Pub Date : 2019-09-24DOI: 10.1504/ijmbs.2019.10023707
S. Baglay
The article examines Canadian government's discourse on the 2017-2018 asylum-seeker border crossings from the US. The analysis reveals presence of mixed messages some of which are in keeping with Canada's image of an open and welcoming country committed to its international obligations, while others reinforce concerns about the arrivals and implicitly suggest that they are taking advantage of the system. These mixed messages are in tension with the Liberal Party's brand of inclusive and open Canada, which obtained popular support at the last federal election and has helped the new Liberal government to differentiate itself internationally.
{"title":"Liberal government's discourse on the 2017-2018 Canada-US cross-border arrivals","authors":"S. Baglay","doi":"10.1504/ijmbs.2019.10023707","DOIUrl":"https://doi.org/10.1504/ijmbs.2019.10023707","url":null,"abstract":"The article examines Canadian government's discourse on the 2017-2018 asylum-seeker border crossings from the US. The analysis reveals presence of mixed messages some of which are in keeping with Canada's image of an open and welcoming country committed to its international obligations, while others reinforce concerns about the arrivals and implicitly suggest that they are taking advantage of the system. These mixed messages are in tension with the Liberal Party's brand of inclusive and open Canada, which obtained popular support at the last federal election and has helped the new Liberal government to differentiate itself internationally.","PeriodicalId":90549,"journal":{"name":"International journal of migration and border studies","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-09-24","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"44160098","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-09-24DOI: 10.1504/ijmbs.2019.102449
Nisha Toomey, D. Vecchio
This article explores the effects of the border wall between the US and Mexico, from the perspectives of people living along it and through careful consideration of its effects on non-human persons. Two doctoral students travel 400 miles along the Rio Grande River, examining relationships to place in the US-Mexico borderlands through interviews with DACA recipients and their lawyer, environmentalists, and local hikers. Critical place inquiry foregrounds place as a methodology. Racial melancholia provides a framework for understanding how the border is imagined as necessary for the continuation of the settler colonial project, despite costs to diverse forms of life. Conclusions explore the nonsensical nature of the project of building a wall, the resistance to being categorised as static, and the physical and psychic violence caused by the restriction of movement.
{"title":"An infrastructure of grief: perspectives from a journey along the route of the real and imagined Texas-Mexico Wall","authors":"Nisha Toomey, D. Vecchio","doi":"10.1504/ijmbs.2019.102449","DOIUrl":"https://doi.org/10.1504/ijmbs.2019.102449","url":null,"abstract":"This article explores the effects of the border wall between the US and Mexico, from the perspectives of people living along it and through careful consideration of its effects on non-human persons. Two doctoral students travel 400 miles along the Rio Grande River, examining relationships to place in the US-Mexico borderlands through interviews with DACA recipients and their lawyer, environmentalists, and local hikers. Critical place inquiry foregrounds place as a methodology. Racial melancholia provides a framework for understanding how the border is imagined as necessary for the continuation of the settler colonial project, despite costs to diverse forms of life. Conclusions explore the nonsensical nature of the project of building a wall, the resistance to being categorised as static, and the physical and psychic violence caused by the restriction of movement.","PeriodicalId":90549,"journal":{"name":"International journal of migration and border studies","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-09-24","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"https://sci-hub-pdf.com/10.1504/ijmbs.2019.102449","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"41913797","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Konteks keberadaan suatu bangunan selalu ditentukan oleh batasan-batasan iklim dan material bangunan. Kampus UINSA(Universitas Islam Negeri Sunan Ampel) di Surabaya menjadi salah satu contoh bangunan yang kurang efisien dalam penggunaan energi dan belum memenuhi standar yang diidealkan sesuai SNI 7330:2009 tentang perpustakaan perguruan tinggi yang harus menyediakan gedung dengan ruang yang cukup untuk koleksi, staf, dan penggunanya dengan rasio sekurang-kurangnya 0,5 m2 untuk setiap mahasiswa. Penelitian ini dilakukan untuk mengukur seberapa jauh tingkat efisiensi energi yang digunakan pada gedung perpustakaan UINSA Surabaya. Metode penelitian observasi dengan deskriptif kualitatif. Pengamatan, wawancara, dan pengukuran menggunakan alat ukur sebagai pelengkap kajian penelitian ini. Pada gedung tersebut dinilai dari standar LEED rating system. Setelah dilakukan kajian obyek, gedung perpustakaan ini dapat mencapai target energy efficient building sebesar 60% artinya tereduksi 40 %. Hasil tersebut berasal dari 15% sirkulasi vertikal dengan menggunakan ramp, Reduksi radiasi matahari akibat oriented building sebesar 15%, Penggunaan energi terbarukan akibat penggunaan solar panel dan teknologi smart building sebesar 10%. Maka, penerapan LEED Rating system dapat digunakan sebagai standar acuan dalam kaitannya sebagai faktor efisiensi energi pada bangunan Perpustakaan UINSA Surabaya.
