Abstrak Latar Belakang. Krangean [Litsea cubeba (Lour.) Pers.] Adalah salah satu tanaman aromatik purba di Indonesia. Tanaman ini adalah anggota keluarga Lauraceae, tumbuh liar di dataran tinggi Sumatera, Kalimantan, dan pulau Jawa. Aktivitas antikanker tanaman ini belum banyak dieksplorasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan fitokimia dan aktivitas sitotoksik ekstrak buah krangean pada sel kanker manusia secara in vitro. Metode. Kloroform dan metanol digunakan untuk mempererat bubuk buah kering selama 3x24 jam. Senyawa fitokimia utama ditandai dengan KLT (kromatografi lapis tipis). Uji MTT dilakukan untuk mengamati morfologi dan viabilitas kanker serviks HeLa, kanker payudara MCF-7, dan sel HEPG2 hepar. Hasil. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakterisasi KLT ekstrak kloroform dan metanol Litsea cubeba menunjukkan profil yang sama, dengan senyawa utama yang ditemukan adalah terpenoid dan alkaloid. Uji MTT menemukan bahwa kedua ekstrak memiliki penghambatan kuat pada sel HeLa. Ekstrak kloroform menunjukkan aktivitas sitotoksik yang lebih kuat dibandingkan dengan metanol, dengan nilai IC50 masing-masing 33,7 dan 64,8 μg / mL. Kesimpulan. Esktrak kloroform dan ekstrak metanol dari Litsea cubeba memiliki aktivitas yang kuat terhadap sel HeLa dan aktivitas sedang terhadap sel HEPG2 dan MCF-7. Selanjutnya disarankan untuk dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengathui senyawa aktif L. cubeba (Lour.) Pers. yang memiliki aktivitas antikanker potensial. Kata kunci: Litsea cubeba (Lour.) Pers., sitotoksik, HeLa, MCF-7, HebG2, MTT assay Abstract Background. Krangean [Litsea cubeba (Lour.) Pers.] is one of ancient aromatic plants in Indonesia. This plant is the member of Lauraceae family, growing wild on the highlands of Sumatera, Kalimantan, and Java island. The anticancer activity of this plant haven’t been explored extensively.This research aimed to investigate phytochemical content and cytotoxic activity of krangean fruits extract on human cancer cell line in vitro. Method. Chloroform and methanol were used to macerate dried fruits powder for 3x24 hours. Major phytochemical compounds was characterized by TLC (thin layer chromatography). MTT assay was done to observe morphology and viability of HeLa cervical cancer, MCF-7 breast cancer, and HepG2 hepar cancer cell line. Result. The results showed that TLC characterization of chloroform and methanolic extracts of Litsea cubeba revealed similar profile, with the major compound found are terpenoid and alkaloid. The MTT assay found that both extracts have strong inhibition on HeLa cell line. Chloroform extract exhibited stronger cytotoxic activities compared to methanol, with the IC50 values of 33,7 and 64,8 μg/mL respectively. While, the both extract have moderate cytotoxic activities to HEPG2 and MCF-7 cancer cell line indicated by IC50value more than 100 mg/mL. Conclusion. Chloroform and methanolic extract of Litsea cubeba have a strong activity againts HeLa cancer cel
背景摘要。绣球花是印度尼西亚古老的芳香植物之一。这些植物属于樟科植物,生长在苏门答腊岛、加里曼丹岛和爪哇岛的高平原上。这种植物的抗癌活性还没有得到太多的研究。本研究旨在体外测定人癌症细胞中外源性颅骨果实的植物化学成分和细胞毒性活性。方法使用氯仿和甲醇将干果粉硬化3 x 24小时。主要的植物化学化合物用KLT(薄层色谱法)标记。进行MTT测试以监测HeLa servix癌症、MCF-7乳腺癌症和hepar HEPG2细胞的形态和活力。后果研究表明,提取液中的KLT特征氯仿和Litsea甲醇试图表现出相同的特征,发现的主要化合物是萜类和生物碱。MTT法检测发现,两种提取物对HeLa细胞均有较强的抑制作用。氯仿提取物的细胞毒活性高于甲醇,IC50分别为33.7和64.8μg/mL。来自Litsea的氯仿电极和甲醇提取物试图对HeLa细胞具有强活性,并且活性是对HEPG2和MCF-7细胞。[UNK]建议进行进一步的研究,以容纳具有潜在抗癌活性的活性化合物山苍子(Lour.)Press。关键词:山苍子Pers.,谷毒,HeLa,MCF-7,HebG2,MTT法[UNK]摘要背景。山苍子是印度尼西亚古老的芳香植物之一。这种植物是樟科的成员,生长在苏门答腊岛、加里曼丹岛和爪哇岛的高地上。这种植物的抗癌活性尚未得到广泛的研究。本研究旨在研究绣球花果实提取物对人癌症细胞株的植物化学成分和细胞毒性。方法用三氯甲烷和甲醇浸渍干果粉3×24小时。采用薄层色谱法对主要植物化学成分进行了表征。采用MTT法观察HeLa宫颈癌症、MCF-7乳腺癌症和HepG2癌症细胞系的形态和活力。后果结果表明,山苍子氯仿和甲醇提取物的薄层色谱特征相似,主要成分为萜类和生物碱。MTT法检测两种提取物对HeLa细胞均有较强的抑制作用。与甲醇相比,氯仿提取物表现出更强的细胞毒性活性,IC50值分别为33,7和64,8μg/mL。同时,两种提取物对HEPG2和MCF-7癌症细胞系具有中等的细胞毒性活性,IC50值大于100 mg/mL。结论山苍子的氯仿和甲醇提取物对HeLa癌症细胞系具有较强的活性,对HEPG2和MCF-7具有中等的活性,认为山苍子氯仿提取物对癌症细胞系的活力有较强的影响。建议进一步研究山苍子的活性化合物的潜在抗癌活性。关键词:山苍子Pers.,细胞毒性,HeLa,MCF-7,HebG2,MTT法
{"title":"Cytotoxic activities of Methanolic and Chloroform Extract of Cryptocarya Massoy (Oken) Kosterm. Bark on MCF-7 human breast cancer cell line","authors":"Y. Widiyastuti, I. Sholikhah, S. Haryanti","doi":"10.22435/hsji.v9i1.482","DOIUrl":"https://doi.org/10.22435/hsji.v9i1.482","url":null,"abstract":"Abstrak \u0000Latar Belakang. Krangean [Litsea cubeba (Lour.) Pers.] Adalah salah satu tanaman aromatik purba di Indonesia. Tanaman ini adalah anggota keluarga Lauraceae, tumbuh liar di dataran tinggi Sumatera, Kalimantan, dan pulau Jawa. Aktivitas antikanker tanaman ini belum banyak dieksplorasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan fitokimia dan aktivitas sitotoksik ekstrak buah krangean pada sel kanker manusia secara in vitro. \u0000Metode. Kloroform dan metanol digunakan untuk mempererat bubuk buah kering selama 3x24 jam. Senyawa fitokimia utama ditandai dengan KLT (kromatografi lapis tipis). Uji MTT dilakukan untuk mengamati morfologi dan viabilitas kanker serviks HeLa, kanker payudara MCF-7, dan sel HEPG2 hepar. \u0000Hasil. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakterisasi KLT ekstrak kloroform dan metanol Litsea cubeba menunjukkan profil yang sama, dengan senyawa utama yang ditemukan adalah terpenoid dan alkaloid. Uji MTT menemukan bahwa kedua ekstrak memiliki penghambatan kuat pada sel HeLa. Ekstrak kloroform menunjukkan aktivitas sitotoksik yang lebih kuat dibandingkan dengan metanol, dengan nilai IC50 masing-masing 33,7 dan 64,8 μg / mL. \u0000Kesimpulan. Esktrak kloroform dan ekstrak metanol dari Litsea cubeba memiliki aktivitas yang kuat terhadap sel HeLa dan aktivitas sedang terhadap sel HEPG2 dan MCF-7. Selanjutnya disarankan untuk dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengathui senyawa aktif L. cubeba (Lour.) Pers. yang memiliki aktivitas antikanker potensial. \u0000Kata kunci: Litsea cubeba (Lour.) Pers., sitotoksik, HeLa, MCF-7, HebG2, MTT assay \u0000 \u0000Abstract \u0000Background. Krangean [Litsea cubeba (Lour.) Pers.] is one of ancient aromatic plants in Indonesia. This plant is the member of Lauraceae family, growing wild on the highlands of Sumatera, Kalimantan, and Java island. The anticancer activity of this plant haven’t been explored extensively.This research aimed to investigate phytochemical content and cytotoxic activity of krangean fruits extract on human cancer cell line in vitro. \u0000Method. Chloroform and methanol were used to macerate dried fruits powder for 3x24 hours. Major phytochemical compounds was characterized by TLC (thin layer chromatography). MTT assay was done to observe morphology and viability of HeLa cervical cancer, MCF-7 breast cancer, and HepG2 hepar cancer cell line. \u0000Result. The results showed that TLC characterization of chloroform and methanolic extracts of Litsea cubeba revealed similar profile, with the major compound found are terpenoid and alkaloid. The MTT assay found that both extracts have strong inhibition on HeLa cell line. Chloroform extract exhibited stronger cytotoxic activities compared to methanol, with the IC50 values of 33,7 and 64,8 μg/mL respectively. While, the both extract have moderate cytotoxic activities to HEPG2 and MCF-7 cancer cell line indicated by IC50value more than 100 mg/mL. \u0000Conclusion. Chloroform and methanolic extract of Litsea cubeba have a strong activity againts HeLa cancer cel","PeriodicalId":30666,"journal":{"name":"Health Science Journal of Indonesia","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-10-12","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"49015805","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Ira Wignjadiputro, N. K. Susilarini, C. Y. Praptiningsih, E. Sariwati, V. Setiawaty, G. Samaan
