Pub Date : 2019-02-15DOI: 10.24895/SNG.2018.3-0.940
M. Rusdi, S. Sugianto, Rudi Fadhli, Yulia Dewi Fazlina
Keberadaan lahan sawah diseluruh Indonesia termasuk Aceh, terus mengalami perubahan luas untuk peruntukan lain. Sementara itu, pemerintah terus mendorong kemandirian pangan dan energi menjadi target utama pembangunan. Salah satu programnya adalah mencetak sawah baru. Perencaan sawah baru memerlukan sawah eksisting. Hal ini, menuntut ketepatan dan kecepatan informasi spasial lahan sawah dengan harapan kedepannya kebijakan pengembangan perluasan sawah secara objektif dapat tersusun dengan baik, tepat tujuan dan tepat sasaran. Fokus penelitian berpusat pada aplikasi sistem informasi geografis dalam menangani data spasial lahan sawah. Teknik interpretasi citra menggunakan interpretasi visual on screen mengikut konsep kunci interpretasi citra yang dipadukan dengan kegiatan lapangan. Penggunaan teknologi Sistem Informasi Geografis (SIG) dalam kajian ini akan memudahkan dan mempercepatkan proses analisis data. Didapati adanya perbedaan luas antara data eksisting dan analisis spasial seluas ± 12.358,92 hektar atau sekitar 26,47% dari luas wilayah Aceh Besar dan sebesar ± 6.382,59 hektar atau sekitar 52,49% dari luas wilayah Aceh Jaya
{"title":"PEMETAAN SAWAH EKSISTING MENGGUNAKAN TEKNOLOGI SPASIAL MENUJU KEBIJAKAN SATU PETA Studi Kasus di Kabupaten Aceh Besar dan Aceh Jaya","authors":"M. Rusdi, S. Sugianto, Rudi Fadhli, Yulia Dewi Fazlina","doi":"10.24895/SNG.2018.3-0.940","DOIUrl":"https://doi.org/10.24895/SNG.2018.3-0.940","url":null,"abstract":"Keberadaan lahan sawah diseluruh Indonesia termasuk Aceh, terus mengalami perubahan luas untuk peruntukan lain. Sementara itu, pemerintah terus mendorong kemandirian pangan dan energi menjadi target utama pembangunan. Salah satu programnya adalah mencetak sawah baru. Perencaan sawah baru memerlukan sawah eksisting. Hal ini, menuntut ketepatan dan kecepatan informasi spasial lahan sawah dengan harapan kedepannya kebijakan pengembangan perluasan sawah secara objektif dapat tersusun dengan baik, tepat tujuan dan tepat sasaran. Fokus penelitian berpusat pada aplikasi sistem informasi geografis dalam menangani data spasial lahan sawah. Teknik interpretasi citra menggunakan interpretasi visual on screen mengikut konsep kunci interpretasi citra yang dipadukan dengan kegiatan lapangan. Penggunaan teknologi Sistem Informasi Geografis (SIG) dalam kajian ini akan memudahkan dan mempercepatkan proses analisis data. Didapati adanya perbedaan luas antara data eksisting dan analisis spasial seluas ± 12.358,92 hektar atau sekitar 26,47% dari luas wilayah Aceh Besar dan sebesar ± 6.382,59 hektar atau sekitar 52,49% dari luas wilayah Aceh Jaya","PeriodicalId":307659,"journal":{"name":"Seminar Nasional Geomatika","volume":"5 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-02-15","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"122124363","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-02-15DOI: 10.24895/SNG.2018.3-0.1031
S. Hadi, S. Syahrudin, Ratih Kusumawardani
Data dan informasi saat ini merupakan kebutuhan yang tiap saat bergerak dan dikonsumsi oleh masyarakat. Dalam sudut pandang pembangunan, salah satu kebutuhan data, tercermin dalam Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2018 yaitu meningkatnya kualitas dan kuantitas Rencana Tata Ruang serta terwujudnya tertib pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang. Kebutuhan pemanfaatan data dalam penyusunan rencana tata ruang meliputi wilayah darat, laut, dan wilayah udara serta dibawah permukaan bumi. Hal ini membutuhkan data dan informasi yang spesifik dan beragam. Oleh karena itu diperlukan standard dalam tiap spesifikasi produk informasi geospasial yang dihasilkan. Salah satu contoh permasalahan yang terjadi ditemukan saat melakukan integrasi horisontal maupun vertikal. Seringkali ditemukan data dengan perbedaan skala, namun perlu dilihat kembali spesifikasi minimal yang disyaratkan oleh Rencana Tata Ruang. Proses merge, overlay, edge matching antar wilayah juga menjadi masalah Rencana Tata Ruang dengan dua atau lebih wilayah yang berdekatan dengan klasifikasi yang berbeda. Proses integrasi tata ruang secara vertikal, juga dapat menjadi masalah, apabila kelas yang disusun tidak dapat dilakukan generalisasi dalam skala besar ke skala kecil maupun menyusun informasi rinci dari skala kecil ke skala yang lebih besar. Metadata dapat memberikan gambaran awal apakah pengguna dapat menggunakan sebuah produk informasi geospasial atau menolak penggunaan produk tersebut. Metadata terdiri dari beberapa paket seperti informasi set entitas, representasi spasial, sistem referensi, ekstensi metadata, identifikasi, informasi konten, informasi distribusi, kualitas data, katalog penyajian, batasan penggunaan, skema aplikasi dan informasi pemeliharaan data. Paket informasi kualitas dalam metadata, terdiri dari elemen scope, lineage dan report. Secara rinci, report dalam metadata menggambarkan detil kondisi kualitas data contohnya sub elemen Completeness, Logical Consistency, Positional Accuracy, Thematic Accuracy dan Temporal Acuracy. Pembangunan nasional salah satunya perencanaan tata ruang merupakan salah satu program yang memerlukan data dan informasi geospasial. Tiap informasi geospasial harus dilengkapi dengan metadata agar pengguna mendapatkan informasi yang pasti. Oleh karena itu tiap produsen data perlu menyusun metadata dari produk yang dihasilkan. Kelengkapan informasi metadata menentukan kepastian pengguna dalam pemanfaatan data dan informasi geospasial.
