Pub Date : 2019-03-31DOI: 10.32801/LAMLAJ.V4I1.109
Muhammad Hufni Ramadhani, M. Effendy, Yulia Qamariyanti
Tujuan penelitian adalah untuk mengkaji prosedur dan mekanisme perolehantanah untuk kepentingan badan hukum swasta dalam rangka penanaman modaldan untuk mengkaji status kepemilikan tanah badan hukum swasta dalam rangkapenanaman modal. Kegunaan penelitian dapat memberikan sumbangan pemikirandalam pengembangan ilmu hukum khususnya di bidang hukum agraria dandapat memberikan sumbangan pemikiran dalam memecahkan masalah yang timbulmengenai perolehan tanah untuk kepentingan badan hukum swasta. Penelitian inimerupakan penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan yang dilakukan dengan menelaah semua undang-undang yang bersangkutpaut dengan isu hukum yang ditangani dan pendekatan konseptual yangmerujuk pada prinsip-prinsip hukum yang ditemukan dalam perundang-undangan.Sifat penelitian ini adalah Preskriptif Analitis yang bertujuan untuk menjelaskansecara tepat dari sifat-sifat suatu individu, kondisi/gejala keleompok tertentu/untukmenentukan penyebaran dari suatu gejala untuk menentukan ada dan tidaknyahubungan antara satu gejala dengan gejala lain di dalam masyarakat kita. HasilPenelitian: Pertama Prosedur dan mekanisme perolehan tanah untuk kepentinganbadan hukum swasta dalam rangka penanaman modal adalah mengatur mengenaitatacara yang sesuai dengan aturan dalam hal badan usaha memperoleh hak atastanah, maka akan meningkatkan produktivitas kegiatan perekonomian khususnyayang dilakukan oleh badan hukum swasta. Ini tentu saja akan membawa pengaruhyang sangat besar bagi perekonomian nasional kita. Status kepemilikan tanaholeh badan usaha swasta dalam rangka penanaman modal adalah memberikankepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bidangtanah khususnya badan usaha swasta yang bergerak menjalankan perekonomiannegara, ketika sudah memiliki status kepemilikan yang jelas maka tanah tersebutterdaftar sehingga akan mudah bagi badan hukum swasta untuk dapat membuktikandirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan.
{"title":"Perolehan Tanah untuk Kepentingan Badan Hukum Swasta dalam Rangka Penanaman Modal","authors":"Muhammad Hufni Ramadhani, M. Effendy, Yulia Qamariyanti","doi":"10.32801/LAMLAJ.V4I1.109","DOIUrl":"https://doi.org/10.32801/LAMLAJ.V4I1.109","url":null,"abstract":"Tujuan penelitian adalah untuk mengkaji prosedur dan mekanisme perolehantanah untuk kepentingan badan hukum swasta dalam rangka penanaman modaldan untuk mengkaji status kepemilikan tanah badan hukum swasta dalam rangkapenanaman modal. Kegunaan penelitian dapat memberikan sumbangan pemikirandalam pengembangan ilmu hukum khususnya di bidang hukum agraria dandapat memberikan sumbangan pemikiran dalam memecahkan masalah yang timbulmengenai perolehan tanah untuk kepentingan badan hukum swasta. Penelitian inimerupakan penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan yang dilakukan dengan menelaah semua undang-undang yang bersangkutpaut dengan isu hukum yang ditangani dan pendekatan konseptual yangmerujuk pada prinsip-prinsip hukum yang ditemukan dalam perundang-undangan.Sifat penelitian ini adalah Preskriptif Analitis yang bertujuan untuk menjelaskansecara tepat dari sifat-sifat suatu individu, kondisi/gejala keleompok tertentu/untukmenentukan penyebaran dari suatu gejala untuk menentukan ada dan tidaknyahubungan antara satu gejala dengan gejala lain di dalam masyarakat kita. HasilPenelitian: Pertama Prosedur dan mekanisme perolehan tanah untuk kepentinganbadan hukum swasta dalam rangka penanaman modal adalah mengatur mengenaitatacara yang sesuai dengan aturan dalam hal badan usaha memperoleh hak atastanah, maka akan meningkatkan produktivitas kegiatan perekonomian khususnyayang dilakukan oleh badan hukum swasta. Ini tentu saja akan membawa pengaruhyang sangat besar bagi perekonomian nasional kita. Status kepemilikan tanaholeh badan usaha swasta dalam rangka penanaman modal adalah memberikankepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bidangtanah khususnya badan usaha swasta yang bergerak