Pub Date : 2021-04-20DOI: 10.22435/jpppk.v0i0.4325
Desi Fitria Neti, Ayurisya Dominata
Abstrak Implementasi Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) RI No. 812 tahun 2010 tentang penyelenggaraan pelayanan dialisis pada fasilitas pelayanan kesehatan (yankes) di Indonesia menimbulkan masalah bagi penderita gagal ginjal kronis. Kajian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif, teknik pengumpulan data melalui tinjauan pustaka pada sejumlah artikel, laporan penelitian, dan jurnal serta diskusi/konsultasi melalui daring. Data yang diperoleh dianalisis dengan teori Miles & Hubermans. Kajian dilakukan dari bulan Desember 2020 s.d. Maret 2021. Hasil menunjukkan bahwa implementasi Permenkes No. 812/2010 tentang penyelenggaraan pelayanan dialisis pada fasilitas yankes (fasyankes) belum optimal. Ketersediaan sarana dan prasarana, sumber daya manusia (SDM), alat, mesin, cairan dialisat, dan obat belum terbagi merata di seluruh Indonesia. Banyak pasien belum mendapatkan pelayanan hemodialisis (HD) 2 kali seminggu. Jumlah pasien dialisis terus meningkat, sekitar 20 ribu pasien belum mendapatkan akses pengobatan, pemilihan jenis terapi HD dan continuous ambulatory peritoneal dialysis (CAPD) yang dilaksanakan sesuai rekomendasi dokter. Pasien belum mendapat dosis obat dan waktu HD yang cukup karena berbagai kendala. RS/Klinik belum melakukan kunjungan rumah dalam rangka edukasi dan pemantauan, pasien dialisis berpotensi mengalami komplikasi/infeksi/kematian (drop out). Monev belum berjalan optimal, pembiayaan HD lebih mahal dari CAPD membebani keuangan negara, pelatihan dialisis masih minim di RS/Klinik. Kebijakan pelayanan dialisis saat ini belum terpadu. Belum ada pencerahan rohani dan kewajiban pencabutan/pemotongan alat dialisis bagi pasien muslim ketika sudah meninggal di rumah. Kajian ini merekomendasikan perlu melakukan perubahan Permenkes No. 812 tahun 2010 pasal 15 ayat 1 dan 2, seiring dengan upaya yang bisa dilakukan oleh Kementerian Kesehatan, Dinas Kesehatan dan Rumah Sakit dalam memperkuat sistem kesehatan dan mutu pelayanan bagi pasien dialisis. Kata kunci: Kebijakan Kesehatan, Pelayanan Dialisis, Penyakit Gagal Ginjal Abstract Implementation of Permenkes No. 812 of 2010 concerning the implementation of dialysis services in health facilities in Indonesia causing problems for people with cordic kidney failure. This study uses qualitative descriptive methods, data collection techniques through literature reviews in a number of articles, research reports, and journals and discussions / consultations through online. The data was obtained in the analysis with miles hubermans theory. Conducted from December 2020 to March 2021. The results concluded that the implementation of Permenkes No. 812/2010 on The Implementation of Dialysis Services in Health Care Facilities has not been optimal. The availability of facilities and infrastructure, human resources, tools, machinery, dialysis fluids, and drugs has not been evenly divided throughout Indonesia. Many patients do not get hemodialysis therapy (HD) services twice a week. Dialysis patie
