Pub Date : 2020-12-14DOI: 10.33059/jhsk.v15i2.2452
Y. Yunita, Zahratul Idami
Islam prohibits human beings from destructing the environment which can provide detrimental effects on their lives and other creatures. The primary sources of Islamic teachings are Al Qur’an and Al Hadist as well as ijtihad (Fiqh). Fiqh as an Islamic jurisprudence is applied based on the development of the community in the context which derives from the authentic dalils from Islamic sources. In the Fiqh, so-called Fiqh Siyasah, the government plays a vital role in designing policy to align with and capitalize on environmental sustainability. So does Fiqh of the environment. It describes how Islam governs environmental management, so that it can be maintained and preserved from the destruction which can be harmful to human beings and other creatures in this world. This article aims to elaborate some Islamic principles concerning the guidance of environmental management issues which have to be followed by human beings to preserve their dignity and integrity as well as to protect nature and other creatures as a sign that they are indeed the best creation of all.
{"title":"PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP MENURUT PERSPEKTIF FIQIH","authors":"Y. Yunita, Zahratul Idami","doi":"10.33059/jhsk.v15i2.2452","DOIUrl":"https://doi.org/10.33059/jhsk.v15i2.2452","url":null,"abstract":"Islam prohibits human beings from destructing the environment which can provide detrimental effects on their lives and other creatures. The primary sources of Islamic teachings are Al Qur’an and Al Hadist as well as ijtihad (Fiqh). Fiqh as an Islamic jurisprudence is applied based on the development of the community in the context which derives from the authentic dalils from Islamic sources. In the Fiqh, so-called Fiqh Siyasah, the government plays a vital role in designing policy to align with and capitalize on environmental sustainability. So does Fiqh of the environment. It describes how Islam governs environmental management, so that it can be maintained and preserved from the destruction which can be harmful to human beings and other creatures in this world. This article aims to elaborate some Islamic principles concerning the guidance of environmental management issues which have to be followed by human beings to preserve their dignity and integrity as well as to protect nature and other creatures as a sign that they are indeed the best creation of all.","PeriodicalId":448059,"journal":{"name":"Jurnal Hukum Samudra Keadilan","volume":"28 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-12-14","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"125611236","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2020-12-14DOI: 10.33059/jhsk.v15i2.2729
R. Amin
Tulisan ini membedah diskrepansi pelaksanaan omnibus law di Indonesia, antara apa yang idealnya terjadi dengan apa yang nyatanya terjadi. Saat omnibus law diharapkan menjadi solusi ampuh dari ruwetnya regulasi di Indonesia justru realitanya bertransformasi menjadi ladang permasalahan baru yang menuai banyak respon negatif dari berbagai kalangan masyarakat. Omnibus law yang ditafsirkan oleh Pemerintah dan DPR sebagai terobosan progresif untuk mengatasi permasalahan multisektoral ditafsirkan berbeda oleh beberapa kalangan masyarakat dan akademisi sebagai RUU yang cacat, baik dari segi formal maupun material. Meskipun keberadaan omnibus law bukanlah suatu barang baru dalam teori hukum, tetapi keberadaanya masih terdengan asing di dalam dialektika ketatanegaraan Indonesia. Untuk itu tujuan daripada tulisan ini adalah untuk mengupas bagaimana hakikat dari omnibus law dan pelaksanaanya di Indonesia.
