Pub Date : 2023-05-17DOI: 10.35316/hukmy.2023.v3i1.247-262
Vita Mahardhika
Pencucian uang (money laundering) merupakan fenomena dan tantangan internasional sehingga masuk dalam kategori kejahatan luar biasa. Pelaku tindak pidana pencucian uang adalah orang perseorangan atau korporasi. Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 mengatur bentuk aktivitas yang dapat dikategorikan sebagai tindak pidana pencucian uang dan sanksi pidana yang dijatuhkan bagi pelaku. Selain sanksi pidana pokok ada pidana tambahan bagi korporasi. Sanksi pidana bagi korporasi tentu menimbulkan kontra karena dinilai tidak melindungi hak para pekerja korporasi yang tidak turut serta dalam melakukan tindak pidana. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, dianalisa melalui pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konsep (conseptual approach) yang mengacu kepada dasar filosofis dibentuknya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010. Kesimpulan dari penelitian ini bahwa dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 memuat pengkategorian aktivitas aktif dan pasif dalam tindak pidana pencucian uang serta dampak membahayakan kinerja ekonomi nasional maupun internasional merupakan dasar pemberlakuan pidana tambahan bagi korporasi.
{"title":"TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG KLASIFIKASI DAN BENTUK SANKSI PIDANA BAGI KORPORASI","authors":"Vita Mahardhika","doi":"10.35316/hukmy.2023.v3i1.247-262","DOIUrl":"https://doi.org/10.35316/hukmy.2023.v3i1.247-262","url":null,"abstract":"Pencucian uang (money laundering) merupakan fenomena dan tantangan internasional sehingga masuk dalam kategori kejahatan luar biasa. Pelaku tindak pidana pencucian uang adalah orang perseorangan atau korporasi. Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 mengatur bentuk aktivitas yang dapat dikategorikan sebagai tindak pidana pencucian uang dan sanksi pidana yang dijatuhkan bagi pelaku. Selain sanksi pidana pokok ada pidana tambahan bagi korporasi. Sanksi pidana bagi korporasi tentu menimbulkan kontra karena dinilai tidak melindungi hak para pekerja korporasi yang tidak turut serta dalam melakukan tindak pidana. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, dianalisa melalui pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konsep (conseptual approach) yang mengacu kepada dasar filosofis dibentuknya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010. Kesimpulan dari penelitian ini bahwa dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 memuat pengkategorian aktivitas aktif dan pasif dalam tindak pidana pencucian uang serta dampak membahayakan kinerja ekonomi nasional maupun internasional merupakan dasar pemberlakuan pidana tambahan bagi korporasi.","PeriodicalId":299809,"journal":{"name":"HUKMY : Jurnal Hukum","volume":"1988 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-05-17","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"131081658","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2023-05-17DOI: 10.35316/hukmy.2023.v3i1.231-246
Rastra Samudera Perdana
Latar belakang penulisan Efek vaksin yang terjadi pada mereka yang berusia di atas 60 tahun dan mereka dengan penyakit penyerta (ko-morbid), yang memang memiliki risiko tinggi untuk tertular, penyakitnya menjadi berat dan rentan terhadap risiko kematian. Data menyebutkan bahwa mereka yang berusia di atas 65 tahun adalah 9% dari penduduk dunia, tapi disisi lain 30% - 40% kasus COVID-19 di dunia adalah mereka yang berumur di atas 65 tahun dan juga sekitar 80% kematian akibat penyakit ini. Kelompok berisiko tinggi harus dilindungi, karena ini akan banyak mempengaruhi penurunan angka kesakitan dan bahkan kematian. Kasus yang terjadi di wilayah Indonesia terkait efek pada pemberian vaksin bagi penerima vaksin banyak terjadi seperti contoh yang terjadi di Kota Semarang, 95 orang warga di Kota Semarang tertular Virus Corona setelah menjalani vaksinasi. Ada 160 orang terkonfirmasi positif setelah divaksin pertama, dan ada 35 orang yang terkonfirmasi positif setelah divaksin kedua. Kasus yang terjadi di Kota Manado, Vaksin AstraZeneca dihentikan sementara setelah warga yang divaksin merasakan dampak seperti demam, menggigil, sakit kepala, badan terasa sakit dan lemas. Kasus yang terjadi di kota banyumas, 2 orang lansia meninggal setelah di vaksin. Kasus yang terjadi di kota lumajang, 1 orang meninggal setelah di vaksin, mengalami gelaja demam, pusing dan batuk setelah meninggal dunia. Kasus yang terjadi di kota banyumas, 2 orang lansia meninggal setelah di vaksin. Kasus yang terjadi di kota lumajang, 1 orang meninggal setelah di vaksin, mengalami gelaja demam, pusing dan batuk setelah meninggal dunia.