{"title":"METADATA UNTUK PEMANFAATAN DATA DAN INFORMASI GEOSPASIAL Kepastian Dalam Penyusunan Perencanaan Tata Ruang","authors":"S. Hadi, S. Syahrudin, Ratih Kusumawardani","doi":"10.24895/SNG.2018.3-0.1031","DOIUrl":"https://doi.org/10.24895/SNG.2018.3-0.1031","url":null,"abstract":"Data dan informasi saat ini merupakan kebutuhan yang tiap saat bergerak dan dikonsumsi oleh masyarakat. Dalam sudut pandang pembangunan, salah satu kebutuhan data, tercermin dalam Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2018 yaitu meningkatnya kualitas dan kuantitas Rencana Tata Ruang serta terwujudnya tertib pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang. Kebutuhan pemanfaatan data dalam penyusunan rencana tata ruang meliputi wilayah darat, laut, dan wilayah udara serta dibawah permukaan bumi. Hal ini membutuhkan data dan informasi yang spesifik dan beragam. Oleh karena itu diperlukan standard dalam tiap spesifikasi produk informasi geospasial yang dihasilkan. Salah satu contoh permasalahan yang terjadi ditemukan saat melakukan integrasi horisontal maupun vertikal. Seringkali ditemukan data dengan perbedaan skala, namun perlu dilihat kembali spesifikasi minimal yang disyaratkan oleh Rencana Tata Ruang. Proses merge, overlay, edge matching antar wilayah juga menjadi masalah Rencana Tata Ruang dengan dua atau lebih wilayah yang berdekatan dengan klasifikasi yang berbeda. Proses integrasi tata ruang secara vertikal, juga dapat menjadi masalah, apabila kelas yang disusun tidak dapat dilakukan generalisasi dalam skala besar ke skala kecil maupun menyusun informasi rinci dari skala kecil ke skala yang lebih besar. Metadata dapat memberikan gambaran awal apakah pengguna dapat menggunakan sebuah produk informasi geospasial atau menolak penggunaan produk tersebut. Metadata terdiri dari beberapa paket seperti informasi set entitas, representasi spasial, sistem referensi, ekstensi metadata, identifikasi, informasi konten, informasi distribusi, kualitas data, katalog penyajian, batasan penggunaan, skema aplikasi dan informasi pemeliharaan data. Paket informasi kualitas dalam metadata, terdiri dari elemen scope, lineage dan report. Secara rinci, report dalam metadata menggambarkan detil kondisi kualitas data contohnya sub elemen Completeness, Logical Consistency, Positional Accuracy, Thematic Accuracy dan Temporal Acuracy. Pembangunan nasional salah satunya perencanaan tata ruang merupakan salah satu program yang memerlukan data dan informasi geospasial. Tiap informasi geospasial harus dilengkapi dengan metadata agar pengguna mendapatkan informasi yang pasti. Oleh karena itu tiap produsen data perlu menyusun metadata dari produk yang dihasilkan. Kelengkapan informasi metadata menentukan kepastian pengguna dalam pemanfaatan data dan informasi geospasial.","PeriodicalId":307659,"journal":{"name":"Seminar Nasional Geomatika","volume":"90 9 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-02-15","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"128595924","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-02-15DOI: 10.24895/SNG.2018.3-0.924
R. Abdullah, Suharno Suharno, W. Wahyuni
Ketersedian akan peta kerja merupakan tahapan awal perencanaan yang sangat penting dalam kegiatan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL). Peta kerja memuat potensi bidang tanah dalam suatu wilayah lokasi PTSL berupa jumlah bidang tanah, klasifikasi kluster bidang tanah dan keterangan subyek/pemilik tanah yang terintegrasi antara data spasial dan data tekstual dalam suatu basis data pertanahan. Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui sejauhmana kedayagunaan aplikasi SMART PTSL berbasis smartphone. Analisis kebutuhan pengguna melalui formulir-formulir berupa kuesioner yang diperlukan dalam mengetahui kemanfaatan aplikasi SMART PTSL.
