Pub Date : 2019-02-15DOI: 10.24895/SNG.2018.3-0.1020
Muhammad Iqnaul Haq, S. Suyanto, Udiyanto Udiyanto
Sumber daya air dimanfaatkan sebagai sumber air baku untuk air minum bagi masyarakat. PDAM sebagai BUMD yang melayani pelanggannya agar mendapatkan suplai air bersih memerlukan informasi geospasial untuk mendukung proses bisnisnya sehari-hari. Informasi geospasial berupa batas administrasi, jaringan jalan, jaringan pipa PDAM, aksesoris perpipaan, dan juga lokasi pelanggan diperlukan untuk mendukung kinerja dan pelayanan perusahaan. Sebelum memanfaatkan data spasial, PDAM mengandalkan data berupa gambar teknis format cetak, Computer-aided Design (CAD), ingatan dari staff senior, dan data pencatatan meter berbentuk tabular. Seiring dengan perkembangan teknologi dan meluasnya cakupan layanan PDAM akibat pertumbuhan penduduk, maka PDAM perlu melakukan peningkatan kapabilitas dalam menjalankan proses bisnisnya terutama dalam ketersediaan data jaringan dan manajemen aset. PDAM sebagai perusahaan penyedia air minum harus memastikan distribusi air ke pelanggan terjamin. Data yang memiliki informasi spasial menjadi suatu solusi bagi PDAM untuk menjawab pertanyaan “apa dan dimana” asetnya berada, tentunya dengan memanfaatkan informasi geospasial PDAM mendapatkan gambaran secara riil dan dapat mengelola asetnya dengan lebih baik. Sistem Informasi Geografi (SIG) adalah alat yang digunakan oleh PDAM dalam mengembangkan informasi geospasial. Seluruh komponen SIG dipenuhi oleh PDAM agar pemanfaatan informasi geospasial dapat optimal. PDAM menggunakan SIG untuk membuat data jaringan perpipaan, beserta aksesorisnya, data lokasi jaringan pelanggan, dan juga untuk konversi data. Tujuan dari makalah ini adalah untuk mendeskripsikan bagaimana pemanfaatan informasi geospasial dalam mendukung kinerja dan pelayanan PDAM. Metode yang dilakukan adalah dengan mendeskripsikan secara kualitatif pemanfaatan informasi geospasial pada objek studi kasus.
{"title":"PEMANFAATAN INFORMASI GEOSPASIAL DALAM MENDUKUNG KINERJA DAN PELAYANAN PDAM Studi Kasus di PDAM Kota Probolinggo dan PDAM Kab Lumajang","authors":"Muhammad Iqnaul Haq, S. Suyanto, Udiyanto Udiyanto","doi":"10.24895/SNG.2018.3-0.1020","DOIUrl":"https://doi.org/10.24895/SNG.2018.3-0.1020","url":null,"abstract":"Sumber daya air dimanfaatkan sebagai sumber air baku untuk air minum bagi masyarakat. PDAM sebagai BUMD yang melayani pelanggannya agar mendapatkan suplai air bersih memerlukan informasi geospasial untuk mendukung proses bisnisnya sehari-hari. Informasi geospasial berupa batas administrasi, jaringan jalan, jaringan pipa PDAM, aksesoris perpipaan, dan juga lokasi pelanggan diperlukan untuk mendukung kinerja dan pelayanan perusahaan. Sebelum memanfaatkan data spasial, PDAM mengandalkan data berupa gambar teknis format cetak, Computer-aided Design (CAD), ingatan dari staff senior, dan data pencatatan meter berbentuk tabular. Seiring dengan perkembangan teknologi dan meluasnya cakupan layanan PDAM akibat pertumbuhan penduduk, maka PDAM perlu melakukan peningkatan kapabilitas dalam menjalankan proses bisnisnya terutama dalam ketersediaan data jaringan dan manajemen aset. PDAM sebagai perusahaan penyedia air minum harus memastikan distribusi air ke pelanggan terjamin. Data yang memiliki informasi spasial menjadi suatu solusi bagi PDAM untuk menjawab pertanyaan “apa dan dimana” asetnya berada, tentunya dengan memanfaatkan informasi geospasial PDAM mendapatkan gambaran secara riil dan dapat mengelola asetnya dengan lebih baik. Sistem Informasi Geografi (SIG) adalah alat yang digunakan oleh PDAM dalam mengembangkan informasi geospasial. Seluruh komponen SIG dipenuhi oleh PDAM agar pemanfaatan informasi geospasial dapat optimal. PDAM menggunakan SIG untuk membuat data jaringan perpipaan, beserta aksesorisnya, data lokasi jaringan pelanggan, dan juga untuk konversi data. Tujuan dari makalah ini adalah untuk mendeskripsikan bagaimana pemanfaatan informasi geospasial dalam mendukung kinerja dan pelayanan PDAM. Metode yang dilakukan adalah dengan mendeskripsikan secara kualitatif pemanfaatan informasi geospasial pada objek studi kasus.","PeriodicalId":307659,"journal":{"name":"Seminar Nasional Geomatika","volume":"1 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-02-15","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"131270537","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-02-15DOI: 10.24895/SNG.2018.3-0.1012
M. I. Putra, T. Widodo
Konektivitas merupakan salah satu komponen penting dalam pembangunan wilayah yang mampu mengatasi kesenjangan pembangunan antar wilayah. Perencanaan konektivitas, seperti pembangunan jalan tol, sangat perlu memperhitungkan aspek lingkungan dan ekonomi terutama di wilayah yang memiliki karakteristik lereng variatif layaknya di wilayah Sukabumi-Cianjur-Bandung. Maka dari itu, diperlukan analisis dan pemodelan yang mampu menunjukkan pilihan rute jalan yang efektif di tengah kondisi lingkungan dan ekonomi di wilayah yang bersangkutan. Least cost path Analysis (LCPA) dan Multi Criteria Decision Analysis (MCDA) digunakan untuk menentukan rute optimal jaringan jalan secara efektif dan efisien. Metode ini sangat mungkin diaplikasikan untuk perencanaan infrastruktur liniear. Pemodelan ini menggunakan berbagai kriteria untuk menemukan rute paling optimal dari satu titik ke titik lainnya. Parameter yang digunakan sebagai kriteria dalam model meliputi topografi, geologi, tutupan lahan, dan wilayah multibahaya dengan tiga model simulasi MDCA dan LCPA. Berdasarkan pemodelan, ditemukan rute jalan tol optimal dari Sukabumi-Cianjur-Padalarang sepanjang 44,2 km untuk model LCPA 1, 43,88 km untuk model LCPA 2, dan 43,99 km untuk model LCPA 3. Rute jalan optimal berdasarkan model ini terbentang dari Kecamatan Sukaraja Kabupaten Sukabumi-Kecamatan Sukaluyu Kabupaten Cianjur.
