Pub Date : 2022-06-16DOI: 10.21043/riwayah.v8i1.15276
Agung Redho Subarkah
The Ottoman Empire was one of the centers of Islamic power for nearly seven centuries. A very long time in power and covering a vast territory made the Ottoman the center of Islamic civilization for a very long time. The education, culture, and civilization of the Ottoman were built on the madrasa system established from the time of the Seljuks and the scientific knowledge that was widespread in Anatolia through the madrasas. This madrasa system had previously been found in Egypt and Damascus. The development of education is also related to the development of hadith studies in the Ottoman, especially the study of Sahih al-Bukhari. This study aims to determine the development of the study of Sahih al-Bukhari in the Ottoman period. This study using literary research showed that the first Commentary written on Sahih al-Bukhari in the Ottoman was a work called al-Kawsar al-Jari written by Molla Gurani in the fifteenth century. In addition, a total of six commentaries were written, one in the late fifteenth century and the other in the sixteenth century. In the seventeenth century, many hadith scholars from Islamic scientific centers began to come to Istanbul, especially after Egypt entered the rule of the Ottoman Turks. In the eighteenth and nineteenth centuries, seven studies were carried out on Sahih al-Bukhari. Especially the study of special qualities in the nineteenth century which is pleasing in terms of the science of hadith. The most important indicator is the study of the methodology and commentary of hadith which appears together with the educational activities of scholars who have a high level of accumulation of hadith.[Dinamika Pensyarahan Shahih al-Bukhari dalam Dunia Akademik Turki Usmani. Turki Usmani adalah salah satu pusat kekuasan Islam selama hampir tujuh abad. Waktu berkuasa yang sangat lama dan meliputi cakupan wilayah kekuasaan yang luas membuat Turki Usmani menjadi pusat peradaban Islam dalam masa yang sangat lama. Pendidikan, budaya, dan peradaban Utsmaniyah dibangun di atas sistem madrasah yang didirikan oleh Seljuk dan pengetahuan ilmiah yang tersebar luas di Anatolia melalui madrasah. Sistem madrasah ini sebelumnya telah banyak ditemukan di Mesir dan Damaskus. Perkembangan pendidikan tersebut juga berkaitan dengan perkembangan studi hadis di Turki Usmani, khususnya studi atas Shahih al-Bukhari. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perkembangan studi terhadap Shahih al-Bukhari di Turki Usmani. Studi dengan metode kepustakaan ini menunjukkan bahwa komentar pertama yang ditulis tentang Shahih al-Bukhari di Ottoman adalah karya bernama al-Kawsar al-Jari yang ditulis oleh Molla Gurani pada abad kelima belas. Selain itu, sebanyak enam komentar telah ditulis, satu pada akhir abad kelima belas dan yang lainnya pada abad keenam belas. Pada abad ketujuh belas, banyak ulama hadis dari pusat-pusat keilmuan Islam mulai berdatangan ke Istanbul, terutama setelah Mesir masuk dalam kekuasaan Turki Usmani. Pada abad kedelapan belas dan
近七个世纪以来,奥斯曼帝国一直是伊斯兰势力的中心之一。很长一段时间的统治和广阔的领土使奥斯曼帝国在很长一段时间内成为伊斯兰文明的中心。奥斯曼帝国的教育、文化和文明都是建立在自塞尔柱时期建立的伊斯兰学校体系和通过伊斯兰学校在安纳托利亚广泛传播的科学知识的基础上的。这种伊斯兰学校制度以前曾在埃及和大马士革被发现。教育的发展也与奥斯曼帝国圣训研究的发展有关,特别是对布哈里圣训的研究。本研究旨在确定布哈里王子研究在奥斯曼帝国时期的发展。这项使用文学研究的研究表明,奥斯曼帝国对《布哈里圣典》的第一部注释是一本名为《al-Kawsar al-Jari》的作品,作者是莫拉·古拉尼(Molla Gurani),写于15世纪。此外,一共写了六篇评注,一篇写于十五世纪晚期,另一篇写于十六世纪。在17世纪,许多来自伊斯兰科学中心的圣训学者开始来到伊斯坦布尔,特别是在埃及进入奥斯曼土耳其人的统治之后。在十八和十九世纪,对布哈里圣训进行了七项研究。特别是对19世纪特殊品质的研究,这在圣训科学方面是令人愉快的。最重要的指标是对圣训的方法论和注释的研究,这与具有较高圣训积累水平的学者的教育活动一起出现。[Dinamika Pensyarahan Shahih al-Bukhari dalam Dunia Akademik Turki Usmani]土耳其语Usmani adalah salah satu pusat kekuasan Islam selama hampir tujuh abad。Waktu berkuasa yang sangat lama dan meliputi cakupan wilayah kekuasan yang luat lama土耳其语Pendidikan, budaya, dan peradaban Utsmaniyah dibangun di数据系统madrasah yang didirikan oleh Seljuk dan pengetahuan ilmiah yang tersebar luas di Anatolia melalui madrasah。系统伊斯兰学校ini sebelumnya telah banyak ditemukan di Mesir dan Damaskus。Perkembangan pendidikan tersebut juga berkaitan dengan Perkembangan studi hais di Turki Usmani, khususnya studi as Shahih al-Bukhari。Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perkembangan studi terhadap Shahih al-Bukhari di Turki Usmani。研究登根方法,kepustakaan ini menunjukkan bahwa评论,perama yang diululis tantani - bukhari奥斯曼adalah, bernama al-Kawsar al-Jari yang diululis oleh Molla Gurani pada abad kelima belas。Selain - itu, sebanyak - enenar - telah - diulis, satu - padakhir abad kelima - belas, danyainya - padaskeenam belas。伊斯坦布尔,土耳其,土耳其,土耳其,土耳其,土耳其,土耳其,土耳其。帕达巴德·凯德拉潘·贝拉斯丹·凯森比兰·贝拉斯,这是我研究帕达·沙赫·布哈里的方法。Khususnya studi kualitas khususpada abad kesembilan belas yang menyenangkan dalam hal ilmu haits。[参考文献]指标terpentingnya adalah kajian的方法,但syarah hais yang muncul bersamaan和dengan活动,pendidikan ulama yang memoriliki tingkat akumulasi hais yang tinggi。
{"title":"THE DYNAMICS OF SHAHIH AL-BUKHARI COMMENTARIES WITHIN THE OTTOMAN ACADEMIC LIFE","authors":"Agung Redho Subarkah","doi":"10.21043/riwayah.v8i1.15276","DOIUrl":"https://doi.org/10.21043/riwayah.v8i1.15276","url":null,"abstract":"The Ottoman Empire was one of the centers of Islamic power for nearly seven centuries. A very long time in power and covering a vast territory made the Ottoman the center of Islamic civilization for a very long time. The education, culture, and civilization of the Ottoman were built on the madrasa system established from the time of the Seljuks and the scientific knowledge that was widespread in Anatolia through the madrasas. This madrasa system had previously been found in Egypt and Damascus. The development of education is also related to the development of hadith studies in the Ottoman, especially the study of Sahih al-Bukhari. This study aims to determine the development of the study of Sahih al-Bukhari in the Ottoman period. This study using literary research showed that the first Commentary written on Sahih al-Bukhari in the Ottoman was a work called al-Kawsar al-Jari written by Molla Gurani in the fifteenth century. In addition, a total of six commentaries were written, one in the late fifteenth century and the other in the sixteenth century. In the seventeenth century, many hadith scholars from Islamic scientific centers began to come to Istanbul, especially after Egypt entered the rule of the Ottoman Turks. In the eighteenth and nineteenth centuries, seven studies were carried out on Sahih al-Bukhari. Especially the study of special qualities in the nineteenth century which is pleasing in terms of the science of hadith. The most important indicator is the study of the methodology and commentary of hadith which appears together with the educational activities of scholars who have a high level of accumulation of hadith.[Dinamika Pensyarahan Shahih al-Bukhari dalam Dunia Akademik Turki Usmani. Turki Usmani adalah salah satu pusat kekuasan Islam selama hampir tujuh abad. Waktu berkuasa yang sangat lama dan meliputi cakupan wilayah kekuasaan yang luas membuat Turki Usmani menjadi pusat peradaban Islam dalam masa yang sangat lama. Pendidikan, budaya, dan peradaban Utsmaniyah dibangun di atas sistem madrasah yang didirikan oleh Seljuk dan pengetahuan ilmiah yang tersebar luas di Anatolia melalui madrasah. Sistem madrasah ini sebelumnya telah banyak ditemukan di Mesir dan Damaskus. Perkembangan pendidikan tersebut juga berkaitan dengan perkembangan studi hadis di Turki Usmani, khususnya studi atas Shahih al-Bukhari. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perkembangan studi terhadap Shahih al-Bukhari di Turki Usmani. Studi dengan metode kepustakaan ini menunjukkan bahwa komentar pertama yang ditulis tentang Shahih al-Bukhari di Ottoman adalah karya bernama al-Kawsar al-Jari yang ditulis oleh Molla Gurani pada abad kelima belas. Selain itu, sebanyak enam komentar telah ditulis, satu pada akhir abad kelima belas dan yang lainnya pada abad keenam belas. Pada abad ketujuh belas, banyak ulama hadis dari pusat-pusat keilmuan Islam mulai berdatangan ke Istanbul, terutama setelah Mesir masuk dalam kekuasaan Turki Usmani. Pada abad kedelapan belas dan","PeriodicalId":31822,"journal":{"name":"Riwayah Jurnal Studi Hadis","volume":null,"pages":null},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-06-16","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"89089906","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2022-06-16DOI: 10.21043/riwayah.v8i1.14952
Abdullah Hanapi