{"title":"OMNIBUS LAW ANTARA DESIDERATA DAN REALITA","authors":"R. Amin","doi":"10.33059/jhsk.v15i2.2729","DOIUrl":"https://doi.org/10.33059/jhsk.v15i2.2729","url":null,"abstract":"Tulisan ini membedah diskrepansi pelaksanaan omnibus law di Indonesia, antara apa yang idealnya terjadi dengan apa yang nyatanya terjadi. Saat omnibus law diharapkan menjadi solusi ampuh dari ruwetnya regulasi di Indonesia justru realitanya bertransformasi menjadi ladang permasalahan baru yang menuai banyak respon negatif dari berbagai kalangan masyarakat. Omnibus law yang ditafsirkan oleh Pemerintah dan DPR sebagai terobosan progresif untuk mengatasi permasalahan multisektoral ditafsirkan berbeda oleh beberapa kalangan masyarakat dan akademisi sebagai RUU yang cacat, baik dari segi formal maupun material. Meskipun keberadaan omnibus law bukanlah suatu barang baru dalam teori hukum, tetapi keberadaanya masih terdengan asing di dalam dialektika ketatanegaraan Indonesia. Untuk itu tujuan daripada tulisan ini adalah untuk mengupas bagaimana hakikat dari omnibus law dan pelaksanaanya di Indonesia.","PeriodicalId":448059,"journal":{"name":"Jurnal Hukum Samudra Keadilan","volume":"14 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-12-14","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"132130227","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2020-12-14DOI: 10.33059/jhsk.v15i2.2313
Taryadi Taryadi
Dalam Pasal 247 ayat 2 Qanun Nomor 7 Tahun 2013 Tentang Hukum Acara Jinayat menjelaskan Pelaksanaan uqubat cambuk sebagaimana dimaksud ayat (1) segera dilaksanakan setelah adanya putusan Mahkamah yang mempunyai kekuatan hukum tetap, namun dalam kenyataannya yang terjadi di Kabupaten Aceh Tamiang, Putusan Mahkamah Syar’iyah kuala simpang yang sudah berkekuatan hukum tetap berupa uqubat cambuk tidak dilaksanakan. Penelitian dilakukan dengan tujuan:Untuk mengetahui Bagaimana pengaturan pelaksanaan eksekusi hukuman cambuk berdasarkan Qanun Aceh Nomor 7 tahun 2013 dan Efektifitas Pelaksanaan Eksekusi Hukuman Cambuk Terhadap Pelaku Jinayat Di Kabupaten Aceh Tamiang dalam Perspektif Qanun Hukum Acara Jinayah serta hambatan dan upaya dalam pelaksanaan eksekusi hukuman cambuk terhadap pelaku jinayat di Kabupaten Aceh Tamiang Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan Juridis normatif (legal research) dan agar diperoleh data sekunder dan pendekatan juridis sosiologis serta juga melakukan penelitian lapangan (Field research). Hasil penelitian menunjukan bahwa Pengaturan Pelaksanaan Eksekusi Hukuman Cambuk Berdasarkan Qanun Aceh Nomor 7 tahun 2013 tentang hukum acara jinayah diatur dalam Pasal 247, 252 dan 252 yang dimana jaksa penuntut umum memiliki kewenangan untuk melaksanakan pencambukan dengan berkoordinasi dengan kepala instansi yang membawahi wilayatul Hisbah dalam proses pelaksanaan eksekusi. Efektifitas pelaksanaan eksekusi hukuman cambuk terhadap pelaku jinayat di Kabupaten Aceh Tamiang dalam perspektif qanun hukum acara jinayah belum berjalan secara optimal, dikarenakan setelah inkrahnya putusan mahkamah syar’iyah terhadap pelaku jinayah tidak langsung dilakukannya pencambukan sehingga para pelaku harus mendekam terdahulu kedalam penjara.Hambatan dalam pelaksanaan eksekusi hukuman cambuk terhadap pelaku jinayat di Kabupaten Aceh Tamiang adalah Aparatur hukum tidak patuh hukum, Tidak ada dukungan dari pemerintah setempat berupa alokasi dana maupun sumber daya lainnya untuk terlaksananya hukuman cambuk. tidak ada hukuman pengganti atasnya. Sedangkan upaya yang dapat dilakukan adalah perlunya anggaran yang memadai bagi pelaksanaan cambuk dan Profesionalitas penegak hukum dalam pelaksanaan cambuk bagi pelaku jinayah serta adanya hukuman pengganti selain cambuk.
