Pub Date : 2023-01-26DOI: 10.21043/riwayah.v8i2.15763
Achmad Fuaddin, Muhammad Imam Mutaqin
One of the interesting objects of study to be researched in the current era is related to gender issues. One of the interesting gender issues is related to the hadith which prohibits a woman from traveling except with her mahram or husband. The scholars in responding to this hadith tend to establish strict laws, namely, it is forbidden for women to travel alone. This is interesting to study because now many women are traveling alone due to many reasons, such as economic and educational problems. Therefore, the authors are interested in researching and reinterpreting the meaning of the prohibition of traveling for women except with their husbands or mahrams using the ma’na-cum-maghza approach. This aims to determine the historical significance of hadith and its significance today. The results of this study indicate that women are prohibited from traveling alone without being accompanied by a mahram or husband due to safety factors that were not guaranteed at the time of the Prophet. As for traveling today, if it is safe to travel alone, it is permissible for a woman to travel alone. However, if the current situation is dangerous on the road or at the destination and a woman can’t travel alone, then there must be someone who can look after her.[Salah satu obyek kajian yang menarik untuk diteliti di era sekarang adalah terkait isu-isu gender. Salah satu isu gender yang menarik adalah terkait hadis yang melarang seorang wanita melakukan safar (bepergian) kecuali bersama mahram atau suami. Para ulama dalam menyikapi hadis tersebut cenderung menetapkan hukum ketat, yaitu dilarang bagi perempuan melakukan bepergian sendirian. Hal ini menarik untuk dikaji dikarenakan pada kenyataanya sekarang banyak wanita yang melakukan safar sendirian dikarenakan banyak alasan, seperti masalah ekonomi dan pendidikan. Oleh karena itu penulis tertarik untuk meneliti dan mereinterpretasi pemaknaan larangan safar bagi perempuan kecuali bersama suami atau mahram dengan menggunakan pendekatan ma’na-cum-maghza. Hal ini bertujuan untuk mengetahui signifikasi historisitas hadis di zaman sekarang. Hasil penelitian ini menunjukkan larangan perempuan untuk melakukan safar sendirian tanpa ditemani mahram atau suami dikarenakan faktor keamanan yang tidak menjamin pada zaman Nabi. Adapun bepergian pada zaman sekarang jika sudah terjamin keamanannya untuk melakukan safar secara sendirian, maka diperbolehkan seorang perempuan melakukan safar sendiri. Namun jika keadaan zaman sekarang terdapat bahaya di jalan maupun tempat tujuan dan tidak memungkinkan seorang perempuan untuk bepergian sendirian, maka harus ada seseorang yang bisa menjaganya.]
在当今时代,一个有趣的研究对象与性别问题有关。其中一个有趣的性别问题与圣训有关,圣训禁止女性旅行,除非与她的丈夫或丈夫一起。学者们在回应这一圣训时倾向于制定严格的法律,即禁止女性独自旅行。这是一个有趣的研究,因为现在许多女性独自旅行的原因很多,如经济和教育问题。因此,作者有兴趣研究和重新解释禁止妇女旅行的含义,除非她们的丈夫或男主使用ma 'na-cum-maghza方法。这旨在确定圣训的历史意义及其今天的意义。这项研究的结果表明,由于安全因素,妇女被禁止在没有男主或丈夫陪同的情况下独自旅行,这在先知时代是没有保障的。至于今天的旅行,如果独自旅行是安全的,那么女性独自旅行是允许的。然而,如果目前的情况是危险的在路上或在目的地,一个女人不能独自旅行,那么必须有人可以照顾她。[Salah satu obyek kajian yang menarik untuk diteliti di era sekarang adalah terkait isu-isu gender]。Salah satu isu gender yang menarik adalah terkait hais yang melarang seorang wanita melakukan safar(马来西亚)kecuali bersama mahram atau suami。Para ulama dalam menyikapi是一个简单的例子,但是在menetapkan hukum ketat, yitu dilarang bagi perempuan melakukan bepergian sendirian。哈尔尼,我是肯尼亚人,我是肯尼亚人,我是肯尼亚人,我是肯尼亚人,我是肯尼亚人,我是肯尼亚人,我是肯尼亚人。我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说。halini bertujuan untuk mengetahui的意义是历史学家hais di zaman sekarang。哈西尔penelitian ini menunjukkan larangan perempuan untuk melakukan safar sendidiemani mahram为keamanan yang dalak menjamin pada zaman Nabi。这是一种很好的生活方式,它是一种很好的生活方式,一种很好的生活方式。[Namun jika keadaan zaman sekarang terdapat bahaya di jalan maupun tempat tujuan dan tidak menungkinkan seorang perempuan untuk perpergian sendirian, maka harus ada seseorang yang bisa menjaganya]
{"title":"REINTERPRETATION OF THE MEANING OF THE HADITH ON PROHIBITION FOR WOMEN TO TRAVEL WITHOUT A MAHRAM: The Ma’na-cum-Maghza Approach","authors":"Achmad Fuaddin, Muhammad Imam Mutaqin","doi":"10.21043/riwayah.v8i2.15763","DOIUrl":"https://doi.org/10.21043/riwayah.v8i2.15763","url":null,"abstract":"One of the interesting objects of study to be researched in the current era is related to gender issues. One of the interesting gender issues is related to the hadith which prohibits a woman from traveling except with her mahram or husband. The scholars in responding to this hadith tend to establish strict laws, namely, it is forbidden for women to travel alone. This is interesting to study because now many women are traveling alone due to many reasons, such as economic and educational problems. Therefore, the authors are interested in researching and reinterpreting the meaning of the prohibition of traveling for women except with their husbands or mahrams using the ma’na-cum-maghza approach. This aims to determine the historical significance of hadith and its significance today. The results of this study indicate that women are prohibited from traveling alone without being accompanied by a mahram or husband due to safety factors that were not guaranteed at the time of the Prophet. As for traveling today, if it is safe to travel alone, it is permissible for a woman to travel alone. However, if the current situation is dangerous on the road or at the destination and a woman can’t travel alone, then there must be someone who can look after her.[Salah satu obyek kajian yang menarik untuk diteliti di era sekarang adalah terkait isu-isu gender. Salah satu isu gender yang menarik adalah terkait hadis yang melarang seorang wanita melakukan safar (bepergian) kecuali bersama mahram atau suami. Para ulama dalam menyikapi hadis tersebut cenderung menetapkan hukum ketat, yaitu dilarang bagi perempuan melakukan bepergian sendirian. Hal ini menarik untuk dikaji dikarenakan pada kenyataanya sekarang banyak wanita yang melakukan safar sendirian dikarenakan banyak alasan, seperti masalah ekonomi dan pendidikan. Oleh karena itu penulis tertarik untuk meneliti dan mereinterpretasi pemaknaan larangan safar bagi perempuan kecuali bersama suami atau mahram dengan menggunakan pendekatan ma’na-cum-maghza. Hal ini bertujuan untuk mengetahui signifikasi historisitas hadis di zaman sekarang. Hasil penelitian ini menunjukkan larangan perempuan untuk melakukan safar sendirian tanpa ditemani mahram atau suami dikarenakan faktor keamanan yang tidak menjamin pada zaman Nabi. Adapun bepergian pada zaman sekarang jika sudah terjamin keamanannya untuk melakukan safar secara sendirian, maka diperbolehkan seorang perempuan melakukan safar sendiri. Namun jika keadaan zaman sekarang terdapat bahaya di jalan maupun tempat tujuan dan tidak memungkinkan seorang perempuan untuk bepergian sendirian, maka harus ada seseorang yang bisa menjaganya.]","PeriodicalId":31822,"journal":{"name":"Riwayah Jurnal Studi Hadis","volume":null,"pages":null},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-01-26","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"81141715","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2023-01-26DOI: 10.21043/riwayah.v8i2.16228
A. Atabik
The fruit frequently mentioned in the Qur’an and hadith is grape. The term inab is cited eleven times in the Qur’an in relation to the numerous joys that Allah grants to His adherents in this world as well as in the afterlife. In his work al-Tibb al-Nabawi, Ibn Qayyim al-Jauziyah cited grape as a type of fruit that the Prophet consumed and that could be used as a remedy. Referring to the previous points of view, this study aims to explore the scientific miracles of grapes in terms of hadith and scientific interpretation, as well as to correlate them with religious scientific studies and herbal treatment using grapes. Grapes have drawn the attention of Muslims and western academics to investigate the content, benefits, and features of grapes as a fruit mentioned 11 times in the Qur’an, as a type of fruits consumed by the Prophet, as well as utilized as a treatment method. Grapes have the highest vitamin contents, including vitamin A, B, and C. Grapes have high mineral contents, with potassium reaching 62%, calcium, magnesium, phosphorus, iron reaching 2.182%, acid and phosphorus reaching 17%. According to several scientific studies, grapes are said to be capable of treating cough, cleansing intestines, aiding digestion, purifying blood, and even benefiting those with gastric disorders. Grapes can also be used as a medication to support respiratory treatment.[Buah yang sering disebutkan dalam al-Qur’an dan hadis adalah anggur. Istilah inab disebutkan sebelas kali dalam al-Qur’an sehubungan dengan banyaknya kenikmatan yang Allah berikan kepada para pengikut-Nya di dunia ini maupun di akhirat. Dalam karyanya al-Tibb al-Nabawi, Ibnu Qayyim al-Jauziyah menyebut anggur sebagai salah satu jenis buah yang dikonsumsi Nabi dan bisa dijadikan obat. Mengacu pada pandangan sebelumnya, kajian ini bertujuan untuk menjelaskan tentang mukjizat ilmiah buah anggur dalam tafsir ilmi maupun hadis, dan menghubungkannya dengan riset ilmiah keagamaan dan pengobatan herbal menggunakan anggur. Sebagai buah yang disebut 11 kali dalam al-Qur’an dan anggur juga termasuk jenis buah yang pernah disantap Nabi dan bisa digunakan sebagai sarana pengobatan, anggur menjadi perhatian para sarjana muslim maupun barat untuk meneliti kandungan, manfaat dan khasiat yang dimiliki oleh anggur. Anggur merupakan buah yang paling kaya kandungan vitaminnya, khususnya vitamin A, B, dan C. Kandungan mineral anggur pun cukup tinggi, yaitu potassium yang mencapai 62%, kalsium, magnesium, fosfor, dan zat besi yang mencapai 2,182%, asam dan fosfor sebanyak 17%. Dalam pelbagai penelitian ilmiah, anggur diyakini dapat mengobati batuk, membersihkan usus, pencernaan, memurnikan darah, bahkan bermanfaat untuk orang-orang yang terkena penyakit lambung. Anggur juga memiliki manfaat sebagai obat untuk mendukung pengobatan pernafasan.]
