Latar Belakang: Menurut WHO, dua dari 10.000 wanita di Indonesia hidup dengan kanker serviks dan diperkirakan 26 wanita meninggal setiap hari akibat kanker serviks. Berdasarkan kondisi ini, pemerintah Indonesia berencana menambahkan vaksin HPV ke dalam program imunisasi nasional. Tujuan penelitian adalah untuk menilai kemungkinan kesiapan Indonesia untuk menerapkan vaksin HPV wajib untuk usia sekolah dan faktor-faktor yang dapat mempengaruhinya. Metode: Metode yang digunakan adalah systematic review. Melalui artikel terkait vaksin HPV yang terbit di jurnal terakreditasi dan scopus-indeks selama 10 tahun terakhir dengan kata kunci "Implementasi untuk Imunisasi HPV", ditemukan sebanyak 17.000 hasil pencarian. Setelah itu, penilaian kritis pada artikel yang dipilih dilakukan dengan menggunakan metode PRISMA. Hasil: Ditemukan bahwa kesadaran masyarakat, terutama orang tua, tentang vaksin HPV masih kurang, namun penerimaan mereka terhadap vaksin ini cukup positif. Ada beberapa faktor lain yang menjadi keberatan mereka terhadap vaksin, seperti harga tinggi, ketakutan akan efek samping, seksualitas, gender, dan sistem perawatan kesehatan. Saat ini di Indonesia vaksin HPV harus dibeli atas inisiatif mereka sendiri dan bukan merupakan program wajib dari pemerintah pusat dan juga tidak diberikan secara gratis melalui program JKN. Namun demikian, Kementerian Kesehatan telah memulai proyek percontohan untuk menyediakan vaksinasi HPV gratis di beberapa daerah dalam Program Bulan Imunisasi untuk Usia Sekolah menggunakan kombinasi sumber daya pusat dan daerah. Kesimpulan: Telah ada peraturan dan pedoman teknis untuk pelaksanaan proyek percontohan vaksinasi HPV gratis, namun masih perlu penyesuaian dan dukungan dari Pemerintah jika akan dilaksanakan secara nasional dan disesuaikan dengan kondisi di daerah dengan fasilitas dan akses terbatas. Dibutuhkan peran pemerintah dalam memberikan informasi yang baik tentang vaksin HPV bagi masyarakat. Keyword: Vaksin HPV, Kesiapan Implementasi, Program Imunisasi Nasional Abstract Background: According to WHO, two out of 10,000 women in Indonesia live with cervical cancer and an estimated 26 women die each day from cervical cancer. Indonesian government is planning to add the HPV vaccine into the national immunization program. The objective is to assess the possibility of Indonesia's readiness to implement the HPV vaccine mandatory for school age and factors that may affect it. Methods: The method was a systematic review through articles related to HPV vaccine which have been published in accredited and scopus-indexed journals for the last 10 years. With keywords "Implementation for HPV Immunization", founded 17,000 search results. Afterwards, a critical appraisal on the selected articles is conducted using PRISMA method. Results: It is found that the awareness of community, especially parents, about HPV vaccine is still lacking, but their acceptance of this vaccine is quite positive. There are other factors into
{"title":"Indonesia's Readiness to Implement the HPV Vaccine Mandatory for School Age","authors":"D. Ayuningtyas, N. N. D. Sutrisnawati","doi":"10.22435/HSJI.V9I2.910","DOIUrl":"https://doi.org/10.22435/HSJI.V9I2.910","url":null,"abstract":"Latar Belakang: Menurut WHO, dua dari 10.000 wanita di Indonesia hidup dengan kanker serviks dan diperkirakan 26 wanita meninggal setiap hari akibat kanker serviks. Berdasarkan kondisi ini, pemerintah Indonesia berencana menambahkan vaksin HPV ke dalam program imunisasi nasional. Tujuan penelitian adalah untuk menilai kemungkinan kesiapan Indonesia untuk menerapkan vaksin HPV wajib untuk usia sekolah dan faktor-faktor yang dapat mempengaruhinya. \u0000Metode: Metode yang digunakan adalah systematic review. Melalui artikel terkait vaksin HPV yang terbit di jurnal terakreditasi dan scopus-indeks selama 10 tahun terakhir dengan kata kunci \"Implementasi untuk Imunisasi HPV\", ditemukan sebanyak 17.000 hasil pencarian. Setelah itu, penilaian kritis pada artikel yang dipilih dilakukan dengan menggunakan metode PRISMA. \u0000Hasil: Ditemukan bahwa kesadaran masyarakat, terutama orang tua, tentang vaksin HPV masih kurang, namun penerimaan mereka terhadap vaksin ini cukup positif. Ada beberapa faktor lain yang menjadi keberatan mereka terhadap vaksin, seperti harga tinggi, ketakutan akan efek samping, seksualitas, gender, dan sistem perawatan kesehatan. Saat ini di Indonesia vaksin HPV harus dibeli atas inisiatif mereka sendiri dan bukan merupakan program wajib dari pemerintah pusat dan juga tidak diberikan secara gratis melalui program JKN. Namun demikian, Kementerian Kesehatan telah memulai proyek percontohan untuk menyediakan vaksinasi HPV gratis di beberapa daerah dalam Program Bulan Imunisasi untuk Usia Sekolah menggunakan kombinasi sumber daya pusat dan daerah. \u0000Kesimpulan: Telah ada peraturan dan pedoman teknis untuk pelaksanaan proyek percontohan vaksinasi HPV gratis, namun masih perlu penyesuaian dan dukungan dari Pemerintah jika akan dilaksanakan secara nasional dan disesuaikan dengan kondisi di daerah dengan fasilitas dan akses terbatas. Dibutuhkan peran pemerintah dalam memberikan informasi yang baik tentang vaksin HPV bagi masyarakat. \u0000Keyword: Vaksin HPV, Kesiapan Implementasi, Program Imunisasi Nasional \u0000Abstract \u0000Background: According to WHO, two out of 10,000 women in Indonesia live with cervical cancer and an estimated 26 women die each day from cervical cancer. Indonesian government is planning to add the HPV vaccine into the national immunization program. The objective is to assess the possibility of Indonesia's readiness to implement the HPV vaccine mandatory for school age and factors that may affect it. \u0000Methods: The method was a systematic review through articles related to HPV vaccine which have been published in accredited and scopus-indexed journals for the last 10 years. With keywords \"Implementation for HPV Immunization\", founded 17,000 search results. Afterwards, a critical appraisal on the selected articles is conducted using PRISMA method. \u0000Results: It is found that the awareness of community, especially parents, about HPV vaccine is still lacking, but their acceptance of this vaccine is quite positive. There are other factors into","PeriodicalId":30666,"journal":{"name":"Health Science Journal of Indonesia","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-12-27","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"48742561","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Latar belakang: Laboratorium Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) ditunjuk sebagai laboratorium rujukan nasional dalam mendeteksi penyakit infeksi Emerging (EID) dan bertugas dalam mendeteksi pathogen infeksius serta berperan penting dalam sistem penanggulangan wabah. Laboratorium Balitbangkes harus menerapkan sistem manajemen biorisiko untuk mencegah terjadinya penyebaran penyakit yang bersumber dari laboratorium. Penerapan manajemen biorisk laboratorium yang terdiri dari biosafety dan biosecurity bertujuan untuk melindungi pekerja, lingkungan dan produk atau agen biologi. Penelitian ini bertujuan untuk menemukan kesenjangan terkait penerapan manajemen biorisk di Laboratorium Balitbangkes dengan standar. Metode: Studi dilakukan oleh Asesor professional pada tahun 2015 dengan mewawancara penanggung jawabLaboratorium BSL-3 (PJ BSL-3) dan Biosafety Officer (BSO) serta pemeriksaan dokumen. Pemilihan respondenberdasarkan jabatannya di laboratorium. Responden dipilih karena sebagai pelaksana teknis dan memilikiinformasi pelaksanaan biosafety dan biosecurity yang mendalam di laboratorium Balitbangkes. Pertanyaandiadopsi berdasarkan CWA 15793: 2011, berisi 160 pertanyaan dari 16 elemen. Analisis skor diinterpretasikanantara 0-2. Skor 0 memenuhi kesesuaian dengan standar dan skor 2 berarti tidak memenuhi standar. Hasil: Studi ini menunjukan 3 dari 16 elemen, memiliki kesesuaian penuh dengan standar yaitu teknik mikrobiologi yang baik, alat pelindung diri serta peralatan dan pemeliharaan alat laboratorium. Elemen yang memiliki kesenjangan paling tinggi adalah keamanan dengan skor 1.16. Tidak ada elemen yang dinilai tidak memenuhi kesesuaian standar atau skor2. Kesimpulan: Secara keseluruhan, Laboratorium