Heri Syahputra Pratama Siregar, Akhmad Arifin Hadi
{"title":"Landscape Design for the South Labuhanbatu District Government Office Based on Eco-Design","authors":"Heri Syahputra Pratama Siregar, Akhmad Arifin Hadi","doi":"10.36448/ja.v13i1.2366","DOIUrl":"https://doi.org/10.36448/ja.v13i1.2366","url":null,"abstract":"","PeriodicalId":31830,"journal":{"name":"Langkau Betang Jurnal Arsitektur","volume":"1 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-01-11","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"90275708","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2022-10-28DOI: 10.26418/lantang.v9i2.53974
Alvin Try Dandy, A. S. Ekomadyo, Hadi Jaya Putra
Kegiatan pariwisata menciptakan realitas paralel dalam ruang urban berupa ruang pariwisata. Dalam ruang pariwisata, elemen urban mengalami transformasi melalui tourist gaze. Kawasan Kota Tua Jakarta bertransformasi dari pusat administrasi VOC (Perusahaan Hindia Timur Belanda) menjadi kawasan wisata di Provinsi DKI Jakarta. Bangunan-bangunan VOC berhenti menjadi objek arsitektur fungsional dan bertransformasi menjadi latar foto bagi wisatawan dalam suatu narasi pariwisata. Penelitian ini membahas produksi dan konsumsi ruang pariwisata di Kota Tua Jakarta melalui teknologi dan tourist gaze kontemporer, yaitu melalui selfie (swafoto) dan situs media sosial Instagram. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif yang meninjau deskripsi historis Kota Tua Jakarta dan swafoto turis Kota Tua Jakarta yang diunggah ke Instagram. Produksi ruang di Kota Tua Jakarta dibaca berdasarkan teori Lefebvre mengenai produksi ruang sosial dan konsep yang diajukan Farías dalam membingkai ruang urban menjadi ruang pariwisata. Kemudian, swafoto wisatawan dianalisis menggunakan qualitative content analysis untuk menemukan pola konsumsi ruang pariwisata Kota Tua Jakarta. Penelitian menemukan bahwa wisatawan hampir selalu tampil lebih dominan dibandingkan bangunan yang turut ditampilkan dalam swafoto. Penelitian menyimpulkan bahwa swafoto wisatawan membingkai dan mereduksi elemen urban Kota Tua Jakarta menjadi komoditas visual dalam sebuah ruang pariwisata. Penelitian ini diharapkan berkontribusi dalam diskusi mengenai kegiatan pariwisata kontemporer terkait tempat-tempat bersejarah. PRODUCTION AND CONSUMPTION OF TOURISM SPACE THROUGH INSTAGRAM SELFIES. A CASE STUDY OF KOTA TUA JAKARTATourist activities create destination space as a parallel reality in an urban space. In destination space, urban elements are transformed through the tourist gaze. Kota Tua Jakarta began as the administration center of VOC (Netherlands East Indies Company) and turned into a tourist destination in Jakarta Special Capital Region. VOC administrative buildings stopped serving their original functions and transformed into mere backgrounds for tourists’ selfies. This study aims to explore the production and consumption of the destination space in Kota Tua Jakarta in regard to technology and the contemporary tourist gaze (selfie and Instagram). This article is a descriptive qualitative study in which historical narratives of Kota Tua Jakarta and tourist selfies in Kota Tua Jakarta are analyzed. The production of space in Kota Tua Jakarta in this article follows Henri Lefebvre’s production of social space and the concept presented by Ignacio Farías in framing urban space into destination space. Tourist selfies in Kota Tua Jakarta are analyzed with qualitative content analysis to find the consumption pattern of the destination space. This study finds that tourists almost always dominate the selfie scene relative to the buildings in the photograph. The study concludes that tourist selfies f
{"title":"PRODUKSI DAN KONSUMSI RUANG PARIWISATA MELALUI SWAFOTO INSTAGRAM. STUDI KASUS KOTA TUA JAKARTA","authors":"Alvin Try Dandy, A. S. Ekomadyo, Hadi Jaya Putra","doi":"10.26418/lantang.v9i2.53974","DOIUrl":"https://doi.org/10.26418/lantang.v9i2.53974","url":null,"abstract":"Kegiatan pariwisata menciptakan realitas paralel dalam ruang urban berupa ruang pariwisata. Dalam ruang pariwisata, elemen urban mengalami transformasi melalui tourist gaze. Kawasan Kota Tua Jakarta bertransformasi dari pusat administrasi VOC (Perusahaan Hindia Timur Belanda) menjadi kawasan wisata di Provinsi DKI Jakarta. Bangunan-bangunan VOC berhenti menjadi objek arsitektur fungsional dan bertransformasi menjadi latar foto bagi wisatawan dalam suatu narasi pariwisata. Penelitian ini membahas produksi dan konsumsi ruang pariwisata di Kota Tua Jakarta melalui teknologi dan tourist gaze kontemporer, yaitu melalui selfie (swafoto) dan situs media sosial Instagram. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif yang meninjau deskripsi historis Kota Tua Jakarta dan swafoto turis Kota Tua Jakarta yang diunggah ke Instagram. Produksi ruang di Kota Tua Jakarta dibaca berdasarkan teori Lefebvre mengenai produksi ruang sosial dan konsep yang diajukan Farías dalam membingkai ruang urban menjadi ruang pariwisata. Kemudian, swafoto wisatawan dianalisis menggunakan qualitative content analysis untuk menemukan pola konsumsi ruang pariwisata Kota Tua Jakarta. Penelitian menemukan bahwa wisatawan hampir selalu tampil lebih dominan dibandingkan bangunan yang turut ditampilkan dalam swafoto. Penelitian menyimpulkan bahwa swafoto wisatawan membingkai dan mereduksi elemen urban Kota Tua Jakarta menjadi komoditas visual dalam sebuah ruang pariwisata. Penelitian ini diharapkan berkontribusi dalam diskusi mengenai kegiatan pariwisata kontemporer terkait tempat-tempat bersejarah. PRODUCTION AND CONSUMPTION OF TOURISM SPACE THROUGH INSTAGRAM SELFIES. A CASE STUDY OF KOTA TUA JAKARTATourist activities create destination space as a parallel reality in an urban space. In destination space, urban elements are transformed through the tourist gaze. Kota Tua Jakarta began as the administration center of VOC (Netherlands East Indies Company) and turned into a tourist destination in Jakarta Special Capital Region. VOC administrative buildings stopped serving their original functions and transformed into mere backgrounds for tourists’ selfies. This study aims to explore the production and consumption of the destination space in Kota Tua Jakarta in regard to technology and the contemporary