{"title":"EVALUASI PEMANFAATAN APLIKASI SMART PTSL DALAM PEMBUATAN PETA KERJA PENDAFTARAN TANAH SISTEMATIS LENGKAP","authors":"R. Abdullah, Suharno Suharno, W. Wahyuni","doi":"10.24895/SNG.2018.3-0.924","DOIUrl":"https://doi.org/10.24895/SNG.2018.3-0.924","url":null,"abstract":"Ketersedian akan peta kerja merupakan tahapan awal perencanaan yang sangat penting dalam kegiatan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL). Peta kerja memuat potensi bidang tanah dalam suatu wilayah lokasi PTSL berupa jumlah bidang tanah, klasifikasi kluster bidang tanah dan keterangan subyek/pemilik tanah yang terintegrasi antara data spasial dan data tekstual dalam suatu basis data pertanahan. Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui sejauhmana kedayagunaan aplikasi SMART PTSL berbasis smartphone. Analisis kebutuhan pengguna melalui formulir-formulir berupa kuesioner yang diperlukan dalam mengetahui kemanfaatan aplikasi SMART PTSL.","PeriodicalId":307659,"journal":{"name":"Seminar Nasional Geomatika","volume":"140 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-02-15","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"127928391","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-02-15DOI: 10.24895/SNG.2018.3-0.1006
M. Fatimah, I. Setiawan, Lili Somantri
Keberadaan ojek online membuat ruang ojek konvensional menjadi sempit. Kondisi inilah yang mengakibatkan adanya penolakan dan memunculkan konflik di antara keduanya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi ojek konvensional dan ojek online serta mengetahui faktor penyebab konflik diantara keduanya, melalui pemodelan zonasi potensi konflik ojek konvensional dengan ojek online. Metode yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif dengan teknik pengumpulan data studi dokumentasi, observasi, wawancara, dan kuesioner. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis deskriptif berdasarkan skala likert, skoring, overlay, serta korelasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) Kondisi ojek online lebih baik dibandingkan ojek konvensional dalam hal lamanya waktu kerja, tujuan perjalanan, jumlah penumpang dan penghasilan; 2) Wilayah yang mempunyai potensi konflik diantara ojek konvensional dengan ojek online adalah wilayah yang mempunyai pangkalan ojek dan dimasuki oleh ojek online, sebaliknya untuk wilayah yang tidak mempunyai pangkalan ojek potensi konflik lebih cendrung lebih rendah; 3) Parameter yang digunakan untuk pemodelan zonasi potensi rawan konflik ojek konvensional dengan ojek online memiliki hubungan yang saling berkaitan dengan konflik yang pernah terjadi di Kecamatan Arcamanik Bandung;. 4) Persebaran ojek konvensional dan ojek online menjadi faktor terbesar penyebab konflik diantara keduanya.
{"title":"PEMODELAN SPASIAL ZONASI POTENSI RAWAN KONFLIK OJEK KONVENSIONAL DENGAN OJEK ONLINE Studi Kasus di Kecamatan Arcamanik Bandung","authors":"M. Fatimah, I. Setiawan, Lili Somantri","doi":"10.24895/SNG.2018.3-0.1006","DOIUrl":"https://doi.org/10.24895/SNG.2018.3-0.1006","url":null,"abstract":"Keberadaan ojek online membuat ruang ojek konvensional menjadi sempit. Kondisi inilah yang mengakibatkan adanya penolakan dan memunculkan konflik di antara keduanya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi ojek konvensional dan ojek online serta mengetahui faktor penyebab konflik diantara keduanya, melalui pemodelan zonasi potensi konflik ojek konvensional dengan ojek online. Metode yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif dengan teknik pengumpulan data studi dokumentasi, observasi, wawancara, dan kuesioner. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis deskriptif berdasarkan skala likert, skoring, overlay, serta korelasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) Kondisi ojek online lebih baik dibandingkan ojek konvensional dalam hal lamanya waktu kerja, tujuan perjalanan, jumlah penumpang dan penghasilan; 2) Wilayah yang mempunyai potensi konflik diantara ojek konvensional dengan ojek online adalah wilayah yang mempunyai pangkalan ojek dan dimasuki oleh ojek online, sebaliknya untuk wilayah yang tidak mempunyai pangkalan ojek potensi konflik lebih cendrung lebih rendah; 3) Parameter yang digunakan untuk pemodelan zonasi potensi rawan konflik ojek konvensional dengan ojek online memiliki hubungan yang saling berkaitan dengan konflik yang pernah terjadi di Kecamatan Arcamanik Bandung;. 4) Persebaran ojek konvensional dan ojek online menjadi faktor terbesar penyebab konflik diantara keduanya.","PeriodicalId":307659,"journal":{"name":"Seminar Nasional Geomatika","volume":"50 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-02-15","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"128075581","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-02-15DOI: 10.24895/SNG.2018.3-0.958
A. Wuryanta
Bentang alam karst memiliki karakter morfologi, geologi, hidrogeologi dan lingkungan hayati yang berbeda dibandingkan dengan bentang alam lainnya. Kondisi lahan di atas permukaan tanah pada bentang alam karst pada umumnya kering dan kritis, sedangkan di bawah permukaan tanah terdapat potensi sumberdaya air yang sangat berlimpah. Lokasi kajian terletak di Sub Daerah Aliran Sungai (Sub DAS) Alang, Kabupaten Wonogiri. Tujuan kajian adalah menentukan zona kerentanan air tanah dengan menggunakan metode APLIS (Altitude, Slope, Litology, Infiltration and Soils). Parameter yang digunakan adalah ketinggian, kelerengan, batuan, zona infiltrasi dan jenis tanah. Kelas kelerengan dan ketinggian diperoleh dari analisis peta kontur skala 1: 25.000, jenis tanah diperoleh dari peta tanah sedangkan jenis batuan dan infiltrasi diperoleh dari peta geologi. Masing – masing parameter dilakukan overlay dengan menggunakan perangkat lunak Sistem Informasi Geografis (SIG). Hasil kajian menunjukkan, terdapat 4 tingkat kerentanan air tanah di sub DAS Alang yaitu sangat rendah, rendah, tinggi dan sangat tinggi. Tingkat kerentanan air tanah tinggi (zona perlindungan air tanah) menempati areal paling luas yaitu 15.541,79 ha (91,75 % dari total luas sub DAS Alang). Pada wilayah ini, kegiatan yang tidak boleh dilakukan adalah penambangan dan industri karena dapat mencemari air tanah. Sedangkan tingkat kerentanan sangat rendah, rendah dan sangat tinggi berturut – turut menempati areal seluas 10,34 ha, 1.382,35 ha dan 3,64 ha. Penerapan metode APLIS dengan perangkat lunak SIG dapat digunakan untuk menentukan zona tingkat kerentanan air tanah. Disamping itu distribusi spasial zona kerentanan air tanah dapat dimanfaatkan sebagai salah satu pertimbangan didalam penyusunan tata ruang kawasan bentang alam karst.