{"title":"PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP MASYARAKAT YANG TELAH DIVAKSIN COVID 19 DAN MEMPUNYAI EFEK BAGI KESEHATANNYA","authors":"Rastra Samudera Perdana","doi":"10.35316/hukmy.2023.v3i1.231-246","DOIUrl":"https://doi.org/10.35316/hukmy.2023.v3i1.231-246","url":null,"abstract":"Latar belakang penulisan Efek vaksin yang terjadi pada mereka yang berusia di atas 60 tahun dan mereka dengan penyakit penyerta (ko-morbid), yang memang memiliki risiko tinggi untuk tertular, penyakitnya menjadi berat dan rentan terhadap risiko kematian. Data menyebutkan bahwa mereka yang berusia di atas 65 tahun adalah 9% dari penduduk dunia, tapi disisi lain 30% - 40% kasus COVID-19 di dunia adalah mereka yang berumur di atas 65 tahun dan juga sekitar 80% kematian akibat penyakit ini. Kelompok berisiko tinggi harus dilindungi, karena ini akan banyak mempengaruhi penurunan angka kesakitan dan bahkan kematian. Kasus yang terjadi di wilayah Indonesia terkait efek pada pemberian vaksin bagi penerima vaksin banyak terjadi seperti contoh yang terjadi di Kota Semarang, 95 orang warga di Kota Semarang tertular Virus Corona setelah menjalani vaksinasi. Ada 160 orang terkonfirmasi positif setelah divaksin pertama, dan ada 35 orang yang terkonfirmasi positif setelah divaksin kedua. Kasus yang terjadi di Kota Manado, Vaksin AstraZeneca dihentikan sementara setelah warga yang divaksin merasakan dampak seperti demam, menggigil, sakit kepala, badan terasa sakit dan lemas. Kasus yang terjadi di kota banyumas, 2 orang lansia meninggal setelah di vaksin. Kasus yang terjadi di kota lumajang, 1 orang meninggal setelah di vaksin, mengalami gelaja demam, pusing dan batuk setelah meninggal dunia. Kasus yang terjadi di kota banyumas, 2 orang lansia meninggal setelah di vaksin. Kasus yang terjadi di kota lumajang, 1 orang meninggal setelah di vaksin, mengalami gelaja demam, pusing dan batuk setelah meninggal dunia. ","PeriodicalId":299809,"journal":{"name":"HUKMY : Jurnal Hukum","volume":"62 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-05-17","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"116187646","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Hukum Pencatatan Perkawinan di Indonesia masih tidak berjalan secara efektif dalam hal penerapannya di tengah-tengah masyarakat. Dikarenakan sebagian masyarakat tidak terlalu mementingkan pencatatan itu sendiri dan menganggap hal yang sepeleh. Padalah dampak yang akan ditimbulkan setelah terjadinya suatu perkawinan akan sangat besar apabila tidak mempunyai akta nikah, mengingat Hukum yang di terapkan di Indonesia adalah Hukum Positif bukan Hukum Islam semata. dalam penelitian ini menawarkan konsep agar pemerintah segera merevisi Undang Undang No 1 Tahun 1974 Khususnya tentang wajibnya pencatatan perkawinan, dan diberi saknsi dengan tegas bagi pelakunya. Karena semacam ini sangat merugikan pihak istri dan anak anaknya. Maka peraturan yang ada belum sepenuhnya dapat memberikan kepastian Hukum dan perlindungan Hukum bagi semua lapisan masyarakat di Indonesia. Setelah menganalisa dari permasalah diatas maka peneliti berharap kepada pembuat undang undang agar segera menerapkan Sanksi secara tegas bagi pelaku Nikah Sirri dalam Bentuk Perundang undangan agar tidak menimbulkan keresahan dan kerugian salah satu pihak. Karena dampak negatif yang ditimbulkan sangat banyak dan menyebabkan mudharat yang sangat besar terutama bagi kaum ibu sehingga tujuan hukum yakni Kepastian dan Perlindungan Hukum Benar-benar tercapai secara baik.