古兰经和圣训中经常提到的水果是葡萄。“inab”一词在《古兰经》中被引用了11次,用来描述安拉赐予他的信徒在今世和来世的无数欢乐。在他的著作al-Tibb al-Nabawi中,Ibn Qayyim al-Jauziyah引用葡萄是先知食用的一种水果,可以用作药物。参考前面的观点,本研究旨在从圣训和科学解释的角度探讨葡萄的科学奇迹,并将其与宗教科学研究和葡萄草药治疗联系起来。葡萄作为古兰经中提到了11次的水果,作为先知所食用的水果,以及作为一种治疗方法,已经引起了穆斯林和西方学者的关注。葡萄的维生素含量最高,包括维生素A、B、c。葡萄的矿物质含量高,钾含量达62%,钙、镁、磷、铁含量达2.182%,酸、磷含量达17%。根据几项科学研究,据说葡萄能够治疗咳嗽、清洁肠道、帮助消化、净化血液,甚至对胃部疾病有好处。葡萄也可以作为一种药物来支持呼吸系统的治疗。[Buah yang sering disebutkan dalam al-Qur 'an dan hadis adalah anggur]。古兰经,古兰经,古兰经,古兰经,古兰经,古兰经,古兰经,古兰经,古兰经,古兰经。Dalam karyanya al-Tibb al-Nabawi, Ibnu Qayyim al-Jauziyah menyebut, anggur sebagai salah, satu jenis buah yang, dijadikan obat, bisa dijadikan obat。蒙古那甘,蒙古那甘,蒙古那甘,蒙古那甘,蒙古那甘,蒙古那甘,蒙古那甘,蒙古那甘,蒙古那甘,蒙古那甘,蒙古那甘,蒙古那甘11 kali dalam al- quan dananggur juga termasuk jenis buah yang pernah disantap Nabi danisdiunakan Sebagai sarana pengobatan, anggur menjadi perhatian para sarjana穆斯林maupun barat untuk meneliti kandungan, manfaat dan khasiat yang dimiliki oleh anggur。Anggur merupakan buah yang paling kaya kandungan维生素,khususnya维生素A, B, dan C. kandungan矿物质Anggur pun cuup tinggi, yitu钾yang menapai 62%,钾,镁,fosfor, dan zat besi yang menapai 2182%, asam dan fosbanyak 17%。Dalam pelbagai penelitian ilmiah, anggur diyakini dapat mengobati batuk, membersihkan usus, penernaan, memurnikan darah, bahkan bermanfaat untuk orangang yang terkena penyakit lambung。[au:] Anggur juga memiliki manfaat sebagai obat untuk mendukung pengobatan pernafasan。
{"title":"SCIENTIFIC MIRACLES OF GRAPES IN THE QUR’AN AND HADITH: Perspectives on Religious Studies and Herbal Treatment","authors":"A. Atabik","doi":"10.21043/riwayah.v8i2.16228","DOIUrl":"https://doi.org/10.21043/riwayah.v8i2.16228","url":null,"abstract":"The fruit frequently mentioned in the Qur’an and hadith is grape. The term inab is cited eleven times in the Qur’an in relation to the numerous joys that Allah grants to His adherents in this world as well as in the afterlife. In his work al-Tibb al-Nabawi, Ibn Qayyim al-Jauziyah cited grape as a type of fruit that the Prophet consumed and that could be used as a remedy. Referring to the previous points of view, this study aims to explore the scientific miracles of grapes in terms of hadith and scientific interpretation, as well as to correlate them with religious scientific studies and herbal treatment using grapes. Grapes have drawn the attention of Muslims and western academics to investigate the content, benefits, and features of grapes as a fruit mentioned 11 times in the Qur’an, as a type of fruits consumed by the Prophet, as well as utilized as a treatment method. Grapes have the highest vitamin contents, including vitamin A, B, and C. Grapes have high mineral contents, with potassium reaching 62%, calcium, magnesium, phosphorus, iron reaching 2.182%, acid and phosphorus reaching 17%. According to several scientific studies, grapes are said to be capable of treating cough, cleansing intestines, aiding digestion, purifying blood, and even benefiting those with gastric disorders. Grapes can also be used as a medication to support respiratory treatment.[Buah yang sering disebutkan dalam al-Qur’an dan hadis adalah anggur. Istilah inab disebutkan sebelas kali dalam al-Qur’an sehubungan dengan banyaknya kenikmatan yang Allah berikan kepada para pengikut-Nya di dunia ini maupun di akhirat. Dalam karyanya al-Tibb al-Nabawi, Ibnu Qayyim al-Jauziyah menyebut anggur sebagai salah satu jenis buah yang dikonsumsi Nabi dan bisa dijadikan obat. Mengacu pada pandangan sebelumnya, kajian ini bertujuan untuk menjelaskan tentang mukjizat ilmiah buah anggur dalam tafsir ilmi maupun hadis, dan menghubungkannya dengan riset ilmiah keagamaan dan pengobatan herbal menggunakan anggur. Sebagai buah yang disebut 11 kali dalam al-Qur’an dan anggur juga termasuk jenis buah yang pernah disantap Nabi dan bisa digunakan sebagai sarana pengobatan, anggur menjadi perhatian para sarjana muslim maupun barat untuk meneliti kandungan, manfaat dan khasiat yang dimiliki oleh anggur. Anggur merupakan buah yang paling kaya kandungan vitaminnya, khususnya vitamin A, B, dan C. Kandungan mineral anggur pun cukup tinggi, yaitu potassium yang mencapai 62%, kalsium, magnesium, fosfor, dan zat besi yang mencapai 2,182%, asam dan fosfor sebanyak 17%. Dalam pelbagai penelitian ilmiah, anggur diyakini dapat mengobati batuk, membersihkan usus, pencernaan, memurnikan darah, bahkan bermanfaat untuk orang-orang yang terkena penyakit lambung. Anggur juga memiliki manfaat sebagai obat untuk mendukung pengobatan pernafasan.]","PeriodicalId":31822,"journal":{"name":"Riwayah Jurnal Studi Hadis","volume":null,"pages":null},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-01-26","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"89940916","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2023-01-26DOI: 10.21043/riwayah.v8i2.15272
Susi Wulandari
This study views two hadiths about women travelling with a mahram which at first glance seem contradictory. One hadith says that it is not lawful for women to travel without a mahram, while in another hadith, the Prophet states that there will be women who travel alone and are not afraid of anything except Allah. These two hadiths need to be studied further. The concept of mahram must be clearly understood so that there is no discrediting of women in doing something in the public sphere because many factors have encouraged women to travel in the current era of social transformation, for example, to pursue an education that necessitates being far away from family. This study uses the al-jam’u method so that these two mukhtalif hadiths about women travelling with a mahram could be applied to modern society that has undergone a social transformation. The hadith about women travelling with mahrams is substantially a concern for security on women’s travels. Suppose on the way; a woman is worried that it will be unsafe. In that case, she can practice the hadith that is not lawful for a woman’s trip if a mahram does not accompany her. In contrast, if the woman can travel safely, she can practice the second hadith about a woman travelling alone without a mahram, and there is no fear except for Allah. For this reason, modern society with social transformation can choose between the two hadiths that conform to the situation and conditions.[Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini tentang perempuan bepergian bersama mahram, didalam hadis-hadis yang sekilas tampak bertentangan. Salah satu hadis berisi tentang tidak halal perjalan perempuan tanpa mahram, sedangkan hadis lainnya Rasul bersabda akan ada perempuan yang bepergian sendirian dan tidak takut kepada apapun kecuali kepada Allah. Hadis-hadis tersebut perlu diketahui penyelesaiannya, serta konsep mahram perlu diketahui lebih jauh, agar tidak ada pendeskreditan terhadap perempuan didalam melakukan sesuatu di ruang public, karena banyaknya faktor yang mendorong perempuan melakukan perjalanan di era transformasi sosial saat ini, misalnya untuk mengenyam pendidikan yang mengharuskan jauh dari keluarga. Penyelesaian mukhtalif al-hadis tentang perempuan bepergian dengan mahram menggunakan metode al-jam’u, sehingga penulisan ini memiliki tujuan ialah kedua hadis mukhtalif tentang perempuan bepergian dengan mahram, dapat diaplikasikan dalam konteks masyarakat modern yang telah mengalami transformasi sosial. Hadis tentang perempuan bepergian bersama mahram secara substansi merupakan perhatian keamanan pada perjalanan perempuan. Apabila dalam perjalanannya perempuan dikhawatirkan tidak aman maka dapat mengamalkan hadis tidak halal perjalanan perempuan jika tidak disertai mahram, sedangkan jika perempuan dalam perjalanannya aman, maka dapat mengamalkan hadis tentang seorang perempuan berjalan sendirian dan tidak ada rasa takut kecuali kepada Allah. Untuk itu masyarakat modern dengan transformasi sosial dapa
这项研究考察了两则关于女性带着圣训旅行的圣训,这两则圣训乍一看似乎是相互矛盾的。一个圣训说,女人不带着马哈拉姆旅行是不合法的,而在另一个圣训中,先知说,将会有女人独自旅行,除了真主什么都不怕。这两句圣训需要进一步研究。必须清楚地理解“马赫拉姆”的概念,这样才不会使妇女在公共领域做一些事情受到诋毁,因为在当前社会转型的时代,许多因素鼓励妇女旅行,例如,追求远离家庭的教育。本研究使用al-jam 'u方法,以便这两篇关于妇女带着马哈拉姆旅行的圣训可以应用于经历了社会变革的现代社会。圣训中关于妇女与穆罕默德一起旅行的内容实质上是对妇女旅行安全的关注。假设在路上;一个女人担心它会不安全。在这种情况下,她可以练习圣训,如果没有马哈拉姆陪同,这对女性的旅行是不合法的。相反,如果女人可以安全旅行,她就可以实践第二个圣训,关于一个女人独自旅行而不带马哈拉姆,除了安拉之外,没有什么恐惧。因此,社会转型的现代社会可以在符合形势和条件的两种圣训中做出选择。[Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini tentang perempuan bepergian bersama mahram, didalam hadis-hadis yang sekilas tampak bertentangan]。Salah研究哈迪berisi tentang有些清真perjalan perempuan tanpa mahram,而哈迪lainnya拉苏尔bersabda阿坎人ada perempuan杨bepergian sendirian丹有些takut kepada apapun kecuali kepada真主。hadiss - hadiss tersebut perlu diketahui penyelesaiannya, serta konsep mahram perlu diketahui lebih jauh, agar tidak ada pendeskitan terhadap perempuan didalam melakukan sesuatu di ruang public, karena banyakya faktor yang mendorong perempuan melakukan perjalanan di era transformasi social saat ini, misalnya untuk mengenyam pendididikan yang mengharuskan jauh dari keluarga。Penyelesaian mukhtalif al-hadis tentang perempuan beperan mahram menggunakan metode al-jam 'u, sehinga penulisan ini memoriliki tujuan ialah kedua hadis mukhtalan bepergian dengan mahram, dapat diaplikasikan dalam konteks masyarakat modern yang telah mengalami transformasi social。hais tentang perempuan bepergian bersama mahram secara实质性的merupakan perhatian keamanan perjalanan perempuan。Apabila dalam perjalanannya perkhawatirkan halal perjalanan perjalankan hadis halal halal perjalanan perjalankan hadis halal halal, perjalanan perjalanan dalam perjalanya aman, maka dapat mengamalkan hadis tentang perempuan berjalan sendirian dan tidak ada rasa takut kecuali kepada Allah。[au:] Untuk itu masyarakat现代dengan转型的社会变化,diantara hais keduanya yang selaras dengan情境,dan kondisi yang dihadapi。