Hadith between Renewal (An Analytical Study on the Status of the Sunnah According to Muhammad Rashid Rida). The hadith studies (read: sunnah), its position and history requires research from ‘ulama, muhaddisun, ushuli because its considered tohave “historical problems” as questioned by orientalis scholars, not without reason for the historicity of the sunna, its invitation of many scholars to research the “historical traces” about tadwin al-ahadis (read: codification) in the late second and early third centuries hijriyah with this related historiography which recorded quite “uniquely” in theses of “chronology and theorization”. But long after so "silence" in "rewriting" or "re-explanation" and its peak consedered came to "final" what everithing from the past (read: turats), and after modernism seemed to be clashed by “Islamic reformism”with "tajdid" as stated by Muhammad Rashid Rida. This paper will trace his thoughts, and find out his dilectic (read: Rida) about the hadith which’s said that definitively so different, is that right? Of course, this research makes notes (al-Nuqtat) about this. Although the “historical” method in reading sunnah of the early period, was not clearly raised by Rida, but his thoroughness in history made it difficult to accept riwayat (read: be careful), of course with this "historical" method and approach to parse some of the results of hadith discussion in "tajdid’" context which carried by Rida as a Reformist figure (read: reformer).[Hadits antara Pembaruan (Studi Analitis tentang Status Sunnah menurut Muhammad Rashid Ridha). Studi hadis (baca: sunnah), kedudukan dan historis-nya membutuhkan penelitian ilmiah dari para ilmuan, ahli hadis, ushuli karena dianggap masih menyimpan “persoalan sejarah” sebagaimana dipertanyakan sarjanawan Barat (baca: orientalis), bukan tanpa alasan aspek historisitas sunah, mengundang banyak penelitian para sarjanawan untuk meneropong jejak sejarah tadwin al-ahadis (baca: kodifikasi) di akhir abad ke-dua dan awal abad ke-tiga H dengan historiografi terkait ini yang terekam cukup khas dalam tesis-tesis kronologisasi, dan teorisasi. Namun jauh setelahnya “senyap” dalam tradisi “penulisan ulang” atau “penjelasan kembali” serta puncaknya muncul klaim “final” terhadap apa yang datang dari masa lalu (baca: turats), dan setelah gaung modernisme seolah dibenturkan oleh reformisme Islam melalui “tajdid” sebagaimana disampaikan Muhammad Rasyid Ridha. Tulisan ini akan melacak pemikirannya, dan identifikasi dilektika (baca: Ridha) seputar “hadis” yang dikatakan secara definitif historis memiliki perbedaan, benarkah demikian ?, tentu penelusuran ini membuat catatan-catatan (al-Nuqtat) seputar ini. Meskipun metode historis dalam membaca sunnah periode awal tidak secara jelas dimunculkan oleh Ridha, namun ketelitiannya terhadap riwayat menjadi tidak mudah untuk menerima periwayatan (baca: hati-hati), pembacaan keseluruhan terkait ini tentu dengan metode dan pendekatan “sejarah” untuk mengurai bebera
圣训之间的更新(穆罕默德·拉希德·里达圣训地位的分析研究)。圣训研究(读作:圣训),它的地位和历史需要从乌拉玛、穆哈迪逊、乌苏里进行研究,因为它被东方学者认为存在“历史问题”,这并非没有理由,因为圣训的历史性,它邀请了许多学者研究关于穆罕默德的“历史痕迹”(读作:圣训)。编纂)在第二世纪末和第三世纪初的hijriyah,与此相关的史学,记录相当“独特”的“年代学和理论化”的论文。但很久以后,在“重写”或“重新解释”中的“沉默”及其考虑的顶峰来到了“最终的”过去的一切(阅读:turats),在现代主义之后,“伊斯兰改革主义”似乎与穆罕默德·拉希德·里达所说的“圣战”发生了冲突。这篇文章将追溯他的思想,找出他对圣训的评论(读作Rida)他说圣训绝对是如此不同,对吗?当然,本研究对此做了注释(al-Nuqtat)。虽然阅读早期圣训的“历史”方法并没有被里达明确提出,但他在历史上的彻彻性使人们很难接受里达(阅读:小心),当然,用这种“历史”方法和方法来解析一些圣训讨论的结果,在“圣训”的背景下,由里达作为改革派人物(阅读:改革者)。[哈迪斯·安塔拉·潘巴鲁][研究分析]。学究,学究,学究,学究,学究,学究,学究,学究,学究,学究,学究,学究,学究,学究,学究,学究,学究,学究。kdifikasi) di akhir abad ke-dua danawal abad ke-tiga H . dengan历史学家terkait ini yang terekam cuup khas dalam tesis kronologisasi, danteorisasi。Namun jauh setelahnya " senyap " dalam tradisi " penulisan ulang " atau " penjelasan kembali " serta puncaknya muncul klaim " final " terhadap apa yang datang dari masa lalu (baca: turats), dan setelah gaung现代主义seolah dibenturkan改革主义伊斯兰教melalui " tajdid " sebagaimana disamaikan Muhammad Rasyid Ridha。tusisan ini akan melacak pemikirannya, dan identifikasi dilektika (baca: Ridha) seputar“hadis”yang dikatakan secara definitif historis memiliki perbedaan, benarkah demikian ?, tenu penelurian ini membuatan -catatan (al-Nuqtat) seputar ini。[Meskipun方法历史是dalam membaca sunnah时期awal tidak secaras dimunculkan oleh riha, namun ketelitiannya terhadap riwayat menjadi tidak mudah untuk menerima periwayatan (baca: hatii -hati), pembacaan keseluruhan terkait i tendenan metode dan pendekatan“sejarah”untuk mengurai beberaja hasil pembahasan tentang kedudukan hais, dalam konteks“tajdid”yang diusung Ridha sebagai tokoh Reformis (baca: pembaharu)。]
{"title":"AL-HADIS BAYNA AL-TAJDID (DIRASAH TAHLILIYYAH HAWLA MAKANAH AL-SUNNAH 'INDA MUHAMMAD RASYID RIDHA)","authors":"Abdullah Hanapi","doi":"10.21043/riwayah.v8i1.14952","DOIUrl":"https://doi.org/10.21043/riwayah.v8i1.14952","url":null,"abstract":"Hadith between Renewal (An Analytical Study on the Status of the Sunnah According to Muhammad Rashid Rida). The hadith studies (read: sunnah), its position and history requires research from ‘ulama, muhaddisun, ushuli because its considered tohave “historical problems” as questioned by orientalis scholars, not without reason for the historicity of the sunna, its invitation of many scholars to research the “historical traces” about tadwin al-ahadis (read: codification) in the late second and early third centuries hijriyah with this related historiography which recorded quite “uniquely” in theses of “chronology and theorization”. But long after so \"silence\" in \"rewriting\" or \"re-explanation\" and its peak consedered came to \"final\" what everithing from the past (read: turats), and after modernism seemed to be clashed by “Islamic reformism”with \"tajdid\" as stated by Muhammad Rashid Rida. This paper will trace his thoughts, and find out his dilectic (read: Rida) about the hadith which’s said that definitively so different, is that right? Of course, this research makes notes (al-Nuqtat) about this. Although the “historical” method in reading sunnah of the early period, was not clearly raised by Rida, but his thoroughness in history made it difficult to accept riwayat (read: be careful), of course with this \"historical\" method and approach to parse some of the results of hadith discussion in \"tajdid’\" context which carried by Rida as a Reformist figure (read: reformer).[Hadits antara Pembaruan (Studi Analitis tentang Status Sunnah menurut Muhammad Rashid Ridha). Studi hadis (baca: sunnah), kedudukan dan historis-nya membutuhkan penelitian ilmiah dari para ilmuan, ahli hadis, ushuli karena dianggap masih menyimpan “persoalan sejarah” sebagaimana dipertanyakan sarjanawan Barat (baca: orientalis), bukan tanpa alasan aspek historisitas sunah, mengundang banyak penelitian para sarjanawan untuk meneropong jejak sejarah tadwin al-ahadis (baca: kodifikasi) di akhir abad ke-dua dan awal abad ke-tiga H dengan historiografi terkait ini yang terekam cukup khas dalam tesis-tesis kronologisasi, dan teorisasi. Namun jauh setelahnya “senyap” dalam tradisi “penulisan ulang” atau “penjelasan kembali” serta puncaknya muncul klaim “final” terhadap apa yang datang dari masa lalu (baca: turats), dan setelah gaung modernisme seolah dibenturkan oleh reformisme Islam melalui “tajdid” sebagaimana disampaikan Muhammad Rasyid Ridha. Tulisan ini akan melacak pemikirannya, dan identifikasi dilektika (baca: Ridha) seputar “hadis” yang dikatakan secara definitif historis memiliki perbedaan, benarkah demikian ?, tentu penelusuran ini membuat catatan-catatan (al-Nuqtat) seputar ini. Meskipun metode historis dalam membaca sunnah periode awal tidak secara jelas dimunculkan oleh Ridha, namun ketelitiannya terhadap riwayat menjadi tidak mudah untuk menerima periwayatan (baca: hati-hati), pembacaan keseluruhan terkait ini tentu dengan metode dan pendekatan “sejarah” untuk mengurai bebera","PeriodicalId":31822,"journal":{"name":"Riwayah Jurnal Studi Hadis","volume":null,"pages":null},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-06-16","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"87954613","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2022-06-16DOI: 10.21043/riwayah.v8i1.13414
Lailiyatun Nafisah
Hadith is frequently the subject of research by Muslim academics and Westerners. Both Muslim academics and orientalists have debated the legitimacy of the hadith for a long time. Jonathan AC Brown is a western Muslim scholar who contributes to rationally explaining the study of hadith so that it is easily accepted by beginners; his work demonstrates his commitment to the study of Islamic studies. This study follows a library research approach in which Jonathan Brown's book "Hadith: Muhammad's Legacy in the Medieval and Modern World" is utilized as the primary reference source, which is then supplemented with scholarly publications and journals on Jonathan Brown. The author used the descriptive analysis technique. According to the findings of this study, a hadith is a report about the Prophet consisting of the main text that describes his words or actions, the way of transmission (isnad) that serves to convey, and finally the giver. The authority of Muhammad is that of a Prophet who functions as a teacher, leader, and role model, as well as someone who has knowledge of the future. However, because the Prophet was an ordinary person, he did not have full authority in some matters.[Hadis dan Otoritas Nabi Muhammad: Pemahaman Jonathan A.C. Brown. Hadis sering menjadi bahan kajian yang tidak hanya dilakukan oleh sarjana muslim, namun juga barat. Berbagai pro dan kontra akan keaslian hadis telah lama berkembang, baik sarjana muslim maupun orientalis. Jonathan A.C Brown, merupakan sarjana muslim barat yang berkontribusi dalam menjelaskan kajian hadis secara rasional sehingga mudah diterima kaum pemula, karya yang dihasilkannya merupakan bukti keseriusan dalam kajian studies islamic. Penelitian ini merupakan model penelitian kepustakaan (library reseach) dimana, buku “Hadith: Muhammad’s legacy in the medieval and modern world” Brown dijadikan sebagai sumber rujukan utama, kemudian didukung oleh karya ilmiah dan jurnal yang berkaitan dengan Jonathan Brown. Penulis menggunakan metode analisis deskriptif. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa hadis adalah adalah laporan tentang Nabi, yang terdiri dari teks utama untuk menjelaskan kata- kata atau tindakannya, rantai transmisi (isnad) yang berufngsi untuk mengkomunikasikan, kemudian penyampai. Otoritas Muhammad merupakan seorang Nabi yang memiliki peran sebagai guru, panutan, dan teladan, dan seseorang yang mampu memiliki akses mengetahui masa depan. Akan tetapi Nabi adalah seorang manusia biasa sehingga tidak secara keseluruhan menjadi otoritatif dalam beberapa hal.]