Balitbangkes memiliki sistem manajemen biorisiko yang kuatdan sudah mapan disetiap elemen. Namun, tindakan perbaikan harus segera dilakukan di beberapa elemen untuk memenuhi standard CWA 15793:2011. (Health Science Journal of Indonesia 2018;9(2):70-5) Kata kunci: EID Laboratory, biorisk management, laboratory assessment, CWA15793 Abstract Background: NIHRD laboratory was appointed as a national referral laboratory to perform laboratory detectionfor emerging infectious disease (EID). Because of its important role, NIHRD laboratory must implement bioriskmanagement system. A reliable high containment laboratory is crucial to perform laboratory diagnosis forEIDs and to avoid further spread of EIDs. The protection of laboratory workers, environment, and biologicalagents is achieved by addressing laboratory biorisk management consist of laboratory biosafety and biosecurity measures. This study aims to find gaps related the implementation of biorisk management with standard. Methods: This study was carried out by Professional Assessor in 2015 by conducting document checking andinterviewing BSL-3 Technical Managers and BSO who were considered to have in-depth information regardingbiosafety and biosecurity activities in NIHRD laborator
{"title":"Assessment of biorisk management implementation in NIHRD laboratory as national referral laboratory of emerging infectious diseases in Indonesia","authors":"Ida Susanti, N. K. Susilarini, V. Setiawaty","doi":"10.22435/HSJI.V9I2.811","DOIUrl":"https://doi.org/10.22435/HSJI.V9I2.811","url":null,"abstract":"Latar belakang: Laboratorium Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) ditunjuk sebagai laboratorium rujukan nasional dalam mendeteksi penyakit infeksi Emerging (EID) dan bertugas dalam mendeteksi pathogen infeksius serta berperan penting dalam sistem penanggulangan wabah. Laboratorium Balitbangkes harus menerapkan sistem manajemen biorisiko untuk mencegah terjadinya penyebaran penyakit yang bersumber dari laboratorium. Penerapan manajemen biorisk laboratorium yang terdiri dari biosafety dan biosecurity bertujuan untuk melindungi pekerja, lingkungan dan produk atau agen biologi. Penelitian ini bertujuan untuk menemukan kesenjangan terkait penerapan manajemen biorisk di Laboratorium Balitbangkes dengan standar. \u0000Metode: Studi dilakukan oleh Asesor professional pada tahun 2015 dengan mewawancara penanggung jawabLaboratorium BSL-3 (PJ BSL-3) dan Biosafety Officer (BSO) serta pemeriksaan dokumen. Pemilihan respondenberdasarkan jabatannya di laboratorium. Responden dipilih karena sebagai pelaksana teknis dan memilikiinformasi pelaksanaan biosafety dan biosecurity yang mendalam di laboratorium Balitbangkes. Pertanyaandiadopsi berdasarkan CWA 15793: 2011, berisi 160 pertanyaan dari 16 elemen. Analisis skor diinterpretasikanantara 0-2. Skor 0 memenuhi kesesuaian dengan standar dan skor 2 berarti tidak memenuhi standar. \u0000Hasil: Studi ini menunjukan 3 dari 16 elemen, memiliki kesesuaian penuh dengan standar yaitu teknik mikrobiologi yang baik, alat pelindung diri serta peralatan dan pemeliharaan alat laboratorium. Elemen yang memiliki kesenjangan paling tinggi adalah keamanan dengan skor 1.16. Tidak ada elemen yang dinilai tidak memenuhi kesesuaian standar atau skor2. \u0000Kesimpulan: Secara keseluruhan, Laboratorium Balitbangkes memiliki sistem manajemen biorisiko yang kuatdan sudah mapan disetiap elemen. Namun, tindakan perbaikan harus segera dilakukan di beberapa elemen untuk memenuhi standard CWA 15793:2011. (Health Science Journal of Indonesia 2018;9(2):70-5) \u0000Kata kunci: EID Laboratory, biorisk management, laboratory assessment, CWA15793 \u0000Abstract \u0000Background: NIHRD laboratory was appointed as a national referral laboratory to perform laboratory detectionfor emerging infectious disease (EID). Because of its important role, NIHRD laboratory must implement bioriskmanagement system. A reliable high containment laboratory is crucial to perform laboratory diagnosis forEIDs and to avoid further spread of EIDs. The protection of laboratory workers, environment, and biologicalagents is achieved by addressing laboratory biorisk management consist of laboratory biosafety and biosecurity measures. This study aims to find gaps related the implementation of biorisk management with standard. \u0000Methods: This study was carried out by Professional Assessor in 2015 by conducting document checking andinterviewing BSL-3 Technical Managers and BSO who were considered to have in-depth information regardingbiosafety and biosecurity activities in NIHRD laborator","PeriodicalId":30666,"journal":{"name":"Health Science Journal of Indonesia","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-12-21","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"48415993","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Ariyani Noviantari, M. Zainuri, Ratih Rinendyaputri, N. K. Susilarini
Background: Using of neuron cells for in vitro neurobiology study is needed. Neuron cell can be obtained from a primary neuron or neuronal cell lines, depend on the aim of the study because both are not equivalent. Various methods are performed to obtain primary neurons from the cortical, hippocampal and whole brain of pre or neonatal rat. The limitations of neuron cells to proliferate so that is necessary to develop a method to isolate neuron progenitor cells (NPCs). The aim of the present study was to isolate NPCs from whole brain post-natal rat. Methods: Whole brain were obtained from neonates Sprague Dawley rat. There are 2 step to get NSC; first isolation by taking the brain into the 15 ml of tube with 1 ml of 0,05% trypsin EDTA for 400g brain (incubated in the 370C, 5% CO2 for 10 minutes), tirturation with adding 1 ml culture medium and 5 ml HBSS-glucose then filtered by 70μm pore size membrane and centrifuged 2000 rpm for 10 minutes. Second: remove of supernatant with add 1 ml of HBSS-Glucose and taking it into a tube with 35% and 65% concentration of Ficoll then centrifuged at 1800 g for 10 minutes then supernatant were replated twice with poly D lysine (100µg/ml). Characterization of progenitor neuron immunotype was checked by immunohistochemistry with positive marker (NeuN and MAP2) and flow cytometry (PSANCAM+ and A2B5 -). Results: In this study, our result show that this method does not take longer than one hours and > 95% cells that obtained are expressing PSANCAM+. After 4 days culture, cells exhibit positive for neuron marker as MAP2 and NeuN. Conclusion: The method that our develope to isolate neuron progenitor cell from whole-brain are more effective and more simple with high viability and purity.
背景:需要利用神经元细胞进行体外神经生物学研究。神经细胞可以从原代神经元或神经细胞系中获得,这取决于研究的目的,因为两者并不等同。采用多种方法从大鼠和新生大鼠的皮层、海马和全脑中获取原代神经元。由于神经元细胞增殖能力的局限性,因此有必要开发一种分离神经元祖细胞(npc)的方法。本研究的目的是从出生大鼠全脑中分离npc。方法:取新生大鼠全脑。获得国家安全委员会有两个步骤;首先将400g脑取入15ml管中,加入1 ml 0.05%胰蛋白酶EDTA,在370C, 5% CO2中孵育10分钟,加入1 ml培养基和5 ml hbss -葡萄糖孵育,然后用70μm孔径的膜过滤,离心2000 rpm 10分钟。第二步:取上清液,加入1 ml HBSS-Glucose,分别放入浓度为35%和65%的Ficoll管中,1800 g离心10分钟,再用聚D赖氨酸(100µg/ml)重复两次上清。采用免疫组化阳性标记物(NeuN和MAP2)和流式细胞术(PSANCAM+和A2B5 -)检测祖神经元免疫型。结果:在本研究中,我们的结果表明,该方法耗时不超过1小时,获得的细胞中有95%表达PSANCAM+。培养4 d后,细胞MAP2、NeuN等神经元标志物呈阳性。结论:本研究建立的全脑神经元祖细胞分离方法简便、活性高、纯度高。