{"title":"MODEL SPASIAL LEAST COST PATH ANALYSIS (LCPA) DAN MULTI CRITERIA DECISION ANALYSIS (MCDA) DALAM PERENCANAAN KONEKTIVITAS JALAN TOL SUKABUMI-CIANJUR-PADALARANG","authors":"M. I. Putra, T. Widodo","doi":"10.24895/SNG.2018.3-0.1012","DOIUrl":"https://doi.org/10.24895/SNG.2018.3-0.1012","url":null,"abstract":"Konektivitas merupakan salah satu komponen penting dalam pembangunan wilayah yang mampu mengatasi kesenjangan pembangunan antar wilayah. Perencanaan konektivitas, seperti pembangunan jalan tol, sangat perlu memperhitungkan aspek lingkungan dan ekonomi terutama di wilayah yang memiliki karakteristik lereng variatif layaknya di wilayah Sukabumi-Cianjur-Bandung. Maka dari itu, diperlukan analisis dan pemodelan yang mampu menunjukkan pilihan rute jalan yang efektif di tengah kondisi lingkungan dan ekonomi di wilayah yang bersangkutan. Least cost path Analysis (LCPA) dan Multi Criteria Decision Analysis (MCDA) digunakan untuk menentukan rute optimal jaringan jalan secara efektif dan efisien. Metode ini sangat mungkin diaplikasikan untuk perencanaan infrastruktur liniear. Pemodelan ini menggunakan berbagai kriteria untuk menemukan rute paling optimal dari satu titik ke titik lainnya. Parameter yang digunakan sebagai kriteria dalam model meliputi topografi, geologi, tutupan lahan, dan wilayah multibahaya dengan tiga model simulasi MDCA dan LCPA. Berdasarkan pemodelan, ditemukan rute jalan tol optimal dari Sukabumi-Cianjur-Padalarang sepanjang 44,2 km untuk model LCPA 1, 43,88 km untuk model LCPA 2, dan 43,99 km untuk model LCPA 3. Rute jalan optimal berdasarkan model ini terbentang dari Kecamatan Sukaraja Kabupaten Sukabumi-Kecamatan Sukaluyu Kabupaten Cianjur.","PeriodicalId":307659,"journal":{"name":"Seminar Nasional Geomatika","volume":"1 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-02-15","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"131312062","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-02-15DOI: 10.24895/SNG.2018.3-0.995
Diva Triyananda, Yackob Astor
Selama hampir satu dekade, fenomena banjir dan genangan menjadi salah satu permasalahan utama yang sering melanda Kota Cimahi. Berbagai macam penanganan yang dilakukan oleh pemerintah setempat telah banyak dilakukan guna mengatasi permasalahan banjir tersebut, akan tetapi solusi yang dihasilkan dari penanganan tersebut masih berbentuk solusi yang bersifat sementara dan belum memiliki integrasi sistem. Potensi banjir dan genangan di Kota Cimahi relatif tinggi, mengingat kondisi relief permukaan di Kota Cimahi yang terdiri dari lembah cekungan. Salah satu penanganan banjir dan genangan yang telah dilakukan oleh pemerintah Kota Cimahi adalah dengan melakukan pemetaan banjir dan genangan. Kendala yang meliputi pemetaan banjir dan genangan di Kota Cimahi adalah hasil yang disajikan berupa Peta Zonasi Rawan Banjir dan Genangan yang disajikan dalam tampilan 2D yang dicetak kedalam ukuran dan skala tertentu. Kondisi ini seringkali menjadi kendala, mengingat fenomena banjir dan genangan memiliki sifat yang dinamis, sehingga peta dalam format konvensional yang sudah ada tersebut harus selalu dilakukan updating secepat mungkin. Oleh karena itu diperlukan pemetaan banjir dan genangan yang bersifat secara digital guna mengatasi pembaharuan peta yang cenderung lama. Penelitian ini membuat smart map secara 3D di Kota Cimahi yang memuat informasi mengenai potensi lokasi terjadinya bencana banjir dan genangan yang timbul, yang ditampilkan secara interaktif agar menghasilkan tampilan luapan banjir dan genangan yang lebih mudah dipahami oleh pemerintah maupun masyarakat. Visualisasi pembuatan smart map 3D Kota Cimahi dibuat dengan menggunakan bantuan software SIG sebagai perangkat lunak utama.
