Pub Date : 2021-04-14DOI: 10.24895/SNG.2020.0-0.1152
Moh. Alfariji, Vilman Sidik, R. Mahbub
Geopark Karangsambung zona selatan merupakan bagian dari Geopark Karangsambung-Karangbolong yang diresmikan tahun 2018. Pada lokasi ini terdapat beberapa aspek geodiversiy, biodiversity, culturdiversity yang tersebar dibeberapa wilayah. Lokasi ini selain memiliki nilai bersejarah juga merupakan lokasi yang selalu ramai dikunjungi karena banyaknya obyek wisata. Berdasarkan sejarahnya lokasi ini pernah dilanda tsunami pada 2006 yang menyebabkan kerusakan sarana dan prasarana dibeberapa titik. Untuk menunjang pengembangan Geopark Karangsambung-Karangbolong zona selatan terkait penataan dan pengembangan wilayah perlu adanya kajian dari sisi kebencanaan. Tujuan penelitian untuk menyusun peta kerawanan wilayah terhadap tsunami sebagai masukan dalam upaya penyusunan rencana tata kelola dan pengembangan wilayah. Metode yang digunakan berupa overlay method atau tumpang susun. Parameter yang dipakai berupa jarak pantai dari sumber gempa, ketinggian daratan, kelerengan topografi, keterlindungan daratan, keberadaan pulau penghalang, morfologi garis pantai, dan jarak garis pantai. Hasil overlay diperoleh 5 kelas kerawanan dengan nilai maksimal 420 dan nilai minumum < 160 dengan rentang nilai 64. Berdasarkan hasil diketahui bahwa kelas sangat rawan meliputi Desa Ayah dan Desa Pasir dimana didalamnya terdapat banyak geosite salah satunya geosite pantai lampon. Beberapa situs (geosite, biosite, cultursite) yang masuk kedalam zona sangat rawan tsunami adalah KKG 34. Situs yang berada di dalam kelas zona rawan tsunami yaitu KKG 33, KKG 35, KKG 36, KKG 38, KKG 39, KKG 40, KKG 41, KKB 1, KKB 3, KKC 5. Situs yang masuk ke dalam kelas aman terdiri dari KKG 30 dan KKG 31. Data tersebut dapat dijadikan masukan dalam rencana tata kelola dan pengembangan di wilayah Geopark Karangsambung-Karangbolong zona selatan.
{"title":"ANALISIS KERAWANAN TSUNAMI DALAM UPAYA PENYUSUNAN RENCANA TATA KELOLA DAN PENGEMBANGAN WILAYAH DI GEOPARK NASIONAL KARANGSAMBUNG-KARANGBOLONG ZONA SELATAN","authors":"Moh. Alfariji, Vilman Sidik, R. Mahbub","doi":"10.24895/SNG.2020.0-0.1152","DOIUrl":"https://doi.org/10.24895/SNG.2020.0-0.1152","url":null,"abstract":"Geopark Karangsambung zona selatan merupakan bagian dari Geopark Karangsambung-Karangbolong yang diresmikan tahun 2018. Pada lokasi ini terdapat beberapa aspek geodiversiy, biodiversity, culturdiversity yang tersebar dibeberapa wilayah. Lokasi ini selain memiliki nilai bersejarah juga merupakan lokasi yang selalu ramai dikunjungi karena banyaknya obyek wisata. Berdasarkan sejarahnya lokasi ini pernah dilanda tsunami pada 2006 yang menyebabkan kerusakan sarana dan prasarana dibeberapa titik. Untuk menunjang pengembangan Geopark Karangsambung-Karangbolong zona selatan terkait penataan dan pengembangan wilayah perlu adanya kajian dari sisi kebencanaan. Tujuan penelitian untuk menyusun peta kerawanan wilayah terhadap tsunami sebagai masukan dalam upaya penyusunan rencana tata kelola dan pengembangan wilayah. Metode yang digunakan berupa overlay method atau tumpang susun. Parameter yang dipakai berupa jarak pantai dari sumber gempa, ketinggian daratan, kelerengan topografi, keterlindungan daratan, keberadaan pulau penghalang, morfologi garis pantai, dan jarak garis pantai. Hasil overlay diperoleh 5 kelas kerawanan dengan nilai maksimal 420 dan nilai minumum < 160 dengan rentang nilai 64. Berdasarkan hasil diketahui bahwa kelas sangat rawan meliputi Desa Ayah dan Desa Pasir dimana didalamnya terdapat banyak geosite salah satunya geosite pantai lampon. Beberapa situs (geosite, biosite, cultursite) yang masuk kedalam zona sangat rawan tsunami adalah KKG 34. Situs yang berada di dalam kelas zona rawan tsunami yaitu KKG 33, KKG 35, KKG 36, KKG 38, KKG 39, KKG 40, KKG 41, KKB 1, KKB 3, KKC 5. Situs yang masuk ke dalam kelas aman terdiri dari KKG 30 dan KKG 31. Data tersebut dapat dijadikan masukan dalam rencana tata kelola dan pengembangan di wilayah Geopark Karangsambung-Karangbolong zona selatan.","PeriodicalId":307659,"journal":{"name":"Seminar Nasional Geomatika","volume":"37 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-04-14","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"132965661","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Garis Pantai di wilayah pesisir Kecamatan Kaliori, Kabupaten Rembang setiap tahun selalu mengalami perubahan. Perubahan ini diakibatkan dari proses akresi dan abrasi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perubahan garis pantai yang terjadi pada pesisir utara Kecamatan Kaliori, Kabupaten Rembang, Provinsi Jawa Tengah selama satu dekade terakhir. Penelitian ini menggunakan data sekunder citra multi temporal resolusi tinggi Google Earth tahun 2009, 2012, 2013, 2015, 2017, dan 2019. Sistem informasi Geografis (SIG) diintegrasikan dengan data penginderaan jauh digunakan untuk mendeteksi perubahan garis pantai dan luas abrasi dan akresi yang terjadi di daerah penelitian. Hasil dari penelitian ini menunjukkan perubahan garis pantai disebabkan oleh akresi dan abrasi. Dari tahun 2009 hingga 2019, jumlah titik lokasi yang mengalami akresi adalah 63 titik, sedangkan titik yang ter-abrasi terdeteksi ada 44. Luas daerah pesisir yang mengalami akresi sebesar 70,2 Ha dan abrasi 5,08 Ha. Perubahan garis pantai di bagian barat didominasi oleh proses akresi sedangkan pada bagian timur pesisir Kecamatan Kaliori didominasi oleh proses abrasi.
