Pub Date : 2019-02-15DOI: 10.24895/SNG.2018.3-0.933
Elisa J. Gaspersz, H. G. Saiya
Kearifan lokal adalah suatu ketahanan masyarakat lokal untuk mengelola dan melestarikan hasil alamnya dengan berpatokan pada aturan adat. Kepulauan Maluku adalah salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki salah satu kearifan lokal berupa Sasi. Sasi adalah aturan adat yang dibuat untuk pengelolaan dan pengawasan sumberdaya alam. Penelitian ini bertujuan untuk memetakan area sasi sesuai aturan adat; melihat jenis-jenis sumberdaya alam apa saja yang diatur dalam sasi; dan memastikan batas-batas Negeri Adat secara spasial. Metode yang digunakan adalah survei dan wawancara, dengan analisis data yang dilakukan secara spasial menggunakan metode penginderaan jauh berbasis sistem informasi geografis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Negeri Haruku dan Negeri Kailolo memiliki jenis-jenis sasi yang berbeda. Negeri Haruku memiliki beberapa jenis sasi yaitu: Sasi Laut dengan area sasi dihitung 200 meter dari pesisir pantai ke arah laut; Sasi Sungai yang mengatur perlindungan dan pemanfaatan area sepanjang sungai, dengan panjang area sungai 2.719,109 meter; Sasi Hutan yang mencakup aturan-aturan pemanfaatan hutan; Sasi Negeri yang mencakup aturan-aturan tata cara hidup bermasyarakat, dengan luas area 1,114 Km2; Sasi Ikan Lompa ( Thrissina baelama ) dengan area mencakup sungai hingga laut dimana ikan Lompa ditemui; dan Sasi Maleo/Burung Gosong Maluku ( Eulipoa wallacei ) dengan luas area habitat bertelur yang dipertahankan adalah sebesar 5.082 m2. Berbeda halnya dengan Sasi Maleo di Kailolo dilakukan dengan sistem lelang, yang mempertahankan area bertelur Tanjung Maleo dengan luas area mencapai 0,072 Km2.
{"title":"PEMETAAN KEARIFAN LOKAL BUDAYA SASI DI NEGERI HARUKU DAN NEGERI KAILOLO, PULAU HARUKU, KABUPATEN MALUKU TENGAH","authors":"Elisa J. Gaspersz, H. G. Saiya","doi":"10.24895/SNG.2018.3-0.933","DOIUrl":"https://doi.org/10.24895/SNG.2018.3-0.933","url":null,"abstract":"Kearifan lokal adalah suatu ketahanan masyarakat lokal untuk mengelola dan melestarikan hasil alamnya dengan berpatokan pada aturan adat. Kepulauan Maluku adalah salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki salah satu kearifan lokal berupa Sasi. Sasi adalah aturan adat yang dibuat untuk pengelolaan dan pengawasan sumberdaya alam. Penelitian ini bertujuan untuk memetakan area sasi sesuai aturan adat; melihat jenis-jenis sumberdaya alam apa saja yang diatur dalam sasi; dan memastikan batas-batas Negeri Adat secara spasial. Metode yang digunakan adalah survei dan wawancara, dengan analisis data yang dilakukan secara spasial menggunakan metode penginderaan jauh berbasis sistem informasi geografis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Negeri Haruku dan Negeri Kailolo memiliki jenis-jenis sasi yang berbeda. Negeri Haruku memiliki beberapa jenis sasi yaitu: Sasi Laut dengan area sasi dihitung 200 meter dari pesisir pantai ke arah laut; Sasi Sungai yang mengatur perlindungan dan pemanfaatan area sepanjang sungai, dengan panjang area sungai 2.719,109 meter; Sasi Hutan yang mencakup aturan-aturan pemanfaatan hutan; Sasi Negeri yang mencakup aturan-aturan tata cara hidup bermasyarakat, dengan luas area 1,114 Km2; Sasi Ikan Lompa ( Thrissina baelama ) dengan area mencakup sungai hingga laut dimana ikan Lompa ditemui; dan Sasi Maleo/Burung Gosong Maluku ( Eulipoa wallacei ) dengan luas area habitat bertelur yang dipertahankan adalah sebesar 5.082 m2. Berbeda halnya dengan Sasi Maleo di Kailolo dilakukan dengan sistem lelang, yang mempertahankan area bertelur Tanjung Maleo dengan luas area mencapai 0,072 Km2.","PeriodicalId":307659,"journal":{"name":"Seminar Nasional Geomatika","volume":"17 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-02-15","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"124487220","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-02-15DOI: 10.24895/SNG.2018.3-0.1076
A. Purwanto, Gathot Winarso, A. Julzarika
Hutan mangrove merupakan salah satu ekosistem pesisir yang mempunyai banyak manfaat terutama bagi lingkungan di sekitarnya. Keberadaan hutan mengrove semakin mendapat banyak tekanan dimana salah satunya adalah gangguan dari aktivitas manusia. Banyaknya penebangan liar hutan mangrove mempengaruhi kondisi kerapatan kanopi hutan mangrove. Penilaian mengenai kualitas hutan mangrove telah banyak dilakukan oleh peneliti dimana salah satu metodenya menggunakan indeks vegetasi untuk menghitung kerapatan kanopi. Semakin tinggi nilai NDVI maka dapat dikatakan kualitas hutan mangrove semakin baik dan begitu juga sebaliknya. Berdasarkan pengamatan di lapangan, hutan mangrove yang memiliki nilai NDVI tinggi banyak didominasi oleh mangrove non sejati, sedangkan hutan mangrove dengan kategori mangrove sejati memiliki nilai NDVI yang relatif lebih rendah. Penelitian sebelumnya menyebutkan salah satu jenis mangrove non sejati dapat digunakan sebagai salah satu indikator kerusakan mangrove di Segara Anakan, Cilacap. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sebaran mangrove sejati di Segara Anakan, Cilacap menggunakan metode OBIA. Data citra satelit yang digunakan adalah citra Landsat 8 OLI dan citra Landsat 7 ETM+. Metode pemisahan obyek hutan mangrove menggunakan proses segmentasi dengan algoritma Multires olu tio n S e g m e n t a tio n , sedangkan identifikasi mangrove sejati menggunakan formula indeks mangrove dimana algoritma ini menggunakan kanal NIR dan SWIR. Berdasarkan hasil perhitungan indeks mangrove dari citra Landsat 8 OLI dan Landsat 7 ETM+ terlihat bahwa sebaran mangrove sejati banyak ditemukan pada bagian timur dari lokasi penelitian. Luasan area mangrove sejati yang teridentifikasi dari citra Landsat 7 ETM+ lebih besar dibandingkan luasan mangrove sejati dari citra Landsat 8 OLI.