{"title":"PEMBUATAN SMART MAP 3D POTENSI BANJIR DAN GENANGAN DI KOTA CIMAHI","authors":"Diva Triyananda, Yackob Astor","doi":"10.24895/SNG.2018.3-0.995","DOIUrl":"https://doi.org/10.24895/SNG.2018.3-0.995","url":null,"abstract":"Selama hampir satu dekade, fenomena banjir dan genangan menjadi salah satu permasalahan utama yang sering melanda Kota Cimahi. Berbagai macam penanganan yang dilakukan oleh pemerintah setempat telah banyak dilakukan guna mengatasi permasalahan banjir tersebut, akan tetapi solusi yang dihasilkan dari penanganan tersebut masih berbentuk solusi yang bersifat sementara dan belum memiliki integrasi sistem. Potensi banjir dan genangan di Kota Cimahi relatif tinggi, mengingat kondisi relief permukaan di Kota Cimahi yang terdiri dari lembah cekungan. Salah satu penanganan banjir dan genangan yang telah dilakukan oleh pemerintah Kota Cimahi adalah dengan melakukan pemetaan banjir dan genangan. Kendala yang meliputi pemetaan banjir dan genangan di Kota Cimahi adalah hasil yang disajikan berupa Peta Zonasi Rawan Banjir dan Genangan yang disajikan dalam tampilan 2D yang dicetak kedalam ukuran dan skala tertentu. Kondisi ini seringkali menjadi kendala, mengingat fenomena banjir dan genangan memiliki sifat yang dinamis, sehingga peta dalam format konvensional yang sudah ada tersebut harus selalu dilakukan updating secepat mungkin. Oleh karena itu diperlukan pemetaan banjir dan genangan yang bersifat secara digital guna mengatasi pembaharuan peta yang cenderung lama. Penelitian ini membuat smart map secara 3D di Kota Cimahi yang memuat informasi mengenai potensi lokasi terjadinya bencana banjir dan genangan yang timbul, yang ditampilkan secara interaktif agar menghasilkan tampilan luapan banjir dan genangan yang lebih mudah dipahami oleh pemerintah maupun masyarakat. Visualisasi pembuatan smart map 3D Kota Cimahi dibuat dengan menggunakan bantuan software SIG sebagai perangkat lunak utama.","PeriodicalId":307659,"journal":{"name":"Seminar Nasional Geomatika","volume":"45 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-02-15","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"133725374","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-02-15DOI: 10.24895/SNG.2018.3-0.978
D. Putranto, Agus Lestari Yuono, Sarino Sarino, I. Juliana
Perubahan Pemanfaatan lahan yang begitu cepat, telah merubah pola-pola pengaliran permukaan (run-off) pada wilayah sub sistem sungai yang ada di daerah perkotaan. Permasalahan limpasan air permukaan dan genangan (storm watter), dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti masalah okupasi bantaran sungai, penimbunan rawa yang tidak sesuai, pengaruh pasang-surut sungai, yang mempengaruhi kapasitas sub sistem sungai pada wilayah bersangkutan (Putranto, 2016). Penelitian ini akan membahas isu spasial pada sistem aliran air permukaan dalam perencanaan tata ruang wilayah kota dengan menekankan integrasi aliran air permukaan (run-off) dan manajemen alokasi lahan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah melakukan analisis secara spasial menggunakan semua parameter Run-off dalam struktur database dengan memanfaatkan interface Sistem Informasi Manajemen Alokasi Lahan (SIMAL) yang dibangun untuk menguji besarnya puncak banjir menggunakan metode HSS Nakayatsu, dengan studi kasus sub sistem sungai Jakabaring, di Kota Palembang. Hasil yang diperoleh mampu melihat alih fungsi lahan rawa, yang dimanfaatkan untuk Kawasan Palembang Sport City dalam menghadapi Asian Games 2018 di Kota Palembang, telah menyebabkan genangan banjir pada wilayah sungai Kedukan, bagian dari Sub DAS Jakabaring, Kawasan Seberang Ulu, Kota Palembang, Indonesia. Berdasarkan Analisis menggunakan model hydrograft satuan Nakayatsu, terjadinya puncak banjir akan terjadi saat curah hujan mencapai lebih dari 120 mm/jam yang menyebabkan debit sungai kedukan mencapai hingga 400m3/det. Pembuatan danau buatan sebagai kolam retensi dan sekaligus sebagai venue olah raga, belum mampu mengurangi tinggi genangan yang terjadi sekitar 0,6 – 1,2 m dpl.