{"title":"KEPASTIAN HUKUM BAGI ISTRI DAN ANAK DALAM PERKAWINAN TIDAK TERCATAT DI INDONESIA","authors":"Moh Aqil Syofiyullah, Dyah Ochtorina Susanti, Fendy Setiawan","doi":"10.35316/hukmy.2023.v3i1.263-284","DOIUrl":"https://doi.org/10.35316/hukmy.2023.v3i1.263-284","url":null,"abstract":"Hukum Pencatatan Perkawinan di Indonesia masih tidak berjalan secara efektif dalam hal penerapannya di tengah-tengah masyarakat. Dikarenakan sebagian masyarakat tidak terlalu mementingkan pencatatan itu sendiri dan menganggap hal yang sepeleh. Padalah dampak yang akan ditimbulkan setelah terjadinya suatu perkawinan akan sangat besar apabila tidak mempunyai akta nikah, mengingat Hukum yang di terapkan di Indonesia adalah Hukum Positif bukan Hukum Islam semata. dalam penelitian ini menawarkan konsep agar pemerintah segera merevisi Undang Undang No 1 Tahun 1974 Khususnya tentang wajibnya pencatatan perkawinan, dan diberi saknsi dengan tegas bagi pelakunya. Karena semacam ini sangat merugikan pihak istri dan anak anaknya. Maka peraturan yang ada belum sepenuhnya dapat memberikan kepastian Hukum dan perlindungan Hukum bagi semua lapisan masyarakat di Indonesia. Setelah menganalisa dari permasalah diatas maka peneliti berharap kepada pembuat undang undang agar segera menerapkan Sanksi secara tegas bagi pelaku Nikah Sirri dalam Bentuk Perundang undangan agar tidak menimbulkan keresahan dan kerugian salah satu pihak. Karena dampak negatif yang ditimbulkan sangat banyak dan menyebabkan mudharat yang sangat besar terutama bagi kaum ibu sehingga tujuan hukum yakni Kepastian dan Perlindungan Hukum Benar-benar tercapai secara baik.","PeriodicalId":299809,"journal":{"name":"HUKMY : Jurnal Hukum","volume":"105 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-05-17","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"122430936","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2022-12-25DOI: 10.35316/hukmy.2022.v2i2.130-138
NUR CHAMID, Nynda Fatmawati
Building Use Rights (BUR) according to Law Number 5 of 1960 Article 35 paragraph 1 concerning Basic Agrarian Regulations is the right to construct and own buildings on land that is not one's own, with a maximum period of 30 years. With the time period determined, the right holder is required to extend the specified period before the validity period ends. In extending the BUR, it is necessary to pay attention to the Regional Spatial Plan that has been determined by the Regional Government where the BUR are located. It will be a separate problem if the Spatial and Regional Planning in the area changes in line with the policies that have been set by the Regional Government, so that the term of the BUR cannot be extended or the period of time can be extended on condition that the holder of the BUR adjusts the building object. by following the Spatial and Regional Layouts that have been determined by the Regional Government. The purpose of this paper is to describe the status and administrative actions of the local government on the BUR which cannot be extended due to changes in the Spatial and Regional Planning. The method used in this research is juridical-empirical law research. Data sources consist of primary and secondary legal materials. The conclusion in this study aims to answer the problems that arise, namely the status and administrative actions of local governments on BUR which cannot be extended due to changes in Spatial and Regional Plans.
{"title":"ANALISIS HAK GUNA BANGUNAN YANG TIDAK BISA DIPERPANJANG KARENA PERUBAHAN RENCANA TATA RUANG WILAYAH","authors":"NUR CHAMID, Nynda Fatmawati","doi":"10.35316/hukmy.2022.v2i2.130-138","DOIUrl":"https://doi.org/10.35316/hukmy.2022.v2i2.130-138","url":null,"abstract":"Building Use Rights (BUR) according to Law Number 5 of 1960 Article 35 paragraph 1 concerning Basic Agrarian Regulations is the right to construct and own buildings on land that is not one's own, with a maximum period of 30 years. With the time period determined, the right holder is required to extend the specified period before the validity period ends. In extending the BUR, it is necessary to pay attention to the Regional Spatial Plan that has been determined by the Regional Government where the BUR are located. It will be a separate problem if the Spatial and Regional Planning in the area changes in line with the policies that have been set by the Regional Government, so that the term of the BUR cannot be extended or the period of time can be extended on condition that the holder of the BUR adjusts the building object. by following the Spatial and Regional Layouts that have been determined by the Regional Government. The purpose of this paper is to describe the status and administrative actions of the local government on the BUR which cannot be extended due to changes in the Spatial and Regional Planning. The method used in this research is juridical-empirical law research. Data sources consist of primary and secondary legal materials. The conclusion in this study aims to answer the problems that arise, namely the status and administrative actions of local governments on BUR which cannot be extended due to changes in Spatial and Regional Plans.","PeriodicalId":299809,"journal":{"name":"HUKMY : Jurnal Hukum","volume":"101 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-12-25","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"127565069","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2022-12-25DOI: 10.35316/hukmy.2022.v2i2.177-185