喀斯特地貌与其他地貌相比具有不同的形态学、地质学、水文和生物环境特征。喀斯特高原表层土壤的土壤通常是干燥和关键的,而土壤表面之下蕴藏着巨大的水资源潜力。吉兰的位置位于班戈里省的下游地区。本研究的目标是使用APLIS方法(Altitude、Slope、Litology、filtration and Soils)确定地下水的脆弱区。使用的参数是高度、净态性、岩石、渗透区和土壤类型。倾斜和高度的等级来自于对1:25000尺度地图的分析,土壤类型来自地面地图,岩石类型类型和从地质地图中渗透而来。每一个参数都是通过地理信息系统软件(SIG)覆盖的。研究表明,芦苇中四种地下水脆弱性非常低,非常低,非常高。高含水率(地下水保护区)占据了最多的面积为15541.79 ha(91.75%的芦苇总面积)。在这个地区,采矿和工业因污染地下水而被禁止。同时,脆弱性水平非常低,低和高——也占据了10.34 ha, 1,382,35 ha和3,64 ha的面积。SIG软件应用APLIS方法可以用来确定地下水脆弱性的区域。此外,地下水脆性区域的空间分布可以作为喀斯特景观布局中的一个考虑因素。
{"title":"ZONASI KERENTANAN AIR TANAH PADA BENTANG ALAM KARST DENGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS SEBAGAI DASAR PENYUSUNAN TATA RUANG","authors":"A. Wuryanta","doi":"10.24895/SNG.2018.3-0.958","DOIUrl":"https://doi.org/10.24895/SNG.2018.3-0.958","url":null,"abstract":"Bentang alam karst memiliki karakter morfologi, geologi, hidrogeologi dan lingkungan hayati yang berbeda dibandingkan dengan bentang alam lainnya. Kondisi lahan di atas permukaan tanah pada bentang alam karst pada umumnya kering dan kritis, sedangkan di bawah permukaan tanah terdapat potensi sumberdaya air yang sangat berlimpah. Lokasi kajian terletak di Sub Daerah Aliran Sungai (Sub DAS) Alang, Kabupaten Wonogiri. Tujuan kajian adalah menentukan zona kerentanan air tanah dengan menggunakan metode APLIS (Altitude, Slope, Litology, Infiltration and Soils). Parameter yang digunakan adalah ketinggian, kelerengan, batuan, zona infiltrasi dan jenis tanah. Kelas kelerengan dan ketinggian diperoleh dari analisis peta kontur skala 1: 25.000, jenis tanah diperoleh dari peta tanah sedangkan jenis batuan dan infiltrasi diperoleh dari peta geologi. Masing – masing parameter dilakukan overlay dengan menggunakan perangkat lunak Sistem Informasi Geografis (SIG). Hasil kajian menunjukkan, terdapat 4 tingkat kerentanan air tanah di sub DAS Alang yaitu sangat rendah, rendah, tinggi dan sangat tinggi. Tingkat kerentanan air tanah tinggi (zona perlindungan air tanah) menempati areal paling luas yaitu 15.541,79 ha (91,75 % dari total luas sub DAS Alang). Pada wilayah ini, kegiatan yang tidak boleh dilakukan adalah penambangan dan industri karena dapat mencemari air tanah. Sedangkan tingkat kerentanan sangat rendah, rendah dan sangat tinggi berturut – turut menempati areal seluas 10,34 ha, 1.382,35 ha dan 3,64 ha. Penerapan metode APLIS dengan perangkat lunak SIG dapat digunakan untuk menentukan zona tingkat kerentanan air tanah. Disamping itu distribusi spasial zona kerentanan air tanah dapat dimanfaatkan sebagai salah satu pertimbangan didalam penyusunan tata ruang kawasan bentang alam karst.","PeriodicalId":307659,"journal":{"name":"Seminar Nasional Geomatika","volume":"1 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-02-15","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"130462826","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-02-15DOI: 10.24895/SNG.2018.3-0.979
Elva Azzahra Puji Lestari
Konsep Kota Hijau adalah konsep pembangunan kota berkelanjutan yang menyelaraskan lingkungan alam dan lingkungan buatan manusia sebagai respon terhadap kerusakan lingkungan. Menurut Undangundang RI No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dinyatakan bahwa proporsi Ruang Terbuka Hijau (RTH) pada wilayah perkotaan paling sedikit 30% dari luas wilayah keseluruhan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas RTH dalam mereduksi emisi gas karbon dioksida di Kota Banjarmasin. Metode yang digunakan pada penelitian ini yaitu mengandalkan parameter NDVI (Normalized Difference Vegetation Index) serta observasi lapangan berupa perhitungan emisi gas karbon dioksida dan wawancara instansi. Metode analisis data yang digunakan adalah berdasarkan hasil perhitungan emisi gas karbon dioksida kendaraan dan daya serap RTH yang menghasilkan arahan pengembangan RTH yang sesuai dengan karakteristik wilayah. Lokasi penelitian meliputi RTH jalan pada kota Banjarmasin yaitu Kecamatan Banjarmasin Tengah dan Banjarmasin Utara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketersediaan ruang terbuka hijau di Kota Banjarmasin memiliki keterkaitan dengan penyerapan emisi gas karbon dioksida. Hal ini dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan ruang terbuka hijau belum efektif menyerap emisi gas CO2. Strategi pengembangan RTH Kota Banjarmasin difokuskan untuk mempertahankan dan meningkatkan kualitas RTH sehingga dipandang sebagai salah satu upaya penanganan terhadap meningkatnya emisi gas rumah kaca yang paling implementatif dibandingkan cara lainnya.
