Luka pada gingiva sering terjadi baik disengaja maupun tidak disengaja. Luka adalah rusaknya kesatuan atau komponen jaringan. Penyembuhan luka merupakan reaksi jaringan yang rusak untuk mengembalikan fungsi jaringan tersebut. Salah satu proses yang terlibat dalam penyembuhan luka adalah re-epitelisasi. Sage (Salvia officinalis L.) merupakan tanaman yang berpotensi untuk penyembuhan luka. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek ekstrak daun sage konsentrasi 50% secara topikal terhadap reepitelisasi pada proses penyembuhan luka gingiva labial tikus Sprague dawley. Dua puluh empat ekor tikus Sprague dawley dibagi dalam 2 kelompok, perlakuan dan kontrol. Perlukaan pada gingiva labial tikus dibuat dengan menggunakan punch biopsy diameter 2,5 mm. Luka pada kelompok perlakuan diberi ekstrak daun sage konsentrasi 50% dan pada kelompok kontrol diaplikasikan iod gliserin 2 kali sehari selama 1 menit secara topikal. Tiga ekor tikus dari masing-masing kelompok dikorbankan pada 1, 3, 5 dan 7 hari setelah perlukaan. Jaringan luka diambil, diproses secara histologis dan dilakukan pengecatan dengan menggunakan metode Hematoksilin Eosin (HE). Pengukuran ketebalan jaringan epitel gingiva dilakukan menggunakan mikrometer okuler digital. Data ketebalan epitel dianalisis menggunakan paired samples ttest. Hasil pengukuran ketebalan jaringan epitel gingiva dengan paired samples t-test menunjukkan perbedaan yang signifikan antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol pada 3, 5 dan 7 hari setelah perlukaan. Kesimpulan dari penelitian ini adalah pemberian ekstrak daun sage konsentrasi 50% dapat menginduksi re-epitelisasi pada proses penyembuhan luka gingiva labial tikus Sprague dawley serta lebih efektif dibandingkan iod gliserin.
{"title":"INDUKSI RE-EPITELISASI PADA PROSES PENYEMBUHAN LUKA GINGIVA OLEH APLIKASI TOPIKAL EKSTRAK DAUN SAGE (Salvia officinalis L.) KONSENTRASI 50% (Kajian In Vivo Pada Tikus Sprague Dawley)","authors":"A. Alhasyimi","doi":"10.33854/JBDJBD.35","DOIUrl":"https://doi.org/10.33854/JBDJBD.35","url":null,"abstract":"Luka pada gingiva sering terjadi baik disengaja maupun tidak disengaja. Luka adalah rusaknya kesatuan atau komponen jaringan. Penyembuhan luka merupakan reaksi jaringan yang rusak untuk mengembalikan fungsi jaringan tersebut. Salah satu proses yang terlibat dalam penyembuhan luka adalah re-epitelisasi. Sage (Salvia officinalis L.) merupakan tanaman yang berpotensi untuk penyembuhan luka. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek ekstrak daun sage konsentrasi 50% secara topikal terhadap reepitelisasi pada proses penyembuhan luka gingiva labial tikus Sprague dawley. Dua puluh empat ekor tikus Sprague dawley dibagi dalam 2 kelompok, perlakuan dan kontrol. Perlukaan pada gingiva labial tikus dibuat dengan menggunakan punch biopsy diameter 2,5 mm. Luka pada kelompok perlakuan diberi ekstrak daun sage konsentrasi 50% dan pada kelompok kontrol diaplikasikan iod gliserin 2 kali sehari selama 1 menit secara topikal. Tiga ekor tikus dari masing-masing kelompok dikorbankan pada 1, 3, 5 dan 7 hari setelah perlukaan. Jaringan luka diambil, diproses secara histologis dan dilakukan pengecatan dengan menggunakan metode Hematoksilin Eosin (HE). Pengukuran ketebalan jaringan epitel gingiva dilakukan menggunakan mikrometer okuler digital. Data ketebalan epitel dianalisis menggunakan paired samples ttest. Hasil pengukuran ketebalan jaringan epitel gingiva dengan paired samples t-test menunjukkan perbedaan yang signifikan antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol pada 3, 5 dan 7 hari setelah perlukaan. Kesimpulan dari penelitian ini adalah pemberian ekstrak daun sage konsentrasi 50% dapat menginduksi re-epitelisasi pada proses penyembuhan luka gingiva labial tikus Sprague dawley serta lebih efektif dibandingkan iod gliserin.","PeriodicalId":431866,"journal":{"name":"B-Dent, Jurnal Kedokteran Gigi Universitas Baiturrahmah","volume":"5 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-11-10","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"127134922","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Kiky Zayufa Alfizia, Kornialia Kornialia, S. Utami
Pasien dengan alat ortodonti cekat memiliki peningkatan resiko akumulasi plak karena meningkatnya kesulitan untuk menghilangkan plak. Akumulasi plak dapat dicegah dengan pelaksanaan kontrol plak, upaya tersebut bisa secara mekanis maupun kimiawi. Penggunaan obat kumur bahan alami memiliki kelebihan karena efek terapeutik dari bahan alamai bersifat konstruktif, efek samping yang ditimbulkan sangat kecil sehingga bahan alami relatif aman dari pada bahan kimiawi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan skor plak sebelum dan sesudah berkumur dengan seduhan daun sirih merah ( Piper crocatum ) pada mahasiswa pemakai piranti ortodonti cekat di FKG Universitas Baiturrahmah angkatan 2011. Jenis penelitian yang digunakan adalah cross sectional design . Populasi penelitian ini adalah mahasiswa FKG Universitas Baiturrahmah angkatan 2011 yang memakai piranti ortodonti cekat pada rahang atas dan rahang bawah dengan jumlah mahasiswa sebanyak 23 orang. Teknik pengambilan sampel adalah total sampling. Analisis yang digunakan adalah Paired T-Test. Hasil penelitian diketahui rata-rata indeks plak sebelum (37,4) lebih tinggi dari pada sesudah berkumur dengan seduhan sirih merah (Piper Crocatum)(22,7). Hasil uji Paired T-Test diketahui bahwa nilai p value = 0,000 < 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan skor plak sebelum dan sesudah berkumur dengan seduhan daun sirih merah konsentrasi 50% pada pemakai piranti ortodonti cekat di FKG Universitas Baiturrahmah angkatan 2011.