{"title":"RESPONDING TO WOMEN’S TRAVELLING WITHOUT A MAHRAM IN THE ERA OF SOCIAL TRANSFORMATION: An Analysis of Mukhtalif al-Hadith","authors":"Susi Wulandari","doi":"10.21043/riwayah.v8i2.15272","DOIUrl":"https://doi.org/10.21043/riwayah.v8i2.15272","url":null,"abstract":"This study views two hadiths about women travelling with a mahram which at first glance seem contradictory. One hadith says that it is not lawful for women to travel without a mahram, while in another hadith, the Prophet states that there will be women who travel alone and are not afraid of anything except Allah. These two hadiths need to be studied further. The concept of mahram must be clearly understood so that there is no discrediting of women in doing something in the public sphere because many factors have encouraged women to travel in the current era of social transformation, for example, to pursue an education that necessitates being far away from family. This study uses the al-jam’u method so that these two mukhtalif hadiths about women travelling with a mahram could be applied to modern society that has undergone a social transformation. The hadith about women travelling with mahrams is substantially a concern for security on women’s travels. Suppose on the way; a woman is worried that it will be unsafe. In that case, she can practice the hadith that is not lawful for a woman’s trip if a mahram does not accompany her. In contrast, if the woman can travel safely, she can practice the second hadith about a woman travelling alone without a mahram, and there is no fear except for Allah. For this reason, modern society with social transformation can choose between the two hadiths that conform to the situation and conditions.[Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini tentang perempuan bepergian bersama mahram, didalam hadis-hadis yang sekilas tampak bertentangan. Salah satu hadis berisi tentang tidak halal perjalan perempuan tanpa mahram, sedangkan hadis lainnya Rasul bersabda akan ada perempuan yang bepergian sendirian dan tidak takut kepada apapun kecuali kepada Allah. Hadis-hadis tersebut perlu diketahui penyelesaiannya, serta konsep mahram perlu diketahui lebih jauh, agar tidak ada pendeskreditan terhadap perempuan didalam melakukan sesuatu di ruang public, karena banyaknya faktor yang mendorong perempuan melakukan perjalanan di era transformasi sosial saat ini, misalnya untuk mengenyam pendidikan yang mengharuskan jauh dari keluarga. Penyelesaian mukhtalif al-hadis tentang perempuan bepergian dengan mahram menggunakan metode al-jam’u, sehingga penulisan ini memiliki tujuan ialah kedua hadis mukhtalif tentang perempuan bepergian dengan mahram, dapat diaplikasikan dalam konteks masyarakat modern yang telah mengalami transformasi sosial. Hadis tentang perempuan bepergian bersama mahram secara substansi merupakan perhatian keamanan pada perjalanan perempuan. Apabila dalam perjalanannya perempuan dikhawatirkan tidak aman maka dapat mengamalkan hadis tidak halal perjalanan perempuan jika tidak disertai mahram, sedangkan jika perempuan dalam perjalanannya aman, maka dapat mengamalkan hadis tentang seorang perempuan berjalan sendirian dan tidak ada rasa takut kecuali kepada Allah. Untuk itu masyarakat modern dengan transformasi sosial dapa","PeriodicalId":31822,"journal":{"name":"Riwayah Jurnal Studi Hadis","volume":null,"pages":null},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-01-26","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"90940464","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2023-01-26DOI: 10.21043/riwayah.v8i2.12099
Muh. Gitosaroso, M. Athoillah, Naqiyah Mukhtar, Shobirin Shobirin
This study aims to determine the implementation of hadith contents in the tariqa world. The command of the hadith in question is the command of dhikr. Therefore, this article discusses the practice of dhikr orders in hadith, based on the views of the Haq Naqsyabandi Order. This congregation was founded by Maulana Sheikh Tuan Guru Haji Abdussomad Al-Haqqi Habibullah in Lombok, West Nusa Tenggara, in 1986. Its followers have various backgrounds and have spread throughout the archipelago, even in foreign countries. To examine in more depth about this issue, researchers used qualitative methods and phenomenological descriptive research approaches. The data sources in this study are sourced from two things: primary sources (Murshid, Badal Murshid, Foundation Management, College Management, and active congregations) and secondary sources (relevant previous literature studies). The data collection technique in this study is the PAR (Participation Action Research) technique. At the same time, the data analysis technique used the takhrij al-ḥadīth analysis technique followed by sharh al-hadith. This article finds that many scholars recognize the command to dhikr to make Muslims generally remember Allah. However, the scholars still have their respective views on the practice of the command of dhikr from the perspective of hadith, giving rise to many kinds of implementation. Likewise, with the Haq Naqsyabandi Order, the dhikr’s obligation starts from the congregation taking allegiance (tawajjuh) with stages determined and decided by the murshid of the tariqa.[Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang bagaimana implementasi makna hadits dalam dunia tarekat. Perintah hadits yang dimaksud adalah perintah dzikir. Oleh karena itu, artikel ini membahas tentang pengamalan perintah dzikir dalam hadits, berdasarkan pandangan Tarekat Haq Naqsyabandi. Tarekat ini adalah sebuah tarekat yang didirikan oleh Maulana Syeikh Tuan Guru Haji Abdussomad Al-Haqqi Habibullah di Lombok, Nusa Tenggara Barat, pada tahun 1986. Para pengikutnya terdiri dari berbagai kalangan, dan telah menyebar ke seluruh nusantara, bahkan di manca negara. Untuk mengkaji secara lebih mendalam mengenai persoalan ini, peneliti menggunakan metode kualitatif dan pendekatan penelitian deskriptif fenomenologis. Sumber data dalam kajian ini bersumber pada dua hal yaitu sumber primer (Mursyid, Badal Mursyid, Pengurus Yayasan, Pengurus Perguruan, dan jamaah aktif) dan sumber sekunder (kajian kepustakaan terdahulu yang terkait). Teknik pengumpulan data dalam kajian ini melalui teknik PAR (Partisipation Action Riseach). Sedangkan teknik analisis data menggunakan teknik analisis takhrīj al-ḥadīth yang dilanjutkan dengan sharḥ al-ḥadīth. Artikel ini menemukan bahwa perintah untuk berdzikir diakui oleh banyak ulama sebagai upaya agar umat Islam secara umum dapat mengingat Allah. Namun, para ulama masih memiliki pandangan masing-masing dalam pengamalan perintah dzikir perspektif hadis sehingga menimbulkan b
本研究旨在确定圣训内容在塔里卡世界的执行情况。所讨论的圣训的命令是dhikr的命令。因此,本文以哈克·纳克赛亚班迪教团的观点为基础,探讨了圣训中迪克尔教团的实践。该教会于1986年在西努沙登加拉的龙目岛由毛拉Sheikh Tuan Guru Haji Abdussomad Al-Haqqi Habibullah创立。它的追随者有着不同的背景,遍布整个群岛,甚至在国外。为了更深入地研究这一问题,研究者们采用了定性方法和现象学描述研究方法。本研究的数据来源来自两个方面:一手来源(Murshid, Badal Murshid, Foundation Management, College Management和活跃的会众)和二手来源(相关的先前文献研究)。本研究的数据收集技术为PAR (Participation Action Research)技术。同时,数据分析技术采用了takhrij al-ḥadīth分析技术,然后是sharh al-hadith。本文发现,许多学者都认为,“dihikr”命令是为了让穆斯林普遍记住安拉。然而,学者们从圣训的角度出发,对dhikr命令的实践仍有各自的看法,并产生了多种执行方式。同样,在Haq Naqsyabandi命令中,dhikr的义务从会众宣誓效忠(tawajjuh)开始,其阶段由tariqa的murshid确定和决定。[Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang bagaimana implementasi makna haits dalam dunia tarekat]。Perintah haits yang dimaksud adalah Perintah dzikir。Oleh karenitu, artikel ini成员,haqsyabandi, berdasarkan pandangan Tarekat Haq Naqsyabandi。Haji Abdussomad Al-Haqqi Habibullah di Lombok, Nusa Tenggara Barat, padtahun 1986。Para pengikutnya terdiri dari berbagai kalangan, dan telah menyebar ke seluruh nusantara, bahkan di manca negara。Untuk mengkaji secara lebih mendalam mengenai personalini, peneliti menggunakan方法质性和pendekatan笔触现象学。Sumber data dalam kajian ini bersumber paddua halyitu Sumber primer (Mursyid, Badal Mursyid, Pengurus Yayasan, Pengurus Perguruan, dan jamaah aktif)和Sumber sekunder (kajian kepustakaan terdahulu yang terkait)。参与行动计划(Teknik pengumpulan data dalam kajian ini melalui Teknik PAR)。Sedangkan技术分析数据menggunakan技术分析数据takhrj j al-ḥadīth yang dilanjutkan dengan sharjial -ḥadīth。Artikel ini menemukan bahwa perintah为她berdzikir diakui oleh pokalchuk banyak例如sebagai方便琼脂umat”伊斯兰教secara umum dapat mengingat真主。Namun, para ulama masih memiliki pandangan masmasing dalam pengamalan perintah dzikir perintair perintair perintair perintair perintair perintaka makam pelaksanaannya。[Demikian juga dengan Tarekat Haq Naqsyabandi, bawa kewajiban dzikir didiai dari sejak jamaah berbai 'at (ditawajjuh) dengan tahapan yang telah dentukan dan diputuskan oleh mursyid Tarekat。]
{"title":"LIVING HADITH IN THE PERSPECTIVE OF THE HAQ NAQSHBANDI SUFI ORDER","authors":"Muh. Gitosaroso, M. Athoillah, Naqiyah Mukhtar, Shobirin Shobirin","doi":"10.21043/riwayah.v8i2.12099","DOIUrl":"https://doi.org/10.21043/riwayah.v8i2.12099","url":null,"abstract":"This study aims to determine the implementation of hadith contents in the tariqa world. The command of the hadith in question is the command of dhikr. Therefore, this article discusses the practice of dhikr orders in hadith, based on the views of the Haq Naqsyabandi Order. This congregation was founded by Maulana Sheikh Tuan Guru Haji Abdussomad Al-Haqqi Habibullah in Lombok, West Nusa Tenggara, in 1986. Its followers have various backgrounds and have spread throughout the archipelago, even in foreign countries. To examine in more depth about this issue, researchers used qualitative methods and phenomenological descriptive research approaches. The data sources in this study are sourced from two things: primary sources (Murshid, Badal Murshid, Foundation Management, College Management, and active congregations) and secondary sources (relevant previous literature studies). The data collection technique in this study is the PAR (Participation Action Research) technique. At the same time, the data analysis technique used the takhrij al-ḥadīth analysis technique followed by sharh al-hadith. This article finds that many scholars recognize the command to dhikr to make Muslims generally remember Allah. However, the scholars still have their respective views on the practice of the command of dhikr from the perspective of hadith, giving rise to many kinds of implementation. Likewise, with the Haq Naqsyabandi Order, the dhikr’s obligation starts from the congregation taking allegiance (tawajjuh) with stages determined and decided by the murshid of the tariqa.[Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang bagaimana implementasi makna hadits dalam dunia tarekat. Perintah hadits yang dimaksud adalah perintah dzikir. Oleh karena itu, artikel ini membahas tentang pengamalan perintah dzikir dalam hadits, berdasarkan pandangan Tarekat Haq Naqsyabandi. Tarekat ini adalah sebuah tarekat yang didirikan oleh Maulana Syeikh Tuan Guru Haji Abdussomad Al-Haqqi Habibullah di Lombok, Nusa Tenggara Barat, pada tahun 1986. Para pengikutnya terdiri dari berbagai kalangan, dan telah menyebar ke seluruh nusantara, bahkan di manca negara. Untuk mengkaji secara lebih mendalam mengenai persoalan ini, peneliti menggunakan metode kualitatif dan pendekatan penelitian deskriptif fenomenologis. Sumber data dalam kajian ini bersumber pada dua hal yaitu sumber primer (Mursyid, Badal Mursyid, Pengurus Yayasan, Pengurus Perguruan, dan jamaah aktif) dan sumber sekunder (kajian kepustakaan terdahulu yang terkait). Teknik pengumpulan data dalam kajian ini melalui teknik PAR (Partisipation Action Riseach). Sedangkan teknik analisis data menggunakan teknik analisis takhrīj al-ḥadīth yang dilanjutkan dengan sharḥ al-ḥadīth. Artikel ini menemukan bahwa perintah untuk berdzikir diakui oleh banyak ulama sebagai upaya agar umat Islam secara umum dapat mengingat Allah. Namun, para ulama masih memiliki pandangan masing-masing dalam pengamalan perintah dzikir perspektif hadis sehingga menimbulkan b","PeriodicalId":31822,"journal":{"name":"Riwayah Jurnal Studi Hadis","volume":null,"pages":null},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-01-26","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"79273352","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2023-01-26DOI: 10.21043/riwayah.v8i2.15021