Latar Belakang: Sistem surveilans nasional untuk infeksi saluran pernafasan akut berat (SARI) dapatmemberikan informasi penting tentang sirkulasi virus influenza, menyediakan sistem untuk mengendalikankejadian luar biasa yang mengancam keamanan dan keselamatan masyarakat serta menyediakandata untuk sistem surveilans influenza global (GISRS). Kemampuan Indonesia untuk mendeteksi dan mengendalikanpenyakit menular penting untuk keamanan kesehatan dunia. Penelitian ini bertujuan untukmenilai sistem surveilans ISPA berat Indonesia (SIBI) dan pemanfaatan untuk memantau patogen prioritaslainnya sebagai upaya meningkatkan keamanan kesehatan global. Metode: penilaian atribut surveilans melalui review laporan, analisis data dan interview staff yang terlibatdalam sistem surveilans. Semua kasus yang memenuhi kriteria SARI pada bulan Mei 2013 – April 2015 ikutserta dalam penelitian. Data epidemiologi dan virologi dianalisis. Kelengkapan dan kemudahan sistem untukmencapai tujuan surveilans influenza dan mendukung surveilans penyakit infeksi baru (emerging) dikaji. Hasil: Sebanyak 1,806 kasus SARI dan 1,697 (94%) spesimen dilakukan pemeriksaan virus influenza.Sebanyak 200 (12%) positif influenza, terdiri dari 46% influenza A(H3N2), 18% A(H1N1)pdm09 dan 37%influenza B. Hasil penilaian terhadap sistem surveilans didapatkan kesesuaian pelaksanaan untuk semuaatribut surveilans melebihi target >80%, kelengkapan laporan online 95%, kesesuaian kasus terhadapdefinisi kasus 100%, kasus yang diambil spesimen 94% dan hasil laboratorium diinput ke database secaraonline 100%. Sistem surveilans untuk dengue dan infeksi arbovirus lainnya sudah terlaksana di unitrawat jalan dan gawat darurat di sentinel SARI surveilans. Kesimpulan: SIBI dapat disesuaikan untuk menggabungkan surveilans penyakit lain yang menunjukkankegunaan dan fleksibilitas dalam mendukung keamanan kesehatan global. Kata kunci: keamanan kesehatan global, surveilans, influenza, Indonesia AbstractBackground: The existing national surveillance system for severe acute respiratory infection (SARI) providescritical information on influenza virus circulation, provides a system to control influenza outbreaks that threatenthe safety and security of the population and feeds data into the global influenza surveillance and responsesystem (GISRS). Indonesia’s ability to detect and control communicable diseases is critical for global healthsecurity. The aim of this study was to assess the SARI surveillance system and utility for monitoring other prioritypathogens as an effort to enhance global health security. Methods: Surveillance attributes were assessed by reviewing records, data analysis and through interviewedwith staffs involved in the surveillance system. All patients at six sentinel hospitals who meet the SARI casedefinition during May 2013 – April 2015 were enrolled. Epidemiological and virological data were analyzed.The surveillance system utility for its influenza surveillance objectives and flexibility to
{"title":"Surveillance for Severe Acute Respiratory Infection as one approach to enhance Global Health Security in Indonesia","authors":"Ira Wignjadiputro, N. K. Susilarini, C. Y. Praptiningsih, E. Sariwati, V. Setiawaty, G. Samaan","doi":"10.22435/HSJI.V9I1.473","DOIUrl":"https://doi.org/10.22435/HSJI.V9I1.473","url":null,"abstract":"Latar Belakang: Sistem surveilans nasional untuk infeksi saluran pernafasan akut berat (SARI) dapatmemberikan informasi penting tentang sirkulasi virus influenza, menyediakan sistem untuk mengendalikankejadian luar biasa yang mengancam keamanan dan keselamatan masyarakat serta menyediakandata untuk sistem surveilans influenza global (GISRS). Kemampuan Indonesia untuk mendeteksi dan mengendalikanpenyakit menular penting untuk keamanan kesehatan dunia. Penelitian ini bertujuan untukmenilai sistem surveilans ISPA berat Indonesia (SIBI) dan pemanfaatan untuk memantau patogen prioritaslainnya sebagai upaya meningkatkan keamanan kesehatan global. \u0000Metode: penilaian atribut surveilans melalui review laporan, analisis data dan interview staff yang terlibatdalam sistem surveilans. Semua kasus yang memenuhi kriteria SARI pada bulan Mei 2013 – April 2015 ikutserta dalam penelitian. Data epidemiologi dan virologi dianalisis. Kelengkapan dan kemudahan sistem untukmencapai tujuan surveilans influenza dan mendukung surveilans penyakit infeksi baru (emerging) dikaji. \u0000Hasil: Sebanyak 1,806 kasus SARI dan 1,697 (94%) spesimen dilakukan pemeriksaan virus influenza.Sebanyak 200 (12%) positif influenza, terdiri dari 46% influenza A(H3N2), 18% A(H1N1)pdm09 dan 37%influenza B. Hasil penilaian terhadap sistem surveilans didapatkan kesesuaian pelaksanaan untuk semuaatribut surveilans melebihi target >80%, kelengkapan laporan online 95%, kesesuaian kasus terhadapdefinisi kasus 100%, kasus yang diambil spesimen 94% dan hasil laboratorium diinput ke database secaraonline 100%. Sistem surveilans untuk dengue dan infeksi arbovirus lainnya sudah terlaksana di unitrawat jalan dan gawat darurat di sentinel SARI surveilans. \u0000Kesimpulan: SIBI dapat disesuaikan untuk menggabungkan surveilans penyakit lain yang menunjukkankegunaan dan fleksibilitas dalam mendukung keamanan kesehatan global. \u0000Kata kunci: keamanan kesehatan global, surveilans, influenza, Indonesia \u0000AbstractBackground: The existing national surveillance system for severe acute respiratory infection (SARI) providescritical information on influenza virus circulation, provides a system to control influenza outbreaks that threatenthe safety and security of the population and feeds data into the global influenza surveillance and responsesystem (GISRS). Indonesia’s ability to detect and control communicable diseases is critical for global healthsecurity. The aim of this study was to assess the SARI surveillance system and utility for monitoring other prioritypathogens as an effort to enhance global health security. \u0000Methods: Surveillance attributes were assessed by reviewing records, data analysis and through interviewedwith staffs involved in the surveillance system. All patients at six sentinel hospitals who meet the SARI casedefinition during May 2013 – April 2015 were enrolled. Epidemiological and virological data were analyzed.The surveillance system utility for its influenza surveillance objectives and flexibility to ","PeriodicalId":30666,"journal":{"name":"Health Science Journal of Indonesia","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-10-12","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"42097983","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Latar belakang: Kayu secang (Caesalpinia sappan L.) merupakan salah satu tanaman potensial dengan berbagai khasiat obat, termasuk antikanker. Gelatinase (MMP-2 dan MMP-9) merupakan matriks metaloproteinase (MMPs) dan memiliki peran penting dalam inisiasi, invasi, dan metastasis kanker. Penelitian ini bertujuan untuk menguji aktivitas sitotoksik dan penghambatan MMP dari ekstrak kayu secang pada sel kanker payudara 4T1. Metode: Serbuk kayu secang dibagi menjadi 4 bagian, masing-masing diekstraksi dengan pelarut berbeda. Etanol 96%, etanol 70%, dan metanol digunakan untuk metode maserasi, sedangkan air untuk metode infusa. Uji MTT digunakan untuk menentukan efek sitotoksisitas, dan uji gelatin zymography untuk mendeteksi aktivitas MMP-2 dan MMP-9. Profil fitokimia ekstrak diamati dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT). Hasil: Profil fitokimia ekstrak air menunjukkan profil KLT yang berbeda, sementara tiga ekstrak lainnya memiliki profil yang sama. Ekstrak etanol 96% kayu secang memberikan efek sitotoksik paling kuat terhadap 4T1 dengan nilai IC50 13,1 μg/mL, diikuti metanol (21,4 μg/mL), etanol 70% (22,5 μg/mL) dan air (25,5 μg/mL). Analisis gelatin zymograph dengan software ImageJ menunjukkan bahwa semua ekstrak kecuali air, menghambat aktivitas gelatinolitik MMP-9 Kesimpulan: Ekstrak kayu secang dengan berbagai pelarut polar memiliki aktivitas sitotoksik dan penghambatan MMP pada sel kanker payudara 4T1 dan berpotensi untuk dikembangkan sebagai anti kanker payudara. Kata kunci: Caesalpinia sappan, MMP, sitotoksik, 4T1 Abstract Background: Sappan wood (Caesalpinia sappan L.) is one of potential plant with wide variety of medicinal properties, including anticancer. Gelatinases (MMP-2 and MMP-9) are the member of matrix metalloproteinases (MMPs) and having a key role in cancer initiation, invasion, and metastasis. This study evaluated the cytotoxic and MMPs inhibitory activities of sappan wood in various extract on 4T1 breast cancer cell lines. Methods: Sappan wood powder were divided into 4 parts, each part was extracted with different solvent. Ethanol 96%, ethanol 70%, and methanol were used for maceration methods, while water for infusion method. MTT assay used to identify cytotoxicity effect, and gelatin zymography assay to detect the activity of MMP-2 and MMP-9. Phytochemical profiling of the extract were observed by Thin Layer Chromatography (TLC). Results: Phytocemical profiling of water extract showed different TLC profile, while three others had similar profile. The results of MTT assay showed that ethanolic 96% extract exhibited the strongest cytotoxic effect against 4T1 with the IC50 value 13,1 μg/mL, followed by methanolic (21,4 μg/mL), ethanolic 70% (22,5 μg/mL) and water (25,5 μg/mL). The analysis of gelatin zymograph bands using ImageJ software proved that all extracts except water, inhibited gelatinolytic activity of MMP-9. Conclusion: The results of the study suggest that various extract of the sappan wood have been found
