Pub Date : 2023-05-31DOI: 10.33059/jhsk.v18i1.7467
Hendri Wahyudi, Nurlaily, Triana Dewi Seroja
Hak normatif pekerja merupakan hak dasar pekerja dalam hubungan kerja yang wajib dilindungi dan dijamin dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku sehingga menjadi kewajiban pengusaha untuk memenuhinya. Tetapi faktanya seringkali ditemui adanya pengusaha yang tidak memberikan hak-hak normatif pekerja tersebut dengan berbagai alasan sehingga menjadi sebab terjadinya perselisihan hubungan industrial diantara pekerja dengan pengusaha. Saat ini Pengadilan Hubungan Industrial menjadi satu-satunya lembaga yang memiliki kewenangan untuk memutus perkara perselisihan hubungan industrial yang terjadi antara pekerja dan pengusaha. Tetapi setelah adanya putusan dari Pengadilan Hubungan Industrial tidak menjadikan serta merta masalah antara pekerja dan pengusaha selesai. Karena pada saat Pengadilan memberikan putusan yang memenangkan pekerja tidak semua pengusaha mau dengan sukarela melaksanakan isi putusan. Sehingga memerlukan upaya hukum lebih lanjut dari pekerja. Maka penelitian ini akan meneliti sejauh mana hukum yang ada memberikan kepastian terhadap pekerja mengenai pemenuhan hak-hak normatifnya pasca putusan dari pengadilan hubungan industrial. Metode penelitian dalam penelitian ini menggunakan metode pendekatan penelitian normative kualitatif. Data yang digunakan adalah data sekunder sehingga pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka, membaca, menelaah, dan menganalisis data-data yang bekaitan dengan masalah yang diteliti.
{"title":"KEPASTIAN HUKUM TERHADAP PEMENUHAN HAK-HAK NORMATIF PEKERJAPASCA PUTUSAN PENGADILAN HUBUNGAN INDUSTRIAL","authors":"Hendri Wahyudi, Nurlaily, Triana Dewi Seroja","doi":"10.33059/jhsk.v18i1.7467","DOIUrl":"https://doi.org/10.33059/jhsk.v18i1.7467","url":null,"abstract":"Hak normatif pekerja merupakan hak dasar pekerja dalam hubungan kerja yang wajib dilindungi dan dijamin dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku sehingga menjadi kewajiban pengusaha untuk memenuhinya. Tetapi faktanya seringkali ditemui adanya pengusaha yang tidak memberikan hak-hak normatif pekerja tersebut dengan berbagai alasan sehingga menjadi sebab terjadinya perselisihan hubungan industrial diantara pekerja dengan pengusaha. Saat ini Pengadilan Hubungan Industrial menjadi satu-satunya lembaga yang memiliki kewenangan untuk memutus perkara perselisihan hubungan industrial yang terjadi antara pekerja dan pengusaha. Tetapi setelah adanya putusan dari Pengadilan Hubungan Industrial tidak menjadikan serta merta masalah antara pekerja dan pengusaha selesai. Karena pada saat Pengadilan memberikan putusan yang memenangkan pekerja tidak semua pengusaha mau dengan sukarela melaksanakan isi putusan. Sehingga memerlukan upaya hukum lebih lanjut dari pekerja. Maka penelitian ini akan meneliti sejauh mana hukum yang ada memberikan kepastian terhadap pekerja mengenai pemenuhan hak-hak normatifnya pasca putusan dari pengadilan hubungan industrial. Metode penelitian dalam penelitian ini menggunakan metode pendekatan penelitian normative kualitatif. Data yang digunakan adalah data sekunder sehingga pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka, membaca, menelaah, dan menganalisis data-data yang bekaitan dengan masalah yang diteliti.","PeriodicalId":448059,"journal":{"name":"Jurnal Hukum Samudra Keadilan","volume":"32 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-05-31","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"126467328","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2023-05-21DOI: 10.33059/jhsk.v18i1.7473
Chatryen M. DJU BIRE, Melinda Ratu Radja
Diskriminasi merupakan suatu bentuk dari pelanggaran Hak Asasi Manusia tentunya yang telah melanggar hak asasi perempuan itu sendiri, sehingga diperlukan pemberdayaan kepada perempuan untuk memperjuangan segala bentuk hak-hak yang telah dilanggar. Diskriminasi terhadap wanita terjadi dalam berbagai aspek kehidupan baik yang dilakukan secara langsung maupun sacara tidak langsung. Kawin tangkap merupakan salah satu budaya yang ada di Provinsi Nusa Tenggara Timur khususnya di Kabupaten Sumba. Pemaksaan terhadap perempuan dalam melaksanakan perkawinan juga merupakan bentuk dari kawin paksa. Proses kawin tersebut tentulah melanggar Hak Asasi Manusia. Upaya untuk mengakhiri diskriminasi pada perempuan dalam pemaksaan perkawinan sudah diatur dalam Convention on The Elimination of All Forms of Discrimanation Against Women (CEDAW). Setiap orang memiliki hak yang sama untuk menikah, terlepas dari gender dan jenis kelamin orang tersebut. Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan, telah menjamin bahwa perempuan dapat menikah dengan persetujuan atau kehendak bebas juga merupakan bagian dari Convention on The Elimination of All Forms of Discrimanation Against Women.