{"title":"STRUKTUR BASIS DATA SISTEM INFORMASI MANAJEMEN ALOKASI LAHAN DALAM PENATAAN RUANG","authors":"D. Putranto, Agus Lestari Yuono, Sarino Sarino, I. Juliana","doi":"10.24895/SNG.2018.3-0.978","DOIUrl":"https://doi.org/10.24895/SNG.2018.3-0.978","url":null,"abstract":"Perubahan Pemanfaatan lahan yang begitu cepat, telah merubah pola-pola pengaliran permukaan (run-off) pada wilayah sub sistem sungai yang ada di daerah perkotaan. Permasalahan limpasan air permukaan dan genangan (storm watter), dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti masalah okupasi bantaran sungai, penimbunan rawa yang tidak sesuai, pengaruh pasang-surut sungai, yang mempengaruhi kapasitas sub sistem sungai pada wilayah bersangkutan (Putranto, 2016). Penelitian ini akan membahas isu spasial pada sistem aliran air permukaan dalam perencanaan tata ruang wilayah kota dengan menekankan integrasi aliran air permukaan (run-off) dan manajemen alokasi lahan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah melakukan analisis secara spasial menggunakan semua parameter Run-off dalam struktur database dengan memanfaatkan interface Sistem Informasi Manajemen Alokasi Lahan (SIMAL) yang dibangun untuk menguji besarnya puncak banjir menggunakan metode HSS Nakayatsu, dengan studi kasus sub sistem sungai Jakabaring, di Kota Palembang. Hasil yang diperoleh mampu melihat alih fungsi lahan rawa, yang dimanfaatkan untuk Kawasan Palembang Sport City dalam menghadapi Asian Games 2018 di Kota Palembang, telah menyebabkan genangan banjir pada wilayah sungai Kedukan, bagian dari Sub DAS Jakabaring, Kawasan Seberang Ulu, Kota Palembang, Indonesia. Berdasarkan Analisis menggunakan model hydrograft satuan Nakayatsu, terjadinya puncak banjir akan terjadi saat curah hujan mencapai lebih dari 120 mm/jam yang menyebabkan debit sungai kedukan mencapai hingga 400m3/det. Pembuatan danau buatan sebagai kolam retensi dan sekaligus sebagai venue olah raga, belum mampu mengurangi tinggi genangan yang terjadi sekitar 0,6 – 1,2 m dpl.","PeriodicalId":307659,"journal":{"name":"Seminar Nasional Geomatika","volume":"38 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-02-15","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"114518629","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-02-15DOI: 10.24895/SNG.2018.3-0.974
Denni Widhiyatna, Ernowo Ernowo, Prima M Hilman, M. F. Rosana
Indonesia memiliki rangkaian busur magmatik yang merupakan jalur mineralisasi logam. Untuk mendelineasi prospek mineral emas-perak di daerah potensial tersebut, digunakan metode pemetaan potensi sumberdaya mineral yang diolah dengan Sistem Informasi Geografis (SIG). Kajian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara cebakan emas (Au) - perak (Ag) tipe hidrotermal dengan faktor-faktor yang berhubungan dan mengintegrasikan hubungan tersebut menggunakan model likelihood ratio yang merupakan salah satu model dalam metode probabilitas. Kajian ini menggunakan SIG sebagai alat untuk mendelineasi area-area yang berpotensi dan belum tersentuh kegiatan eksplorasi secara langsung. Pendekatan empiris ini berdasarkan asumsi bahwa semua cebakan mempunyai genesa yang sama, mencakup tiga langkah utama yaitu identifikasi hubungan spasial, penghitungan dan integrasi hasil penghitungan dari berbagai faktor yang berhubungan. Untuk itu diperlukan basis data spasial yang terdiri dari lokasi mineralisasi, litologi, sesar, geokimia, dan geofisika pada lokasi kajian untuk dikompilasi, dievaluasi, dan diintegrasikan menggunakan model likelihood ratio sehingga menghasilkan peta indeks potensi mineral di Kabupaten Cianjur dan Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Peta indeks potensi mineral yang dihasilkan kemudian diverifikasi secara statistik yaitu membandingkan hasil dengan titik lokasi cebakan mineral yang telah ada dimana hasilnya berupa besaran akurasi untuk model likelihood ratio. Berdasarkan hasil pengolahan data diperoleh 7 daerah prospek di daerah penelitian yang meliputi 3 wilayah di Kabupaten Cianjur yaitu Campaka, Tanggeung dan Bojongkole. Sedangkan di Kabupaten Sukabumi terdapat 4 wilayah yaitu Cisolok, Cigaru-Ciemas. Warungkiara – Ciemas dan Jampang Tengah – Sagaranten.