{"title":"POLA SPATIAL-TEMPORAL PERUBAHAN GARIS PANTAI MENGGUNAKAN CITRA MULTI TEMPORAL GOOGLE EARTH TAHUN 2009-2019 (Studi Kasus : Area Pesisir Kabupaten Rembang, Jawa Tengah)","authors":"Muhamad Khairul Rosyidy, Alinda Roihana Fariesta, Qonita Putri Ashilah","doi":"10.24895/SNG.2020.0-0.1177","DOIUrl":"https://doi.org/10.24895/SNG.2020.0-0.1177","url":null,"abstract":"Garis Pantai di wilayah pesisir Kecamatan Kaliori, Kabupaten Rembang setiap tahun selalu mengalami perubahan. Perubahan ini diakibatkan dari proses akresi dan abrasi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perubahan garis pantai yang terjadi pada pesisir utara Kecamatan Kaliori, Kabupaten Rembang, Provinsi Jawa Tengah selama satu dekade terakhir. Penelitian ini menggunakan data sekunder citra multi temporal resolusi tinggi Google Earth tahun 2009, 2012, 2013, 2015, 2017, dan 2019. Sistem informasi Geografis (SIG) diintegrasikan dengan data penginderaan jauh digunakan untuk mendeteksi perubahan garis pantai dan luas abrasi dan akresi yang terjadi di daerah penelitian. Hasil dari penelitian ini menunjukkan perubahan garis pantai disebabkan oleh akresi dan abrasi. Dari tahun 2009 hingga 2019, jumlah titik lokasi yang mengalami akresi adalah 63 titik, sedangkan titik yang ter-abrasi terdeteksi ada 44. Luas daerah pesisir yang mengalami akresi sebesar 70,2 Ha dan abrasi 5,08 Ha. Perubahan garis pantai di bagian barat didominasi oleh proses akresi sedangkan pada bagian timur pesisir Kecamatan Kaliori didominasi oleh proses abrasi.","PeriodicalId":307659,"journal":{"name":"Seminar Nasional Geomatika","volume":"7 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-04-14","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"125341767","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-02-15DOI: 10.24895/SNG.2018.3-0.927
A. Wardani
Sertifikat tanah semakin dianggap penting karena merupakan tanda bukti yang memiliki kekuatan hukum terhadap hak atas tanah yang dimiliki. Untuk mempercepat proses pembuatan sertifikat, pemerintah melalui Kementerian ATR/ BPN melaksanakan Program Prioritas Nasional yang dikenal dengan Percepatan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL). Langkah yang dilakukan untuk mempercepat proses pemetaan bidang tanah salah satunya dengan Participatory Land Registration (PaLar) yang melibatkan masyarakat secara aktif dalam pengumpulan data. Penelitian ini dilakukan dengan metode deskriptif kualitatif untuk mendeskripsikan atau memberikan gambaran secara sitematis fenomena dan keadaan yang terjadi di lokasi penelitian, yaitu Provinsi Bali. Data yang digunakan berupa data sekunder dan hasil observasi maupun dokumentasi lapang. Teknik analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif terhadap data-data yang telah dikumpulkan. Tujuan penelitian adalah untuk memperoleh gambaran peran serta masyarakat dalam Participatory Land Registration (PaLaR) dalam rangka percepatan Pendaftaran Tanah Sistematik Lengkap (PTSL), khususnya dalam percepatan pengumpulan data fisik untuk pembuatan peta bidang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peran serta masyarakat dalam percepatan kegiatan PTSL memberikan manfaat yang signifikan. Bentuk peran serta masyarakat yang berupa partisipasi langsung ini didukung oleh masih kentalnya adat masyarakat Bali yang terkelompok dalam sistem banjar, sehingga memudahkan dalam mengajak dan mengumpulkan masyarakat untuk duduk bersama dalam pengumpulan data.