当然是一种侵犯人权的形式歧视妇女产生了违反人权的本身,所以需要向妇女赋权memperjuangan所有形式的权利受到侵犯。对妇女的歧视存在于生活的各个方面,无论是直接的还是间接的。交配是东努萨省,尤其是松巴区的一种文化。强迫妇女结婚也是强迫婚姻的一种形式。这种交配的过程无疑侵犯了人权。在反对妇女的所有形式的辩论中,旨在结束强迫婚姻歧视妇女的努力已经安排好了。每个人都有平等的权利结婚,不管这个人的性别。消除一切形式的对妇女的歧视,保证女孩可以嫁给了认可或自由意志也是公约的一部分The Elimination of所有Forms of Discrimanation反对妇女。
{"title":"PERLINDUNGAN HAK PEREMPUAN BERDASARKAN CONVENTION ON ELIMINATION OF ALL FORMS OF DISCRIMINATION AGAINTS WOMEN (CEDAW) DALAM TRADISI KAWIN TANGKAP DI SUMBA","authors":"Chatryen M. DJU BIRE, Melinda Ratu Radja","doi":"10.33059/jhsk.v18i1.7473","DOIUrl":"https://doi.org/10.33059/jhsk.v18i1.7473","url":null,"abstract":"Diskriminasi merupakan suatu bentuk dari pelanggaran Hak Asasi Manusia tentunya yang telah melanggar hak asasi perempuan itu sendiri, sehingga diperlukan pemberdayaan kepada perempuan untuk memperjuangan segala bentuk hak-hak yang telah dilanggar. Diskriminasi terhadap wanita terjadi dalam berbagai aspek kehidupan baik yang dilakukan secara langsung maupun sacara tidak langsung. Kawin tangkap merupakan salah satu budaya yang ada di Provinsi Nusa Tenggara Timur khususnya di Kabupaten Sumba. Pemaksaan terhadap perempuan dalam melaksanakan perkawinan juga merupakan bentuk dari kawin paksa. Proses kawin tersebut tentulah melanggar Hak Asasi Manusia. Upaya untuk mengakhiri diskriminasi pada perempuan dalam pemaksaan perkawinan sudah diatur dalam Convention on The Elimination of All Forms of Discrimanation Against Women (CEDAW). Setiap orang memiliki hak yang sama untuk menikah, terlepas dari gender dan jenis kelamin orang tersebut. Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan, telah menjamin bahwa perempuan dapat menikah dengan persetujuan atau kehendak bebas juga merupakan bagian dari Convention on The Elimination of All Forms of Discrimanation Against Women. \u0000 ","PeriodicalId":448059,"journal":{"name":"Jurnal Hukum Samudra Keadilan","volume":"50 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-05-21","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"123078686","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2023-04-13DOI: 10.33059/jhsk.v18i1.7575
Humaira, T. Haflisyah
Musyarakah Mutanaqishah adalah bentuk kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk kepemilikan suatu barang atau aset.Perpindahan kepemilikan akan terjadi dengan mekanisme pembayaran atas hak kepemilikan yang lain. Pembiayaan properti yang berlandaskan akad MMQ dapat dikatakan sebagai kerjasama yang mana atas kepemilikan aset (suatu barang tertentu). Tujuan dari penelitian ini adalahpenerapan objek syirkah menjadi jaminan hak tanggungan pada pembiayaan perumahan melalui akad musyarakah mutanaqishah. Penelitian ini menggunakan penelitian yuridis normatif (legal research), dengan melakukan penelitian kepustakaan atau studi dokumen yang dilakukan atau ditujukan hanya pada peraturan-peraturan yang tertulis atau bahan hukum yang lain dan pendekatan normatif
{"title":"OBJEK SYIRKAH MENJADI JAMINAN HAK TANGGUNGAN PADA PEMBIAYAAN PERUMAHAN MELALUI AKAD MUSYARAKAH MUTANAQISHAH","authors":"Humaira, T. Haflisyah","doi":"10.33059/jhsk.v18i1.7575","DOIUrl":"https://doi.org/10.33059/jhsk.v18i1.7575","url":null,"abstract":"Musyarakah Mutanaqishah adalah bentuk kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk kepemilikan suatu barang atau aset.Perpindahan kepemilikan akan terjadi dengan mekanisme pembayaran atas hak kepemilikan yang lain. Pembiayaan properti yang berlandaskan akad MMQ dapat dikatakan sebagai kerjasama yang mana atas kepemilikan aset (suatu barang tertentu). Tujuan dari penelitian ini adalahpenerapan objek