{"title":"PEMANFAATAN METODE ANALISIS SPASIAL LIKELIHOOD RATIO DALAM PENENTUAN WILAYAH PROSPEK MINERALISASI EMAS DAN PERAK TIPE HIDROTERMAL DI KABUPATEN CIANJUR DAN SUKABUMI, PROVINSI JAWA BARAT","authors":"Denni Widhiyatna, Ernowo Ernowo, Prima M Hilman, M. F. Rosana","doi":"10.24895/SNG.2018.3-0.974","DOIUrl":"https://doi.org/10.24895/SNG.2018.3-0.974","url":null,"abstract":"Indonesia memiliki rangkaian busur magmatik yang merupakan jalur mineralisasi logam. Untuk mendelineasi prospek mineral emas-perak di daerah potensial tersebut, digunakan metode pemetaan potensi sumberdaya mineral yang diolah dengan Sistem Informasi Geografis (SIG). Kajian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara cebakan emas (Au) - perak (Ag) tipe hidrotermal dengan faktor-faktor yang berhubungan dan mengintegrasikan hubungan tersebut menggunakan model likelihood ratio yang merupakan salah satu model dalam metode probabilitas. Kajian ini menggunakan SIG sebagai alat untuk mendelineasi area-area yang berpotensi dan belum tersentuh kegiatan eksplorasi secara langsung. Pendekatan empiris ini berdasarkan asumsi bahwa semua cebakan mempunyai genesa yang sama, mencakup tiga langkah utama yaitu identifikasi hubungan spasial, penghitungan dan integrasi hasil penghitungan dari berbagai faktor yang berhubungan. Untuk itu diperlukan basis data spasial yang terdiri dari lokasi mineralisasi, litologi, sesar, geokimia, dan geofisika pada lokasi kajian untuk dikompilasi, dievaluasi, dan diintegrasikan menggunakan model likelihood ratio sehingga menghasilkan peta indeks potensi mineral di Kabupaten Cianjur dan Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Peta indeks potensi mineral yang dihasilkan kemudian diverifikasi secara statistik yaitu membandingkan hasil dengan titik lokasi cebakan mineral yang telah ada dimana hasilnya berupa besaran akurasi untuk model likelihood ratio. Berdasarkan hasil pengolahan data diperoleh 7 daerah prospek di daerah penelitian yang meliputi 3 wilayah di Kabupaten Cianjur yaitu Campaka, Tanggeung dan Bojongkole. Sedangkan di Kabupaten Sukabumi terdapat 4 wilayah yaitu Cisolok, Cigaru-Ciemas. Warungkiara – Ciemas dan Jampang Tengah – Sagaranten.","PeriodicalId":307659,"journal":{"name":"Seminar Nasional Geomatika","volume":"66 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-02-15","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"123938674","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-02-15DOI: 10.24895/SNG.2018.3-0.1016
M. Fadhil, Nahra Syafira Oktaviani
Kebutuhan lahan pemakaman di Provinsi DKI Jakarta terus meningkat, sedangkan lahan terbuka di Provinsi DKI Jakarta terus menerus mengalami penurunan untuk pembangunan lahan terbangun seperti permukiman, gedung bertingkat, dan fasilitas umum lainnya. Sementara itu, luas pemakaman umum di Provinsi DKI Jakarta tidak bertambah. Salah satu hal untuk mengatasinya adalah dengan mengembangkan makam umum. Karenanya diperlukan studi penentuan lokasi makam umum di Provinsi DKI Jakarta. Penelitian ini bertujuan melakukan analisis mengenai wilayah yang sesuai untuk pemakaman di Provinsi DKI Jakarta. Wilayah kesesuaian untuk pemakaman dibuat dengan menggunakan beberapa variabel diantaranya jarak dari sungai, jenis tanah, jarak dari jalan sekunder dan penggunaan lahan, selanjutnya ditentukan bobot skor kesesuaian lahan untuk setiap variabel penelitian. Bobot skor variabel menjadi dasar analisis sehingga diketahui lokasi alternatif. Dari hasil analisis diketahui lokasi makam umum yang paling sesuai di Provinsi DKI Jakarta yakni berada di wilayah Provinsi DKI Jakarta bagian barat dan selatan dengan luas area sekitar 2700,283 ha. Lokasi tersebut dipilih karena dinilai paling mudah dalam sirkulasi pengunjung karena berdekatan dengan jalan kolektor sekunder dan memiliki kondisi tanah yang sesuai untuk pemakaman serta jauh dari sungai sehingga merupakan daerah yang tidak rawan banjir.
{"title":"WILAYAH KESESUAIAN PEMAKAMAN Studi Kasus di Provinsi DKI Jakarta","authors":"M. Fadhil, Nahra Syafira Oktaviani","doi":"10.24895/SNG.2018.3-0.1016","DOIUrl":"https://doi.org/10.24895/SNG.2018.3-0.1016","url":null,"abstract":"Kebutuhan lahan pemakaman di Provinsi DKI Jakarta terus meningkat, sedangkan lahan terbuka di Provinsi DKI Jakarta terus menerus mengalami penurunan untuk pembangunan lahan terbangun seperti permukiman, gedung bertingkat, dan fasilitas umum lainnya. Sementara itu, luas pemakaman umum di Provinsi DKI Jakarta tidak bertambah. Salah satu hal untuk mengatasinya adalah dengan mengembangkan makam umum. Karenanya diperlukan studi penentuan lokasi makam umum di Provinsi DKI Jakarta. Penelitian ini bertujuan melakukan analisis mengenai wilayah yang sesuai untuk pemakaman di Provinsi DKI Jakarta. Wilayah kesesuaian untuk pemakaman dibuat dengan menggunakan beberapa variabel diantaranya jarak dari sungai, jenis tanah, jarak dari jalan sekunder dan penggunaan lahan, selanjutnya ditentukan bobot skor kesesuaian lahan untuk setiap variabel penelitian. Bobot skor variabel menjadi dasar analisis sehingga diketahui lokasi alternatif. Dari hasil analisis diketahui lokasi makam umum yang paling sesuai di Provinsi DKI Jakarta yakni berada di wilayah Provinsi DKI Jakarta bagian barat dan selatan dengan luas area sekitar 2700,283 ha. Lokasi tersebut dipilih karena dinilai paling mudah dalam sirkulasi pengunjung karena berdekatan dengan jalan kolektor sekunder dan memiliki kondisi tanah yang sesuai untuk pemakaman serta jauh dari sungai sehingga merupakan daerah yang tidak rawan banjir.","PeriodicalId":307659,"journal":{"name":"Seminar Nasional Geomatika","volume":"104 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-02-15","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"124665956","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-02-15DOI: 10.24895/SNG.2018.3-0.1042