247一章第2节7号Qanun 2013年关于法律Jinayat节目解释uqubat鞭子(1)节规定实施后立即执行法院的判决有法律的力量仍然存在,但在现实中发生在亚齐Tamiang,县法院判决由'iyah级(的公路已经保持uqubat鞭子、不执行法律。研究目的:知道如何安排进行处决,鞭打根据Qanun 7号自2013年亚齐和有效性,对罪犯执行死刑,鞭打在亚齐Tamiang县Jinayat Qanun视角Jinayah节目以及法律障碍和努力中对罪犯执行死刑,鞭打Jinayat在这个地区亚齐Tamiang研究与其他合法规范Juridis方法(使用描述性方法的研究,获得二级数据和社会学方法,并进行实地研究。调查结果显示,根据2013年坎农亚齐第7号州的刑法,判处鞭刑的安排安排在第247、252和252条,检察官有权与监督地方检察官执行执行过程的机构负责人协调鞭笞。对罪犯执行死刑,鞭打的有效性,在亚齐Tamiang县jinayat qanun jinayah没节目最佳地进行法律视角inkrahnya由法院裁决后,由于间接对罪犯jinayah 'iyah鞭笞者不得不做早期被关进监狱。亚齐泰米朗地区对犯罪分子实施鞭刑的障碍是一种无法无天的法律代理人,当地政府没有为强制执行鞭刑提供资金和其他资源。他没有替代品。虽然可以做的努力是需要有足够的预算来执行鞭子的执行力,以及执法部门对金边施暴者的执行力以及除鞭子以外的其他惩罚。
{"title":"EFEKTIFITAS PELAKSANAAN EKSEKUSI HUKUMAN CAMBUK TERHADAP PELAKU JINAYAT DI KABUPATEN ACEH TAMIANG DALAM PERSPEKTIF QANUN HUKUM ACARA JINAYAH","authors":"Taryadi Taryadi","doi":"10.33059/jhsk.v15i2.2313","DOIUrl":"https://doi.org/10.33059/jhsk.v15i2.2313","url":null,"abstract":"Dalam Pasal 247 ayat 2 Qanun Nomor 7 Tahun 2013 Tentang Hukum Acara Jinayat menjelaskan Pelaksanaan uqubat cambuk sebagaimana dimaksud ayat (1) segera dilaksanakan setelah adanya putusan Mahkamah yang mempunyai kekuatan hukum tetap, namun dalam kenyataannya yang terjadi di Kabupaten Aceh Tamiang, Putusan Mahkamah Syar’iyah kuala simpang yang sudah berkekuatan hukum tetap berupa uqubat cambuk tidak dilaksanakan. \u0000Penelitian dilakukan dengan tujuan:Untuk mengetahui Bagaimana pengaturan pelaksanaan eksekusi hukuman cambuk berdasarkan Qanun Aceh Nomor 7 tahun 2013 dan Efektifitas Pelaksanaan Eksekusi Hukuman Cambuk Terhadap Pelaku Jinayat Di Kabupaten Aceh Tamiang dalam Perspektif Qanun Hukum Acara Jinayah serta hambatan dan upaya dalam pelaksanaan eksekusi hukuman cambuk terhadap pelaku jinayat di Kabupaten Aceh Tamiang \u0000Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan Juridis normatif (legal research) dan agar diperoleh data sekunder dan pendekatan juridis sosiologis serta juga melakukan penelitian lapangan (Field research). \u0000Hasil penelitian menunjukan bahwa Pengaturan Pelaksanaan Eksekusi Hukuman Cambuk Berdasarkan Qanun Aceh Nomor 7 tahun 2013 tentang hukum acara jinayah diatur dalam Pasal 247, 252 dan 252 yang dimana jaksa penuntut umum memiliki kewenangan untuk melaksanakan pencambukan dengan berkoordinasi dengan kepala instansi yang membawahi wilayatul Hisbah dalam proses pelaksanaan eksekusi. Efektifitas pelaksanaan eksekusi hukuman cambuk terhadap pelaku jinayat di Kabupaten Aceh Tamiang dalam perspektif qanun hukum acara jinayah belum berjalan secara optimal, dikarenakan setelah inkrahnya putusan mahkamah syar’iyah terhadap pelaku jinayah tidak langsung dilakukannya pencambukan sehingga para pelaku harus mendekam terdahulu kedalam penjara.Hambatan dalam pelaksanaan eksekusi hukuman cambuk terhadap pelaku jinayat di Kabupaten Aceh Tamiang adalah Aparatur hukum tidak patuh hukum, Tidak ada dukungan dari pemerintah setempat berupa alokasi dana maupun sumber daya lainnya untuk terlaksananya hukuman cambuk. tidak ada hukuman pengganti atasnya. Sedangkan upaya yang dapat dilakukan adalah perlunya anggaran yang memadai bagi pelaksanaan cambuk dan Profesionalitas penegak hukum dalam pelaksanaan cambuk bagi pelaku jinayah serta adanya hukuman pengganti selain cambuk.","PeriodicalId":448059,"journal":{"name":"Jurnal Hukum Samudra Keadilan","volume":"113 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-12-14","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"125468040","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2020-06-05DOI: 10.33059/jhsk.v15i1.2190
Rocky Marbun