Fitrotun Nisa, Ainun Najib, Moh. Ali Hofi
Banyak sekali faktor yang menjadi pertimbangan hakim sebelum mengeluarkan penetapan dispensasi nikah. Salah satu pertimbangan hakim adalah MBA (Married bya Accident) yang mana calon wanita hamil diluar nikah. Penelitian ini menggunakan penelitian yuridis empiris yang mana mengggabungkan antara Undang-undang dengan realita yang ada di masyarakat. Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara dengan salah satu hakim. Hasil penelitian menunjukkan bahwa prosedur pemberian dispensasi nikah harus melewati beberapa tahap menyesuaikan alasan-alasan para pemohon untuk diterima atau tidaknya permohonan dispensasi nikah. faktor yang mendukung pernikahan dini adalah faktor ekonomi, kurangnya pendidikan, dan terjadinya hamil diluar nikah. Dampak negatif dari pemberian dispensasi nikah adalah terjadinya kekerasan rumah tangga dikarenakan emosi yang sangat labil yang mengakibatkan terjadinya perceraian. Dampak positif dari pemberian dispensasi nikah yaitu dapat meringankan beban orang tua, terhindarnya dari pergaulan bebas dan hamil diluar nikah.
{"title":"ANALISIS SOSIOLOGIS TERHADAP TINGGINYA PERCERAIAN AKIBAT PEMBERIAN DISPENSASI NIKAH (STUDI KASUS PENGADILAN AGAMA SITUBONDO KELAS IA)","authors":"Fitrotun Nisa, Ainun Najib, Moh. Ali Hofi","doi":"10.35316/hukmy.2022.v2i2.177-185","DOIUrl":"https://doi.org/10.35316/hukmy.2022.v2i2.177-185","url":null,"abstract":"Banyak sekali faktor yang menjadi pertimbangan hakim sebelum mengeluarkan penetapan dispensasi nikah. Salah satu pertimbangan hakim adalah MBA (Married bya Accident) yang mana calon wanita hamil diluar nikah. Penelitian ini menggunakan penelitian yuridis empiris yang mana mengggabungkan antara Undang-undang dengan realita yang ada di masyarakat. Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara dengan salah satu hakim. Hasil penelitian menunjukkan bahwa prosedur pemberian dispensasi nikah harus melewati beberapa tahap menyesuaikan alasan-alasan para pemohon untuk diterima atau tidaknya permohonan dispensasi nikah. faktor yang mendukung pernikahan dini adalah faktor ekonomi, kurangnya pendidikan, dan terjadinya hamil diluar nikah. Dampak negatif dari pemberian dispensasi nikah adalah terjadinya kekerasan rumah tangga dikarenakan emosi yang sangat labil yang mengakibatkan terjadinya perceraian. Dampak positif dari pemberian dispensasi nikah yaitu dapat meringankan beban orang tua, terhindarnya dari pergaulan bebas dan hamil diluar nikah.","PeriodicalId":299809,"journal":{"name":"HUKMY : Jurnal Hukum","volume":"8 23 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-12-25","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"128260741","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2022-12-25DOI: 10.35316/hukmy.2022.v2i2.199-210
Dairani Dairani
Pada prinsipnya setiap warganegara berkedudukan sama untuk turut serta dalam pelaksanaan Pemilukada baik untuk memilih maupun dipilih, namun demikian, guna menciptakan prinsip demokrasi dan birokrasi yang baik maka perlu adanya instrument hukum yang mengatur hal tersebut khususnya yang berkaitan dengan banyaknya dinasti politik yang terus berkembang hingga saat ini. Pemilu dan pilkada serentak pada tahun 2024 berpotensi terhadap meningkatnya angka dinasti politik Indonesia. Dalam artikel ini terdapat dua isu hukum yang akan dikaji, pertama, legalitas dan kedudukan politik dinasti dalam sistem hukum ketatatanegaraan Indonesia, kedua, terkait upaya konstitusional dalam memutus mata rantai dinasti politik di Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara hukum dinasti politik adalah legal hal ini dipertegas dengan adanya putusan MK No. 33/PUU-XIII/2015 yang membatalkan Pasal 7 huruf r UU No. 8 tahun 2015 karena dianggap bertentangan dengan UUD. Upaya konstitusional yang dapat dilakukan guna mencegah dinasti politik ada beberapa aspek pertama, masyarakat untuk bersama-sama tidak memilih calon yang berangkat dari dinasti politik, kedua, partai politik untuk tidak menunjuk calon yang memiliki hubungan dengan penguasa dan yang ketiga pada penyelenggara pemilu (KPU dan Bawaslu) untuk memberikan sanksi tegas bila ditemukan calon yang berkampanye dengan memanfaatkan jabatan keluarganya dan fasilitas negara.