A. Mz, Subi Nur Isnaini, Satria Tenun Syahputra
As a method of traditional medicine, cupping began to be in great demand by the public. Of course, this is an interesting phenomenon to be discussed. With the development of science, especially in the field of therapy, cupping is combined with modern communication techniques, namely Neuro-Linguistic Programming (NLP). The attempt to combine cupping with NLP is a novelty aspect in the study of cupping. This practice is carried out at Kopsen Rumah Sehat Thibbunnabawi, one of the few cupping clinics that use NLP techniques as a medium. Therefore, this article examines how Neuro-Linguistic Programming becomes a medium used in cupping practice. This research is a type of qualitative research using a phenomenological approach. Data collection methods used are interviews, observation, and documentation. Using the descriptive analysis method, there were five research informants, consisting of one therapist and four patients. This study found that: first, understanding of text internalization from cupping hadiths is still limited to the patient’s educational background or practical experience of each individual. Thus, various reasons from patients believe in cupping as a treatment. Second, the application of NLP as a cupping medium makes patients more comfortable and confident in doing therapy. Third, the application of NLP might be a solution so that patients who come are healed physically and psychologically.[Sebagai metode pengobatan tradisional, bekam mulai banyak diminati masyarakat. Tentu ini menjadi fenomena yang menarik untuk di diskusikan dan dikaji. Terlebih seiring berkembangnya ilmu pengetahuan terkhusus dalam bidang terapi, bekam dipadukan dengan teknik komunikasi modern yakni Neuro Linguistic Programming (NLP). Upaya untuk memadukan antara bekam dengan NLP merupakan aspek kebaharuan dalam ranah kajian mengenai bekam. Praktik seperti ini dilakukan di Kopsen Rumah Sehat Thibbunnabawi menjadi salah satu dari sedikit klinik bekam yang menggunakan teknik NLP sebagai medianya. Oleh karenanya, artikel ini mengkaji bagaimana Neuro Linguistic Programming menjadi media yang digunakan dalam praktik bekam. Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan fenomenologis. Metode pengumpulan data yang digunakan yaitu wawancara, observasi, dan dokumentasi. Informan penelitian berjumlah 5 orang, terdiri dari 1 orang terapis, dan 4 pasien. Dengan menggunakan metode analisis deskriptif. Penelitian ini menemukan bahwa: pertama, pemahaman mengenai internalisasi teks dari hadis berbekam masih sebatas latar belakang pendidikan pasien ataupun pengalaman empiris dari tiap individu. Sehingga beragam alasan dari pasien meyakini bekam sebagai sebuah pengobatan. Kedua, pengaplikasian NLP sebagai media bekam menjadikan pasien lebih nyaman dan percaya diri untuk melakukan terapi. Ketiga, penerapan NLP mungkin bisa menjadi solusi agar pasien yang datang tidak hanya sembuh secara fisik namun sembuh pula dari segi psikologis.]
作为一种传统医学方法,拔火罐开始受到公众的极大需求。当然,这是一个值得讨论的有趣现象。随着科学的发展,特别是在治疗领域,拔火罐与现代通信技术,即神经语言规划(NLP)相结合。将拔火罐与NLP相结合的尝试是拔火罐研究的一个新颖方面。这种做法是在Kopsen Rumah Sehat Thibbunnabawi进行的,这是少数几个使用NLP技术作为媒介的拔罐诊所之一。因此,本文探讨了神经语言编程如何成为拔火罐实践中使用的媒介。本研究是一种使用现象学方法的定性研究。使用的数据收集方法有访谈、观察和记录。采用描述性分析方法,共有5名研究举报人,包括1名治疗师和4名患者。本研究发现:第一,对拔火罐箴言文本内化的理解仍然局限于患者的教育背景或每个个体的实践经验。因此,来自患者的各种原因相信拔火罐是一种治疗方法。第二,NLP作为拔罐介质的应用,使患者在做治疗时更加舒适和自信。第三,NLP的应用可能是一种解决方案,这样来的病人在身体和心理上都得到了治愈。Sebagai metode pengobatan tradition, bekam mulai banyak diminati masyarakat。天意是天意,天意是天意,天意是天意。现代神经语言程序设计(NLP)。Upaya untuk memadukan antara bekam dengan NLP merupakan说kebaharuan dalam ranah kajian mengenai bekam。我的祖国,我的祖国,我的祖国,我的祖国,我的祖国,我的祖国,我的祖国,我的祖国,我的祖国,我的祖国。Oleh karenanya, artikel ini mengkaji bagaimana神经语言编程menjadi media yang digunakan dalam praktik bekam。Penelitian ini merupakan jenis Penelitian quality itatif dengan menggunakan pendekatan现象学。方法:人口普查数据:杨迪纳纳坎,亚图,瓦万卡拉,观测,丹文献。5个橙子,1个橙子,4个橙子。登安蒙古纳坎方法分析文稿。Penelitian ini menemukan bahwa: pertama, pemahaman mengenai, internalisasi teks dari hais berbekam masih sebatas latar belakang pendidikan pasen ataupun pengalaman imperiis dari tiap个人。seingga beragam alasan dari pasien meyakini bekam sebagai sebuah pengobatan。彭加普里卡亚NLP:媒体bekam menjadikan pasen lebih nyaman dan peraya diri untuk melakukan terapi。[j] [Ketiga, penjapannlp] [qh] [qh]
{"title":"NEURO-LINGUISTIC PROGRAMMING (NLP) AS A CUPPING MEDIA: A Living Hadith Discourse","authors":"A. Mz, Subi Nur Isnaini, Satria Tenun Syahputra","doi":"10.21043/riwayah.v8i2.15021","DOIUrl":"https://doi.org/10.21043/riwayah.v8i2.15021","url":null,"abstract":"As a method of traditional medicine, cupping began to be in great demand by the public. Of course, this is an interesting phenomenon to be discussed. With the development of science, especially in the field of therapy, cupping is combined with modern communication techniques, namely Neuro-Linguistic Programming (NLP). The attempt to combine cupping with NLP is a novelty aspect in the study of cupping. This practice is carried out at Kopsen Rumah Sehat Thibbunnabawi, one of the few cupping clinics that use NLP techniques as a medium. Therefore, this article examines how Neuro-Linguistic Programming becomes a medium used in cupping practice. This research is a type of qualitative research using a phenomenological approach. Data collection methods used are interviews, observation, and documentation. Using the descriptive analysis method, there were five research informants, consisting of one therapist and four patients. This study found that: first, understanding of text internalization from cupping hadiths is still limited to the patient’s educational background or practical experience of each individual. Thus, various reasons from patients believe in cupping as a treatment. Second, the application of NLP as a cupping medium makes patients more comfortable and confident in doing therapy. Third, the application of NLP might be a solution so that patients who come are healed physically and psychologically.[Sebagai metode pengobatan tradisional, bekam mulai banyak diminati masyarakat. Tentu ini menjadi fenomena yang menarik untuk di diskusikan dan dikaji. Terlebih seiring berkembangnya ilmu pengetahuan terkhusus dalam bidang terapi, bekam dipadukan dengan teknik komunikasi modern yakni Neuro Linguistic Programming (NLP). Upaya untuk memadukan antara bekam dengan NLP merupakan aspek kebaharuan dalam ranah kajian mengenai bekam. Praktik seperti ini dilakukan di Kopsen Rumah Sehat Thibbunnabawi menjadi salah satu dari sedikit klinik bekam yang menggunakan teknik NLP sebagai medianya. Oleh karenanya, artikel ini mengkaji bagaimana Neuro Linguistic Programming menjadi media yang digunakan dalam praktik bekam. Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan fenomenologis. Metode pengumpulan data yang digunakan yaitu wawancara, observasi, dan dokumentasi. Informan penelitian berjumlah 5 orang, terdiri dari 1 orang terapis, dan 4 pasien. Dengan menggunakan metode analisis deskriptif. Penelitian ini menemukan bahwa: pertama, pemahaman mengenai internalisasi teks dari hadis berbekam masih sebatas latar belakang pendidikan pasien ataupun pengalaman empiris dari tiap individu. Sehingga beragam alasan dari pasien meyakini bekam sebagai sebuah pengobatan. Kedua, pengaplikasian NLP sebagai media bekam menjadikan pasien lebih nyaman dan percaya diri untuk melakukan terapi. Ketiga, penerapan NLP mungkin bisa menjadi solusi agar pasien yang datang tidak hanya sembuh secara fisik namun sembuh pula dari segi psikologis.]","PeriodicalId":31822,"journal":{"name":"Riwayah Jurnal Studi Hadis","volume":null,"pages":null},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-01-26","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"79020207","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2023-01-26DOI: 10.21043/riwayah.v8i2.14229
M. Huda
The study of the differences in the interpretation of the hadith about heaven under the soles of the mother’s feet, aims to examine and analyze the differences in views and debates of the scholars as well as the method of understanding the hadith on heaven under the soles of the mother’s feet (al-jannatu tahta aqdam al-ummahat) contextually. In this study, the method used is qualitative literary study with an analytic-descriptive approach. As for the data analysis using qualitative descriptive analytics, namely describing and analyzing the hadith about al-jannatu tahta aqdam al-ummahat. The results of this study indicate that the status of the hadith about heaven under the soles of the mother’s feet gives rise to two statuses, namely authentic and dhaif. As narrated from Mu’awiyah bin Jahimah, he concluded that the hadith had the status of authentic. Whereas what was narrated by Anas bin Malik with a different path and proof, is declared to have the status of dhaif. The debate of hadith scholars in understanding this hadith is more directed at disputes about hadith narrations with various methods and approaches used, namely the sanad, narrator, and language methods. From the different views of scholars regarding this hadith, it does not lead to the substance of the hadith in question, which commands to do good to parents. This hadith positions a woman (mother) is in Islam as a highly glorified figure.[Kajian mengenai perbedaan dalam penafisran hadis tentang surga di bawah telapak kaki ibu, bertujuan untuk mengkaji dan menganalisa perbedaan pandangan dan perdebatan para ulama serta metode memahami hadis surga di bawah telapak kaki ibu (al-jannatu tahta aqdam al-ummahat) secara kontekstual. Dalam penelitian ini metode yang digunakan yaitu kualitatif bersifat studi kepustakaan dengan pendekatan desktiptif analitik. Adapun analisis data menggunakan kualitatif deskriptif analitik yaitu mendeskripsikan dan menganalisis hadis tentang surga di bawah telapak kaki ibu (al-jannatu tahta aqdam al-ummahat). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa status hadis tentang surga dibawah telapak kaki Ibu menimbulkan dua status yaitu shahih dan dhaif. Seperti yang diriwayatkan dari Mu’awiyah bin Jahimah, ia menyimpulkan bahwa hadis tersebut berstatus shahih. Sedangkan yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik dengan jalur dan hujjah berbeda, yaitu dinyatakan berstatus dhaif. Perdebatan para ulama hadis dalam memahami hadis ini lebih mengarah pada perselisihan riwayat hadis dengan berbagai metode dan pedekatan yang digunakan yaitu metode sanad, rawi serta bahasa. Dari perbedaan pandangan para ulama dan cendikiawan mengenai hadis tersebut, tidak mengarah kepada substansi hadis ini yang memerintahkan untuk melakukan berbuat baik kepada orang tua. Hadis ini memposisikan seorang perempuan (ibu) dalam Islam sebagai sosok yang sangat dimuliakan.]