Proses pemeriksaan dalam penyidikan terhadap Tersangka dan Saksi selalu berbentuk Berita Acara Pemeriksaan (BAP) sebagai produk hukum yang sah. Berdasarkan Pasal 117 ayat (2) KUHAP, Penyidik memiliki kewajiban untuk menuangkan keterangan yang diperoleh melalui tindak tuturan tanpa adanya upaya reifikasi terhadap Tersangka atau Saksi. Guna menjaga kondisi komunikasi intersubjektif tersebut, KUHAP memberikan hak bagi Tersangka untuk mendapatkan bantuan hukum semenjak proses penyidikan. Namun demikian, berdasarkan Pasal 115 ayat (1) KUHAP, fungsi pendampingan tersebut bersifat pasif. Oleh karena itu, Peneliti mengajukan rumusan masalah “Bagaimanakah seharusnya model pendampingan oleh Advokat sebagai Kuasa Hukum dalam mendampingi Kliennya pada proses penyidikan?” Pada penelitian ini, Peneliti menggunakan Metode Yuridis Normatif yang berbasis kepada data sekunder. Adapun untuk melengkapi metode penelitian tersebut, Peneliti pula menggunakan beberapa pendekatan penelitian antara lain pendekatan filsafat, pendekatan konseptual, dan pendekatan linguistik. Adapun hasil dari penelitian ini adalah menempatkan posisi Advokat secara setara dengan Penyidik melalui penghapusan frasa dalam Pasal 115 ayat (1) KUHAP guna mewujudkan perlindungan Hak Asasi Manusia dari terperiksa.
{"title":"PASIVITAS FUNGSI ADVOKAT DALAM PROSES PRA-ADJUDIKASI: MEMBONGKAR TINDAKAN KOMUNIKATIF INSTRUMENTAL PENYIDIK","authors":"Rocky Marbun","doi":"10.33059/jhsk.v15i1.2190","DOIUrl":"https://doi.org/10.33059/jhsk.v15i1.2190","url":null,"abstract":"Proses pemeriksaan dalam penyidikan terhadap Tersangka dan Saksi selalu berbentuk Berita Acara Pemeriksaan (BAP) sebagai produk hukum yang sah. Berdasarkan Pasal 117 ayat (2) KUHAP, Penyidik memiliki kewajiban untuk menuangkan keterangan yang diperoleh melalui tindak tuturan tanpa adanya upaya reifikasi terhadap Tersangka atau Saksi. Guna menjaga kondisi komunikasi intersubjektif tersebut, KUHAP memberikan hak bagi Tersangka untuk mendapatkan bantuan hukum semenjak proses penyidikan. Namun demikian, berdasarkan Pasal 115 ayat (1) KUHAP, fungsi pendampingan tersebut bersifat pasif. Oleh karena itu, Peneliti mengajukan rumusan masalah “Bagaimanakah seharusnya model pendampingan oleh Advokat sebagai Kuasa Hukum dalam mendampingi Kliennya pada proses penyidikan?” Pada penelitian ini, Peneliti menggunakan Metode Yuridis Normatif yang berbasis kepada data sekunder. Adapun untuk melengkapi metode penelitian tersebut, Peneliti pula menggunakan beberapa pendekatan penelitian antara lain pendekatan filsafat, pendekatan konseptual, dan pendekatan linguistik. Adapun hasil dari penelitian ini adalah menempatkan posisi Advokat secara setara dengan Penyidik melalui penghapusan frasa dalam Pasal 115 ayat (1) KUHAP guna mewujudkan perlindungan Hak Asasi Manusia dari terperiksa. \u0000 ","PeriodicalId":448059,"journal":{"name":"Jurnal Hukum Samudra Keadilan","volume":"14 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-06-05","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"114728991","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-07-01DOI: 10.33059/JHSK.V14I1.1293
Muzakkir
Pemikiran hukum Islam yang telah dilembagakan dan dipatuhi oleh masyarakat Indonesia adalah fiqh, fatwa ulama, keputusan pengadilan (yurisprudensi) dan perundang-undangan. Proses lahirnya keempat hal tersebut tidak terlepas dari perkembangan dinamika kehidupan masyarakat Indonesia. Pemikiran hukum Islam yang diadopsi dalam pengembangan hukum Islam di Indonesia telah lama diproklamirkan oleh para cendekiawan Islam Islam di dunia Islam dengan berbagai macam karya yang telah mereka lahirkan. Para ulama hukum Islam seperti Imam Syafi'i, Imam Ahmad bin Hanbal dan ulama sesudahnya. Keberadaan kearifan lokal menjadikannya bagian dari pertimbangan dalam setiap pemikiran hukum Islam di Indonesia, seperti hukum perkawinan dan pewarisan yang sangat menghormati kehidupan sosial masyarakat, baik yang sudah ada maupun yang berkembang sejak awal dan perkembangan kehidupan sosial masyarakat.