{"title":"IDENTIFIKASI MANGROVE SEJATI MENGGUNAKAN METODE OBIA BERDASARKAN CITRA LANDSAT 8 OLI DAN LANDSAT 7 ETM+ Studi Kasus: Kawasan Mangrove Segara Anakan, Cilacap","authors":"A. Purwanto, Gathot Winarso, A. Julzarika","doi":"10.24895/SNG.2018.3-0.1076","DOIUrl":"https://doi.org/10.24895/SNG.2018.3-0.1076","url":null,"abstract":"Hutan mangrove merupakan salah satu ekosistem pesisir yang mempunyai banyak manfaat terutama bagi lingkungan di sekitarnya. Keberadaan hutan mengrove semakin mendapat banyak tekanan dimana salah satunya adalah gangguan dari aktivitas manusia. Banyaknya penebangan liar hutan mangrove mempengaruhi kondisi kerapatan kanopi hutan mangrove. Penilaian mengenai kualitas hutan mangrove telah banyak dilakukan oleh peneliti dimana salah satu metodenya menggunakan indeks vegetasi untuk menghitung kerapatan kanopi. Semakin tinggi nilai NDVI maka dapat dikatakan kualitas hutan mangrove semakin baik dan begitu juga sebaliknya. Berdasarkan pengamatan di lapangan, hutan mangrove yang memiliki nilai NDVI tinggi banyak didominasi oleh mangrove non sejati, sedangkan hutan mangrove dengan kategori mangrove sejati memiliki nilai NDVI yang relatif lebih rendah. Penelitian sebelumnya menyebutkan salah satu jenis mangrove non sejati dapat digunakan sebagai salah satu indikator kerusakan mangrove di Segara Anakan, Cilacap. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sebaran mangrove sejati di Segara Anakan, Cilacap menggunakan metode OBIA. Data citra satelit yang digunakan adalah citra Landsat 8 OLI dan citra Landsat 7 ETM+. Metode pemisahan obyek hutan mangrove menggunakan proses segmentasi dengan algoritma Multires olu tio n S e g m e n t a tio n , sedangkan identifikasi mangrove sejati menggunakan formula indeks mangrove dimana algoritma ini menggunakan kanal NIR dan SWIR. Berdasarkan hasil perhitungan indeks mangrove dari citra Landsat 8 OLI dan Landsat 7 ETM+ terlihat bahwa sebaran mangrove sejati banyak ditemukan pada bagian timur dari lokasi penelitian. Luasan area mangrove sejati yang teridentifikasi dari citra Landsat 7 ETM+ lebih besar dibandingkan luasan mangrove sejati dari citra Landsat 8 OLI.","PeriodicalId":307659,"journal":{"name":"Seminar Nasional Geomatika","volume":"8 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-02-15","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"123729279","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-02-15DOI: 10.24895/SNG.2018.3-0.1037
Irland Fardani, Ibrahim Aziz Adisurya, S. Saraswati
Daerah perkotaan memiliki suhu yang lebih tinggi dibandingkan wilayah lainnya. Hal ini dipengaruhi oleh kegiatan manusia dan tingkat pembangunan yang tinggi. Fenomena ini terjadi karena perubahan penggunaan lahan yang terjadi di suatu kota. Ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya fenomena Pulau Panas Perkotaan atau Urban Heat Island (UHI) di kawasan perkotaan. Salah satunya adalah material pembangun kota yang memiliki albedo berbeda-beda. Dalam pengamatan fenomena UHI dapat digunakan teknologi penginderaan jarak jauh, salah satunya dengan memanfaatkan band thermal yang terdapat pada Citra Satelit Landsat (untuk Landsat 8 ada pada band 10 dan 11). Dari band thermal tersebut dilakukan proses seperti koreksi radiometrik, perhitungan brightness temperature dan akhirnya dinalisis mengenai fenomena Urban Heat Island. Dari profil suhu permukaan di Kota Bandung dapat telihat bahwa di pusat perkotaan / Urban (Bandung Tengah) memiliki suhu permukaan yang lebih tinggi dibandingkan pada bagian pinggiran kota / Sub Urban (Bandung Utara dan Bandung selatan). Selain itu juga dari tahun 1990 – 2017 terlihat terjadi trend kenaikan suhu permukaan, terlihat bahwa pada tahun 1990 suhu maksimal adalah 19o C, sementara pada tahun 2017 suhu maksimal adalah 24o C. Dari hasil kenaikan suhu permukaan di daerah perkotaan / Urban dan terjadinya trend kenaikan suhu di setiap tahun, maka dapat disimpulkan bahwa di Kota Bandung telah terjadi sebuah fenomena Urban Heat Island.