{"title":"Simple Method to Isolation and Culture of Neuron Progenitor Cells (NPCs) from Whole Brain Post-Natal Rat","authors":"Ariyani Noviantari, M. Zainuri, Ratih Rinendyaputri, N. K. Susilarini","doi":"10.22435/HSJI.V9I2.644","DOIUrl":"https://doi.org/10.22435/HSJI.V9I2.644","url":null,"abstract":"Background: Using of neuron cells for in vitro neurobiology study is needed. Neuron cell can be obtained from a primary neuron or neuronal cell lines, depend on the aim of the study because both are not equivalent. Various methods are performed to obtain primary neurons from the cortical, hippocampal and whole brain of pre or neonatal rat. The limitations of neuron cells to proliferate so that is necessary to develop a method to isolate neuron progenitor cells (NPCs). The aim of the present study was to isolate NPCs from whole brain post-natal rat. \u0000Methods: Whole brain were obtained from neonates Sprague Dawley rat. There are 2 step to get NSC; first isolation by taking the brain into the 15 ml of tube with 1 ml of 0,05% trypsin EDTA for 400g brain (incubated in the 370C, 5% CO2 for 10 minutes), tirturation with adding 1 ml culture medium and 5 ml HBSS-glucose then filtered by 70μm pore size membrane and centrifuged 2000 rpm for 10 minutes. Second: remove of supernatant with add 1 ml of HBSS-Glucose and taking it into a tube with 35% and 65% concentration of Ficoll then centrifuged at 1800 g for 10 minutes then supernatant were replated twice with poly D lysine (100µg/ml). Characterization of progenitor neuron immunotype was checked by immunohistochemistry with positive marker (NeuN and MAP2) and flow cytometry (PSANCAM+ and A2B5 -). \u0000Results: In this study, our result show that this method does not take longer than one hours and > 95% cells that obtained are expressing PSANCAM+. After 4 days culture, cells exhibit positive for neuron marker as MAP2 and NeuN. \u0000Conclusion: The method that our develope to isolate neuron progenitor cell from whole-brain are more effective and more simple with high viability and purity.","PeriodicalId":30666,"journal":{"name":"Health Science Journal of Indonesia","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-12-21","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"43277118","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Abstrak Latar belakang: Kelengkapan resume dan ketidaktepatan koding masih menjadi penyebab terbesar pengembalian berkas klaim dari BPJS. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan analisis kelengkapan dan ketepatan koding diagnosis dan prosedur terhadap besaran klaim di satu rumah sakit (RS) Pemerintah di Jakarta Selatan. Metode: Penelitian observasional yang dilakukan dengan penelusuran rekam medis (RM) bulan November 2017 dan wawancara mendalam terhadap 7 informan yang terdiri dari manajemen, koder, dokter penanggung jawab pasien (DPJP) dan verifikator RS. Ketepatan koding didapatkan dengan membandingkan pengkodean oleh koder RS dan koder standar. Analisis data dilakukan dengan analisis konten. Hasil: Dari 105 sampel rekam medis didapatkan angka ketidaklengkapan resume terbanyak pada pemeriksaan penunjang (12,2%), ketidaksesuaian pengisian pada diagnosis sekunder mencapai 68,6% dan ketidaktepatan koding paling tinggi pada diagnosis utama (21,9%). Rerata klaim INA-CBGs yang dihasilkan koder RS lebih rendah dari koder standar dengan selisih klaim sebesar 4%. Hal tersebut disebabkan adanya ketidakpatuhan dokter dan tidak semua dokter mendapatkan pelatihan pengkodean. Proses pencatatan RM masih banyak didelegasikan kepada residen. Pemeriksaan resume oleh verifikator dan pengkodean oleh koder masih kurang pemahaman tentang diagnosis dalam konsep INA-CBGs. Kesimpulan: Ketidaklengkapan resume dan ketidaktepatan koding di RS menyebabkan klaim INA-CBGs yang diterima lebih rendah rata-rata 4% sehingga dapat mengurangi pendapatan RS. (Health Science Journal of Indonesia 2018;9(1):14-8) Kata kunci: Ketidaktepatan koding, diagnosis dan prosedur, klaim rendah Abstract Background: Coding inaccuracy and inadequate physician documentation are still the major problem of BPJS claims that resulting potential loss of hospital finance. This study aims to analyze the completeness and accuracy of diagnosis and procedure coding on the INA-CBGs claim amounts at one government hospital in South Jakarta. Methods: This observational study was conducted through medical record review during the period of November 2017 and in-depth interview involved 7 informants consist of hospital management, coders, responsible physicians and hospital verifiers. Re-coding was carried out by standar coder and the results were compared with hospital coders outcome. Content analysis was used to analyze the data. Results: The review of 105 medical record found incomplete documentation for supporting medical examination variable (12.2%), inconsistency documentation of secondary diagnoses were the highest, at 68.6% and the most frequent for inaccurate coding was primary diagnoses at 21.9%. The claims generated by hospital coders are lower than standard coder by an average 4%. The indepth interview revealed low physicians compliance on the documentation standard procedure and lack of coding training for physician. The process of the documentation practice was still delegated to the reside
{"title":"The Completeness and accuracy of clinical coding for diagnosis and medical procedure on the INA-CBGs claim amounts at a hospital in South Jakarta","authors":"Cicih Opitasari, A. Nurwahyuni","doi":"10.22435/HSJI.V9I1.464","DOIUrl":"https://doi.org/10.22435/HSJI.V9I1.464","url":null,"abstract":"Abstrak \u0000Latar belakang: Kelengkapan resume dan ketidaktepatan koding masih menjadi penyebab terbesar pengembalian berkas klaim dari BPJS. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan analisis kelengkapan dan ketepatan koding diagnosis dan prosedur terhadap besaran klaim di satu rumah sakit (RS) Pemerintah di Jakarta Selatan. \u0000Metode: Penelitian observasional yang dilakukan dengan penelusuran rekam medis (RM) bulan November 2017 dan wawancara mendalam terhadap 7 informan yang terdiri dari manajemen, koder, dokter penanggung jawab pasien (DPJP) dan verifikator RS. Ketepatan koding didapatkan dengan membandingkan pengkodean oleh koder RS dan koder standar. Analisis data dilakukan dengan analisis konten. \u0000Hasil: Dari 105 sampel rekam medis didapatkan angka ketidaklengkapan resume terbanyak pada pemeriksaan penunjang (12,2%), ketidaksesuaian pengisian pada diagnosis sekunder mencapai 68,6% dan ketidaktepatan koding paling tinggi pada diagnosis utama (21,9%). Rerata klaim INA-CBGs yang dihasilkan koder RS lebih rendah dari koder standar dengan selisih klaim sebesar 4%. Hal tersebut disebabkan adanya ketidakpatuhan dokter dan tidak semua dokter mendapatkan pelatihan pengkodean. Proses pencatatan RM masih banyak didelegasikan kepada residen. Pemeriksaan resume oleh verifikator dan pengkodean oleh koder masih kurang pemahaman tentang diagnosis dalam konsep INA-CBGs. \u0000Kesimpulan: Ketidaklengkapan resume dan ketidaktepatan koding di RS menyebabkan klaim INA-CBGs yang diterima lebih rendah rata-rata 4% sehingga dapat mengurangi pendapatan RS. (Health Science Journal of Indonesia 2018;9(1):14-8) \u0000Kata kunci: Ketidaktepatan koding, diagnosis dan prosedur, klaim rendah \u0000Abstract \u0000Background: Coding inaccuracy and inadequate physician documentation are still the major problem of BPJS claims that resulting potential loss of hospital finance. This study aims to analyze the completeness and accuracy of diagnosis and procedure coding on the INA-CBGs claim amounts at one government hospital in South Jakarta. \u0000Methods: This observational study was conducted through medical record review during the period of November 2017 and in-depth interview involved 7 informants consist of hospital management, coders, responsible physicians and hospital verifiers. Re-coding was carried out by standar coder and the results were compared with hospital coders outcome. Content analysis was used to analyze the data. \u0000Results: The review of 105 medical record found incomplete documentation for supporting medical examination variable (12.2%), inconsistency documentation of secondary diagnoses were the highest, at 68.6% and the most frequent for inaccurate coding was primary diagnoses at 21.9%. The claims generated by hospital coders are lower than standard coder by an average 4%. The indepth interview revealed low physicians compliance on the documentation standard procedure and lack of coding training for physician. The process of the documentation practice was still delegated to the reside","PeriodicalId":30666,"journal":{"name":"Health Science Journal of Indonesia","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-10-19","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"49486083","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
A. Agustiningsih, K. Puspa, H. D. Ikawati, Eka Pratiwi, R. Ramadhany, rene Lorinda Indalao, K. Pangesti