圣训经常是穆斯林学者和西方人研究的主题。长期以来,穆斯林学者和东方学家一直在争论圣训的合法性。乔纳森·AC·布朗(Jonathan AC Brown)是一位西方穆斯林学者,他致力于理性地解释圣训的研究,使其容易被初学者接受;他的工作表明了他对伊斯兰研究的投入。本研究采用图书馆研究方法,其中以乔纳森·布朗的著作《圣训:穆罕默德在中世纪和现代世界的遗产》为主要参考资料来源,然后辅以关于乔纳森·布朗的学术出版物和期刊。作者采用了描述性分析方法。根据这项研究的发现,圣训是关于先知的报告,包括描述他的言语或行为的主要文本,用于传达的传播方式(isnad),最后是给予者。穆罕默德的权威是先知的权威,他既是老师、领袖,又是榜样,同时也是预知未来的人。然而,因为先知是一个普通人,他在一些事情上没有完全的权威。[哈迪斯·丹·奥托里塔斯·纳比·穆罕默德]:乔纳森·A.C.·布朗。哈迪斯为menjadi bahan kajian yang tidak hanya dilakukan oleh sarjana muslim服务,namun juga barat。拜尔巴加伊pro dan kontra akan keaslian hais telah lama berkembang, baik sarjana穆斯林maupun orientalis。Jonathan A.C Brown, merupakan sarjana muslim barat yang berkontribusi dalam menjelaskan kajian hais secara reason sehinga mudah diterima kaum pemula, karya yang dihasilkannya merupakan bukti keseriusan dalam kajian研究伊斯兰教。《圣训:穆罕默德在中世纪和现代世界的遗产》,《圣训:穆罕默德在中世纪和现代世界的遗产》,《圣训:穆罕默德在中世纪和现代世界的遗产》,《圣训:穆罕默德在中世纪和现代世界的遗产》,《圣训:穆罕默德在中世纪和现代世界的遗产》。Penulis menggunakan方法分析手稿。Hasil penelitian ini menunjukan bahwa hadis adalah adalah laporan tentang Nabi, yang terdiri dari teks utama untuk menjelaskan kata- kata atau tindakannya, rantai transisi (isnad) yang berufngsi untuk mengkomunikasikan, kemudian penyampai。Otoritas Muhammad merupakan seorang Nabi yang memiliki peran sebagai guru, panutan, dan teladan, dan seupakan yang mampu memiliki akses mengetahui masa depan。[英语泛读][Akan tetapi Nabi adalah seorang manusia biassa seinga biassa secara keseluruhan menjadi tottitatif dalam beberapa hal]
{"title":"HADITH AND PROPHET MUHAMMAD AUTHORITY: Understanding of Jonathan A.C. Brown","authors":"Lailiyatun Nafisah","doi":"10.21043/riwayah.v8i1.13414","DOIUrl":"https://doi.org/10.21043/riwayah.v8i1.13414","url":null,"abstract":"Hadith is frequently the subject of research by Muslim academics and Westerners. Both Muslim academics and orientalists have debated the legitimacy of the hadith for a long time. Jonathan AC Brown is a western Muslim scholar who contributes to rationally explaining the study of hadith so that it is easily accepted by beginners; his work demonstrates his commitment to the study of Islamic studies. This study follows a library research approach in which Jonathan Brown's book \"Hadith: Muhammad's Legacy in the Medieval and Modern World\" is utilized as the primary reference source, which is then supplemented with scholarly publications and journals on Jonathan Brown. The author used the descriptive analysis technique. According to the findings of this study, a hadith is a report about the Prophet consisting of the main text that describes his words or actions, the way of transmission (isnad) that serves to convey, and finally the giver. The authority of Muhammad is that of a Prophet who functions as a teacher, leader, and role model, as well as someone who has knowledge of the future. However, because the Prophet was an ordinary person, he did not have full authority in some matters.[Hadis dan Otoritas Nabi Muhammad: Pemahaman Jonathan A.C. Brown. Hadis sering menjadi bahan kajian yang tidak hanya dilakukan oleh sarjana muslim, namun juga barat. Berbagai pro dan kontra akan keaslian hadis telah lama berkembang, baik sarjana muslim maupun orientalis. Jonathan A.C Brown, merupakan sarjana muslim barat yang berkontribusi dalam menjelaskan kajian hadis secara rasional sehingga mudah diterima kaum pemula, karya yang dihasilkannya merupakan bukti keseriusan dalam kajian studies islamic. Penelitian ini merupakan model penelitian kepustakaan (library reseach) dimana, buku “Hadith: Muhammad’s legacy in the medieval and modern world” Brown dijadikan sebagai sumber rujukan utama, kemudian didukung oleh karya ilmiah dan jurnal yang berkaitan dengan Jonathan Brown. Penulis menggunakan metode analisis deskriptif. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa hadis adalah adalah laporan tentang Nabi, yang terdiri dari teks utama untuk menjelaskan kata- kata atau tindakannya, rantai transmisi (isnad) yang berufngsi untuk mengkomunikasikan, kemudian penyampai. Otoritas Muhammad merupakan seorang Nabi yang memiliki peran sebagai guru, panutan, dan teladan, dan seseorang yang mampu memiliki akses mengetahui masa depan. Akan tetapi Nabi adalah seorang manusia biasa sehingga tidak secara keseluruhan menjadi otoritatif dalam beberapa hal.]","PeriodicalId":31822,"journal":{"name":"Riwayah Jurnal Studi Hadis","volume":null,"pages":null},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-06-16","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"87269844","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2022-06-16DOI: 10.21043/riwayah.v8i1.13675
E. Erika, M. Mujiburrahman
Hadith codification has been carried out since the Prophet Muhammad era and was systematically documented in the 3rd century Hijri. During this period, the hadith codification went through a complicated process. The clerics who wrote hadith books had a standard in collecting, processing, and disseminating hadith. It has similarities with current knowledge management process theory, i.e., create, capture, classify, store, share, and apply. This study examines the knowledge management of hadith codification using the SECI model by Nonaka & Takeuchi. SECI contains four stages, there are Socialization, Externalization, Combination, and Internalization. The authors classify the process of hadith codification into the SECI model. In socialization, it will describe the process of hadith transfer from the Prophet Muhammad to his companions. The externalization stage explains the efforts of the companions to make the hadith into an explicit form. Afterward, the hadith codification process in the 3rd century Hijri is described at the combination stage. The last is internalization which explains the implementation and recreation of hadith into a new form of documentation. The method used is descriptive. Data were collected using historical-comparative research methods from the documents as the main sources and interviews as additional sources. The results of this study are rigorous methods used in the hadith codification in the context of knowledge management. Other findings are the values of the hadith codification process that can be applied in an organization.[Manajemen Pengetahuan dalam Kodifikasi Hadis. Kodifikasi hadis telah dilakukan sejak zaman Nabi Muhammad dan didokumentasikan secara sistematis pada abad ke-3 Hijriah. Selama periode ini, kodifikasi hadis melalui proses yang rumit. Para ulama yang menulis kitab hadis memiliki standar dalam mengumpulkan, mengolah, dan menyebarluaskan hadis. Ini memiliki kesamaan dengan teori proses manajemen pengetahuan saat ini, yaitu membuat, menangkap, mengklasifikasikan, menyimpan, berbagi, dan menerapkan. Penelitian ini mengkaji tentang manajemen pengetahuan kodifikasi hadits menggunakan model SECI oleh Nonaka & Takeuchi. SECI terdiri dari empat tahap, yaitu Sosialisasi, Eksternalisasi, Kombinasi, dan Internalisasi. Penulis mengklasifikasikan proses kodifikasi hadits ke dalam model SECI. Dalam sosialisasi ini akan dijelaskan proses transfer hadits dari Nabi Muhammad SAW kepada para sahabatnya. Tahap eksternalisasi menjelaskan upaya para sahabat untuk menjadikan hadits dalam bentuk eksplisit. Selanjutnya, proses kodifikasi hadits pada abad ke-3 Hijriah digambarkan pada tahap kombinasi. Terakhir adalah internalisasi yang menjelaskan implementasi dan rekreasi hadis ke dalam bentuk dokumentasi baru. Metode yang digunakan adalah deskriptif. Pengumpulan data dilakukan dengan metode penelitian sejarah-komparatif dari dokumen sebagai sumber utama dan wawancara sebagai sumber tambahan. Hasil penelitian ini adalah metode
圣训编纂自先知穆罕默德时代开始,在3世纪的Hijri中被系统地记录下来。在这一时期,圣训编纂经历了一个复杂的过程。撰写圣训书籍的神职人员在收集、处理和传播圣训方面有自己的标准。它与现有的知识管理过程理论有相似之处,即创建、获取、分类、存储、共享和应用。本研究使用Nonaka & Takeuchi的SECI模型检验圣训编纂的知识管理。SECI包括社会化、外化、结合和内化四个阶段。作者将圣训编纂过程归类为SECI模型。在社会化中,它将描述从先知穆罕默德到他的同伴的圣训转移的过程。外化阶段解释了同伴们努力将圣训变成一种明确的形式。之后,在结合阶段描述了3世纪回历的圣训编纂过程。最后是内化,它解释了圣训的实现和再创造成一种新的文件形式。使用的方法是描述性的。使用历史比较研究方法从文件作为主要来源和访谈作为附加来源收集数据。本研究的结果是在知识管理背景下的圣训编纂中使用的严谨方法。其他发现是圣训编纂过程的价值,可以应用于组织中。[管理人员Pengetahuan dalam Kodifikasi Hadis]。穆罕默德:我是穆罕默德,我是穆罕默德,我是穆罕默德,我是穆罕默德。Selama周期ini, kodifikasi hadi melalui promeyang rumit。Para ulama yang menulis kitab hais memoriliki标准dalam mengumpulkan, mengolah, dan menyebarluaskan hais。我的意思是,我的意思是我的意思是我的意思是我的意思是我的意思是我的意思是我的意思是我的意思是我的意思是我的意思。Penelitian ini mengkaji tentententenmanagement pengetahuan kodifikasi haits mengakakan模型SECI oleh Nonaka & Takeuchi。SECI terdiri dari empat tahap, yitu Sosialisasi, Eksternalisasi, Kombinasi, dan Internalisasi。Penulis mengklasifikasikan将kodifikasi的行为与dalam模型SECI进行了比较。Dalam sosialisasi ini akan dijelaskan提议转移hadits dari Nabi Muhammad SAW kepada para sahabatnya。我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说。Selanjutnya, propros kodifikasi haits pada abad - ke-3 Hijriah digambarkan pada tahap kombinasi。Terakhir adalah的内部管理是杨门杰拉斯坎的实施,但这是一个由dalam bentuk dokumentasi baru组成的机构。Metode yang digunakan adalah deskriptif。彭普兰的数据dilakukan dengan方法penelitian sejarah- parparatif dari dokumen sebagai sumber utama danwawancara sebagai sumber tambahan。Hasil penelitian ini adalah方法ketat yang digunakan dalam kodifikasi haits dalam konteks管理pengetahuan。[翻译]:“我的祖国,我的祖国,我的祖国,我的祖国。”
