan adalah metode normatif dengan pendekatan peraturan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Data yang digunakan adalah data sekunder. Perjanjian Pengikatan Jual Beli dapat dimaknai secara dua perspektif. Perjanjian Pengikatan Jual beli dapat dikatan sebagai panjer apabila tidak mengatur tentang adanya uang muka yang mengurangi harga jual.","PeriodicalId":381646,"journal":{"name":"Acta Comitas","volume":"5 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-07-21","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"131743237","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-07-21DOI: 10.24843/ac.2019.v04.i02.p11
I. Pratama
PTSL dilaksanakan berdasarkan Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomar 35 Tahun 2016 tentang Percepatan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap. Pendafaran tanah sendiri diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA), yang pada Pasal 19 ayat (1)-nya menegaskan bahwa untuk menjamin kepastian hukum, oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah, Berdasarkan pemaparan di atas, penting dilakukannya penelitian mengenai : a. Bagaimanakah sistem pendaftaran hak atas tanah di Bali setelah adanya program Pendafaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) ? b. Bagaimanakah proses serta peran Notaris/PPAT di dalamnya ?. Jenis penelitian ini merupakan penelitian hukum empiris yang meneliti data sekunder di awal penelitian dan dilanjutkan dengan meneliti data primer di lapangan, yaitu responden dari masyarakat secara langsung. Data primer dapat diperoleh secara langsung oleh peneliti dari sumber pertama. Sedangkan, data sekunder dapat diperoleh dari bahan–bahan kepustakaan, arsip–arsip, dokumen–dokumen yang terdiri dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yaitu karya ilmiah, hasil penelitian terdahulu, hasil karya dari praktisi hukum dan sejenisnya. Dari penelitian ini diperoleh hasil dan kseimpulan sebagai berikut : 1. Sistim negatif pendaftaran tanah adat di Bali dapat memberikan kepastian hukum bagi pemegang hak yang terdaftar di dalam daftar umum apabila Proses penyelidikan riwayat penguasaan tanah pada pendaftaran hak pertama kali mendapat bantuan masyarakat, diadakan kodifikasi mengenai lembaga kadaluwarsaTanah-tanah hak adat di Bali maupun hak-hak atas tanah adat secara umum dengan nama apapun, sebagaimana halnya hak-hak atas tanah lainnya, adalah merupakan obyek pendaftaran tanah, baik secara sistematis/sistematis lengkap, maupun secara sporadik. 2. Dalam proses pensertipikatan hak atas tanah adat (termasuk hak atas tanah adat di Bali) melalui pendaftaran tanah sistematis/ sistematis lengkap maupun sporadik, tidak ada peranan Notaris/PPAT didalamnya, sebab tidak diperlukan akta yang dibuat dihadapan/oleh Notaris/PPAT, kecuali untuk mengesahkan fotokopi dokumen sesuai dengan aslinya untuk fotokopi dokumen pendukung yang diperlukan atau untuk perbuatan hukum berupa pemberian hak guna bangunan atau hak pakai atas tanah hak milik. Terdapat adanya peranan PPAT dalam setiap perbuatan hukum berupa pemindahan hak atau pembebanan hak atas tanah, termasuk hak-hak atas tanah adat di Bali, karena perbuatan-perbuatan hukum tersebut harus dibuktikan dengan Akta PPAT untuk keperluan pendaftaran di Kantor Pertanahan guna penerbitan setipikatnya.