{"title":"EFEKTIVITAS RUANG TERBUKA HIJAU DALAM MEREDUKSI EMISI GAS KARBON DI KOTA BANJARMASIN, KALIMANTAN SELATAN","authors":"Elva Azzahra Puji Lestari","doi":"10.24895/SNG.2018.3-0.979","DOIUrl":"https://doi.org/10.24895/SNG.2018.3-0.979","url":null,"abstract":"Konsep Kota Hijau adalah konsep pembangunan kota berkelanjutan yang menyelaraskan lingkungan alam dan lingkungan buatan manusia sebagai respon terhadap kerusakan lingkungan. Menurut Undangundang RI No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dinyatakan bahwa proporsi Ruang Terbuka Hijau (RTH) pada wilayah perkotaan paling sedikit 30% dari luas wilayah keseluruhan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas RTH dalam mereduksi emisi gas karbon dioksida di Kota Banjarmasin. Metode yang digunakan pada penelitian ini yaitu mengandalkan parameter NDVI (Normalized Difference Vegetation Index) serta observasi lapangan berupa perhitungan emisi gas karbon dioksida dan wawancara instansi. Metode analisis data yang digunakan adalah berdasarkan hasil perhitungan emisi gas karbon dioksida kendaraan dan daya serap RTH yang menghasilkan arahan pengembangan RTH yang sesuai dengan karakteristik wilayah. Lokasi penelitian meliputi RTH jalan pada kota Banjarmasin yaitu Kecamatan Banjarmasin Tengah dan Banjarmasin Utara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketersediaan ruang terbuka hijau di Kota Banjarmasin memiliki keterkaitan dengan penyerapan emisi gas karbon dioksida. Hal ini dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan ruang terbuka hijau belum efektif menyerap emisi gas CO2. Strategi pengembangan RTH Kota Banjarmasin difokuskan untuk mempertahankan dan meningkatkan kualitas RTH sehingga dipandang sebagai salah satu upaya penanganan terhadap meningkatnya emisi gas rumah kaca yang paling implementatif dibandingkan cara lainnya.","PeriodicalId":307659,"journal":{"name":"Seminar Nasional Geomatika","volume":"59 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-02-15","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"133510797","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-02-15DOI: 10.24895/SNG.2018.3-0.923
D. C. K. Yuwana, Maundri Prihanggo, A. Syetiawan
Implementasi proses orthorektifikasi membutuhkan data Digital Elevation Model (DEM) yang akurat. Ketersediaan data DEM yang akurat menjadi permasalahan tersendiri dalam proses orthorektifikasi. DEM hasil proses stereo-pair citra satelit pleiades menjadi sebuah alternatif. Penelitian ini berfokus untuk mengkaji ketelitian geometrik hasil orthorektifikasi dengan masukan DEM hasil stereo-pair (1m) citra satelit plaiades dengan DEM IFSAR (5m). Data yang digunakan meliputi sepasang Citra Satelit Pleiades, data hasil pengukuran GPS sebanyak 23 titik yang nantinya 11 titik dijadikan sebagai Ground Control Point (GCP) dan 12 titik dijadikan sebagai Independent Check Point (ICP), dan data DEM Ifsar 5 meter. Penelitian ini mendasarkan pada perbandingan ketelitian geometrik antara citra hasil othorektifikasi menggunakan masukan DEM IFSAR 5 m dengan masukan DEM dari hasil proses stereo-pair dua pasang citra satelit pleiades. Metode rational polynomial coefficient (RPC) digunakan untuk mendapatkan pembentukan epipolar citra dan citra ortho. DEM hasil stereo-pair citra satelit plaiades memiliki rentang -37 meter sampai dengan 155 meter di atas mean sea level (MSL). DEM hasil stereo-pair jauh lebih detail dari DEM IFSAR, kondisi perumahan dan jalan raya terepresentasikan lebih baik dan lebih jelas. Akurasi pada citra hasil orthorektifikasi menggunkan DEM stereo-pair 1 m adalah 1,04019 lebih baik dari hasil ortho menggunakan DEM IFSAR 5 m yaitu 1,12783. Perbedaan resolusi DEM sebesar 4 meter tidak signifikan mempengaruhi hasil orthorektifikasi citra satelit resolusi tinggi. Secara keseluruhan hasil akhir yang didapat dari kedua citra ortho dengan masukan data DEM tersebut masuk dalam ketelitian peta skala 1:5000 kelas 2 CE90.