{"title":"SEJARAH PEMIKIRAN HUKUM ISLAM DI INDONESIA","authors":"Muzakkir","doi":"10.33059/JHSK.V14I1.1293","DOIUrl":"https://doi.org/10.33059/JHSK.V14I1.1293","url":null,"abstract":"Pemikiran hukum Islam yang telah dilembagakan dan dipatuhi oleh masyarakat Indonesia adalah fiqh, fatwa ulama, keputusan pengadilan (yurisprudensi) dan perundang-undangan. Proses lahirnya keempat hal tersebut tidak terlepas dari perkembangan dinamika kehidupan masyarakat Indonesia. Pemikiran hukum Islam yang diadopsi dalam pengembangan hukum Islam di Indonesia telah lama diproklamirkan oleh para cendekiawan Islam Islam di dunia Islam dengan berbagai macam karya yang telah mereka lahirkan. Para ulama hukum Islam seperti Imam Syafi'i, Imam Ahmad bin Hanbal dan ulama sesudahnya. Keberadaan kearifan lokal menjadikannya bagian dari pertimbangan dalam setiap pemikiran hukum Islam di Indonesia, seperti hukum perkawinan dan pewarisan yang sangat menghormati kehidupan sosial masyarakat, baik yang sudah ada maupun yang berkembang sejak awal dan perkembangan kehidupan sosial masyarakat.","PeriodicalId":448059,"journal":{"name":"Jurnal Hukum Samudra Keadilan","volume":"27 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-07-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"123892385","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-07-01DOI: 10.33059/JHSK.V14I1.1275
N. Rahayu
Perlindungan anak yang bekerja masih menjadi dilema tersendiri dalam setiap daerah. Pemenuhan hak anak yang diatur dalam berbagai regulasi justru menyulitkan pemerintah untuk merealisasikan pemenuhan hak anak. Terlepas adanya larangan maupun diperbolehkannya anak bekerja menurut peraturan perundang-undangan, permasalahan paling sering terjadi dalam kaitannya dengan pemenuhan hak anak salah satunya adalah terkait bobot kerja dan pengupahan yang tidak sesuai. Kajian ini hendak mendalami permasalahan kedudukan anak sebagai outsourcing dalam hukum ketenagakerjaan dan realisasi pemerintah dalam memenuhi hak anak yang bekerja. Metode yang dalam tulisan ini adalah metode yuridis normatif dengan pendekatan preskriptif. Guna memenuhi analisa dalam kajian ini maka digunakan data sekunder, setelah data dikumpulkan maka akan dianalisa secara kualitatif.