{"title":"Cytotoxic and MMPs inhibitory activities of Sappan Wood (Caesalpiniasappan L.): various extracts on 4T1 breast cancer cell line","authors":"S. Haryanti, Y. Widiyastuti, N. Rahmawati","doi":"10.22435/hsji.v9i1.483","DOIUrl":"https://doi.org/10.22435/hsji.v9i1.483","url":null,"abstract":"Latar belakang: Kayu secang (Caesalpinia sappan L.) merupakan salah satu tanaman potensial dengan berbagai khasiat obat, termasuk antikanker. Gelatinase (MMP-2 dan MMP-9) merupakan matriks metaloproteinase (MMPs) dan memiliki peran penting dalam inisiasi, invasi, dan metastasis kanker. Penelitian ini bertujuan untuk menguji aktivitas sitotoksik dan penghambatan MMP dari ekstrak kayu secang pada sel kanker payudara 4T1. \u0000Metode: Serbuk kayu secang dibagi menjadi 4 bagian, masing-masing diekstraksi dengan pelarut berbeda. Etanol 96%, etanol 70%, dan metanol digunakan untuk metode maserasi, sedangkan air untuk metode infusa. Uji MTT digunakan untuk menentukan efek sitotoksisitas, dan uji gelatin zymography untuk mendeteksi aktivitas MMP-2 dan MMP-9. Profil fitokimia ekstrak diamati dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT). \u0000Hasil: Profil fitokimia ekstrak air menunjukkan profil KLT yang berbeda, sementara tiga ekstrak lainnya memiliki profil yang sama. Ekstrak etanol 96% kayu secang memberikan efek sitotoksik paling kuat terhadap 4T1 dengan nilai IC50 13,1 μg/mL, diikuti metanol (21,4 μg/mL), etanol 70% (22,5 μg/mL) dan air (25,5 μg/mL). Analisis gelatin zymograph dengan software ImageJ menunjukkan bahwa semua ekstrak kecuali air, menghambat aktivitas gelatinolitik MMP-9 \u0000Kesimpulan: Ekstrak kayu secang dengan berbagai pelarut polar memiliki aktivitas sitotoksik dan penghambatan MMP pada sel kanker payudara 4T1 dan berpotensi untuk dikembangkan sebagai anti kanker payudara. \u0000Kata kunci: Caesalpinia sappan, MMP, sitotoksik, 4T1 \u0000 \u0000Abstract \u0000Background: Sappan wood (Caesalpinia sappan L.) is one of potential plant with wide variety of medicinal properties, including anticancer. Gelatinases (MMP-2 and MMP-9) are the member of matrix metalloproteinases (MMPs) and having a key role in cancer initiation, invasion, and metastasis. This study evaluated the cytotoxic and MMPs inhibitory activities of sappan wood in various extract on 4T1 breast cancer cell lines. \u0000Methods: Sappan wood powder were divided into 4 parts, each part was extracted with different solvent. Ethanol 96%, ethanol 70%, and methanol were used for maceration methods, while water for infusion method. MTT assay used to identify cytotoxicity effect, and gelatin zymography assay to detect the activity of MMP-2 and MMP-9. Phytochemical profiling of the extract were observed by Thin Layer Chromatography (TLC). \u0000Results: Phytocemical profiling of water extract showed different TLC profile, while three others had similar profile. The results of MTT assay showed that ethanolic 96% extract exhibited the strongest cytotoxic effect against 4T1 with the IC50 value 13,1 μg/mL, followed by methanolic (21,4 μg/mL), ethanolic 70% (22,5 μg/mL) and water (25,5 μg/mL). The analysis of gelatin zymograph bands using ImageJ software proved that all extracts except water, inhibited gelatinolytic activity of MMP-9. \u0000Conclusion: The results of the study suggest that various extract of the sappan wood have been found","PeriodicalId":30666,"journal":{"name":"Health Science Journal of Indonesia","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-10-11","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"48471372","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2017-12-31DOI: 10.22435/hsji.v8i2.7371.88-94
S. Idaiani, N. Kusumawardani, R. Mubasyiroh, Olwin Nainggolan, Enung Nurchotimah
Latar belakang: Masa kehamilan dan persalinan merupakan waktu yang sangat penting bagi wanita. Pada masa tersebut wanita lebih mudah mengalami gangguan emosional seperti depresi . Tujuan penelitian untuk mendapatkan proporsi depresi perinatal, karakteristik dan determinan sosial ekonomi pada ibu baru melahirkan. Metode: Rancangan penelitian potong lintang, dilaksanakan bulan Juli-Agustus 2016. Populasinya adalah ibu yang baru melahirkan. Subjek sebanyak 347 orang yang tinggal di wilayah Puskesmas Tebet Jakarta, Puskesmas Merdeka dan Sindangbarang di Kota Bogor. Kriteria inklusi berumur ≥ 18 tahun, melahirkan bayi dalam periode 4-16 minggu sebelum interview. Kriteria eksklusi apabila ibu belum pernah melahirkan dan tidak tinggal di wilayah tersebut. Wawancara terstruktur dilakukan oleh enumerator yang dilakukan di rumah responden. Depresi dinilai dengan kuesioner Edinburgh postnatal depression (EPDS). Data dianalisis dengan analisis univariat dan uji beda rerata dan proporsi 2 dan lebih 2 variabel bebas. Software yang digunakan STATA versi 10. Hasil: Secara umum proporsi depresi perinatal 15,3%, dengan rincian: proporsi di wilayah Puskesmas Merdeka 23,6%, Puskesmas Tebet 16,4%, sedangkan di wilayah Puskesmas Sindangbarang 6,1%, (p=0,002). Perbedaan karakteristik ibu dan bayi antara lain pendidikan (p=0,001), pekerjaan suami (p=0,001), status perkawinan (p=0,001), tingkat ekonomi (p=0,001) dan panjang bayi (p=0,0122) Kesimpulan: Proporsi dan karakteristik berbeda diantara 3 wilayah. Proporsi terendah di Sindangbarang dengan karakteristik pendidikan rendah, suami bekerja tidak tetap, tingkat ekonomi rendah dan panjang bayi yang lebih pendek. Kata kunci: depresi perinatal, EPDS, karakteristik. Abstract Background: The period of pregnancy and childbirth is a very important time for women. During that time, women are more likely to experience emotional disorders such as depression. The objective of this study was to obtain the proportion of perinatal depression (PND), characteristics and socioeconomic determinants of mothers who had just delivered and their babies. Method: The study design was cross sectional which was conducted in July – August 2016. The subjects were 347 mothers living in territory of Primary Health Center (PHC) of Tebet, Jakarta; and PHC of Merdeka and Sindangbarang in Bogor. The inclusion criteria were mother aged ≥ 18 years, after labour within 4-16 weeks before the interview. The exclusion criteria were had not ever delivered baby and not living in th e study areas. The depression was assessed with an Edinburgh postnatal depression (EPDS) questionnaire. Data were analyzed by univariate analysis and mean difference test for two or more variables using STATA version 10. Results: In general, the proportion of PND was 15.3%, in which this proportion comprised of 23.6% in PHC of Merdeka, 16.4% in PHC of Tebet, and 6.1% in PHC of Sindangbarang, (p=0.002). Differences in maternal and infant characteristics include education (p=0.001)