tourist gaze (selfie and Instagram). This article is a descriptive qualitative study in which historical narratives of Kota Tua Jakarta and tourist selfies in Kota Tua Jakarta are analyzed. The production of space in Kota Tua Jakarta in this article follows Henri Lefebvre’s production of social space and the concept presented by Ignacio Farías in framing urban space into destination space. Tourist selfies in Kota Tua Jakarta are analyzed with qualitative content analysis to find the consumption pattern of the destination space. This study finds that tourists almost always dominate the selfie scene relative to the buildings in the photograph. The study concludes that tourist selfies f","PeriodicalId":31830,"journal":{"name":"Langkau Betang Jurnal Arsitektur","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-10-28","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"44951412","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2022-10-28DOI: 10.26418/lantang.v9i2.54758
Zadha Faedhillah Rana, Dewi Larasati, Yudhiarma Yudhiarma
Perkembangan teknologi dan tingginya kebutuhan transportasi bagi masyarakat memicu munculnya ojek online yang menyebabkan terjadinya fenomena tempat menunggu khususnya di daerah yang berpotensi memiliki banyak konsumen seperti Kalimantan Barat dan Sulawesi Selatan yang menggunakan ruang terbuka dan tempat umum yang dapat mengganggu mobilitas transportasi lainnya seperti kemacetan. Dari fenomena tersebut, tanggung jawab penyedia jasa ojek online terhadap kelancaran aksesibilitas transportasi dapat dipertanyakan. Maka dari itu, tujuan dari penelitian ini sebagai langkah awal untuk melihat preferensi tempat menunggu yang digunakan pengemudi ojek online dalam penentuan titik-titik lokasi shelter dan mengidentifikasi kondisi serta permasalahan ruang yang dihadapi pada tempat menunggu di Kalimantan Barat dan Sulawesi Selatan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang bersifat eksploratif secara terbuka (open-ended) dengan teknik convenience sampling melalui kuesioner daring. Data dianalisis menggunakan 3 tahap yaitu open coding, axial coding dan selective coding. Hasil dari penelitian didapatkan 9 lokasi pengemudi ojek online dalam memilih tempat menunggu dan 6 permasalahan ruang yang dihadapi pengemudi ojek online yaitu permasalahan ruang ojek online pada ruang terbuka dan fasilitas umum; tempat kuliner dan hunian; perkantoran dan fleksibilitas; fasilitas pendidikan; supermarket; dan pusat perbelanjaan. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan pengelolah atau penyedia jasa ojek online dalam menentukan tempat penyediaan dan pengelolaan shelter. ONLINE TAXI BIKE DRIVER'S PREFERENCES TO LOCATION AND WAITING AREA REQUIREMENTS IN WEST KALIMANTAN AND SOUTH SULAWESI The development of technology and society’s demand for transportation triggered the emergence of online taxi bike. Which causes waiting places, especially in areas that have a lot of consumers, such as West Kalimantan and South Sulawesi that use open spaces and places that can interfere with other transportation mobility, such as congestion. From this phenomenon, the responsibility of online taxi bike service providers for transportation accessibility can be questioned. Therefore, the purpose of this study is as the first step is to look at the preferences of waiting places used by online taxi bike drivers at shelter locations and identify the conditions and space problems encountered in waiting areas in West Kalimantan and South Sulawesi. This research uses a qualitative method that is open-ended with a convenience sampling technique through a bold questionnaire. Data analysis used three stages, namely open coding, axial coding, and selective coding. The results of the study obtained 9 locations of online taxi bike drivers in choosing a place to wait and six problems faced by online taxi bike drivers, namely the problem of online taxi bike drivers in open spaces and public facilities; culinary and residential places; offices and flexibility; educational facilities; supermark
{"title":"PREFERENSI PENGEMUDI OJEK ONLINE TERHADAP LOKASI DAN KEBUTUHAN RUANG TEMPAT MENUNGGU DI KALIMANTAN BARAT DAN SULAWESI SELATAN","authors":"Zadha Faedhillah Rana, Dewi Larasati, Yudhiarma Yudhiarma","doi":"10.26418/lantang.v9i2.54758","DOIUrl":"https://doi.org/10.26418/lantang.v9i2.54758","url":null,"abstract":"Perkembangan teknologi dan tingginya kebutuhan transportasi bagi masyarakat memicu munculnya ojek online yang menyebabkan terjadinya fenomena tempat menunggu khususnya di daerah yang berpotensi memiliki banyak konsumen seperti Kalimantan Barat dan Sulawesi Selatan yang menggunakan ruang terbuka dan tempat umum yang dapat mengganggu mobilitas transportasi lainnya seperti kemacetan. Dari fenomena tersebut, tanggung jawab penyedia jasa ojek online terhadap kelancaran aksesibilitas transportasi dapat dipertanyakan. Maka dari itu, tujuan dari penelitian ini sebagai langkah awal untuk melihat preferensi tempat menunggu yang digunakan pengemudi ojek online dalam penentuan titik-titik lokasi shelter dan mengidentifikasi kondisi serta permasalahan ruang yang dihadapi pada tempat menunggu di Kalimantan Barat dan Sulawesi Selatan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang bersifat eksploratif secara terbuka (open-ended) dengan teknik convenience sampling melalui kuesioner daring. Data dianalisis menggunakan 3 tahap yaitu open coding, axial coding dan selective coding. Hasil dari penelitian didapatkan 9 lokasi pengemudi ojek online dalam memilih tempat menunggu dan 6 permasalahan ruang yang dihadapi pengemudi ojek online yaitu permasalahan ruang ojek online pada ruang terbuka dan fasilitas umum; tempat kuliner dan hunian; perkantoran dan fleksibilitas; fasilitas pendidikan; supermarket; dan pusat perbelanjaan. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan pengelolah atau penyedia jasa ojek online dalam menentukan tempat penyediaan dan pengelolaan shelter. ONLINE TAXI BIKE DRIVER'S PREFERENCES TO LOCATION AND WAITING AREA REQUIREMENTS IN WEST KALIMANTAN AND SOUTH SULAWESI The development of technology and society’s demand for transportation triggered the emergence of online taxi bike. Which causes waiting places, especially in areas that have a lot of consumers, such as West Kalimantan and South Sulawesi that use open spaces and places that can interfere with other transportation mobility, such as congestion. From this phenomenon, the responsibility of online taxi bike service providers for transportation accessibility can be questioned. Therefore, the purpose of this study is as the first step is to look at the preferences of waiting places used by online taxi bike drivers at shelter locations and identify the conditions and space problems encountered in waiting areas in West Kalimantan and South Sulawesi. This research uses a qualitative method that is open-ended with a convenience sampling technique through a bold questionnaire. Data analysis used three stages, namely open coding, axial coding, and selective coding. The results of the study obtained 9 locations of online taxi bike drivers in choosing a place to wait and six problems faced by online taxi bike drivers, namely the problem of online taxi bike drivers in open spaces and public facilities; culinary and residential places; offices and flexibility; educational facilities; supermark","PeriodicalId":31830,"journal":{"name":"Langkau Betang Jurnal Arsitektur","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-10-28","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"45544499","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2022-10-28DOI: 10.26418/lantang.v9i2.50070
Estar Putra Akbar, Yudithya Ratih, Caesar Destria, M. Ikram
Apotek merupakan fasilitas pelayanan kefarmasian yang langsung berinteraksi dengan masyarakat secara luas, membuat posisinya menjadi sangat vital selama era pandemi Covid-19 yaitu dalam hal pelayanan resep dan swamedikasi. Kondisi ini menjadi perhatian khusus karena fungsi pelayanan harus tetap berjalan dengan memperhatikan pencegahan terhadap penyebaran Covid-19, terlebih lagi saat memasuki era New Normal atau Tatanan Baru. Beberapa fenomena di lapangan ditemukan beberapa apotek telah melakukan upaya antisipasi dengan penerapan protokol Covid-19 selama era New Normal dengan cara melakukan adaptasi/perubahan ataupun penyesuaian setting selama memberikan pelayanan kefarmasian. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi tingkat adaptasi perubahan setting apotek selama era New Normal yang dikaitkan dengan protokol pencegahan penyebaran Covid-19. Metode pengamatan yang dipilih adalah menggunakan Behavior Mapping, place centered Mapping dengan metode ini maka pengamatan terharap setting ruang akan lebih terlihat bagaimana perubahan penerapan protokol Covid-19 selama pandemi. Dengan hasil temuan, adaptasi setting ruang selama New Normal dapat di klasifikasikan menjadi IV tingkat, dengan tertinggi yaitu menerapkan tiga protokol Covid-19 (kategori tingkat II-66.7%), ditemukan bahwa semakin ramai jumlah pengunjung apotek maka tingkat tingkat penerapan protokol Covid-19 akan semakin tinggi pula, dan ditemukan bahwa setting ruang yang mengalami adaptasi atau perubahan selama New Normal bersifat settingnya semi-fix. ADAPTATION OF PHARMACEUTICAL SPACE SETTINGS IN THE NEW NORMAL ERAPharmacies are pharmaceutical service facilities that directly interact with the wider community, making their position very vital during the Covid-19 pandemic era, namely in terms of prescription and self-medication services. This condition is of special concern because the service function must continue to run with attention to prevention of the spread of Covid-19, especially when entering the New Normal era or the New Order. Several phenomena in the field were found that several pharmacies had made anticipatory efforts by implementing the Covid-19 protocol during the New Normal era by adapting / changing or adjusting settings while providing pharmaceutical services. This study aims to identify the level of adaptation to changes in pharmacy settings during the New Normal era which is associated with the protocol to prevent the spread of Covid-19. The observation method chosen is to use Behavior Mapping, place centered Mapping with this method, it is hoped that the observation of the room setting will be more visible how the changes in the implementation of the Covid-19 protocol during the pandemic. With the findings, adaptation of room settings during the New Normal can be classified into level IV, with the highest being applying the three Covid-19 protocols (category level II-66.7%), it was found that the more crowded the pharmacy visitors, the higher the level of implementa
{"title":"ADAPTASI SETTING RUANG APOTEK DI ERA NEW NORMAL","authors":"Estar Putra Akbar, Yudithya Ratih, Caesar Destria, M. Ikram","doi":"10.26418/lantang.v9i2.50070","DOIUrl":"https://doi.org/10.26418/lantang.v9i2.50070","url":null,"abstract":"Apotek merupakan fasilitas pelayanan kefarmasian yang langsung berinteraksi dengan masyarakat secara luas, membuat posisinya menjadi sangat vital selama era pandemi Covid-19 yaitu dalam hal pelayanan resep dan swamedikasi. Kondisi ini menjadi perhatian khusus karena fungsi pelayanan harus tetap berjalan dengan memperhatikan pencegahan terhadap penyebaran Covid-19, terlebih lagi saat memasuki era New Normal atau Tatanan Baru. Beberapa fenomena di lapangan ditemukan beberapa apotek telah melakukan upaya antisipasi dengan penerapan protokol Covid-19 selama era New Normal dengan cara melakukan adaptasi/perubahan ataupun penyesuaian setting selama memberikan pelayanan kefarmasian. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi tingkat adaptasi perubahan setting apotek selama era New Normal yang dikaitkan dengan protokol pencegahan penyebaran Covid-19. Metode pengamatan yang dipilih adalah menggunakan Behavior Mapping, place centered Mapping dengan metode ini maka pengamatan terharap setting ruang akan lebih terlihat bagaimana perubahan penerapan protokol Covid-19 selama pandemi. Dengan hasil temuan, adaptasi setting ruang selama New Normal dapat di klasifikasikan menjadi IV tingkat, dengan tertinggi yaitu menerapkan tiga protokol Covid-19 (kategori tingkat II-66.7%), ditemukan bahwa semakin ramai jumlah pengunjung apotek maka tingkat tingkat penerapan protokol Covid-19 akan semakin tinggi pula, dan ditemukan bahwa setting ruang yang mengalami adaptasi atau perubahan selama New Normal bersifat settingnya semi-fix. ADAPTATION OF PHARMACEUTICAL SPACE SETTINGS IN THE NEW NORMAL ERAPharmacies are pharmaceutical service facilities that directly interact with the wider community, making their position very vital during the Covid-19 pandemic era, namely in terms of prescription and self-medication services. This condition is of special concern because the service function must continue to run with attention to prevention of the spread of Covid-19, especially when entering the New Normal era or the New Order. Several phenomena in the field were found that several pharmacies had made anticipatory efforts by implementing the Covid-19 protocol during the New Normal era by adapting / changing or adjusting settings while providing pharmaceutical services. This study aims to identify the level of adaptation to changes in pharmacy settings during the New Normal era which is associated with the protocol to prevent the spread of Covid-19. The observation method chosen is to use Behavior Mapping, place centered Mapping with this method, it is hoped that the observation of the room setting will be more visible how the changes in the implementation of the Covid-19 protocol during the pandemic. With the findings, adaptation of room settings during the New Normal can be classified into level IV, with the highest being applying the three Covid-19 protocols (category level II-66.7%), it was found that the more crowded the pharmacy visitors, the higher the level of implementa","PeriodicalId":31830,"journal":{"name":"Langkau Betang Jurnal Arsitektur","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-10-28","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"46771406","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2022-10-28DOI: 10.26418/lantang.v9i2.50839
M. D. Huzairin, Anna Oktaviana
Pondasi Kalang pada Rumah Tradisional Banjar adalah pondasi yang sudah digunakan selama ratusan tahun di kawasan tanah rawa di Banjarmasin dan sekitarnya, merupakan pondasi yang sudah teruji kekuatan dan ketahanannya selama ratusan tahun. Sebagai suatu jenis pondasi yang sudah teruji oleh waktu, beban dan cuaca, sistem struktur pondasi rumah tradisional Banjar tersebut merupakan obyek struktur yang sangat berharga untuk dikaji lebih mendalam tentang kekuatan, efisiensi dan efektifitasnya. Untuk mengkaji kekuatan dan ketahanannya dilakukan melalui identifikasi pondasi tersebut dari literatur dan survey lapangan, serta perhitungan terhadap beban dan tegangan yang terjadi pada rumah model dibandingkan dengan beban dan tegangan maksimal. Hasil analisis menunjukkan bahwa pondasi Kalang terdiri dari elemen Tihang, Tongkat, Sunduk dan Kalang, dimana 3 bahan yang pertama terbuat dari kayu ulin (Eusideroxylon Zwageri) yang tahan terhadap iklim dan cuaca, sedangkan Kalang terbuat dari kayu kapurnaga (Calophyllum Soulattri) atau galam (Melaleuca Leucadendron), namun ditempatkan selalu di bawah air tanah terendah sehingga terhindar dari pelapukan. Tihang dan Tongkat sangat kuat, dimana kuat tekan dan kuat tekuknya jauh melebihi beban yang bekerja padanya. Sunduk memiliki ketahanan dan kekuatan dalam menahan beban yang bekerja padanya, dimana hal ini ditunjukkan oleh tegangan lentur, tegangan geser dan tegangan tumpunya yang cukup jauh di bawah tegangan izinnya. Daya dukung pondasi kalang galam/ kapurnaga lebih besar dari beban yang bekerja padanya, kecuali pada Tihang koordinat 15-W dan 17-W yang melebihi daya dukung dengan selisih yang relatif kecil sebesar 1,06 kg. Karenanya pondasi kalang dapat menghindari penurunan struktur atau badan bangunan. ECO FRIENDLY FOUNDATIONS IN SWAMP LAND: STUDY OF STRENGTH AND RESISTANCE OF KALANG FOUNDATIONS OF TRADITIONAL BANJAR HOUSESThe Kalang Foundation of the Banjar Traditional House is a foundation that has been used for hundreds of years in the swampy area of Banjarmasin and its surroundings. A foundation that has been tested for strength and durability for hundreds of years. But currently not used anymore. As a type of foundation tested by time, load, and weather, the traditional Banjar house foundation structure system is a valuable structural object to be studied more deeply in its strength, efficiency, and effectiveness. It is done to assess its strength and durability by identifying the foundation from literature and field surveys, as well as calculating the loads and stresses that occur in the model house compared to the maximum load and stress. The analysis results show that the Kalang foundation consists of elements of Tihang, Tongkat, Sunduk, and Kalang, where the first three materials are made from ulin wood (Eusideroxylon Zwageri) which is resistant to climate and weather. In contrast, the Kalang is made of kapurnaga (Calophyllum Soulattri) or galam (Melaleuca Leucadendron) but is always placed under the lo
{"title":"PONDASI RAMAH LINGKUNGAN di TANAH RAWA: KAJIAN KEKUATAN DAN KETAHANAN PONDASI KALANG PADA RUMAH TRADISIONAL BANJAR","authors":"M. D. Huzairin, Anna Oktaviana","doi":"10.26418/lantang.v9i2.50839","DOIUrl":"https://doi.org/10.26418/lantang.v9i2.50839","url":null,"abstract":"Pondasi Kalang pada Rumah Tradisional Banjar adalah pondasi yang sudah digunakan selama ratusan tahun di kawasan tanah rawa di Banjarmasin dan sekitarnya, merupakan pondasi yang sudah teruji kekuatan dan ketahanannya selama ratusan tahun. Sebagai suatu jenis pondasi yang sudah teruji oleh waktu, beban dan cuaca, sistem struktur pondasi rumah tradisional Banjar tersebut merupakan obyek struktur yang sangat berharga untuk dikaji lebih mendalam tentang kekuatan, efisiensi dan efektifitasnya. Untuk mengkaji kekuatan dan ketahanannya dilakukan melalui identifikasi pondasi tersebut dari literatur dan survey lapangan, serta perhitungan terhadap beban dan tegangan yang terjadi pada rumah model dibandingkan dengan beban dan tegangan maksimal. Hasil analisis menunjukkan bahwa pondasi Kalang terdiri dari elemen Tihang, Tongkat, Sunduk dan Kalang, dimana 3 bahan yang pertama terbuat dari kayu ulin (Eusideroxylon Zwageri) yang tahan terhadap iklim dan cuaca, sedangkan Kalang terbuat dari kayu kapurnaga (Calophyllum Soulattri) atau galam (Melaleuca Leucadendron), namun ditempatkan selalu di bawah air tanah terendah sehingga terhindar dari pelapukan. Tihang