{"title":"DILEMATIKA HUKUM KEDUDUKAN ANAK SEBAGAI OUTSOURCING MENURUT HUKUM KETENAGAKERJAAN","authors":"N. Rahayu","doi":"10.33059/JHSK.V14I1.1275","DOIUrl":"https://doi.org/10.33059/JHSK.V14I1.1275","url":null,"abstract":"Perlindungan anak yang bekerja masih menjadi dilema tersendiri dalam setiap daerah. Pemenuhan hak anak yang diatur dalam berbagai regulasi justru menyulitkan pemerintah untuk merealisasikan pemenuhan hak anak. Terlepas adanya larangan maupun diperbolehkannya anak bekerja menurut peraturan perundang-undangan, permasalahan paling sering terjadi dalam kaitannya dengan pemenuhan hak anak salah satunya adalah terkait bobot kerja dan pengupahan yang tidak sesuai. Kajian ini hendak mendalami permasalahan kedudukan anak sebagai outsourcing dalam hukum ketenagakerjaan dan realisasi pemerintah dalam memenuhi hak anak yang bekerja. Metode yang dalam tulisan ini adalah metode yuridis normatif dengan pendekatan preskriptif. Guna memenuhi analisa dalam kajian ini maka digunakan data sekunder, setelah data dikumpulkan maka akan dianalisa secara kualitatif.","PeriodicalId":448059,"journal":{"name":"Jurnal Hukum Samudra Keadilan","volume":"30 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-07-01","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"121798458","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-06-12DOI: 10.33059/JHSK.V14I1.1100
Muhammad Heikal Daudy
Pertikaian politik dan bersenjata telah lama usai di Aceh. Berbagai pola penyelesaian pelanggaran hak asasi manusia yang pernah dilakukan belum berhasil untuk dituntaskan. Ulasan dalam bentuk tulisan ilmiah ini menyuguhkan konsep rekonsiliasi demi penguatan damai yang konstruktif dan berkesinambungan di Serambi Mekkah. Mengingat pentingnya akses keadilan bagi masyarakat korban konflik yang tak lain sebagai bentuk ikhtiar untuk mengurai benang merah sejarah kekerasan bersenjata dan kemanusiaan yang tidak boleh surut demi rasa keadilan dan pertanggungjawaban terhadap berbagai dugaan pelanggaran hak asasi manusia di Aceh yang masih menyimpan misteri. Segenap elemen masyarakat saat ini menunggu kepastian jawaban dari akhir sebuah proses panjang, yang kesemuanya itu bermula dari adanya kemauan pemerintah untuk secara sungguh-sungguh menyelesaikan persoalan kemanusiaan ini secara adil dan bermartabat. Tujuan rekonsiliasi sendiri pada akhirnya berujung kepada terketuknya pintu hati sanubari para pelaku untuk mengakui kesalahan sejarahnya
{"title":"REKONSILIASI DI ACEH: PELUANG DAN TANTANGANNYA","authors":"Muhammad Heikal Daudy","doi":"10.33059/JHSK.V14I1.1100","DOIUrl":"https://doi.org/10.33059/JHSK.V14I1.1100","url":null,"abstract":"Pertikaian politik dan bersenjata telah lama usai di Aceh. Berbagai pola penyelesaian pelanggaran hak asasi manusia yang pernah dilakukan belum berhasil untuk dituntaskan. Ulasan dalam bentuk tulisan ilmiah ini menyuguhkan konsep rekonsiliasi demi penguatan damai yang konstruktif dan berkesinambungan di Serambi Mekkah. Mengingat pentingnya akses keadilan bagi masyarakat korban konflik yang tak lain sebagai bentuk ikhtiar untuk mengurai benang merah sejarah kekerasan bersenjata dan kemanusiaan yang tidak boleh surut demi rasa keadilan dan pertanggungjawaban terhadap berbagai dugaan pelanggaran hak asasi manusia di Aceh yang masih menyimpan misteri. Segenap elemen masyarakat saat ini menunggu kepastian jawaban dari akhir sebuah proses panjang, yang kesemuanya itu bermula dari adanya kemauan pemerintah untuk secara sungguh-sungguh menyelesaikan persoalan kemanusiaan ini secara adil dan bermartabat. Tujuan rekonsiliasi sendiri pada akhirnya berujung kepada terketuknya pintu hati sanubari para pelaku untuk mengakui kesalahan sejarahnya","PeriodicalId":448059,"journal":{"name":"Jurnal Hukum Samudra Keadilan","volume":"34 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-06-12","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"125020938","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-05-28DOI: 10.33059/JHSK.V14I1.1101
Ida Rahma
Public participation can be understood as activities undertaken to affect public policy formation process. Public participation is important to ensure that any policy that produced not only benefit certain people, but also a positive impact on society. The process can be performed through the stages of agenda setting, policy formulation and implementation. This paper is about to describe the transformation of society prevailing in Aceh after the peace agreement. Review of the literature of choice in this paper, which is supported by a wide range of documents related to public participation, freedom of public information, and peace building. The results of this study indicate that public participation in policy formation in Aceh have ups and downs. Post-signatories to the peace agreement, the level of public participation is very good especially in the establishment of the Law on Governing Aceh and Aceh Qanun number. Next, in 2009-2014 public participation in policy formation decreased. Furthermore, the level of public participation in policy formation is determined by freedom of public information.