{"title":"PARTICIPATORY LAND REGISTRATION (PaLaR) DALAM PERCEPATAN PENDAFTARAN TANAH SITEMATIK LENGKAP (PTSL) DI PROVINSI BALI","authors":"A. Wardani","doi":"10.24895/SNG.2018.3-0.927","DOIUrl":"https://doi.org/10.24895/SNG.2018.3-0.927","url":null,"abstract":"Sertifikat tanah semakin dianggap penting karena merupakan tanda bukti yang memiliki kekuatan hukum terhadap hak atas tanah yang dimiliki. Untuk mempercepat proses pembuatan sertifikat, pemerintah melalui Kementerian ATR/ BPN melaksanakan Program Prioritas Nasional yang dikenal dengan Percepatan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL). Langkah yang dilakukan untuk mempercepat proses pemetaan bidang tanah salah satunya dengan Participatory Land Registration (PaLar) yang melibatkan masyarakat secara aktif dalam pengumpulan data. Penelitian ini dilakukan dengan metode deskriptif kualitatif untuk mendeskripsikan atau memberikan gambaran secara sitematis fenomena dan keadaan yang terjadi di lokasi penelitian, yaitu Provinsi Bali. Data yang digunakan berupa data sekunder dan hasil observasi maupun dokumentasi lapang. Teknik analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif terhadap data-data yang telah dikumpulkan. Tujuan penelitian adalah untuk memperoleh gambaran peran serta masyarakat dalam Participatory Land Registration (PaLaR) dalam rangka percepatan Pendaftaran Tanah Sistematik Lengkap (PTSL), khususnya dalam percepatan pengumpulan data fisik untuk pembuatan peta bidang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peran serta masyarakat dalam percepatan kegiatan PTSL memberikan manfaat yang signifikan. Bentuk peran serta masyarakat yang berupa partisipasi langsung ini didukung oleh masih kentalnya adat masyarakat Bali yang terkelompok dalam sistem banjar, sehingga memudahkan dalam mengajak dan mengumpulkan masyarakat untuk duduk bersama dalam pengumpulan data.","PeriodicalId":307659,"journal":{"name":"Seminar Nasional Geomatika","volume":"47 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-02-15","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"117152533","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-02-15DOI: 10.24895/SNG.2018.3-0.1024
Niken Pratiwi Cahya Dewi Purwandani, ilya Faradisa, N. Khairunnisa
Kini pembangunan sosial ekonomi dan dinamika perkotaan yang bersifat dinamis di Kota Banjarmasin, berdampak buruk terhadap pemanfaatan ruang wilayah kota, kondisi ini akan mengurangi ketersediaan ruang terbuka hijau (RTH). Pengurangan RTH diduga menjadi salah satu penyebab peningkatan suhu udara, karena salah satu fungsi dari RTH adalah sebagai pengatur dan penyeimbang iklim mikro. Diperlukaan penelitian untuk membuktikan dugaaan tersebut, sehingga penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan antara sebaran RTH dan pola suhu udara di Kota Banjarmasin secara spasial dan temporal. Dengan menggunakan Citra Landsat 5 TM tahun 2007 dan Landsat 8 OLI tahun 2017 dan 2018 digunakan untuk interpretasi RTH, tutupan lahan, dan suhu udara permukaan. Pengukuran suhu udara aktual di lokasi survei menggunakan metode mobile traverse pada penampang melintang sepanjang 8 km yang mencakup berbagai jenis penggunaan lahan. Hasil penelitian menunjukkan, sebaran RTH tersebar secara radial di tepi Kota Banjarmasin, begitu pula dengan pola suhu udara. Suhu udara terendah terdapat di wilayah RTH dan tertinggi di non-RTH. Hal ini didukung dengan hasil chi-square yang menunjukkan signifikan berpengaruh antara kerapatan vegetasi RTH dengan suhu udara, hal ini dikarenakan kerapatan vegetasi RTH dapat menurunkan suhu udara Kota Banjarmasin.