{"title":"EVALUASI KETELITIAN HASIL ORTHOREKTIFIKASI CITRA SATELIT RESOLUSI TINGGI MENGGUNAKAN DEM STEREO-PAIR PLEIADES","authors":"D. C. K. Yuwana, Maundri Prihanggo, A. Syetiawan","doi":"10.24895/SNG.2018.3-0.923","DOIUrl":"https://doi.org/10.24895/SNG.2018.3-0.923","url":null,"abstract":"Implementasi proses orthorektifikasi membutuhkan data Digital Elevation Model (DEM) yang akurat. Ketersediaan data DEM yang akurat menjadi permasalahan tersendiri dalam proses orthorektifikasi. DEM hasil proses stereo-pair citra satelit pleiades menjadi sebuah alternatif. Penelitian ini berfokus untuk mengkaji ketelitian geometrik hasil orthorektifikasi dengan masukan DEM hasil stereo-pair (1m) citra satelit plaiades dengan DEM IFSAR (5m). Data yang digunakan meliputi sepasang Citra Satelit Pleiades, data hasil pengukuran GPS sebanyak 23 titik yang nantinya 11 titik dijadikan sebagai Ground Control Point (GCP) dan 12 titik dijadikan sebagai Independent Check Point (ICP), dan data DEM Ifsar 5 meter. Penelitian ini mendasarkan pada perbandingan ketelitian geometrik antara citra hasil othorektifikasi menggunakan masukan DEM IFSAR 5 m dengan masukan DEM dari hasil proses stereo-pair dua pasang citra satelit pleiades. Metode rational polynomial coefficient (RPC) digunakan untuk mendapatkan pembentukan epipolar citra dan citra ortho. DEM hasil stereo-pair citra satelit plaiades memiliki rentang -37 meter sampai dengan 155 meter di atas mean sea level (MSL). DEM hasil stereo-pair jauh lebih detail dari DEM IFSAR, kondisi perumahan dan jalan raya terepresentasikan lebih baik dan lebih jelas. Akurasi pada citra hasil orthorektifikasi menggunkan DEM stereo-pair 1 m adalah 1,04019 lebih baik dari hasil ortho menggunakan DEM IFSAR 5 m yaitu 1,12783. Perbedaan resolusi DEM sebesar 4 meter tidak signifikan mempengaruhi hasil orthorektifikasi citra satelit resolusi tinggi. Secara keseluruhan hasil akhir yang didapat dari kedua citra ortho dengan masukan data DEM tersebut masuk dalam ketelitian peta skala 1:5000 kelas 2 CE90.","PeriodicalId":307659,"journal":{"name":"Seminar Nasional Geomatika","volume":"25 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-02-15","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"132741601","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-02-15DOI: 10.24895/SNG.2018.3-0.1081
E. Purwaningsih
Gunung Marapi merupakan gunungapi aktif di wilayah Sumatera Barat, sehingga apabila terjadi erupsi/letusan akan berdampak pada kondisi sosial maupun kondisi ekonomi masyarakat di kawasan tersebut. Untuk mengantisipasi timbulnya korban, maka perlu adanya penyusunan rencana kontinjensi yang merupakan salah satu rencana yang dibuat pada tahapan prabencana dan dilakukan pada kondisi normal atau potensi terjadinya suatu bencana. Rencana ini dapat dijadikan Rencana Operasi Tanggap Darurat, setelah terlebih dahulu melalui kaji cepat. Rencana kontinjensi sangat memerlukan aspek geospasial dalam pembuatannya. Informasi geospasial yang digunakan dalam pemecahan masalah bencana gunungapi khususnya letusan Gunung Marapi disajikan dalam bentuk peta yang terdiri atas: peta kawasan rawan bencana, peta kerentanan sosial, peta kerentanan ekonomi, peta kerentanan fisik dan peta risiko bencana letusan gunungapi. Untuk mencapai hasil pemetaan rencana kontinjensi bencana digunakan analisis spasial data primer berupa survei lapangan untuk mengetahui daerah terdampak yaitu Kabupaten Agam, Kabupaten Tanah Datar dan data sekunder. Komponen dan indikator untuk menghitung indeks ancaman bencana dan analisis pengkelasan Kawasan Rawan Bencana (KRB) mengikuti aturan Perka BNPB No.2 Tahun 2012. Berdasarkan hasil analisis data spasial dan survei lapangan mengenai peta rencana kontinjensi bahaya letusan Gunung Marapi di Kabupaten Agam dan Kabupaten Tanah Datar, maka terdapat 65 nagari yang terkena dampak bahaya letusan gunungapi Marapi. Terdapat 10 nagari yang memiliki kelas risiko tinggi bencana letusan gunungapi Marapi.
{"title":"RENCANA KONTINJENSI GUNUNGAPI BERBASIS INFORMASI GEOSPASIAL (Studi Kasus: Gunung Marapi Sumatera Barat)","authors":"E. Purwaningsih","doi":"10.24895/SNG.2018.3-0.1081","DOIUrl":"https://doi.org/10.24895/SNG.2018.3-0.1081","url":null,"abstract":"Gunung Marapi merupakan gunungapi aktif di wilayah Sumatera Barat, sehingga apabila terjadi erupsi/letusan akan berdampak pada kondisi sosial maupun kondisi ekonomi masyarakat di kawasan tersebut. Untuk mengantisipasi timbulnya korban, maka perlu adanya penyusunan rencana kontinjensi yang merupakan salah satu rencana yang dibuat pada tahapan prabencana dan dilakukan pada kondisi normal atau potensi terjadinya suatu bencana. Rencana ini dapat dijadikan Rencana Operasi Tanggap Darurat, setelah terlebih dahulu melalui kaji cepat. Rencana kontinjensi sangat memerlukan aspek geospasial dalam pembuatannya. Informasi geospasial yang digunakan dalam pemecahan masalah bencana gunungapi khususnya letusan Gunung Marapi disajikan dalam bentuk peta yang terdiri atas: peta kawasan rawan bencana, peta kerentanan sosial, peta kerentanan ekonomi, peta kerentanan fisik dan peta risiko bencana letusan gunungapi. Untuk mencapai hasil pemetaan rencana kontinjensi bencana digunakan