Abstrak Latar Belakang: Vaksinasi merupakan salah satu cara efektif dalam mengontrol dan mengurangi beban penyakit yang disebabkan oleh Influenza. Akan tetapi, efikasi vaksin bisa bervariasi jika strain yang digunakan untuk vaksin berbeda dengan strain yang bersirkulasi di dunia. Hal ini menunjukan pentingnya melakukan analisa prediksi efikasi vaksin. Pada studi ini, prediksi efikasi vaksin Influenza A/H3N2 dilakukan berdasarkan perhitungan antigenic distance strain vaksin WHO dengan virus influenza yang berasal dari jemaah Haj iIndonesia pada tahun 2013. Metode: Sekuensing gen HA dilakukan terhadap dua sampel tersimpan yang terkonfirmasi positif Influenza A/ H3N2 yang berasal dari jemaah Haji Indonesia tahun 2013. Pepitope Calculator digunakan untuk menghitung antigenic distance dari dua strain virus influenza dan dilanjutkan dengan perhitungan Pepitope value. Vaksin strain yang direkomendasikan oleh WHO; A/Texas/50/2012, A/Switzerland/9715293/2013, A/HongKong/4801/2014 dan dua virus yang diambil dari jemaah Haji Indonesia pada tahun 2013 dianalisa pada studi ini. Hasil: Prediksi efikasi vaksin yang direkomendasikan WHO tahun 2013 (A/Texas/50/2012) dengan sampel yang berasal dari jemaah Haji Indonesia tahun 2013 menunjukkan hasil lebih rendah dibandingkan dengan strain vaksin untuk musim flu pada tahun selanjutnya. Hasil ini sesuai dengan hasil analisis filogenetik dan perbandingan asam amino dimana sampel pada studi ini berkerabat lebih dekat dengan strain vaksin untuk musim flu selanjutnya dengan perbedaan asam amino yang lebih sedikit di bagian epitope protein HA dibandingkan dengan vaksin tahun 2013. Kesimpulan: Perhitungan efikasi vaksin menggunakan antigenic distance antara strain vaksin WHO dan virus yang menginfeksi jemaah haji Indonesia pada tahun 2013 menunjukkan hasil yang rendah. (Health Science Journal of Indonesia 2018;9(1):1-7) Keywords: Efikasi vaksin, Influenza A/H3N2, jemaah Haji, Indonesia Abstract Background: Influenza vaccination is an effective approach to control and reduce the disease burden of influenza viruses. However, the efficacy of influenza vaccine varies every year due to the different antigenic distance between vaccine and the circulating influenza strains globally and therefore necessitates the study of vaccine efficacy (VE). This study describes the prediction of Influenza A/H3N2 VE based on antigenic distances WHO vaccine strains and the virus obtained from Indonesian Hajj pilgrims in 2013. Methods: Coding between Sequence of HA gene of Influenza A/H3N2 virus was obtained from archival samples of Indonesian Hajj Pilgrims in 2013. Pepitope value calculation using Pepitope Calculator to measure the antigenic distance of HA sequences of two influenza strains was implemented. The HA sequences of WHO vaccine strains: A/ Texas/50/2012, A/Switzerland/9715293/2013, A/HongKong/4801/2014 and two influenza viruses from Indonesian Hajj pilgrims in 2013 were analyzed. Results: This study predicted that influenza v
{"title":"The prediction of Influenza A/H3N2 Vaccine Efficacy using samples obtained from Indonesian Hajj pilgrims in 2013","authors":"A. Agustiningsih, K. Puspa, H. D. Ikawati, Eka Pratiwi, R. Ramadhany, rene Lorinda Indalao, K. Pangesti","doi":"10.22435/HSJI.V9I1.461","DOIUrl":"https://doi.org/10.22435/HSJI.V9I1.461","url":null,"abstract":"Abstrak \u0000Latar Belakang: Vaksinasi merupakan salah satu cara efektif dalam mengontrol dan mengurangi beban penyakit yang disebabkan oleh Influenza. Akan tetapi, efikasi vaksin bisa bervariasi jika strain yang digunakan untuk vaksin berbeda dengan strain yang bersirkulasi di dunia. Hal ini menunjukan pentingnya melakukan analisa prediksi efikasi vaksin. Pada studi ini, prediksi efikasi vaksin Influenza A/H3N2 dilakukan berdasarkan perhitungan antigenic distance strain vaksin WHO dengan virus influenza yang berasal dari jemaah Haj iIndonesia pada tahun 2013. \u0000Metode: Sekuensing gen HA dilakukan terhadap dua sampel tersimpan yang terkonfirmasi positif Influenza A/ H3N2 yang berasal dari jemaah Haji Indonesia tahun 2013. Pepitope Calculator digunakan untuk menghitung antigenic distance dari dua strain virus influenza dan dilanjutkan dengan perhitungan Pepitope value. Vaksin strain yang direkomendasikan oleh WHO; A/Texas/50/2012, A/Switzerland/9715293/2013, A/HongKong/4801/2014 dan dua virus yang diambil dari jemaah Haji Indonesia pada tahun 2013 dianalisa pada studi ini. \u0000Hasil: Prediksi efikasi vaksin yang direkomendasikan WHO tahun 2013 (A/Texas/50/2012) dengan sampel yang berasal dari jemaah Haji Indonesia tahun 2013 menunjukkan hasil lebih rendah dibandingkan dengan strain vaksin untuk musim flu pada tahun selanjutnya. Hasil ini sesuai dengan hasil analisis filogenetik dan perbandingan asam amino dimana sampel pada studi ini berkerabat lebih dekat dengan strain vaksin untuk musim flu selanjutnya dengan perbedaan asam amino yang lebih sedikit di bagian epitope protein HA dibandingkan dengan vaksin tahun 2013. \u0000Kesimpulan: Perhitungan efikasi vaksin menggunakan antigenic distance antara strain vaksin WHO dan virus yang menginfeksi jemaah haji Indonesia pada tahun 2013 menunjukkan hasil yang rendah. (Health Science Journal of Indonesia 2018;9(1):1-7) \u0000Keywords: Efikasi vaksin, Influenza A/H3N2, jemaah Haji, Indonesia \u0000Abstract \u0000Background: Influenza vaccination is an effective approach to control and reduce the disease burden of influenza viruses. However, the efficacy of influenza vaccine varies every year due to the different antigenic distance between vaccine and the circulating influenza strains globally and therefore necessitates the study of vaccine efficacy (VE). This study describes the prediction of Influenza A/H3N2 VE based on antigenic distances WHO vaccine strains and the virus obtained from Indonesian Hajj pilgrims in 2013. \u0000Methods: Coding between Sequence of HA gene of Influenza A/H3N2 virus was obtained from archival samples of Indonesian Hajj Pilgrims in 2013. Pepitope value calculation using Pepitope Calculator to measure the antigenic distance of HA sequences of two influenza strains was implemented. The HA sequences of WHO vaccine strains: A/ Texas/50/2012, A/Switzerland/9715293/2013, A/HongKong/4801/2014 and two influenza viruses from Indonesian Hajj pilgrims in 2013 were analyzed. \u0000Results: This study predicted that influenza v","PeriodicalId":30666,"journal":{"name":"Health Science Journal of Indonesia","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-10-19","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"49266516","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Abstrak Latar belakang: Stres dapat menimpa berbagai profesi dan pekerjaan. Guru sekolah dasar merupakan salah satu profesi yang rentan terhadap stres. Stres ini dapat berpengaruh terhadap kinerja guru, oleh karena itu stress harus diatasi. Salah satu cara untuk menurunkan stres adalah relaksasi dengan terapi musik. Bagian dari terapi musik adalah Guided Imagery and Music (GIM). Penelitian ini untuk mengetahui pengaruh relaksasi GIM terhadap stres guru sekolah dasar negeri di kabupaten Sekadau, Kalimantan barat. Metode: 40 orang responden guru diikut sertakan dalam penelitian ini melalui cluster random sampling. Desain penelitian menggunakan metode quasi eksperiment pre-post dengan grup kontrol. Data yang dikumpulkan meliputi karakteristik individu dan masa kerja, stressor kerja (menggunakan kuesioner SDS) dan stres guru (menggunakan kuesioner SCL-90). Relaksasi GIM diberikan sebanyak 5 sesi dalam waktu ±20 menit setiap sesi selama 1 minggu. Hasil: 77.5% responden memiliki tingkat stress sedang pada stressor beban pekerjaan kualitatif berlebih. Penilaian awal stress didapatkan 77.5% responden mengalami gejala psikopatologi dengan gejala terbanyak adalah obsesi-kompulsif (27.5%). Terdapat penurunan rerata stres yang bermakna pada guru SD yang mendapat relaksasi GIM dengan perbedaan mean 3.00±6.29 (p=0.046) dan peningkatan rerata stress pada kelompok kontrol -1.45±7.72 (p=0.412). Kesimpulan: Intervensi GIM berpengaruh terhadap penurunan tingkat stress pada guru SD yang menjalani relaksasi GIM. (Health Science Journal of Indonesia 2018;9(1):45-50) Kata kunci: Relaksasi GIM, Stres guru, Guru sekolah dasar Abstract Background: Stress is a common hazard in a lot of professions and occupation. Primary school teachers are one of the most vulnerable profession to have stress. Stress may impact on teachers’ performance and therefore must be treated. One of the ways to alleviate stress is relaxation by musical theraphy. A part of musical theraphy is Guided Imagery and Music (GIM) relaxation. The purpose of the research is to know the influence of GIM relaxation method on stress’ level of primary school teachers in district Sekadau, West Kalimantan. Methods: 40 teachers participated in this research and were chosen by cluster random sampling method. The study design was pre-post quasi experiment with control group. The collected data included respondents’ individual characteristics and length-of-employment, work stressors (using SDS questionnaire) and teachers’ stress (using SCL-90 questionnaire). GIM relaxation method was provided in 5 sessions where conducted for 20 minutes during the period of one week. Results: 77.5% of respondents have medium stress levels, which were excessive qualitative workloads stressors. In early stress assessment, 77.5% respondent showed psychopatology symptoms, where the most frequent symptom was obsessive-compulsive (27.5%). There was a significant decrease in stress level in primary school teachers who received the GI