{"title":"UPAYA KONSTITUSIONAL DALAM MEMUTUS MATA RANTAI DINASTI POLITIK PADA PEMILUKADA SERENTAK TAHUN 2024","authors":"Dairani Dairani","doi":"10.35316/hukmy.2022.v2i2.199-210","DOIUrl":"https://doi.org/10.35316/hukmy.2022.v2i2.199-210","url":null,"abstract":"Pada prinsipnya setiap warganegara berkedudukan sama untuk turut serta dalam pelaksanaan Pemilukada baik untuk memilih maupun dipilih, namun demikian, guna menciptakan prinsip demokrasi dan birokrasi yang baik maka perlu adanya instrument hukum yang mengatur hal tersebut khususnya yang berkaitan dengan banyaknya dinasti politik yang terus berkembang hingga saat ini. Pemilu dan pilkada serentak pada tahun 2024 berpotensi terhadap meningkatnya angka dinasti politik Indonesia. Dalam artikel ini terdapat dua isu hukum yang akan dikaji, pertama, legalitas dan kedudukan politik dinasti dalam sistem hukum ketatatanegaraan Indonesia, kedua, terkait upaya konstitusional dalam memutus mata rantai dinasti politik di Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara hukum dinasti politik adalah legal hal ini dipertegas dengan adanya putusan MK No. 33/PUU-XIII/2015 yang membatalkan Pasal 7 huruf r UU No. 8 tahun 2015 karena dianggap bertentangan dengan UUD. Upaya konstitusional yang dapat dilakukan guna mencegah dinasti politik ada beberapa aspek pertama, masyarakat untuk bersama-sama tidak memilih calon yang berangkat dari dinasti politik, kedua, partai politik untuk tidak menunjuk calon yang memiliki hubungan dengan penguasa dan yang ketiga pada penyelenggara pemilu (KPU dan Bawaslu) untuk memberikan sanksi tegas bila ditemukan calon yang berkampanye dengan memanfaatkan jabatan keluarganya dan fasilitas negara.","PeriodicalId":299809,"journal":{"name":"HUKMY : Jurnal Hukum","volume":"182 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-12-25","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"121834065","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2022-12-25DOI: 10.35316/hukmy.2022.v2i2.153-164
Faidhul Mannan, Syahrul Ibad, Fathol Bari
Pandemi COVID-19 merupakan kejadian luar biasa yang harus segera ditanggapi oleh negara/pemerintah. Hal itu karena COVID-19 berdampak terhadap kesehatan masyarakat. Dalam Pasal 25 UDHR menyebutkan bahwa setiap individu berhak atas derajat kehidupan yang layak akan kesehatan. Disamping itu, kesehatan merupakan bagian dari hak asasi manusia. UUD 1945 juga mengatur pemenuhan kesehatan dengan menciptakan kehidupan yang sehat bagi masyarakatnya sebagaimana dalam Pasal 28 H Ayat 1. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji tanggung jawab negara terhadap pemenuhan hak kesehatan masyarakat di masa pandemi sesuai dengan yang diamanatkan Undang-undang Dasar 1945 Pasal 28 H Ayat 1. Metode yang digunakan adalah metode penelitian yuridis normatif (legal research) yaitu melakukan telaah bahan pustaka terhadap peraturan dan literatur yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti. Penelitian ini menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach) dengan menggunakan analisis preskriptif. Hasil yang didapatkan dari penelitian ini ialah negara/pemerintah telah memenuhi tanggung jawabnya terhadap kesehatan masyarakat dengan melakukan berbagai upaya yang terimplementasikan dalam berbagai kebijakan di masa pandemi.