{"title":"PENGARUH BERKUMUR DENGAN SEDUHAN DAUN SIRIH MERAH TERHADAP NILAI PLAK PADA PEMAKAI PIRANTI ORTODONTI CEKAT","authors":"Kiky Zayufa Alfizia, Kornialia Kornialia, S. Utami","doi":"10.33854/JBDJBD.34","DOIUrl":"https://doi.org/10.33854/JBDJBD.34","url":null,"abstract":"Pasien dengan alat ortodonti cekat memiliki peningkatan resiko akumulasi plak karena meningkatnya kesulitan untuk menghilangkan plak. Akumulasi plak dapat dicegah dengan pelaksanaan kontrol plak, upaya tersebut bisa secara mekanis maupun kimiawi. Penggunaan obat kumur bahan alami memiliki kelebihan karena efek terapeutik dari bahan alamai bersifat konstruktif, efek samping yang ditimbulkan sangat kecil sehingga bahan alami relatif aman dari pada bahan kimiawi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan skor plak sebelum dan sesudah berkumur dengan seduhan daun sirih merah ( Piper crocatum ) pada mahasiswa pemakai piranti ortodonti cekat di FKG Universitas Baiturrahmah angkatan 2011. Jenis penelitian yang digunakan adalah cross sectional design . Populasi penelitian ini adalah mahasiswa FKG Universitas Baiturrahmah angkatan 2011 yang memakai piranti ortodonti cekat pada rahang atas dan rahang bawah dengan jumlah mahasiswa sebanyak 23 orang. Teknik pengambilan sampel adalah total sampling. Analisis yang digunakan adalah Paired T-Test. Hasil penelitian diketahui rata-rata indeks plak sebelum (37,4) lebih tinggi dari pada sesudah berkumur dengan seduhan sirih merah (Piper Crocatum)(22,7). Hasil uji Paired T-Test diketahui bahwa nilai p value = 0,000 < 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan skor plak sebelum dan sesudah berkumur dengan seduhan daun sirih merah konsentrasi 50% pada pemakai piranti ortodonti cekat di FKG Universitas Baiturrahmah angkatan 2011.","PeriodicalId":431866,"journal":{"name":"B-Dent, Jurnal Kedokteran Gigi Universitas Baiturrahmah","volume":"18 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-11-10","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"125645101","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Martha Mozartha, Muthiara Praziandithe, S. Sulistiawati
Glass Ionomer Cement (GIC) memiliki sifat-sifat yang menguntungkan sebagai material restorasi. Namun, penggunaannya terbatas karena GIC memiliki kekuatan tekan yang rendah. Berbagai penelitian dilakukan untuk meningkatkan kekuatan tekan GIC, salah satunya penambahan hidroksiapatit ke bubuk GIC. Hidroksiapatit dapat disintesis dari larutan kimia atau berbagai limbah alam, misalnya cangkang telur, melalui metode presipitasi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penambahan hidroksiapatit dari cangkang telur terhadap kekuatan tekan GIC Fuji IX (GC Corporation). Pembuatan 32 silinder GIC berdiameter 4mm dan tinggi 6mm dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu: kelompok GIC tanpa penambahan hidroksiapatit sebagai kelompok kontrol (n=16) dan kelompok GIC dengan penambahan 8% hidroksiapatit sebagai kelompok uji (n=16). Kekuatan tekan diukur dengan Universal Testing Machine. Data dianalisis menggunakan uji T tidak berpasangan. Hasil pengukuran rata-rata kekuatan tekan GIC kelompok kontrol adalah 104,33±1,36 MPa dan kelompok uji adalah 109,52±1,58 MPa. Hasil uji T pada data tersebut menunjukkan perbedaan signifikan antar kelompok (p