menjalankan perekonomiannegara, ketika sudah memiliki status kepemilikan yang jelas maka tanah tersebutterdaftar sehingga akan mudah bagi badan hukum swasta untuk dapat membuktikandirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan. ","PeriodicalId":31238,"journal":{"name":"Lambung Mangkurat Law Journal","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-03-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"43705162","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui eksistensi asas indissolubilitydalam hukum kanonik dan hukum perkawinan nasional terhadap putusan pengadilanyang memutus perkawinan katolik; dan untuk mengetahui kedudukan hukumsuami istri yang beragama katolik setelah putusan pengadilan akibat perceraian.Jenis penelitian hukum normatif merupakan penelitian hukum yang dilakukan dengancara meneliti dan menggunakan bahan hukum yaitu bahan hukum primer, bahanhukum sekunder dan bahan hukum tersier yang didapat dari penelitian kepustakaan(library research). Menurut hasil penelitian bahwa pengadilan tidak mempertimbangkanserta tidak memaknai ketentuan hukum agama Katolik.
{"title":"Asas Indissolubility dalam Hukum Perkawinan Katolik","authors":"Franky Anggriawan, D. S. Gozali, Rachmadi Usman","doi":"10.32801/LAMLAJ.V4I1.94","DOIUrl":"https://doi.org/10.32801/LAMLAJ.V4I1.94","url":null,"abstract":"Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui eksistensi asas indissolubilitydalam hukum kanonik dan hukum perkawinan nasional terhadap putusan pengadilanyang memutus perkawinan katolik; dan untuk mengetahui kedudukan hukumsuami istri yang beragama katolik setelah putusan pengadilan akibat perceraian.Jenis penelitian hukum normatif merupakan penelitian hukum yang dilakukan dengancara meneliti dan menggunakan bahan hukum yaitu bahan hukum primer, bahanhukum sekunder dan bahan hukum tersier yang didapat dari penelitian kepustakaan(library research). Menurut hasil penelitian bahwa pengadilan tidak mempertimbangkanserta tidak memaknai ketentuan hukum agama Katolik.","PeriodicalId":31238,"journal":{"name":"Lambung Mangkurat Law Journal","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-03-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"44722798","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-03-31DOI: 10.32801/LAMLAJ.V4I1.92.G177
Agustina Dewi Pramudiyana, Noor Hafidah
Tujuan Penelitian : adalah menganalisis Peraturan Menteri Negara Agraria Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan dapat menjadi dasar pada pembaharuan sertipikat Hak Guna Bangunan yang masih dibebani dengan Hak Tanggungan dan Untuk menganalisis perlindungan hukum terhadap kreditur penerima hak tanggungan. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan yang dilakukan dengan menelaah semua undang-undang yang bersangkut paut dengan isu hukum yang ditangani dan pendekatan konseptual yang merujuk pada prinsip-prinsip hukum yang ditemukan dalam perundang-undangan. Sifat penelitian ini adalah preskriptif analisis. Hasil Penelitian : Pertama Peraturan Menteri Negara Agraria Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan belum dapat diterapkan pada pembaharuan sertipikat Hak Guna Bangunan yang masih dibebani dengan Hak Tanggungan karena ada hal-hal sebagaimana tersebut diatas belum diatur dalam Peraturan Menteri Negara Agraria Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan. Oleh karena itu diperlukan peraturan baru tentang pembaharuan Hak Guna Bangunan khususnya bagi Hak Guna Bangunan yang masih dibebani Hak Tanggunan dan pemasangan Hak Tanggungan kembali setelah dilakukan pembaharuan hak. Mengenai hal ini belum diatur secara jelas di dalam peraturan perundang-undangan. Kedua : Memperbaharui kembali perjanjian pokok dan juga Akta Pemberian Hak Tanggungan merupakan salah satu langkah yang dapat dijadikan alat untuk bisa melindungi bank selaku kreditur. Walaupun ini kelalaian bank selaku kreditur dalam hal habisnya Hak Guna Bangunan yang menyebabkan berakhirnya utang debitur, namun tetaplah kreditur perlu dilindungi mengingat masih ada utang yang harus dibayar oleh debitur.