{"title":"Characteristics and Socioeconomic Factors on Perinatal Depression among Mothers and Infants in Three Primary Health Centers in Jakarta and Bogor","authors":"S. Idaiani, N. Kusumawardani, R. Mubasyiroh, Olwin Nainggolan, Enung Nurchotimah","doi":"10.22435/hsji.v8i2.7371.88-94","DOIUrl":"https://doi.org/10.22435/hsji.v8i2.7371.88-94","url":null,"abstract":"Latar belakang: Masa kehamilan dan persalinan merupakan waktu yang sangat penting bagi wanita. Pada masa tersebut wanita lebih mudah mengalami gangguan emosional seperti depresi . Tujuan penelitian untuk mendapatkan proporsi depresi perinatal, karakteristik dan determinan sosial ekonomi pada ibu baru melahirkan. Metode: Rancangan penelitian potong lintang, dilaksanakan bulan Juli-Agustus 2016. Populasinya adalah ibu yang baru melahirkan. Subjek sebanyak 347 orang yang tinggal di wilayah Puskesmas Tebet Jakarta, Puskesmas Merdeka dan Sindangbarang di Kota Bogor. Kriteria inklusi berumur ≥ 18 tahun, melahirkan bayi dalam periode 4-16 minggu sebelum interview. Kriteria eksklusi apabila ibu belum pernah melahirkan dan tidak tinggal di wilayah tersebut. Wawancara terstruktur dilakukan oleh enumerator yang dilakukan di rumah responden. Depresi dinilai dengan kuesioner Edinburgh postnatal depression (EPDS). Data dianalisis dengan analisis univariat dan uji beda rerata dan proporsi 2 dan lebih 2 variabel bebas. Software yang digunakan STATA versi 10. Hasil: Secara umum proporsi depresi perinatal 15,3%, dengan rincian: proporsi di wilayah Puskesmas Merdeka 23,6%, Puskesmas Tebet 16,4%, sedangkan di wilayah Puskesmas Sindangbarang 6,1%, (p=0,002). Perbedaan karakteristik ibu dan bayi antara lain pendidikan (p=0,001), pekerjaan suami (p=0,001), status perkawinan (p=0,001), tingkat ekonomi (p=0,001) dan panjang bayi (p=0,0122) Kesimpulan: Proporsi dan karakteristik berbeda diantara 3 wilayah. Proporsi terendah di Sindangbarang dengan karakteristik pendidikan rendah, suami bekerja tidak tetap, tingkat ekonomi rendah dan panjang bayi yang lebih pendek. Kata kunci: depresi perinatal, EPDS, karakteristik. Abstract Background: The period of pregnancy and childbirth is a very important time for women. During that time, women are more likely to experience emotional disorders such as depression. The objective of this study was to obtain the proportion of perinatal depression (PND), characteristics and socioeconomic determinants of mothers who had just delivered and their babies. Method: The study design was cross sectional which was conducted in July – August 2016. The subjects were 347 mothers living in territory of Primary Health Center (PHC) of Tebet, Jakarta; and PHC of Merdeka and Sindangbarang in Bogor. The inclusion criteria were mother aged ≥ 18 years, after labour within 4-16 weeks before the interview. The exclusion criteria were had not ever delivered baby and not living in th e study areas. The depression was assessed with an Edinburgh postnatal depression (EPDS) questionnaire. Data were analyzed by univariate analysis and mean difference test for two or more variables using STATA version 10. Results: In general, the proportion of PND was 15.3%, in which this proportion comprised of 23.6% in PHC of Merdeka, 16.4% in PHC of Tebet, and 6.1% in PHC of Sindangbarang, (p=0.002). Differences in maternal and infant characteristics include education (p=0.001)","PeriodicalId":30666,"journal":{"name":"Health Science Journal of Indonesia","volume":"8 1","pages":"88-94"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2017-12-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"45874852","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2017-12-31DOI: 10.22435/hsji.v8i2.7381.
Meilinah Hidayat, S. Prahastuti, E. Delima, Liasisca Setiawati, A. Soemardji
Latar Belakang: Sebagai terapi antiobesitas kombinasi ekstrak kedelai Detam-1 dan daun Jati Belanda haruslah aman dan bebas dari bahan toksik. Untuk membuktikan keamanan ekstrak tumbuhan obat, diperlukan uji toksisitas akut. Tes ini terdiri dari: nilai LD50, perilaku, berat organ (BO), dan indeks organ (IO) mencit Swiss Webster setelah diberi ekstrak etanol kedelai Detam-1 (EEKD), ekstrak etanol Jati Belanda (EEJB) dan kombinasi n ya. Metode: P enelitian eksperimental sejati dengan rancangan acak lengkap sesuai ketentuan BPOM tahun 2014 adalah metode penelitian ini . Dua puluh mencit betina Swiss Webster dibagi menjadi empat kelompok perlakuan. Kelompok 1 (kontrol negatif), 2 (EEKD 2.000 mg / kgBB), 3 (EEJB 2.000 mg / kgBB), dan 4 (kombinasi EEKD dan EEJB 1: 2 sebesar 2000 mg / kgBB). Data BO dan IO dianalisis dengan uji t tidak berpasangan dengan α = 0,05. Hasil : T idak ada gejala mortalitas dan toksisitas pada semua kelompok, semua mencit berperilaku normal, tidak ada perbedaan bermakna dari BO dan IO dari delapan organ utama semua grup secara statistik (p> 0,05) kecuali paru-paru, hati dan limpa pada kelompok 2. Kesimpulan : N ilai LD50 dari EEKD, EEJB dan kombinasinya seluruhnya di atas 2.000 mg/kgBB, tidak menimbulkan perubahan perilaku mencit; BO dan IO pada mencit yang diberi dosis sangat tinggi EEKD, EEJB dan kombinasinya. Kata kunci : LD 50 , perilaku, bobot organ, indeks organ, kedelai Detam-1, daun Jati Belanda Abstract Background: As an antiobesity therapy the combination of Detam-1 soybean extract and Jati Belanda leaves extract should be safe and free from toxic material. In order to prove the safety of both medicinal plant’s extract, acute toxicity test is needed. The test consists of : LD50 value, behaviour, organ weight (OW), and organ index (OI) of Webster Swiss mice after feeding with ethanol extract of Detam-1 soybean (EEDS), ethanol extract of Jati Belanda (EEJB) and its combination. The aim of this research was to know the value of Lethal Dose (LD) 50, behavior, organ weight (OW), and organ index (OI) in Swiss Webster mice after administered of ethanol extract of Detam-1 soybean (EEDS), ethanol extract of Jati Belanda (EEJB) and their combination. Methods: True experimental study with complete randomized design in accordance with BPOM 2014 was the methods of this study. Twenty Swiss Webster female mice were divided into four treatment groups. Group 1 (negative control), 2 EEDS ( 2,000 mg / kgBB), 3 (EEJB 2,000 mg / kgBW), and 4 (EEDS and EEJB 1: 2 combination of 2000 mg / kgBW). OW and OI data were analyzed by independent t test with α = 0.05. Results: There were no symptom of mortality and toxicity in all groups, all of mice behave normally, statistically no significant differences in OW and OI of the eight major organs of all groups (p> 0.05) except lung, liver and spleen in group 2. C onclusio n: The LD50 value of EEDS, EEJB and their combinations entirely above 2,000 mg/kgBW, no changing on the behavior, OW and OI in mi
{"title":"HIGH DOSES OF SOYBEAN, JATI BELANDA AND THEIR COMBINATION EXTRACTS HAVE NO ACUTE TOXIC EFFECTS","authors":"Meilinah Hidayat, S. Prahastuti, E. Delima, Liasisca Setiawati, A. Soemardji","doi":"10.22435/hsji.v8i2.7381.","DOIUrl":"https://doi.org/10.22435/hsji.v8i2.7381.","url":null,"abstract":"Latar Belakang: Sebagai terapi antiobesitas kombinasi ekstrak kedelai Detam-1 dan daun Jati Belanda haruslah aman dan bebas dari bahan toksik. Untuk membuktikan keamanan ekstrak tumbuhan obat, diperlukan uji toksisitas akut. Tes ini terdiri dari: nilai LD50, perilaku, berat organ (BO), dan indeks organ (IO) mencit Swiss Webster setelah diberi ekstrak etanol kedelai Detam-1 (EEKD), ekstrak etanol Jati Belanda (EEJB) dan kombinasi n ya. Metode: P enelitian eksperimental sejati dengan rancangan acak lengkap sesuai ketentuan BPOM tahun 2014 adalah metode penelitian ini . Dua puluh mencit betina Swiss Webster dibagi menjadi empat kelompok perlakuan. Kelompok 1 (kontrol negatif), 2 (EEKD 2.000 mg / kgBB), 3 (EEJB 2.000 mg / kgBB), dan 4 (kombinasi EEKD dan EEJB 1: 2 sebesar 2000 mg / kgBB). Data BO dan IO dianalisis dengan uji t tidak berpasangan dengan α = 0,05. Hasil : T idak ada gejala mortalitas dan toksisitas pada semua kelompok, semua mencit berperilaku normal, tidak ada perbedaan bermakna dari BO dan IO dari delapan organ utama semua grup secara statistik (p> 0,05) kecuali paru-paru, hati dan limpa pada kelompok 2. Kesimpulan : N ilai LD50 dari EEKD, EEJB dan kombinasinya seluruhnya di atas 2.000 mg/kgBB, tidak menimbulkan perubahan perilaku mencit; BO dan IO pada mencit yang diberi dosis