syirkah menjadi jaminan hak tanggungan pada pembiayaan perumahan melalui akad musyarakah mutanaqishah. Penelitian ini menggunakan penelitian yuridis normatif (legal research), dengan melakukan penelitian kepustakaan atau studi dokumen yang dilakukan atau ditujukan hanya pada peraturan-peraturan yang tertulis atau bahan hukum yang lain dan pendekatan normatif","PeriodicalId":448059,"journal":{"name":"Jurnal Hukum Samudra Keadilan","volume":"75 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-04-13","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"121879281","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2023-04-03DOI: 10.33059/jhsk.v18i1.7382
Putri Nurmala Sari Putri, Nila Trisna, Dara Quthni Effida
Kegiatan pertambangan membawa dampak besar bagi lingkungan. Oleh karena itu untuk menjaga keberlanjutan lingkungan dalam kegiatan pengelolaan tambang mewajibkan perusahaan untuk melakukan reklamasi dan pascatambang. Namun sebagaimana diatur dalam Undang – Undang Nomor 3 Tahun 2020 Tentang Perubahan atas Undang – Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Hadirnya ketentuan UU Minerba yang baru tersebut mengatur mengenai reklamasi dan pascatambang yang memiliki izin konsensi tambang (IUP) untuk melaksanakan reklamasi dan pascatambang dengan tingkat keberhasilan wajib mencapai 100% dan adanya penerapan sanksi pidana bagi perusahaan yang memiliki IUP apabila tidak melaksanakan ketentuan tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk memberika gambaran dan jawaban tentang bentuk - bentuk tanggung jawab perusahaan pemegang IUP dalam melaksana reklamasi dan pascatambang yang harus mencapai tingkat keberhasilan 100%, kemudian kendala yang dialami perusahaan tambang tersebut serta upaya pemerintah dalam mengawasi jalannya tanggung jawab oleh perusahaan pemegang IUP dalam melaksanakan reklamasi dan pascatambang yang berwawasan lingkungan berdasarkan prinsip good mining practice. Penelitian ini menggunakan metode normatif-empiris. Hasil penelitian menunjukkan ada berupa kewajiban pemberian uang jaminan reklmasi dan pascatambang yang dihitung dari luas area yang terkena dampak pengelolaan pertambangan dan berupa tujuh bentuk tanggung jawab yang lainnya yang diatur melalui Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2010 Tentang Reklamasi dan Pascatambang dan Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor 1827 K/30/MEM/2018 Tentang Pedoman Pelaksanaan Kaidah Teknik Tambang Yang Baik. Kata Kunci: Tambang, Batu Bara, Reklamasi, Tanggung Jawab
采矿活动对环境产生了巨大的影响。因此,为了保持矿山管理活动的环境可持续性,企业有义务进行填海造地。但就像《2020年第三定律》所规定的那样,2009年第4定律关于矿产和煤炭的变化。新的密尔巴法案的存在规定了开垦和通过填海造地许可证的开垦和pas加邦,其成功率为100%,有义务的成本率,并对不执行这些规定的公司实施刑事制裁。本研究旨在给图画和关于形式的答案-公司IUP持有人的责任形式表现出的开垦和pascatambang必须达到100%的成功率,然后这些矿业公司所经历的障碍以及政府监督责任由公司提供IUP持有人进程中执行环境和洞察力的pascatambang开垦根据祝挖掘实践原则。这项研究采用了实证的方法。研究结果显示有义务给予的保释金reklmasi和pascatambang影响的面积计算的采矿和其他七种形式责任的管理由政府规定自2010年第78号的开垦和pascatambang印度尼西亚共和国决定能源和矿产资源部长1827年K - 30号- MEM - 2018年对执行准则的技术指南。关键词:矿山,煤炭,开垦,责任
{"title":"TANGGUNG JAWAB PELAKSANAAN REKLAMASI DAN PASCA TAMBANG PERUSAHAAN PEMEGANG IUP OPERASI PRODUKSI BATUBARA BERDASARKAN PRINSIP GOOD MINING PRACTICE","authors":"Putri Nurmala Sari Putri, Nila Trisna, Dara Quthni Effida","doi":"10.33059/jhsk.v18i1.7382","DOIUrl":"https://doi.org/10.33059/jhsk.v18i1.7382","url":null,"abstract":"Kegiatan pertambangan membawa dampak besar bagi lingkungan. Oleh karena itu untuk menjaga keberlanjutan lingkungan dalam kegiatan pengelolaan tambang mewajibkan perusahaan untuk melakukan reklamasi dan pascatambang. Namun sebagaimana diatur dalam Undang – Undang