{"title":"Pembaharuan Sertipikat Hak Guna Bangunan yang sedang Dibebani Hak Tanggungan","authors":"Agustina Dewi Pramudiyana, Noor Hafidah","doi":"10.32801/LAMLAJ.V4I1.92.G177","DOIUrl":"https://doi.org/10.32801/LAMLAJ.V4I1.92.G177","url":null,"abstract":"Tujuan Penelitian : adalah menganalisis Peraturan Menteri Negara Agraria Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan dapat menjadi dasar pada pembaharuan sertipikat Hak Guna Bangunan yang masih dibebani dengan Hak Tanggungan dan Untuk menganalisis perlindungan hukum terhadap kreditur penerima hak tanggungan. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan yang dilakukan dengan menelaah semua undang-undang yang bersangkut paut dengan isu hukum yang ditangani dan pendekatan konseptual yang merujuk pada prinsip-prinsip hukum yang ditemukan dalam perundang-undangan. Sifat penelitian ini adalah preskriptif analisis. Hasil Penelitian : Pertama Peraturan Menteri Negara Agraria Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan belum dapat diterapkan pada pembaharuan sertipikat Hak Guna Bangunan yang masih dibebani dengan Hak Tanggungan karena ada hal-hal sebagaimana tersebut diatas belum diatur dalam Peraturan Menteri Negara Agraria Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan. Oleh karena itu diperlukan peraturan baru tentang pembaharuan Hak Guna Bangunan khususnya bagi Hak Guna Bangunan yang masih dibebani Hak Tanggunan dan pemasangan Hak Tanggungan kembali setelah dilakukan pembaharuan hak. Mengenai hal ini belum diatur secara jelas di dalam peraturan perundang-undangan. Kedua : Memperbaharui kembali perjanjian pokok dan juga Akta Pemberian Hak Tanggungan merupakan salah satu langkah yang dapat dijadikan alat untuk bisa melindungi bank selaku kreditur. Walaupun ini kelalaian bank selaku kreditur dalam hal habisnya Hak Guna Bangunan yang menyebabkan berakhirnya utang debitur, namun tetaplah kreditur perlu dilindungi mengingat masih ada utang yang harus dibayar oleh debitur.","PeriodicalId":31238,"journal":{"name":"Lambung Mangkurat Law Journal","volume":"4 1","pages":"102-113"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-03-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"48987903","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-03-31DOI: 10.32801/LAMLAJ.V4I1.100
Fransiska Novita Eleanora, A. Sari
Humans born into the world have declared their rights and naturalrights as gifts from the Almighty, God and every State must recognize them aslegal subjects who must always be respected and protected to realize human valueswell. Therefore; no one can or can act negatively, including the state or even theauthorities or the government. Conceptually, a country that is expected to realizeit is only a legal state that is considered legitimate and adheres to the notion ofdemocracy, namely democracy will become a rule and law. The realization of therule of law is to take action against perpetrators who are proven to have committedcrimes and human rights violations. This paper explains that there are still manycases of gross violations of human rights that have not been clearly revealed andthe perpetrators have not been given appropriate punishment, by giving sanctionsto the perpetrators, so that law enforcement is not realized. The embodiment ofthe rule of law is that it can capture cases of gross violators of human rights andconvict the perpetrators in accordance with the laws that apply in accordance withthe characteristics of the rule of law. The problem is whether law enforcement hasbeen realized especially in human rights violations and can be resolved throughnegotiation, conciliation and mediation.