{"title":"Implementasi Permenkes Nomor 812 Tahun 2010 tentang Tata Laksana Penyelenggaraan Pelayanan Hemodialisis di Indonesia","authors":"Desi Fitria Neti, Ayurisya Dominata","doi":"10.22435/jpppk.v0i0.4325","DOIUrl":"https://doi.org/10.22435/jpppk.v0i0.4325","url":null,"abstract":"Abstrak \u0000Implementasi Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) RI No. 812 tahun 2010 tentang penyelenggaraan pelayanan dialisis pada fasilitas pelayanan kesehatan (yankes) di Indonesia menimbulkan masalah bagi penderita gagal ginjal kronis. Kajian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif, teknik pengumpulan data melalui tinjauan pustaka pada sejumlah artikel, laporan penelitian, dan jurnal serta diskusi/konsultasi melalui daring. Data yang diperoleh dianalisis dengan teori Miles & Hubermans. Kajian dilakukan dari bulan Desember 2020 s.d. Maret 2021. Hasil menunjukkan bahwa implementasi Permenkes No. 812/2010 tentang penyelenggaraan pelayanan dialisis pada fasilitas yankes (fasyankes) belum optimal. Ketersediaan sarana dan prasarana, sumber daya manusia (SDM), alat, mesin, cairan dialisat, dan obat belum terbagi merata di seluruh Indonesia. Banyak pasien belum mendapatkan pelayanan hemodialisis (HD) 2 kali seminggu. Jumlah pasien dialisis terus meningkat, sekitar 20 ribu pasien belum mendapatkan akses pengobatan, pemilihan jenis terapi HD dan continuous ambulatory peritoneal dialysis (CAPD) yang dilaksanakan sesuai rekomendasi dokter. Pasien belum mendapat dosis obat dan waktu HD yang cukup karena berbagai kendala. RS/Klinik belum melakukan kunjungan rumah dalam rangka edukasi dan pemantauan, pasien dialisis berpotensi mengalami komplikasi/infeksi/kematian (drop out). Monev belum berjalan optimal, pembiayaan HD lebih mahal dari CAPD membebani keuangan negara, pelatihan dialisis masih minim di RS/Klinik. Kebijakan pelayanan dialisis saat ini belum terpadu. Belum ada pencerahan rohani dan kewajiban pencabutan/pemotongan alat dialisis bagi pasien muslim ketika sudah meninggal di rumah. Kajian ini merekomendasikan perlu melakukan perubahan Permenkes No. 812 tahun 2010 pasal 15 ayat 1 dan 2, seiring dengan upaya yang bisa dilakukan oleh Kementerian Kesehatan, Dinas Kesehatan dan Rumah Sakit dalam memperkuat sistem kesehatan dan mutu pelayanan bagi pasien dialisis. \u0000Kata kunci: Kebijakan Kesehatan, Pelayanan Dialisis, Penyakit Gagal Ginjal \u0000Abstract \u0000Implementation of Permenkes No. 812 of 2010 concerning the implementation of dialysis services in health facilities in Indonesia causing problems for people with cordic kidney failure. This study uses qualitative descriptive methods, data collection techniques through literature reviews in a number of articles, research reports, and journals and discussions / consultations through online. The data was obtained in the analysis with miles hubermans theory. Conducted from December 2020 to March 2021. The results concluded that the implementation of Permenkes No. 812/2010 on The Implementation of Dialysis Services in Health Care Facilities has not been optimal. The availability of facilities and infrastructure, human resources, tools, machinery, dialysis fluids, and drugs has not been evenly divided throughout Indonesia. Many patients do not get hemodialysis therapy (HD) services twice a week. Dialysis patie","PeriodicalId":170797,"journal":{"name":"Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesehatan","volume":"64 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-04-20","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"114612925","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2021-04-20DOI: 10.22435/jpppk.v5i1.5461
R. Maulina, M. Qomaruddin, Ardhiles Wahyu Kurniawan