建筑的存在必须由气候和建筑材料的限制来决定。苏南州立UINSA(伊斯兰大学校区,很多游客在泗水)成为建筑的例子之一,能源使用效率,还能达到理想化的标准按这里7330:2009大楼必须提供的大学图书馆的收藏,有足够的空间,员工和用户的比例为每个学生至少0.5 m2。这是为了衡量研究紧挨着图书馆大楼使用的能源效率水平UINSA泗水。一种带有描述性质的观察方法。用量规作为研究的补充,进行观察、采访和测量。这栋建筑是根据LEED评级系统的标准来评判的。做研究后,这座图书馆大楼能够达到目标物体energy efficient大楼60%意味着废话40 %。这一结果来自于15%的垂直循环,15%来自东方建筑的太阳辐射减法,10%来自太阳能电池板和智能建筑技术的可再生能源使用。因此,LEED system application可以作为一个参考点,作为一个能源效率的因素,为UINSA泗水图书馆大楼。
{"title":"PENERAPAN ENERGY EFFICIENT BUILDING PADA GEDUNG PERPUSTAKAAN UIN SUNAN AMPEL SURABAYA","authors":"Inas Shalihah, M. Pranoto","doi":"10.33005/BORDER.V1I1.8","DOIUrl":"https://doi.org/10.33005/BORDER.V1I1.8","url":null,"abstract":"Konteks keberadaan suatu bangunan selalu ditentukan oleh batasan-batasan iklim dan material bangunan. Kampus UINSA(Universitas Islam Negeri Sunan Ampel) di Surabaya menjadi salah satu contoh bangunan yang kurang efisien dalam penggunaan energi dan belum memenuhi standar yang diidealkan sesuai SNI 7330:2009 tentang perpustakaan perguruan tinggi yang harus menyediakan gedung dengan ruang yang cukup untuk koleksi, staf, dan penggunanya dengan rasio sekurang-kurangnya 0,5 m2 untuk setiap mahasiswa. Penelitian ini dilakukan untuk mengukur seberapa jauh tingkat efisiensi energi yang digunakan pada gedung perpustakaan UINSA Surabaya. Metode penelitian observasi dengan deskriptif kualitatif. Pengamatan, wawancara, dan pengukuran menggunakan alat ukur sebagai pelengkap kajian penelitian ini. Pada gedung tersebut dinilai dari standar LEED rating system. Setelah dilakukan kajian obyek, gedung perpustakaan ini dapat mencapai target energy efficient building sebesar 60% artinya tereduksi 40 %. Hasil tersebut berasal dari 15% sirkulasi vertikal dengan menggunakan ramp, Reduksi radiasi matahari akibat oriented building sebesar 15%, Penggunaan energi terbarukan akibat penggunaan solar panel dan teknologi smart building sebesar 10%. Maka, penerapan LEED Rating system dapat digunakan sebagai standar acuan dalam kaitannya sebagai faktor efisiensi energi pada bangunan Perpustakaan UINSA Surabaya.","PeriodicalId":90549,"journal":{"name":"International journal of migration and border studies","volume":"29 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-06-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"85081772","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Bandara Juanda merupakan bandara internasional yang menjadi salah satu infrastruktur yang diandalkan oleh pemerintah Kota Surabaya maupun pemerintah Provinsi Jawa Timur untuk meningkatkan perekonomian Jawa Timur. Meningkatnya kebutuhan akan transportasi udara membuat bandara Juanda memerlukan upaya pengembangan guna memenuhi kebutuhan pengguna dari tanah air maupun internasional sekaligus mengimplementasikan kebijakan Pemerintah Republik Indonesia tentang transportasi massal. Penelitian ini meneliti pentingnya kehadiran stasiun kereta bandara sebagai bentuk integrasi transportasi dalam kota. Sebagai hasil akhir, penelitian ini mengajukan proposal desain dengan tema yang dipilih sesuai dengan kondisi dan konteks yang sesuai untuk stasiuk kereta bandara Juanda. Proposal lokasi stasiun kereta bandara berada pada area terminal 1 bandara Juanda yang berada tepat didepan terminal 1. Berdasarkan lokasi tersebut terdapat beberapa permasalahan yaitu akses menuju stasiun bagi penumpang dari terminal 2 dan rencana terminal 3, pola pergerakan kendaraan maupun pergerakan penumpang dalam oprasional stasiun kereta bandara, serta posisi stasiun berada tepat didepan terminal 1 bandara hal ini mempengaruhi tampilan (identitas) joglo terminal 1. Dari permasalahan di atas proposal desain menggunakan tema “complement polarity” dengan menggunakan pendekatan postmodern. Dengan demikian stasiun kereta bandara Juanda diharapkan mampu untuk menyesuaikan dengan sistem yang telah berlangsung di bandara Juanda tanpa mengganggu satu sama lain.