Nomor 3 Tahun 2020 Tentang Perubahan atas Undang – Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Hadirnya ketentuan UU Minerba yang baru tersebut mengatur mengenai reklamasi dan pascatambang yang memiliki izin konsensi tambang (IUP) untuk melaksanakan reklamasi dan pascatambang dengan tingkat keberhasilan wajib mencapai 100% dan adanya penerapan sanksi pidana bagi perusahaan yang memiliki IUP apabila tidak melaksanakan ketentuan tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk memberika gambaran dan jawaban tentang bentuk - bentuk tanggung jawab perusahaan pemegang IUP dalam melaksana reklamasi dan pascatambang yang harus mencapai tingkat keberhasilan 100%, kemudian kendala yang dialami perusahaan tambang tersebut serta upaya pemerintah dalam mengawasi jalannya tanggung jawab oleh perusahaan pemegang IUP dalam melaksanakan reklamasi dan pascatambang yang berwawasan lingkungan berdasarkan prinsip good mining practice. Penelitian ini menggunakan metode normatif-empiris. Hasil penelitian menunjukkan ada berupa kewajiban pemberian uang jaminan reklmasi dan pascatambang yang dihitung dari luas area yang terkena dampak pengelolaan pertambangan dan berupa tujuh bentuk tanggung jawab yang lainnya yang diatur melalui Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2010 Tentang Reklamasi dan Pascatambang dan Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor 1827 K/30/MEM/2018 Tentang Pedoman Pelaksanaan Kaidah Teknik Tambang Yang Baik. \u0000Kata Kunci: Tambang, Batu Bara, Reklamasi, Tanggung Jawab","PeriodicalId":448059,"journal":{"name":"Jurnal Hukum Samudra Keadilan","volume":"1 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-04-03","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"129357229","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2023-03-23DOI: 10.33059/jhsk.v18i1.6817
Siti Cedilla Khansa, Evi Deliana, Ledy Diana
Pada tahun 2015, wilayah Uni Eropa mengalami keadaan yang disebut situasi krisis imigrasi massal, termasuk Hongaria yang mengalami keadaan ini. Untuk menanggapi situasi tersebut, pada Mei 2015, Hongaria memperkenalkan sistem pengaplikasian suaka terbaru yang dikeluarkan Pemerintahannya yang dituangkan dalam amandamen Act CXXVII of July 2015 dan Act CXL of 4 September 2015. Kedua kebijakan ini menyatakan adanya prosedur pengaplikasian suaka terbaru, dikenalkannya ‘prosedur perbatasan’ dengan dibangunnya pagar perbatasan di zona transit Hongaria-Serbia, dan juga diperkenalkannya pemidanaan kepada para pencari suaka yang melintasi perbatasan secara ilegal, pengrusakan pagar perbatasan secara sengaja, dan menghalangi pembangunan pagar perbatasan. Isi dari kebijakan ini banyak dikritik sebagai pelanggaran yang dilakukan Hongaria dibawah ketentuan Hukum Pengungsi Internasional maupun Hukum UE, terlebih pada Pasal 31 Konvensi 1951. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah kebijakan dan tindakan yang dilakukan Hongaria ini sesuai atau melanggar Konvensi 1951 terlebih Prinsip Non-Penalization yang harus dipatuhi oleh Negara Anggota walaupun Hongaria dapat melakukannya berdasarkan kedaulatan negaranya. Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif yaitu suatu penelitian yang bersifat kualitatif dengan menggunakan metode kajian studi kepustakaan (library research). Hasil dari penelitian ini adalah penahanan yang dilakukan oleh Hongaria dengan alasan untuk melindungi kedaulatan mereka atau karena pengungsi memasuki wilayah Hongaria secara ilegal dan tidak sah menurut Pasal 31 Konvensi 1951 atau prinsip non-penalization adalah salah dan tidak dapat dibenarkan.