对母亲足底下天圣训解释差异的研究,旨在考察和分析学者们对母亲足底下天圣训(al-jannatu tahta aqdam al-ummahat)的不同看法和争论,以及对母亲足底下天圣训(al-jannatu tahta aqdam al-ummahat)的理解方法。在本研究中,使用的方法是定性文学研究与分析-描述的方法。在数据分析方面,采用定性描述性分析,即对圣训的描述和分析。本研究结果表明,母亲足底下的圣训地位产生了两种地位,即真实地位和dhaif地位。根据《穆阿维耶·本·贾希玛》的叙述,他断定圣训具有真实性。而阿纳斯·本·马利克以不同的途径和证据所叙述的,则被宣布具有dhaif的地位。圣训学者在理解这段圣训时的争论更多的是针对不同方法和途径的圣训叙述,即圣训、叙述者和语言方法。从学者们对这段圣训的不同看法来看,它并没有导致圣训的实质问题,即命令对父母行善。这段圣训将伊斯兰教中的女性(母亲)定位为高度荣耀的人物。[Kajian mengenai perbedaan dalam penafisran hadis tentang surga di bawah telapak kaki ibu, bertujuan untuk mengkaji dan menganalisa perbedaan pandangan dan perdebatan para ulama serta mehami hadis surga di bawah telapak kaki ibu (al-jannatu tahta aqdam al-ummahat) secara kontekstual]。Dalam penelitian ini方法,yang digunakan, yitu,质量研究,kepustakan, dengan, penelitian,和书桌分析。Adapun分析数据,质量分析数据,质量分析数据,质量分析数据,质量分析数据,质量分析数据,质量分析数据,质量分析数据,质量分析数据,质量分析数据。Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa status hadis tentang surga dibawah telapak kaki Ibu menimbulkan dua status yitu shahih dan dhaif。Seperti yang diriwayatkan dari Mu 'awiyah bin Jahimah,在menypulpulkan bahwa,他是一个很好的人,但他是一个很好的人。Sedangkan yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik dengan jalur dan hujjah berbeda, yitu dinyatakan berstatus dhaif。Perdebatan para ulama hadis dalam memahami hadis ini lebih mengarah padperselisihan riwayat hadis dengan berbagai方法dan petekatan yang digunakan yitu方法sanad, rawi serta bahasa。达里perbedaan pandangan para ama dancendikiawan mengenai hasebut,达里perbedaan pandangan para ama dancendikiawan mengenai hasebut,达里mengarah kepada,达里mengarah kepada,达里mengarah kepada,达里mengarah kepada,达里milakukan berbua,达里kepada orangtua。[英语背诵文选][伊斯兰教][伊斯兰教]
{"title":"THE DIFFERENCES IN INTERPRETATION OF THE HADITH: A Study of The Hadith al-Jannatu tahta Aqdam al-Ummahat","authors":"M. Huda","doi":"10.21043/riwayah.v8i2.14229","DOIUrl":"https://doi.org/10.21043/riwayah.v8i2.14229","url":null,"abstract":"The study of the differences in the interpretation of the hadith about heaven under the soles of the mother’s feet, aims to examine and analyze the differences in views and debates of the scholars as well as the method of understanding the hadith on heaven under the soles of the mother’s feet (al-jannatu tahta aqdam al-ummahat) contextually. In this study, the method used is qualitative literary study with an analytic-descriptive approach. As for the data analysis using qualitative descriptive analytics, namely describing and analyzing the hadith about al-jannatu tahta aqdam al-ummahat. The results of this study indicate that the status of the hadith about heaven under the soles of the mother’s feet gives rise to two statuses, namely authentic and dhaif. As narrated from Mu’awiyah bin Jahimah, he concluded that the hadith had the status of authentic. Whereas what was narrated by Anas bin Malik with a different path and proof, is declared to have the status of dhaif. The debate of hadith scholars in understanding this hadith is more directed at disputes about hadith narrations with various methods and approaches used, namely the sanad, narrator, and language methods. From the different views of scholars regarding this hadith, it does not lead to the substance of the hadith in question, which commands to do good to parents. This hadith positions a woman (mother) is in Islam as a highly glorified figure.[Kajian mengenai perbedaan dalam penafisran hadis tentang surga di bawah telapak kaki ibu, bertujuan untuk mengkaji dan menganalisa perbedaan pandangan dan perdebatan para ulama serta metode memahami hadis surga di bawah telapak kaki ibu (al-jannatu tahta aqdam al-ummahat) secara kontekstual. Dalam penelitian ini metode yang digunakan yaitu kualitatif bersifat studi kepustakaan dengan pendekatan desktiptif analitik. Adapun analisis data menggunakan kualitatif deskriptif analitik yaitu mendeskripsikan dan menganalisis hadis tentang surga di bawah telapak kaki ibu (al-jannatu tahta aqdam al-ummahat). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa status hadis tentang surga dibawah telapak kaki Ibu menimbulkan dua status yaitu shahih dan dhaif. Seperti yang diriwayatkan dari Mu’awiyah bin Jahimah, ia menyimpulkan bahwa hadis tersebut berstatus shahih. Sedangkan yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik dengan jalur dan hujjah berbeda, yaitu dinyatakan berstatus dhaif. Perdebatan para ulama hadis dalam memahami hadis ini lebih mengarah pada perselisihan riwayat hadis dengan berbagai metode dan pedekatan yang digunakan yaitu metode sanad, rawi serta bahasa. Dari perbedaan pandangan para ulama dan cendikiawan mengenai hadis tersebut, tidak mengarah kepada substansi hadis ini yang memerintahkan untuk melakukan berbuat baik kepada orang tua. Hadis ini memposisikan seorang perempuan (ibu) dalam Islam sebagai sosok yang sangat dimuliakan.]","PeriodicalId":31822,"journal":{"name":"Riwayah Jurnal Studi Hadis","volume":null,"pages":null},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-01-26","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"84838062","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2022-06-21DOI: 10.21043/riwayah.v8i1.15460
A. Kirin, M. Masruri
Shaykh Nawawi al-Banteni is an Islamic scholar who produces various famous works in the archipelago, especially in Indonesia. Among his famous works is the book Tanqih al-Qaul is one of the interpretes or reviews from the book Lubab al-Hadith by Jalal al-Din al-Suyuti.This book became a reference in some Indonesian Boarding Schools. In addition, it is also used as a book study material in certain mosques. However, in-depth study of the method of hadith interpretes in the book is rarely observed by users of the book. Therefore, it is important to explain the method of hadith interpretes found in this book so that its status can be known as well as to measure the extent of its knowledge in the hadith. This study aims to explore the method of hadith interpretes conducted by Shaykh Nawawi al-Bantani in the book Tanqih al-Qaul. The purpose of this study is to determine and analyze the method of hadith interprete used by Shaykh Nawawi al-Banteni and reveal the extent of his knowledge and status as a scholar of hadith through the book Tanqih al-Qaul. The methodology of this study is qualitative through library methods and content analysis design of Tanqih al-Qaul book. This study found that in general the method used by Shaykh Nawawi al-Banteni in interpreting hadith is by using the method of Ijmali. In its application, he uses textual interpretation techniques through the method of interpreting hadith according to the original material or text of hadith, and intertextual through the method of reciting hadith with hadith. This study found that Shaykh Nawawi al-Banteni had good ability and knowledge in hadith. Apart from that, it can also provide an understanding to the community about the method of hadith interprete performed by Shaykh Nawawi al-Banteni in his book Tanqih al-Qaul.[Manhaj Shaykh Nawawi al-Banteni dalam Mensyarahkan Hadith-Hadith Kitab Tanqih Al-Qaul. Shaykh Nawawi al-Banteni merupakan seorang cendekiawan Islam yang menghasilkan pelbagai karya yang masyhur di Nusantara khususnya Indonesia. Di antara karya beliau yang terkenal itu adalah kitab Tanqih al-Qaul merupakan salah satu syarah atau ulasan dari kitab Tanqih al-Qaul syarahan dari kitab Lubab al-Hadith karangan Jalal al-Din al-Suyuti. Kitab ini menjadi referensi di beberapa pondok pesantren Indonesia, selain itu dia juga dijadikan sebagai bahan kajian kitab di masjid-masjid tertentu. Namun, kajian mendalam tentang manhaj syarahan hadith dalam kitab tersebut jarang diperhatikan oleh pengguna kitab. Oleh kerana itu penting untuk menjelaskan manhaj syarahan hadith yang terdapat dalam kitab ini agar dapat dikenali statusnya sekaligus untuk mengukur sejauh mana pengetahuannya dalam ilmu hadis. Kajian ini berhasrat mengeksplorasi manhaj syarahan hadis yang dilakukan Shaykh Nawawi al-Banteni dalam kitab Tanqih al-Qaul. Tujuan kajian ini adalah untuk menentukan dan menganalisis manhaj syarahan hadis yang digunakan oleh Shaykh Nawawi al-Banteni dan mengungkap sejauh mana pengetahuan dan
Shaykh Nawawi al-Banteni是一位伊斯兰学者,他在群岛,特别是在印度尼西亚创作了许多着名的作品。他的著名作品《Tanqih al-Qaul》是对贾拉尔·丁·苏尤提的《圣训》的解读或评论之一。这本书成为印尼一些寄宿学校的参考书。此外,它也被用作某些清真寺的书籍学习材料。然而,这本书的使用者很少观察到对圣训解释方法的深入研究。因此,解释这本书中发现的圣训解释方法是很重要的,这样就可以知道它的地位,也可以衡量它在圣训中的知识程度。本研究旨在探讨班塔尼(Shaykh Nawawi al-Bantani)在《Tanqih al-Qaul》一书中阐释圣训的方法。本研究的目的是确定和分析Shaykh Nawawi al-Banteni使用的圣训解释方法,并通过《Tanqih al-Qaul》一书揭示他作为圣训学者的知识程度和地位。本研究的研究方法是定性的,通过图书馆法和Tanqih al-Qaul图书的内容分析设计。这项研究发现,一般来说,谢赫·纳瓦维·班特尼在解释圣训时使用的方法是用伊伊马里语的方法。在其应用中,他通过根据圣训的原始材料或文本来解释圣训的方法来使用文本解释技术,并通过用圣训背诵圣训的方法来互文。本研究发现,班特尼酋长具有良好的圣训能力和知识。除此之外,它还可以为社区提供关于Shaykh Nawawi al-Banteni在他的书Tanqih al-Qaul中执行的圣训解释方法的理解。[Manhaj Shaykh Nawawi al-Banteni dalam Mensyarahkan圣训]Shaykh Nawawi al-Banteni merupakan seorang cendekiawan Islam yang menghasilkan pelbagai karya yang masyhur di Nusantara khususnya印度尼西亚。迪安德拉karya beliau杨terkenal itu adalah最初Tanqih al-Qaul merupakan salah研究syarah atau ulasan达里语最初Tanqih al-Qaul syarahan达里语最初Lubab温和派karangan塔拉al-Din al-Suyuti。印度尼西亚,印度尼西亚,印度尼西亚,印度尼西亚,印度尼西亚,印度尼西亚,印度尼西亚,印度尼西亚,印度尼西亚,印度尼西亚。Namun, kajian mendalam tentang manhaj syarahan hadith dalam kitab tersebut jarang diperhatikan oleh pengguna kitab。这是我的第一次学习,我的第一次学习,我的第一次学习,我的第一次学习,我的第一次学习。卡吉尼·伯哈斯特·曼格斯·普拉兹·曼哈吉·萨拉罕·哈迪斯·杨·迪拉库坎·谢赫·纳瓦维·班特尼·达拉姆·卡吉尼·坦奇·阿尔·库尔。我的女儿,我的女儿,我的女儿,我的女儿,我的女儿,我的女儿,我的女儿,我的女儿,我的女儿,我的女儿,我的女儿。方法学上的分析与分析:分析与分析;分析与分析;分析与分析。卡吉尼mendapati bahawa secara umummanhaj yang digunakan oleh Shaykh Nawawi al-Banteni dalam mensyarah hadith adalah dengan menggunakan mejmali。Dalam pengaplikasiannya beliau menggunakan teknik Interpretasi Tekstual melalui satu kaedah iiti mensyarah hadith mengikut atatu teks asal hais, daninterpretasi interkstual melalui satu kaedah juga yiti mensyarahkan hais dengan hais。Kajian ini menemukan bahwa Shaykh Nawawi al-Banteni memiliki kemampuan dan pengetahuan yang baik dalam ilmuhais。[英语阅读][Selain it dia juga dapat成员kan pemahaman kepada masyarakat tentenmanhaj syarahan hadith yang dilakukan oleh Shaykh Nawawi al- banteni dalam kitabnya Nasa ' ih al- ' Ibad]