{"title":"PARTISIPASI PUBLIK DAN KETERBUKAAN INFORMASI DALAM PENYUSUNAN KEBIJAKAN","authors":"Ida Rahma","doi":"10.33059/JHSK.V14I1.1101","DOIUrl":"https://doi.org/10.33059/JHSK.V14I1.1101","url":null,"abstract":"Public participation can be understood as activities undertaken to affect public policy formation process. Public participation is important to ensure that any policy that produced not only benefit certain people, but also a positive impact on society. The process can be performed through the stages of agenda setting, policy formulation and implementation. This paper is about to describe the transformation of society prevailing in Aceh after the peace agreement. Review of the literature of choice in this paper, which is supported by a wide range of documents related to public participation, freedom of public information, and peace building. The results of this study indicate that public participation in policy formation in Aceh have ups and downs. Post-signatories to the peace agreement, the level of public participation is very good especially in the establishment of the Law on Governing Aceh and Aceh Qanun number. Next, in 2009-2014 public participation in policy formation decreased. Furthermore, the level of public participation in policy formation is determined by freedom of public information.","PeriodicalId":448059,"journal":{"name":"Jurnal Hukum Samudra Keadilan","volume":"23 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-05-28","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"114906916","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
E-commerce website transaction offers lots of benefit and convenience to its users. On the other hand, this electronic transaction raises legal issues, one of those is fraud. Therefore, to minimalize this issue further research regarding legal arrangements, types, and prevention need to be conducted. The method of this research is normative juridicial. The result of this research shows that there are various types of fraud exist in e-commerce websites. Nevertheless, Indonesia has legalized regulations and enacted laws concerning fraud in e-commerce. In addition, government, police, and e-commerce website providers have both educated and developed policies to protect its users and minimalize fraud that possibly happen at e-commerce websites.
{"title":"UPAYA PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PENIPUAN SITUS JUAL BELI ONLINE DI INDONESIA","authors":"Jevlin Solim, Mazmur Septian Rumapea, Agung Wijaya, Bella Monica Manurung, Wendy Lionggodinata","doi":"10.33059/JHSK.V14I1.1157","DOIUrl":"https://doi.org/10.33059/JHSK.V14I1.1157","url":null,"abstract":"E-commerce website transaction offers lots of benefit and convenience to its users. On the other hand, this electronic transaction raises legal issues, one of those is fraud. Therefore, to minimalize this issue further research regarding legal arrangements, types, and prevention need to be conducted. The method of this research is normative juridicial. The result of this research shows that there are various types of fraud exist in e-commerce websites. Nevertheless, Indonesia has legalized regulations and enacted laws concerning fraud in e-commerce. In addition, government, police, and e-commerce website providers have both educated and developed policies to protect its users and minimalize fraud that possibly happen at e-commerce websites.","PeriodicalId":448059,"journal":{"name":"Jurnal Hukum Samudra Keadilan","volume":"1 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-05-28","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"129696528","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-05-28DOI: 10.33059/JHSK.V14I1.1178
Serlika Aprita