M. I. Putra
Kapabilitas citra satelit hiperspektral yang memiliki keunggulan spektral sangat berpotensi untuk dimanfaatkan dalam eksplorasi keberadaan reservoir onshore. Kemampuan ini dilakukan melalui perekaman spektral fenomena rembesan mikro hidrokarbon yang menimbulkan ekspresi anomali spektral tanah dan menjadi kunci keberadaan sumber hidrokarbon. Dalam penelitian ini, Sub-Cekungan Jatibarang dipilih sebagai wilayah penelitian. Berdasarkan teori spektral rembesan mikro hidrokarbon, citra Hyperion dapat digunakan sebagai alat untuk mendeteksi keberadaan fenomena rembesan mikro hidrokarbon sebagai penduga keberadaan reservoir onshore karena memiliki spektrum panjang gelombang yang peka terhadap objek anomali hidrokarbon. Sehingga, penelitian ini bertujuan untuk mendeteksi area rembesan mikro hidrokarbon dengan citra Hyperion di Cekungan Jatibarang. Hydrocarbon Index (HI) yang memanfaatkan saluran 155 (1.699 nm), 158 (1.729 nm), dan 160 (1.749 nm) digunakan sebagai algoritma untuk medeteksi area rembesan mikro hidrokarbon di Sub-Cekungan Jatibarang. Gejala anomali alterasi kaolinite, ferrous iron dan gejala anomali vegetasi dengan indeks NDVI digunakan sebagai pembanding akurasi HI. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya sebaran rembesan mikro hidrokarbon di wilayah Kecamatan Tukdana (Indramayu), Kecamatan Pasekan (Indramayu), dan Kecamatan Ligung (Majalengka). Area sebaran rembesan mikro hidrokarbon teraglomerasi pada wilayah pesisir utara Kecamatan Pasekan. Secara umum, keberadaan rembesan mikro hidrokarbon berkorelasi dengan tingkat anomali alterasi kaolinite, ferrous iron, dan anomali vegetasi.
{"title":"PENDEKATAN EKSPLORASI RESERVOIR ONSHORE MELALUI PEMETAAN REMBESAN MIKRO HIDROKARBON DENGAN CITRA HIPERSPEKTRAL","authors":"M. I. Putra","doi":"10.24895/SNG.2018.3-0.1042","DOIUrl":"https://doi.org/10.24895/SNG.2018.3-0.1042","url":null,"abstract":"Kapabilitas citra satelit hiperspektral yang memiliki keunggulan spektral sangat berpotensi untuk dimanfaatkan dalam eksplorasi keberadaan reservoir onshore. Kemampuan ini dilakukan melalui perekaman spektral fenomena rembesan mikro hidrokarbon yang menimbulkan ekspresi anomali spektral tanah dan menjadi kunci keberadaan sumber hidrokarbon. Dalam penelitian ini, Sub-Cekungan Jatibarang dipilih sebagai wilayah penelitian. Berdasarkan teori spektral rembesan mikro hidrokarbon, citra Hyperion dapat digunakan sebagai alat untuk mendeteksi keberadaan fenomena rembesan mikro hidrokarbon sebagai penduga keberadaan reservoir onshore karena memiliki spektrum panjang gelombang yang peka terhadap objek anomali hidrokarbon. Sehingga, penelitian ini bertujuan untuk mendeteksi area rembesan mikro hidrokarbon dengan citra Hyperion di Cekungan Jatibarang. Hydrocarbon Index (HI) yang memanfaatkan saluran 155 (1.699 nm), 158 (1.729 nm), dan 160 (1.749 nm) digunakan sebagai algoritma untuk medeteksi area rembesan mikro hidrokarbon di Sub-Cekungan Jatibarang. Gejala anomali alterasi kaolinite, ferrous iron dan gejala anomali vegetasi dengan indeks NDVI digunakan sebagai pembanding akurasi HI. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya sebaran rembesan mikro hidrokarbon di wilayah Kecamatan Tukdana (Indramayu), Kecamatan Pasekan (Indramayu), dan Kecamatan Ligung (Majalengka). Area sebaran rembesan mikro hidrokarbon teraglomerasi pada wilayah pesisir utara Kecamatan Pasekan. Secara umum, keberadaan rembesan mikro hidrokarbon berkorelasi dengan tingkat anomali alterasi kaolinite, ferrous iron, dan anomali vegetasi.","PeriodicalId":307659,"journal":{"name":"Seminar Nasional Geomatika","volume":"9 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-02-15","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"128704246","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-02-15DOI: 10.24895/SNG.2018.3-0.957
Ahmad Priyo Sambodo, Adhera Sukmawijaya, Yoesep Budianto
Perkembangan wahana UAV di Indonesia memiliki banyak manfaat, salah satunya ada di bidang kebencanaan longsor. Telah banyak pemetaan hingga pemodelan bencana longsor yang memanfaatkan data dari wahana UAV. Namun, hingga saat ini masih banyak ditemukan kekurangan dalam praktiknya. Aspek yang dianggap cukup berpengaruh dalam kasus ini adalah sudut kamera UAV. Penelitian ini dilakukan untuk melihat perbandingan pengaruh sudut kemiringan kamera UAV saat pengambilan gambar area longsor dengan kualitas foto yang dihasilkan. Daerah kajian secara geomorfologis berada di wilayah bentuklahan transisi material periode tersier dengan kuarter sehingga rawan terjadi longsor. Kawasan longsor yang diambil memiliki beberapa karakteristik, yakni beda tinggi sekitar 60 meter, material alterasi breksi, dan tutupan vegetasi yang rapat. Pengolahan hasil foto menggunakan perangkat lunak Agisoft Photo Scan versi 1.3.2 dengan variasi kualitas hasil olah rendah, sedang, dan tinggi. Seluruh variasi kualitas hasil olah dibandingkan berdasarkan pada parameter olah, yaitu effective overlap dan resolusi foto. Secara kualitatif, perbandingan antara hasil foto dengan sudut pengambilan 900 dan 600 terlihat sangat berbeda. Foto longsor yang dihasilkan dengan sudut 900 memiliki jumlah lubang relatif sedikit daripada sudut lain. Sehingga dapat disimpulkan bahwa sudut kamera terbaik untuk pembuatan peta dua dimensi daerah longsor adalah sudut 900. Hasil pada sudut pengambilan 900 memiliki keunggulan dibanding dengan sudut lainnya dari segi effective overlap, resolusi foto, dan tingkat kehalusan foto udara yang dihasilkan.