{"title":"THE METHOD OF SHAYKH NAWAWI AL-BANTENI IN HADITH COMMENTARIES OF TANQIH AL-QAUL","authors":"A. Kirin, M. Masruri","doi":"10.21043/riwayah.v8i1.15460","DOIUrl":"https://doi.org/10.21043/riwayah.v8i1.15460","url":null,"abstract":"Shaykh Nawawi al-Banteni is an Islamic scholar who produces various famous works in the archipelago, especially in Indonesia. Among his famous works is the book Tanqih al-Qaul is one of the interpretes or reviews from the book Lubab al-Hadith by Jalal al-Din al-Suyuti.This book became a reference in some Indonesian Boarding Schools. In addition, it is also used as a book study material in certain mosques. However, in-depth study of the method of hadith interpretes in the book is rarely observed by users of the book. Therefore, it is important to explain the method of hadith interpretes found in this book so that its status can be known as well as to measure the extent of its knowledge in the hadith. This study aims to explore the method of hadith interpretes conducted by Shaykh Nawawi al-Bantani in the book Tanqih al-Qaul. The purpose of this study is to determine and analyze the method of hadith interprete used by Shaykh Nawawi al-Banteni and reveal the extent of his knowledge and status as a scholar of hadith through the book Tanqih al-Qaul. The methodology of this study is qualitative through library methods and content analysis design of Tanqih al-Qaul book. This study found that in general the method used by Shaykh Nawawi al-Banteni in interpreting hadith is by using the method of Ijmali. In its application, he uses textual interpretation techniques through the method of interpreting hadith according to the original material or text of hadith, and intertextual through the method of reciting hadith with hadith. This study found that Shaykh Nawawi al-Banteni had good ability and knowledge in hadith. Apart from that, it can also provide an understanding to the community about the method of hadith interprete performed by Shaykh Nawawi al-Banteni in his book Tanqih al-Qaul.[Manhaj Shaykh Nawawi al-Banteni dalam Mensyarahkan Hadith-Hadith Kitab Tanqih Al-Qaul. Shaykh Nawawi al-Banteni merupakan seorang cendekiawan Islam yang menghasilkan pelbagai karya yang masyhur di Nusantara khususnya Indonesia. Di antara karya beliau yang terkenal itu adalah kitab Tanqih al-Qaul merupakan salah satu syarah atau ulasan dari kitab Tanqih al-Qaul syarahan dari kitab Lubab al-Hadith karangan Jalal al-Din al-Suyuti. Kitab ini menjadi referensi di beberapa pondok pesantren Indonesia, selain itu dia juga dijadikan sebagai bahan kajian kitab di masjid-masjid tertentu. Namun, kajian mendalam tentang manhaj syarahan hadith dalam kitab tersebut jarang diperhatikan oleh pengguna kitab. Oleh kerana itu penting untuk menjelaskan manhaj syarahan hadith yang terdapat dalam kitab ini agar dapat dikenali statusnya sekaligus untuk mengukur sejauh mana pengetahuannya dalam ilmu hadis. Kajian ini berhasrat mengeksplorasi manhaj syarahan hadis yang dilakukan Shaykh Nawawi al-Banteni dalam kitab Tanqih al-Qaul. Tujuan kajian ini adalah untuk menentukan dan menganalisis manhaj syarahan hadis yang digunakan oleh Shaykh Nawawi al-Banteni dan mengungkap sejauh mana pengetahuan dan","PeriodicalId":31822,"journal":{"name":"Riwayah Jurnal Studi Hadis","volume":null,"pages":null},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-06-21","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"77332476","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2022-06-16DOI: 10.21043/riwayah.v8i1.11797
Shela Yudha Kinanthi, L. Dodi
Indonesia is a country that is famous for its hospitality, both to people residing in the country as well as to foreign people from various countries. A small example here is to our fellow neighbors –people who are almost every day always encountered –whose homes are close to ours. When a neighbor passes by our house, we will automatically –or even their own –say hello. It is also becoming more common in communities that primarily reside in rural areas. When in difficult circumstances or when hit by disasters – such as a house fire, relatives with death, or even affected by Covid-19 – automatically we – humans known as social beings – will help willingly. From here human being indirectly build a relationship with each other. However, with the existence of Covid-19 that doesn't subsided from the beginning of 2020 – when it first entered Indonesia – until now, people are busy guarding themselves to prevent them from contracting Covid-19. People were faced with two tough choices, namely helping those affected by Covid-19 or better avoiding and maintaining distance so as not to be affected. However, because humans have basic characteristics as social beings as well as Indonesian society which is famous for their attitude of hospitality, the community – especially in Sumberejo Village, Ngasem District, Kediri Regency – still help each other even in the Covid-19 situation.[Interaksi Sosial Masyarakat Sumberejo Ngasem Kediri dalam Menghadapi Orang yang Terdampak Covid-19 sebagai Bentuk Living Hadith Silaturahim. Indonesia merupakan negara yang terkenal dengan keramah-tamahannya, baik kepada masyarakat yang bertempat tinggal di negara itu sendiri, maupun kepada masyarakat asing dari berbagai negara. Sebagai contoh kecil di sini adalah kepada sesama tetangga –orang-orang yang hampir setiap hari selalu dijumpai –yang rumahnya berdekatan dengan kita. Ketika seorang tetangga melewati rumah kita, maka kita secara otomatis –atau bahkan mereka sendiri –akan menyapa. Hal ini juga menjadi lebih umum di masyarakat yang khususnya bertempat tinggal di pedesaan. Ketika dalam keadaan susah ataupun ketika tertimpa musibah –seperti rumah kebakaran, kerabat dengan meninggal dunia, atau bahkan terdampak Covid-19 –secara otomatis kita –manusia yang dikenal sebagai makhluk sosial –akan membantu dengan sukarela. Dari sinilah secara tidak langsung manusia membangun silaturahmi satu sama lain. Namun, dengan adanya Covid-19 yang tak kunjung mereda dari awal tahun 2020 –ketika pertama kali masuk di Indonesia –hingga sekarang, masyarakat sibuk menjaga diri untuk mencegah agar tidak tertular Covid-19. Masyarakat seperti dihadapkan dua pilihan berat, yakni membantu mereka yang terdampak Covid-19 atau lebih baik menghindari serta menjaga jarak agar tidak ikut terdampak. Namun, dikarenakan manusia yang memiliki sifat dasar sebagai makhluk sosial sekaligus sebagai masyarakat Indonesia yang terkenal dengan sikap keramah-tamahannya, masyarakat –khususnya di Desa Sumberejo, Kecamatan Ng
印度尼西亚是一个以热情好客而闻名的国家,无论是对居住在该国的人还是对来自不同国家的外国人。这里有一个小的例子给我们的邻居——那些几乎每天都会遇到的人——他们的家离我们很近。当邻居经过我们家时,我们会自动地——甚至是他们自己——打招呼。它在主要居住在农村地区的社区也变得越来越普遍。当遇到困难或遭受灾难时,例如房屋着火、亲人死亡,甚至受到Covid-19的影响,我们这些被称为社会生物的人类自然会自愿提供帮助。人类从这里间接地建立起彼此之间的关系。然而,自2020年初首次进入印度尼西亚以来,Covid-19的存在一直没有消退,直到现在,人们都在忙着保护自己,防止自己感染Covid-19。人们面临着两个艰难的选择,要么帮助那些受新冠肺炎影响的人,要么更好地避免和保持距离,以免受到影响。然而,由于人类具有作为社会生物的基本特征,以及以热情好客而闻名的印度尼西亚社会,社区-特别是在Kediri Regency Ngasem区的Sumberejo村-即使在新冠疫情情况下仍然相互帮助。Interaksi social Masyarakat Sumberejo Ngasem Kediri dalam Menghadapi Orang yang Terdampak Covid-19 sebagai Bentuk Living Hadith Silaturahim。印度尼西亚merupakan negara yang terkenal dengan keramah-tamahannya, baik kepada masyarakat yang bertempat tinggal di negara itu sendiri, maupun kepada masyarakat asdari berbagai negara。Sebagai contoh kecil di sini adalah kepada sesama tetangga - orange -orang hampir setap hari dijumpai -yang rumahnya berdekatan dengan kita。Ketika seorang tetangga melewati rumah kita, maka kita secara otomatis -atau bakan mereka sendiri -akan menyapa。Hal ini juga menjadi lebih umum di masyarakat yang khususnya bertempat tinggal di pedesaan。新冠肺炎是一种罕见的病毒性疾病,是一种罕见的病毒性疾病,是一种罕见的病毒性疾病。达里·西拉·西拉·达里·兰松·尼拉·西拉·西拉·尼塔·萨玛兰。2019冠状病毒病(Covid-19) yang tak kunjung mereda dari awal tahun 2020 -ketika pertama kali masuk - ingga sekarang, masyarakat sibuk menjaga diri untuk menegah agar tidak terular Covid-19。新冠肺炎新冠肺炎新冠肺炎新冠肺炎疫情新冠肺炎疫情新冠肺炎疫情新冠肺炎疫情新冠肺炎疫情新冠肺炎疫情新冠肺炎疫情新冠肺炎疫情[Namun, dikarenakan manusia yang memiliki sifat dasar sebagai makhluk社会sekaligus sebagai masyarakat印度尼西亚yang terkenal dengan -tamahannya, masyarakat -khususnya di Desa Sumberejo, Kecamatan Ngasem, Kabupaten Kediri -tetap销售membantu satu sama lain di dalam sitasi Covid-19]