Salah satu persoalan yang sangat mendesak dan memerlukan pemecahan saat ini setelah penyempurnaan aturan kepailitan adalah pembentukan Pengadilan Niaga sebagai pengadilan khusus dalam lingkungan Peradilan Umum. Pengadilan Niaga yang pertama dibentuk adalah Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, selanjutnya berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 97 Tahun 1999 Tentang Pembentukkan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri didirikan Pengadilan Niaga di Makassar, Surabaya, Medan, dan Semarang. Dualisme kewenangan mengadili antara Pengadilan Niaga dengan Pengadilan Negeri mengakibatkan timbulnya permasalahan mengenai yurisdiksi mengadili suatu perkara. Permasalahan kekuasaan atau yurisdiksi mengadili timbul disebapkan berbagai faktor satu diantaranya faktor instansi peradilan yang membedakan eksistensi antara peradilan banding dan peradilan kasasi sebagai peradilan yang lebih tinggi (superior court) berhadapan dengan peradilan tingkat pertama (inferior court). Jenis penelitian dalam penulisan jurnal ini adalah penelitian hukum normatif. Dalam rangka pengembangan kompetensi atau wewenang Pengadilan Niaga di era globalisasi, maka diperlukan konsep yang matang untuk mempersiapkan perluasan kompetensi absolut dari Pengadilan Niaga agar Pengadilan Niaga dapat dipercaya dan kredibel di mata pencari keadilan, selain itu pula diperlukam pengakuan atas keberadaan dan eksistensi Pengadilan Niaga dalam hubungannya dengan wewenang yang dimiliki Pengadilan Niaga dalam memeriksa dan memutus permohonan pernyataan pailit melalui adanya pengaturan mengenai kekhususan hukum acara Pengadilan Niaga, dikarenakan hukum acara yang selama ini digunakan dalam pemeriksaan perkara kepailitan di Pengadilan Niaga masih menggunakan ketentuan Herziene Indonesisch Reglement atau Rechreglement Buitengewesten (HIR/R.BG). Untuk memberikan perlindungan hukum yang memadai kepada pihak ketiga (penggugat), yang perkara perdatanya dimenangkan di Pengadilan Negeri perlu dibuat mekanisme hukum acara tentang penghentian eksekusi putusan Pengadilan Negeri sehubungan dengan adanya putusan Pengadilan Niaga yang menyatakan debitor pailit
{"title":"KEWENANGAN PENGADILAN NIAGA DALAM MEMERIKSA DAN MEMUTUS PERKARA PERMOHONAN PERNYATAN PAILIT","authors":"Serlika Aprita","doi":"10.33059/JHSK.V14I1.1178","DOIUrl":"https://doi.org/10.33059/JHSK.V14I1.1178","url":null,"abstract":"Salah satu persoalan yang sangat mendesak dan memerlukan pemecahan saat ini setelah penyempurnaan aturan kepailitan adalah pembentukan Pengadilan Niaga sebagai pengadilan khusus dalam lingkungan Peradilan Umum. Pengadilan Niaga yang pertama dibentuk adalah Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, selanjutnya berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 97 Tahun 1999 Tentang Pembentukkan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri didirikan Pengadilan Niaga di Makassar, Surabaya, Medan, dan Semarang. Dualisme kewenangan mengadili antara Pengadilan Niaga dengan Pengadilan Negeri mengakibatkan timbulnya permasalahan mengenai yurisdiksi mengadili suatu perkara. Permasalahan kekuasaan atau yurisdiksi mengadili timbul disebapkan berbagai faktor satu diantaranya faktor instansi peradilan yang membedakan eksistensi antara peradilan banding dan peradilan kasasi sebagai peradilan yang lebih tinggi (superior court) berhadapan dengan peradilan tingkat pertama (inferior court). Jenis penelitian dalam penulisan jurnal ini adalah penelitian hukum normatif. Dalam rangka pengembangan kompetensi atau wewenang Pengadilan Niaga di era globalisasi, maka diperlukan konsep yang matang untuk mempersiapkan perluasan kompetensi absolut dari Pengadilan Niaga agar Pengadilan Niaga dapat dipercaya dan kredibel di mata pencari keadilan, selain itu pula diperlukam pengakuan atas keberadaan dan eksistensi Pengadilan Niaga dalam hubungannya dengan wewenang yang dimiliki Pengadilan Niaga dalam memeriksa dan memutus permohonan pernyataan pailit melalui adanya pengaturan mengenai kekhususan hukum acara Pengadilan Niaga, dikarenakan hukum acara yang selama ini digunakan dalam pemeriksaan perkara kepailitan di Pengadilan Niaga masih menggunakan ketentuan Herziene Indonesisch Reglement atau Rechreglement Buitengewesten (HIR/R.BG). Untuk memberikan perlindungan hukum yang memadai kepada pihak ketiga (penggugat), yang perkara perdatanya dimenangkan di Pengadilan Negeri perlu dibuat mekanisme hukum acara tentang penghentian eksekusi putusan Pengadilan Negeri sehubungan dengan adanya putusan Pengadilan Niaga yang menyatakan debitor pailit","PeriodicalId":448059,"journal":{"name":"Jurnal Hukum Samudra Keadilan","volume":"22 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-05-28","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"133705962","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}