背景摘要:压力会影响各种职业和工作。小学教师是最容易受到压力的职业之一。这种压力会影响老师的表现,所以必须克服压力。减轻压力的一种方法是通过音乐疗法来放松。音乐治疗的一部分是引导图像和音乐(GIM)。本研究旨在了解GIM复发对西加里曼丹首府Sekadau小学教师压力的影响。方法:采用随机整群抽样的方法对40名教师进行调查。研究设计采用前后准实验方法,对照组。收集的数据包括个人特征和工作时间、工作压力(使用SDS系数)和教师压力(使用SCL-90系数)。GIM复发在每次治疗的±20分钟内进行5次治疗,持续1周。结果:77.5%的受访者有压力水平,而压力源使定性工作过载。最初的压力评估实现了77.5%的应答者经历了精神病症状,其中症状最高的是强迫症(27.5%)。压力链减少意味着SD教师复发GIM,平均差异为3.00±6.29(p=0.046),对照组的压力链增加-145±7.72(p=0.0412)。结论:GIM干预影响了GIM的减少正在接受GIM放松的SD老师的压力水平。(《印度尼西亚健康科学杂志》2018;9(1):45-50)关键词:Relaksasi GIM,压力大师,guru sekolah dasar摘要背景:压力是许多职业和职业中常见的危险。小学教师是最容易承受压力的职业之一。压力可能会影响教师的表现,因此必须加以治疗。缓解压力的方法之一是通过音乐疗法来放松。音乐治疗的一部分是引导图像和音乐(GIM)放松。本研究旨在了解GIM放松方法对西加里曼丹Sekadau地区小学教师压力水平的影响。方法:采用整群随机抽样方法抽取40名教师参加本研究。研究设计为对照组的前后准实验。所收集的数据包括受访者的个人特征和工作时间、工作压力源(使用SDS问卷)和教师压力(使用SCL-90问卷)。GIM放松方法分5次提供,在一周内进行20分钟。结果:77.5%的受访者具有中等压力水平,这是过度的定性工作量压力源。在早期压力评估中,77.5%的受访者表现出心理病理症状,结论:GIM干预对降低大鼠应激水平有一定作用经过GIM放松的小学教师。(《印度尼西亚健康科学杂志》2018;9(1):45-50)关键词:GIM放松,教师压力,小学教师
{"title":"The influence of Guided Imagery and Music (GIM) relaxation on primary school teachers’ stress","authors":"H. Herlinah, H. Herqutanto, N. P. Adi","doi":"10.22435/HSJI.V9I1.463","DOIUrl":"https://doi.org/10.22435/HSJI.V9I1.463","url":null,"abstract":"Abstrak \u0000Latar belakang: Stres dapat menimpa berbagai profesi dan pekerjaan. Guru sekolah dasar merupakan salah satu profesi yang rentan terhadap stres. Stres ini dapat berpengaruh terhadap kinerja guru, oleh karena itu stress harus diatasi. Salah satu cara untuk menurunkan stres adalah relaksasi dengan terapi musik. Bagian dari terapi musik adalah Guided Imagery and Music (GIM). Penelitian ini untuk mengetahui pengaruh relaksasi GIM terhadap stres guru sekolah dasar negeri di kabupaten Sekadau, Kalimantan barat. \u0000Metode: 40 orang responden guru diikut sertakan dalam penelitian ini melalui cluster random sampling. Desain penelitian menggunakan metode quasi eksperiment pre-post dengan grup kontrol. Data yang dikumpulkan meliputi karakteristik individu dan masa kerja, stressor kerja (menggunakan kuesioner SDS) dan stres guru (menggunakan kuesioner SCL-90). Relaksasi GIM diberikan sebanyak 5 sesi dalam waktu ±20 menit setiap sesi selama 1 minggu. \u0000Hasil: 77.5% responden memiliki tingkat stress sedang pada stressor beban pekerjaan kualitatif berlebih. Penilaian awal stress didapatkan 77.5% responden mengalami gejala psikopatologi dengan gejala terbanyak adalah obsesi-kompulsif (27.5%). Terdapat penurunan rerata stres yang bermakna pada guru SD yang mendapat relaksasi GIM dengan perbedaan mean 3.00±6.29 (p=0.046) dan peningkatan rerata stress pada kelompok kontrol -1.45±7.72 (p=0.412). \u0000Kesimpulan: Intervensi GIM berpengaruh terhadap penurunan tingkat stress pada guru SD yang menjalani relaksasi GIM. (Health Science Journal of Indonesia 2018;9(1):45-50) \u0000Kata kunci: Relaksasi GIM, Stres guru, Guru sekolah dasar \u0000Abstract \u0000Background: Stress is a common hazard in a lot of professions and occupation. Primary school teachers are one of the most vulnerable profession to have stress. Stress may impact on teachers’ performance and therefore must be treated. One of the ways to alleviate stress is relaxation by musical theraphy. A part of musical theraphy is Guided Imagery and Music (GIM) relaxation. The purpose of the research is to know the influence of GIM relaxation method on stress’ level of primary school teachers in district Sekadau, West Kalimantan. \u0000Methods: 40 teachers participated in this research and were chosen by cluster random sampling method. The study design was pre-post quasi experiment with control group. The collected data included respondents’ individual characteristics and length-of-employment, work stressors (using SDS questionnaire) and teachers’ stress (using SCL-90 questionnaire). GIM relaxation method was provided in 5 sessions where conducted for 20 minutes during the period of one week. \u0000Results: 77.5% of respondents have medium stress levels, which were excessive qualitative workloads stressors. In early stress assessment, 77.5% respondent showed psychopatology symptoms, where the most frequent symptom was obsessive-compulsive (27.5%). There was a significant decrease in stress level in primary school teachers who received the GI","PeriodicalId":30666,"journal":{"name":"Health Science Journal of Indonesia","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-10-19","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"47116947","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Manaor F. L. Napitupulu, Melita Sari, S. S. Ayutthaya
Latar belakang: Penderita Diabetes melitus (DM) yang tidak ditangani dengan baik akan menimbulkankomplikasi Nefropati Diabetika sebagai penyebab utama dari Gagal Ginjal terminal. Tujuan penelitian iniadalah untuk menentukan faktor risiko Gagal Ginjal pada pasien DM tipe 2. Metode: Desain penelitian ini adalah potong lintang yang meneliti faktor risiko Gagal Ginjal pada pasienrawat jalan DM tipe 2 di bagian penyakit dalam RSUD kota Bekasi mulai tanggal 01 September 2015sampai dengan 30 September 2015. Data primer dikumpulkan melalui kuesioner terstruktur. Sampeldalam penelitian ini berjumlah 246 purposive individual sampling (107 pria dan 139 wanita). Analisisdata mempergunakan SPSS versi 21 dan EPISTAT versi 3.3 Hasil: Faktor risiko gagal ginjal yang terkait dengan perjalanan penyakit DM tipe 2 adalah: umur saatdidiagnosis DM 36-54 tahun (ORa=2.41; p=0.01); menderita DM 6-10 tahun dan lebih dari 10 tahunsetelah didiagnosis (ORa=4.30; p=0.000 vs ORa=18.54; p=0.000). Dibandingkan dengan kadar glukosadarah awal 201-300 mg/dl, responden dengan kadar gula darah awal 401-500 mg/dl dan lebih dari 500mg/dl masing-masing berisiko Gagal Ginjal 5.63 kali dan 11.11 kali (p=0.000 vs p=0.000). Kadar glukosadarah tertinggi >500 mg/dl berisiko Gagal Ginjal 5.86 kali dibandingkan dengan 201-300 mg/dl (p=0.000). Kesimpulan: Usia pada saat didiagnosis DM, lamanya menderita DM setelah didiagnosis, kadar glukosadarah awal dan kadar glukosa darah tertinggi >500 mg/dl merupakan faktor-faktor risiko Gagal Ginjal Kata kunci: Faktor risiko, progresi DM tipe 2, Gagal Ginjal AbstractBackground: A condition when Diabetes Mellitus patients does not get an adequate medical treatment,will cause Diabetic Nephropathy, which is a major cause of a terminal Chronic Kidney Disease (CKD).The objective of this study is to determine risk factors of CKD in patients with type 2 DM. Methods: Design of this study was a cross sectional, that investigated risk factors of CKD in outpatientswho suffered type 2 DM at Department of Internal Medicine of Bekasi General Hospital from the 1st ofSeptember to the 30th of September, 2015. Primary data was collected through structured questionnaires.Sample in this study was 246 purposive individual sampling (107 male and 139 female). The data analysisused SPSS version 21 and EPISTAT version 3.3. Results: The risk factors of CKD related to progressive of Diabetes Mellitus type 2 disease were: age atfirst diagnosed of DM 36-54 years (ORa=2.41; p=0.01), suffering DM 6-10 years and more than 10 yearsafter being diagnosed (ORa=4.30; p=0.000 vs ORa= 18.54; p=0.000 ). Referring to initial blood glucoselevels of 201-300 mg/dl, the respondents with initial blood glucose levels of 401-500 mg/dl and more than500 mg/dl had the risk of CKD 5.63 times and 11.11 times respectively (p=0.000 vs p=0.000). The highestblood glucose levels >500 mg/dl had the risk of CKD 5.86 times compared with 201-300 mg/dl (p=0.000). Conclusion: Age at first diagnosed of DM, durati