Abstract Improper feeding practices are the initial cause of the occurrence of nutritional problems in infants and toddlers, if this condition occurs over time, long enough, and continuously it will have an impact on the child’s growth. This study aims to the factors that influence the mother's behavior in fulfilling toddler nutrition. The design of this research is a cross-sectional approach. The sample number in this study was 238 mothers of respondents who have children aged 1-3 years. The research location is in the work area of the Tajinan Health Center. Malang Regency, East Java. The independent variables in this study were perceived susceptibility, perceived severity, perceived usefulness, perceived barrier, cues to action, and self-efficacy. The dependent variable of the study is the behavior of mothers in providing nutrition. Samples were taken using random cluster sampling. Data was collected using a questionnaire. The data were analyzed by using the chi-square test with a significance level of <0.05. The results showed that perceived vulnerability (p = 0.297), perceived seriousness (p = 0.201), perceived benefits (p = 0.197), cues to act (p = 0.068) and self-efficacy (p = 0.205) there was no relationship between behavior mother. Only perceived barriers (p=0.028) had a relationship with the mother’s behavior. Health workers at the public health center can provide audio-visual interventions to improve the behavior of mothers in providing the nutritional needs of their children. Keywords: mother’s behavior, nutritional toddlers, theory of health belief model Abstrak Praktik pemberian makan yang tidak benar merupakan penyebab awal terjadinya masalah nutrisi pada bayi dan baduta yang apabila kondisi ini terjadi dalam waktu yang cukup lama dan terus menerus maka akan berdampak pada pertumbuhan anak. Tujuan penelitian ini adalah faktor yang mempengaruhi Ibu dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi pada anak usia balita. Desain penelitian ini adalah cross sectional. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 238 ibu responden yang memiliki anak usia 1-3 tahun. Lokasi penelitian di wilayah kerja Puskesmas Tajinan. Kabupaten Malang, Jawa Timur. Variabel independen dalam penelitian ini kerentanan yang dirasakan, keparahan yang dirasakan, manfaat yang dirasakan, persepsi penghalang, isyarat untuk bertindak dan efikasi diri. Variabel dependen penelitian adalah perilaku ibu dalam memberikan nutrisi. Sampel diambil dengan cara Cluster random sampling. Pengumpulan data menggunakan instrumen kuesioner terstruktur dengan kuesioner. Analisa data dengan uji chi square, level signifikan P value < 0,05. Hasil menunjukkan bahwa variabel-variabel : kerentanan yang dirasakan (p=0,297), keparahan yang dirasakan (p=0,201), manfaat yang dirasakan (p=0,197), isyarat untuk bertindak (p=0,068) dan efikasi diri (p=0,205) tidak ada hubungan antara perilaku ibu. Hanya hambatan yang dirasakan (p=0,028) berhubungan dengan perilaku ibu. Petugas kesehatan di Puskesmas harus me
不当的喂养方式是婴幼儿营养问题发生的最初原因,如果这种情况长期、长时间、持续地发生,就会对儿童的生长发育产生影响。本研究旨在探讨影响幼儿营养母亲行为的因素。本研究的设计是一个横断面的方法。本研究的样本数为238名有1-3岁孩子的母亲。研究地点在塔济南卫生中心的工作区域。东爪哇的玛琅摄政。本研究的自变量为感知易感性、感知严重性、感知有用性、感知障碍、行为提示和自我效能。该研究的因变量是母亲在提供营养方面的行为。样本采用随机整群抽样。通过问卷调查收集数据。资料分析采用卡方检验,显著性水平<0.05。结果显示,感知脆弱性(p = 0.297)、感知严谨性(p = 0.201)、感知利益(p = 0.197)、行为提示(p = 0.068)和自我效能感(p = 0.205)与行为母亲之间没有关系。只有感知障碍与母亲的行为有关系(p=0.028)。公共卫生中心的卫生工作者可以提供视听干预措施,以改善母亲在满足子女营养需求方面的行为。关键词:母亲行为,营养幼儿,健康信念理论模型摘要:Praktik pemberian makan yang tidak benar merupakan penyebab awal terjadinya masalah nutrisi pada bayi dan baduta yang apabila kondisi ini terjadi dalam waktu yang cukup lama danterus menerus maka akan berdampak padpertumbuhan anak。图juan penelitian ini adalah因子为yang mempengaruhi Ibu dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi pada anakusia balita。Desain penelitian ini adalah横截面。Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 238,但yang memoriliki anakusia 1-3 tahun回应。