{"title":"PENGGUNAAN CITRA SATELIT LANDSAT UNTUK ANALISIS URBAN HEAT ISLAND (Studi Kasus: Kota Bandung)","authors":"Irland Fardani, Ibrahim Aziz Adisurya, S. Saraswati","doi":"10.24895/SNG.2018.3-0.1037","DOIUrl":"https://doi.org/10.24895/SNG.2018.3-0.1037","url":null,"abstract":"Daerah perkotaan memiliki suhu yang lebih tinggi dibandingkan wilayah lainnya. Hal ini dipengaruhi oleh kegiatan manusia dan tingkat pembangunan yang tinggi. Fenomena ini terjadi karena perubahan penggunaan lahan yang terjadi di suatu kota. Ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya fenomena Pulau Panas Perkotaan atau Urban Heat Island (UHI) di kawasan perkotaan. Salah satunya adalah material pembangun kota yang memiliki albedo berbeda-beda. Dalam pengamatan fenomena UHI dapat digunakan teknologi penginderaan jarak jauh, salah satunya dengan memanfaatkan band thermal yang terdapat pada Citra Satelit Landsat (untuk Landsat 8 ada pada band 10 dan 11). Dari band thermal tersebut dilakukan proses seperti koreksi radiometrik, perhitungan brightness temperature dan akhirnya dinalisis mengenai fenomena Urban Heat Island. Dari profil suhu permukaan di Kota Bandung dapat telihat bahwa di pusat perkotaan / Urban (Bandung Tengah) memiliki suhu permukaan yang lebih tinggi dibandingkan pada bagian pinggiran kota / Sub Urban (Bandung Utara dan Bandung selatan). Selain itu juga dari tahun 1990 – 2017 terlihat terjadi trend kenaikan suhu permukaan, terlihat bahwa pada tahun 1990 suhu maksimal adalah 19o C, sementara pada tahun 2017 suhu maksimal adalah 24o C. Dari hasil kenaikan suhu permukaan di daerah perkotaan / Urban dan terjadinya trend kenaikan suhu di setiap tahun, maka dapat disimpulkan bahwa di Kota Bandung telah terjadi sebuah fenomena Urban Heat Island.","PeriodicalId":307659,"journal":{"name":"Seminar Nasional Geomatika","volume":"1 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-02-15","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"130231762","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-02-15DOI: 10.24895/SNG.2018.3-0.945
Murdaningsih Murdaningsih, N. Aliyah
Penyimpanan dan pengamanan data dan informasi geospasial merupakan cara menempatkan data dan infromasi geospasial pada tempat yang aman agar data tersebut tidak rusak atau hilang dan tidak disalahgunakan untuk menjamin ketersediaan Informasi Geospasial. Terdapat berbagai metode dalam upaya pengamanan data dan informasi geospasial, salah satunya yaitu dengan pemberian watermark. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana model pengamanan data dan informasi geospasial. Tipe watermark yang dipilih adalah watermark yang bersifat invisible untuk menghindari distorsi informasi yang terkandung pada data dan informasi geospasial. Teknik watermarking yang dipilih berbasis domain spasial dibangun menggunakan teknik LSB (Least Significant Bit). Hasil pengujian terhadap data citra satelit yang telah diberi watermark menunjukkan adanya efektifitas penyisipan. Berdasarkan pengukuran fidelity, Penyisipan watermark tidak menurunkan kualitas data atau validitas media yang tersisip watermark. Hal ini terlihat dari nilai piksel data yang telah disisipi watermark hanya mengalami perubahan 0-1 piksel. watermark yang disisipkan juga tidak dapat terdeteksi secara kasat mata oleh pemakai media sehingga unsur invisibilitya-nya terpenuhi. Dan yang terakhir, data geospasial yang telah disisipi watermark memiliki ketahanan terhadap serangan (robustness). Kesimpulan dari penelitian yaitu pemberian watermark yang bersifat robust dan invisible sesuai untuk diterapkan pada data dan informasi geospasial dalam format raster.