{"title":"SOCIAL INTERACTION OF THE SUMBEREJO NGASEM KEDIRI COMMUNITY IN DEALING WITH PEOPLE AFFECTED BY COVID-19 AS A FORM OF LIVING HADITH SILATURAHIM","authors":"Shela Yudha Kinanthi, L. Dodi","doi":"10.21043/riwayah.v8i1.11797","DOIUrl":"https://doi.org/10.21043/riwayah.v8i1.11797","url":null,"abstract":"Indonesia is a country that is famous for its hospitality, both to people residing in the country as well as to foreign people from various countries. A small example here is to our fellow neighbors –people who are almost every day always encountered –whose homes are close to ours. When a neighbor passes by our house, we will automatically –or even their own –say hello. It is also becoming more common in communities that primarily reside in rural areas. When in difficult circumstances or when hit by disasters – such as a house fire, relatives with death, or even affected by Covid-19 – automatically we – humans known as social beings – will help willingly. From here human being indirectly build a relationship with each other. However, with the existence of Covid-19 that doesn't subsided from the beginning of 2020 – when it first entered Indonesia – until now, people are busy guarding themselves to prevent them from contracting Covid-19. People were faced with two tough choices, namely helping those affected by Covid-19 or better avoiding and maintaining distance so as not to be affected. However, because humans have basic characteristics as social beings as well as Indonesian society which is famous for their attitude of hospitality, the community – especially in Sumberejo Village, Ngasem District, Kediri Regency – still help each other even in the Covid-19 situation.[Interaksi Sosial Masyarakat Sumberejo Ngasem Kediri dalam Menghadapi Orang yang Terdampak Covid-19 sebagai Bentuk Living Hadith Silaturahim. Indonesia merupakan negara yang terkenal dengan keramah-tamahannya, baik kepada masyarakat yang bertempat tinggal di negara itu sendiri, maupun kepada masyarakat asing dari berbagai negara. Sebagai contoh kecil di sini adalah kepada sesama tetangga –orang-orang yang hampir setiap hari selalu dijumpai –yang rumahnya berdekatan dengan kita. Ketika seorang tetangga melewati rumah kita, maka kita secara otomatis –atau bahkan mereka sendiri –akan menyapa. Hal ini juga menjadi lebih umum di masyarakat yang khususnya bertempat tinggal di pedesaan. Ketika dalam keadaan susah ataupun ketika tertimpa musibah –seperti rumah kebakaran, kerabat dengan meninggal dunia, atau bahkan terdampak Covid-19 –secara otomatis kita –manusia yang dikenal sebagai makhluk sosial –akan membantu dengan sukarela. Dari sinilah secara tidak langsung manusia membangun silaturahmi satu sama lain. Namun, dengan adanya Covid-19 yang tak kunjung mereda dari awal tahun 2020 –ketika pertama kali masuk di Indonesia –hingga sekarang, masyarakat sibuk menjaga diri untuk mencegah agar tidak tertular Covid-19. Masyarakat seperti dihadapkan dua pilihan berat, yakni membantu mereka yang terdampak Covid-19 atau lebih baik menghindari serta menjaga jarak agar tidak ikut terdampak. Namun, dikarenakan manusia yang memiliki sifat dasar sebagai makhluk sosial sekaligus sebagai masyarakat Indonesia yang terkenal dengan sikap keramah-tamahannya, masyarakat –khususnya di Desa Sumberejo, Kecamatan Ng","PeriodicalId":31822,"journal":{"name":"Riwayah Jurnal Studi Hadis","volume":null,"pages":null},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-06-16","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"78684646","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2022-06-16DOI: 10.21043/riwayah.v8i1.11520
Shofiatul Jannah
The Hadith of Killing Apostates and The Attitude of Scholars Toward it. This study discusses the hadith "Whoever leaves religion, kill him". The punishment for apostates mentioned in this hadith is the main basis among scholars in taking legal istinbath for apostates. Literally, this hadith commands the killing of apostates. This means that if a person who is Muslim leaves his religion, the punishment for him in this world is to be killed. Therefore, the issue of leaving religion is a problem that causes controversy among Islamic scholars. Some of them see that hadith is contrary to the meaning of the al-Qur'an, the Sunnah of the Prophet, and is contrary to freedom of religion. Therefore, the issue of apostasy is considered as one of the topics that raises complex problems and requires deep thought. This study aims to determine the attitude of scholars towards this hadith This study uses a descriptive analytical method by collecting information related to this hadith as well as collecting data about scholars’ attitudes on this hadith, then uses appropriate analysis tools. The results of this study are: The classical scholars agreed that anyone who apostatized from Islam without coercion should be killed, but they differed in opinion about repentance and its duration. They have different opinions about apostate women. However, contemporary scholars present several opinions, trying to provide a new understanding of this hadith. This hadith cannot be a general rule that applies to all situations and conditions.
[Hadis Membunuh Orang Murtad dan Sikap Ulama terhadapnya. Kajian ini membahas hadis “Barang siapa keluar dari agama maka bunuhlah dia”. Hukuman bagi orang murtad yang disebutkan dalam hadis ini menjadi dasar utama dikalangan ulama dalam mengambil istimbath hukum bagi orang murtad. Secara harfiah, hadis ini memerintahkan membunuh orang murtad. Artinya jika seseorang yang beragama Islam meninggalkan agamanya maka hukuman kepadanya di dunia adalah bunuh. Oleh Karena itu, masalah keluar dari agama merupakan sebuah masalah yang meninmbulkan kontroversi di kalangan ulama Islam. Beberapa diantara mereka melihat bahwa hadis ini bertentangan dengan makna dhahir al-Qur’an, Sunnah Nabi, dan bertentangan dengan kebebasan beragama. Oleh karena itu, isu kemurtadan dianggap sebagai salah satu topik yang menimbulkan masalah yang komplek dan membutuhkan pemikiran yang mendalam. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahuisikap ulama terhadap hadis ini. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitis dengan mengumpulkan informasi-informasi yang berkaitan dengan hadis ini dan mengumpulkan data tentang sikap ulama terhadap hadis ini, kemudian menggunakan alat analisis yang sesuai. Adapun hasil penelitian ini yaitu
杀叛教者的圣训与学者的态度。本研究讨论了圣训“谁离开宗教,杀了他”。这段圣训中提到的对叛教者的惩罚是学者们对叛教者采取法律制裁的主要依据。从字面上看,这段圣训命令杀死叛教者。这意味着,如果一个穆斯林人离开了他的宗教,他在这个世界上的惩罚就是被杀。因此,离开宗教的问题是伊斯兰学者之间争论的问题。他们中的一些人认为圣训与《古兰经》、先知的圣训的意义相悖,也与宗教自由相悖。因此,叛教问题被认为是引发复杂问题并需要深入思考的话题之一。本研究旨在确定学者对这段圣训的态度。本研究采用描述性分析方法,通过收集与这段圣训相关的信息,以及收集学者对这段圣训的态度的数据,然后使用合适的分析工具。研究结果表明:古典学者一致认为,凡未经强迫而叛教的人都应被处死,但在悔改的时间长短上存在分歧。他们对背教的女人有不同的看法。然而,当代学者提出了几种观点,试图对这段圣训提供一种新的理解。这条圣训不可能是适用于所有情况和条件的一般规则。[Hadis Membunuh Orang Murtad dan Sikap Ulama terhadapnya]。卡吉尼成员有“Barang siapa keluar dari agama maka bunuhlah dia”。杨Hukuman bagi猩猩murtad disebutkan dalam哈迪ini menjadi dasar utama dikalangan例如dalam mengambil istimbath hukum bagi猩猩murtad。Secara harfiah,是泰国的一名高级官员。Artinya jika seseorang yang beragama Islam mengalkan agamanya maka hukuman kepadanya di dunia adalah bunuh。Oleh Karena, masalah keluar dari agama merupakan sebuah masalah yang meninmbulkan kontroversi di kalangan ulama Islam。Beberapa diantara mereka melihat bahwa hadis ini bertentangan dengan makna dhahir al- quan,圣训纳比,dan bertentangan dengan kebebasan beragama。Oleh karena itu, isu kemurtadan dianggap sebagai salah satu topik yang menimbulkan masalah yang komplek dan menbutuhkan pemikiran yang mendalam。Penelitian ini bertujuan untuk mengetahuisikap ulama terhadap hais ini。云南孟古纳罕气象数据分析,云南孟古纳罕气象数据分析,云南孟古纳罕气象数据分析,云南孟古纳罕气象分析。在伊斯兰教中,当你在伊斯兰教中,当你在伊斯兰教中,当你在伊斯兰教中,当你在伊斯兰教中,当你在伊斯兰教中,当你在伊斯兰教中,当你在伊斯兰教中,当你在伊斯兰教中。Dan mereka juga berbeda pendapat tantanwanita yang murtad。Akan tetapi, ulama kontemporer menyampaikan beberapa pendapat, dan mencoba成员kan pemahaman baru tentang hadis ini。[au:] Bahwa hadis ini tidak bisa menjadi patokan umum yang berlaku untuk semua sitasi dan kondisi。