{"title":"PENGARUH PENAMBAHAN HIDROKSIAPATIT DARI CANGKANG TELUR TERHADAP KEKUATAN TEKAN GLASS IONOMER CEMENT","authors":"Martha Mozartha, Muthiara Praziandithe, S. Sulistiawati","doi":"10.33854/jbdjbd.42","DOIUrl":"https://doi.org/10.33854/jbdjbd.42","url":null,"abstract":"Glass Ionomer Cement (GIC) memiliki sifat-sifat yang menguntungkan \u0000sebagai material restorasi. Namun, penggunaannya terbatas karena GIC \u0000memiliki kekuatan tekan yang rendah. Berbagai penelitian dilakukan \u0000untuk meningkatkan kekuatan tekan GIC, salah satunya penambahan \u0000hidroksiapatit ke bubuk GIC. Hidroksiapatit dapat disintesis dari \u0000larutan kimia atau berbagai limbah alam, misalnya cangkang telur, \u0000melalui metode presipitasi. Tujuan penelitian ini adalah untuk \u0000mengetahui pengaruh penambahan hidroksiapatit dari cangkang telur \u0000terhadap kekuatan tekan GIC Fuji IX (GC Corporation). Pembuatan 32 \u0000silinder GIC berdiameter 4mm dan tinggi 6mm dibagi menjadi 2 \u0000kelompok, yaitu: kelompok GIC tanpa penambahan hidroksiapatit \u0000sebagai kelompok kontrol (n=16) dan kelompok GIC dengan \u0000penambahan 8% hidroksiapatit sebagai kelompok uji (n=16). Kekuatan \u0000tekan diukur dengan Universal Testing Machine. Data dianalisis \u0000menggunakan uji T tidak berpasangan. Hasil pengukuran rata-rata \u0000kekuatan tekan GIC kelompok kontrol adalah 104,33±1,36 MPa dan \u0000kelompok uji adalah 109,52±1,58 MPa. Hasil uji T pada data tersebut \u0000menunjukkan perbedaan signifikan antar kelompok (p","PeriodicalId":431866,"journal":{"name":"B-Dent, Jurnal Kedokteran Gigi Universitas Baiturrahmah","volume":"9 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-11-10","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"124713991","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Telah dilakukan penelitian tentang hubungan hasil pemeriksaan fisik dengan pilihan terapi pada pasien tukak peptik di SMF penyakit dalam RSUD Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi. Tujuan penelitian ini untuk memahami apakah hasil pemeriksaan fisik telah menjadi rujukan dalam pemberian terapi pada pasien tukak peptik.Penelitian ini merupakan penelitian prospektif dan pengambilan sampel dilakukan dengan metoda purposive sampling. Data dikumpulkan dari bulan Februari sampai April 2012 yang diambil dari rekam medik pasien rawat inap serta menggali informasi dari pasien untuk mendapatkan faktor penyebab tukak peptik. Hasil penelitian menunjukkan dari 50 pasien penderita tukak peptik diduga tukak disebabkan oleh Helicobacter pylori(38%), stres (36%), penggunaan OAINS (10%) dan Helicobater pylori-OAINS (16%).Terapi yang diberikan adalah ranitidin, omeprazol, lansoprazol, antasida, sukrafalt, dan tidak ditemukan terapi yang menggunakan antibiotik.Hubungan terapi yang diberikan dengan pemeriksaan fisik menunjukkan dari 50 pasien, 23 pasien (46%) yang ada hubungan antara hasil pemeriksaan fisik dengan pilihan terapi tukak peptik, sisanya 27 pasien (54%) tidak ada hubungan antara hasil pemeriksaan fisik dengan pilihan terapi tukak peptik. Hasil menunjukkan bahwa pemeriksaan fisik belum dijadikan rujukan dalam pemberian terapi.Diperlukan pemeriksaan Helicobacter pylori untuk memastikan faktor penyebab penyakitnya.