{"title":"PENGAMANAN DATA DAN INFORMASI GEOSPASIAL DENGAN TEKNIK WATERMARK UNTUK MENDUKUNG KEBIJAKAN SATU PETA","authors":"Murdaningsih Murdaningsih, N. Aliyah","doi":"10.24895/SNG.2018.3-0.945","DOIUrl":"https://doi.org/10.24895/SNG.2018.3-0.945","url":null,"abstract":"Penyimpanan dan pengamanan data dan informasi geospasial merupakan cara menempatkan data dan infromasi geospasial pada tempat yang aman agar data tersebut tidak rusak atau hilang dan tidak \u0000disalahgunakan untuk menjamin ketersediaan Informasi Geospasial. Terdapat berbagai metode dalam upaya pengamanan data dan informasi geospasial, salah satunya yaitu dengan pemberian watermark. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana model pengamanan data dan informasi geospasial. Tipe watermark \u0000yang dipilih adalah watermark yang bersifat invisible untuk menghindari distorsi informasi yang terkandung pada data dan informasi geospasial. Teknik watermarking yang dipilih berbasis domain spasial dibangun \u0000menggunakan teknik LSB (Least Significant Bit). Hasil pengujian terhadap data citra satelit yang telah diberi watermark menunjukkan adanya efektifitas penyisipan. Berdasarkan pengukuran fidelity, Penyisipan watermark tidak menurunkan kualitas data atau validitas media yang tersisip watermark. Hal ini terlihat dari nilai piksel data yang telah disisipi watermark hanya mengalami perubahan 0-1 piksel. watermark yang disisipkan juga tidak dapat terdeteksi secara kasat mata oleh pemakai media sehingga unsur invisibilitya-nya terpenuhi. Dan yang terakhir, data geospasial yang telah disisipi watermark memiliki ketahanan terhadap serangan (robustness). Kesimpulan dari penelitian yaitu pemberian watermark yang bersifat robust dan \u0000invisible sesuai untuk diterapkan pada data dan informasi geospasial dalam format raster.","PeriodicalId":307659,"journal":{"name":"Seminar Nasional Geomatika","volume":"13 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-02-15","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"129907515","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-02-15DOI: 10.24895/sng.2018.3-0.1041
L. Iman
Kejadian Banjir di Kabupaten Konawe Utara terus meningkat setiap tahunnya dengan dampak yang cukup besar. Dampak tersebut berupa timbulnya korban jiwa dan kerugian materi, sehingga dilakukan penelitian terkait risiko bencana banjir sebagai upaya pengurangan risiko bencana. Kajian risiko banjir terdiri dari komponen ancaman, kerentanan sosial, ekonomi, fisik dan lingkungan serta tingkat kapasitas daerah melalui analisis spasial. Analisis spasial yang dilakukan yaitu pembobotan berjenjang tertimbang untuk setiap komponen analisis. Hasil penelitian menunjukkan daerah Kabupaten Konawe Utara memiliki tingkat risiko tinggi sebesar 51% dari luas wilayahnya atau seluas 28.072,21 Ha.
{"title":"ANALISIS SPASIAL RISIKO BENCANA BANJIR DI KABUPATEN KONAWE UTARA","authors":"L. Iman","doi":"10.24895/sng.2018.3-0.1041","DOIUrl":"https://doi.org/10.24895/sng.2018.3-0.1041","url":null,"abstract":"Kejadian Banjir di Kabupaten Konawe Utara terus meningkat setiap tahunnya dengan dampak yang cukup besar. Dampak tersebut berupa timbulnya korban jiwa dan kerugian materi, sehingga dilakukan penelitian terkait risiko bencana banjir sebagai upaya pengurangan risiko bencana. Kajian risiko banjir terdiri dari komponen ancaman, kerentanan sosial, ekonomi, fisik dan lingkungan serta tingkat kapasitas daerah melalui analisis spasial. Analisis spasial yang dilakukan yaitu pembobotan berjenjang tertimbang untuk setiap komponen analisis. Hasil penelitian menunjukkan daerah Kabupaten Konawe Utara memiliki tingkat risiko tinggi sebesar 51% dari luas wilayahnya atau seluas 28.072,21 Ha.","PeriodicalId":307659,"journal":{"name":"Seminar Nasional Geomatika","volume":"18 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-02-15","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"125645356","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-02-15DOI: 10.24895/SNG.2018.3-0.998
Fatkhuroyan Fatkhuroyan
Satelit GPM (Global Precipitation Measurement) merupakan proyek kerjasama antara NASA (National Aeronautics and Space Administration) dan JAXA (Japan Aerospace Exploration Agency) serta lembaga internasional lainnya untuk membuat satelit generasi terbaru dalam rangka pengamatan curah hujan di bumi sejak 2014. Model Cuaca WRF (Weather Research and Forecasting) merupakan model cuaca numerik yang telah dipakai oleh BMKG (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika) untuk pelayan prediksi cuaca harian kepada masyarakat. Pada tanggal 27 November – 3 Desember 2017 telah terjadi bencana alam siklon tropis Cempaka dan Dahlia di samudra Hindia sebelah selatan pulau Jawa. Tujuan Penelitian ialah untuk mengetahui sebaran akumulasi curah hujan antara observasi satelit GPM dan model cuaca WRF, serta keakuratan model WRF terhadap observasi satelit GPM saat terjadinya bencana alam tersebut. Metode yang dipakai ialah dengan melakukan analisa meteorologi pertumbuhan terjadinya siklon tropis tersebut hingga terjadinya hujan sangat lebat secara temporal maupun spasial. Dari hasil analisa disimpulkan bahwa satelit GPM memiliki luasan sebaran curah hujan yang lebih kecil daripada sebaran hujan model cuaca WRF pada saat siklon tropis Cempaka dan Dahlia. Bias akumulasi sebaran hujan model cuaca WRF juga cukup bagus terhadap satelit GPM sehingga dapat dilakukan antisipasi dampak hujan lebat yang terjadi.