背景:过度的糖尿病疼痛(DM)如果处理不好,会导致糖尿病肾病并发症,这是导致终末期肾功能衰竭的主要原因。本研究的目的是确定2型糖尿病患者肾功能衰竭的危险因素。方法:本研究设计是一个横断面,调查2015年9月1日至9月30日期间贝卡西RSUD市2型糖尿病道路患者的危险因素Failure Ginjal。通过结构化衔接收集的主要数据。样本包括246个有目的的个人样本(107名男性和139名女性)。使用SPSS版本21和EPISTAT版本3.3进行分析结果:与2型糖尿病旅行相关的肾衰竭危险因素为:诊断为糖尿病的年龄为36-54岁(ORa=2.41;p=0.01);诊断为6-10岁和10年以上的糖尿病(ORa=4.30;p=0.000 vs ORa=18.54;p=0.000)。(p=0.000与p=0.000)。-早期血糖和血糖>500mg/dl是风险因素牙龈衰竭关键词:风险因素,2型糖尿病的进展,牙龈衰竭摘要背景:糖尿病患者得不到充分的药物治疗,会导致糖尿病肾病,本研究的目的是确定2型糖尿病患者CKD的危险因素。方法:本研究采用横断面设计,调查了9月1日至9月30日在贝卡西综合医院内科就诊的2型糖尿病门诊患者的CKD危险因素,2015主要数据是通过结构化问卷收集的。本研究中的样本为246个有目的的个体样本(107名男性和139名女性)。数据分析采用SPSS版本21和EPISTAT版本3.3。结果:CKD与2型糖尿病进展相关的危险因素为:首次诊断为糖尿病的年龄为36-54岁(ORa=2.41;p=0.01),患有糖尿病的年龄在6-10岁,诊断后10年以上(ORa=4.30;p=0.000 vs ORa=18.54;p=0.000)。参考201-300 mg/dl的初始血糖水平,初始血糖水平为401-500 mg/dl和超过500 mg/dl的受访者患CKD的风险分别为5.63倍和11.11倍(p=0.000 vs p=0.000)。诊断后糖尿病的持续时间、初始血糖水平和最高血糖水平>500 mg/dl是CKD的危险因素。关键词:危险因素,2型糖尿病的进展,CKD
{"title":"The risk factors of Chronic Kidney Disease in type 2 Diabetes Mellitus","authors":"Manaor F. L. Napitupulu, Melita Sari, S. S. Ayutthaya","doi":"10.22435/HSJI.V9I1.474","DOIUrl":"https://doi.org/10.22435/HSJI.V9I1.474","url":null,"abstract":"Latar belakang: Penderita Diabetes melitus (DM) yang tidak ditangani dengan baik akan menimbulkankomplikasi Nefropati Diabetika sebagai penyebab utama dari Gagal Ginjal terminal. Tujuan penelitian iniadalah untuk menentukan faktor risiko Gagal Ginjal pada pasien DM tipe 2. \u0000Metode: Desain penelitian ini adalah potong lintang yang meneliti faktor risiko Gagal Ginjal pada pasienrawat jalan DM tipe 2 di bagian penyakit dalam RSUD kota Bekasi mulai tanggal 01 September 2015sampai dengan 30 September 2015. Data primer dikumpulkan melalui kuesioner terstruktur. Sampeldalam penelitian ini berjumlah 246 purposive individual sampling (107 pria dan 139 wanita). Analisisdata mempergunakan SPSS versi 21 dan EPISTAT versi 3.3 \u0000Hasil: Faktor risiko gagal ginjal yang terkait dengan perjalanan penyakit DM tipe 2 adalah: umur saatdidiagnosis DM 36-54 tahun (ORa=2.41; p=0.01); menderita DM 6-10 tahun dan lebih dari 10 tahunsetelah didiagnosis (ORa=4.30; p=0.000 vs ORa=18.54; p=0.000). Dibandingkan dengan kadar glukosadarah awal 201-300 mg/dl, responden dengan kadar gula darah awal 401-500 mg/dl dan lebih dari 500mg/dl masing-masing berisiko Gagal Ginjal 5.63 kali dan 11.11 kali (p=0.000 vs p=0.000). Kadar glukosadarah tertinggi >500 mg/dl berisiko Gagal Ginjal 5.86 kali dibandingkan dengan 201-300 mg/dl (p=0.000). \u0000Kesimpulan: Usia pada saat didiagnosis DM, lamanya menderita DM setelah didiagnosis, kadar glukosadarah awal dan kadar glukosa darah tertinggi >500 mg/dl merupakan faktor-faktor risiko Gagal Ginjal \u0000Kata kunci: Faktor risiko, progresi DM tipe 2, Gagal Ginjal \u0000AbstractBackground: A condition when Diabetes Mellitus patients does not get an adequate medical treatment,will cause Diabetic Nephropathy, which is a major cause of a terminal Chronic Kidney Disease (CKD).The objective of this study is to determine risk factors of CKD in patients with type 2 DM. \u0000Methods: Design of this study was a cross sectional, that investigated risk factors of CKD in outpatientswho suffered type 2 DM at Department of Internal Medicine of Bekasi General Hospital from the 1st ofSeptember to the 30th of September, 2015. Primary data was collected through structured questionnaires.Sample in this study was 246 purposive individual sampling (107 male and 139 female). The data analysisused SPSS version 21 and EPISTAT version 3.3. \u0000Results: The risk factors of CKD related to progressive of Diabetes Mellitus type 2 disease were: age atfirst diagnosed of DM 36-54 years (ORa=2.41; p=0.01), suffering DM 6-10 years and more than 10 yearsafter being diagnosed (ORa=4.30; p=0.000 vs ORa= 18.54; p=0.000 ). Referring to initial blood glucoselevels of 201-300 mg/dl, the respondents with initial blood glucose levels of 401-500 mg/dl and more than500 mg/dl had the risk of CKD 5.63 times and 11.11 times respectively (p=0.000 vs p=0.000). The highestblood glucose levels >500 mg/dl had the risk of CKD 5.86 times compared with 201-300 mg/dl (p=0.000). \u0000Conclusion: Age at first diagnosed of DM, durati","PeriodicalId":30666,"journal":{"name":"Health Science Journal of Indonesia","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-10-15","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"46052907","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Y. Maladan, C. S. Lestari, R. Tanjung, Vatim Dwi Cahyani, Muhammad Fajri Rokhmad
Abstrak Latar belakang: Lepra masih menjadi masalah kesehatan di Papua terutama di Kota Jayapura.Banyaknya kasus relaps dan default juga menjadi tantangan dalam eliminasi lepra di Jayapura. Kasusrelaps dan riwayat default pada beberapa penelitian berkaitan dengan resistensi terhadap multi drugtreatment (MDT). Tujuan penelitian ini adalah mendeteksi keberadaan mutasi gen rpoB M. leprae padapasien relaps, default dan pasein yang kurang peka terhadap terapi MDT di Kota Jayapura. Metode: Sampel diperoleh dari pasien yang terdiagnosis lepra dengan kriteria pasien relaps, default danpasien yang terus bergejala setelah terapi MDT sebanyak 34 sampel. Sampel diambil dalam bentuk insisikulit (skin silt) daun telinga. DNA diekstraksi dengan menggunakan kit Qiagen. Gen rpoB diamplifikasimelalui teknik PCR dan analisis nukleotida dilakukan melalui sekuensing. Analisis mutasi dilakukanmelalui BLAST dengan basis data GenBank. Hasil: Sebanyak 34 sampel yang diperiksa, 9 diantaranya positif BTA sedangkan 25 yang lainnya negatifBTA. Pada hasil PCR, sampel yang berhasil teramplifikasi sebanyak 31 sampel, dan 3 sampel tidakteramplifikasi. Hasil BLAST menunjukkan bahwa tidak ditemukan adanya mutasi pada gen rpoB yangdapat menyebabkan resistensi terhadap rifampisin. Kesimpulan: Kesimpulan dari penelitian ini adalah gen rpoB Mycobacterium leprae asal Jayapuratidak mengandung mutasi yang dapat menyebabkan terjadinya resistensi terhadap rifampisin. Dengandemikian rifampisin masih sensitif untuk pengobatan lepra di Kota Jayapura. Kata kunci: Lepra, gen rpoB, rifampisin, Mycobacterium leprae. AbstractBackground: Leprosy remains a prominent health problem in Papua especially in Jayapura City. Numerouscases of relapse and default are also challenges in leprosy elimination in Jayapura. Studies in Relapsecases and history of defaults revealed some resistance related to multi-drug treatment (MDT). The purposeof this study was to detect the presence of mutation in rpoB M. leprae gene in patient relapse, default andpatients who are less sensitive to MDT therapy in Jayapura City. Method: Samples were obtained from patients diagnosed with leprosy with criteria of relapse, defaultand symptomatic patients after receiving MDT therapy. A total of 34 samples were taken in the form ofskin incision (skin silt) of the earlobe. DNA was extracted using Qiagen kit. rpoB gene from extractedDNA was amplified through PCR method followed by nucleotide sequences. Analysis of mutation waselaborated using BLAST according to GenBank database. Result: 34 samples were examined, and 9 were positive for Ziehl-Neelsen (ZN)staining, while the 25 werenegative. In the PCR results, the samples that successfully amplified were 31 samples, and 3 samples werenot amplified. The results of BLAST indicated that no mutations in the rpoB gene found in which able toinitiate resistance to rifampicin. Conclusion: The conclusion of this study is the rpoB Mycobacterium leprae gene from Jayapura did notcontain any