{"title":"Peran PPAT Dalam Sistem Pendaftaran Tanah Adat di Bali","authors":"I. Pratama","doi":"10.24843/ac.2019.v04.i02.p11","DOIUrl":"https://doi.org/10.24843/ac.2019.v04.i02.p11","url":null,"abstract":"PTSL dilaksanakan berdasarkan Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomar 35 Tahun 2016 tentang Percepatan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap. Pendafaran tanah sendiri diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA), yang pada Pasal 19 ayat (1)-nya menegaskan bahwa untuk menjamin kepastian hukum, oleh Pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah, Berdasarkan pemaparan di atas, penting dilakukannya penelitian mengenai : a. Bagaimanakah sistem pendaftaran hak atas tanah di Bali setelah adanya program Pendafaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) ? b. Bagaimanakah proses serta peran Notaris/PPAT di dalamnya ?. Jenis penelitian ini merupakan penelitian hukum empiris yang meneliti data sekunder di awal penelitian dan dilanjutkan dengan meneliti data primer di lapangan, yaitu responden dari masyarakat secara langsung. Data primer dapat diperoleh secara langsung oleh peneliti dari sumber pertama. Sedangkan, data sekunder dapat diperoleh dari bahan–bahan kepustakaan, arsip–arsip, dokumen–dokumen yang terdiri dari bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yaitu karya ilmiah, hasil penelitian terdahulu, hasil karya dari praktisi hukum dan sejenisnya. Dari penelitian ini diperoleh hasil dan kseimpulan sebagai berikut : 1. Sistim negatif pendaftaran tanah adat di Bali dapat memberikan kepastian hukum bagi pemegang hak yang terdaftar di dalam daftar umum apabila Proses penyelidikan riwayat penguasaan tanah pada pendaftaran hak pertama kali mendapat bantuan masyarakat, diadakan kodifikasi mengenai lembaga kadaluwarsaTanah-tanah hak adat di Bali maupun hak-hak atas tanah adat secara umum dengan nama apapun, sebagaimana halnya hak-hak atas tanah lainnya, adalah merupakan obyek pendaftaran tanah, baik secara sistematis/sistematis lengkap, maupun secara sporadik. 2. Dalam proses pensertipikatan hak atas tanah adat (termasuk hak atas tanah adat di Bali) melalui pendaftaran tanah sistematis/ sistematis lengkap maupun sporadik, tidak ada peranan Notaris/PPAT didalamnya, sebab tidak diperlukan akta yang dibuat dihadapan/oleh Notaris/PPAT, kecuali untuk mengesahkan fotokopi dokumen sesuai dengan aslinya untuk fotokopi dokumen pendukung yang diperlukan atau untuk perbuatan hukum berupa pemberian hak guna bangunan atau hak pakai atas tanah hak milik. Terdapat adanya peranan PPAT dalam setiap perbuatan hukum berupa pemindahan hak atau pembebanan hak atas tanah, termasuk hak-hak atas tanah adat di Bali, karena perbuatan-perbuatan hukum tersebut harus dibuktikan dengan Akta PPAT untuk keperluan pendaftaran di Kantor Pertanahan guna penerbitan setipikatnya.","PeriodicalId":381646,"journal":{"name":"Acta Comitas","volume":"14 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-07-21","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"124268015","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-07-21DOI: 10.24843/ac.2019.v04.i02.p04
I. A. Dewi