{"title":"ANALISIS PEMBERIAN SUAKA OLEH HONGARIA PADA HUNGARIAN ASYLUM POLICY 2015 DIKAITKAN DENGAN PRINSIP NON-PENALIZATION","authors":"Siti Cedilla Khansa, Evi Deliana, Ledy Diana","doi":"10.33059/jhsk.v18i1.6817","DOIUrl":"https://doi.org/10.33059/jhsk.v18i1.6817","url":null,"abstract":"Pada tahun 2015, wilayah Uni Eropa mengalami keadaan yang disebut situasi krisis imigrasi massal, termasuk Hongaria yang mengalami keadaan ini. Untuk menanggapi situasi tersebut, pada Mei 2015, Hongaria memperkenalkan sistem pengaplikasian suaka terbaru yang dikeluarkan Pemerintahannya yang dituangkan dalam amandamen Act CXXVII of July 2015 dan Act CXL of 4 September 2015. Kedua kebijakan ini menyatakan adanya prosedur pengaplikasian suaka terbaru, dikenalkannya ‘prosedur perbatasan’ dengan dibangunnya pagar perbatasan di zona transit Hongaria-Serbia, dan juga diperkenalkannya pemidanaan kepada para pencari suaka yang melintasi perbatasan secara ilegal, pengrusakan pagar perbatasan secara sengaja, dan menghalangi pembangunan pagar perbatasan. Isi dari kebijakan ini banyak dikritik sebagai pelanggaran yang dilakukan Hongaria dibawah ketentuan Hukum Pengungsi Internasional maupun Hukum UE, terlebih pada Pasal 31 Konvensi 1951. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah kebijakan dan tindakan yang dilakukan Hongaria ini sesuai atau melanggar Konvensi 1951 terlebih Prinsip Non-Penalization yang harus dipatuhi oleh Negara Anggota walaupun Hongaria dapat melakukannya berdasarkan kedaulatan negaranya. Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif yaitu suatu penelitian yang bersifat kualitatif dengan menggunakan metode kajian studi kepustakaan (library research). Hasil dari penelitian ini adalah penahanan yang dilakukan oleh Hongaria dengan alasan untuk melindungi kedaulatan mereka atau karena pengungsi memasuki wilayah Hongaria secara ilegal dan tidak sah menurut Pasal 31 Konvensi 1951 atau prinsip non-penalization adalah salah dan tidak dapat dibenarkan.","PeriodicalId":448059,"journal":{"name":"Jurnal Hukum Samudra Keadilan","volume":"26 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-03-23","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"114144206","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2023-03-13DOI: 10.33059/jhsk.v18i1.7396
Saferiyusu Hulu, Rina Shahriyani Shahrullah, Junimart Girsang
Galangan kapal yang aman menjadi kesukaan bagi Investor, aman untuk keselamatan jiwa, termasuk kapal harta benda yang ada di dalam lokasi galangan kapal. Agar terjaminnya pelaksanaan sebuah sistim keamanan di galangan kapal maka pemerintah menerbitkan instrumen melalui peraturan menteri perhubungan tentang pemberlakuan penerapan International Ship and Port Sekurity Code (ISPS Code) yang harus dilaksanakan oleh galangan kapal. Tujuan penelitian ini meromendasikan agar ISPS Code dapat diterapkan oleh seluruh galangan kapal yang ada di Kota Batam. Penerapan ISPS Code bertujuan untuk menciptakan rasa aman digalangan kapal. Observasi untuk penelitian ini dilakukan pada salah satu galangan kapal di Batam yang telah menerapkan ISPS Code. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian secara empiris yang menghasilkan data dari lapangan berupa hasil penelitian langsung di sebuah galangan kapal. Implementasi ISPS Code sangat bermafaat bagi pengguna jasa pelabuhan galangan yaitu meningkatkan kepercayaan investor untuk berinvestasi dalam pembuatan kapal baru khususnya di galangan kapal di Kota Batam. Investor semakin percaya pada keamanan yang tersedia di galangan meski nampak birokratis prosedural bagi perusahaan galangan kapal tetapi dampaknya sangat mempercepat pertumbuhan ekonomi.