dan Tongkat sangat kuat, dimana kuat tekan dan kuat tekuknya jauh melebihi beban yang bekerja padanya. Sunduk memiliki ketahanan dan kekuatan dalam menahan beban yang bekerja padanya, dimana hal ini ditunjukkan oleh tegangan lentur, tegangan geser dan tegangan tumpunya yang cukup jauh di bawah tegangan izinnya. Daya dukung pondasi kalang galam/ kapurnaga lebih besar dari beban yang bekerja padanya, kecuali pada Tihang koordinat 15-W dan 17-W yang melebihi daya dukung dengan selisih yang relatif kecil sebesar 1,06 kg. Karenanya pondasi kalang dapat menghindari penurunan struktur atau badan bangunan. ECO FRIENDLY FOUNDATIONS IN SWAMP LAND: STUDY OF STRENGTH AND RESISTANCE OF KALANG FOUNDATIONS OF TRADITIONAL BANJAR HOUSESThe Kalang Foundation of the Banjar Traditional House is a foundation that has been used for hundreds of years in the swampy area of Banjarmasin and its surroundings. A foundation that has been tested for strength and durability for hundreds of years. But currently not used anymore. As a type of foundation tested by time, load, and weather, the traditional Banjar house foundation structure system is a valuable structural object to be studied more deeply in its strength, efficiency, and effectiveness. It is done to assess its strength and durability by identifying the foundation from literature and field surveys, as well as calculating the loads and stresses that occur in the model house compared to the maximum load and stress. The analysis results show that the Kalang foundation consists of elements of Tihang, Tongkat, Sunduk, and Kalang, where the first three materials are made from ulin wood (Eusideroxylon Zwageri) which is resistant to climate and weather. In contrast, the Kalang is made of kapurnaga (Calophyllum Soulattri) or galam (Melaleuca Leucadendron) but is always placed under the lo","PeriodicalId":31830,"journal":{"name":"Langkau Betang Jurnal Arsitektur","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-10-28","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"45324590","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2022-10-28DOI: 10.26418/lantang.v9i2.51813
Gun Faisal, Ikaputra Ikaputra
Jenjang permukiman di Indonesia memiliki keberagaman yang mengacu kepada istilah lokal. Generalisasi terjadi ketika sebuah organisasi yang disebut negara berdiri dengan undang-undang yang mengatur penamaan hierarki tersebut. Tulisan ini mencoba melihat bagaimana teori hierarki permukiman secara umum dalam konteks global menjadi dasar dalam pengelompokan jenjang permukiman yang ada di Indonesia. Mixed-methods systematic review digunakan sebagai metodologi penelitian, dengan mengumpulkan dan mengevaluasi penelitian yang berfokus pada hierarki permukiman. Diawali dengan menetapkan tujuan penelitian berserta tipe evidence; dilanjutkan dengan pencarian literatur berdasarkan kategori yang ditetapkan; Selanjutnya penilaian studi; dan mengelompokkan temuan tersebut; dan diakhiri dengan menetapkan dan menyimpulkan temuan sebagai koteks atau hasil ulasan. Hasil penelitian ini berupa pen-tipe-an hierarki pemrukiman tradisional yaitu; Tipe pertama disebut kelompok pertanian, kelompok ini terbentuk dalam konteks kegiatan bertahan hidup dengan keluarga inti; Tipe kedua disebut kelompok bermukim; sebagai upaya menjaga tradisi dan kebudayaan dalam satu kekerabatan; Tipe ketiga berupa kumpulan kelompok bermukim (kelompok suku) yang berdasarkan pada satu garis keturunan yang lebih jauh; Tipe keempat disebut kumpulan kelompok suku (kelompok adat), kumpulan dari kampung atau persukuan tadi membentuk hierarki yang lebih tinggi; Sedangkan Tipe berikutnya di atas kampung jenjang tersebut mulai samar, karena tidak banyak daerah yang memiliki hierarki yang di atas kampung.TYPOLOGY OF SETTLEMENT IN INDONESIA: HIERARCHY, DICHOTOMY, SOCIAL CONTEXT, AND SPATIALThe hierarchy of settlement in Indonesia has a diversity that refers to local terms. Generalization occurs when an organization called a state exists with laws governing the establishment of the hierarchy. This paper tries to see how the general settlement hierarchy theory in a global context becomes the basis for classifying settlement levels in Indonesia. The mixed-methods systematic review is used as a research methodology by collecting and evaluating research focusing on settlement hierarchies. Beginning with determining the research objectives along with the type of evidence; followed by a literature search based on the defined category; Further assessment studies; grouping the findings, and ending by establishing and concluding the findings as to the context or results of the review. The results of this study are in the form of typing the traditional settlement hierarchy; namely, The first type is called the agricultural group. This group is formed in the context of survival activities with the nuclear family. The second type is called a resident group as an effort to maintain tradition and culture in one kinship. The third type is a collection of settled groups (tribal groups) based on a more distant lineage. The fourth type is called a collection of tribal groups (customary groups), where the collection of vill
{"title":"TIPOLOGI PERMUKIMAN DI INDONESIA: PENJEJANGAN, DIKOTOMI, KONTEKS SOSIAL DAN SPASIAL","authors":"Gun Faisal, Ikaputra Ikaputra","doi":"10.26418/lantang.v9i2.51813","DOIUrl":"https://doi.org/10.26418/lantang.v9i2.51813","url":null,"abstract":"Jenjang permukiman di Indonesia memiliki keberagaman yang mengacu kepada istilah lokal. Generalisasi terjadi ketika sebuah organisasi yang disebut negara berdiri dengan undang-undang yang mengatur penamaan hierarki tersebut. Tulisan ini mencoba melihat bagaimana teori hierarki permukiman secara umum dalam konteks global menjadi dasar dalam pengelompokan jenjang permukiman yang ada di Indonesia. Mixed-methods systematic review digunakan sebagai metodologi penelitian, dengan mengumpulkan dan mengevaluasi penelitian yang berfokus pada hierarki permukiman. Diawali dengan menetapkan tujuan penelitian berserta tipe evidence; dilanjutkan dengan pencarian literatur berdasarkan kategori yang ditetapkan; Selanjutnya penilaian studi; dan mengelompokkan temuan tersebut; dan diakhiri dengan menetapkan dan menyimpulkan temuan sebagai