{"title":"Human Rights and Law Enforcement","authors":"Fransiska Novita Eleanora, A. Sari","doi":"10.32801/LAMLAJ.V4I1.100","DOIUrl":"https://doi.org/10.32801/LAMLAJ.V4I1.100","url":null,"abstract":"Humans born into the world have declared their rights and naturalrights as gifts from the Almighty, God and every State must recognize them aslegal subjects who must always be respected and protected to realize human valueswell. Therefore; no one can or can act negatively, including the state or even theauthorities or the government. Conceptually, a country that is expected to realizeit is only a legal state that is considered legitimate and adheres to the notion ofdemocracy, namely democracy will become a rule and law. The realization of therule of law is to take action against perpetrators who are proven to have committedcrimes and human rights violations. This paper explains that there are still manycases of gross violations of human rights that have not been clearly revealed andthe perpetrators have not been given appropriate punishment, by giving sanctionsto the perpetrators, so that law enforcement is not realized. The embodiment ofthe rule of law is that it can capture cases of gross violators of human rights andconvict the perpetrators in accordance with the laws that apply in accordance withthe characteristics of the rule of law. The problem is whether law enforcement hasbeen realized especially in human rights violations and can be resolved throughnegotiation, conciliation and mediation.","PeriodicalId":31238,"journal":{"name":"Lambung Mangkurat Law Journal","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-03-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"48527363","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Aceh Province is a special area. Acts No. 11 of 2006 concerning theGovernment of Aceh provides freedom in terms of managing the government,especially regarding the implementation of Islamic law in Aceh. Islamic Shari’a isnot only understood as a rule that regulates education, but also about regulation ingovernment management in Aceh. One part of the government is about compilingregional spending in Aceh. This research is focused on budgeting which will becontextualized with Acehnese values, namely the local value of implementingIslamic law in Aceh. Priority indicators for a budget arrangement so that theyfulfill the requirements as ideal budgets according to Islam (Islamic budget ideal).In terms of substance, this research is classified into qualitative research, whichfocuses on the depth and sharpness of the study. So if more quantitative researchis on a broad, broad framework, the qualitative study is digging, swooping, anddeep. Islamic budgeting is a value that in this context wants to be included in thebudget in South Aceh. Based on the results of the study it was found that in terms ofthe determination of post-expenditure it is possible to include the values of IslamicShari’a. In this case the post expenditure is based on maqasid as-Syari’iyah. Interms of revenue, only zakat, shadaqah, and infaq are possible to be contextualized.As for ‘usyr, rikaz, etc., it is not possible because regional revenues from the fiscalside are regulated so rigid in state regulations
{"title":"The Value of Local Wisdom in the Contextualization of Budgeting in Aceh","authors":"Delfi Suganda, Teguh Murtazam","doi":"10.32801/LAMLAJ.V4I1.85","DOIUrl":"https://doi.org/10.32801/LAMLAJ.V4I1.85","url":null,"abstract":"Aceh Province is a special area. Acts No. 11 of 2006 concerning theGovernment of Aceh provides freedom in terms of managing the government,especially regarding the implementation of Islamic law in Aceh. Islamic Shari’a isnot only understood as a rule that regulates education, but also about regulation ingovernment management in Aceh. One part of the government is about compilingregional spending in Aceh. This research is focused on budgeting which will becontextualized with Acehnese values, namely the local value of implementingIslamic law in Aceh. Priority indicators for a budget arrangement so that theyfulfill the requirements as ideal budgets according to Islam (Islamic budget ideal).In terms of substance, this research is classified into qualitative research, whichfocuses on the depth and sharpness of the study. So if more quantitative researchis on a broad, broad framework, the qualitative study is digging, swooping, anddeep. Islamic budgeting is a value that in this context wants to be included in thebudget in South Aceh. Based on the results of the study it was found that in terms ofthe determination of post-expenditure it is possible to include the values of IslamicShari’a. In this