{"title":"HADIS QATL AL-MURTAD WA MAWAQIF AL-ULAMA' MINHU","authors":"Shofiatul Jannah","doi":"10.21043/riwayah.v8i1.11520","DOIUrl":"https://doi.org/10.21043/riwayah.v8i1.11520","url":null,"abstract":"<p><span lang=\"IN\">The Hadith of Killing Apostates and The Attitude of Scholars Toward it. This study discusses the hadith \"Whoever leaves religion, kill him\". The punishment for apostates mentioned in this hadith is the main basis among scholars in taking legal <em>istinbath</em> for apostates. Literally, this hadith commands the killing of apostates. This means that if a person who is Muslim leaves his religion, the punishment for him in this world is to be killed. Therefore, the issue of leaving religion is a problem that causes controversy among Islamic scholars. Some of them see that hadith is contrary to the meaning of the al-Qur'an, the Sunnah of the Prophet, and is contrary to freedom of religion. Therefore, the issue of apostasy is considered as one of the topics that raises complex problems and requires deep thought. This study aims to determine the attitude of scholars towards this hadith This study uses a descriptive analytical method by collecting information related to this hadith as well as collecting data about scholars’ attitudes on this hadith, then uses appropriate analysis tools. The results of this study are: The classical scholars agreed that anyone who apostatized from Islam without coercion should be killed, but they differed in opinion about repentance and its duration. They have different opinions about apostate women. However, contemporary scholars present several opinions, trying to provide a new understanding of this hadith. This hadith cannot be a general rule that applies to all situations and conditions.</span></p><p>[<strong><span>Hadis Membunuh Orang Murtad dan Sikap Ulama terhadapnya</span></strong><span>. Kajian ini membahas hadis “Barang siapa keluar dari agama maka bunuhlah dia”. Hukuman bagi orang murtad yang disebutkan dalam hadis ini menjadi dasar utama dikalangan ulama dalam mengambil istimbath hukum bagi orang murtad. Secara harfiah, hadis ini memerintahkan membunuh orang</span><span lang=\"EN-ID\"> murtad</span><span>. Artinya jika seseorang yang beragama Islam meninggalkan agamanya maka hukuman kepadanya di dunia adalah bunuh. Oleh Karena itu, masalah keluar dari agama merupakan sebuah masalah yang meninmbulkan kontroversi di kalangan ulama Islam. Beberapa diantara mereka melihat bahwa hadis ini bertentangan dengan makna dhahir al-Qur’an, Sunnah Nabi, dan bertentangan dengan kebebasan beragama. Oleh karena itu, isu kemurtadan dianggap sebagai salah satu topik yang menimbulkan masalah yang komplek dan membutuhkan pemikiran yang mendalam. </span><span lang=\"IN\">Penelitian ini bertujuan untuk meng</span><span lang=\"EN-ID\">etahui</span><span lang=\"EN-ID\">sikap</span><span lang=\"IN\"> ulama </span><span lang=\"EN-ID\">terhadap hadis ini. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitis dengan mengumpulkan informasi-informasi yang berkaitan dengan hadis ini dan mengumpulkan data tentang sikap ulama terhadap hadis ini, kemudian menggunakan alat analisis yang sesuai. Adapun hasil penelitian ini yaitu <span cla","PeriodicalId":31822,"journal":{"name":"Riwayah Jurnal Studi Hadis","volume":null,"pages":null},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-06-16","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"84790442","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2022-06-16DOI: 10.21043/riwayah.v8i1.11572
M. Muna
This study aims to explain and assess the Peoples' Hadith as part of a historical approach that can be used in Dating Hadith. The criticism of the inauthenticity of the hadith has been widely discussed by skeptical orientalists. The most basic reason for this doubt is that there are no written hadith documents in the era of the Prophet that can be known in the present era. The method they use is the dating of hadith; a method that seeks to find out the source of the earliest hadith documents by determining their age and origin. So far, the dating efforts made by Motzky and Nabia Abbott ended in the 2nd century AH. The difference of a century makes this effort still not sufficient to provide an absolute refutation of orientalist skepticism. Based on the descriptive-analytical method, the author finds that People's Hadith has a novelty in terms of viewpoint in the form of the need to look at document sources in the 1st century AH. through communities outside of Muslims, especially the Bedouin. Due to the widening of the scope of this historical search, the implication that will arise is the discovery of prophetic documents that will be obtained by historians or Islamic scholars with sources that come from the Prophet’s Era in the 7th century AH.[Ahli Hadis dalam Diskursus Penanggalan Hadis: Meninjau Cara Lain untuk Melacak Tradisi Awal. Kajian ini bertujuan untuk menjelaskan dan menilai Peoples’ Hadith sebagai bagian dari pendekatan sejarah yang dapat digunakan dalam Dating Hadith. Kritik terhadap ketidak-otentikan hadis telah banyak didiskusikan oleh skeptical orientalists. Alasan yang paling mendasar dari keraguan tersebut sebab tidak adanya dokumen hadis tertulis di era Nabi yang bisa diketahui di era sekarang. Metode yang mereka gunakan yakni dating hadith; sebuah metode yang berupaya mencari tahu sumber dokumen hadis paling awal dengan penentuan umur dan asal-muasalnya. Sejauh ini, upaya dating yang dilakukan oleh Motzky dan Nabia Abbott berakhir pada abad ke 2 H. Adanya selisih satu abad menjadikan usaha tersebut masih tidak cukup untuk memberikan sanggahan penolakan yang mutlak atas keskeptisan orientalis. Berdasarkan metode deskriptif-analitis, penulis menemukan bahwa Poeples’ Hadith memiliki kebaharuan dari segi viewpoint berupa perlunya memandang sumber dokumen abad ke 1 H. melalui komunitas-komunitas yang berada di luar muslim, terutama kepada suku Badui. Oleh karena melebarnya ruang lingkup penelusuran sejarah ini, implikasi yang akan muncul yakni adanya penemuan-penemuan dokumen nabi yang akan didapatkan oleh para ahli sejarah atau pengkaji islam dengan sumber yang memang berasal dari Nabi pada abad ke-7 H.]
本研究旨在解释和评估人民圣训,作为历史方法的一部分,可以用于确定圣训的年代。对圣训不真实性的批评在持怀疑态度的东方学家中引起了广泛的讨论。这种怀疑最基本的原因是,在先知时代没有书面的圣训文件,可以在现在的时代知道。他们使用的方法是测定圣训的年代;通过确定最早的圣训文献的年代和来源来寻找其来源的一种方法。到目前为止,Motzky和Nabia Abbott的年代测定工作在公元2世纪结束。一个世纪的差异使得这一努力仍然不足以提供对东方主义怀疑主义的绝对反驳。基于描述分析的方法,作者发现《人民圣训》在观点上具有新颖性,即需要查阅公元1世纪的文献来源。通过穆斯林以外的社区,尤其是贝都因人。由于这一历史搜索范围的扩大,将产生的含义是发现先知文献,这些文献将由历史学家或伊斯兰学者获得,其来源来自伊斯兰纪元7世纪的先知时代。[Ahli Hadis dalam Diskursus Penanggalan]: Meninjau Cara Lain untuk Melacak Tradisi Awal。Kajian ini bertujuan untuk menjelaskan dan menilai人民圣训sebagai bagian dari pendekatan sejarah yang dapat digunakan dalam年代圣训。持怀疑态度的东方学家。Alasan yang paling mendasar dari keraguan tersebut sebab tidak adanya dokumen hais tertulis di era Nabi yang bisa diketahui di era sekarang。Metode yang mereka gunakan yakni测年圣训;Sebuah方法Yang berupaya menari tahu number dokumen hais paling wal dengan penentuan umur Dan asal-muasalnya。[翻译][翻译]:Sejauh ini, upaya dating yang dilakukan oleh Motzky dan Nabia, Abbott berakhir, padakak, 2 H. Adanya selisih, satu abad menjadikan usaha tersebut masih tidak cuup untuk memberikan sanggahan penolakan yang mutlak, atas keketisan orientalis。《圣训》的翻译是:《圣训》的翻译是:《圣训》的翻译是:《圣训》的翻译是:《圣训》的翻译是:《圣训》。[qh][英语泛读词典][中文泛读词典][中文泛读词典]
{"title":"PEOPLES’ HADITH IN DATING HADITH DISCUSSION: Reviewing Another Way to Track the Initial Tradition","authors":"M. Muna","doi":"10.21043/riwayah.v8i1.11572","DOIUrl":"https://doi.org/10.21043/riwayah.v8i1.11572","url":null,"abstract":"This study aims to explain and assess the Peoples' Hadith as part of a historical approach that can be used in Dating Hadith. The criticism of the inauthenticity of the hadith has been widely discussed by skeptical orientalists. The most basic reason for this doubt is that there are no written hadith documents in the era of the Prophet that can be known in the present era. The method they use is the dating of hadith; a method that seeks to find out the source of the earliest hadith documents by determining their age and origin. So far, the dating efforts made by Motzky and Nabia Abbott ended in the 2nd century AH. The difference of a century makes this effort still not sufficient to provide an absolute refutation of orientalist skepticism. Based on the descriptive-analytical method, the author finds that People's Hadith has a novelty in terms of viewpoint in the form of the need to look at document sources in the 1st century AH. through communities outside of Muslims, especially the Bedouin. Due to the widening of the scope of this historical search, the implication that will arise is the discovery of prophetic documents that will be obtained by historians or Islamic scholars with sources that come from the Prophet’s Era in the 7th century AH.[Ahli Hadis dalam Diskursus Penanggalan Hadis: Meninjau Cara Lain untuk Melacak Tradisi Awal. Kajian ini bertujuan untuk menjelaskan dan menilai Peoples’ Hadith sebagai bagian dari pendekatan sejarah yang dapat digunakan dalam Dating Hadith. Kritik terhadap ketidak-otentikan hadis telah banyak didiskusikan oleh skeptical orientalists. Alasan yang paling mendasar dari keraguan tersebut sebab tidak adanya dokumen hadis tertulis di era Nabi yang bisa diketahui di era sekarang. Metode yang mereka gunakan yakni dating hadith; sebuah metode yang berupaya mencari tahu sumber dokumen hadis paling awal dengan penentuan umur dan asal-muasalnya. Sejauh ini, upaya dating yang dilakukan oleh Motzky dan Nabia Abbott berakhir pada abad ke 2 H. Adanya selisih satu abad menjadikan usaha tersebut masih tidak cukup untuk memberikan sanggahan penolakan yang mutlak atas keskeptisan orientalis. Berdasarkan metode deskriptif-analitis, penulis menemukan bahwa Poeples’ Hadith memiliki kebaharuan dari segi viewpoint berupa perlunya memandang sumber dokumen abad ke 1 H. melalui komunitas-komunitas yang berada di luar muslim, terutama kepada suku Badui. Oleh karena melebarnya ruang lingkup penelusuran sejarah ini, implikasi yang akan muncul yakni adanya penemuan-penemuan dokumen nabi yang akan didapatkan oleh para ahli sejarah atau pengkaji islam dengan sumber yang memang berasal dari Nabi pada abad ke-7 H.]","PeriodicalId":31822,"journal":{"name":"Riwayah Jurnal Studi Hadis","volume":null,"pages":null},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-06-16","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"72485059","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}