{"title":"“COMPLEMENT POLARITY” PADA STASIUN KERETA BANDARA JUANDA DI SIDOARJO","authors":"Mohamad Ega Putra, Erwin Djuni Winarto","doi":"10.33005/BORDER.V1I1.13","DOIUrl":"https://doi.org/10.33005/BORDER.V1I1.13","url":null,"abstract":"Bandara Juanda merupakan bandara internasional yang menjadi salah satu infrastruktur yang diandalkan oleh pemerintah Kota Surabaya maupun pemerintah Provinsi Jawa Timur untuk meningkatkan perekonomian Jawa Timur. Meningkatnya kebutuhan akan transportasi udara membuat bandara Juanda memerlukan upaya pengembangan guna memenuhi kebutuhan pengguna dari tanah air maupun internasional sekaligus mengimplementasikan kebijakan Pemerintah Republik Indonesia tentang transportasi massal. Penelitian ini meneliti pentingnya kehadiran stasiun kereta bandara sebagai bentuk integrasi transportasi dalam kota. Sebagai hasil akhir, penelitian ini mengajukan proposal desain dengan tema yang dipilih sesuai dengan kondisi dan konteks yang sesuai untuk stasiuk kereta bandara Juanda. Proposal lokasi stasiun kereta bandara berada pada area terminal 1 bandara Juanda yang berada tepat didepan terminal 1. Berdasarkan lokasi tersebut terdapat beberapa permasalahan yaitu akses menuju stasiun bagi penumpang dari terminal 2 dan rencana terminal 3, pola pergerakan kendaraan maupun pergerakan penumpang dalam oprasional stasiun kereta bandara, serta posisi stasiun berada tepat didepan terminal 1 bandara hal ini mempengaruhi tampilan (identitas) joglo terminal 1. Dari permasalahan di atas proposal desain menggunakan tema “complement polarity” dengan menggunakan pendekatan postmodern. Dengan demikian stasiun kereta bandara Juanda diharapkan mampu untuk menyesuaikan dengan sistem yang telah berlangsung di bandara Juanda tanpa mengganggu satu sama lain.","PeriodicalId":90549,"journal":{"name":"International journal of migration and border studies","volume":"10 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-06-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"78927360","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Dewasa ini evidence-based design dalam proses perancangan rumah sakit semakin dibutuhkan dalam pengambilan keputusan perancangan. Proses ini memberikan kesempatan bagi arsitek untuk dapat menemukan solusi baru dalam mengantisipasi berbagai permasalahan yang berkaitan dengan aspek-aspek arsitektur. Salah satu permasalahan yang ada pada kelompok bangunan bertipologi rumah sakit adalah adanya kebutuhan untuk mengakomodasi perubahan. Perubahan yang dimaksud dalam hal ini adalah perubahan akan konfigrasi arsitektur bangunan tersebut. Adanya perubahan menuntut rancangan arsitektur yang fleksibel dan adaptif. Perubahan memberikan kesempatan untuk semakin berkembang dan lebih baik namun juga memberikan peluang bagi permasalahan. Dalam ini permasalahan yang dihadapi adalah adanya kecenderungan perubahan tata ruang baik dikarenakan kapasitas maupun