{"title":"Molecular Detection Mutation of rpoB Gene Mycobacterium leprae in Relapse and Default of Leprosy Patient in Jayapura City, Papua","authors":"Y. Maladan, C. S. Lestari, R. Tanjung, Vatim Dwi Cahyani, Muhammad Fajri Rokhmad","doi":"10.22435/HSJI.V9I1.462","DOIUrl":"https://doi.org/10.22435/HSJI.V9I1.462","url":null,"abstract":"Abstrak \u0000Latar belakang: Lepra masih menjadi masalah kesehatan di Papua terutama di Kota Jayapura.Banyaknya kasus relaps dan default juga menjadi tantangan dalam eliminasi lepra di Jayapura. Kasusrelaps dan riwayat default pada beberapa penelitian berkaitan dengan resistensi terhadap multi drugtreatment (MDT). Tujuan penelitian ini adalah mendeteksi keberadaan mutasi gen rpoB M. leprae padapasien relaps, default dan pasein yang kurang peka terhadap terapi MDT di Kota Jayapura. \u0000Metode: Sampel diperoleh dari pasien yang terdiagnosis lepra dengan kriteria pasien relaps, default danpasien yang terus bergejala setelah terapi MDT sebanyak 34 sampel. Sampel diambil dalam bentuk insisikulit (skin silt) daun telinga. DNA diekstraksi dengan menggunakan kit Qiagen. Gen rpoB diamplifikasimelalui teknik PCR dan analisis nukleotida dilakukan melalui sekuensing. Analisis mutasi dilakukanmelalui BLAST dengan basis data GenBank. \u0000Hasil: Sebanyak 34 sampel yang diperiksa, 9 diantaranya positif BTA sedangkan 25 yang lainnya negatifBTA. Pada hasil PCR, sampel yang berhasil teramplifikasi sebanyak 31 sampel, dan 3 sampel tidakteramplifikasi. Hasil BLAST menunjukkan bahwa tidak ditemukan adanya mutasi pada gen rpoB yangdapat menyebabkan resistensi terhadap rifampisin. \u0000Kesimpulan: Kesimpulan dari penelitian ini adalah gen rpoB Mycobacterium leprae asal Jayapuratidak mengandung mutasi yang dapat menyebabkan terjadinya resistensi terhadap rifampisin. Dengandemikian rifampisin masih sensitif untuk pengobatan lepra di Kota Jayapura. \u0000Kata kunci: Lepra, gen rpoB, rifampisin, Mycobacterium leprae. \u0000AbstractBackground: Leprosy remains a prominent health problem in Papua especially in Jayapura City. Numerouscases of relapse and default are also challenges in leprosy elimination in Jayapura. Studies in Relapsecases and history of defaults revealed some resistance related to multi-drug treatment (MDT). The purposeof this study was to detect the presence of mutation in rpoB M. leprae gene in patient relapse, default andpatients who are less sensitive to MDT therapy in Jayapura City. \u0000Method: Samples were obtained from patients diagnosed with leprosy with criteria of relapse, defaultand symptomatic patients after receiving MDT therapy. A total of 34 samples were taken in the form ofskin incision (skin silt) of the earlobe. DNA was extracted using Qiagen kit. rpoB gene from extractedDNA was amplified through PCR method followed by nucleotide sequences. Analysis of mutation waselaborated using BLAST according to GenBank database. \u0000Result: 34 samples were examined, and 9 were positive for Ziehl-Neelsen (ZN)staining, while the 25 werenegative. In the PCR results, the samples that successfully amplified were 31 samples, and 3 samples werenot amplified. The results of BLAST indicated that no mutations in the rpoB gene found in which able toinitiate resistance to rifampicin. \u0000Conclusion: The conclusion of this study is the rpoB Mycobacterium leprae gene from Jayapura did notcontain any","PeriodicalId":30666,"journal":{"name":"Health Science Journal of Indonesia","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-10-15","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"43306254","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Suka Aryana, A. Lestari, I. Putrawan, N. Purnami, I. Astika, R. Kuswardhani
Abstrak Latar belakang: Sarkopenia adalah sindrom yang ditandai dengan penurunan massa otot disertai penurunan kekuatan otot dan atau fungsi otot. Stres oksidatif dan proses inflamasi dikenal sebagai faktor pemicu untuk sarkopenia dengan melepaskan rangsangan katabolik interleukin-6 (IL-6) dan protein C-reaktif (CRP). Penelitian ini bertujuan untuk menentukan hubungan antara IL-6 dan kadar CRP terhadap parameter sarkopenia seperti massa otot, kekuatan pegangan, dan kecepatan berjalan. Metode: Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional analitik yang dilakukan di Desa Pedawa, Kabupaten Buleleng, Bali pada bulan Agustus 2016. Sekitar 79 responden berusia ≥ 60 tahun menggunakan teknik sampling acak stratifikasi. Variabel yang dinilai yaitu parameter sarkopenia (massa otot, kekuatan pegangan, dan kecepatan berjalan) termasuk IMT, serta IL-6 dan pemeriksaan tingkat CRP. Uji korelasi spearman dan parsial digunakan untuk menilai korelasi antara parameter IL-6, CRP, dan sarkopenia. Hasil: Kadar IL-6 dan CRP tidak berkorelasi signifikan dengan tiga parameter sarkopenia. Kadar CRP berkorelasi dengan IL-6 (r = 0.37; p = 0.001) dan IMT (r = 0.29; p = 0.009). Pada kelompok pria, IL-6 hanya berkorelasi dengan CRP (r = 0.40; p = 0.011). Sedangkan pada kelompok wanita, IL-6 berkolerasi dengan CRP (r = 0.38; p = 0.017), kecepatan berjalan (r = 0.33; p = 0.037) serta CRP berkorelasi dengan IMT (r = 0.32; p = 0.049) dan massa otot total (r = -0.32; p = 0.043). Setelah penyesuaian untuk variabel IMT, IL-6 berkorelasi dengan CRP (r = 0.43; p = 0,001) dan massa otot total (r = -0.25; p = 0.026) serta secara signifikan berkorelasi pada kelompok kurus (IMT<18.5 kg/m2) (r = -0.50; p = 0.026). CRP tidak berkorelasi secara signifikan dengan tiga parameter sarkopenia pada uji spearman, korelasi parsial, dan uji korelasi spesifik spearman berdasarkan pada kelompok IMT. Kesimpulan: Kadar IL-6 berhubungan dengan penurunan massa otot total pada keseluruhan lansia desa Pedawa setelah penyesuaian variabel IMT. Kata kunci: IL-6, Protein C-Reaktif (CRP), Sarkopenia, Lanjut usia, Desa Pedawa. Abstract Background: Sarcopenia is a syndrome characterized by decreased muscle mass with decreased muscle strength and or muscle function. Oxidative stress and inflammatory processes are known as triggering factors for sarcopenia by releasing catabolic stimuli of interleukin-6 (IL-6) and C-reactive protein (CRP).This study aims to determine the relationship between IL-6 and CRP levels to sarcopenia parameter such as muscle mass, grip strength, and walking speed. Methods: This study was an analytic cross-sectional design conducted at Pedawa Village, Buleleng District, Bali in August 2016. About 79 respondents aged ≥ 60 years using stratified random sampling technique. The assessed variables were sarcopenia parameter (muscle mass, grip strength, and walking speed) including BMI, as well as IL-6 and CRP levels examination. Spearman and partial correlation test were used to ass
{"title":"The The relationship between IL-6 and CRP with Sarcopenia in indigenous elderly population at Pedawa Village, Buleleng, Bali, Indonesia","authors":"Suka Aryana, A. Lestari, I. Putrawan, N. Purnami, I. Astika, R. Kuswardhani","doi":"10.22435/HSJI.V9I1.467","DOIUrl":"https://doi.org/10.22435/HSJI.V9I1.467","url":null,"abstract":"Abstrak \u0000Latar belakang: Sarkopenia adalah sindrom yang ditandai dengan penurunan massa otot disertai penurunan kekuatan otot dan atau fungsi otot. Stres oksidatif dan proses inflamasi dikenal sebagai faktor pemicu untuk sarkopenia dengan melepaskan rangsangan katabolik interleukin-6 (IL-6) dan protein C-reaktif (CRP). Penelitian ini bertujuan untuk menentukan hubungan antara IL-6 dan kadar CRP terhadap parameter sarkopenia seperti massa otot, kekuatan pegangan, dan kecepatan berjalan. \u0000Metode: Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional analitik yang dilakukan di Desa Pedawa, Kabupaten Buleleng, Bali pada bulan Agustus 2016. Sekitar 79 responden berusia ≥ 60 tahun menggunakan teknik sampling acak stratifikasi. Variabel yang dinilai yaitu parameter sarkopenia (massa otot, kekuatan pegangan, dan kecepatan berjalan) termasuk IMT, serta IL-6 dan pemeriksaan tingkat CRP. Uji korelasi spearman dan parsial digunakan untuk menilai korelasi antara parameter IL-6, CRP, dan sarkopenia. \u0000Hasil: Kadar IL-6 dan CRP tidak berkorelasi signifikan dengan tiga parameter sarkopenia. Kadar CRP berkorelasi dengan IL-6 (r = 0.37; p = 0.001) dan IMT (r = 0.29; p = 0.009). Pada kelompok pria, IL-6 hanya berkorelasi dengan CRP (r = 0.40; p = 0.011). Sedangkan pada kelompok wanita, IL-6 berkolerasi dengan CRP (r = 0.38; p = 0.017), kecepatan berjalan (r = 0.33; p = 0.037) serta CRP berkorelasi dengan IMT (r = 0.32; p = 0.049) dan massa otot total (r = -0.32; p = 0.043). Setelah penyesuaian untuk variabel IMT, IL-6 berkorelasi dengan CRP (r = 0.43; p = 0,001) dan massa otot total (r = -0.25; p = 0.026) serta secara signifikan