{"title":"TANGGUNG JAWAB NEGARA TERHADAP PEMENUHAN HAK KESEHATAN MASYARAKAT DI MASA PANDEMI","authors":"Faidhul Mannan, Syahrul Ibad, Fathol Bari","doi":"10.35316/hukmy.2022.v2i2.153-164","DOIUrl":"https://doi.org/10.35316/hukmy.2022.v2i2.153-164","url":null,"abstract":"Pandemi COVID-19 merupakan kejadian luar biasa yang harus segera ditanggapi oleh negara/pemerintah. Hal itu karena COVID-19 berdampak terhadap kesehatan masyarakat. Dalam Pasal 25 UDHR menyebutkan bahwa setiap individu berhak atas derajat kehidupan yang layak akan kesehatan. Disamping itu, kesehatan merupakan bagian dari hak asasi manusia. UUD 1945 juga mengatur pemenuhan kesehatan dengan menciptakan kehidupan yang sehat bagi masyarakatnya sebagaimana dalam Pasal 28 H Ayat 1. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji tanggung jawab negara terhadap pemenuhan hak kesehatan masyarakat di masa pandemi sesuai dengan yang diamanatkan Undang-undang Dasar 1945 Pasal 28 H Ayat 1. Metode yang digunakan adalah metode penelitian yuridis normatif (legal research) yaitu melakukan telaah bahan pustaka terhadap peraturan dan literatur yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti. Penelitian ini menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach) dengan menggunakan analisis preskriptif. Hasil yang didapatkan dari penelitian ini ialah negara/pemerintah telah memenuhi tanggung jawabnya terhadap kesehatan masyarakat dengan melakukan berbagai upaya yang terimplementasikan dalam berbagai kebijakan di masa pandemi.","PeriodicalId":299809,"journal":{"name":"HUKMY : Jurnal Hukum","volume":"14 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-12-25","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"129017258","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2022-12-25DOI: 10.35316/hukmy.2022.v2i2.186-198
S. Arif, S. Syarifuddin, Ahmad Yunus
Peneliti memiliki tujuan untuk mengetahui faktor-faktor bagaimana peran inovasi Polres Situbondo dalam melakukan kegiatanya dalam meminimalisir tindak pidana pencurian. Metode penelitian ini menggunakan kualitatif (field research) dengan pendekatan yuridis empiris dimana mengacu kepada undang-undang yang berlaku dalam kehidupan masyarakat. Lokasi penelitian ini dilakukan di Polres Situbondo. Hasil penelitian menunjukkan terjadinya tindak pidana pencurian kendaraan bermotor dapat berasal dari faktor intern dan faktor ekstern. Upaya penanggulangan terahadap tindak pidana pencurian kendaraan bermotor dilakukan dengan penerapan manajerial dalam kegiatan penyidikan yang dilaksanakan kepolisian, penerapan upaya preventif dan represif sebagaimana upaya represif diatur dalam pasal 362 KUHP. Dengan mengacu kepada angka kejahatan dari tahun 2019-2022 mencapai 61 kasus, maka perlu untuk melakukan penceggahan dengan upaya inovasi konsep dalam bidang pelayanan, menjaga keamanan, keyamanan dan ketentraman, beberapa penyebab terjadi pelaku melakukan tindak pidana kejahatan yaitu didorong oleh beberapa faktor, ekonomi, budaya dan sosial yang dapat menyebabkan seseorang melakukan tindak pidana pencurian kendaraan bermotor dan upaya apa saja yang dapat dilakukan untuk menekan tindak pidana pencurian kendaraan bermotor (curanmor) di Polres Situbondo.