fungsinya. Penelitian terkait bertujuan mengidentifikasi bentuk perubahan sebagai langkah awal tahapan perancangan. Metode yang digunakan adalah studi literatur dan studi kasus pada rumah sakit umum di Surabaya guna menentukan kecenderungan bentuk perubahan yang secara umum terjadi. Berdasarkan hasil yang diperoleh terdapat 5 tipe perubahan yaitu Volume,service lines, Patient mix and standar of care, Size dan Medical Discovery serta tiga jenis perubahan yang dapat terjadi pada arsitektur rumah sakit yaitu improvisasi (Improvisation), perubahan bangunan (Building changes), Perluasan Bangunan (Building Extention). Adapun kecenderungan tipe dan bentuk perubahan pada kedua rumah sakit tersebut adalah Volume dan improvisation.
{"title":"IDENTIFIKASI PERUBAHAN BANGUNAN SEBAGAI PROSES EVIDENCE-BASED DESIGN DALAM PERANCANGAN RUMAH SAKIT","authors":"Iwan Adi Indrawan, Muhammad Faqih, H. Purnomo","doi":"10.33005/BORDER.V1I1.15","DOIUrl":"https://doi.org/10.33005/BORDER.V1I1.15","url":null,"abstract":"Dewasa ini evidence-based design dalam proses perancangan rumah sakit semakin dibutuhkan dalam pengambilan keputusan perancangan. Proses ini memberikan kesempatan bagi arsitek untuk dapat menemukan solusi baru dalam mengantisipasi berbagai permasalahan yang berkaitan dengan aspek-aspek arsitektur. Salah satu permasalahan yang ada pada kelompok bangunan bertipologi rumah sakit adalah adanya kebutuhan untuk mengakomodasi perubahan. Perubahan yang dimaksud dalam hal ini adalah perubahan akan konfigrasi arsitektur bangunan tersebut. Adanya perubahan menuntut rancangan arsitektur yang fleksibel dan adaptif. Perubahan memberikan kesempatan untuk semakin berkembang dan lebih baik namun juga memberikan peluang bagi permasalahan. Dalam ini permasalahan yang dihadapi adalah adanya kecenderungan perubahan tata ruang baik dikarenakan kapasitas maupun fungsinya. Penelitian terkait bertujuan mengidentifikasi bentuk perubahan sebagai langkah awal tahapan perancangan. Metode yang digunakan adalah studi literatur dan studi kasus pada rumah sakit umum di Surabaya guna menentukan kecenderungan bentuk perubahan yang secara umum terjadi. Berdasarkan hasil yang diperoleh terdapat 5 tipe perubahan yaitu Volume,service lines, Patient mix and standar of care, Size dan Medical Discovery serta tiga jenis perubahan yang dapat terjadi pada arsitektur rumah sakit yaitu improvisasi (Improvisation), perubahan bangunan (Building changes), Perluasan Bangunan (Building Extention). Adapun kecenderungan tipe dan bentuk perubahan pada kedua rumah sakit tersebut adalah Volume dan improvisation.","PeriodicalId":90549,"journal":{"name":"International journal of migration and border studies","volume":"1 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-06-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"77771601","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Sekolah Luar Biasa Tuna Rungu (SLB-B) Di Surabaya Barat merupakan sebuah fasilitas pendidikan khusus bagi difabiltas tunarungu di Jawa Timur yang bertujuan untuk mencetak generasi difabel tunarungu yang mandiri dan siap dalam persaingan global. Dirancang khusus sesuai dengan karakteristik dan perilaku difabel tunarungu yang memiliki keterbatasan dalam menerima informasi verbal (suara), dikarenakan oleh gangguan yang dialami pada indera pendengaraannya sejak lahir ataupun paca kelahiran, sehingga difabel tunarungu lebih cenderung