{"title":"THE KNOWLEDGE MANAGEMENT IN HADITH CODIFICATION","authors":"E. Erika, M. Mujiburrahman","doi":"10.21043/riwayah.v8i1.13675","DOIUrl":"https://doi.org/10.21043/riwayah.v8i1.13675","url":null,"abstract":"Hadith codification has been carried out since the Prophet Muhammad era and was systematically documented in the 3rd century Hijri. During this period, the hadith codification went through a complicated process. The clerics who wrote hadith books had a standard in collecting, processing, and disseminating hadith. It has similarities with current knowledge management process theory, i.e., create, capture, classify, store, share, and apply. This study examines the knowledge management of hadith codification using the SECI model by Nonaka & Takeuchi. SECI contains four stages, there are Socialization, Externalization, Combination, and Internalization. The authors classify the process of hadith codification into the SECI model. In socialization, it will describe the process of hadith transfer from the Prophet Muhammad to his companions. The externalization stage explains the efforts of the companions to make the hadith into an explicit form. Afterward, the hadith codification process in the 3rd century Hijri is described at the combination stage. The last is internalization which explains the implementation and recreation of hadith into a new form of documentation. The method used is descriptive. Data were collected using historical-comparative research methods from the documents as the main sources and interviews as additional sources. The results of this study are rigorous methods used in the hadith codification in the context of knowledge management. Other findings are the values of the hadith codification process that can be applied in an organization.[Manajemen Pengetahuan dalam Kodifikasi Hadis. Kodifikasi hadis telah dilakukan sejak zaman Nabi Muhammad dan didokumentasikan secara sistematis pada abad ke-3 Hijriah. Selama periode ini, kodifikasi hadis melalui proses yang rumit. Para ulama yang menulis kitab hadis memiliki standar dalam mengumpulkan, mengolah, dan menyebarluaskan hadis. Ini memiliki kesamaan dengan teori proses manajemen pengetahuan saat ini, yaitu membuat, menangkap, mengklasifikasikan, menyimpan, berbagi, dan menerapkan. Penelitian ini mengkaji tentang manajemen pengetahuan kodifikasi hadits menggunakan model SECI oleh Nonaka & Takeuchi. SECI terdiri dari empat tahap, yaitu Sosialisasi, Eksternalisasi, Kombinasi, dan Internalisasi. Penulis mengklasifikasikan proses kodifikasi hadits ke dalam model SECI. Dalam sosialisasi ini akan dijelaskan proses transfer hadits dari Nabi Muhammad SAW kepada para sahabatnya. Tahap eksternalisasi menjelaskan upaya para sahabat untuk menjadikan hadits dalam bentuk eksplisit. Selanjutnya, proses kodifikasi hadits pada abad ke-3 Hijriah digambarkan pada tahap kombinasi. Terakhir adalah internalisasi yang menjelaskan implementasi dan rekreasi hadis ke dalam bentuk dokumentasi baru. Metode yang digunakan adalah deskriptif. Pengumpulan data dilakukan dengan metode penelitian sejarah-komparatif dari dokumen sebagai sumber utama dan wawancara sebagai sumber tambahan. Hasil penelitian ini adalah metode","PeriodicalId":31822,"journal":{"name":"Riwayah Jurnal Studi Hadis","volume":null,"pages":null},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-06-16","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"75699424","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2022-06-16DOI: 10.21043/riwayah.v8i1.14951
Nurul Nurul, Mochamad Tholib Khoiril Waro
Intellectual discourse on women especially on marriage in Islamic tradition are dominated by patriarchal perspective. Islamic Intellectual treasures such as hadith and its explanation, exegesis, books, scholar and their intellectual products showed us how ancient Arabic patriarchal pattern existed. On the other hand, modernity led civilization to the values of equity, equality, human right and democracy against inequity, inequality, monarchy and individual cult. Problems of inequity appeared much on women discourse in Islamic tradition. Thousands of hadiths were identified recorded by men in patriarchal culture. It made gender issues in Islamic tradition are still sensitive. This article tries to reconstruct the discourse in one of the popular hadiths in marriage in order to explore the possibility of studying the meaning of a more moderate hadith. By using Juynboll's common link, the author finds the hadith narrowed to one name, namely A'masy which is then categorized as a common link in this study. In addition to having implications for the emergence of certain names as common links, this study also reviews further implications regarding the relevance of broader studies in hadith studies; urgent efforts to be made in order to place hadith as a source of more contextual and moderate religious discourse.[Tinjauan Pemahaman Agama Terhadap Hadis Pernikahan. Wacana intelektual tentang perempuan khususnya perkawinan dalam tradisi Islam didominasi oleh perspektif patriarki. Kekayaan Intelektual Islam seperti hadits dan penjelasannya, tafsir, kitab-kitab, ulama dan produk intelektualnya menunjukkan kepada kita bagaimana pola patriarki Arab kuno ada. Di sisi lain, modernitas membawa peradaban pada nilai-nilai kesetaraan, kesetaraan, hak asasi manusia dan demokrasi melawan ketidakadilan, ketidaksetaraan, monarki dan kultus individu. Masalah ketidakadilan banyak muncul pada wacana perempuan dalam tradisi Islam. Ribuan hadis diidentifikasi dicatat oleh laki-laki dalam budaya patriarki. Hal itu membuat isu gender dalam tradisi Islam masih sensitif. Artikel ini mencoba merekonstruksi wacana dalam salah satu hadis populer dalam pernikahan guna menjajaki kemungkinan mengkaji makna hadis yang lebih moderat. Dengan menggunakan common link Juynboll, penulis menemukan hadits tersebut dipersempit menjadi satu nama, yaitu A'masy yang kemudian dikategorikan sebagai common link dalam penelitian ini. Selain berimplikasi pada munculnya nama-nama tertentu sebagai common link, kajian ini juga mengkaji implikasi lebih lanjut mengenai relevansi kajian yang lebih luas dalam kajian hadis; Upaya mendesak dilakukan untuk menempatkan hadis sebagai sumber wacana keagamaan yang lebih kontekstual dan moderat.]
伊斯兰传统中关于女性尤其是婚姻的知识话语被父权观点所主导。伊斯兰教的知识宝藏,如圣训及其解释、训诂、书籍、学者及其知识成果,向我们展示了古代阿拉伯父权模式是如何存在的。另一方面,现代性将文明引向公平、平等、人权和民主的价值观,反对不平等、不平等、君主制和个人崇拜。在伊斯兰传统中,妇女话语中经常出现不平等的问题。在父权文化中,男性记录了成千上万的圣训。这使得性别问题在伊斯兰传统中仍然很敏感。本文试图重建一篇流行的婚姻圣训中的话语,以探索研究一篇更温和的圣训的意义的可能性。通过使用Juynboll的共同链接,作者发现圣训缩小到一个名字,即A'masy,然后在本研究中将其归类为共同链接。除了对某些名字作为共同联系的出现产生影响外,本研究还回顾了有关圣训研究中更广泛研究的相关性的进一步影响;迫切需要作出努力,使圣训成为更有背景和更温和的宗教话语的来源。[Tinjauan Pemahaman Agama Terhadap Hadis Pernikahan]。瓦卡纳的知识分子tentang perempuan khususnya perkawinan dalam tradisi Islam didominis oleh perspetif patriki。Kekayaan知识分子伊斯兰教的分离是它的dan penjelasannya, tafsir, kitab-kitab, ulama dan产品知识分子menunjukkan kepaada kita bagaimana pola patriarki Arab kuno ada。Di sisi lain, modernnias membawa peradaban pada nilai-nilai kesetaraan, kesetaraan, hak asasi manusia dan demokrasi melawan ketidakadilan, ketidaksetaraan, monarki dan kultus个人。Masalah ketidakadilan banyak muncul pada wacana perempuan dalam tradisi Islam。Ribuan hadis的diidentifikasi dicatatoleh laki-laki dalam budaya patriarki。哈尔图成员对性别问题的看法是敏感的。阿蒂克尔尼mencoba merekonstruksi wacana dalam salah satu hais populis dalam pernikahan guna menjajaki kemungkinan mengkaji makna hais yang lebih moderh。邓安menggunakan共同链接Juynboll, penulis menemukan haits tersebut dipersempemjadi satu nama, yitu 'masy yang kemudian dikategorikan sebagai共同链接dalam penelitian ini。Selain berimplikasi pada munculnya nama-nama tertentu sebagai common link, kajian ini juga mengkaji implikasi lebih lanjut mengenai relevansi kajian yang lebih luas dalam kajian hais;[Upaya mendesak dilakukan untuk menempatkan hais sebagai sumana keagamaan yang lebih kontekstual dan moderat]
{"title":"REVIEWING RELIGIOUS UNDERSTANDING OF THE MARRIAGE HADITH","authors":"Nurul Nurul, Mochamad Tholib Khoiril Waro","doi":"10.21043/riwayah.v8i1.14951","DOIUrl":"https://doi.org/10.21043/riwayah.v8i1.14951","url":null,"abstract":"Intellectual discourse on women especially on marriage in Islamic tradition are dominated by patriarchal perspective. Islamic Intellectual treasures such as hadith and its explanation, exegesis, books, scholar and their intellectual products showed us how ancient Arabic patriarchal pattern existed. On the other hand, modernity led civilization to the values of equity, equality, human right and democracy against inequity, inequality, monarchy and individual cult. Problems of inequity appeared much on women discourse in Islamic tradition. Thousands of hadiths were identified recorded by men in patriarchal culture. It made gender issues in Islamic tradition are still sensitive. This article tries to reconstruct the discourse in one of the popular hadiths in marriage in order to explore the possibility of studying the meaning of a more moderate hadith. By using Juynboll's common link, the author finds the hadith narrowed to one name, namely A'masy which is then categorized as a common link in this study. In addition to having implications for the emergence of certain names as common links, this study also reviews further implications regarding the relevance of broader studies in hadith studies; urgent efforts to be made in order to place hadith as a source of more contextual and moderate religious discourse.[Tinjauan Pemahaman Agama Terhadap Hadis Pernikahan. Wacana intelektual tentang perempuan khususnya perkawinan dalam tradisi Islam didominasi oleh perspektif patriarki. Kekayaan Intelektual Islam seperti hadits dan penjelasannya, tafsir, kitab-kitab, ulama dan produk intelektualnya menunjukkan kepada kita bagaimana pola patriarki Arab kuno ada. Di sisi lain, modernitas membawa peradaban pada nilai-nilai kesetaraan, kesetaraan, hak asasi manusia dan demokrasi melawan ketidakadilan, ketidaksetaraan, monarki dan kultus individu. Masalah ketidakadilan banyak muncul pada wacana perempuan dalam tradisi Islam. Ribuan hadis diidentifikasi dicatat oleh laki-laki dalam budaya patriarki. Hal itu membuat isu gender dalam tradisi Islam masih sensitif. Artikel ini mencoba merekonstruksi wacana dalam salah satu hadis populer dalam pernikahan guna menjajaki kemungkinan mengkaji makna hadis yang lebih moderat. Dengan menggunakan common link Juynboll, penulis menemukan hadits tersebut dipersempit menjadi satu nama, yaitu A'masy yang kemudian dikategorikan sebagai common link dalam penelitian ini. Selain berimplikasi pada munculnya nama-nama tertentu sebagai common link, kajian ini juga mengkaji implikasi lebih lanjut mengenai relevansi kajian yang lebih luas dalam kajian hadis; Upaya mendesak dilakukan untuk menempatkan hadis sebagai sumber wacana keagamaan yang lebih kontekstual dan moderat.]","PeriodicalId":31822,"journal":{"name":"Riwayah Jurnal Studi Hadis","volume":null,"pages":null},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-06-16","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"87372518","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2022-06-16DOI: 10.21043/riwayah.v8i1.11209
M. Daffa