GPM卫星是美国宇航局(National Aeronautics and Space Administration)和JAXA (JAXA)以及其他国际机构之间的合作项目,旨在创建自2014年以来全球降水观测的新一代卫星。WRF气象模型是BMKG(气象学和地球物理)为公共天气预报服务的数字天气模型。11月27日至2017年12月3日,在爪哇岛南部的印度洋上,热带气旋西帕卡和大丽花发生自然灾害。研究的目的是确定GPM卫星观测与WRF天气模式之间的降雨量增加,以及WRF卫星观测率在自然灾害发生时的准确性。方法是对热带气旋的生长进行气象分析,直到降雨时间和空间都非常密集。分析表明,GPM卫星的降水量比热带气旋Cempaka和大丽花时的WRF气象模式要小。WRF气象模型对GPM卫星的影响也相当好,因此可以预测暴雨的影响。
{"title":"PERBANDINGAN SEBARAN CURAH HUJAN HASIL OBSERVASI SATELIT GPM DENGAN MODEL CUACA WRF (Studi Kasus: Siklon Tropis Cempaka Dan Dahlia, 27 Nov – 3 Des 2017)","authors":"Fatkhuroyan Fatkhuroyan","doi":"10.24895/SNG.2018.3-0.998","DOIUrl":"https://doi.org/10.24895/SNG.2018.3-0.998","url":null,"abstract":"Satelit GPM (Global Precipitation Measurement) merupakan proyek kerjasama antara NASA (National Aeronautics and Space Administration) dan JAXA (Japan Aerospace Exploration Agency) serta lembaga internasional lainnya untuk membuat satelit generasi terbaru dalam rangka pengamatan curah hujan di bumi sejak 2014. Model Cuaca WRF (Weather Research and Forecasting) merupakan model cuaca numerik yang telah dipakai oleh BMKG (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika) untuk pelayan prediksi cuaca harian kepada masyarakat. Pada tanggal 27 November – 3 Desember 2017 telah terjadi bencana alam siklon tropis Cempaka dan Dahlia di samudra Hindia sebelah selatan pulau Jawa. Tujuan Penelitian ialah untuk mengetahui sebaran akumulasi curah hujan antara observasi satelit GPM dan model cuaca WRF, serta keakuratan model WRF terhadap observasi satelit GPM saat terjadinya bencana alam tersebut. Metode yang dipakai ialah dengan melakukan analisa meteorologi pertumbuhan terjadinya siklon tropis tersebut hingga terjadinya hujan sangat lebat secara temporal maupun spasial. Dari hasil analisa disimpulkan bahwa satelit GPM memiliki luasan sebaran curah hujan yang lebih kecil daripada sebaran hujan model cuaca WRF pada saat siklon tropis Cempaka dan Dahlia. Bias akumulasi sebaran hujan model cuaca WRF juga cukup bagus terhadap satelit GPM sehingga dapat dilakukan antisipasi dampak hujan lebat yang terjadi.","PeriodicalId":307659,"journal":{"name":"Seminar Nasional Geomatika","volume":"143 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-02-15","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"126956988","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-02-15DOI: 10.24895/SNG.2018.3-0.965
Anis Nur Laily, Asri Sawiji, Rahmad Junaidi
Gumuk pasir Parangtritis merupakan gumuk pasir tipe Barkhan yang unik dan langka karena terbentuk pada iklim tropika basah. Penggunaan lahan gumuk pasir yang semakin meningkat dari tahun ke tahun membuat luas gumuk pasir semakin berkurang. Koordinasi multi-stakeholder diperlukan untuk mengantisipasi kepunahan gumuk pasir melalui kegiatan restorasi. Kegiatan restorasi yang telah terlaksana adalah translokasi permukiman dan tambak. Terdapat pro dan kontra dari masyarakat sekitar gumuk pasir terkait translokasi, namun translokasi permukiman dan tambak tetap terlaksana pada akhir tahun 2016. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dinamika penggunaan lahan gumuk pasir pra restorasi dan pasca restorasi. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif bersifat deskriptif dengan pendekatan keruangan tipe pola. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan lahan pra restorasi tahun 2002, 2009, dan 2012 menunjukkan adanya perkembangan luas hutan lahan kering, semak belukar, dan permukiman. Sementara itu, luas gumuk pasir dalam kurun waktu 10 tahun mengalami penurunan yang signifikan yakni 24,16 ha atau 17,12% dari total luas Zona Inti Gumuk Pasir. Penggunaan lahan pasca restorasi tahun 2018 menjadi semakin beragam dengan adanya pembangunan Jalan Jalur Lintas Selatan (JLS) dan penambangan pasir liar. Luas gumuk pasir pasca restorasi menurun menjadi 27,68 ha.