sangat tinggi EEKD, EEJB dan kombinasinya. Kata kunci : LD 50 , perilaku, bobot organ, indeks organ, kedelai Detam-1, daun Jati Belanda Abstract Background: As an antiobesity therapy the combination of Detam-1 soybean extract and Jati Belanda leaves extract should be safe and free from toxic material. In order to prove the safety of both medicinal plant’s extract, acute toxicity test is needed. The test consists of : LD50 value, behaviour, organ weight (OW), and organ index (OI) of Webster Swiss mice after feeding with ethanol extract of Detam-1 soybean (EEDS), ethanol extract of Jati Belanda (EEJB) and its combination. The aim of this research was to know the value of Lethal Dose (LD) 50, behavior, organ weight (OW), and organ index (OI) in Swiss Webster mice after administered of ethanol extract of Detam-1 soybean (EEDS), ethanol extract of Jati Belanda (EEJB) and their combination. Methods: True experimental study with complete randomized design in accordance with BPOM 2014 was the methods of this study. Twenty Swiss Webster female mice were divided into four treatment groups. Group 1 (negative control), 2 EEDS ( 2,000 mg / kgBB), 3 (EEJB 2,000 mg / kgBW), and 4 (EEDS and EEJB 1: 2 combination of 2000 mg / kgBW). OW and OI data were analyzed by independent t test with α = 0.05. Results: There were no symptom of mortality and toxicity in all groups, all of mice behave normally, statistically no significant differences in OW and OI of the eight major organs of all groups (p> 0.05) except lung, liver and spleen in group 2. C onclusio n: The LD50 value of EEDS, EEJB and their combinations entirely above 2,000 mg/kgBW, no changing on the behavior, OW and OI in mi","PeriodicalId":30666,"journal":{"name":"Health Science Journal of Indonesia","volume":"8 1","pages":"124-132"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2017-12-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"42421075","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2017-12-31DOI: 10.22435/hsji.v8i2.7330.
H. Bekti, S. T. Widyaningtyas, Budiman Bella
Latar Belakang : Stimulasi respon sel T CD8 + spesifik Gag, terkait dengan penurunan viremia, kontrol replikasi virus, dan perkembangan penyakit yang lambat. Respon T CD8 + yang efektif juga dipengaruhi oleh sel T CD4 + . Protein rekombinan Gag dapat diklona dan diekpresikan pada sistem prokariota, dan pada saat diimunisasi pada hewan coba atau manusia akan bersifat sebagai antigen eksogen. Antigen eksogen dapat menjadi antigen endogen dengan menambahkan protein yang mempunyai kemampuan bertranslokasi kedalam membran sel, salah satunya protein Vp22. Metode : Transformasi Plasmid rekombinan didapatkan dari Pusat Penelitian dan Layanan Virologi Kanker Patobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-Rumah Sakit Pusat Nasional dr. Cipto Mangunkusumo (PPLVKP FK UI-RSCM), yang dilakukan transformasi pada sistem ekpresi prokariota dengan metode heat shock , yang dilanjutkan dengan ekpresi protein rekombinan. Purifikasi protein rekombinan dilakukan dengan kromatografi afinitas. Analisa berat molekul protein rekombinan dilakukan dengan SDS-PAGE. Western blotting dilakukan untuk mengaetahui reaktifitas protein rekombinan dengan antibodi poliklonal terhadap antigen p24. Transfeksi sel CHO dan imunisasi mencit DDY dengan protein rekombinan, untuk mengetahui kemampuan migrasi intraseluler serta stimulasi respon imun spesifik. Hasil : Uji western blotting, menunjukkan protein rekombinan dapat berinteraksi dengan antibodi poliklonal terhadap antigen p24. Pengamatan mikroskop konfokal menunjukkan protein rekombinan berlokalisasi dengan endosom. Uji ELISA, menunjukkan respon IgG spesifik Gag setelah imunisasi pada mencit DDY. Kesimpulan : Protein rekombinan dapat diekspresikan pada sistem ekspresi prokariota. Kemampuan migrasi intrasseluler protein rekombinan pada sel CHO belum dapat dibuktikan. Protein rekombinan dapat menstimulasi respon IgG spesifik Gag. Kata Kunci: Protein rekombinan Gag dan Vp22-Gag; Migrasi intraseluler, Respon IgG spesifik Gag. Abstract Background : Stimulation of Gag-specific CD8 + T-cell response, associated with reduction in viremia, viral replication control, and slow disease progression. Effective CD8 + T cell response is also influenced by CD4 + T cells. Gag recombinant protein may be cloned and expressed in the prokaryotic system and when they are immunized in experimental animals or human will have property as exogenous antigens. Exogenous antigens may become endogenous antigens by adding proteins that have the ability to translocate into the cell membrane, one of which is the Vp22 protein. Method s : Recombinant plasmids were obtained from Research and Services Centers of Virology and Cancer Patobiology Medical Faculity Universitas Indonesia-dr. Cipto Mangunkusumo National Central General Hospital (PPLVKP FK UI-RSCM) which transformation to prokaryotic expression system with heat shock method was followed by expression of recombinant proteins. Purification of recombinant proteins was performed with affinity chromatography. T
{"title":"HIV-1 Gag Specific IgG Response in Mice Immunized with Vp22-Gag Vaccine Candidate","authors":"H. Bekti, S. T. Widyaningtyas, Budiman Bella","doi":"10.22435/hsji.v8i2.7330.","DOIUrl":"https://doi.org/10.22435/hsji.v8i2.7330.","url":null,"abstract":"Latar Belakang : Stimulasi respon sel T CD8 + spesifik Gag, terkait dengan penurunan viremia, kontrol replikasi virus, dan perkembangan penyakit yang lambat. Respon T CD8 + yang efektif juga dipengaruhi oleh sel T CD4 + . Protein rekombinan Gag dapat diklona dan diekpresikan pada sistem prokariota, dan pada saat diimunisasi pada hewan coba atau manusia akan bersifat sebagai antigen eksogen. Antigen eksogen dapat menjadi antigen endogen dengan menambahkan protein yang mempunyai kemampuan bertranslokasi kedalam membran sel, salah satunya protein Vp22. Metode : Transformasi Plasmid rekombinan didapatkan dari Pusat Penelitian dan Layanan Virologi Kanker Patobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-Rumah Sakit Pusat Nasional dr. Cipto Mangunkusumo (PPLVKP FK UI-RSCM), yang dilakukan transformasi pada sistem ekpresi prokariota dengan metode heat shock , yang dilanjutkan dengan ekpresi protein rekombinan. Purifikasi protein rekombinan dilakukan dengan kromatografi afinitas. Analisa berat molekul protein rekombinan dilakukan dengan SDS-PAGE. Western blotting dilakukan untuk mengaetahui reaktifitas protein rekombinan dengan antibodi poliklonal terhadap antigen p24. Transfeksi sel CHO dan imunisasi mencit DDY dengan protein rekombinan, untuk mengetahui kemampuan migrasi intraseluler serta stimulasi respon imun spesifik. Hasil : Uji western blotting, menunjukkan protein rekombinan dapat berinteraksi dengan antibodi poliklonal terhadap antigen p24. Pengamatan mikroskop konfokal menunjukkan protein rekombinan berlokalisasi dengan endosom. Uji ELISA, menunjukkan respon IgG spesifik Gag setelah imunisasi pada mencit DDY. Kesimpulan : Protein rekombinan dapat diekspresikan pada sistem ekspresi prokariota. Kemampuan migrasi intrasseluler protein rekombinan pada sel CHO belum dapat dibuktikan. Protein rekombinan dapat menstimulasi respon IgG spesifik Gag. Kata Kunci: Protein rekombinan Gag dan Vp22-Gag; Migrasi intraseluler, Respon IgG spesifik Gag. Abstract Background : Stimulation of Gag-specific CD8 + T-cell response, associated with reduction in viremia, viral replication control, and slow disease progression. Effective CD8 + T cell response is also influenced by CD4 + T cells. Gag recombinant protein may be cloned and expressed in the prokaryotic system and when they are immunized in experimental animals or human will have property as exogenous antigens. Exogenous antigens may become endogenous antigens by adding proteins that have the ability to translocate into the cell membrane, one of which is the Vp22 protein. Method s : Recombinant plasmids were obtained from Research and Services Centers of Virology and Cancer Patobiology Medical Faculity Universitas Indonesia-dr. Cipto Mangunkusumo National Central General Hospital (PPLVKP FK UI-RSCM) which transformation to prokaryotic expression system with heat shock method was followed by expression of recombinant proteins. Purification of recombinant proteins was performed with affinity chromatography. T","PeriodicalId":30666,"journal":{"name":"Health Science Journal of Indonesia","volume":"143 18","pages":"59-67"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2017-12-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"41247836","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2017-12-31DOI: 10.22435/hsji.v8i2.6427.118-123