mengandalkan indera pengelihatan untuk dapat menerima informasi. Namun, saat ini kita hidup di dunia yang mengandalkan penyampaian informasi melalui media suara. Sehingga perlu adanya sebuah tempat dimana difabel tunarungu lebih dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan serta menggali ilmu pengetahuan sebelum akhirnya mereka siap dalam persaingan global yang sesunguhnya. Berdasarkan isu tersebut, penelitian ini bertujuan mendesain sebuah bangunan pendidikan yang dirancang khusus untuk difabel tunarungu (deaf space), dengan mengangkat tema “see the world, face the future” yang dapat dapat diartikan bahwa pendidikan adalah salah satu hal terpenting dalam kehidupan manusia, pendidikan dapat membuka pengetahuan dan keilmuan seluas-luasnya sehingga dengan pendidikan yang baik manusia akan semakin siap dalam menghadapi persaingan global di masa yang akan datang.
{"title":"APLIKASI KONSEP DEAF SPACE PADA PERANCANGAN SEKOLAH LUAR BIASA TUNARUNGU (SLB-B)","authors":"Rully Permadi, N. Anggriani, Erwin Djuni Winarto","doi":"10.33005/BORDER.V1I1.12","DOIUrl":"https://doi.org/10.33005/BORDER.V1I1.12","url":null,"abstract":"Sekolah Luar Biasa Tuna Rungu (SLB-B) Di Surabaya Barat merupakan sebuah fasilitas pendidikan khusus bagi difabiltas tunarungu di Jawa Timur yang bertujuan untuk mencetak generasi difabel tunarungu yang mandiri dan siap dalam persaingan global. Dirancang khusus sesuai dengan karakteristik dan perilaku difabel tunarungu yang memiliki keterbatasan dalam menerima informasi verbal (suara), dikarenakan oleh gangguan yang dialami pada indera pendengaraannya sejak lahir ataupun paca kelahiran, sehingga difabel tunarungu lebih cenderung mengandalkan indera pengelihatan untuk dapat menerima informasi. Namun, saat ini kita hidup di dunia yang mengandalkan penyampaian informasi melalui media suara. Sehingga perlu adanya sebuah tempat dimana difabel tunarungu lebih dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan serta menggali ilmu pengetahuan sebelum akhirnya mereka siap dalam persaingan global yang sesunguhnya. Berdasarkan isu tersebut, penelitian ini bertujuan mendesain sebuah bangunan pendidikan yang dirancang khusus untuk difabel tunarungu (deaf space), dengan mengangkat tema “see the world, face the future” yang dapat dapat diartikan bahwa pendidikan adalah salah satu hal terpenting dalam kehidupan manusia, pendidikan dapat membuka pengetahuan dan keilmuan seluas-luasnya sehingga dengan pendidikan yang baik manusia akan semakin siap dalam menghadapi persaingan global di masa yang akan datang.","PeriodicalId":90549,"journal":{"name":"International journal of migration and border studies","volume":"5 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-06-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"80158675","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Kabupaten Sleman, memiliki potensi pariwisata cukup tinggi yang jika dioptimalkan dapat memberikan dampak positif bagi masyarakat di sekitarnya. Salah satu desa wisata yang memliki potensi tersebut berada di Ds. Sendangagung Dsn. Brajan, Kec. Minggir. Untuk menghasilkan pariwasata yang menarik bagi wisatawan diperlukan pengembangan fasilitas pariwisata yakni: 1) Penginapan yang sampai saat ini masih menggunakan rumah penduduk setempat; 2) Bamboo Class untuk mengakomodasi adanya paket wisata belajar kerajinan bambu; 3) Area pertunjukan