case the post expenditure is based on maqasid as-Syari’iyah. Interms of revenue, only zakat, shadaqah, and infaq are possible to be contextualized.As for ‘usyr, rikaz, etc., it is not possible because regional revenues from the fiscalside are regulated so rigid in state regulations ","PeriodicalId":31238,"journal":{"name":"Lambung Mangkurat Law Journal","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-03-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"45210203","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sinkronisasi Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 dengan Peraturan Menteri Nomor 12 tahun 2017 dan Implikasi sertifikat Hak Atas Tanah dengan adanya Peraturan Menteri Nomor 12 Tahun 2017 Terhadap Kepastian Kempemilikan Tanah tersebut Menurut hasil penelitian ini menunjukan bahwa : Pertama, Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah menjelaskan tentang pembuktian hak lama dan hak baru untuk menjadi syarat pendaftaran tanah pertama kali aik untuk pendaftaran tanah secara sporadik maupun secara sistematik. Sementara itu pemerintah membuat suatu program pada tahun 2017 untuk percepatan pendaftaran tanah di Indonesia sehingga dikeluarkan Peraturan Menteri Nomor 12 tahun 2017 tentang Pendaftaran Tanah Sistematis lengkap ,namun Peraturan ini bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 mengenai pembuktian hak baik yang lama maupun hak baru. Peraturan Menteri ini menggantikan Surat pemilikan tanah sebagai riwayat tanah dengan surat pernyataan yang dibuat sendiri,apaila tanah tersebut bukti pemilikanya hilang atau tidak ada sama sekali. Kedua, Sertifikat hak atas tanah yang terbit berdasarkan Peraturan Menteri tersebut menimbulkan implikasi positif dan negatif. Implikasi positif berkaitan dengan kembalinya kepercayaan masyarakat terhadap BPN. Implikasi negatif berkaitan dengan produk sertifikat tanah yang dikeluarkan dengan syarat pendaftaran yang tidak lengkap maka akan memperesar kemungkinan terjadinya konflik tanah kedepannya.
{"title":"Implikasi Hukum Program Percepatan Pendaftaran Tanah dalam Kebijakan Reforma Agraria (Program Sertipikat Tanah Sistematis Lengkap)","authors":"E. Erlina, Nurfitria Atikarani","doi":"10.32801/LAMLAJ.V4I1.80","DOIUrl":"https://doi.org/10.32801/LAMLAJ.V4I1.80","url":null,"abstract":"Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sinkronisasi Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 dengan Peraturan Menteri Nomor 12 tahun 2017 dan Implikasi sertifikat Hak Atas Tanah dengan adanya Peraturan Menteri Nomor 12 Tahun 2017 Terhadap Kepastian Kempemilikan Tanah tersebut Menurut hasil penelitian ini menunjukan bahwa : Pertama, Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah menjelaskan tentang pembuktian hak lama dan hak baru untuk menjadi syarat pendaftaran tanah pertama kali aik untuk pendaftaran tanah secara sporadik maupun secara sistematik. Sementara itu pemerintah membuat suatu program pada tahun 2017 untuk percepatan pendaftaran tanah di Indonesia sehingga dikeluarkan Peraturan Menteri Nomor 12 tahun 2017 tentang Pendaftaran Tanah Sistematis lengkap ,namun Peraturan ini bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 mengenai pembuktian hak baik yang lama maupun hak baru. Peraturan Menteri ini menggantikan Surat pemilikan tanah sebagai riwayat tanah dengan surat pernyataan yang dibuat sendiri,apaila tanah tersebut bukti pemilikanya hilang atau tidak ada sama sekali. Kedua, Sertifikat hak atas tanah yang terbit berdasarkan Peraturan Menteri tersebut menimbulkan implikasi positif dan negatif. Implikasi positif berkaitan dengan kembalinya kepercayaan masyarakat terhadap BPN. Implikasi negatif berkaitan dengan produk sertifikat tanah yang dikeluarkan dengan syarat pendaftaran yang tidak lengkap maka akan memperesar kemungkinan terjadinya konflik tanah kedepannya.","PeriodicalId":31238,"journal":{"name":"Lambung Mangkurat Law Journal","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-03-29","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"46887079","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-03-28DOI: 10.32801/LAMLAJ.V4I1.87.G172
Y. Annalisa, Elmadiantini Elmadiantini