The act of whistling, being called as “darling”, “gek”, “handsome” or “beautiful” and unwanted verbal comments are classified as “catcalling”, which is included as a form of harassment. This harassment can be easily experienced by anyone in their daily lives, even today, it is still considered as something normal. Seeing this phenomenon, it is deemed necessary to study the “catcalling” regulation in the Indonesian legal system and the view of the community towards “catcalling” itself. The purpose of this journal is to find out the regulations and the views of the community toward “catcalling”. The result that obtained in this study is the regulation of “catcalling” indirectly, already in Indonesian Law in the Article 281 of the Criminal Code, Article 351 of the Criminal Code, Article 9 of the Pornography Law, Article 35 of the Pornography Law and Article 86 paragraph (1) of the Employment Law, but with the differences in the use of the terms in the articles eventually, can limit the use of these articles. Based on the results of an online survey, most people said that “catcalling” is not a joke or praise, those who experience “catcalling” feel angry, disgusted and afraid when they experience it. The survey result shows that it is necessary to have a specific regulation to regulate “catcalling.” Tindakan bersiul, dipanggil dengan sebutan “sayang”, “gek”, “ganteng” atau “cantik” dan komentar verbal yang tidak diinginkan, tergolong kedalam “catcalling” yang termasuk sebagai bentuk pelecehan. Pelecehan ini dengan sangat mudah dapat dialami oleh siapapun dalam kehidupan sehari-harinya, bahkan sampai saat ini hal tersebut masih dianggap sebagai suatu hal yang biasa. Melihat fenomena ini, maka dirasa perlu untuk dikaji pengaturan “catcalling” dalam sistem hukum Indonesia dan pandangan masyarakat terhadap “catcalling” itu sendiri, haruskah diadakan suatu aturan mengenai “catcalling”. Tujuan penulisan jurnal ini ialah untuk mengetahui tentang pengaturan dan pandangan masyarakat terhadap “catcalling”. Hasil yang didapatkan dalam penelitian ini ialah aturan “catcalling” secara tidak langsung sudah ada di dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia pada Pasal 281 KUHP, Pasal 351 KUHP, Pasal 9 UU Pornografi, Pasal 35 UU Pornografi dan Pasal 86 ayat (1) UU Ketenagakerjaan, namun dengan adanya perbedaan penggunaan istilah dalam setiap pasal mengakibatkan dibatasinya penggunaan pasal-pasal tersebut. Berdasarkan hasil survei online sebagian besar masyarakat menyebutkan bahwa “catcalling” bukanlah suatu candaan atau pujian, mereka yang mengalami “catcalling” merasa marah, jijik dan takut ketika mengalami “catcalling”. Hasil survei menunjukkan bahwa dirasa perlu adanya suatu aturan khusus yang mengatur tentang “catcalling”.
吹口哨、被称为“亲爱的”、“极客”、“帅哥”或“美女”,以及不必要的口头评论都被归类为“嘘声”,被列为骚扰的一种形式。任何人在日常生活中都很容易经历这种骚扰,即使在今天,它仍然被认为是正常的事情。看到这一现象,我们认为有必要研究印尼法律体系中对“吹口哨”的规定以及社会对“吹口哨”本身的看法。本刊的目的是了解社区对“嘘声”的规定和看法。本研究得出的结果是间接对“嘘声”的规定,在印尼法律中已经存在于《刑法》第281条、《刑法》第351条、《色情法》第9条、《色情法》第35条和《就业法》第86条第(1)款中,但随着条款中术语使用的差异,最终可以限制这些条款的使用。根据一项网络调查的结果,大多数人表示,“吹口哨”既不是开玩笑,也不是赞美,那些经历过“吹口哨”的人在经历这种情况时会感到愤怒、厌恶和害怕。调查结果表明,有必要制定具体的规定来规范“吹口哨”。Tindakan bersiul, dipanggil dengan sebutan“sayang”,“gek”,“ganteng”atau“cantik”dan评论口头yang tidak diinginkan, tergolong kedalam“catcalling”yang termasuk sebagai bentuk pelecehan。Pelecehan ini dengan sangat mudah dapapapun dalam kehidupan sehari-harinya, bakan sampai saat inhal tersesebut masih dianggap sebagai suatu hal yang biasa。Melihat现象,maka dirasa perlu untuk dikaji pengaturan " catcalling " dalam system hukum Indonesia dan pandangan masyarakat terhadap " catcalling " itu sendiri, haruskah diadakan suatu aturan mengenai " catcalling "。Tujuan penulisan journal ini ialah untuk mengetahui tentang pengaturan dan pandangan masyarakat terhadap“嘘声”。Hasil yang didapatkan dalam penelitian ini ialah aturan“catcalling”secara tidak langsung sudah ada di dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia pada Pasal 281 KUHP, Pasal 351 KUHP, Pasal 9 UU Pornografi, Pasal 35 UU Pornografi dan Pasal 86 ayat (1) UU Ketenagakerjaan, namun dengan adanya perbedaan penggunaan mengakibatkan dibatasinya penggunaan Pasal - Pasal tersebut。Berdasarkan hasil在线调查sebagian besar masyarakat menyebutkan bahwa“吹口哨”bukanlah suatu candaan atau pujian, mereka yang mengalami“吹口哨”merasa marah, jijik dan takut ketika mengalami“吹口哨”。Hasil survei menunjukkan bahwa dirasa perlu adanya suatu aturan khusus yang mengatur tentang“嘘声”。