sebagai tempat diadakannya pertunjukan seni tari dan gamelan; 4) Bamboo Art Gallery dan 5)Bamboo Shop sebagai wadah hasil kerajinan oleh pengerajin maupun pengunjung desa wisata. Lokasi site merupakan lahan kosong dengan luas kurang lebih 20.000m². Dari beberapa fakta , issue dan goal yang telah dianalisis muncul sebuah benang merah yang kemudian dijadikan tema perancangan yakni “When Nature Meet Art“ yang dapat diartikan “Ketika Alam bertemu dengan Seni”. Maksudnya adalah untuk mengekspresikan identitas keindahan alam Desa Wisata Bambu Brajan serta kerajinan kesenian bambu yang di produksinya. Adapun pendekatan rancanganya menggunakan Localism untuk mengejawantahkan bangunan terhadap lingkungan dalam ranah tradisi, budaya & sosial. Sehingga rancangan yang dihasilkan mampu mewujudkan suatua area wisata yang mampu mensinergikan antara bangunan dengan alam, budaya, dan kearifan lokal secara komprehensip.
{"title":"PENGEMBANGAN DESA WISATA PENGERAJIN BAMBU YOGYAKARTA DENGAN PENDEKATAN LOCALISM","authors":"Eva Ayu Nadya, Erwin Djuni Winarto","doi":"10.33005/BORDER.V1I1.14","DOIUrl":"https://doi.org/10.33005/BORDER.V1I1.14","url":null,"abstract":"Kabupaten Sleman, memiliki potensi pariwisata cukup tinggi yang jika dioptimalkan dapat memberikan dampak positif bagi masyarakat di sekitarnya. Salah satu desa wisata yang memliki potensi tersebut berada di Ds. Sendangagung Dsn. Brajan, Kec. Minggir. Untuk menghasilkan pariwasata yang menarik bagi wisatawan diperlukan pengembangan fasilitas pariwisata yakni: 1) Penginapan yang sampai saat ini masih menggunakan rumah penduduk setempat; 2) Bamboo Class untuk mengakomodasi adanya paket wisata belajar kerajinan bambu; 3) Area pertunjukan sebagai tempat diadakannya pertunjukan seni tari dan gamelan; 4) Bamboo Art Gallery dan 5)Bamboo Shop sebagai wadah hasil kerajinan oleh pengerajin maupun pengunjung desa wisata. Lokasi site merupakan lahan kosong dengan luas kurang lebih 20.000m². Dari beberapa fakta , issue dan goal yang telah dianalisis muncul sebuah benang merah yang kemudian dijadikan tema perancangan yakni “When Nature Meet Art“ yang dapat diartikan “Ketika Alam bertemu dengan Seni”. Maksudnya adalah untuk mengekspresikan identitas keindahan alam Desa Wisata Bambu Brajan serta kerajinan kesenian bambu yang di produksinya. Adapun pendekatan rancanganya menggunakan Localism untuk mengejawantahkan bangunan terhadap lingkungan dalam ranah tradisi, budaya & sosial. Sehingga rancangan yang dihasilkan mampu mewujudkan suatua area wisata yang mampu mensinergikan antara bangunan dengan alam, budaya, dan kearifan lokal secara komprehensip.","PeriodicalId":90549,"journal":{"name":"International journal of migration and border studies","volume":"35 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-06-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"90994590","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Berbagai cara dilakukan manusia untuk menanggapi iklim yang kurang nyaman. Indonesia memiliki iklim tropis basah dimana suhu udara dan kelembapan cukup tinggi. Tembok baluwarti Keraton Yogyakarta berfungsi untuk batas mengitari kawasan tempat tinggal kerabat Sultan dan pemukiman Abdi Dalem serta jalur inspeksi prajurit. Perubahan wujud dan fungsi secara signifikan terjadi saat HB VI memperbolehkan warga luar beteng bertempat tinggal sementara di tempat terbuka di sisi dalam dan sekitar