{"title":"URGENSI PENERAPAN INTERNATIONAL SHIP AND PORT SECURITY CODE (ISPS CODE) DI GALANGAN KAPAL","authors":"Saferiyusu Hulu, Rina Shahriyani Shahrullah, Junimart Girsang","doi":"10.33059/jhsk.v18i1.7396","DOIUrl":"https://doi.org/10.33059/jhsk.v18i1.7396","url":null,"abstract":"Galangan kapal yang aman menjadi kesukaan bagi Investor, aman untuk keselamatan jiwa, termasuk kapal harta benda yang ada di dalam lokasi galangan kapal. Agar terjaminnya pelaksanaan sebuah sistim keamanan di galangan kapal maka pemerintah menerbitkan instrumen melalui peraturan menteri perhubungan tentang pemberlakuan penerapan International Ship and Port Sekurity Code (ISPS Code) yang harus dilaksanakan oleh galangan kapal. Tujuan penelitian ini meromendasikan agar ISPS Code dapat diterapkan oleh seluruh galangan kapal yang ada di Kota Batam. Penerapan ISPS Code bertujuan untuk menciptakan rasa aman digalangan kapal. Observasi untuk penelitian ini dilakukan pada salah satu galangan kapal di Batam yang telah menerapkan ISPS Code. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian secara empiris yang menghasilkan data dari lapangan berupa hasil penelitian langsung di sebuah galangan kapal. Implementasi ISPS Code sangat bermafaat bagi pengguna jasa pelabuhan galangan yaitu meningkatkan kepercayaan investor untuk berinvestasi dalam pembuatan kapal baru khususnya di galangan kapal di Kota Batam. Investor semakin percaya pada keamanan yang tersedia di galangan meski nampak birokratis prosedural bagi perusahaan galangan kapal tetapi dampaknya sangat mempercepat pertumbuhan ekonomi.","PeriodicalId":448059,"journal":{"name":"Jurnal Hukum Samudra Keadilan","volume":"152 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-03-13","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"115773472","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2023-03-11DOI: 10.33059/jhsk.v18i1.7279
Wiratmadinata Wiratmadinata
kontekstualisasi Pancasila di dalam upaya penguatan perdamaian di Aceh sangat relevan. Hal ini dilihat pada konteks derivasi nilai-nilai Pancasila serta UUD 1945, dalam kerangka Sistim Hukum Indonesia, untuk mengimplementasikan perdamaian di Aceh berdasarkan UU. No. 11 tahun 2006, atau UUPA (Undang-Undang Tentang Pemerintahan Aceh). Pada dasarnya penguatan perdamaian di Aceh, secara langsung atau tidak merupakan bentuk implementasi nilai-nilai Pancasila, melalui UUD-1945, maupun UU terkait lainnya. Dalam hal ini UUPA sendiri merupakan bentuk kongkrit Politik Hukum Pemerintah Republik Indonesia dalam memastikan dilaksanakannya apa yang disebut dengan MoU Helsinki, sebagai dokumen yang mendasari penyelesaian konflik antara Pemerintah Republik Indonesia dengan organisasi perlawanan Gerakan Aceh Merdeka (GAM), yang berlangsung antara tahun 1976 hingga tahun 2004, saat MoU tersebut ditandatangani
{"title":"KONTEKSTUALISASI PANCASILA DALAM PENGUATAN PERDAMAIAN DI ACEH","authors":"Wiratmadinata Wiratmadinata","doi":"10.33059/jhsk.v18i1.7279","DOIUrl":"https://doi.org/10.33059/jhsk.v18i1.7279","url":null,"abstract":"kontekstualisasi Pancasila di dalam upaya penguatan perdamaian di Aceh sangat relevan. Hal ini dilihat pada konteks derivasi nilai-nilai Pancasila serta UUD 1945, dalam kerangka Sistim Hukum Indonesia, untuk mengimplementasikan perdamaian di Aceh berdasarkan UU. No. 11 tahun 2006, atau UUPA (Undang-Undang Tentang Pemerintahan Aceh). Pada dasarnya penguatan perdamaian di Aceh, secara langsung atau tidak merupakan bentuk implementasi nilai-nilai Pancasila, melalui UUD-1945, maupun UU terkait lainnya. Dalam hal ini UUPA sendiri merupakan bentuk kongkrit Politik Hukum Pemerintah Republik Indonesia dalam memastikan dilaksanakannya apa yang disebut dengan MoU Helsinki, sebagai dokumen yang mendasari penyelesaian konflik antara Pemerintah Republik Indonesia dengan organisasi perlawanan Gerakan Aceh Merdeka (GAM), yang berlangsung antara tahun 1976 hingga tahun 2004, saat MoU tersebut ditandatangani","PeriodicalId":448059,"journal":{"name":"Jurnal Hukum Samudra Keadilan","volume":"55 3","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-03-11","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"120924627","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2023-03-09DOI: 10.33059/jhsk.v18i1.6468
Sophie Nandita, Gialdah Tapiansari Batubara
Sadomasokisme merupakan perilaku penyimpangan seksual yang dilakukan dengan melakukan penderitaan untuk mendapatkan kepuasan seksual. Adanya kehendak untuk melakukan perbuatan ini menimbulkan persoalan mengenai penerapan pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku sadomasokisme. Penulisan ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif karena dikaji berdasarkan peraturan perundang-undangan dan bahan hukum sebagai pendukungnya. Penulis menyimpulkan, perilaku sadomasokisme dikualifikasikan sebagai tindak penganiayaan sebagaimana Pasal 351 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, tindak kekerasan, baik itu kekerasan fisik, kekerasan seksual, maupun kekerasan psikis sebagaimana Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2009 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, sehingga dalam penerapan konsep pertanggungjawaban pidana, mampu atau tidaknya pelaku untuk bertanggungjawab secara pidana dinilai berdasarkan unsur kesalahan dan kondisi pelaku berdasarkan Pasal 44 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang masih terdapat kekaburan norma. Dengan demikian, penentuan mampu atau tidaknya pelaku sadomasokisme untuk bertanggungjawab secara pidana didasarkan pada keyakinan hakim dalam memutus perkara pelaku penyimpangan sadomasokisme.