{"title":"ANALISIS HUBUNGAN PERUBAHAN SUHU UDARA DENGAN KETERSEDIAAN RUANG TERBUKA HIJAU Studi Kasus di Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan","authors":"Niken Pratiwi Cahya Dewi Purwandani, ilya Faradisa, N. Khairunnisa","doi":"10.24895/SNG.2018.3-0.1024","DOIUrl":"https://doi.org/10.24895/SNG.2018.3-0.1024","url":null,"abstract":"Kini pembangunan sosial ekonomi dan dinamika perkotaan yang bersifat dinamis di Kota Banjarmasin, berdampak buruk terhadap pemanfaatan ruang wilayah kota, kondisi ini akan mengurangi ketersediaan ruang terbuka hijau (RTH). Pengurangan RTH diduga menjadi salah satu penyebab peningkatan suhu udara, karena salah satu fungsi dari RTH adalah sebagai pengatur dan penyeimbang iklim mikro. Diperlukaan penelitian untuk membuktikan dugaaan tersebut, sehingga penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan antara sebaran RTH dan pola suhu udara di Kota Banjarmasin secara spasial dan temporal. Dengan menggunakan Citra Landsat 5 TM tahun 2007 dan Landsat 8 OLI tahun 2017 dan 2018 digunakan untuk interpretasi RTH, tutupan lahan, dan suhu udara permukaan. Pengukuran suhu udara aktual di lokasi survei menggunakan metode mobile traverse pada penampang melintang sepanjang 8 km yang mencakup berbagai jenis penggunaan lahan. Hasil penelitian menunjukkan, sebaran RTH tersebar secara radial di tepi Kota Banjarmasin, begitu pula dengan pola suhu udara. Suhu udara terendah terdapat di wilayah RTH dan tertinggi di non-RTH. Hal ini didukung dengan hasil chi-square yang menunjukkan signifikan berpengaruh antara kerapatan vegetasi RTH dengan suhu udara, hal ini dikarenakan kerapatan vegetasi RTH dapat menurunkan suhu udara Kota Banjarmasin.","PeriodicalId":307659,"journal":{"name":"Seminar Nasional Geomatika","volume":"42 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-02-15","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"123601020","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-02-15DOI: 10.24895/SNG.2018.3-0.1074
T. I. Maryanto, Maria Jeane Pea
Pantai Sayangheulang di Kecamatan Pameungpeuk dan Pantai Santolo di Kecamatan Cikelet Kabupaten Garut digunakan dalam berbagai kegiatan untuk penunjang pendapatan masyarakat salah satunya wisata pantai. Fenomena abrasi dan akresi beberapa tahun ini telah terjadi di kedua pantai tersebut. Proses ini akan mempengaruhi aktivitas, khususnya kegiatan pariwisata. Perhitungan luasan abrasi dan akresi yang terjadi dipantai sayangheulang dan santolo, didapatkan dari interpretasi citra landsat 5 tahun 1995, landsat 7 tahun 2003 dan landsat 8 tahun 2016. Metode pengolahan pemisahan darat dan laut pada citra satelit landsat dengan menggunakan metode BILKO, kemudian dilakukan digitasi on screen pada ketiga citra tersebut. Proses digitasi atau deliniasi garis pantai berpedoman pada piksel yang memiliki nilai reflektansi citra, nilai reflektansi untuk objek air adalah 0.997-0.999 yang direpresentasikan warna putih dan untuk darat lebih kecil dari 0.997 yang direpresentasikan dengan warna hitam. Proses digitasi secara konsisten dilakukan dari tengah piksel. Setalah itu, masing-masing garis pantai dioverlaykan satu sama lain, dan dihitung luasan abrasi dan akresinya. Garis pantai yang mundur dari tahun yang terlama (tahun 1995) diinterpretasikan kejadian abrasi, sedangkan garis pantai yang maju sebagai akresi. Validasi dilakukan dengan datang ke lokasi langsung untuk melihat kondisi fisik pantai, tracking garis pantai dan melakukan wawancara dengan penduduk setempat dengan cara pembagian kusioner. Hasil luasan abrasi yang diperolah dari pengolahan citra landsat tahun 1995-2003 sebesar 6.35 Ha dengan laju 0.7 Ha/tahun, tahun 2003-2016 sebesar 12.60 Ha dengan laju 0.9 Ha/tahun. Hasil luasan akresi tahun 1995-2003 sebesar 6.72 Ha dengan laju 0.8 Ha/tahun, tahun 2003-2016 sebesar 1.38 Ha dengan laju 0.1 Ha/tahun Pemetaan zonasi pantai berdasarkan data abrasi dan akresi kemudian digunakan menentukan wilayah mana saja yang masuk zona aman, rehabilitasi dan pemanfaatan.