Lokasi penelitian di wilayah kerja Puskesmas ta济南。Kabupaten Malang,爪哇帖木儿。变量independent dalam penelitian ini kerentanan yang diasakan, keparahan yang diasakan, manfaat yang diasakan, persepsi penghalang, isyarat untuk bertindak dan efikasi diri。变量依赖于植物的生长发育和生长发育。样本:双甘菊,聚类随机抽样。彭普兰数据,孟古那坎仪器,结构,登坎仪器。分析数据登根无卡方,P值< 0.05,水平显著。Hasil menunjukkan bahwa变量-变量:kerentanan yang diasakan (p=0,297), keparahan yang diasakan (p=0,201), manfaat yang diasakan (p=0,197), isyarat untuk bertindak (p=0,068)和efikasi diri (p=0,205) tidak ada hubungan antara peraku ibu。Hanya hambatan yang diasakan (p= 0.028) berhubungan dengan peraku。Petugas kesehatan di Puskesmas harus成员,kan干预,secara,视听,untuk, meningkatkan, perakaku, Ibu dalam, pemenuhan, kebutuhan, nutrisi, bagi anaknya。Kata kunci:危险、健康、健康信念模型
{"title":"Factors that Influence Mother’s Behavior in Fulfilling Toddler Nutrition at the Age of 12-36 Months","authors":"R. Maulina, M. Qomaruddin, Ardhiles Wahyu Kurniawan","doi":"10.22435/jpppk.v5i1.5461","DOIUrl":"https://doi.org/10.22435/jpppk.v5i1.5461","url":null,"abstract":"Abstract \u0000Improper feeding practices are the initial cause of the occurrence of nutritional problems in infants and toddlers, if this condition occurs over time, long enough, and continuously it will have an impact on the child’s growth. This study aims to the factors that influence the mother's behavior in fulfilling toddler nutrition. The design of this research is a cross-sectional approach. The sample number in this study was 238 mothers of respondents who have children aged 1-3 years. The research location is in the work area of the Tajinan Health Center. Malang Regency, East Java. The independent variables in this study were perceived susceptibility, perceived severity, perceived usefulness, perceived barrier, cues to action, and self-efficacy. The dependent variable of the study is the behavior of mothers in providing nutrition. Samples were taken using random cluster sampling. Data was collected using a questionnaire. The data were analyzed by using the chi-square test with a significance level of <0.05. The results showed that perceived vulnerability (p = 0.297), perceived seriousness (p = 0.201), perceived benefits (p = 0.197), cues to act (p = 0.068) and self-efficacy (p = 0.205) there was no relationship between behavior mother. Only perceived barriers (p=0.028) had a relationship with the mother’s behavior. Health workers at the public health center can provide audio-visual interventions to improve the behavior of mothers in providing the nutritional needs of their children. \u0000Keywords: mother’s behavior, nutritional toddlers, theory of health belief model \u0000Abstrak \u0000Praktik pemberian makan yang tidak benar merupakan penyebab awal terjadinya masalah nutrisi pada bayi dan baduta yang apabila kondisi ini terjadi dalam waktu yang cukup lama dan terus menerus maka akan berdampak pada pertumbuhan anak. Tujuan penelitian ini adalah faktor yang mempengaruhi Ibu dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi pada anak usia balita. Desain penelitian ini adalah cross sectional. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 238 ibu responden yang memiliki anak usia 1-3 tahun. Lokasi penelitian di wilayah kerja Puskesmas Tajinan. Kabupaten Malang, Jawa Timur. Variabel independen dalam penelitian ini kerentanan yang dirasakan, keparahan yang dirasakan, manfaat yang dirasakan, persepsi penghalang, isyarat untuk bertindak dan efikasi diri. Variabel dependen penelitian adalah perilaku ibu dalam memberikan nutrisi. Sampel diambil dengan cara Cluster random sampling. Pengumpulan data menggunakan instrumen kuesioner terstruktur dengan kuesioner. Analisa data dengan uji chi square, level signifikan P value < 0,05. Hasil menunjukkan bahwa variabel-variabel : kerentanan yang dirasakan (p=0,297), keparahan yang dirasakan (p=0,201), manfaat yang dirasakan (p=0,197), isyarat untuk bertindak (p=0,068) dan efikasi diri (p=0,205) tidak ada hubungan antara perilaku ibu. Hanya hambatan yang dirasakan (p=0,028) berhubungan dengan perilaku ibu. Petugas kesehatan di Puskesmas harus me","PeriodicalId":170797,"journal":{"name":"Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesehatan","volume":"33 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-04-20","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"130430935","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2020-08-19DOI: 10.22435/JPPPK.V4I2.3310
A. Susyanty, H. Hendarwan, Amir Su'udi
Abstract Maintaining and fulfilling the needs of specialist doctors in government public hospitals is still a challenge. Government general hospitals have not been able to meet the minimum standard for specialist doctors. The distribution of personnel and the incentives received by specialist doctors varies between regions. This study aims to provide recommendations related to policies to meet the needs of specialist doctors at government general hospitals. This cross-sectional research study was conducted in May - December 2017 in 19 hospitals in 18 districts/cities. A total of 134 specialist doctors and dental specialists were respondents in this study. The fulfillment of non-financial incentives for specialist doctors, 28.4% lived in official homes, 41.8% received official vehicles and 73.1% were facilitated to attend seminars/education and training. Fulfillment of financial incentives shows that 73.1% of their income is sufficient for the family’s needs for 1 month and 63.5% can save. Further east, the incentives received by specialist doctors are greater. The combined capacity of central and local budgets can be optimized to provide adequate and equitable incentives to retain specialist doctors in government hospitals, especially in less desirable areas and with limited budgets. Keywords: adequacy, disparity, incentive Abstrak Keberadaan dan kecukupan dokter spesialis di rumah sakit umum pemerintah masih menjadi kendala. Masih banyak rumah sakit yang belum memenuhi standar minimal dokter spesialis di rumah sakit dan masih adanya disparitas distribusi tenaga dan insentif dokter spesialis di tiap daerah. Penelitian ini bertujuan untuk menyediakan rekomendasi kebijakan terkait pemenuhan kebutuhan dokter spesialis dari aspek penyediaan insentif bagi dokter. Penelitian ini dilakukan secara cross-sectional dan dilaksanakan pada bulan Mei - Desember 2017 di 19 RS di 18 kabupaten / kota. Sebanyak 134 dokter spesialis dan dokter gigi spesialis yang menjadi responden penelitian ini. Sebanyak 28,4% tinggal di rumah layanan yang disediakan, 73,1% dari pendapatannya mencukupi kebutuhan keluarga selama 1 bulan, 63,5% dapat menabung, 41,8% dapat kendaraan, 73,1% telah difasilitasi untuk mengikuti seminar / pendidikan dan pelatihan. Semakin ke timur, insentif yang diterima dokter spesialis semakin besar. Kombinasi kemampuan anggaran pusat dan daerah dapat dioptimalkan untuk memberikan insentif yang memadai dan merata untuk mempertahankan dokter spesialis di rumah sakit pemerintah, terutama di daerah yang tidak diminati dan dengan kendala anggaran. Kata kunci: kecukupan, disparitas, insentif