koteks atau hasil ulasan. Hasil penelitian ini berupa pen-tipe-an hierarki pemrukiman tradisional yaitu; Tipe pertama disebut kelompok pertanian, kelompok ini terbentuk dalam konteks kegiatan bertahan hidup dengan keluarga inti; Tipe kedua disebut kelompok bermukim; sebagai upaya menjaga tradisi dan kebudayaan dalam satu kekerabatan; Tipe ketiga berupa kumpulan kelompok bermukim (kelompok suku) yang berdasarkan pada satu garis keturunan yang lebih jauh; Tipe keempat disebut kumpulan kelompok suku (kelompok adat), kumpulan dari kampung atau persukuan tadi membentuk hierarki yang lebih tinggi; Sedangkan Tipe berikutnya di atas kampung jenjang tersebut mulai samar, karena tidak banyak daerah yang memiliki hierarki yang di atas kampung.TYPOLOGY OF SETTLEMENT IN INDONESIA: HIERARCHY, DICHOTOMY, SOCIAL CONTEXT, AND SPATIALThe hierarchy of settlement in Indonesia has a diversity that refers to local terms. Generalization occurs when an organization called a state exists with laws governing the establishment of the hierarchy. This paper tries to see how the general settlement hierarchy theory in a global context becomes the basis for classifying settlement levels in Indonesia. The mixed-methods systematic review is used as a research methodology by collecting and evaluating research focusing on settlement hierarchies. Beginning with determining the research objectives along with the type of evidence; followed by a literature search based on the defined category; Further assessment studies; grouping the findings, and ending by establishing and concluding the findings as to the context or results of the review. The results of this study are in the form of typing the traditional settlement hierarchy; namely, The first type is called the agricultural group. This group is formed in the context of survival activities with the nuclear family. The second type is called a resident group as an effort to maintain tradition and culture in one kinship. The third type is a collection of settled groups (tribal groups) based on a more distant lineage. The fourth type is called a collection of tribal groups (customary groups), where the collection of vill","PeriodicalId":31830,"journal":{"name":"Langkau Betang Jurnal Arsitektur","volume":"1 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-10-28","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"42254899","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2022-10-28DOI: 10.26418/lantang.v9i2.53651
William Octovianus, Roni Sugiarto
Jalan Braga merupakan salah satu ruang kota yang memiliki nilai sejarah yang tinggi sekaligus menjadi destinasi wisata ikonik di Kota Bandung yang dipadati oleh banyak orang yang melakukan kegiatan ekonomi dan kegiatan wisata. Kondisi Jalan Braga yang didominasi oleh bangunan cagar budaya mempengaruhi perilaku penggunanya dalam beraktivitas, dengan bentuk ruang koridor yang unik dengan elemen arsitektural pelingkup ruang yang cukup beragam. Bentuk ruang yang unik ini menimbulkan pengaruh terhadap pembentukan kualitas soundscape yang berbeda sepanjang Jalan Braga. Metode analisis yang digunakan adalah teknik soundwalk yang bertujuan untuk mengidentifikasi dan memahami karakter suara yang muncul pada Jalan Braga kemudian mengidentifikasi elemen arsitektural pembentuk ruang serta proporsinya serta kaitan keduanya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peran elemen arsitektural dan proporsi terhadap pembentukan kualitas soundscape pada Jalan Braga. Hasil temuan yang didapat adalah elemen arsitektural dan proporsi memiliki relasi yang kuat terhadap pembentukan kualitas soundscape pada Jalan Braga, dengan elemen arsitektural yang berperan sebagai filter dan switch dinilai mampu meningkatkan kualitas soundscape, sedangkan nilai proporsi D/H >1 cenderung mampu meningkatkan kualitas soundscape pada Jalan Braga. Dengan demikian, peran elemen arsitektural baik vertical plane maupun horizontal plane sebagai filter dan barrier perlu ditambahkan untuk mereduksi suara yang dikategorikan mengganggu yaitu kendaraan bermotor dan kereta api.SOUNDSCAPE STUDY AS A CRITICISM OF ARCHITECTURAL PROPORTION AND ELEMENTS AT JALAN BRAGA, BANDUNGBraga street is one of the city spaces with a high historical value. It is an iconic tourist destination in the city of Bandung, which is crowded with many people who carry out economic and tourism activities. Braga street condition, which is dominated by cultural heritage buildings, influences the behavior of its users in their activities with a unique form of corridor space with architectural elements that cover quite a variety of spaces. This unique form of space influences the formation of a different quality soundscape along Braga Street. The analytical method used is the soundwalk technique which aims to identify and understand the character of the sound that appears on Braga Street, then identifies the architectural elements that make up the space and their proportions and the relationship between them. This study aimed to determine the role of architectural elements and their ratios on the formation of soundscape quality on Braga Street. The findings obtained are that architectural elements and proportions have a solid relationship to the formation of soundscape quality on Braga Street, with architectural details that act as filters and switches considered to improve the soundscape quality. In contrast, the value of the proportion of D/H >1 tends to be able to improve the quality of the soundscape on Jalan Braga. Thus,