Penelitian ini bertujuan untuk menginventarisasi dan menganalisis Undang-Undang Kekayaan Intelektual terkait dengan keharusan menggunakan akta notariil dalam peralihan kekayaan intelektual. Selain itu juga ingin menganalisis alasan filosofis diperlukan akta notariil dalam peralihan kekayaan intelektual. Secara umum peralihan kekayaan intelektual dapat dilakukan dengan cara pewarisan; hibah; wasiat; dan perjanjian. Peralihan hak dengan cara perjanjian memberikan peluang kepada Notaris untuk melaksanakan perannya dalam membuat akta yang diinginkan oleh para pihak. Sebagai pejabat umum, Notaris diberi kewenangan oleh undang-undang untuk membuat akta autentik, tidak terkecuali akta notariil dalam bidang kekayaan intelektual. Berdasarkan hasil penelitian, ada dua Undang-Undang bidang kekayaan intelektual mengharuskan perjanjian peralihan dibuat berdasarkan akta notariil yaitu Undang-Undang No. 13 Tahun 2016 tentang Paten dan Undang-Undang No. 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman. Alasan filosofi dibuatnya perjanjian peralihan dengan akta notariil adalah untuk memberikan kepastian hukum terkait dengan pembuktian bahwa telah terjadi peralihan hak dalam bentuk tertulis dengan akta notaril. Terkait dengan perjanjian peralihan kekayaan intelektual, Undang-Undang kekayaan intelektual tidak memiliki keseragaman karena tidak semua mengharuskan dengan akta notaril. Kekayaan intelektual merupakan intelektualitas dalam bidang ilmu pengetahuan, seni dan teknologi yang memiliki daya cipta, rasa, dan karsa serta memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Untuk itu ke depan ada keseragaman perjanjian peralihan hak di bidang kekayaan intelektual perlu dibuat dengan akta notariil.
{"title":"Akta Notaril: Keharusan atau Pilihan dalam Peralihan Kekayaan Intelektual","authors":"Y. Annalisa, Elmadiantini Elmadiantini","doi":"10.32801/LAMLAJ.V4I1.87.G172","DOIUrl":"https://doi.org/10.32801/LAMLAJ.V4I1.87.G172","url":null,"abstract":"Penelitian ini bertujuan untuk menginventarisasi dan menganalisis Undang-Undang Kekayaan Intelektual terkait dengan keharusan menggunakan akta notariil dalam peralihan kekayaan intelektual. Selain itu juga ingin menganalisis alasan filosofis diperlukan akta notariil dalam peralihan kekayaan intelektual. Secara umum peralihan kekayaan intelektual dapat dilakukan dengan cara pewarisan; hibah; wasiat; dan perjanjian. Peralihan hak dengan cara perjanjian memberikan peluang kepada Notaris untuk melaksanakan perannya dalam membuat akta yang diinginkan oleh para pihak. Sebagai pejabat umum, Notaris diberi kewenangan oleh undang-undang untuk membuat akta autentik, tidak terkecuali akta notariil dalam bidang kekayaan intelektual. Berdasarkan hasil penelitian, ada dua Undang-Undang bidang kekayaan intelektual mengharuskan perjanjian peralihan dibuat berdasarkan akta notariil yaitu Undang-Undang No. 13 Tahun 2016 tentang Paten dan Undang-Undang No. 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan Varietas Tanaman. Alasan filosofi dibuatnya perjanjian peralihan dengan akta notariil adalah untuk memberikan kepastian hukum terkait dengan pembuktian bahwa telah terjadi peralihan hak dalam bentuk tertulis dengan akta notaril. Terkait dengan perjanjian peralihan kekayaan intelektual, Undang-Undang kekayaan intelektual tidak memiliki keseragaman karena tidak semua mengharuskan dengan akta notaril. Kekayaan intelektual merupakan intelektualitas dalam bidang ilmu pengetahuan, seni dan teknologi yang memiliki daya cipta, rasa, dan karsa serta memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Untuk itu ke depan ada keseragaman perjanjian peralihan hak di bidang kekayaan intelektual perlu dibuat dengan akta notariil.","PeriodicalId":31238,"journal":{"name":"Lambung Mangkurat Law Journal","volume":"4 1","pages":"51-63"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-03-28","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"41759490","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
The theory of "Value-Based Equilibrium Balance", is a legal theory built by the author in this paper. This theory constructs the importance of providing legal protection for notaries by balancing between the fulfillment of the basic rights of notaries as holders of rights with humans, and the basic rights of individual notaries as citizens by taking into account the basic values of justice. This type of research is doctrinal legal research or normative in the realm of legal philosophy. The construction of this legal theory is motivated by the existence of competition in the notary office's practice of unhealthy competition. Unfair competition as mentioned previously denies the nature of the position of a notary, influences the perfection of the notary in carrying out his position and makes the entrance for legal interests ensnare the notary as the holder of office. Assume other positions related to decisions or invitations from the government or government or other institutions related to the context of similarity or conformity. This theory is useful to bring the agenda of changes to structural structures that are unfair, specifically in the context of notary ownership and general in the national life.