{"title":"STUDI AWAL PEMETAAN ZONASI WISATA PANTAI BERDASARKAN DATA ABRASI DAN AKRESI DI PANTAI SAYANGHEULANG DAN SANTOLO KABUPATEN GARUT JAWA BARAT","authors":"T. I. Maryanto, Maria Jeane Pea","doi":"10.24895/SNG.2018.3-0.1074","DOIUrl":"https://doi.org/10.24895/SNG.2018.3-0.1074","url":null,"abstract":"Pantai Sayangheulang di Kecamatan Pameungpeuk dan Pantai Santolo di Kecamatan Cikelet Kabupaten Garut digunakan dalam berbagai kegiatan untuk penunjang pendapatan masyarakat salah satunya wisata pantai. Fenomena abrasi dan akresi beberapa tahun ini telah terjadi di kedua pantai tersebut. Proses ini akan mempengaruhi aktivitas, khususnya kegiatan pariwisata. Perhitungan luasan abrasi dan akresi yang terjadi dipantai sayangheulang dan santolo, didapatkan dari interpretasi citra landsat 5 tahun 1995, landsat 7 tahun 2003 dan landsat 8 tahun 2016. Metode pengolahan pemisahan darat dan laut pada citra satelit landsat dengan menggunakan metode BILKO, kemudian dilakukan digitasi on screen pada ketiga citra tersebut. Proses digitasi atau deliniasi garis pantai berpedoman pada piksel yang memiliki nilai reflektansi citra, nilai reflektansi untuk objek air adalah 0.997-0.999 yang direpresentasikan warna putih dan untuk darat lebih kecil dari 0.997 yang direpresentasikan dengan warna hitam. Proses digitasi secara konsisten dilakukan dari tengah piksel. Setalah itu, masing-masing garis pantai dioverlaykan satu sama lain, dan dihitung luasan abrasi dan akresinya. Garis pantai yang mundur dari tahun yang terlama (tahun 1995) diinterpretasikan kejadian abrasi, sedangkan garis pantai yang maju sebagai akresi. Validasi dilakukan dengan datang ke lokasi langsung untuk melihat kondisi fisik pantai, tracking garis pantai dan melakukan wawancara dengan penduduk setempat dengan cara pembagian kusioner. Hasil luasan abrasi yang diperolah dari pengolahan citra landsat tahun 1995-2003 sebesar 6.35 Ha dengan laju 0.7 Ha/tahun, tahun 2003-2016 sebesar 12.60 Ha dengan laju 0.9 Ha/tahun. Hasil luasan akresi tahun 1995-2003 sebesar 6.72 Ha dengan laju 0.8 Ha/tahun, tahun 2003-2016 sebesar 1.38 Ha dengan laju 0.1 Ha/tahun Pemetaan zonasi pantai berdasarkan data abrasi dan akresi kemudian digunakan menentukan wilayah mana saja yang masuk zona aman, rehabilitasi dan pemanfaatan.","PeriodicalId":307659,"journal":{"name":"Seminar Nasional Geomatika","volume":"49 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-02-15","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"115068063","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-02-15DOI: 10.24895/SNG.2018.3-0.1055
Fernando Yehuda Ariyanto, Yackob Astor, M. Sidqi
Indonesia merupakan negara kepulauan yang 2/3 wilayahnya berupa perairan dengan luas perairan 6.315.222 km2 dengan panjang garis pantai 99.093 km2 serta jumlah pulau 13.466 pulau (Badan Informasi Geospasial, 2015) menjadikan Indonesia memiliki berbagai macam kekayaan hayati dan non hayati. Berdasarkan studi literatur, pengelolaan sumber daya alam di laut diselenggarakan oleh 13 kementerian, pemerintah daerah (provinsi, kabupaten/kota), dan masyarakat adat yang tinggal di wilayah pesisir. Implikasi pengelolaan sumber daya laut yang parsial dan tidak terintegrasi menyebabkan terjadi konflik sumber daya laut. Oleh karena itu diperlukan penetapan batas-batas kegiatan pengelolaan di laut. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan batas-batas kegiatan yang ada di Selat Madura secara horizontal dan vertikal sesuai dengan jenis dan letak kegiatan pengelolaan yang kemudian digunakan untuk pemberian Izin Lokasi Perairan di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Penentuan batas kegiatan secara horizontal dan vertikal dilakukan berdasarkan peraturan sektoral yang berlaku. Dari penelitian ini diperoleh hasil Peta Penguasaan Ruang Permukaan Laut, Kolom Laut, dan Dasar Laut yang menggambarkan batas-batas pemanfaatan laut secara horizontal dan vertikal. Peta Penguasaan Ruang Permukaan Laut, Kolom Laut, dan Dasar Laut sebagai produk akhir penelitian dapat dijadikan sebagai Dokumen Pertimbangan Teknis Izin Lokasi Perairan di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
{"title":"PENERAPAN TEORI WATER BOUNDARIES UNTUK PENENTUAN IZIN LOKASI PERAIRAN DI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DI INDONESIA (Wilayah Studi: Selat Madura, Jawa Timur)","authors":"Fernando Yehuda Ariyanto, Yackob Astor, M. Sidqi","doi":"10.24895/SNG.2018.3-0.1055","DOIUrl":"https://doi.org/10.24895/SNG.2018.3-0.1055","url":null,"abstract":"Indonesia merupakan negara kepulauan yang 2/3 wilayahnya berupa perairan dengan luas perairan 6.315.222 km2 dengan panjang garis pantai 99.093 km2 serta jumlah pulau 13.466 pulau (Badan Informasi Geospasial, 2015) menjadikan Indonesia memiliki berbagai macam kekayaan hayati dan non hayati. Berdasarkan studi literatur, pengelolaan sumber daya alam di laut diselenggarakan oleh 13 kementerian, pemerintah daerah (provinsi, kabupaten/kota), dan masyarakat adat yang tinggal di wilayah pesisir. Implikasi pengelolaan sumber daya laut yang parsial dan tidak terintegrasi menyebabkan terjadi konflik sumber daya laut. Oleh karena itu diperlukan penetapan batas-batas kegiatan pengelolaan di laut. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan batas-batas kegiatan yang ada di Selat Madura secara horizontal dan vertikal sesuai dengan jenis dan letak kegiatan pengelolaan yang kemudian digunakan untuk pemberian Izin Lokasi Perairan di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Penentuan batas kegiatan secara horizontal dan vertikal dilakukan berdasarkan peraturan sektoral yang berlaku. Dari penelitian ini diperoleh hasil Peta Penguasaan Ruang Permukaan Laut, Kolom Laut, dan Dasar Laut yang menggambarkan batas-batas pemanfaatan laut secara horizontal dan vertikal. Peta Penguasaan Ruang Permukaan Laut, Kolom Laut, dan Dasar Laut sebagai produk akhir penelitian dapat dijadikan sebagai Dokumen Pertimbangan Teknis Izin Lokasi Perairan di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.","PeriodicalId":307659,"journal":{"name":"Seminar Nasional Geomatika","volume":"99 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-02-15","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"115341019","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-02-15DOI: 10.24895/SNG.2018.3-0.984