{"title":"PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP PELAKU SADOMASOKISME SEBAGAI PERILAKU PENYIMPANGAN SEKSUAL DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA","authors":"Sophie Nandita, Gialdah Tapiansari Batubara","doi":"10.33059/jhsk.v18i1.6468","DOIUrl":"https://doi.org/10.33059/jhsk.v18i1.6468","url":null,"abstract":"Sadomasokisme merupakan perilaku penyimpangan seksual yang dilakukan dengan melakukan penderitaan untuk mendapatkan kepuasan seksual. Adanya kehendak untuk melakukan perbuatan ini menimbulkan persoalan mengenai penerapan pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku sadomasokisme. Penulisan ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif karena dikaji berdasarkan peraturan perundang-undangan dan bahan hukum sebagai pendukungnya. Penulis menyimpulkan, perilaku sadomasokisme dikualifikasikan sebagai tindak penganiayaan sebagaimana Pasal 351 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, tindak kekerasan, baik itu kekerasan fisik, kekerasan seksual, maupun kekerasan psikis sebagaimana Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2009 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, sehingga dalam penerapan konsep pertanggungjawaban pidana, mampu atau tidaknya pelaku untuk bertanggungjawab secara pidana dinilai berdasarkan unsur kesalahan dan kondisi pelaku berdasarkan Pasal 44 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang masih terdapat kekaburan norma. Dengan demikian, penentuan mampu atau tidaknya pelaku sadomasokisme untuk bertanggungjawab secara pidana didasarkan pada keyakinan hakim dalam memutus perkara pelaku penyimpangan sadomasokisme.","PeriodicalId":448059,"journal":{"name":"Jurnal Hukum Samudra Keadilan","volume":"31 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-03-09","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"131760894","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2023-03-08DOI: 10.33059/jhsk.v18i1.6419
Andika Dwi Amrianto
Sistem peradilan pidana Indonesia dalam penegakannya menggunakan pendekatan due process of law yang memiliki tujuan untuk menegakkan hukum dan keadilan di masyarakat. Namun melihat kenyataannya banyak penegak hukum yang seharusnya menegakkan hukum seadil adilnya ternyata malah menciderai hukum itu sendiri dengan maraknya kejadian korban salah tangkap. Pemulihan hak korban salah tangkap atas suatu peristiwa hukum yang mengakibatkan seseorang yang tidak bersalah terpaksa mengakui kesalahannya akibat dari adanya paksaan atau serangkaian tindakan yang tidak diinginkan merupakan suatu peristiwa yang harus dihindari. Dimana hal ini telah dijamin dalam undang-undang nomor 8 tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dikarenakan dalam suatu tindak pidana yang terjadi tentu harus bisa mencapai kepastian hukum dan mencapai keadilan yang substantif kepada semua pihak yang terlibat. Sehingga menetapkan tersangka yang bukan sebagai pelaku sebenarnya akan melanggar prinsip keadilan. Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan secara yuridis normatif didukung dengan analisis bahan hukum primer seperti hukum primer dan dilengkapi dengan bahan hukum sekunder yang mendukung. Peraturan yang terkait dalam penelitian ini adalah Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. Peraturan Pemerintah Nomor 92 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. kemudian bahan hukum sekunder sehingga dapat menjawab pertanyaan mengenai bagaimana proses pemulihan hak terhadap korban salah tangkap dan bagaimana analisis terkait pemulihan hak korban salah tangkap berdasarkan perspektif teori keadilan.