{"title":"PENGARUH SUDUT KAMERA UAV TERHADAP KUALITAS FOTO UDARA WILAYAH BENCANA LONGSOR (Studi Kasus: Bentanglahan Vulkanik Transisi Tersier Kuarter)","authors":"Ahmad Priyo Sambodo, Adhera Sukmawijaya, Yoesep Budianto","doi":"10.24895/SNG.2018.3-0.957","DOIUrl":"https://doi.org/10.24895/SNG.2018.3-0.957","url":null,"abstract":"Perkembangan wahana UAV di Indonesia memiliki banyak manfaat, salah satunya ada di bidang kebencanaan longsor. Telah banyak pemetaan hingga pemodelan bencana longsor yang memanfaatkan data dari wahana UAV. Namun, hingga saat ini masih banyak ditemukan kekurangan dalam praktiknya. Aspek yang dianggap cukup berpengaruh dalam kasus ini adalah sudut kamera UAV. Penelitian ini dilakukan untuk melihat perbandingan pengaruh sudut kemiringan kamera UAV saat pengambilan gambar area longsor dengan kualitas foto yang dihasilkan. Daerah kajian secara geomorfologis berada di wilayah bentuklahan transisi material periode tersier dengan kuarter sehingga rawan terjadi longsor. Kawasan longsor yang diambil memiliki beberapa karakteristik, yakni beda tinggi sekitar 60 meter, material alterasi breksi, dan tutupan vegetasi yang rapat. Pengolahan hasil foto menggunakan perangkat lunak Agisoft Photo Scan versi 1.3.2 dengan variasi kualitas hasil olah rendah, sedang, dan tinggi. Seluruh variasi kualitas hasil olah dibandingkan berdasarkan pada parameter olah, yaitu effective overlap dan resolusi foto. Secara kualitatif, perbandingan antara hasil foto dengan sudut pengambilan 900 dan 600 terlihat sangat berbeda. Foto longsor yang dihasilkan dengan sudut 900 memiliki jumlah lubang relatif sedikit daripada sudut lain. Sehingga dapat disimpulkan bahwa sudut kamera terbaik untuk pembuatan peta dua dimensi daerah longsor adalah sudut 900. Hasil pada sudut pengambilan 900 memiliki keunggulan dibanding dengan sudut lainnya dari segi effective overlap, resolusi foto, dan tingkat kehalusan foto udara yang dihasilkan.","PeriodicalId":307659,"journal":{"name":"Seminar Nasional Geomatika","volume":"03 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-02-15","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"127338710","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pemerintah masih mengupayakan percepatan penegasan batas mulai dari batas provinsi hingga batas desa/kelurahan. Sesuai regulasi, penegasan batas wilayah dapat dilakukan dengan survei lapangan dan/atau secara kartometrik. Kedua metode tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan. Survei lapangan memiliki akurasi posisi lebih baik namun membutuhkan waktu dan biaya yang besar. Sedangkan kartometrik mampu mempercepat waktu dan biaya lebih rendah namun akurasi posisi dipengaruhi oleh kualitas data dasar yang digunakan. Kebanyakan batas kabupaten/kota yang sudah definitif menggunakan peta dasar skala 1:50.000 dan sebagian skala 1:25.000. Hal ini dikarenakan belum seluruh wilayah Indonesia tersedia peta dasar skala 1:25.000 atau lebih besar. Sementara itu, penegasan batas desa/kelurahan diharuskan menggunakan data dasar yang memenuhi ketelitian untuk pemetaan skala 1:5.000 atau lebih besar. Belum ada penelitian sebelumnya yang membahas tentang hubungan pebedaan skala tersebut dalam konteks penegasan batas wilayah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara skala batas antar kabupaten/kota dengan skala batas antar desa/kelurahan. Hasil perbandingan menunjukkan bahwa ada beberapa perbedaan tarikan batas antara batas desa/kelurahan hasil delineasi dan batas kabupaten/kota definitif. Secara visual terdapat undershoot/gap sebanyak 3 area di Kabupaten Rembang dan 2 area di Kabupaten Blora. Hubungan antara batas desa/kelurahan dan kabupaten/kota yaitu keduanya dianjurkan melibatkan stakeholder yang mengetahui batas administrasi hingga tingkat terendah yaitu desa.