{"title":"ANALISIS TERAPI PADA PASIEN TUKAK PEPTIKDI SMF PENYAKIT DALAM RSUD DR. ACHMAD MOCHTAR BUKITTINGGI","authors":"S. Suhatri, Hansen Hansen, H. Hengky","doi":"10.33854/JBD.V1I1.53","DOIUrl":"https://doi.org/10.33854/JBD.V1I1.53","url":null,"abstract":"Telah dilakukan penelitian tentang hubungan hasil pemeriksaan fisik dengan pilihan terapi pada pasien tukak peptik di SMF penyakit dalam RSUD Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi. Tujuan penelitian ini untuk memahami apakah hasil pemeriksaan fisik telah menjadi rujukan dalam pemberian terapi pada pasien tukak peptik.Penelitian ini merupakan penelitian prospektif dan pengambilan sampel dilakukan dengan metoda purposive sampling. Data dikumpulkan dari bulan Februari sampai April 2012 yang diambil dari rekam medik pasien rawat inap serta menggali informasi dari pasien untuk mendapatkan faktor penyebab tukak peptik. Hasil penelitian menunjukkan dari 50 pasien penderita tukak peptik diduga tukak disebabkan oleh Helicobacter pylori(38%), stres (36%), penggunaan OAINS (10%) dan Helicobater pylori-OAINS (16%).Terapi yang diberikan adalah ranitidin, omeprazol, lansoprazol, antasida, sukrafalt, dan tidak ditemukan terapi yang menggunakan antibiotik.Hubungan terapi yang diberikan dengan pemeriksaan fisik menunjukkan dari 50 pasien, 23 pasien (46%) yang ada hubungan antara hasil pemeriksaan fisik dengan pilihan terapi tukak peptik, sisanya 27 pasien (54%) tidak ada hubungan antara hasil pemeriksaan fisik dengan pilihan terapi tukak peptik. Hasil menunjukkan bahwa pemeriksaan fisik belum dijadikan rujukan dalam pemberian terapi.Diperlukan pemeriksaan Helicobacter pylori untuk memastikan faktor penyebab penyakitnya.","PeriodicalId":431866,"journal":{"name":"B-Dent, Jurnal Kedokteran Gigi Universitas Baiturrahmah","volume":"88 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-11-10","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"132269923","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Perawatan di kedokteran gigi mulai menggunakan material fiber reinforced composite (FRC) sebagai bahan penyusun alat-alat tertentu seperti gigi tiruan cekat, restorasi onlay, splinting gigi goyah, pasak gigi dan space maintainer. Penyusun FRC terdiri dari fiber dengan jenis terbanyak glass fiber dan matriks berupa dental composite. Non dental glass fiber merupakan jenis glass fiber yang digunakan pada pembuatan gypsum, patung dan alat-alat otomotif yang mudah dijumpai di pasaran dengan harga terjangkau. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui potensi sitotoksisitas jenis dan lama perendaman non dental glass fiber reinforced composite terhadap sel fibroblas yang mati. Penelitian ini menggunakan FRC yang diperkuat oleh 3 jenis non dental glass fiber I, II, III dan dental E-glass fiber sebagai pembanding. Uji sitotoksisitas dilakukan dengan methyl tetrazolium test (MTT) menggunakan sel vero terhadap air hasil rendaman FRC selama 1, 4, 7 dan 10 hari masing-masing 6 pengulangan sampel tiap kelompok. Jumlah sel yang mati menunjukkan tingkat sitotoksisitas dan kemudian dianalisa dengan Anava dua jalur (α = 0,05).Hasil penelitian menunjukkan rata-rata kematian sel tertinggi yaitu 8,55 ± 0,27 % pada FRC III dengan lama perendaman 10 hari, sedangkan rata-rata kematian sel terendah yaitu 8,48 ± 0,35 % pada dental glass fiber dengan lama perendaman 1 hari. Berdasarkan pedoman dari Sjögren bahan tidak bersifat sitotoksis jika kematian sel masih dibawah 10%. Uji Anava dua jalur menunjukkan bahwa jenis non dental glass fiber reinforced composite dan lama perendaman mempunyai pengaruh tidak bermakna (p>0,05) terhadap sitotoksisitas sel fibroblas. Kesimpulan hasil penelitian yaitu non dental glass fiber reinforced composite tidak bersifat sitotoksis terhadap sel fibroblas, jenis non dental glass fiber reinforced composite dan lama perendaman tidak berpengaruh terhadap sitotoksisitas sel fibroblas
{"title":"PENGARUH JENIS DAN LAMA PERENDAMAN NON DENTAL GLASS FIBER REINFORCED COMPOSITE TERHADAP SITOTOKSISITAS SEL FIBROBLAS","authors":"Dendy Murdiyanto, W. Widjijono, Nuryono Nuryono","doi":"10.33854/JBDJBD.13","DOIUrl":"https://doi.org/10.33854/JBDJBD.13","url":null,"abstract":"Perawatan di kedokteran gigi mulai menggunakan material fiber reinforced composite (FRC) sebagai bahan penyusun alat-alat tertentu seperti gigi tiruan cekat, restorasi onlay, splinting gigi goyah, pasak gigi dan space maintainer. Penyusun FRC terdiri dari fiber dengan jenis terbanyak glass fiber dan matriks berupa dental composite. Non dental glass fiber merupakan jenis glass fiber yang digunakan pada pembuatan gypsum, patung dan alat-alat otomotif yang mudah dijumpai di pasaran dengan harga terjangkau. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui potensi sitotoksisitas jenis dan lama perendaman non dental glass fiber reinforced composite terhadap sel fibroblas yang mati. Penelitian ini menggunakan FRC yang diperkuat oleh 3 jenis non dental glass fiber I, II, III dan dental E-glass fiber sebagai pembanding. Uji sitotoksisitas dilakukan dengan methyl tetrazolium test (MTT) menggunakan sel vero terhadap air hasil rendaman FRC selama 1, 4, 7 dan 10 hari masing-masing 6 pengulangan sampel tiap kelompok. Jumlah sel yang mati menunjukkan tingkat sitotoksisitas dan kemudian dianalisa dengan Anava dua jalur (α = 0,05).Hasil penelitian menunjukkan rata-rata kematian sel tertinggi yaitu 8,55 ± 0,27 % pada FRC III dengan lama perendaman 10 hari, sedangkan rata-rata kematian sel terendah yaitu 8,48 ± 0,35 % pada dental glass fiber dengan lama perendaman 1 hari. Berdasarkan pedoman dari Sjögren bahan tidak bersifat sitotoksis jika kematian sel masih dibawah 10%. Uji Anava dua jalur menunjukkan bahwa jenis non dental glass fiber reinforced composite dan lama perendaman mempunyai pengaruh tidak bermakna (p>0,05) terhadap sitotoksisitas sel fibroblas. Kesimpulan hasil penelitian yaitu non dental glass fiber reinforced composite tidak bersifat sitotoksis terhadap sel fibroblas, jenis non dental glass fiber reinforced composite dan lama perendaman tidak berpengaruh terhadap sitotoksisitas sel fibroblas","PeriodicalId":431866,"journal":{"name":"B-Dent, Jurnal Kedokteran Gigi Universitas Baiturrahmah","volume":"70 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-11-10","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"131176430","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Kasus edentulus dengan resorpsi linggir alveolaris yang berlebihan banyak dijumpai pada pasien lanjut usia (lansia). Selain itu sering juga disertai penyakit sistemik seperti Cerebrovascular accident (CVA) yang berdampak pada daerah rongga mulut dan sekitarnya antara lain paralisis wajah, dysphagia, aphasia, dysphasia, dan dysarthria. Penatalaksanaan gigi tiruan lengkap dengan linggir datar untuk pasien seperti di atas sering menimbulkan kesulitan dalam memperoleh retensi, stabilisasi, oklusi dan estetis yang baik. Laporan kasus ini menjelaskan tentang penatalaksanaan gigi tiruan lengkap dengan linggir datar dan hubungan rahang klas III disertai CVA. Pasien perempuan, usia 70 tahun, datang ke RSGMP FKG USU, ingin dibuatkan gigi tiruan rahang atas dan bawah dengan keluhan sulit mengunyah makanan. Pasien menderita CVA. Pemeriksaan ekstraoral menunjukkan profil wajah tampak samping lurus. Pemeriksaan intraoral menunjukkan linggir datar pada rahang bawah dan ukuran lengkung rahang atas lebih kecil dari rahang bawah. Penatalaksanaan linggir datar rahang bawah yaitu desain basis yang diperluas sampai sulkus alveolingual dan basis diperkuat dengan kerangka logam untuk mencegah patah. Relasi rahang Klas III diatasi dengan pemilihan gigi artifisial semi anatomis dan penyusunan gigi crossbite bilateral. Pasien mengalami CVA sehingga perawatan harus dilakukan dalam waktu yang singkat dan suasana yang nyaman di pagi hari. Kontrol otot diperlukan untuk meningkatkan stabilitas gigi tiruan. Pada keadaan paralisis wajah, latihan memakai gigi tiruan untuk mendeteksi bentuk benda yang ditempatkan di mulut dan melatih pengunyahan pada kedua sisi rahang. Pasien dengan linggir datar dan hubungan rahang klas III disertai CVA memerlukan modifikasi dalam penatalaksanaan gigi tiruan lengkap sehingga menghasilkan retensi, stabilisasi, oklusi dan estetis yang baik untuk dapat meningkatkan nutrisi, kesehatan umum dan kualitas hidup.
{"title":"PENATALAKSANAAN GIGI TIRUAN LENGKAP DENGAN LINGGIR DATAR DAN HUBUNGAN RAHANG KLAS III DISERTAI CEREBROVASCULAR ACCIDENT (LAPORAN KASUS)","authors":"Veronica Angelia, Syafrinani Syafrinani","doi":"10.33854/JBDJBD.14","DOIUrl":"https://doi.org/10.33854/JBDJBD.14","url":null,"abstract":"Kasus edentulus dengan resorpsi linggir alveolaris yang berlebihan banyak dijumpai pada pasien lanjut usia (lansia). Selain itu sering juga disertai penyakit sistemik seperti Cerebrovascular accident (CVA) yang berdampak pada daerah rongga mulut dan sekitarnya antara lain paralisis wajah, dysphagia, aphasia, dysphasia, dan dysarthria. Penatalaksanaan gigi tiruan lengkap dengan linggir datar untuk pasien seperti di atas sering menimbulkan kesulitan dalam memperoleh retensi, stabilisasi, oklusi dan estetis yang baik. Laporan kasus ini menjelaskan tentang penatalaksanaan gigi tiruan lengkap dengan linggir datar dan hubungan rahang klas III disertai CVA. Pasien perempuan, usia 70 tahun, datang ke RSGMP FKG USU, ingin dibuatkan gigi tiruan rahang atas dan bawah dengan keluhan sulit mengunyah makanan. Pasien menderita CVA. Pemeriksaan ekstraoral menunjukkan profil wajah tampak samping lurus. Pemeriksaan intraoral menunjukkan linggir datar pada rahang bawah dan ukuran lengkung rahang atas lebih kecil dari rahang bawah. Penatalaksanaan linggir datar rahang bawah yaitu desain basis yang diperluas sampai sulkus alveolingual dan basis diperkuat dengan kerangka logam untuk mencegah patah. Relasi rahang Klas III diatasi dengan pemilihan gigi artifisial semi anatomis dan penyusunan gigi crossbite bilateral. Pasien mengalami CVA sehingga perawatan harus dilakukan dalam waktu yang singkat dan suasana yang nyaman di pagi hari. Kontrol otot diperlukan untuk meningkatkan stabilitas