{"title":"The Implementation of the Balance Theory based on Justice Values in the Notary's Position","authors":"Bachrudin Bachrudin","doi":"10.32801/LAMLAJ.V4I1.91","DOIUrl":"https://doi.org/10.32801/LAMLAJ.V4I1.91","url":null,"abstract":"The theory of \"Value-Based Equilibrium Balance\", is a legal theory built by the author in this paper. This theory constructs the importance of providing legal protection for notaries by balancing between the fulfillment of the basic rights of notaries as holders of rights with humans, and the basic rights of individual notaries as citizens by taking into account the basic values of justice. This type of research is doctrinal legal research or normative in the realm of legal philosophy. The construction of this legal theory is motivated by the existence of competition in the notary office's practice of unhealthy competition. Unfair competition as mentioned previously denies the nature of the position of a notary, influences the perfection of the notary in carrying out his position and makes the entrance for legal interests ensnare the notary as the holder of office. Assume other positions related to decisions or invitations from the government or government or other institutions related to the context of similarity or conformity. This theory is useful to bring the agenda of changes to structural structures that are unfair, specifically in the context of notary ownership and general in the national life. ","PeriodicalId":31238,"journal":{"name":"Lambung Mangkurat Law Journal","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-03-28","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"43576962","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Aji Surya Pratama, Abdul Halim Barkatullah, Rahmida Erliyani
The aims of this research are to study and analyze the heirs whose names are not mentioned as beneficaries in life insurance policy who have been left by the deceased who can be categorized as heirs. Method of this research is normative legal research, and the type of the research vague norm, namely, there is difference or insyncronization of the Judges of the Supreme Court in making verdicts concerning disputes of fund claims of life insurance among the heirs.The results of the research shows that insurance agreement constitutes the result of combination between property law especially testametary inheritance law and contract law, thus, life insurance agreement can be called as testament because inheritance is one of the way to get right of ownership of a property, in this matter sum insured. Nomination of the heirs as beneficiaries of the fund of life insurance has a characteristic of administrative because the heirs are actually the heirs stipulated in life insurance policy. From the aspect of the inheritance property, the name stated as beneficiaries in life insurance policy can only receive maximum 1/3 (one third) of the inheritance property left by the deceased. From the aspect of their position, the heirs in life insurance policy are merely as creditors (not substituting the right and obligation of the pewaris). The legitimacy heirs are entitled to claim the right to absolute portion protected by law (legitime portie) upon the sum insured which is contrary to their legitame portion.