Muhamad Ratodi, Tien Zubaidah, Lenie Marlinae
Latar belakang: Banjarmasin memiliki jumlah apotek terbanyak di wilayah Kalimantan Selatan. Salahsatu jenis pekerjaan yang ada di apotek adalah asisten apoteker. Dengan tipikal pekerjaan asisten apoteker yang indoor dan memiliki resiko yang tinggi terhadap paparan zat kimia, asisten apoteker cenderung mengalami kejadian Sick Building Syndrom (SBS) . Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor determinan yang paling berpengaruh terhadap kejadian SBS pada asisten apoteker yang bekerja di apotek wilayah kerja Kota Banjarmasin Metode: Penelitian ini merupakan penelitian crosssectional dengan metode observasional analitik. Lokasi penelitian dilakukan pada 13 lokasi apotek yang berada di wilayah kerja Kota Banjarmasin dengan 73 orang asisten apoteker yang memenuhi kriteria inklusi sebagai respondennya. Variabel bebas dari penelitian ini adalah variabel karakteristik responden dengan sub variabel jenis kelamin, usia, kondisi psikososial dan masa kerja, variabel aspek perilaku dengan sub variabel pengetahuan, sikap dan praktik asisten apoteker terhadap SBS, serta variabel faktor lingkungan pekerja meliputi kepadatan ruang, suhu, kelembaban, kecepatan aliran udara serta pencahayaan ruangan, sedangkan kejadian SBS menjadi variabel terikat. Hasil : Sebanyak 29 responden (39.7%) responden mengalami kejadian SBS dengan sebesar 68.3% kejadian SBS dipengaruhi oleh faktor psikososial responden (OR 26,479), masa kerja (OR 9,882), tindakan yang memicu SBS oleh responden (OR 13,859) serta kondisi pencahayaan yang tidak sesuai standar (OR 8,912). Kesimpulan : Lingkungan kerja seperti pencahayaan ruangan yang kurang, pengaturan jam kerja serta ketersediaan fasilitas istirahat merupakan faktor determinan yang berpengaruh pada kejadian SBS. Kata kunci : Sick Building Syndrom, asisten apoteker Abstract Background : Banjarmasin has the highest number of pharmacies among the other area in South Kalimantan. One of the main types of work in stores is a pharmacist's assistant. With their typical indoor job activities and the higher risk of chemical exposures, assistant pharmacist tends to experience the sick building syndrome occurrence. This research aims to identify the primary determinant on the SBS event among pharmacy assistant working at pharmacies in Banjarmasin. Methods: This is a cross-sectional research with analytical observation method. The research location takes place in 13 pharmacies in the city of Banjarmasin with 73 pharmacy assistants that meet the inclusion criteria serve as respondents. The study analyzes several variables such as SBS occurrence, respondents characteristics, working conditions including room density, temperature, humidity, air velocity and indoor lighting. Results: There are 29 respondents (39.7%) having an SBS occurrence with a significant correlation between the SBS occurrences with respondents psycho-social condition (OR 26,479), years of service (OR, 9.882), indoor lighting condition (OR 8,912) and respondents behaviors re
{"title":"Predicting the Sick Building Syndrome (SBS) occurrence among Pharmacist assistant in Banjarmasin South Kalimantan","authors":"Muhamad Ratodi, Tien Zubaidah, Lenie Marlinae","doi":"10.22435/hsji.v8i2.6427.118-123","DOIUrl":"https://doi.org/10.22435/hsji.v8i2.6427.118-123","url":null,"abstract":"Latar belakang: Banjarmasin memiliki jumlah apotek terbanyak di wilayah Kalimantan Selatan. Salahsatu jenis pekerjaan yang ada di apotek adalah asisten apoteker. Dengan tipikal pekerjaan asisten apoteker yang indoor dan memiliki resiko yang tinggi terhadap paparan zat kimia, asisten apoteker cenderung mengalami kejadian Sick Building Syndrom (SBS) . Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor determinan yang paling berpengaruh terhadap kejadian SBS pada asisten apoteker yang bekerja di apotek wilayah kerja Kota Banjarmasin Metode: Penelitian ini merupakan penelitian crosssectional dengan metode observasional analitik. Lokasi penelitian dilakukan pada 13 lokasi apotek yang berada di wilayah kerja Kota Banjarmasin dengan 73 orang asisten apoteker yang memenuhi kriteria inklusi sebagai respondennya. Variabel bebas dari penelitian ini adalah variabel karakteristik responden dengan sub variabel jenis kelamin, usia, kondisi psikososial dan masa kerja, variabel aspek perilaku dengan sub variabel pengetahuan, sikap dan praktik asisten apoteker terhadap SBS, serta variabel faktor lingkungan pekerja meliputi kepadatan ruang, suhu, kelembaban, kecepatan aliran udara serta pencahayaan ruangan, sedangkan kejadian SBS menjadi variabel terikat. Hasil : Sebanyak 29 responden (39.7%) responden mengalami kejadian SBS dengan sebesar 68.3% kejadian SBS dipengaruhi oleh faktor psikososial responden (OR 26,479), masa kerja (OR 9,882), tindakan yang memicu SBS oleh responden (OR 13,859) serta kondisi pencahayaan yang tidak sesuai standar (OR 8,912). Kesimpulan : Lingkungan kerja seperti pencahayaan ruangan yang kurang, pengaturan jam kerja serta ketersediaan fasilitas istirahat merupakan faktor determinan yang berpengaruh pada kejadian SBS. Kata kunci : Sick Building Syndrom, asisten apoteker Abstract Background : Banjarmasin has the highest number of pharmacies among the other area in South Kalimantan. One of the main types of work in stores is a pharmacist's assistant. With their typical indoor job activities and the higher risk of chemical exposures, assistant pharmacist tends to experience the sick building syndrome occurrence. This research aims to identify the primary determinant on the SBS event among pharmacy assistant working at pharmacies in Banjarmasin. Methods: This is a cross-sectional research with analytical observation method. The research location takes place in 13 pharmacies in the city of Banjarmasin with 73 pharmacy assistants that meet the inclusion criteria serve as respondents. The study analyzes several variables such as SBS occurrence, respondents characteristics, working conditions including room density, temperature, humidity, air velocity and indoor lighting. Results: There are 29 respondents (39.7%) having an SBS occurrence with a significant correlation between the SBS occurrences with respondents psycho-social condition (OR 26,479), years of service (OR, 9.882), indoor lighting condition (OR 8,912) and respondents behaviors re","PeriodicalId":30666,"journal":{"name":"Health Science Journal of Indonesia","volume":"8 1","pages":"118-123"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2017-12-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"47901483","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2017-12-31DOI: 10.22435/HSJI.V8I2.6792.102-110
Sudikno Sudikno, Sandjaja Sandjaja, I. Jus’at
Latar belakang : Defisiensi vitamin A sub-klinis dan anemia merupakan masalah gizi utama di Indonesia. Meski pemerintah telah melaksanakan program distribusi kapsul vitamin A, masih ada sepertiga anak yang tidak mendapatkan distribusi vitamin A . Penelitian ini bertujuan untuk mengukur efektivitas fortifikasi vitamin A pada minyak goreng tidak bermerek di antara kohort anak-anak keluarga miskin berusia 6-59 bulan di dua kabupaten di Indonesia sebelum mendapat fortifikasi vitamin A dalam minyak goreng. Metode : Jumlah sampel sebanyak 126 anak. Darah vena diambil oleh phlebotomist terlatih. Serum retinol dan hemoglobin diukur pada awal sebelum fortifikasi minyak goreng dan 12 bulan setelah intervensi . Tidak ada intervensi dari tim peneliti mengenai distribusi dan pembelian minyak goreng, karena minyak goreng didistribusikan dan dijual melalui mekanisme pasar yang ada. Enumerator terlatih mengumpulkan variabel sosio-demografi. Mereka juga mengumpulkan recall makanan 24 jam dan kuesioner frekuensi makanan untuk mengukur asupan nutrisi pada awal dan akhir penelitian. Hasil : Serum retinol meningkat secara signifikan sebesar 5,07, 6,82, 6,01 μg / dL pada anak usia 6-11, 12-23, dan 24-59 bulan. Hemoglobin meningkat sebesar 0,13 (p> 0,05), 0,56 (p 0.05) , 0.56 (p<0.05), 0.81 g/dL (p<0.05) in 6-11, 12-35, 36-59 month-old children respectively. Conclusion : Vitamin A fortification in cooking oil significantly improved serum retinol in underfive children in all age groups and hemoglobin only in older age groups. Keywords : vitamin A deficiency, anemia, vitamin A fortification, cooking oil