gigi tiruan. Pada keadaan paralisis wajah, latihan memakai gigi tiruan untuk mendeteksi bentuk benda yang ditempatkan di mulut dan melatih pengunyahan pada kedua sisi rahang. Pasien dengan linggir datar dan hubungan rahang klas III disertai CVA memerlukan modifikasi dalam penatalaksanaan gigi tiruan lengkap sehingga menghasilkan retensi, stabilisasi, oklusi dan estetis yang baik untuk dapat meningkatkan nutrisi, kesehatan umum dan kualitas hidup.","PeriodicalId":431866,"journal":{"name":"B-Dent, Jurnal Kedokteran Gigi Universitas Baiturrahmah","volume":"16 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-11-10","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"116752686","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Granuloma pyogenikum merupakan lesi mukokutaneus non-neoplastik yang muncul akibat respon terhadap iritasi kronis, traumatik injuri dan faktor hormonal. Granuloma pyogenikum dapat terjadi pada berbagai umur. Lesi ini umumnya terjadi pada gingiva namun juga dapat terjadi pada bibir, lidah dan mukosa mulut. Tujuan ; melaporkan penatalaksanaan kasus granuloma pyogenikum yang terjadi pada bibir bawah. Laporan kasus sebagai berikut Seorang wanita datang dengan keluhan utama terdapat benjolan pada bibir bawah yang terjadi sejak 2 bulan yang lalu. Benjolan tersebut tumbuh perlahan hingga mencapai ukuran sekarang, benjolan terasa mengganggu. Pasien memiliki riwayat tergigitnya bibir bawah. Pemeriksaan klinis memperlihatkan sebuah benjolan tidak bertangkai, eritema, dan berukuran 1,5 cm. Penatalaksanaan yang dilakukan dengan eksisi lengkap dari lesi. Diagnosis defenitif diperoleh dari hasil pemeriksaan histopatologi. Hasil biopsi menunujukkan jika lesi adalah granuloma pyogenikum. Tidak terlihat rekurensi setelah 2 minggu perawatan. Kesimpulan ; Granuloma pyogenikum pada bibir bawah seorang pasien telah berhasil dilakukan perawatan dengan eksisi lengkap pada lesi.
{"title":"PENATALAKSANAAN GRANULOMA PYOGENIKUM PADA BIBIR BAWAH","authors":"Andries Pascawinata","doi":"10.33854/jbdjbd.33","DOIUrl":"https://doi.org/10.33854/jbdjbd.33","url":null,"abstract":"Granuloma pyogenikum merupakan lesi mukokutaneus non-neoplastik yang muncul akibat respon terhadap iritasi kronis, traumatik injuri dan faktor hormonal. Granuloma pyogenikum dapat terjadi pada berbagai umur. Lesi ini umumnya terjadi pada gingiva namun juga dapat terjadi pada bibir, lidah dan mukosa mulut. Tujuan ; melaporkan penatalaksanaan kasus granuloma pyogenikum yang terjadi pada bibir bawah. Laporan kasus sebagai berikut Seorang wanita datang dengan keluhan utama terdapat benjolan pada bibir bawah yang terjadi sejak 2 bulan yang lalu. Benjolan tersebut tumbuh perlahan hingga mencapai ukuran sekarang, benjolan terasa mengganggu. Pasien memiliki riwayat tergigitnya bibir bawah. Pemeriksaan klinis memperlihatkan sebuah benjolan tidak bertangkai, eritema, dan berukuran 1,5 cm. Penatalaksanaan yang dilakukan dengan eksisi lengkap dari lesi. Diagnosis defenitif diperoleh dari hasil pemeriksaan histopatologi. Hasil biopsi menunujukkan jika lesi adalah granuloma pyogenikum. Tidak terlihat rekurensi setelah 2 minggu perawatan. Kesimpulan ; Granuloma pyogenikum pada bibir bawah seorang pasien telah berhasil dilakukan perawatan dengan eksisi lengkap pada lesi.","PeriodicalId":431866,"journal":{"name":"B-Dent, Jurnal Kedokteran Gigi Universitas Baiturrahmah","volume":"34 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-11-10","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"114469649","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Perawatan ortodonti memberikan tekanan mekanis pada gigi, bertujuan untuk menggerakkan gigi. Pergerakan gigi secara ortodonti terjadi melalui proses remodeling tulang alveolar yang merupakan kombinasi proses resorbsi dan aposisi. Tekanan ortodonti menyebabkan keluarnya mediator inflamasi seperti interleukin-1β (IL-1β) dari ligamen periodontal dan tulang alveolar sehingga merangsang resorbsi tulang dan IL-1β merupakan salah satu biomarker resorbsi tulang. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kadar IL-1β dalam cairan sulkus gingiva pada pemakaian piranti ortodonti cekat pada waktu 0 jam, 5 menit dan 24 jam setelah pemberian tekanan mekanis. Jenis penelitian ini adalah observasional analitik dengan pendekatan cross sectional terhadap 9 orang pasien berusia antara 19 sampai 24 tahun. Kadar IL-1β diperiksa pada 3 waktu (0 jam, 5 menit dan 24 jam), kemudian diperiksa konsentrasi IL-1β dengan menggunakan ELISA . Hasil pemeriksaan didapat rerata kadar IL-1β pada waktu 0 jam, 5 menit dan 24 jam adalah 2,105 pg/ml, 3,481 pg/ml dan 4,814 pg/ml. Uji statistik dengan t paired tidak terdapat perbedaan yang signifikan kadar IL-1β antara ketiga waktu yaitu antara waktu 0 jam dengan 5 menit , 0 jam dengan 24 jam dan 5 menit dengan 24 jam , dengan p>0,05. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa tekanan mekanis dari piranti ortodonti cekat menimbulkan respon inflamasi akut yang ditandai dengan peningkatan kadar IL-1β yang mencapai puncaknya pada waktu 24 jam.