{"title":"PEMULIHAN HAK KORBAN SALAH TANGKAP BERDASARKAN PERSPEKTIF TEORI KEADILAN","authors":"Andika Dwi Amrianto","doi":"10.33059/jhsk.v18i1.6419","DOIUrl":"https://doi.org/10.33059/jhsk.v18i1.6419","url":null,"abstract":"Sistem peradilan pidana Indonesia dalam penegakannya menggunakan pendekatan due process of law yang memiliki tujuan untuk menegakkan hukum dan keadilan di masyarakat. Namun melihat kenyataannya banyak penegak hukum yang seharusnya menegakkan hukum seadil adilnya ternyata malah menciderai hukum itu sendiri dengan maraknya kejadian korban salah tangkap. Pemulihan hak korban salah tangkap atas suatu peristiwa hukum yang mengakibatkan seseorang yang tidak bersalah terpaksa mengakui kesalahannya akibat dari adanya paksaan atau serangkaian tindakan yang tidak diinginkan merupakan suatu peristiwa yang harus dihindari. Dimana hal ini telah dijamin dalam undang-undang nomor 8 tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dikarenakan dalam suatu tindak pidana yang terjadi tentu harus bisa mencapai kepastian hukum dan mencapai keadilan yang substantif kepada semua pihak yang terlibat. Sehingga menetapkan tersangka yang bukan sebagai pelaku sebenarnya akan melanggar prinsip keadilan. Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan secara yuridis normatif didukung dengan analisis bahan hukum primer seperti hukum primer dan dilengkapi dengan bahan hukum sekunder yang mendukung. Peraturan yang terkait dalam penelitian ini adalah Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. Peraturan Pemerintah Nomor 92 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. kemudian bahan hukum sekunder sehingga dapat menjawab pertanyaan mengenai bagaimana proses pemulihan hak terhadap korban salah tangkap dan bagaimana analisis terkait pemulihan hak korban salah tangkap berdasarkan perspektif teori keadilan.","PeriodicalId":448059,"journal":{"name":"Jurnal Hukum Samudra Keadilan","volume":"2 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-03-08","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"122323028","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2023-03-04DOI: 10.33059/jhsk.v18i1.7183
Juni Rahmadhani, Simatupang, Sudi Ardiansah, Fahmi, Juni Rahmadhani Simatupang, Sudi Fahmi
This study aims to examine the effectiveness of the use of telemedicine media according to the positive laws that apply in Indonesia and Malaysia. This study uses normative juridical research methods using secondary data. The results of the study show that the use of telemedicine media based on Law Number 20 of 2019 concerning the Implementation of Telemedicine Services Between Health Service Facilities is only limited to Health Service Facilities. Meanwhile in Malaysia based on the Telemedicine ACT 1997 the use of telemedicine media is only for medical practitioners who have telemedicine certificates. Conclusion in Indonesia and Malaysia have similarities and differences in the use of telemedicine media. Laws governing health care need to be updated both from data privacy laws and the use of telemedicine media. Keywords: Telemedicine; Indonesia; Malaysia
{"title":"EFEKTIVITAS PENGGUNAAN MEDIA TELEMEDICINE BERDASARKAN HUKUM INDONESIA DAN MALAYSIA","authors":"Juni Rahmadhani, Simatupang, Sudi Ardiansah, Fahmi, Juni Rahmadhani Simatupang, Sudi Fahmi","doi":"10.33059/jhsk.v18i1.7183","DOIUrl":"https://doi.org/10.33059/jhsk.v18i1.7183","url":null,"abstract":"This study aims to examine the effectiveness of the use of telemedicine media according to the positive laws that apply in Indonesia and Malaysia. This study uses normative juridical research methods using secondary data. The results of the study show that the use of telemedicine media based on Law Number 20 of 2019 concerning the Implementation of Telemedicine Services Between Health Service Facilities is only limited to Health Service Facilities. Meanwhile in Malaysia based on the Telemedicine ACT 1997 the use of telemedicine media is only for medical practitioners who have telemedicine certificates. Conclusion in Indonesia and Malaysia have similarities and differences in the use of telemedicine media. Laws governing health care need to be updated both from data privacy laws and the use of telemedicine media. \u0000Keywords: Telemedicine; Indonesia; Malaysia","PeriodicalId":448059,"journal":{"name":"Jurnal Hukum Samudra Keadilan","volume":"1 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-03-04","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"124968991","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}