{"title":"KAJIAN SOUNDSCAPE SEBAGAI KRITIK TERHADAP PROPORSI DAN ELEMEN ARSITEKTURAL DI JALAN BRAGA, BANDUNG","authors":"William Octovianus, Roni Sugiarto","doi":"10.26418/lantang.v9i2.53651","DOIUrl":"https://doi.org/10.26418/lantang.v9i2.53651","url":null,"abstract":"Jalan Braga merupakan salah satu ruang kota yang memiliki nilai sejarah yang tinggi sekaligus menjadi destinasi wisata ikonik di Kota Bandung yang dipadati oleh banyak orang yang melakukan kegiatan ekonomi dan kegiatan wisata. Kondisi Jalan Braga yang didominasi oleh bangunan cagar budaya mempengaruhi perilaku penggunanya dalam beraktivitas, dengan bentuk ruang koridor yang unik dengan elemen arsitektural pelingkup ruang yang cukup beragam. Bentuk ruang yang unik ini menimbulkan pengaruh terhadap pembentukan kualitas soundscape yang berbeda sepanjang Jalan Braga. Metode analisis yang digunakan adalah teknik soundwalk yang bertujuan untuk mengidentifikasi dan memahami karakter suara yang muncul pada Jalan Braga kemudian mengidentifikasi elemen arsitektural pembentuk ruang serta proporsinya serta kaitan keduanya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peran elemen arsitektural dan proporsi terhadap pembentukan kualitas soundscape pada Jalan Braga. Hasil temuan yang didapat adalah elemen arsitektural dan proporsi memiliki relasi yang kuat terhadap pembentukan kualitas soundscape pada Jalan Braga, dengan elemen arsitektural yang berperan sebagai filter dan switch dinilai mampu meningkatkan kualitas soundscape, sedangkan nilai proporsi D/H >1 cenderung mampu meningkatkan kualitas soundscape pada Jalan Braga. Dengan demikian, peran elemen arsitektural baik vertical plane maupun horizontal plane sebagai filter dan barrier perlu ditambahkan untuk mereduksi suara yang dikategorikan mengganggu yaitu kendaraan bermotor dan kereta api.SOUNDSCAPE STUDY AS A CRITICISM OF ARCHITECTURAL PROPORTION AND ELEMENTS AT JALAN BRAGA, BANDUNGBraga street is one of the city spaces with a high historical value. It is an iconic tourist destination in the city of Bandung, which is crowded with many people who carry out economic and tourism activities. Braga street condition, which is dominated by cultural heritage buildings, influences the behavior of its users in their activities with a unique form of corridor space with architectural elements that cover quite a variety of spaces. This unique form of space influences the formation of a different quality soundscape along Braga Street. The analytical method used is the soundwalk technique which aims to identify and understand the character of the sound that appears on Braga Street, then identifies the architectural elements that make up the space and their proportions and the relationship between them. This study aimed to determine the role of architectural elements and their ratios on the formation of soundscape quality on Braga Street. The findings obtained are that architectural elements and proportions have a solid relationship to the formation of soundscape quality on Braga Street, with architectural details that act as filters and switches considered to improve the soundscape quality. In contrast, the value of the proportion of D/H >1 tends to be able to improve the quality of the soundscape on Jalan Braga. Thus,","PeriodicalId":31830,"journal":{"name":"Langkau Betang Jurnal Arsitektur","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-10-28","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"48448305","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2022-10-28DOI: 10.26418/lantang.v9i2.51920
Ni Ketut Agusintadewi, Km Teja Nugraha, W. Widiastuti
Sebagai salah satu ruang terbuka publik di pusat Kota Denpasar, Lapangan Puputan Badung merupakan lapangan yang paling banyak diminati oleh pengunjung karena mewadahi berbagai kegiatan warga kota untuk berekreasi, berolahraga, bahkan berdagang. Sebagai urban heritage Kota Denpasar, kawasan lapangan ini juga menjadi ajang aktivitas budaya. Berbagai aktivitas tersebut sangat potensial memunculkan konflik ruang, terutama pada ruang-ruang yang mewadahi beberapa fungsi karena setiap fungsi memiliki karakter kegiatan yang berbeda. Aktivitas utama dan pola sirkulasi yang dihasilkan oleh pengunjung perlu distudi untuk menghindari konflik ruang. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi aktivitas utama dan pola sirkulasi pengunjung Lapangan Puputan Badung yang didapatkan dari tiga tipologi pelaku dan makna aktivitas mereka selama mengunjungi lapangan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan strategi pendekatan studi kasus. Data diperoleh melalui pengamatan pada lima indikator: pelaku, aktivitas, sirkulasi, waktu, dan bentuk dimensi dasar dari setiap segmen. Teori Gehl, Lang, dan Krier menjadi rujukan untuk menggambarkan pola sirkulasi ke dalam behavioral mapping (pemetaan perilaku). Pemetaan ini dapat memetakan perilaku pengunjung, mengidentifikasikan jenis dan frekuensi perilaku, serta menunjukkan kaitan antara perilaku dengan ruangnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Lapangan Puputan Badung dapat diakses setiap saat oleh siapa saja. Aktivitas utama yang berlangsung pada lapangan tersebut adalah aktivitas berolahraga (jogging) yang dilakukan oleh pengunjung (pelaku sekunder), sedangkan pedagang (pelaku primer) hanya beraktivitas pada tempat dan waktu tertentu. Aktivitas pada pinggir lapangan cenderung mengikuti pola linier, sedangkan pola acak dihasilkan pada aktivitas pelaku di tengah lapangan. Segmen yang paling beragam aktivitasnya menjadi indikator yang baik bagi kelangsungan lapangan ini sebagai ruang publik kota. Penciptaan ruang publik kota yang bermanfaat bagi warganya memerlukan penyediaan sejumlah fasilitas yang memang dibutuhkan, seperti fasilitas untuk berekreasi dan berolahraga, sekaligus juga, menyediakan fasilitas untuk berjualan sesuai tempat dan waktu.CIRCULATION PATTERNS ON URBAN PUBLIC SPACE OF THE LAPANGAN PUPUTAN BADUNG IN DENPASARAmong public spaces in the inner city of Denpasar, Lapangan Puputan Badung is the most popular public space because it accommodates residents' various recreational activities, sports, and even street vendors. As the urban heritage of Denpasar, this field is also a place for cultural activities. These multiple activities can create spatial conflicts, particularly in spaces that accommodate several functions because each function has a different activity character. The main activities of the people and their circulation patterns need to be studied to avoid space conflicts. The study aims to identify the main activities and circulation patterns of the Lapangan Puputan Badung obtained from