{"title":"KADAR INTERLEUKIN-1β DALAM CAIRAN SULKUS GINGIVA PADA AKTIVASI PIRANTI ORTODONTI CEKAT","authors":"Kornialia Kornialia","doi":"10.33854/JBDJBD.1","DOIUrl":"https://doi.org/10.33854/JBDJBD.1","url":null,"abstract":"Perawatan ortodonti memberikan tekanan mekanis pada gigi, bertujuan untuk menggerakkan gigi. Pergerakan gigi secara ortodonti terjadi melalui proses remodeling tulang alveolar yang merupakan kombinasi proses resorbsi dan aposisi. Tekanan ortodonti menyebabkan keluarnya mediator inflamasi seperti interleukin-1β (IL-1β) dari ligamen periodontal dan tulang alveolar sehingga merangsang resorbsi tulang dan IL-1β merupakan salah satu biomarker resorbsi tulang. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kadar IL-1β dalam cairan sulkus gingiva pada pemakaian piranti ortodonti cekat pada waktu 0 jam, 5 menit dan 24 jam setelah pemberian tekanan mekanis. Jenis penelitian ini adalah observasional analitik dengan pendekatan cross sectional terhadap 9 orang pasien berusia antara 19 sampai 24 tahun. Kadar IL-1β diperiksa pada 3 waktu (0 jam, 5 menit dan 24 jam), kemudian diperiksa konsentrasi IL-1β dengan menggunakan ELISA . Hasil pemeriksaan didapat rerata kadar IL-1β pada waktu 0 jam, 5 menit dan 24 jam adalah 2,105 pg/ml, 3,481 pg/ml dan 4,814 pg/ml. Uji statistik dengan t paired tidak terdapat perbedaan yang signifikan kadar IL-1β antara ketiga waktu yaitu antara waktu 0 jam dengan 5 menit , 0 jam dengan 24 jam dan 5 menit dengan 24 jam , dengan p>0,05. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa tekanan mekanis dari piranti ortodonti cekat menimbulkan respon inflamasi akut yang ditandai dengan peningkatan kadar IL-1β yang mencapai puncaknya pada waktu 24 jam.","PeriodicalId":431866,"journal":{"name":"B-Dent, Jurnal Kedokteran Gigi Universitas Baiturrahmah","volume":"37 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-11-10","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"129550064","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Riset kesehatan dasar tahun 2007 menyebutkan 72,1% penduduk Indonesia terkena karies gigi. Karies gigi adalah suatu proses patologis jaringan keras gigi (email dan dentin) yang terjadi karena adanya interaksi berbagai faktor (multi-faktor) dalam rongga mulut. Karies gigi dimulai dengan terjadinya demineralisasi jaringan keras gigi yang kemudian diikuti dengan terjadinya kerusakan bahan organik gigi. Jaringan keras gigi yang termineralisasi akibat adanya asam hasil fermentasi karbohidrat oleh mikroorganisme, akan menjadi larut dan rusak. Keasaman mulut merupakan hasil metabolisme mikroorganisme pada sukrosa dapat mengakibatkan proses demineralisasi permukaan gigi. Derajat keasaman (pH) lebih rendah dan mencapai derajat keasaman 5,5. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tentang hubungan keasaman mulut terhadap karies gigi pada usia 16-25 tahun di RSGM Baiturrahmah. Penelitian ini bersifat survei analitik. Pengambilan sampel secara simple random sampling dengan jumlah sampel 35 orang. Dari hasil penelitian diperoleh pH rata-rata kelompok karies gigi yaitu pH rata-rata kelompok karies gigi ringan 7,13 ± 0,97, pH rata-rata kelompok karies gigi sedang 5,75 ± 0,46 dan pH rata-rata kelompok karies gigi berat 4,25 ± 0,50. Setelah diuji dengan ANOVA terdapat perbedaan yang signifikan diantara ketiga kelompok (ρ = 0,000). Setelah dianalisa dengan uji statistik perbandingan pH saliva pada ketiga kelompok karies gigi terdapat hubungan yang signifikan (ρ < 0,05). Kelompok karies gigi ringan dengan karies gigi sedang (ρ = 0,001), kelompok karies gigi ringan dengan karies gigi berat (ρ = 0,000) dan kelompok karies gigi sedang dengan karies gigi berat (ρ = 0,020). Dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pH saliva dengan karies gigi.