{"title":"The impact of vitamin A fortified vegetable oil on vitamin A status of children under five years of age: A cohort study","authors":"Sudikno Sudikno, Sandjaja Sandjaja, I. Jus’at","doi":"10.22435/HSJI.V8I2.6792.102-110","DOIUrl":"https://doi.org/10.22435/HSJI.V8I2.6792.102-110","url":null,"abstract":"Latar belakang : Defisiensi vitamin A sub-klinis dan anemia merupakan masalah gizi utama di Indonesia. Meski pemerintah telah melaksanakan program distribusi kapsul vitamin A, masih ada sepertiga anak yang tidak mendapatkan distribusi vitamin A . Penelitian ini bertujuan untuk mengukur efektivitas fortifikasi vitamin A pada minyak goreng tidak bermerek di antara kohort anak-anak keluarga miskin berusia 6-59 bulan di dua kabupaten di Indonesia sebelum mendapat fortifikasi vitamin A dalam minyak goreng. Metode : Jumlah sampel sebanyak 126 anak. Darah vena diambil oleh phlebotomist terlatih. Serum retinol dan hemoglobin diukur pada awal sebelum fortifikasi minyak goreng dan 12 bulan setelah intervensi . Tidak ada intervensi dari tim peneliti mengenai distribusi dan pembelian minyak goreng, karena minyak goreng didistribusikan dan dijual melalui mekanisme pasar yang ada. Enumerator terlatih mengumpulkan variabel sosio-demografi. Mereka juga mengumpulkan recall makanan 24 jam dan kuesioner frekuensi makanan untuk mengukur asupan nutrisi pada awal dan akhir penelitian. Hasil : Serum retinol meningkat secara signifikan sebesar 5,07, 6,82, 6,01 μg / dL pada anak usia 6-11, 12-23, dan 24-59 bulan. Hemoglobin meningkat sebesar 0,13 (p> 0,05), 0,56 (p 0.05) , 0.56 (p<0.05), 0.81 g/dL (p<0.05) in 6-11, 12-35, 36-59 month-old children respectively. Conclusion : Vitamin A fortification in cooking oil significantly improved serum retinol in underfive children in all age groups and hemoglobin only in older age groups. Keywords : vitamin A deficiency, anemia, vitamin A fortification, cooking oil","PeriodicalId":30666,"journal":{"name":"Health Science Journal of Indonesia","volume":"8 1","pages":"102-110"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2017-12-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"49032839","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2017-12-31DOI: 10.22435/hsji.v8i2.6952.
K. Azhar, R. Marina, Athena Anwar
Latar belakang: Kota Denpasar di Provinsi Bali merupakan salah satu kota dengan kejadian dengue tertinggi di Indonesia. Faktor lingkungan seperti variabilitas iklim merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi timbulnya demam berdarah. Metode : Penelitia n ini bertujuan untuk mendapatkan model prediksi kejadian dengue dengan menggunakan data sekunder iklim mingguan dan surveilans demam berdarah di Denpasar, Bali tahun 2010-2014. Data iklim diperoleh dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Indonesia (BMKG), sedangkan data kasus klinis demam berdarah diperoleh dari Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon (SKDR), Kementerian Kesehatan RI. Analisis data menggunakan regresi linier dengan berbagai kombinasi variabel iklim dan lag time. Hasil: Hasil penelitian menunjukkan hubungan yang signifikan antara jumlah kasus demam berdarah, curah hujan, suhu, kelembaban dengan kejadian demam berdarah (p <0,05). Kejadian demam berdarah di kota Denpasar dipengaruhi oleh variabilitas iklim periode 4 minggu (at lag 4 weeks) lebih awal dan jumlah kasus demam berdarah terjadi dua minggu sebelumnya. Dengan demikian faktor iklim mempengaruhi kejadian demam berdarah secara tidak langsung. Kesimpulan: Model prediksi dapat digunakan sebagai salah satu pertimbangan peringatan dini penyakit demam berdarah di kota Denpasar, disamping memberikan penyuluhan atau upaya edukasi kepada masyarakat tentang pencegahan demam berdarah dan eliminasi vektor. Selain itu memberikan kesempatan bagi sistem kesehatan dalam memahami dan merespon kasus dengue yang lebih baik. Kata kunci: Denpasar, Dengue, Iklim, Regresi, Lag time. Abstract Background: Denpasar city in Bali province is one of cities with the highest dengue incidence in Indonesia. Environmental factors such as climate variability is one of the factors that influence the incidence of dengue. Methods: This study aimed to obtain a predictive dengue incidence models using secondary data of weekly climate and surveillance of dengue cases in Denpasar, Bali, 2010-2014. Climate data was obtained from Indonesia Agency for Meteorological, Climatological, and Geophysical (BMKG), while dengue clinical cases were obtained from Primary Health Care as reporting unit in Early Warning Alerts Respons System (EWARS) Ministry of Health. Data analysis was using linear regression with various combinations of climate variables and lag time. Results: The study showed significant relationship between the number of dengue cases, rainfall, temperature, humidity and the incidence of dengue (p<0.05). Incidence of dengue in Denpasar city was affected by climate variability of 4-week period (at lag 4 weeks) earlier and the number of dengue cases was from two weeks earlier. Thus climate factors affected the incidence of dengue indirectly. Conclusion: The prediction model can be used as one of the considerations on the early warning of dengue disease in Denpasar city, while providing counseling or education efforts to the community about preven
{"title":"A prediction model of Dengue incidence using climate variability in Denpasar city","authors":"K. Azhar, R. Marina, Athena Anwar","doi":"10.22435/hsji.v8i2.6952.","DOIUrl":"https://doi.org/10.22435/hsji.v8i2.6952.","url":null,"abstract":"Latar belakang: Kota Denpasar di Provinsi Bali merupakan salah satu kota dengan kejadian dengue tertinggi di Indonesia. Faktor lingkungan seperti variabilitas iklim merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi timbulnya demam berdarah. Metode : Penelitia n ini bertujuan untuk mendapatkan model prediksi kejadian dengue dengan menggunakan data sekunder iklim mingguan dan surveilans demam berdarah di Denpasar, Bali tahun 2010-2014. Data iklim diperoleh dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Indonesia (BMKG), sedangkan data kasus klinis demam berdarah diperoleh dari Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon (SKDR), Kementerian Kesehatan RI. Analisis data menggunakan regresi linier dengan berbagai kombinasi variabel iklim dan lag time. Hasil: Hasil penelitian menunjukkan hubungan yang signifikan antara jumlah kasus demam berdarah, curah hujan, suhu, kelembaban dengan kejadian demam berdarah (p <0,05). Kejadian demam berdarah di kota Denpasar dipengaruhi oleh variabilitas iklim periode 4 minggu (at lag 4 weeks) lebih awal dan jumlah kasus demam berdarah terjadi dua minggu sebelumnya. Dengan demikian faktor iklim mempengaruhi kejadian demam berdarah secara tidak langsung. Kesimpulan: Model prediksi dapat digunakan sebagai salah satu pertimbangan peringatan dini penyakit demam berdarah di kota Denpasar, disamping memberikan penyuluhan atau upaya edukasi kepada masyarakat tentang pencegahan demam berdarah dan eliminasi vektor. Selain itu memberikan kesempatan bagi sistem kesehatan dalam memahami dan merespon kasus dengue yang lebih baik. Kata kunci: Denpasar, Dengue, Iklim, Regresi, Lag time. Abstract Background: Denpasar city in Bali province is one of cities with the highest dengue incidence in Indonesia. Environmental factors such as climate variability is one of