Fahrul Hidayat, Rakyan Paksi Nagara
Era desentralisasi politik Indonesia sudah berjalan selama 20 tahun namun permasalahan batas wilayah masih menjadi beban bagi pemerintah baik di tingkat pusat maupun daerah. Data Kementerian Dalam Negeri pada Januari 2018 menunjukkan bahwa batas wilayah administrasi daerah yang sudah memiliki dasar hukum adalah 48,47% atau 475 segmen. Persentase jumlah segmen yang masih dalam proses penegasan dan belum ditegaskan berturut - turut adalah 34,59% dan 16,94%. Batas wilayah seharusnya sudah jelas dan legal sebelum digunakan untuk proses administrasi suatu wilayah termasuk penataan ruang. Tujuan penelitian ini adalah untuk menilai kondisi eksisting penataan ruang wilayah beberapa provinsi di Indonesia dalam konteks pemanfaatan dataset batas wilayah administrasi daerah. Metode yang digunakan adalah (1) interpretasi visual terhadap dataset batas wilayah (vektor) dengan peta lampiran perda RTRW Provinsi (raster); dan (2) topology check terhadap dataset batas wilayah (vektor) dengan peta RTRW Provinsi (vektor). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa beberapa wilayah tidak menggunakan dataset batas wilayah administrasi daerah yang legal untuk penyusunan peta rencana tata ruang yaitu ditunjukkan dengan adanya gap dan overlap antarinformasi. Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian adalah fungsi koordinasi antarpemangku kepentingan dalam penataan ruang masih belum optimal.
{"title":"DATASET BATAS WILAYAH ADMINISTRASI UNTUK PENATAAN RUANG WILAYAH","authors":"Fahrul Hidayat, Rakyan Paksi Nagara","doi":"10.24895/SNG.2018.3-0.984","DOIUrl":"https://doi.org/10.24895/SNG.2018.3-0.984","url":null,"abstract":"Era desentralisasi politik Indonesia sudah berjalan selama 20 tahun namun permasalahan batas wilayah masih menjadi beban bagi pemerintah baik di tingkat pusat maupun daerah. Data Kementerian Dalam Negeri pada Januari 2018 menunjukkan bahwa batas wilayah administrasi daerah yang sudah memiliki dasar hukum adalah 48,47% atau 475 segmen. Persentase jumlah segmen yang masih dalam proses penegasan dan belum ditegaskan berturut - turut adalah 34,59% dan 16,94%. Batas wilayah seharusnya sudah jelas dan legal sebelum digunakan untuk proses administrasi suatu wilayah termasuk penataan ruang. Tujuan penelitian ini adalah untuk menilai kondisi eksisting penataan ruang wilayah beberapa provinsi di Indonesia dalam konteks pemanfaatan dataset batas wilayah administrasi daerah. Metode yang digunakan adalah (1) interpretasi visual terhadap dataset batas wilayah (vektor) dengan peta lampiran perda RTRW Provinsi (raster); dan (2) topology check terhadap dataset batas wilayah (vektor) dengan peta RTRW Provinsi (vektor). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa beberapa wilayah tidak menggunakan dataset batas wilayah administrasi daerah yang legal untuk penyusunan peta rencana tata ruang yaitu ditunjukkan dengan adanya gap dan overlap antarinformasi. Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian adalah fungsi koordinasi antarpemangku kepentingan dalam penataan ruang masih belum optimal.","PeriodicalId":307659,"journal":{"name":"Seminar Nasional Geomatika","volume":"1 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-02-15","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"129251082","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-02-15DOI: 10.24895/SNG.2018.3-0.1007
Millary Agung Widiawaty, M. Dede, Arif Ismail
Fenomena urban sprawl terjadi akibat laju urbanisasi yang tinggi di kawasan perkotaan. Urban sprawl menyebabkan pesatnya pertumbuhan penggunaan lahan perkotaan yang dicirikan oleh lahan terbangun, sehingga alih fungsi lahan menuju wilayah pinggiran kota menjadi tidak terkendali. Salah satu wilayah perkotaan yang memiliki laju alih fungsi lahan tertinggi di Indonesia adalah Kota Bandung. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tipologi urban sprawl di Kota Bandung yang meliputi analisis identifikasi, karakteristik, serta klasifikasi fenomena tersebut. Klasifikasi tingkat urban sprawl akan menunjukkan tipologi sprawl yang terbagi atas tipologi satu (rendah), tipologi dua (sedang), dan tipologi tiga (tinggi) sebagai hasil pengharkatan dan overlay semua parameter menggunakan perangkat lunak SIG. Hasil penelitian ini menunjukkan pada tahun 2005, urban sprawl tipologi satu terjadi pada 8 (delapan) kecamatan, tipologi dua pada 4 (empat) kecamatan, dan tipologi tiga meliputi 2 (dua) kecamatan. Pada tahun 2018, kecamatan yang tergolong tipologi satu berubah menjadi 7 (tujuh) kecamatan, tipologi dua meliputi 10 kecamatan, dan tipologi tiga terdiri atas 11 kecamatan. Selama kurun waktu 13 tahun, kecenderungan urban sprawl meningkat ke bagian timur Kota Bandung, karena memiliki kondisi geografis yang datar dan terdapat CBD Jatinangor. Fenomena urban sprawl seharusnya dapat diperhatikan secara bijak oleh pemerintah dengan melakukan pengawasan terhadap perkembangan kota, seperti penerapan konsep compact city.