beteng. Deret pemukiman sisi timur dan barat dinilai tidak memiliki kenyaman secara termal dibanding sisi lainnya. Faktor orientasi bangunan dan bukaan berpengaruh dalam desain arsitektural untuk meningkatkan kenyaman termal pada iklim tropis basah. Solusi untuk menyelesaikan masalah kenyamanan termal yang dilakukan oleh masing-masing penghuni pada bangunan hunian maupun komersial paling besar mereka melakukan penambahan tritisan atau perpanjangan lebar atap nya, kemudian memanfaatkan spanduk/banner/bambu untuk membantu menghalangi panas matahari, dan strategi yan terakhir yaitu dengan menambahkan vegetasi di depan rumahnya.
{"title":"POLA DESAIN FASAD PADA DERET BANGUNAN BALUWARTI KRATON YOGYAKARTA SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN KENYAMANAN TERMAL","authors":"N. Ayuningtyas, Istiana Adianti","doi":"10.33005/BORDER.V1I1.7","DOIUrl":"https://doi.org/10.33005/BORDER.V1I1.7","url":null,"abstract":"Berbagai cara dilakukan manusia untuk menanggapi iklim yang kurang nyaman. Indonesia memiliki iklim tropis basah dimana suhu udara dan kelembapan cukup tinggi. Tembok baluwarti Keraton Yogyakarta berfungsi untuk batas mengitari kawasan tempat tinggal kerabat Sultan dan pemukiman Abdi Dalem serta jalur inspeksi prajurit. Perubahan wujud dan fungsi secara signifikan terjadi saat HB VI memperbolehkan warga luar beteng bertempat tinggal sementara di tempat terbuka di sisi dalam dan sekitar beteng. Deret pemukiman sisi timur dan barat dinilai tidak memiliki kenyaman secara termal dibanding sisi lainnya. Faktor orientasi bangunan dan bukaan berpengaruh dalam desain arsitektural untuk meningkatkan kenyaman termal pada iklim tropis basah. Solusi untuk menyelesaikan masalah kenyamanan termal yang dilakukan oleh masing-masing penghuni pada bangunan hunian maupun komersial paling besar mereka melakukan penambahan tritisan atau perpanjangan lebar atap nya, kemudian memanfaatkan spanduk/banner/bambu untuk membantu menghalangi panas matahari, dan strategi yan terakhir yaitu dengan menambahkan vegetasi di depan rumahnya.","PeriodicalId":90549,"journal":{"name":"International journal of migration and border studies","volume":"70 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-06-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"83851770","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-05-15DOI: 10.1504/IJMBS.2019.10021306
Midori T. Kaga, Delphine Nakache
Older people remain one of the most neglected, invisible, and marginalised groups among displaced persons, which is in part due to ageist stereotypes that persist and permeate the humanitarian system. Using a theoretical framework grounded in the capabilities approach, this article examines urban/protracted situations of displacement in developing countries and highlights gaps in the limited knowledge and assistance to older displaced persons that must be bridged in order to break the vicious cycle between research and policy that continue to marginalise older persons from humanitarian responses. At the heart of the issue around older peoples' exclusion and invisibility is their lack of voice in decision-making processes and their capacity to contribute to improving the programmes and policies that directly impact them. The paper thus also argues for the meaningful inclusion of older displaced persons in decision-making processes around programmes that concern them.