analisis spasial data primer berupa survei lapangan untuk mengetahui daerah terdampak yaitu Kabupaten Agam, Kabupaten Tanah Datar dan data sekunder. Komponen dan indikator untuk menghitung indeks ancaman bencana dan analisis pengkelasan Kawasan Rawan Bencana (KRB) mengikuti aturan Perka BNPB No.2 Tahun 2012. Berdasarkan hasil analisis data spasial dan survei lapangan mengenai peta rencana kontinjensi bahaya letusan Gunung Marapi di Kabupaten Agam dan Kabupaten Tanah Datar, maka terdapat 65 nagari yang terkena dampak bahaya letusan gunungapi Marapi. Terdapat 10 nagari yang memiliki kelas risiko tinggi bencana letusan gunungapi Marapi.","PeriodicalId":307659,"journal":{"name":"Seminar Nasional Geomatika","volume":"39 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-02-15","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"130939693","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-02-15DOI: 10.24895/SNG.2018.3-0.1009
M. Dede, Dede Sugandi, I. Setiawan
Kejahatan merupakan perubahan yang tidak direncanakan akibat proses pengembangan perkotaan. Pendekatan geografis dalam analisis kejahatan mampu menganalisis pola kejahatan menggunakan sistem informasi geografis, sekaligus mengkaji hubungan antara kejahatan dan kondisi lingkungan. Penelitian ini bertujuan mengungkap pengaruh kondisi lingkungan terhadap kerawanan kejahatan di Kecamatan Sumur Bandung. Kondisi lingkungan terbagi atas batas antar ruang privat, aksesibilitas, jumlah penduduk, kondisi ekonomi, dan iklim sosial. Penelitian ini berbasis pada penelitian survei dengan menggunakan 176 responden dan margin of error 3,5 persen yang dipilih secara multistage random sampling. Data kejahatan eksiting dianalisis menggunakan KDE guna menghasilkan informasi kerawanan kejahatan. Interaksi antar variabel dianalisis menggunakan multiple linear regression dan partial correlation. Sumur Bandung memiliki kerawanan kejahatan yang lebih tinggi di bagian barat tepatnya di Kelurahan Braga dan Kelurahan Babakan Ciamis. Hasil penelitian menunjukkan kondisi lingkungan memiliki pengaruh simultan terhadap kerawanan kejahatan secara signifikan. Secara parsial, variabel iklim sosial dan jumlah penduduk tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap kerawanan kejahatan. Variabel aksesibilitas berkontribusi secara positif dan tinggi terhadap kerawanan kejahatan, sedangkan batas antar ruang privat memiliki kontribusi negatif tertinggi terhadap kejahatan. Korelasi parsial menunjukkan hubungan antar variabel bebas yang signifikan antara kondisi ekonomi dengan batas antar ruang privat, serta jumlah penduduk dengan iklim sosial. Pemodelan kerawanan kejahatan memiliki korelasi yang kuat dan signifikan terhadap kerawanan kejahatan eksisting. Kerawanan kejahatan di Sumur Bandung memiliki pola yang semakin menurun ke bagian timur menuju Kelurahan Merdeka. Oleh sebab itu, pencegahannya harus dilakukan secara terpadu dengan melibatkan aspek lingkungan.
{"title":"PENGARUH KONDISI LINGKUNGAN TERHADAP KERAWANAN KEJAHATAN DI KAWASAN PERKOTAAN Studi Kasus di Kecamatan Sumur Bandung, Kota Bandung","authors":"M. Dede, Dede Sugandi, I. Setiawan","doi":"10.24895/SNG.2018.3-0.1009","DOIUrl":"https://doi.org/10.24895/SNG.2018.3-0.1009","url":null,"abstract":"Kejahatan merupakan perubahan yang tidak direncanakan akibat proses pengembangan perkotaan. Pendekatan geografis dalam analisis kejahatan mampu menganalisis pola kejahatan menggunakan sistem informasi geografis, sekaligus mengkaji hubungan antara kejahatan dan kondisi lingkungan. Penelitian ini bertujuan mengungkap pengaruh kondisi lingkungan terhadap kerawanan kejahatan di Kecamatan Sumur Bandung. Kondisi lingkungan terbagi atas batas antar ruang privat, aksesibilitas, jumlah penduduk, kondisi ekonomi, dan iklim sosial. Penelitian ini berbasis pada penelitian survei dengan menggunakan 176 responden dan margin of error 3,5 persen yang dipilih secara multistage random sampling. Data kejahatan eksiting dianalisis menggunakan KDE guna menghasilkan informasi kerawanan kejahatan. Interaksi antar variabel dianalisis menggunakan multiple linear regression dan partial correlation. Sumur Bandung memiliki kerawanan kejahatan yang lebih tinggi di bagian barat tepatnya di Kelurahan Braga dan Kelurahan Babakan Ciamis. Hasil penelitian menunjukkan kondisi lingkungan memiliki pengaruh simultan terhadap kerawanan kejahatan secara signifikan. Secara parsial, variabel iklim sosial dan jumlah penduduk tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap kerawanan kejahatan. Variabel aksesibilitas berkontribusi secara positif dan tinggi terhadap kerawanan kejahatan, sedangkan batas antar ruang privat memiliki kontribusi negatif tertinggi terhadap kejahatan. Korelasi parsial menunjukkan hubungan antar variabel bebas yang signifikan antara kondisi ekonomi dengan batas antar ruang privat, serta jumlah penduduk dengan iklim sosial. Pemodelan kerawanan kejahatan memiliki korelasi yang kuat dan signifikan terhadap kerawanan kejahatan eksisting. Kerawanan kejahatan di Sumur Bandung memiliki pola yang semakin menurun ke bagian timur menuju Kelurahan Merdeka. Oleh sebab itu, pencegahannya harus dilakukan secara terpadu dengan melibatkan aspek lingkungan.","PeriodicalId":307659,"journal":{"name":"Seminar Nasional Geomatika","volume":"253 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-02-15","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"129253589","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-02-15DOI: 10.24895/SNG.2018.3-0.1027