{"title":"KAJIAN DINAMIKA PENGGUNAAN LAHAN ZONA INTI GUMUK PASIR TIPE BARKHAN PASCA RESTORASI DI PARANGTRITIS, BANTUL, YOGYAKARTA","authors":"Anis Nur Laily, Asri Sawiji, Rahmad Junaidi","doi":"10.24895/SNG.2018.3-0.965","DOIUrl":"https://doi.org/10.24895/SNG.2018.3-0.965","url":null,"abstract":"Gumuk pasir Parangtritis merupakan gumuk pasir tipe Barkhan yang unik dan langka karena terbentuk pada iklim tropika basah. Penggunaan lahan gumuk pasir yang semakin meningkat dari tahun ke tahun membuat luas gumuk pasir semakin berkurang. Koordinasi multi-stakeholder diperlukan untuk mengantisipasi kepunahan \u0000gumuk pasir melalui kegiatan restorasi. Kegiatan restorasi yang telah terlaksana adalah translokasi permukiman dan tambak. Terdapat pro dan kontra dari masyarakat sekitar gumuk pasir terkait translokasi, namun translokasi permukiman dan tambak tetap terlaksana pada akhir tahun 2016. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui \u0000dinamika penggunaan lahan gumuk pasir pra restorasi dan pasca restorasi. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif bersifat deskriptif dengan pendekatan keruangan tipe pola. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan lahan pra restorasi tahun 2002, 2009, dan 2012 menunjukkan adanya perkembangan luas hutan lahan kering, semak belukar, dan permukiman. Sementara itu, luas gumuk pasir dalam kurun waktu 10 tahun mengalami penurunan yang signifikan yakni 24,16 ha atau 17,12% dari total luas Zona Inti Gumuk Pasir. Penggunaan lahan pasca restorasi tahun 2018 menjadi semakin beragam dengan adanya pembangunan Jalan \u0000Jalur Lintas Selatan (JLS) dan penambangan pasir liar. Luas gumuk pasir pasca restorasi menurun menjadi 27,68 ha.","PeriodicalId":307659,"journal":{"name":"Seminar Nasional Geomatika","volume":"91 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-02-15","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"127297420","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-02-15DOI: 10.24895/SNG.2018.3-0.1070
Parluhutan Manurung, J. Manurung, Hari Pramujo, R. Prawira
Distribusi Jaringan Continuously Operating Reference Station (CORS) Indonesia yang ada saat ini dapat dikatakan relatif masih jauh dari cukup untuk melayani penentuan posisi berketelian sub-desimeter dengan Teknik Real Time Kinematic (RTK) di seluruh Indonesia terutama oleh faktor jarak antar stasiun baru mencapai sekitar 500 km dari ideal sekitar 50 km. Upaya untuk mengisi gap ketersedian layanan CORS di berbagai di perkotaan, urban dan termasuk pedesaan yang sudah terjangkau akses internet of things (IOT) seperti GPRS, maka dibutuhkan inovasi teknologi pengembangan geodetic receiver GNSS CORS dengan kandungan lokal yang memadai. Kemandirian teknologi ini ditujukan untuk mengembangkan receiver CORS yang handal, baik dari aspek teknis seperti akurat, mudah dioperasikan, dan sukses keberadaan data minimal 98% per tahun, maupun dari aspek ekonomi terutama harganya lebih terjangkau dari receiver impor. Inisatif pengembangan ini dimulai dengan menggunakan Tersus OEM GNSS board series BX305 dan integrasi OEM board in dengan mini PC. Pengembangan yang telah dilakukan meliputi aspek berikut yaitu: i) Disain electron ic cir c uit dan perangkat untuk catu daya, ii) Kustomisasi receiver c o m m a n d s e t tin g , iii) Penambahan GSM/GPRS modem dan internet protocol untuk komunikasi data streaming ke cloud server , iv) instalasi software SNIP pada cloud server untuk layanan koreksi CORS, dan v) menguji performa dari NTRIP client pada receiver rover . Hasil uji lapangan di Kampus UI Depok dan kegiatan pengukuran bidang tanah dalam program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) di Bandung Barat, Padang dan Tangerang menunjukkan durasi waktu yang lebih cepat untuk mendapatkan solusi fixed ambiguites . Hasil menunjukkan bahwa waktu untuk mendapatkan fixed ambiguities RTK CORS di mana jarak rover dengan base station yang lebih rapat sekitar radius 10 km dapat mencapai sekitar 5-7 detik. Waktu lebih lama dibutuhkan untuk mendapatkan solusi fixed pada radius 10-20 km dan kenyataannya jauh lebih lama dan lebih sering tidak berhasil apabila rover berada pada radius diatas 20 km. Kajian lebih lanjut masih diperlukan untuk mendapatkan ketahanan receiver dari sisi mean time between failure (MTBF) dan kestabilan aplikasi pada cloud server untuk layanan koreksi RTK CORS.