{"title":"ANALISIS TIPOLOGI URBAN SPRAWL DI KOTA BANDUNG MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS","authors":"Millary Agung Widiawaty, M. Dede, Arif Ismail","doi":"10.24895/SNG.2018.3-0.1007","DOIUrl":"https://doi.org/10.24895/SNG.2018.3-0.1007","url":null,"abstract":"Fenomena urban sprawl terjadi akibat laju urbanisasi yang tinggi di kawasan perkotaan. Urban sprawl menyebabkan pesatnya pertumbuhan penggunaan lahan perkotaan yang dicirikan oleh lahan terbangun, sehingga alih fungsi lahan menuju wilayah pinggiran kota menjadi tidak terkendali. Salah satu wilayah perkotaan yang memiliki laju alih fungsi lahan tertinggi di Indonesia adalah Kota Bandung. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tipologi urban sprawl di Kota Bandung yang meliputi analisis identifikasi, karakteristik, serta klasifikasi fenomena tersebut. Klasifikasi tingkat urban sprawl akan menunjukkan tipologi sprawl yang terbagi atas tipologi satu (rendah), tipologi dua (sedang), dan tipologi tiga (tinggi) sebagai hasil pengharkatan dan overlay semua parameter menggunakan perangkat lunak SIG. Hasil penelitian ini menunjukkan pada tahun 2005, urban sprawl tipologi satu terjadi pada 8 (delapan) kecamatan, tipologi dua pada 4 (empat) kecamatan, dan tipologi tiga meliputi 2 (dua) kecamatan. Pada tahun 2018, kecamatan yang tergolong tipologi satu berubah menjadi 7 (tujuh) kecamatan, tipologi dua meliputi 10 kecamatan, dan tipologi tiga terdiri atas 11 kecamatan. Selama kurun waktu 13 tahun, kecenderungan urban sprawl meningkat ke bagian timur Kota Bandung, karena memiliki kondisi geografis yang datar dan terdapat CBD Jatinangor. Fenomena urban sprawl seharusnya dapat diperhatikan secara bijak oleh pemerintah dengan melakukan pengawasan terhadap perkembangan kota, seperti penerapan konsep compact city.","PeriodicalId":307659,"journal":{"name":"Seminar Nasional Geomatika","volume":"62 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-02-15","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"123681050","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
IOD (Indian Ocean Dipole) diketahui memiliki pengaruh terhadap curah hujan di benua maritim Indonesia bagian barat khususnya Sumatera Utara, seperti yang terjadi pada puncak musim hujan di wilayah tersebut. Curah hujan akan meningkat ketika indeks IOD negatif. Interaksi antara IOD negatif dengan curah hujan yang dianalisis dengan metode deskriptif menggunakan data angin zonal, angin meridional, radiasi balik gelombang panjang (Outgoing Longwave Radiation atau OLR), suhu muka laut (Sea Survace Temperature atau SST) serta curah hujan periode September Oktober November (SON) tahun 2016. Peta persebaran curah hujan bulanan diolah menggunakan QGIS (Quantum Geographic Information Sysytem). SST yang hangat dapat memicu proses penguapan terjadi lebih cepat. Uap air yang mencapai atmosfer akan melepas panas dalam proses kondensasi yang terjadi di awan. Awan – awan yang menutupi Sumatera ditunjukan oleh nilai OLR yang berjumlah sedikit dan panas laten yang mengubah fasa zat dalam jumlah yang banyak. Interaksi tersebut dapat memicu aktivitas konvektif yang menimbulkan hujan di Sumatera Utara. Puncak hujan terjadi pada bulan November disusul dengan September dan Oktober. Curah hujan terjadi secara merata pada pos hujan dan stasiun meteorologi di bulan September dan yang paling jarang terjadi hujan selama bulan November. Dengan mengetahui kondisi curah hujan dengan intensitas tinggi dan merata pada wilayah Sumatera Utara perlu diwaspadai ancaman bencana hidrometeorologi pada wilayah yang rawan banjir dan longsor.