berkorelasi pada kelompok kurus (IMT<18.5 kg/m2) (r = -0.50; p = 0.026). CRP tidak berkorelasi secara signifikan dengan tiga parameter sarkopenia pada uji spearman, korelasi parsial, dan uji korelasi spesifik spearman berdasarkan pada kelompok IMT. \u0000Kesimpulan: Kadar IL-6 berhubungan dengan penurunan massa otot total pada keseluruhan lansia desa Pedawa setelah penyesuaian variabel IMT. \u0000Kata kunci: IL-6, Protein C-Reaktif (CRP), Sarkopenia, Lanjut usia, Desa Pedawa. \u0000 \u0000Abstract \u0000 Background: Sarcopenia is a syndrome characterized by decreased muscle mass with decreased muscle strength and or muscle function. Oxidative stress and inflammatory processes are known as triggering factors for sarcopenia by releasing catabolic stimuli of interleukin-6 (IL-6) and C-reactive protein (CRP).This study aims to determine the relationship between IL-6 and CRP levels to sarcopenia parameter such as muscle mass, grip strength, and walking speed. \u0000Methods: This study was an analytic cross-sectional design conducted at Pedawa Village, Buleleng District, Bali in August 2016. About 79 respondents aged ≥ 60 years using stratified random sampling technique. The assessed variables were sarcopenia parameter (muscle mass, grip strength, and walking speed) including BMI, as well as IL-6 and CRP levels examination. Spearman and partial correlation test were used to ass","PeriodicalId":30666,"journal":{"name":"Health Science Journal of Indonesia","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-10-15","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"48866350","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Abstrak Latar Belakang: Beberapa penelitian sebelumnya memperlihatkan bahwa dukungan sosial termasuk Konseling HIV dan dukungan kelompok memiliki efek langsung terhadap kepatuhan pada pengobatan HIV. Faktor yang berpengaruh terhadap partisipasi pada konseling kelompok pasien HIV di Indonesia belum diketahui. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui partisipasi pasien HIV pada konseling kelompok di Rumah Sakit Penyakit Infeksi-Sulianti Saroso, Jakarta Utara. Faktor demografi dan klinis pada pasien HIV diduga berhubungan dengan partisipasi dalam konseling kelompok. Metode: Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli – Oktober 2013 menggunakan metode kuantitatif dengan desain studi potong lintang. Pasien HIV yang menggunakan anti retroviral sebanyak 1440 orang diminta kesediannya untuk berpartisipasi pada penelitian ini. Analisis dilakukan menggunakan analisis regresi logistik. Hasil: 709 dari 880 pasien yang mengikuti konseling kelompok telah melengkapi kuesioner dan bersedia menjadi sampel penelitian. Sebagian besar responden adalah laki-laki (71.1%), lulus SMP (84.3%), dan bekerja penuh waktu (51.5%). Stadium klinis mayoritas responden (87.3%) stadium 3 dan 4. Sebagian kecil responden (9.7%) memiliki ko-infeksi hepatitis B atau C, dan 12.7 % memiliki anggota keluarga HIV positif. Sebanyak 272 (38,4%) responden mengikuti konseling kelompok. Umur, waktu kerja, kepuasan terhadap penghasilan, memiliki anggota keluarga dengan HIV positif dan responden yang pernah menggunakan narkoba suntik (IDU) merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi responden pada konseling kelompok. Kesimpulan: Konseling kelompok harus dikenalkan pada penderita HIV yang sulit dijangkau, termasuk pasien yang lebih tua dan pasien dengan riwayat IDU. Selain itu, penyedia layanan kesehatan harus mempertimbangkan jadwal alternatif untuk pasien yang bekerja penuh waktu dan tidak dapat menghadiri konseling kelompok selama jam kerja. Keywords: HIV, konseling, partisipasi, dukungan, sosial Abstract: Background: Previous studies indicate that social support, including HIV counseling and support groups, have a direct effect on adherence to HIV therapy. Currently, factors of non-participation in HIV counseling in the Indonesian population are unknown. Based on this condition, we performed this study to explore HIV patient in group counseling participation at Prof. Sulianto Saroso Infectious Disease Hospital (RSPI-SS), a national referral hospital in Northern Jakarta in Indonesia. We assessed demographic and clinical factors that are associated with participation in HIV group counseling. Methods: A cross-sectional study was conducted between July and October 2013. 1,440 HIV patients in Jakarta obtaining ART from RSPI-SS were approached to participate in a quantitative survey. Factors associated with group counseling participation were assessed using logistic regression analyses. Results: A total of 709 (80.6%) out of 880 patients in group counseling completed the survey.
{"title":"Factors influencing HIV group counseling participation at a referral hospital in Jakarta, Indonesia","authors":"M. Pane, S. Maemun, Philip Bautista","doi":"10.22435/HSJI.V9I1.479","DOIUrl":"https://doi.org/10.22435/HSJI.V9I1.479","url":null,"abstract":"Abstrak \u0000Latar Belakang: Beberapa penelitian sebelumnya memperlihatkan bahwa dukungan sosial termasuk Konseling HIV dan dukungan kelompok memiliki efek langsung terhadap kepatuhan pada pengobatan HIV. Faktor yang berpengaruh terhadap partisipasi pada konseling kelompok pasien HIV di Indonesia belum diketahui. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui partisipasi pasien HIV pada konseling kelompok di Rumah Sakit Penyakit Infeksi-Sulianti Saroso, Jakarta Utara. Faktor demografi dan klinis pada pasien HIV diduga berhubungan dengan partisipasi dalam konseling kelompok. \u0000Metode: Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli – Oktober 2013 menggunakan metode kuantitatif dengan desain studi potong lintang. Pasien HIV yang menggunakan anti retroviral sebanyak 1440 orang diminta kesediannya untuk berpartisipasi pada penelitian ini. Analisis dilakukan menggunakan analisis regresi logistik. \u0000Hasil: 709 dari 880 pasien yang mengikuti konseling kelompok telah melengkapi kuesioner dan bersedia menjadi sampel penelitian. Sebagian besar responden adalah laki-laki (71.1%), lulus SMP (84.3%), dan bekerja penuh waktu (51.5%). Stadium klinis mayoritas responden (87.3%) stadium 3 dan 4. Sebagian kecil responden (9.7%) memiliki ko-infeksi hepatitis B atau C, dan 12.7 % memiliki anggota keluarga HIV positif. Sebanyak 272 (38,4%) responden mengikuti konseling kelompok. Umur, waktu kerja, kepuasan terhadap penghasilan, memiliki anggota keluarga dengan HIV positif dan responden yang pernah menggunakan narkoba suntik (IDU) merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi responden pada konseling kelompok. \u0000Kesimpulan: Konseling kelompok harus dikenalkan pada penderita HIV yang sulit dijangkau, termasuk pasien yang lebih tua dan pasien dengan riwayat IDU. Selain itu, penyedia layanan kesehatan harus mempertimbangkan jadwal alternatif untuk pasien yang bekerja penuh waktu dan tidak dapat menghadiri konseling kelompok selama jam kerja. \u0000Keywords: HIV, konseling, partisipasi, dukungan, sosial \u0000 \u0000Abstract: \u0000Background: Previous studies indicate that social support, including HIV counseling and support groups, have a direct effect on adherence to HIV therapy. Currently, factors of non-participation in HIV counseling in the Indonesian population are unknown. Based on this condition, we performed this study to explore HIV patient in group counseling participation at Prof. Sulianto Saroso Infectious Disease Hospital (RSPI-SS), a national referral hospital in Northern Jakarta in Indonesia. We assessed demographic and clinical factors that are associated with participation in HIV group counseling. \u0000Methods: A cross-sectional study was conducted between July and October 2013. 1,440 HIV patients in Jakarta obtaining ART from RSPI-SS were approached to participate in a quantitative survey. Factors associated with group counseling participation were assessed using logistic regression analyses. \u0000Results: A total of 709 (80.6%) out of 880 patients in group counseling completed the survey.","PeriodicalId":30666,"journal":{"name":"Health Science Journal of Indonesia","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-10-12","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"48999572","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}