目前存在的连续操作参考站(CORS)网络的分布距离相对较远,不足以确定在印尼各地使用实时动能技术(RTK)的亚速电位(RTK),主要是因为新站之间的距离距离理想约500公里(300英里)。为了填补城市、城市和包括GPRS等已经负担得起的村庄的服务缺口,需要开发具有足够本地功能的GNSS接收器的地理开发技术。这种技术的目的是开发可靠的接收器,无论是技术方面的,如准确、可操作和成功的数据每年至少98%,以及经济方面的成本尤其低于进口接收器。开发的初始化始于机头OEM OEM意外机头级数BX305和OEM board集成PC。发展所做的包括以下方面:i)西洛c uit ic设计电子设备的电源,ii)定制接收器c o m m a - n - d s e t tin g, iii)增补GSM / GPRS调制解调器和互联网协议来流进云服务器数据通信,iv)剪云服务器的软件安装服务纠正CORS, v)性能测试接收器NTRIP客户的漫游者。UI Depok校园的实地测试和万隆west系统地注册项目(ptsd)的土壤测量活动的结果显示,巴东和Tangerang在获得解决矛盾矛盾的解决方案方面的时间要快得多。结果表明,有时间确定RTK CORS的不确定性,即漫游者与基站在10公里半径内的距离可以达到5-7秒。在半径为10-20公里的范围内,需要更长的时间来修复,而且在罗孚的半径超过20公里的情况下,实际时间要长得多,而且往往不会成功。需要进一步的研究,才能从失败之间的平均时间角度(MTBF)和RTK CORS校对服务服务器上的应用程序的稳定性中获得接收器的恢复力。
{"title":"KEMANDIRIAN TEKNOLOGI PENGEMBANGAN RECEIVER GNSS UNTUK MOBILE CORS BERBASIS CLOUD SERVER","authors":"Parluhutan Manurung, J. Manurung, Hari Pramujo, R. Prawira","doi":"10.24895/SNG.2018.3-0.1070","DOIUrl":"https://doi.org/10.24895/SNG.2018.3-0.1070","url":null,"abstract":"Distribusi Jaringan Continuously Operating Reference Station (CORS) Indonesia yang ada saat ini dapat dikatakan relatif masih jauh dari cukup untuk melayani penentuan posisi berketelian sub-desimeter dengan Teknik Real Time Kinematic (RTK) di seluruh Indonesia terutama oleh faktor jarak antar stasiun baru mencapai sekitar 500 km dari ideal sekitar 50 km. Upaya untuk mengisi gap ketersedian layanan CORS di berbagai di perkotaan, urban dan termasuk pedesaan yang sudah terjangkau akses internet of things (IOT) seperti GPRS, maka dibutuhkan inovasi teknologi pengembangan geodetic receiver GNSS CORS dengan kandungan lokal yang memadai. Kemandirian teknologi ini ditujukan untuk mengembangkan receiver CORS yang handal, baik dari aspek teknis seperti akurat, mudah dioperasikan, dan sukses keberadaan data minimal 98% per tahun, maupun dari aspek ekonomi terutama harganya lebih terjangkau dari receiver \u0000 impor. Inisatif pengembangan ini dimulai dengan menggunakan Tersus OEM GNSS board series BX305 dan integrasi OEM board in dengan mini PC. Pengembangan yang telah dilakukan meliputi aspek berikut yaitu: i) Disain electron ic cir c uit dan perangkat untuk catu daya, ii) Kustomisasi receiver c o m m a n d s e t tin g , iii) Penambahan GSM/GPRS modem dan internet protocol untuk komunikasi data streaming ke cloud server , iv) instalasi software SNIP pada cloud server untuk layanan koreksi CORS, dan v) menguji performa dari NTRIP client pada receiver rover . Hasil uji lapangan di Kampus UI Depok dan kegiatan pengukuran bidang tanah dalam program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) di Bandung Barat, Padang dan Tangerang menunjukkan durasi waktu yang lebih cepat untuk mendapatkan solusi fixed ambiguites . Hasil menunjukkan bahwa waktu untuk mendapatkan fixed ambiguities RTK CORS di mana jarak rover dengan base station yang lebih rapat sekitar radius 10 km dapat mencapai sekitar 5-7 detik. Waktu lebih lama dibutuhkan untuk mendapatkan solusi fixed pada radius 10-20 km dan kenyataannya jauh lebih lama dan lebih sering tidak berhasil apabila rover berada pada radius diatas 20 km. Kajian lebih lanjut masih diperlukan untuk mendapatkan ketahanan receiver dari sisi mean time between failure (MTBF) dan kestabilan aplikasi pada cloud server untuk layanan koreksi RTK CORS.","PeriodicalId":307659,"journal":{"name":"Seminar Nasional Geomatika","volume":"107 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-02-15","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"126017507","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-02-15DOI: 10.24895/SNG.2018.3-0.977
Didiet Haryadi Hakim, R. Barkey, Ria Wikantari
Bertambahnya penduduk akan selalu diikuti oleh bertambahnya bangunan-bangunan permukiman maupun bukan permukiman di wilayah Kota Kabupaten Sinjai sehingga mengakibatkan adanya persebaran pemanfaatan lahan yang tidak terarah. Penelitian ini bertujuan untuk (1) Menganalisis persebaran pemanfaatan lahan Perkotaan Sinjai (2) Mengidentifikasi faktor yang menarik dan mendorong terjadinya migrasi penduduk Perkotaan Sinjai dan (3) Mengusulkan arahan pemanfaatan lahan Perkotaan Sinjai. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan metode analisis pembobotan sesuai dengan hasil kuisioner dan mengakses data dari instansi terkait. Data diolah menggunakan alat analisis pengelolaan citra digital (Digital Image Processing) yaitu teknik analisis (manipulasi dan interpretasi) data digital dengan bantuan komputer. Hasil penelitian menunjukkan kondisi perkembangan Kota Kabupaten Sinjai dipengaruhi oleh aspek perkembangan permukiman, perdagangan, pendidikan dan kesehatan, Faktor Pendorong (push factor) terjadinya urbanisasi di Kota Kabupaten Sinjai adalah keterbatasan lapangan kerja, rendahnya pendapatan di daerah asal, keamanan, sarana kesehatan yang tidak lengkap dan pelayanan pendidikan yang tidak sesuai harapan. Faktor penarik (pull factors) terjadinya urbanisasi adalah faktor ekonomi yaitu tingginya pendapatan apabila bekerja di Kota Kabupaten Sinjai, tersedianya sarana pendidikan dan sarana kesehatan yang lengkap, dan faktor aksesibilitas yaitu transportasi yang murah dan mudah, kemudian mengetahui arahan pemanfaatan lahan Kota Sinjai.