{"title":"HUBUNGAN SKALA BATAS ANTAR KABUPATEN/KOTA DENGAN BATAS ANTAR DESA/KELURAHAN DALAM KONTEKS PENEGASAN BATAS WILAYAH Studi Kasus di Kabupaten Rembang dan Kabupaten Blora","authors":"Yulia Indri Astuty, Fahrul Hidayat, Maundri Prihanggo","doi":"10.24895/SNG.2018.3-0.1072","DOIUrl":"https://doi.org/10.24895/SNG.2018.3-0.1072","url":null,"abstract":"Pemerintah masih mengupayakan percepatan penegasan batas mulai dari batas provinsi hingga batas desa/kelurahan. Sesuai regulasi, penegasan batas wilayah dapat dilakukan dengan survei lapangan dan/atau secara kartometrik. Kedua metode tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan. Survei lapangan memiliki akurasi posisi lebih baik namun membutuhkan waktu dan biaya yang besar. Sedangkan kartometrik mampu mempercepat waktu dan biaya lebih rendah namun akurasi posisi dipengaruhi oleh kualitas data dasar yang digunakan. Kebanyakan batas kabupaten/kota yang sudah definitif menggunakan peta dasar skala 1:50.000 dan sebagian skala 1:25.000. Hal ini dikarenakan belum seluruh wilayah Indonesia tersedia peta dasar skala 1:25.000 atau lebih besar. Sementara itu, penegasan batas desa/kelurahan diharuskan menggunakan data dasar yang memenuhi ketelitian untuk pemetaan skala 1:5.000 atau lebih besar. Belum ada penelitian sebelumnya yang membahas tentang hubungan pebedaan skala tersebut dalam konteks penegasan batas wilayah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara skala batas antar kabupaten/kota dengan skala batas antar desa/kelurahan. Hasil perbandingan menunjukkan bahwa ada beberapa perbedaan tarikan batas antara batas desa/kelurahan hasil delineasi dan batas kabupaten/kota definitif. Secara visual terdapat undershoot/gap sebanyak 3 area di Kabupaten Rembang dan 2 area di Kabupaten Blora. Hubungan antara batas desa/kelurahan dan kabupaten/kota yaitu keduanya dianjurkan melibatkan stakeholder yang mengetahui batas administrasi hingga tingkat terendah yaitu desa.","PeriodicalId":307659,"journal":{"name":"Seminar Nasional Geomatika","volume":"21 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-02-15","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"126962166","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-02-15DOI: 10.24895/SNG.2018.3-0.1029
Rifqi Fauzan, R. Saraswati, Adi Wibowo
Kebutuhan akan lahan untuk pemukiman mengakibatkan tingginya tingkat konversi tutupan lahan vegetasi menjadi non-vegetasi. Kota Tangerang Selatan mengalami perubahan luas akibat konversi lahan vegetasi menjadi non-vegetasi mencapai 31,472 km2 dan proses konversi ini mengakibatkan hilangnya daya serap CO2 sebesar 98.212,022 kg CO2/m2 dalam kurun waktu 10 tahun terakhir (2007 – 2017). Pola konversi lahan paling banyak terlihat pada Kecamatan Pondok Aren dengan perubahan luasan mencapai 7,632 km2. Korelasi antara nilai biomassa yang dipengaruhi oleh nilai NDVI dengan korelasi Pearson mencapai R2 = 0.627 yang berarti terdapat pengaruh sebesar 60% NDVI terhadap nilai biomassa. Model estimasi Biomassa oleh NDVI dengan pengukuran lapangan menghasilkan persamaan regresi lnY = 3.969*X + 1.058.
{"title":"DAMPAK KONVERSI LAHAN TERHADAP DAYA SERAP KARBON DIOKSIDA (CO2 ) STUDI KASUS DI KOTA TANGERANG SELATAN","authors":"Rifqi Fauzan, R. Saraswati, Adi Wibowo","doi":"10.24895/SNG.2018.3-0.1029","DOIUrl":"https://doi.org/10.24895/SNG.2018.3-0.1029","url":null,"abstract":"Kebutuhan akan lahan untuk pemukiman mengakibatkan tingginya tingkat konversi tutupan lahan vegetasi menjadi non-vegetasi. Kota Tangerang Selatan mengalami perubahan luas akibat konversi lahan vegetasi menjadi non-vegetasi mencapai 31,472 km2 dan proses konversi ini mengakibatkan hilangnya daya serap CO2 sebesar 98.212,022 kg CO2/m2 dalam kurun waktu 10 tahun terakhir (2007 – 2017). Pola konversi lahan paling banyak terlihat pada Kecamatan Pondok Aren dengan perubahan luasan mencapai 7,632 km2. Korelasi antara nilai biomassa yang dipengaruhi oleh nilai NDVI dengan korelasi Pearson mencapai R2 = 0.627 yang berarti terdapat pengaruh sebesar 60% NDVI terhadap nilai biomassa. Model estimasi Biomassa oleh NDVI dengan pengukuran lapangan menghasilkan persamaan regresi lnY = 3.969*X + 1.058.","PeriodicalId":307659,"journal":{"name":"Seminar Nasional Geomatika","volume":"20 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-02-15","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"127851899","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}