{"title":"PERBEDAAN RERATA KEASAMAN MULUT BERBAGAI KELOMPOK KARIES GIGI PADA PASIEN DI RSGM BAITURRAHMAH PADANG","authors":"Defi Firdaus, Utmi Arma, Dhona Afriza","doi":"10.33854/JBDjbd.50","DOIUrl":"https://doi.org/10.33854/JBDjbd.50","url":null,"abstract":"Riset kesehatan dasar tahun 2007 menyebutkan 72,1% penduduk Indonesia terkena karies gigi. Karies gigi adalah suatu proses patologis jaringan keras gigi (email dan dentin) yang terjadi karena adanya interaksi berbagai faktor (multi-faktor) dalam rongga mulut. Karies gigi dimulai dengan terjadinya demineralisasi jaringan keras gigi yang kemudian diikuti dengan terjadinya kerusakan bahan organik gigi. Jaringan keras gigi yang termineralisasi akibat adanya asam hasil fermentasi karbohidrat oleh mikroorganisme, akan menjadi larut dan rusak. Keasaman mulut merupakan hasil metabolisme mikroorganisme pada sukrosa dapat mengakibatkan proses demineralisasi permukaan gigi. Derajat keasaman (pH) lebih rendah dan mencapai derajat keasaman 5,5. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tentang hubungan keasaman mulut terhadap karies gigi pada usia 16-25 tahun di RSGM Baiturrahmah. Penelitian ini bersifat survei analitik. Pengambilan sampel secara simple random sampling dengan jumlah sampel 35 orang. Dari hasil penelitian diperoleh pH rata-rata kelompok karies gigi yaitu pH rata-rata kelompok karies gigi ringan 7,13 ± 0,97, pH rata-rata kelompok karies gigi sedang 5,75 ± 0,46 dan pH rata-rata kelompok karies gigi berat 4,25 ± 0,50. Setelah diuji dengan ANOVA terdapat perbedaan yang signifikan diantara ketiga kelompok (ρ = 0,000). Setelah dianalisa dengan uji statistik perbandingan pH saliva pada ketiga kelompok karies gigi terdapat hubungan yang signifikan (ρ \u0000 \u0000< 0,05). Kelompok karies gigi ringan dengan karies gigi sedang (ρ = 0,001), kelompok karies gigi ringan dengan karies gigi berat (ρ = \u0000 \u00000,000) dan kelompok karies gigi sedang dengan karies gigi berat (ρ = \u0000 \u00000,020). Dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pH saliva dengan karies gigi.","PeriodicalId":431866,"journal":{"name":"B-Dent, Jurnal Kedokteran Gigi Universitas Baiturrahmah","volume":"94 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-11-10","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"122980205","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Eviwati Sitanggang, Bambang Dwirahardjo, Cahya Yustisia Hasan
Introduction: The Management of Anterior Maxillaris Dextra Fybrous Dysplasia at the 5 years old patient. Fibrous dysplasia is an abnormal bone growth where normal bone is replaced with fibrous connective tissue intermixed with irregular bony trabeculae. It causes bone pain, deformities & pathologic fracture. Fibrous dysplasia is a sporadic benign skeletal disorder that can affect one bone (monostotic) or multiple bone ( polyostotic). Disscusion: The clinical behavior and progression of fibrous dysplasia may also vary, thereby making the management of this condition difficult with few established clinical guidelines. Conclusion: This paper provides a biopsy and reconturing as the choice of treatment.
{"title":"PERAWATAN FIBROUS DYSPLASIA MAKSILA DEXTRA ANTERIOR PADA ANAK USIA 5 TAHUN","authors":"Eviwati Sitanggang, Bambang Dwirahardjo, Cahya Yustisia Hasan","doi":"10.33854/JBDJBD.18","DOIUrl":"https://doi.org/10.33854/JBDJBD.18","url":null,"abstract":"Introduction: The Management of Anterior Maxillaris Dextra Fybrous Dysplasia at the 5 years old patient. Fibrous dysplasia is an abnormal bone growth where normal bone is replaced with fibrous connective tissue intermixed with irregular bony trabeculae. It causes bone pain, deformities & pathologic fracture. Fibrous dysplasia is a sporadic benign skeletal disorder that can affect one bone (monostotic) or multiple bone ( polyostotic). Disscusion: The clinical behavior and progression of fibrous dysplasia may also vary, thereby making the management of this condition difficult with few established clinical guidelines. Conclusion: This paper provides a biopsy and reconturing as the choice of treatment.","PeriodicalId":431866,"journal":{"name":"B-Dent, Jurnal Kedokteran Gigi Universitas Baiturrahmah","volume":"20 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-11-10","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"129254615","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}