{"title":"DAYA TARIK DAN DAYA DORONG PERKEMBANGAN WILAYAH TERHADAP PERSEBARAN PEMANFAATAN LAHAN KOTA SINJAI KABUPATEN SINJAI","authors":"Didiet Haryadi Hakim, R. Barkey, Ria Wikantari","doi":"10.24895/SNG.2018.3-0.977","DOIUrl":"https://doi.org/10.24895/SNG.2018.3-0.977","url":null,"abstract":"Bertambahnya penduduk akan selalu diikuti oleh bertambahnya bangunan-bangunan permukiman maupun bukan permukiman di wilayah Kota Kabupaten Sinjai sehingga mengakibatkan adanya persebaran pemanfaatan lahan yang tidak terarah. Penelitian ini bertujuan untuk (1) Menganalisis persebaran pemanfaatan lahan \u0000Perkotaan Sinjai (2) Mengidentifikasi faktor yang menarik dan mendorong terjadinya migrasi penduduk Perkotaan Sinjai dan (3) Mengusulkan arahan pemanfaatan lahan Perkotaan Sinjai. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan metode analisis pembobotan sesuai dengan hasil kuisioner dan mengakses data dari instansi terkait. Data diolah menggunakan alat analisis pengelolaan citra \u0000digital (Digital Image Processing) yaitu teknik analisis (manipulasi dan interpretasi) data digital dengan bantuan komputer. Hasil penelitian menunjukkan kondisi perkembangan Kota Kabupaten Sinjai dipengaruhi oleh aspek perkembangan permukiman, perdagangan, pendidikan dan kesehatan, Faktor Pendorong (push factor) terjadinya urbanisasi di Kota Kabupaten Sinjai adalah keterbatasan lapangan kerja, rendahnya pendapatan di daerah asal, \u0000keamanan, sarana kesehatan yang tidak lengkap dan pelayanan pendidikan yang tidak sesuai harapan. Faktor penarik (pull factors) terjadinya urbanisasi adalah faktor ekonomi yaitu tingginya pendapatan apabila bekerja di Kota Kabupaten Sinjai, tersedianya sarana pendidikan dan sarana kesehatan yang lengkap, dan faktor \u0000aksesibilitas yaitu transportasi yang murah dan mudah, kemudian mengetahui arahan pemanfaatan lahan Kota Sinjai.","PeriodicalId":307659,"journal":{"name":"Seminar Nasional Geomatika","volume":"1 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-02-15","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"123796239","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-02-15DOI: 10.24895/SNG.2018.3-0.1060
Muhammad Daud, M. I. Putra
Bentik merupakan habitat yang penting karena perannya sebagai tempat berlangsungnya berbagai siklus nutrien, tempat mencari makan, dan berkembang biak berbagai macam biota laut. Maka dari itu, pemantauan kondisi lingkungan bentik merupakan hal yang penting untuk dilakukan sebagai langkah menjaga kelestariannya. Penelitian ini dilakukan untuk memetakan kondisi lingkungan bentik di Pulau Panjang menggunakan data Sentinel 2. Data Sentinel 2 diproses menggunakan metode pengembangan Lyzenga kemudian diklasifikasikanan menggunakan metode Maximum Likelihoods dan dibandingkan dengan data di lapangan. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa lingkungan bentik di Pulau Panjang secara umum masih didominasi oleh adanya tutupan komunitas lamun dengan luasan 46,3 ha, terumbu karang dengan luasan 63,62 ha, dan pasir dengan luasan 35,36 ha.
{"title":"PEMETAAN KONDISI LINGKUNGAN BENTIK DENGAN CITRA SENTINEL-2 DI PULAU PANJANG, KABUPATEN SERANG","authors":"Muhammad Daud, M. I. Putra","doi":"10.24895/SNG.2018.3-0.1060","DOIUrl":"https://doi.org/10.24895/SNG.2018.3-0.1060","url":null,"abstract":"Bentik merupakan habitat yang penting karena perannya sebagai tempat berlangsungnya berbagai siklus nutrien, tempat mencari makan, dan berkembang biak berbagai macam biota laut. Maka dari itu, pemantauan kondisi lingkungan bentik merupakan hal yang penting untuk dilakukan sebagai langkah menjaga kelestariannya. Penelitian ini dilakukan untuk memetakan kondisi lingkungan bentik di Pulau Panjang menggunakan data Sentinel 2. Data Sentinel 2 diproses menggunakan metode pengembangan Lyzenga kemudian diklasifikasikanan menggunakan metode Maximum Likelihoods dan dibandingkan dengan data di lapangan. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa lingkungan bentik di Pulau Panjang secara umum masih didominasi oleh adanya tutupan komunitas lamun dengan luasan 46,3 ha, terumbu karang dengan luasan 63,62 ha, dan pasir dengan luasan 35,36 ha.","PeriodicalId":307659,"journal":{"name":"Seminar Nasional Geomatika","volume":"52 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-02-15","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"127464119","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}