{"title":"UPAYA INOVASI POLRI DALAM MENCEGAH TINDAK PIDANA PENCURIAN KENDARAAN BERMOTOR (STUDI KASUS POLRES SITUBONDO)","authors":"S. Arif, S. Syarifuddin, Ahmad Yunus","doi":"10.35316/hukmy.2022.v2i2.186-198","DOIUrl":"https://doi.org/10.35316/hukmy.2022.v2i2.186-198","url":null,"abstract":"Peneliti memiliki tujuan untuk mengetahui faktor-faktor bagaimana peran inovasi Polres Situbondo dalam melakukan kegiatanya dalam meminimalisir tindak pidana pencurian. Metode penelitian ini menggunakan kualitatif (field research) dengan pendekatan yuridis empiris dimana mengacu kepada undang-undang yang berlaku dalam kehidupan masyarakat. Lokasi penelitian ini dilakukan di Polres Situbondo. Hasil penelitian menunjukkan terjadinya tindak pidana pencurian kendaraan bermotor dapat berasal dari faktor intern dan faktor ekstern. Upaya penanggulangan terahadap tindak pidana pencurian kendaraan bermotor dilakukan dengan penerapan manajerial dalam kegiatan penyidikan yang dilaksanakan kepolisian, penerapan upaya preventif dan represif sebagaimana upaya represif diatur dalam pasal 362 KUHP. Dengan mengacu kepada angka kejahatan dari tahun 2019-2022 mencapai 61 kasus, maka perlu untuk melakukan penceggahan dengan upaya inovasi konsep dalam bidang pelayanan, menjaga keamanan, keyamanan dan ketentraman, beberapa penyebab terjadi pelaku melakukan tindak pidana kejahatan yaitu didorong oleh beberapa faktor, ekonomi, budaya dan sosial yang dapat menyebabkan seseorang melakukan tindak pidana pencurian kendaraan bermotor dan upaya apa saja yang dapat dilakukan untuk menekan tindak pidana pencurian kendaraan bermotor (curanmor) di Polres Situbondo.","PeriodicalId":299809,"journal":{"name":"HUKMY : Jurnal Hukum","volume":"15 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-12-25","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"129027151","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2022-12-25DOI: 10.35316/hukmy.2022.v2i2.139-152
S. Samosir
Pemberlakuan SEMA Nomor 3 Tahun 2015 adalah sebagai acuan bagi hakim dalam memberikan putusan bagi pelaku tindak pidana Narkotika yang ternyata terbukti dalam persidangan hanyalah sebagai penyalahguna Narkotika sebagaiman ketentuan pasal 127 UU Narkotika, sehingga meskipun terdakwa didakwa dengan ketentuan pasal 111 atau 112 UU Narkotika yang memiliki ketentuan pidana minimum khusus, namun hakim dapat memberikan pidana penjara di bawah ketentuan minimum khusus tersebut, namun yang perlu diperhatikan bahwa pengaturan SEMA Nomor 3 Tahun 2015 selain dapat memberikan pidana penjara di bawah ketentuan pidana minimum khusus, SEMA Nomor 3 Tahun 2015 sebenarnya juga mengisyaratkan bahwa ada kewajiban hakim untuk memperhatikan apakah terdakwa adalah sebagai penyalahguna saja atau pecandu narkotika, hal ini menjadi perhatian karena ketentuan pidana yang dikenakan akan berbeda jika terdakwa terbukti sebagai pencandu narkotika yang seharusnya tidak dilakukan pidana penjara, namun perlu dilakukan rehabilitasi. Fokus kajian dalam artikel ini adalah mendalami cara hakim dalam menerapkan SEMA Nomor 3 tahun 2015 dalam membuat putusan sehingga tetap sesuai dengan tujuan pembentukan UU Narkotika itu sendiri yaitu selain penanggulangan akan tetapi adalah upaya pencegahan dan penyembuhan bagi pelaku penyalahguna Narkotika.
{"title":"PENERAPAN SEMA NOMOR 3 TAHUN 2015 DALAM PEMBUATAN PUTUSAN PIDANA BAGI PELAKU PENYALAHGUNA NARKOTIKA","authors":"S. Samosir","doi":"10.35316/hukmy.2022.v2i2.139-152","DOIUrl":"https://doi.org/10.35316/hukmy.2022.v2i2.139-152","url":null,"abstract":"Pemberlakuan SEMA Nomor 3 Tahun 2015 adalah sebagai acuan bagi hakim dalam memberikan putusan bagi pelaku tindak pidana Narkotika yang ternyata terbukti dalam persidangan hanyalah sebagai penyalahguna Narkotika sebagaiman ketentuan pasal 127 UU Narkotika, sehingga meskipun terdakwa didakwa dengan ketentuan pasal 111 atau 112 UU Narkotika yang memiliki ketentuan pidana minimum khusus, namun hakim dapat memberikan pidana penjara di bawah ketentuan minimum khusus tersebut, namun yang perlu diperhatikan bahwa pengaturan SEMA Nomor 3 Tahun 2015 selain dapat memberikan pidana penjara di bawah ketentuan pidana minimum khusus, SEMA Nomor 3 Tahun 2015 sebenarnya juga mengisyaratkan bahwa ada kewajiban hakim untuk memperhatikan apakah terdakwa adalah sebagai penyalahguna saja atau pecandu narkotika, hal ini menjadi perhatian karena ketentuan pidana yang dikenakan akan berbeda jika terdakwa terbukti