Social interaction is not only done face to face communication but also social interaction can be done online through the sophistication of information technology called social media. The development of social media is becoming a necessity in the 21st century. This research aims to analyze hadith understanding of social media phenomena as a communication tool in the digital era. The formulation of this research problem is how to understand hadith to the phenomenon of social media as a communication tool in the digital era. This study aims to discuss the analysis of hadith understanding of the phenomenon of social media as a means of communication in the digital era. This research is a literature study that focuses research on social media. This research study uses a qualitative approach by applying literature study methods. The formal object of this research is the science of hadith, while the material object is hadith against the phenomenon of social media as a means of communication in the digital era. The results showed that Tirmidhi Hadith Number 2432 contains the importance of good social interaction. Understanding hadith encourages good interaction with social media phenomena. As a means of communication in the digital age, social media has a good and bad influence on social change. This study recommends more in-depth hadith research into the phenomenon of social media.[Analisis Pemahaman Hadis Terhadap Fenomena Sosial Media sebagai Alat Komunikasi di Era Digital. Interaksi sosial tidak hanya dilakukan secara face to face communication, tapi juga interaksi sosial dapat dilakukan secara online melalui kecanggihan teknologi informasi yang disebut sosial media. Perkembangan penggunaan sosial media menjadi sebuah kebutuhan di abad ke-21. Penelitian ini bertujuan melakukan analisis pemahaman hadis terhadap fenomena sosial media sebagai alat komunikasi di era digital. Rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana pemahaman hadis terhadap fenomena sosial media sebagai alat komunikasi di era digital. Kajian ini bertujuan untuk membahas analisis pemahaman hadis terhadap fenomena sosial media sebagai alat komunikasi di era digital. Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan yang memfokuskan penelitian terhadap sosial media. Kajian penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan menerapkan metode studi literatur. Objek formal penelitian ini adalah ilmu hadis, sedangkan objek materialnya hadis terhadap fenomena sosial media sebagai alat komunikasi di era digital. Hasil penelitian menunjukkan hadis Tirmidzi Nomor 2432 berisi tentang pentingnya interaksi sosial yang baik. Pemahaman hadis mendorong adanya interaksi yang baik terhadap fenomena sosial media. Sebagai alat komunikasi di era digital, media sosial memiliki pengaruh yang baik dan buruk terhadap perubahan sosial. Penelitian ini merekomendasikan penelitian hadis yang lebih mendalam terhadap fenomena media sosial.]
社会互动不仅是面对面的交流,而且社会互动可以通过被称为社会媒体的信息技术的复杂性在网上完成。社交媒体的发展正在成为21世纪的必需品。本研究旨在分析对社交媒体现象在数字时代作为一种传播工具的圣训理解。这个研究问题的提法是如何理解在数字时代社会媒体作为一种传播工具的现象。本研究旨在探讨对社交媒体作为数字时代传播手段现象的圣训理解分析。本研究是一项侧重于社交媒体研究的文献研究。本研究采用文献研究法,采用定性研究方法。本研究的形式对象是圣训科学,物质对象是针对数字时代社交媒体作为传播手段现象的圣训。结果表明,提米底圣训第2432号包含了良好的社会互动的重要性。理解圣训鼓励与社会媒体现象进行良好的互动。社交媒体作为数字时代的一种传播手段,对社会变革有好的影响,也有坏的影响。这项研究建议对社交媒体现象进行更深入的圣训研究。[分析][Pemahaman Hadis Terhadap现象].社交媒体[j] .数字时代。互联网社交网络是面对面交流的平台,互联网社交网络是在线交流的平台,互联网社交网络是科技信息传播的平台。Perkembangan penggunaan社交媒体menjadi sebuah kebutuhan di abad ke-21。Penelitian ini bertujuan melakukan分析了社交媒体上的这种现象。Rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana pemahaman hadis terhadap现象社交媒体sebagai alat komunikasi di era digital。卡吉尼·贝图胡安·乌图克成员分析了社交媒体上的这种现象,并指出这是一种数字时代的komunikasi。Penelitian ini merupakan Penelitian kepustakaan yang memokuskan Penelitian terhadap社交媒体。加健penpenelitian ini menggunakan pendekatan quality .加健menerapkan方法研究文献。在社交媒体中,“社会媒体”指的是“社会媒体”,即“社会媒体”。哈西尔penelitian menunjukkan hais Tirmidzi Nomor 2432 berisi tenteningnya interaksi social yang baik。在社交媒体上,佩马哈曼·哈德隆·阿丹尼亚·阿塔克西·杨发现了一种奇怪的现象。Sebagai alat komunikasi di era digital, media social memiliki pengaruh yang baik dan buruk terhadap perubahan social。Penelitian ini merekomendasikan Penelitian hais yang lebih mendalam terhadap现象媒体社会[j]。
{"title":"ANALYSIS OF HADITH UNDERSTANDING OF SOCIAL MEDIA PHENOMENA AS A COMMUNICATION TOOL IN THE DIGITAL ERA","authors":"M. Daffa","doi":"10.21043/riwayah.v8i1.11209","DOIUrl":"https://doi.org/10.21043/riwayah.v8i1.11209","url":null,"abstract":"Social interaction is not only done face to face communication but also social interaction can be done online through the sophistication of information technology called social media. The development of social media is becoming a necessity in the 21st century. This research aims to analyze hadith understanding of social media phenomena as a communication tool in the digital era. The formulation of this research problem is how to understand hadith to the phenomenon of social media as a communication tool in the digital era. This study aims to discuss the analysis of hadith understanding of the phenomenon of social media as a means of communication in the digital era. This research is a literature study that focuses research on social media. This research study uses a qualitative approach by applying literature study methods. The formal object of this research is the science of hadith, while the material object is hadith against the phenomenon of social media as a means of communication in the digital era. The results showed that Tirmidhi Hadith Number 2432 contains the importance of good social interaction. Understanding hadith encourages good interaction with social media phenomena. As a means of communication in the digital age, social media has a good and bad influence on social change. This study recommends more in-depth hadith research into the phenomenon of social media.[Analisis Pemahaman Hadis Terhadap Fenomena Sosial Media sebagai Alat Komunikasi di Era Digital. Interaksi sosial tidak hanya dilakukan secara face to face communication, tapi juga interaksi sosial dapat dilakukan secara online melalui kecanggihan teknologi informasi yang disebut sosial media. Perkembangan penggunaan sosial media menjadi sebuah kebutuhan di abad ke-21. Penelitian ini bertujuan melakukan analisis pemahaman hadis terhadap fenomena sosial media sebagai alat komunikasi di era digital. Rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana pemahaman hadis terhadap fenomena sosial media sebagai alat komunikasi di era digital. Kajian ini bertujuan untuk membahas analisis pemahaman hadis terhadap fenomena sosial media sebagai alat komunikasi di era digital. Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan yang memfokuskan penelitian terhadap sosial media. Kajian penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan menerapkan metode studi literatur. Objek formal penelitian ini adalah ilmu hadis, sedangkan objek materialnya hadis terhadap fenomena sosial media sebagai alat komunikasi di era digital. Hasil penelitian menunjukkan hadis Tirmidzi Nomor 2432 berisi tentang pentingnya interaksi sosial yang baik. Pemahaman hadis mendorong adanya interaksi yang baik terhadap fenomena sosial media. Sebagai alat komunikasi di era digital, media sosial memiliki pengaruh yang baik dan buruk terhadap perubahan sosial. Penelitian ini merekomendasikan penelitian hadis yang lebih mendalam terhadap fenomena media sosial.]","PeriodicalId":31822,"journal":{"name":"Riwayah Jurnal Studi Hadis","volume":null,"pages":null},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-06-16","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"76766080","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
‘Umar bin ‘Ali bin ‘Athā` bin Muqaddam merupakan seorang rawi yang dipandang telah melakukan tadlīs yang berat dalam meriwayat hadis-hadisnya oleh ulama Jarh ta’dil. Namun, riwayatnya masih dimasukan oleh Imam Bukhārī yang dikenal sangat selektif memasukan riwayat seorang rawi kedalam kitab Shahīh-nya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas seorang rawi yang dipandang daif oleh para ulama, dan menemukan alasan dimasukannya riwayat rawi tersebut dalam kitab Shahīh Bukhārī disertai dengan kehujjahan hadis-hadisnya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah historis dan deskriptif analisis dengan pendekatan kualitatif. Penelitian ini difokuskan pada penerapan ilmu Jarh ta’dil, dengan melewati tahapan orientasi, eksplorasi, dan analisis. Hasil penelitian menunjukan bahwa Umar bin ‘Ali dipandang sebagai seorang rawi yang berada pada tingkatan ta’dil ketiga dan Jarh kedua. Adapun ketadlīsannya, beliau dikelompokkan kedalam tingkatan tadlīs keempat, yang ditolak oleh para ulama untuk dijadikan hujjah kecuali jika diriwayatkan dengan sigat sima’. Didalam Shahīh Bukhārī ditemukan terdapat lima haris yang beliau riwayatkan dan semuanya bisa diterima diterima dikarenakan; pertama, hadis-hadisnya diriwayatkan dengan menggunakan lafaz sima’ yang jelas. Kedua, riwayatnya hanya sebagai tābi’ dan bukan menjadi hadis pokok; ketiga, terdapat tabi’ yang memperkuat riwayatnya dan keempat hanya merupakan hadis mauqūf.[Mudallis Narrators in Shahih Bukhari: Study of al-Jarh wa al-Ta'dil on 'Umar bin 'Ali bin 'Atha' bin Muqaddam. 'Umar bin 'Ali bin' Athā` bin Muqaddam is a narrator who is considered to have done tadlīs heavy in narrating his hadiths by the scholars of Jarh ta'dil. However, his narration was still included by Imam Bukhārī who was known to be very selective in inserting the narration of a narrator into his Shahīh. This study aims to determine the quality of a narrator who is considered weak by the scholars, and find the reason for the inclusion of the narrator's narration in the book of Shahīh Bukhārī is accompanied by the argumentation of his hadiths. The method used in this study is historical and descriptive analysis with a qualitative approach. This research is focused on the application of the science of Jarh ta'dil, by going through the stages of orientation, exploration, and analysis. The results show that Umar bin 'Ali is seen as a narrator who is at the level of the ta'dil thirdand the Jarh second. As fortadlīshis, he is grouped into thelevel of tadlīs fourth, which is rejected by the scholars to be used as an argument unless it is narrated with sigat sima '. InShahīh Bukhārī found that there were five haris that he narrated and all of them were acceptable because of them; firstly, the hadiths are narrated usingword sima ' the clear; secondly, the narration is only as tābi' and not the main hadith; thirdly, there is a tabi ' which strengthens the narration; and Fourthly, it is only a hadith mauqūf.]