Rido Nor Permadi, Ahmad Sarwadi
Kota Pontianak memiliki luas 107,82 km2 terdiri dari 6 kecamatan dan 29 kelurahan dengan populasi 618.388 jiwa (Kota Pontianak Dalam Angka 2017). Pertumbuhan jumlah penduduk yang tinggi tersebar pada beberapa kelurahan terutama di Kecamatan Pontianak Kota dan Kecamatan Pontianak Timur. Faktor utama adalah migrasi penduduk yang menjadikan Kota Pontianak sebagai kota metropolitan yang padat sehingga rentan menyebabkan disparitas antar wilayahnya. Kota Pontianak masuk dalam RPJMN 2015-2019 sebagai salah satu Kota yang masuk dalam perencanaan Kota Baru yang akan direvitalisasi. Hal ini sejalan dengan RTRW 2013-2033 Kota Pontianak dalam pasal 5 strategi ke-7, dengan strategi meningkatkan aspek ekonomi, sosial budaya pendayagunaan sumber daya alam dan teknologi diantaranya mengembangkan kegiatan pariwisata rekreasi dan perlindungan alam di kawasan pinggiran dan badan sungai kapuas dengan konsep waterfront city. Wilayah permukiman yang direvitalisasi dan direlokasi adalah Kecamatan Pontianak Kota dan Kecamatan Pontianak Timur. Setiing permukiman tepian sungai yang sudah terbentuk dari ratusan tahun lalu kini berubah fungsi dan nilainya. Kawasan permukiman identik dengan budaya melayu dengan ciri khas berdiri diatas air merupakan warisan turun-temurun dari nenek moyang. Pemerintah menginisiasikan program revitalisasi ini untuk meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar dan meningkatkan nilai budaya serta mengurangi daerah kumuh., Tujuan penelitian ini adalah untuk mendiskripsikan kondisi sebelum dan sesudah revitalisasi di Tepian Sungai Kapuas dan mengkomparasikannya. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif kualitatif dengan metode analisis yang digunakan adalah perbandingan kondisi sebelum dan sesudah (before and after comparations). Setelah itu, beberapa perubahan tersebut dituangkan kedalam sketsa model bantuan analisis pemetaan perilaku. Perubahan aktivitas pada sistem setting dipengaruhi oleh komponen fix, komponen semi fix dan komponen non-fix, hubungan anter elemen sangat berkaitan satu dengan yang lain, sehingga terbentuk sistem setting di Tepian Sungai Kapuas yang pasca revitalisasi.
{"title":"PERUBAHAN SISTEM SETTING TERHADAP PERKEMBANGAN AKTIVITAS PASCA REVITALISASI DI TEPIAN SUNGAI KAPUAS KOTA PONTINAK","authors":"Rido Nor Permadi, Ahmad Sarwadi","doi":"10.24895/SNG.2018.3-0.1027","DOIUrl":"https://doi.org/10.24895/SNG.2018.3-0.1027","url":null,"abstract":"Kota Pontianak memiliki luas 107,82 km2 terdiri dari 6 kecamatan dan 29 kelurahan dengan populasi 618.388 jiwa (Kota Pontianak Dalam Angka 2017). Pertumbuhan jumlah penduduk yang tinggi tersebar pada beberapa kelurahan terutama di Kecamatan Pontianak Kota dan Kecamatan Pontianak Timur. Faktor utama adalah migrasi penduduk yang menjadikan Kota Pontianak sebagai kota metropolitan yang padat sehingga rentan menyebabkan disparitas antar wilayahnya. Kota Pontianak masuk dalam RPJMN 2015-2019 sebagai salah satu Kota yang masuk dalam perencanaan Kota Baru yang akan direvitalisasi. Hal ini sejalan dengan RTRW 2013-2033 Kota Pontianak dalam pasal 5 strategi ke-7, dengan strategi meningkatkan aspek ekonomi, sosial budaya pendayagunaan sumber daya alam dan teknologi diantaranya mengembangkan kegiatan pariwisata rekreasi dan perlindungan alam di kawasan pinggiran dan badan sungai kapuas dengan konsep waterfront city. Wilayah permukiman yang direvitalisasi dan direlokasi adalah Kecamatan Pontianak Kota dan Kecamatan Pontianak Timur. Setiing permukiman tepian sungai yang sudah terbentuk dari ratusan tahun lalu kini berubah fungsi dan nilainya. Kawasan permukiman identik dengan budaya melayu dengan ciri khas berdiri diatas air merupakan warisan turun-temurun dari nenek moyang. Pemerintah menginisiasikan program revitalisasi ini untuk meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar dan meningkatkan nilai budaya serta mengurangi daerah kumuh., Tujuan penelitian ini adalah untuk mendiskripsikan kondisi sebelum dan sesudah revitalisasi di Tepian Sungai Kapuas dan mengkomparasikannya. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif kualitatif dengan metode analisis yang digunakan adalah perbandingan kondisi sebelum dan sesudah (before and after comparations). Setelah itu, beberapa perubahan tersebut dituangkan kedalam sketsa model bantuan analisis pemetaan perilaku. Perubahan aktivitas pada sistem setting dipengaruhi oleh komponen fix, komponen semi fix dan komponen non-fix, hubungan anter elemen sangat berkaitan satu dengan yang lain, sehingga terbentuk sistem setting di Tepian Sungai Kapuas yang pasca revitalisasi.","PeriodicalId":307659,"journal":{"name":"Seminar Nasional Geomatika","volume":"20 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-02-15","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"115443695","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}