{"title":"Kedudukan Dana Asuransi Jiwa dalam Relevansinya dengan Pembagian Harta Warisan","authors":"Aji Surya Pratama, Abdul Halim Barkatullah, Rahmida Erliyani","doi":"10.32801/LAMLAJ.V4I1.93","DOIUrl":"https://doi.org/10.32801/LAMLAJ.V4I1.93","url":null,"abstract":"The aims of this research are to study and analyze the heirs whose names are not mentioned as beneficaries in life insurance policy who have been left by the deceased who can be categorized as heirs. Method of this research is normative legal research, and the type of the research vague norm, namely, there is difference or insyncronization of the Judges of the Supreme Court in making verdicts concerning disputes of fund claims of life insurance among the heirs.The results of the research shows that insurance agreement constitutes the result of combination between property law especially testametary inheritance law and contract law, thus, life insurance agreement can be called as testament because inheritance is one of the way to get right of ownership of a property, in this matter sum insured. Nomination of the heirs as beneficiaries of the fund of life insurance has a characteristic of administrative because the heirs are actually the heirs stipulated in life insurance policy. From the aspect of the inheritance property, the name stated as beneficiaries in life insurance policy can only receive maximum 1/3 (one third) of the inheritance property left by the deceased. From the aspect of their position, the heirs in life insurance policy are merely as creditors (not substituting the right and obligation of the pewaris). The legitimacy heirs are entitled to claim the right to absolute portion protected by law (legitime portie) upon the sum insured which is contrary to their legitame portion. ","PeriodicalId":31238,"journal":{"name":"Lambung Mangkurat Law Journal","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-03-18","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"48688361","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pembiayaan konsumen merupakan salah satu model pembiayaan yang dilakukan oleh perusahaaan finansial, disamping kegiatan seperti leasing, factoring, kartu kredit, dan sebagainya. Saat ini banyak nasabah yang tertarik untuk memiliki kartu kredit sebab terdapat beberapa keuntungan jika memakai kartu kredit. Tetapi terkadang untuk melancarkan mendapatkan kartu kredit, ada beberapa data nasabah yang dipalsukan oleh pihak marketing kartu kredit, ini dilakukan untuk mempelancar proses penerbitan kartu kredit. Tujuan penulisan diharapkan tidak terjadi pemalsuan data nasabah, sebab dapat menyebabkan kerugian bagi semua pihak. Metode penelitian adalah pendekatan sosiologi hukum. Hasilnya adalah perlindungan hukum bagi nasabah pemegang kartu kredit atas pemalsuan data yang dilakukan oleh pihak marketing kartu kredit dapat dilihat dari peraturan yang mengatur mengenai kartu kredit yaitu Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/2/PBI/2012 tentang Penyelenggaraan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu (APMK). Dengan dipalsukannya beberapa data menyebabkan kerugian bagi nasabah dan bank.
{"title":"Perlindungan Hukum bagi Nasabah Pemegang Kartu Kredit atas Pemalsuan data yang dilakukan oleh pihak Marketing Kartu Kredit","authors":"Rani Apriani","doi":"10.32801/LAMLAJ.V4I1.90","DOIUrl":"https://doi.org/10.32801/LAMLAJ.V4I1.90","url":null,"abstract":"Pembiayaan konsumen merupakan salah satu model pembiayaan yang dilakukan oleh perusahaaan finansial, disamping kegiatan seperti leasing, factoring, kartu kredit, dan sebagainya. Saat ini banyak nasabah yang tertarik untuk memiliki kartu kredit sebab terdapat beberapa keuntungan jika memakai kartu kredit. Tetapi terkadang untuk melancarkan mendapatkan kartu kredit, ada beberapa data nasabah yang dipalsukan oleh pihak marketing kartu kredit, ini dilakukan untuk mempelancar proses penerbitan kartu kredit. Tujuan penulisan diharapkan tidak terjadi pemalsuan data nasabah, sebab dapat menyebabkan kerugian bagi semua pihak. Metode penelitian adalah pendekatan sosiologi hukum. Hasilnya adalah perlindungan hukum bagi nasabah pemegang kartu kredit atas pemalsuan data yang dilakukan oleh pihak marketing kartu kredit dapat dilihat dari peraturan yang mengatur mengenai kartu kredit yaitu Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/2/PBI/2012 tentang Penyelenggaraan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu (APMK). Dengan dipalsukannya beberapa data menyebabkan kerugian bagi nasabah dan bank.","PeriodicalId":31238,"journal":{"name":"Lambung Mangkurat Law Journal","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-03-08","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"45405194","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}