{"title":"PENGARUH IOD (INDIAN OCEAN DIPOLE) TERHADAP BENCANA HIDROMETEOROLOGI DI SUMATERA UTARA PERIODE SEPTEMBER OKTOBER NOVEMBER (SON) 2016","authors":"Karina Husna, Suci Ainun Rimawati, Dedi Sucahyono Sosaidi","doi":"10.24895/SNG.2018.3-0.1040","DOIUrl":"https://doi.org/10.24895/SNG.2018.3-0.1040","url":null,"abstract":"IOD (Indian Ocean Dipole) diketahui memiliki pengaruh terhadap curah hujan di benua maritim Indonesia bagian barat khususnya Sumatera Utara, seperti yang terjadi pada puncak musim hujan di wilayah tersebut. Curah hujan akan meningkat ketika indeks IOD negatif. Interaksi antara IOD negatif dengan curah hujan yang dianalisis dengan metode deskriptif menggunakan data angin zonal, angin meridional, radiasi balik gelombang panjang (Outgoing Longwave Radiation atau OLR), suhu muka laut (Sea Survace Temperature atau SST) serta curah hujan periode September Oktober November (SON) tahun 2016. Peta persebaran curah hujan bulanan diolah menggunakan QGIS (Quantum Geographic Information Sysytem). SST yang hangat dapat memicu proses penguapan terjadi lebih cepat. Uap air yang mencapai atmosfer akan melepas panas dalam proses kondensasi yang terjadi di awan. Awan – awan yang menutupi Sumatera ditunjukan oleh nilai OLR yang berjumlah sedikit dan panas laten yang mengubah fasa zat dalam jumlah yang banyak. Interaksi tersebut dapat memicu aktivitas konvektif yang menimbulkan hujan di Sumatera Utara. Puncak hujan terjadi pada bulan November disusul dengan September dan Oktober. Curah hujan terjadi secara merata pada pos hujan dan stasiun meteorologi di bulan September dan yang paling jarang terjadi hujan selama bulan November. Dengan mengetahui kondisi curah hujan dengan intensitas tinggi dan merata pada wilayah Sumatera Utara perlu diwaspadai ancaman bencana hidrometeorologi pada wilayah yang rawan banjir dan longsor.","PeriodicalId":307659,"journal":{"name":"Seminar Nasional Geomatika","volume":"56 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-02-15","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"114229319","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-02-15DOI: 10.24895/SNG.2018.3-0.1049
R. Hidayat
Pada 22 Januari 2018 telah terjadi tanah longsor di Dusun Karangkulon, Desa Kalirejo, Salaman, Magelang. Bencana tanah longsor tersebut menyebabkan terputusnya ruas jalan dan menimpa rumah penduduk. Perlu dilakukan penelitian mengenai kedalaman bidang gelincir longsor untuk tindakan penanganannya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan melakukan survey geologi dan pengukuran geolistrik metode resistivitas. Lintasan Pengambilan data dengan metode geolistrik resistivitas sebanyak 2 lintasan dengan arah penelitian dari tenggara ke barat laut dan satu lintasan lagi arah timur laut barat daya, dengan panjang lintasan 60 m. Kemudian dianalisis menggunakan perangkat lunak Progress 3.0 untuk mengetahui nilai resistivitas batuan sebenarnya, jenis litologi serta kedalaman bidang gelincir. Berdasarkan analisis litologi daerah penelitian dengan menggunakan metode geolistrik resistivitas menunjukkan tiga lapisan tanah yaitu soil/lempung (lapisan paling atas), lempung pasiran (lapisan tengah) dan bataulanau pasiran (lapisan paling bawah). Bidang gelincir longsoran berada dibatas antara lapisan lempung pasiran dan batulanau pasiran pada kedalaman 10,5m.
{"title":"IDENTIFIKASI ZONA LONGSOR SECARA GEOLOGI DAN GEOFISIKA","authors":"R. Hidayat","doi":"10.24895/SNG.2018.3-0.1049","DOIUrl":"https://doi.org/10.24895/SNG.2018.3-0.1049","url":null,"abstract":"Pada 22 Januari 2018 telah terjadi tanah longsor di Dusun Karangkulon, Desa Kalirejo, Salaman, Magelang. Bencana tanah longsor tersebut menyebabkan terputusnya ruas jalan dan menimpa rumah penduduk. Perlu dilakukan penelitian mengenai kedalaman bidang gelincir longsor untuk tindakan penanganannya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan melakukan survey geologi dan pengukuran geolistrik metode resistivitas. Lintasan Pengambilan data dengan metode geolistrik resistivitas sebanyak 2 lintasan dengan arah penelitian dari tenggara ke barat laut dan satu lintasan lagi arah timur laut barat daya, dengan panjang lintasan 60 m. Kemudian dianalisis menggunakan perangkat lunak Progress 3.0 untuk mengetahui nilai resistivitas batuan sebenarnya, jenis litologi serta kedalaman bidang gelincir. Berdasarkan analisis litologi daerah penelitian dengan menggunakan metode geolistrik resistivitas menunjukkan tiga lapisan tanah yaitu soil/lempung (lapisan paling atas), lempung pasiran (lapisan tengah) dan bataulanau pasiran (lapisan paling bawah). Bidang gelincir longsoran berada dibatas antara lapisan lempung pasiran dan batulanau pasiran pada kedalaman 10,5m.","PeriodicalId":307659,"journal":{"name":"Seminar Nasional Geomatika","volume":"9 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-02-15","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"114345590","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}