{"title":"Catcalling : Candaan, Pujian atau Pelecehan Seksual","authors":"I. A. Dewi","doi":"10.24843/ac.2019.v04.i02.p04","DOIUrl":"https://doi.org/10.24843/ac.2019.v04.i02.p04","url":null,"abstract":"The act of whistling, being called as “darling”, “gek”, “handsome” or “beautiful” and unwanted verbal comments are classified as “catcalling”, which is included as a form of harassment. This harassment can be easily experienced by anyone in their daily lives, even today, it is still considered as something normal. Seeing this phenomenon, it is deemed necessary to study the “catcalling” regulation in the Indonesian legal system and the view of the community towards “catcalling” itself. The purpose of this journal is to find out the regulations and the views of the community toward “catcalling”. The result that obtained in this study is the regulation of “catcalling” indirectly, already in Indonesian Law in the Article 281 of the Criminal Code, Article 351 of the Criminal Code, Article 9 of the Pornography Law, Article 35 of the Pornography Law and Article 86 paragraph (1) of the Employment Law, but with the differences in the use of the terms in the articles eventually, can limit the use of these articles. Based on the results of an online survey, most people said that “catcalling” is not a joke or praise, those who experience “catcalling” feel angry, disgusted and afraid when they experience it. The survey result shows that it is necessary to have a specific regulation to regulate “catcalling.” \u0000Tindakan bersiul, dipanggil dengan sebutan “sayang”, “gek”, “ganteng” atau “cantik” dan komentar verbal yang tidak diinginkan, tergolong kedalam “catcalling” yang termasuk sebagai bentuk pelecehan. Pelecehan ini dengan sangat mudah dapat dialami oleh siapapun dalam kehidupan sehari-harinya, bahkan sampai saat ini hal tersebut masih dianggap sebagai suatu hal yang biasa. Melihat fenomena ini, maka dirasa perlu untuk dikaji pengaturan “catcalling” dalam sistem hukum Indonesia dan pandangan masyarakat terhadap “catcalling” itu sendiri, haruskah diadakan suatu aturan mengenai “catcalling”. Tujuan penulisan jurnal ini ialah untuk mengetahui tentang pengaturan dan pandangan masyarakat terhadap “catcalling”. Hasil yang didapatkan dalam penelitian ini ialah aturan “catcalling” secara tidak langsung sudah ada di dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia pada Pasal 281 KUHP, Pasal 351 KUHP, Pasal 9 UU Pornografi, Pasal 35 UU Pornografi dan Pasal 86 ayat (1) UU Ketenagakerjaan, namun dengan adanya perbedaan penggunaan istilah dalam setiap pasal mengakibatkan dibatasinya penggunaan pasal-pasal tersebut. Berdasarkan hasil survei online sebagian besar masyarakat menyebutkan bahwa “catcalling” bukanlah suatu candaan atau pujian, mereka yang mengalami “catcalling” merasa marah, jijik dan takut ketika mengalami “catcalling”. Hasil survei menunjukkan bahwa dirasa perlu adanya suatu aturan khusus yang mengatur tentang “catcalling”.","PeriodicalId":381646,"journal":{"name":"Acta Comitas","volume":"116 9","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-07-21","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"113961411","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}