{"title":"POLA SIRKULASI LAPANGAN PUPUTAN BADUNG SEBAGAI RUANG PUBLIK KOTA DENPASAR","authors":"Ni Ketut Agusintadewi, Km Teja Nugraha, W. Widiastuti","doi":"10.26418/lantang.v9i2.51920","DOIUrl":"https://doi.org/10.26418/lantang.v9i2.51920","url":null,"abstract":"Sebagai salah satu ruang terbuka publik di pusat Kota Denpasar, Lapangan Puputan Badung merupakan lapangan yang paling banyak diminati oleh pengunjung karena mewadahi berbagai kegiatan warga kota untuk berekreasi, berolahraga, bahkan berdagang. Sebagai urban heritage Kota Denpasar, kawasan lapangan ini juga menjadi ajang aktivitas budaya. Berbagai aktivitas tersebut sangat potensial memunculkan konflik ruang, terutama pada ruang-ruang yang mewadahi beberapa fungsi karena setiap fungsi memiliki karakter kegiatan yang berbeda. Aktivitas utama dan pola sirkulasi yang dihasilkan oleh pengunjung perlu distudi untuk menghindari konflik ruang. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi aktivitas utama dan pola sirkulasi pengunjung Lapangan Puputan Badung yang didapatkan dari tiga tipologi pelaku dan makna aktivitas mereka selama mengunjungi lapangan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan strategi pendekatan studi kasus. Data diperoleh melalui pengamatan pada lima indikator: pelaku, aktivitas, sirkulasi, waktu, dan bentuk dimensi dasar dari setiap segmen. Teori Gehl, Lang, dan Krier menjadi rujukan untuk menggambarkan pola sirkulasi ke dalam behavioral mapping (pemetaan perilaku). Pemetaan ini dapat memetakan perilaku pengunjung, mengidentifikasikan jenis dan frekuensi perilaku, serta menunjukkan kaitan antara perilaku dengan ruangnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Lapangan Puputan Badung dapat diakses setiap saat oleh siapa saja. Aktivitas utama yang berlangsung pada lapangan tersebut adalah aktivitas berolahraga (jogging) yang dilakukan oleh pengunjung (pelaku sekunder), sedangkan pedagang (pelaku primer) hanya beraktivitas pada tempat dan waktu tertentu. Aktivitas pada pinggir lapangan cenderung mengikuti pola linier, sedangkan pola acak dihasilkan pada aktivitas pelaku di tengah lapangan. Segmen yang paling beragam aktivitasnya menjadi indikator yang baik bagi kelangsungan lapangan ini sebagai ruang publik kota. Penciptaan ruang publik kota yang bermanfaat bagi warganya memerlukan penyediaan sejumlah fasilitas yang memang dibutuhkan, seperti fasilitas untuk berekreasi dan berolahraga, sekaligus juga, menyediakan fasilitas untuk berjualan sesuai tempat dan waktu.CIRCULATION PATTERNS ON URBAN PUBLIC SPACE OF THE LAPANGAN PUPUTAN BADUNG IN DENPASARAmong public spaces in the inner city of Denpasar, Lapangan Puputan Badung is the most popular public space because it accommodates residents' various recreational activities, sports, and even street vendors. As the urban heritage of Denpasar, this field is also a place for cultural activities. These multiple activities can create spatial conflicts, particularly in spaces that accommodate several functions because each function has a different activity character. The main activities of the people and their circulation patterns need to be studied to avoid space conflicts. The study aims to identify the main activities and circulation patterns of the Lapangan Puputan Badung obtained from ","PeriodicalId":31830,"journal":{"name":"Langkau Betang Jurnal Arsitektur","volume":" ","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-10-28","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"44345393","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Ruang terbuka publik merupakan suatu ruang yang dapat diakses secara bebas oleh seluruh masyarakat. Salah satu nya adalah alun-alun. Alun-alun merupakan salah satu ruang publik bersejarah yang terus mengalami perubahan seiring waktu dan kebudayaan manusia yang terus berkembang. Sebagai bentuk dari ruang publik, perubahan yang terjadi pada alun-alun tak dapat dilepaskan dari peran institusi pemerintahan dan kebijakan yang diambilnya sebagai pihak yang bertanggung jawab atas kontrol terhadap kota dan ruang-ruang publiknya. Alun-alun Kejaksan berada di jalan Kartini, Kecamatan Kejaksa, Kebon Baru, Cirebon. Alun-alun Kejaksan sebagai ruang terbuka publik telah mengalami beberapa kali perubahan bentuk dan fungsi sejak dibangun tahun 1918. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perubahan bentuk meliputi elemen pembentuk ruang terbuka yang terdiri dari lapangan, taman, jalur pedestrian, serta aspek fungsi yang meliputi fungsi administrasi dan sosial budaya..Metode penelitian yang digunakan adalah menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif dengan melakukan studi literatur, wawancara, dan observasi lapangan. Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah bagaimana transformasi bentuk yang terjadi di Alun-alun Kejaksan
{"title":"TRANSFORMMASI BENTUK DAN FUNGSI ALUN-ALUN KEJAKSAN SEBAGAI RUANG TERBUKA PUBLIK","authors":"Syiva Miftahul Jannah, N. .","doi":"10.59970/jas.v14i2.76","DOIUrl":"https://doi.org/10.59970/jas.v14i2.76","url":null,"abstract":"Ruang terbuka publik merupakan suatu ruang yang dapat diakses secara bebas oleh seluruh masyarakat. Salah satu nya adalah alun-alun. Alun-alun merupakan salah satu ruang publik bersejarah yang terus mengalami perubahan seiring waktu dan kebudayaan manusia yang terus berkembang. Sebagai bentuk dari ruang publik, perubahan yang terjadi pada alun-alun tak dapat dilepaskan dari peran institusi pemerintahan dan kebijakan yang diambilnya sebagai pihak yang bertanggung jawab atas kontrol terhadap kota dan ruang-ruang publiknya. Alun-alun Kejaksan berada di jalan Kartini, Kecamatan Kejaksa, Kebon Baru, Cirebon. Alun-alun Kejaksan sebagai ruang terbuka publik telah mengalami beberapa kali perubahan bentuk dan fungsi sejak dibangun tahun 1918. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perubahan bentuk meliputi elemen pembentuk ruang terbuka yang terdiri dari lapangan, taman, jalur pedestrian, serta aspek fungsi yang meliputi fungsi administrasi dan sosial budaya..Metode penelitian yang digunakan adalah menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif dengan melakukan studi literatur, wawancara, dan observasi lapangan. Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah bagaimana transformasi bentuk yang terjadi di Alun-alun Kejaksan","PeriodicalId":31830,"journal":{"name":"Langkau Betang Jurnal Arsitektur","volume":"36 1","pages":""},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-10-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"74332986","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}