the factors that influence the incidence of dengue. Methods: This study aimed to obtain a predictive dengue incidence models using secondary data of weekly climate and surveillance of dengue cases in Denpasar, Bali, 2010-2014. Climate data was obtained from Indonesia Agency for Meteorological, Climatological, and Geophysical (BMKG), while dengue clinical cases were obtained from Primary Health Care as reporting unit in Early Warning Alerts Respons System (EWARS) Ministry of Health. Data analysis was using linear regression with various combinations of climate variables and lag time. Results: The study showed significant relationship between the number of dengue cases, rainfall, temperature, humidity and the incidence of dengue (p<0.05). Incidence of dengue in Denpasar city was affected by climate variability of 4-week period (at lag 4 weeks) earlier and the number of dengue cases was from two weeks earlier. Thus climate factors affected the incidence of dengue indirectly. Conclusion: The prediction model can be used as one of the considerations on the early warning of dengue disease in Denpasar city, while providing counseling or education efforts to the community about preven","PeriodicalId":30666,"journal":{"name":"Health Science Journal of Indonesia","volume":"8 1","pages":"68-73"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2017-12-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"41992790","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2017-12-31DOI: 10.22435/HSJI.V8I2.7906.111-117
H. Herqutanto
Latar belakang: The Calgary-Cambridge Observation Guides (CCOG) adalah panduan yang telah digunakan di banyak negara untuk menilai keterampilan Komunikasi Dokter-Pasien. Panduan terdiri dari 56 poin yang terbagi dalam enam kategori dan menggambarkan proses konsultasi rutin, ditambah 15 poin opsional dalam memberikan penjelasan dan perencanaan. Karena panduan ini terdiri atas poin yang jumlahnya cukup banyak, sangat tidak praktis untuk menggunakannya dalam praktik konsultasi sehari-hari. Oleh karena itu, versi yang lebih sederhana dan praktis akan memberikan manfaat yang lebih besar. Metode: Tujuh orang ahli dari berbagai latar belakang kepakaran klinis dan komunikasi dokter pasien diminta mengevaluasi dan menganalisis 56 poin CCOG berdasarkan tingkat kepentingan dalam praktik sehari-hari. Dua putaran Delphy digunakan dalam penelitian ini, putaran pertama untuk mengevaluasi tingkat kepentingan, dan putaran kedua untuk mengevaluasi poin-poin yang memiliki kesamaan makna sehingga dapat digabungkan. Hasil dari dua putaran itu kemudian disirkulasikan kembali kepada semua anggota tim ahli untuk mendapatkan konfirmasi versi modifikasi akhir dari CCOG tersebut. Hasil: Versi modifikasi terakhir dari CCOG yang terdiri dari 35 titik telah terbentuk. Langkah pertama proses konsultasi yaitu Memulai sesi terdiri dari 5 poin (awalnya 7 poin). Langkah Mengumpulkan Informasi terdiri dari 5 poin (awalnya 11 poin), Menyediakan Struktur 3 poin (awalnya 4 poin), Membangun Hubungan 7 poin (awalnya 10 poin), Penjelasan dan Perencanaan 11 poin (awalnya 20 poin), dan Menutup Sesi terdiri dari 4 poin. Versi CCOG yang dimodifikasi tetap komprehensif, namun lebih praktis untuk latihan sehari-hari. Kesimpulan: Modifikasi versi CCOG dapat digunakan sebagai panduan praktis sederhana untuk menilai Komunikasi Pasien Dokter dalam praktik konsultasi sehari-hari. Kata Kunci: The Calgary-Cambridge Observation Guide, Komunikasi Dokter Pasien, Modifikasi Abstract Background: The Calgary-Cambridge Observation Guides (CCOG) is a guide that is widely used to assess Doctor-Patient Communication. The guide consists of 56 points divided into 6 categories that describe a routine consultation process, plus 15 optional points in giving explanation and planning. Due to its quite numerous points, it is quite impractical to use the guide in daily consultation practice. Therefore, a more simplified and more practical version would be favourable. Method: Seven experts from different background evaluated and analyzed the 56 points of CCOG based on the level of importance in daily practice. Two rounds of Delphy were used in the study, the first round to evaluate level of importance, and the second to obtain the possibilities to join items that may have similar meaning. The result of the two rounds was then recirculated to all members of the team for confirmation of the final modified version of CCOG. Result: A final modified version of CCOG consisting of 35 points was formed. The first step of a cons
{"title":"Modification of Calgary-Cambridge Observation Guide, a more simplified and practical communication guide for daily consultation practice","authors":"H. Herqutanto","doi":"10.22435/HSJI.V8I2.7906.111-117","DOIUrl":"https://doi.org/10.22435/HSJI.V8I2.7906.111-117","url":null,"abstract":"Latar belakang: The Calgary-Cambridge Observation Guides (CCOG) adalah panduan yang telah digunakan di banyak negara untuk menilai keterampilan Komunikasi Dokter-Pasien. Panduan terdiri dari 56 poin yang terbagi dalam enam kategori dan menggambarkan proses konsultasi rutin, ditambah 15 poin opsional dalam memberikan penjelasan dan perencanaan. Karena panduan ini terdiri atas poin yang jumlahnya cukup banyak, sangat tidak praktis untuk menggunakannya dalam praktik konsultasi sehari-hari. Oleh karena itu, versi yang lebih sederhana dan praktis akan memberikan manfaat yang lebih besar. Metode: Tujuh orang ahli dari berbagai latar belakang kepakaran klinis dan komunikasi dokter pasien diminta mengevaluasi dan menganalisis 56 poin CCOG berdasarkan tingkat kepentingan dalam praktik sehari-hari. Dua putaran Delphy digunakan dalam penelitian ini, putaran pertama untuk mengevaluasi tingkat kepentingan, dan putaran kedua untuk mengevaluasi poin-poin yang memiliki kesamaan makna sehingga dapat digabungkan. Hasil dari dua putaran itu kemudian disirkulasikan kembali kepada semua anggota tim ahli untuk mendapatkan konfirmasi versi modifikasi akhir dari CCOG tersebut. Hasil: Versi modifikasi terakhir dari CCOG yang terdiri dari 35 titik telah terbentuk. Langkah pertama proses konsultasi yaitu Memulai sesi terdiri dari 5 poin (awalnya 7 poin). Langkah Mengumpulkan Informasi terdiri dari 5 poin (awalnya 11 poin), Menyediakan Struktur 3 poin (awalnya 4 poin), Membangun Hubungan 7 poin (awalnya 10 poin), Penjelasan dan Perencanaan 11 poin (awalnya 20 poin), dan Menutup Sesi terdiri dari 4 poin. Versi CCOG yang dimodifikasi tetap komprehensif, namun lebih praktis untuk latihan sehari-hari. Kesimpulan: Modifikasi versi CCOG dapat digunakan sebagai panduan praktis sederhana untuk menilai Komunikasi Pasien Dokter dalam praktik konsultasi sehari-hari. Kata Kunci: The Calgary-Cambridge Observation Guide, Komunikasi Dokter Pasien, Modifikasi Abstract Background: The Calgary-Cambridge Observation Guides (CCOG) is a guide that is widely used to assess Doctor-Patient Communication. The guide consists of 56 points divided into 6 categories that describe a routine consultation process, plus 15 optional points in giving explanation and planning. Due to its quite numerous points, it is quite impractical to use the guide in daily consultation practice. Therefore, a more simplified and more practical version would be favourable. Method: Seven experts from different background evaluated and analyzed the 56 points of CCOG based on the level of importance in daily practice. Two rounds of Delphy were used in the study, the first round to evaluate level of importance, and the second to obtain the possibilities to join items that may have similar meaning. The result of the two rounds was then recirculated to all members of the team for confirmation of the final modified version of CCOG. Result: A final modified version of CCOG consisting of 35 points was formed. The first step of a cons","PeriodicalId":30666,"journal":{"name":"Health Science Journal of Indonesia","volume":"8 1","pages":"111-117"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2017-12-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"43069717","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}