乌玛本‘Ali bin’Ath本Muqaddamā”是一个被做了tadl rawiīs中沉重的meriwayat hadis-hadisnya由Jarh ta 'dil神职人员。然而Bukh祭司,他还把已知的ārī非常挑剔一个rawi史进《-Shahīh。本研究旨在探讨一个rawi质量被神职人员,找到原因daif dimasukannya rawi书中记录-Shahīh Bukhārī伴随着kehujjahan hadis-hadisnya。本研究采用的方法是历史和描述性分析与定性方法。该研究的重点是应用Jarh ta dil的科学,通过定向、探索和分析的各个阶段。研究表明,奥马尔·本·阿里被视为拉维的第三级和第二级。至于ketadlīsannya,他藏进层次tadlīs第四名,为学者所拒绝用sigat司马懿hujjah除非叙述。”在-Shahīh Bukhārī五哈里斯的中发现了他和可以接受的接受一切都是因为记录;首先,他的哈迪使用了清晰的lafaz sima来布道。第二,他只是作为圣训tābi’而不是主题;第三,加强记录的有tabi”和第四是圣训mauqūf。[Muqaddam的Mudallis Narrators在沙赫布哈里的研究]“乌玛bin Ali bin’Athāa本Muqaddam是叙述者是谁认为干得得tadlīs heavy在他narrating hadiths by Jarh ta 'dil之学者。,但是,他仍然narration是included由祭司Bukhārī是谁知道narration》焦急地在inserting selective百万叙述者进入他的Shahīh。这个研究aims个重大质量》百万旁白是谁认为软弱:《学者,和找到理由inclusion》旁白的narration在《沙īh Bukhārīargumentation》是accompanied by his hadiths。这项研究的方法是历史和描述的有资格的分析。这个研究通过东方探索分析的阶段进行奥马尔·本·阿里的评论显示,奥马尔·本·阿里一直是一个骗子美国fortadlī这种事,他是tadl的grouped进入thelevelīs第四,哪种rejected by是学者同时也成为美国过去的,除非是narrated sigat司马懿同在”。InShahīh Bukhārī找到那个有五哈里斯在那个他narrated》和他们都是接受的,因为他们的;起初,圣训被认为是“清楚的;secondly,《narration是美国唯一tābi与不是玩hadith队;本质上,有一种玉米的力量来增强这种说法;和Fourthly,这是唯一一个hadith mauqūf。]
{"title":"PERAWI MUDALLIS DALAM SHAHIH BUKHARI: Studi al-Jarh wa al-Ta’dil pada ‘Umar bin ‘Ali bin ‘Atha’ bin Muqaddam","authors":"Rizal Samsul Mutaqin, Zulfa Nurpadilah, Husen Zaenal Muttaqin","doi":"10.21043/riwayah.v7i2.10651","DOIUrl":"https://doi.org/10.21043/riwayah.v7i2.10651","url":null,"abstract":"‘Umar bin ‘Ali bin ‘Athā` bin Muqaddam merupakan seorang rawi yang dipandang telah melakukan tadlīs yang berat dalam meriwayat hadis-hadisnya oleh ulama Jarh ta’dil. Namun, riwayatnya masih dimasukan oleh Imam Bukhārī yang dikenal sangat selektif memasukan riwayat seorang rawi kedalam kitab Shahīh-nya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas seorang rawi yang dipandang daif oleh para ulama, dan menemukan alasan dimasukannya riwayat rawi tersebut dalam kitab Shahīh Bukhārī disertai dengan kehujjahan hadis-hadisnya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah historis dan deskriptif analisis dengan pendekatan kualitatif. Penelitian ini difokuskan pada penerapan ilmu Jarh ta’dil, dengan melewati tahapan orientasi, eksplorasi, dan analisis. Hasil penelitian menunjukan bahwa Umar bin ‘Ali dipandang sebagai seorang rawi yang berada pada tingkatan ta’dil ketiga dan Jarh kedua. Adapun ketadlīsannya, beliau dikelompokkan kedalam tingkatan tadlīs keempat, yang ditolak oleh para ulama untuk dijadikan hujjah kecuali jika diriwayatkan dengan sigat sima’. Didalam Shahīh Bukhārī ditemukan terdapat lima haris yang beliau riwayatkan dan semuanya bisa diterima diterima dikarenakan; pertama, hadis-hadisnya diriwayatkan dengan menggunakan lafaz sima’ yang jelas. Kedua, riwayatnya hanya sebagai tābi’ dan bukan menjadi hadis pokok; ketiga, terdapat tabi’ yang memperkuat riwayatnya dan keempat hanya merupakan hadis mauqūf.[Mudallis Narrators in Shahih Bukhari: Study of al-Jarh wa al-Ta'dil on 'Umar bin 'Ali bin 'Atha' bin Muqaddam. 'Umar bin 'Ali bin' Athā` bin Muqaddam is a narrator who is considered to have done tadlīs heavy in narrating his hadiths by the scholars of Jarh ta'dil. However, his narration was still included by Imam Bukhārī who was known to be very selective in inserting the narration of a narrator into his Shahīh. This study aims to determine the quality of a narrator who is considered weak by the scholars, and find the reason for the inclusion of the narrator's narration in the book of Shahīh Bukhārī is accompanied by the argumentation of his hadiths. The method used in this study is historical and descriptive analysis with a qualitative approach. This research is focused on the application of the science of Jarh ta'dil, by going through the stages of orientation, exploration, and analysis. The results show that Umar bin 'Ali is seen as a narrator who is at the level of the ta'dil thirdand the Jarh second. As fortadlīshis, he is grouped into thelevel of tadlīs fourth, which is rejected by the scholars to be used as an argument unless it is narrated with sigat sima '. InShahīh Bukhārī found that there were five haris that he narrated and all of them were acceptable because of them; firstly, the hadiths are narrated usingword sima ' the clear; secondly, the narration is only as tābi' and not the main hadith; thirdly, there is a tabi ' which strengthens the narration; and Fourthly, it is only a hadith mauqūf.]","PeriodicalId":31822,"journal":{"name":"Riwayah Jurnal Studi Hadis","volume":null,"pages":null},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-12-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"83081069","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2021-12-30DOI: 10.21043/riwayah.v7i2.11100
Utsmanul Hakim Efendi, Shofiatun Nikmah
Kajian hadis Gender telah mendapat perhatian dari berbagai ilmuwan Muslim di dunia. Di Indonesia, KH. Husein Muhammad dan Abdul Mustaqim merupakan Tokoh yang aktif menarasikan kesetaraan gender dengan merelevansikannya dengan Teks-teks Agama. Keduanya memiliki Latar belakang Pendidikan yang berbeda, sehingga mendorong peneliti untuk melakukan kajian komparasi terhadap Pemikiran keduanya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui metode pemahaman hadis perspektif gender dari keduanya. Melalui analisa komparasi, penelitian ini hendak menunjukkan perbedaan dan persamaan metode keduanya dalam memahami hadis dengan perspektif gender. Metode yang digunakan adalah metode komparasi dengan analisis Gender. Metode ini digunakan untuk melihat sejauhmana hadis dapat dipahami dan diaplikasikan dengan menggunakan analisis gender, sekaligus untuk memahami secara komprehensif perbedaan dan persamaan dari kedua tokoh. Pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa keduanya menggunakan prinsip-prinsip gender secara mendasar seperti kesetaran, kemanusiaan dan keadilan dalam memahami hadis. Keduanya juga menjadikan Maqashid al-Shariah sebagai basis penafsiran, dimana makna hadis harus sejalan dengan Prinsip yang terdapat dalam Maqashid al-Syariah. Namun KH. Husein Muhammad dan Abdul Mustaqim memiliki latarbelakang pendidikan akademik yang berbeda, dalam penelitian ini diketahui bahwa metode yang dipaparkan Abdul Mustaqim lebih sistematis dan metodis serta memudahkan pembaca untuk memahami langkah-langkah metodiknya dalam memahami hadis perspektif Gender.[Understanding Hadith on Gender Perspective: A Comparative Study of KH. Husein Muhammad and Abdul Mustaqim. The study of Gender-hadith has received attention from various Muslim scientists in the world. In Indonesia, KH. Husein Muhammad and Abdul Mustaqim are figures who actively narrate gender equality by relevating it with religious texts. Both of them have different educational backgrounds, thus encouraging researchers to do a comparative study of their thought. This study aimed to determine the method of understanding the hadith from the gender perspective of both. This research aims to show the differences and similarities of two methods in understanding the hadith from a gender perspective through a comparative analysis. The method used is a comparative method with gender analysis. This method is used to see the extent to which the hadith can be understood and applied by using gender analysis, as well as to comprehensively understand the differences and similarities of the two figures. In this research, it can be concluded that both of them use basic gender principles such as equality, humanity and justice in understanding hadith. Both of them also make maqashid al-syariah as the basis for interpretation, where the meaning of hadith must be in line with the principles contained in maqasid al-shariah. However, KH. Husein Muhammad and Abdul Mustaqim have different academic educational backgrounds, in this resear