{"title":"Whose needs count in situations of forced displacement Revaluing older people and addressing their exclusion from research and humanitarian programmes","authors":"Midori T. Kaga, Delphine Nakache","doi":"10.1504/IJMBS.2019.10021306","DOIUrl":"https://doi.org/10.1504/IJMBS.2019.10021306","url":null,"abstract":"Older people remain one of the most neglected, invisible, and marginalised groups among displaced persons, which is in part due to ageist stereotypes that persist and permeate the humanitarian system. Using a theoretical framework grounded in the capabilities approach, this article examines urban/protracted situations of displacement in developing countries and highlights gaps in the limited knowledge and assistance to older displaced persons that must be bridged in order to break the vicious cycle between research and policy that continue to marginalise older persons from humanitarian responses. At the heart of the issue around older peoples' exclusion and invisibility is their lack of voice in decision-making processes and their capacity to contribute to improving the programmes and policies that directly impact them. The paper thus also argues for the meaningful inclusion of older displaced persons in decision-making processes around programmes that concern them.","PeriodicalId":90549,"journal":{"name":"International journal of migration and border studies","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-05-15","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"48707720","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-05-14DOI: 10.1504/IJMBS.2019.10021299
L. G. Gingrich, Julie E. Young
The focus of this paper is the production of the 'North American Free Trade Agreement (NAFTA)' border that defines a trans/national social field and directs the day-to-day lives of migrant women who organise their livelihoods around the Mexico-Guatemala border. We document and investigate emerging transnational spaces and practices of social exclusion and symbolic violence (Bourdieu) that boost domestic economic interests, externalise social responsibility, privatise social risk, and reinforce national boundaries. We argue that policies and practices in this transnational social field are directed by market logic and that, accordingly, trade agreements and migration management regimes organise place and space to make the most of global inequalities through the simultaneous facilitation and restriction of mobility. Crucially, the coordinated ambivalent control of borders in this transnational marketised social field produces an entrepreneurial context that makes possible a range of profits through the selective symbolic dispossession of nation-states, nationalities, and migrant bodies: economic, political, and social.
{"title":"Borders for profit: transnational social exclusion and the production of the NAFTA border","authors":"L. G. Gingrich, Julie E. Young","doi":"10.1504/IJMBS.2019.10021299","DOIUrl":"https://doi.org/10.1504/IJMBS.2019.10021299","url":null,"abstract":"The focus of this paper is the production of the 'North American Free Trade Agreement (NAFTA)' border that defines a trans/national social field and directs the day-to-day lives of migrant women who organise their livelihoods around the Mexico-Guatemala border. We document and investigate emerging transnational spaces and practices of social exclusion and symbolic violence (Bourdieu) that boost domestic economic interests, externalise social responsibility, privatise social risk, and reinforce national boundaries. We argue that policies and practices in this transnational social field are directed by market logic and that, accordingly, trade agreements and migration management regimes organise place and space to make the most of global inequalities through the simultaneous facilitation and restriction of mobility. Crucially, the coordinated ambivalent control of borders in this transnational marketised social field produces an entrepreneurial context that makes possible a range of profits through the selective symbolic dispossession of nation-states, nationalities, and migrant bodies: economic, political, and social.","PeriodicalId":90549,"journal":{"name":"International journal of migration and border studies","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-05-14","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"47543799","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}