sebagai pencandu narkotika yang seharusnya tidak dilakukan pidana penjara, namun perlu dilakukan rehabilitasi. Fokus kajian dalam artikel ini adalah mendalami cara hakim dalam menerapkan SEMA Nomor 3 tahun 2015 dalam membuat putusan sehingga tetap sesuai dengan tujuan pembentukan UU Narkotika itu sendiri yaitu selain penanggulangan akan tetapi adalah upaya pencegahan dan penyembuhan bagi pelaku penyalahguna Narkotika.","PeriodicalId":299809,"journal":{"name":"HUKMY : Jurnal Hukum","volume":"22 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-12-25","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"133935533","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Penyalahgunaan narkotika di indonesia semakin tahun mengalami peningkatan yang menimbulkan pertanyaan bagi kaum pemuda apakah dari metode penanganan yang kurang perhatian lalu mengakibatkan penyalahguna makin bertambah, karena hal tersebut mempengarui dari aspek sosial, kebudayaan, pendidikan dan beberapa yang lain hal ini karena rujukan data BNN pada tahun 2020-2021, Namun ternyata dalam putusanya hakim menjatuhkan sanksi pidana penjara hal ini menjadi salah satu faktor bertambahnya penyalahguna narkotika sebab penyalahguna telah mengalami kecanduan dan sehingga jika sanksi pidana berupa penjara maka tidak akan menjadi solusi lantaran peneliti menggunakan analisis yuridis normatif dengan pendekatan restorative terhadap tindak pidana narkotika yang memiliki sanksi rehabilitasi jika memenuhi persyaratan sesuai pedoman restorative justice. Bahkan peneliti melakukan perumusan sebuah kajian yang pertama bagaimana metode restorative dalam tindak pidana narkotika sedangkan selanjutnya dalam hal bagaimana penerapan asas restoratife terhadap penyalahguna narkotika, Oleh karenanya peneliti melakukan kajian dengan menggunakan analisis yuridis normatif agar dalam hal pemidanaan lebih memiliki pertimbangan karena mempengaruhi sebuah putusan dan akan menjadikan fatal bagi terdakwa lebih rilnya ialah dalam perkara pengguna narkotika namun ditelaah dengan menggunakan pendekatan asas keadilan restorative justice memiliki arti pengembalian kepada keadaan semula disebabkan Narkotika digunakan menggunakan cara melawan hukum berbahaya atas akibat akan mengalami kecanduan dan mempengaruhi jiwa dan psikis.
{"title":"ANALISIS YURIDIS PENDEKATAN RESTORATIVE TERHADAP PENYALAHGUNA NARKOTIKA","authors":"Muhamad Yasin, Heriyanto Heriyanto, Fathorrahman Fathorrahman","doi":"10.35316/hukmy.2022.v2i2.165-176","DOIUrl":"https://doi.org/10.35316/hukmy.2022.v2i2.165-176","url":null,"abstract":"Penyalahgunaan narkotika di indonesia semakin tahun mengalami peningkatan yang menimbulkan pertanyaan bagi kaum pemuda apakah dari metode penanganan yang kurang perhatian lalu mengakibatkan penyalahguna makin bertambah, karena hal tersebut mempengarui dari aspek sosial, kebudayaan, pendidikan dan beberapa yang lain hal ini karena rujukan data BNN pada tahun 2020-2021, Namun ternyata dalam putusanya hakim menjatuhkan sanksi pidana penjara hal ini menjadi salah satu faktor bertambahnya penyalahguna narkotika sebab penyalahguna telah mengalami kecanduan dan sehingga jika sanksi pidana berupa penjara maka tidak akan menjadi solusi lantaran peneliti menggunakan analisis yuridis normatif dengan pendekatan restorative terhadap tindak pidana narkotika yang memiliki sanksi rehabilitasi jika memenuhi persyaratan sesuai pedoman restorative justice. Bahkan peneliti melakukan perumusan sebuah kajian yang pertama bagaimana metode restorative dalam tindak pidana narkotika sedangkan selanjutnya dalam hal bagaimana penerapan asas restoratife terhadap penyalahguna narkotika, Oleh karenanya peneliti melakukan kajian dengan menggunakan analisis yuridis normatif agar dalam hal pemidanaan lebih memiliki pertimbangan karena mempengaruhi sebuah putusan dan akan menjadikan fatal bagi terdakwa lebih rilnya ialah dalam perkara pengguna narkotika namun ditelaah dengan menggunakan pendekatan asas keadilan restorative justice memiliki arti pengembalian kepada keadaan semula disebabkan Narkotika digunakan menggunakan cara melawan hukum berbahaya atas akibat akan mengalami kecanduan dan mempengaruhi jiwa dan psikis.","PeriodicalId":299809,"journal":{"name":"HUKMY : Jurnal Hukum","volume":"80 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-12-25","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"122720671","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}