{"title":"PEMAHAMAN HADIS PERSPEKTIF GENDER: Studi Komparasi KH. Husein Muhammad dan Abdul Mustaqim","authors":"Utsmanul Hakim Efendi, Shofiatun Nikmah","doi":"10.21043/riwayah.v7i2.11100","DOIUrl":"https://doi.org/10.21043/riwayah.v7i2.11100","url":null,"abstract":"Kajian hadis Gender telah mendapat perhatian dari berbagai ilmuwan Muslim di dunia. Di Indonesia, KH. Husein Muhammad dan Abdul Mustaqim merupakan Tokoh yang aktif menarasikan kesetaraan gender dengan merelevansikannya dengan Teks-teks Agama. Keduanya memiliki Latar belakang Pendidikan yang berbeda, sehingga mendorong peneliti untuk melakukan kajian komparasi terhadap Pemikiran keduanya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui metode pemahaman hadis perspektif gender dari keduanya. Melalui analisa komparasi, penelitian ini hendak menunjukkan perbedaan dan persamaan metode keduanya dalam memahami hadis dengan perspektif gender. Metode yang digunakan adalah metode komparasi dengan analisis Gender. Metode ini digunakan untuk melihat sejauhmana hadis dapat dipahami dan diaplikasikan dengan menggunakan analisis gender, sekaligus untuk memahami secara komprehensif perbedaan dan persamaan dari kedua tokoh. Pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa keduanya menggunakan prinsip-prinsip gender secara mendasar seperti kesetaran, kemanusiaan dan keadilan dalam memahami hadis. Keduanya juga menjadikan Maqashid al-Shariah sebagai basis penafsiran, dimana makna hadis harus sejalan dengan Prinsip yang terdapat dalam Maqashid al-Syariah. Namun KH. Husein Muhammad dan Abdul Mustaqim memiliki latarbelakang pendidikan akademik yang berbeda, dalam penelitian ini diketahui bahwa metode yang dipaparkan Abdul Mustaqim lebih sistematis dan metodis serta memudahkan pembaca untuk memahami langkah-langkah metodiknya dalam memahami hadis perspektif Gender.[Understanding Hadith on Gender Perspective: A Comparative Study of KH. Husein Muhammad and Abdul Mustaqim. The study of Gender-hadith has received attention from various Muslim scientists in the world. In Indonesia, KH. Husein Muhammad and Abdul Mustaqim are figures who actively narrate gender equality by relevating it with religious texts. Both of them have different educational backgrounds, thus encouraging researchers to do a comparative study of their thought. This study aimed to determine the method of understanding the hadith from the gender perspective of both. This research aims to show the differences and similarities of two methods in understanding the hadith from a gender perspective through a comparative analysis. The method used is a comparative method with gender analysis. This method is used to see the extent to which the hadith can be understood and applied by using gender analysis, as well as to comprehensively understand the differences and similarities of the two figures. In this research, it can be concluded that both of them use basic gender principles such as equality, humanity and justice in understanding hadith. Both of them also make maqashid al-syariah as the basis for interpretation, where the meaning of hadith must be in line with the principles contained in maqasid al-shariah. However, KH. Husein Muhammad and Abdul Mustaqim have different academic educational backgrounds, in this resear","PeriodicalId":31822,"journal":{"name":"Riwayah Jurnal Studi Hadis","volume":null,"pages":null},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-12-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"80724398","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2021-12-30DOI: 10.21043/riwayah.v7i2.11027
Muhammad Mundzir
Artikel ini membahas tentang pemahaman hadis al-ifki yang menceritakan tentang fitnah yang dituduhkan oleh Aisyah. Hadis tersebut mengandung beberapa isu yang bisa ditarik ke zaman media sosial sekarang, di mana banyak terjadi pergeseran penggunaannya. Media sosial bukan lagi menjadi sarana untuk menyebarkan informasi yang berguna menambah wawasan masyarakat, tapi juga menjadi sarana untuk menyebarkan fitnah, ujaran kebencian, dan hoax. Maka dari itu, penulis mencoba mengontekstualisasikan pemahaman dari hadis al-Ifki. Penulis menggunakan Hermeneutika yang digagas oleh Nasr Hamid Abu Zayd, di mana dalam metodologinya terdapat tiga prinsip yang harus dilakukan, yaitu mencari, dalalah, maghza, dan, maskut ‘anhu. Hasil dari aplikasi menggunakan Hermeneutika Nasr Hamid Abu Zayd adalah bahwa dalam bermedia sosial perlu bagi pengguna untuk memberikan informasi yang baik, sebab hal tersebut akan dinilai sedekah. Pengguna media sosial juga perlu untuk menghargai perasaan orang lain ketika akan memosting sesuatu. Selain itu, jika tidak dapat melakukan hal yang bersifat positif bagi media sosial, maka lebih baik diam.[Contextualization of Understanding Hadith al-Ifki on Social Media Interaction: An Application of Nasr Hamid Abu Zayd's Hermeneutics. This article discusses the understanding of hadith al-ifki which tells about the slander alleged by Aisyah. The hadith contains several issues that can be drawn into the current era of social media, where there are many shifts in its use. Social media is no longer a means to disseminate useful information to broaden the public's knowledge, but also a means to spread slander, hate speech, and hoaxes. Therefore, the author tries to contextualize the understanding of the hadith al-ifki. The author uses Hermeneutics which was initiated by Nasr Hamid Abu Zayd, where in the methodology there are three principles that must be carried out, namely seeking, dalalah, maghza, and, maskut 'anhu. The result of the application using Nasr Hamid Abu Zayd's Hermeneutics is that in social media it is necessary for users to provide good information, because this will be considered as alms. Social media users also need to respect other people's feelings when posting something. In addition, if you can not do something positive for social media, then it is better to be silent.]
这篇文章讨论的是对al-ifki hadis的理解,它讲述了Aisyah所指控的诽谤。这个圣训包含了几个问题,这些问题可以被吸引到今天的社交媒体时代,在这个时代,使用方式发生了很大的变化。社交媒体不再是传播有用信息的工具,而是传播恶意诽谤、仇恨言论和恶作剧的工具。因此,作者试图歪曲al-Ifki hadis的理解。作者使用了纳斯尔·哈米德·阿布·扎伊德提出的解释学,在他的方法中有三个原则,那就是寻找,达拉,马格扎,和马素。应用程序使用Nasr Hamid Abu Zayd的结果是,社交媒体对于用户提供好的信息是必要的,因为这将被视为慈善。社交媒体用户在发布某样东西时也需要欣赏他人的感受。此外,如果你不能为社交媒体做些积极的事情,那最好保持沉默。这篇文章讲述了hadith al-ifki对艾莎的诽谤的了解。圣迭代的问题是,社交媒体的时代将会变幻莫测,在这个时代,还会有许多变数。社交媒体不再意味着对公众知识感到排挤大量信息,但这也意味着散布诽谤、憎恨言论和仇恨。因此,author tries试图了解hadith al-ifki的理解。这篇文章的作者是纳斯尔·哈米德·阿布·扎伊德(Nasr Hamid Abu Zayd)。使用Nasr Hamid Abu Zayd的工具的建议是,在社交媒体上,有必要提供好的信息,因为这将被认为是一种文化。社交媒体用户还需要尊重其他人的感受,当他们发布一些东西的时候。另外,如果你不能对社交媒体做一些积极的事情,那么最好保持沉默。
{"title":"KONTEKSTUALISASI PEMAHAMAN HADIS AL-IFKI (HOAX) DALAM BERINTERAKSI DI MEDIA SOSIAL: Aplikasi Hermeneutika Nasr Hamid Abu Zayd","authors":"Muhammad Mundzir","doi":"10.21043/riwayah.v7i2.11027","DOIUrl":"https://doi.org/10.21043/riwayah.v7i2.11027","url":null,"abstract":"Artikel ini membahas tentang pemahaman hadis al-ifki yang menceritakan tentang fitnah yang dituduhkan oleh Aisyah. Hadis tersebut mengandung beberapa isu yang bisa ditarik ke zaman media sosial sekarang, di mana banyak terjadi pergeseran penggunaannya. Media sosial bukan lagi menjadi sarana untuk menyebarkan informasi yang berguna menambah wawasan masyarakat, tapi juga menjadi sarana untuk menyebarkan fitnah, ujaran kebencian, dan hoax. Maka dari itu, penulis mencoba mengontekstualisasikan pemahaman dari hadis al-Ifki. Penulis menggunakan Hermeneutika yang digagas oleh Nasr Hamid Abu Zayd, di mana dalam metodologinya terdapat tiga prinsip yang harus dilakukan, yaitu mencari, dalalah, maghza, dan, maskut ‘anhu. Hasil dari aplikasi menggunakan Hermeneutika Nasr Hamid Abu Zayd adalah bahwa dalam bermedia sosial perlu bagi pengguna untuk memberikan informasi yang baik, sebab hal tersebut akan dinilai sedekah. Pengguna media sosial juga perlu untuk menghargai perasaan orang lain ketika akan memosting sesuatu. Selain itu, jika tidak dapat melakukan hal yang bersifat positif bagi media sosial, maka lebih baik diam.[Contextualization of Understanding Hadith al-Ifki on Social Media Interaction: An Application of Nasr Hamid Abu Zayd's Hermeneutics. This article discusses the understanding of hadith al-ifki which tells about the slander alleged by Aisyah. The hadith contains several issues that can be drawn into the current era of social media, where there are many shifts in its use. Social media is no longer a means to disseminate useful information to broaden the public's knowledge, but also a means to spread slander, hate speech, and hoaxes. Therefore, the author tries to contextualize the understanding of the hadith al-ifki. The author uses Hermeneutics which was initiated by Nasr Hamid Abu Zayd, where in the methodology there are three principles that must be carried out, namely seeking, dalalah, maghza, and, maskut 'anhu. The result of the application using Nasr Hamid Abu Zayd's Hermeneutics is that in social media it is necessary for users to provide good information, because this will be considered as alms. Social media users also need to respect other people's feelings when posting something. In addition, if you can not do something positive for social media, then it is better to be silent.]","PeriodicalId":31822,"journal":{"name":"Riwayah Jurnal Studi Hadis","volume":null,"pages":null},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-12-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"89492939","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2021-12-30DOI: 10.21043/riwayah.v7i2.10158
Taufik Kurahman
Meskipun dianggap sebagai kitab yang paling benar setelah al-Qur'an, dan merupakan kitab hadis paling sahih, Shahih al-Bukhari tidaklah terlepas dari berbagai kritik. Salah satu pemikir yang masif mengkritik kitab tersebut adalah Zakaria Ouzon, dimana pemikirannya dituangkan dalam sebuah karya yang berjudul Jinayah al-Bukhari. Namun, adalah Marwan al-Kurdi melalui karyanya Al-Jinayah ‘ala al-Bukhari yang kemudian memberikan kritik balasan terhadap karya Ouzon tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pemikiran al-Kurdi dalam karyanya Al-Jinayah ‘ala al-Bukhari serta perbedaannya dengan Ouzon yang melakukan kritik terhadap Sahih al-Bukhari. Dengan menggunakan pendekatan ontologi, epistemologi, dan aksiologi dalam menganalisis, penelitian ini menemukan beberapa perbedaan mendasar yang menyebabkan keduanya sangat berbeda dalam memandang hadis. Pada tingkat ontologi, keduanya memiliki definisi dan pemahaman yang berbeda terhadap beberapa konsep penting dalam studi hadis. Keduanya juga berbeda pada tataran epistemologis, di mana Ouzon lebih mengutamakan rasionalitas daripada nas, yang berkebalikan dengan al-Kurdi. Sedangkan di level aksiologi, Ouzon bertujuan agar manusia menggunakan akal sehatnya untuk tidak tunduk pada teks yang dianggap sakral namun diskriminatif. Di sisi lain, kritik al-Kurdi bukan sekedar meluruskan kesalahan-kesalahan Ouzon. Lebih dari itu, dia berharap hadis tidak terus berkurang jumlahnya karena selalu menjadi bahan kritik para pemikir modern.[The Study of Al-Jinayah ‘ala al-Bukhari: Philosophical-Critical Analysis of al-Kurdi Criticim’s on Ouzon. Although known as the most correct book after the Qur'an, and is the most valid hadith book, Shahih al-Bukhari is not free from criticism. One of the thinkers who is massive in criticizing the Book is Zakaria Ouzon, who writen his thoughts in a work entitled Jinayah al-Bukhari. And, it was Marwan al-Kurdi through his al-Jinayah ‘ala al-Bukhari who later gave a counter criticism of Ouzon's work. This study aims to see the thoughts of al-Kurdi in his work al-Jinayah ‘ala al-Bukhari and the difference with Ouzon who criticized Shahih al-Bukhari. By applying the ontology, epistemology, and axiology approaches in analyzing, this study found several fundamental differences that caused the two to be very different in looking at the traditions. At the level of ontology, both have different definitions and understandings of some important concepts in the study of hadith. Both are also different at the epistemological level, where Ouzon prefers rationality to naṣ, which is the opposite of al-Kurdi. And at the level of axiology, Ouzon aims that humans use their mind to not submit to religious texts, even that are sacred, but are discriminatory. On the other hand, al-Kurdi's criticism is not just correcting Ouzon's mistakes. He hopes that no more decreasing the number of hadiths because they have always been the subject of criticism by modern thinkers.]
尽管它被认为是自《古兰经》以来最正确的书,也是最具讽刺意味的圣训,但沙希赫·阿尔布哈里并没有受到很多批评。最伟大的思想家之一是扎卡里亚·乌松(Zakaria Ouzon),他的思想集中在一部名为《金达达·阿布哈里》(jindad al-Bukhari)的作品中。然而,有一天,马尔万·阿尔-库尔德人通过他的著作《Al-Jinayah al- bukka》对Ouzon的作品进行了反击。这项研究的目的是在al- jindad ' ala al-Bukhari的作品中看到库尔德人的想法,以及Ouzon对Sahih al-Bukhari进行批评的想法。通过本体学、认识学和行动学的分析方法,这项研究发现了一些根本性上的差异,这些差异导致对圣训的看法截然不同。在本体学的层面上,它们对圣训研究中的一些重要概念有不同的定义和理解。他们在认识论上也有很大的不同,在认识论上,Ouzon更重视理性,而不是与库尔德人相反的nas。至于行动论,Ouzon的目标是让人们用他们的常识来不遵守被认为是神圣但具有歧视性的文本。另一方面,库尔德人的批评不仅仅是纠正Ouzon的错误。更重要的是,他希望圣训不要继续减少,因为圣训一直是现代思想家的批评对象。[al- jindad ' ala al-Bukhari的研究:哲学对库尔德critical Analysis Criticim在Ouzon。虽然我们知道,在古兰经之后,这本书是最正确的书,它是最有效的圣典,认为谁如此严重地批评了这本书是Zakaria Ouzon,他把自己的想法写在了一篇关于al-Bukhari的论文中。后来,有一天,马尔万·阿尔-布通过他的al- jindad ' ala - buks给了一个关于Ouzon工作的计数器。这项研究表明,在他的工作中,al- jindad al- bukday的思想与Ouzon who criticized Shahih al- bukday的思想不同。根据分析学、认识论和公理的评估,这项研究发现了导致两人在传统中截然不同的基本差异。在本体论的层面上,他们都有不同的定义和对圣训研究中一些重要的概念的理解。也都是不同的at the epistemological层面,哪里Ouzon prefers rationality naṣ,该是al-Kurdi之相反。在公理的层面上,人类用他们的思想不向宗教文本屈服,即使这是神圣的,但却被谴责。另一方面,库尔德人的critcism不只是纠正Ouzon的错误。他希望听众不要再因为他们总是被现代思想所批判
{"title":"STUDI KITAB AL-JINAYAH ‘ALA AL-BUKHARI: Analisis Filosofis-Kritis Kritik Marwan Al-Kurdi Terhadap Zakaria Ouzon","authors":"Taufik Kurahman","doi":"10.21043/riwayah.v7i2.10158","DOIUrl":"https://doi.org/10.21043/riwayah.v7i2.10158","url":null,"abstract":"Meskipun dianggap sebagai kitab yang paling benar setelah al-Qur'an, dan merupakan kitab hadis paling sahih, Shahih al-Bukhari tidaklah terlepas dari berbagai kritik. Salah satu pemikir yang masif mengkritik kitab tersebut adalah Zakaria Ouzon, dimana pemikirannya dituangkan dalam sebuah karya yang berjudul Jinayah al-Bukhari. Namun, adalah Marwan al-Kurdi melalui karyanya Al-Jinayah ‘ala al-Bukhari yang kemudian memberikan kritik balasan terhadap karya Ouzon tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pemikiran al-Kurdi dalam karyanya Al-Jinayah ‘ala al-Bukhari serta perbedaannya dengan Ouzon yang melakukan kritik terhadap Sahih al-Bukhari. Dengan menggunakan pendekatan ontologi, epistemologi, dan aksiologi dalam menganalisis, penelitian ini menemukan beberapa perbedaan mendasar yang menyebabkan keduanya sangat berbeda dalam memandang hadis. Pada tingkat ontologi, keduanya memiliki definisi dan pemahaman yang berbeda terhadap beberapa konsep penting dalam studi hadis. Keduanya juga berbeda pada tataran epistemologis, di mana Ouzon lebih mengutamakan rasionalitas daripada nas, yang berkebalikan dengan al-Kurdi. Sedangkan di level aksiologi, Ouzon bertujuan agar manusia menggunakan akal sehatnya untuk tidak tunduk pada teks yang dianggap sakral namun diskriminatif. Di sisi lain, kritik al-Kurdi bukan sekedar meluruskan kesalahan-kesalahan Ouzon. Lebih dari itu, dia berharap hadis tidak terus berkurang jumlahnya karena selalu menjadi bahan kritik para pemikir modern.[The Study of Al-Jinayah ‘ala al-Bukhari: Philosophical-Critical Analysis of al-Kurdi Criticim’s on Ouzon. Although known as the most correct book after the Qur'an, and is the most valid hadith book, Shahih al-Bukhari is not free from criticism. One of the thinkers who is massive in criticizing the Book is Zakaria Ouzon, who writen his thoughts in a work entitled Jinayah al-Bukhari. And, it was Marwan al-Kurdi through his al-Jinayah ‘ala al-Bukhari who later gave a counter criticism of Ouzon's work. This study aims to see the thoughts of al-Kurdi in his work al-Jinayah ‘ala al-Bukhari and the difference with Ouzon who criticized Shahih al-Bukhari. By applying the ontology, epistemology, and axiology approaches in analyzing, this study found several fundamental differences that caused the two to be very different in looking at the traditions. At the level of ontology, both have different definitions and understandings of some important concepts in the study of hadith. Both are also different at the epistemological level, where Ouzon prefers rationality to naṣ, which is the opposite of al-Kurdi. And at the level of axiology, Ouzon aims that humans use their mind to not submit to religious texts, even that are sacred, but are discriminatory. On the other hand, al-Kurdi's criticism is not just correcting Ouzon's mistakes. He hopes that no more decreasing the number of hadiths because they have always been the subject of criticism by modern thinkers.]","PeriodicalId":31822,"journal":{"name":"Riwayah Jurnal Studi Hadis","volume":null,"pages":null},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-12-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"89608366","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}