维持和满足政府公立医院专科医生的需求仍然是一个挑战。政府的综合医院无法达到专科医生的最低标准。专科医生的人员分布和获得的奖励因地区而异。本研究旨在提供相关政策建议,以满足政府综合医院专科医生的需求。本横断面研究于2017年5月至12月在18个区/市的19家医院进行。在这项研究中,共有134名专科医生和牙科专家接受调查。对专科医生实施非经济奖励,28.4%的专科医生住在公家,41.8%的专科医生乘坐公务车,73.1%的专科医生获安排参加研讨会/教育及培训。财政激励的实现情况显示,73.1%的收入足以满足家庭一个月的需要,63.5%可以储蓄。再往东,专科医生得到的奖励更大。可以优化中央和地方预算的综合能力,提供充分和公平的奖励,以留住政府医院的专科医生,特别是在不太理想的地区和预算有限的地区。关键词:充分性、差距、激励。摘要:中国特色教育,中国特色教育,中国特色教育,中国特色教育。Masih banyak rumah sakit yang belum memuhi标准最小值dokter special is rumah sakit dan Masih adanya差异分布,tenaga danunentif dokter special is ditiap daerah。Penelitian ini bertujuan untuk menyediakan rekomendasi kebijakan terkait pemenuhan kebutuhan dokter special is dari speak penyediaan inentif bagi dokter。Penelitian ini dilakukan secara横断面dan dilaksanakan padbulan Mei - 2017年12月di 19 RS di 18 kabupaten / kota。Sebanyak 134 dokter specialis和dokter gigi specialis yang menjadi回应penelitian ini。Sebanyak 28,4% tinggal di rumah layanan yang disediakan, 73,1% dari pendapatannya mencukupi kebutuhan keluarga selama 1 bulan, 63,5% dapat menabung, 41,8% dapat kendaraan, 73,1% telah difasilitasi untuk mengikuti seminar / pendidikan dan pelatihan。Semakin是一种木制品,而不是一种特殊的木制品。康比纳斯·凯普曼·anggaran·丹丹·丹丹·丹丹·丹丹·丹丹·丹丹·丹丹·丹丹·丹丹·丹丹·丹丹·丹丹·丹丹·丹丹·丹丹·丹丹·丹丹·丹丹·丹丹·丹丹·丹丹·丹丹·丹丹·丹丹·丹丹·丹丹·丹丹。Kata kunci: kecukupan, disparitas, inentif
{"title":"Incentive Distribution of Specialist Doctors in Government General Hospital","authors":"A. Susyanty, H. Hendarwan, Amir Su'udi","doi":"10.22435/JPPPK.V4I2.3310","DOIUrl":"https://doi.org/10.22435/JPPPK.V4I2.3310","url":null,"abstract":"Abstract \u0000Maintaining and fulfilling the needs of specialist doctors in government public hospitals is still a challenge. Government general hospitals have not been able to meet the minimum standard for specialist doctors. The distribution of personnel and the incentives received by specialist doctors varies between regions. This study aims to provide recommendations related to policies to meet the needs of specialist doctors at government general hospitals. This cross-sectional research study was conducted in May - December 2017 in 19 hospitals in 18 districts/cities. A total of 134 specialist doctors and dental specialists were respondents in this study. The fulfillment of non-financial incentives for specialist doctors, 28.4% lived in official homes, 41.8% received official vehicles and 73.1% were facilitated to attend seminars/education and training. Fulfillment of financial incentives shows that 73.1% of their income is sufficient for the family’s needs for 1 month and 63.5% can save. Further east, the incentives received by specialist doctors are greater. The combined capacity of central and local budgets can be optimized to provide adequate and equitable incentives to retain specialist doctors in government hospitals, especially in less desirable areas and with limited budgets. \u0000Keywords: adequacy, disparity, incentive \u0000Abstrak \u0000Keberadaan dan kecukupan dokter spesialis di rumah sakit umum pemerintah masih menjadi kendala. Masih banyak rumah sakit yang belum memenuhi standar minimal dokter spesialis di rumah sakit dan masih adanya disparitas distribusi tenaga dan insentif dokter spesialis di tiap daerah. Penelitian ini bertujuan untuk menyediakan rekomendasi kebijakan terkait pemenuhan kebutuhan dokter spesialis dari aspek penyediaan insentif bagi dokter. Penelitian ini dilakukan secara cross-sectional dan dilaksanakan pada bulan Mei - Desember 2017 di 19 RS di 18 kabupaten / kota. Sebanyak 134 dokter spesialis dan dokter gigi spesialis yang menjadi responden penelitian ini. Sebanyak 28,4% tinggal di rumah layanan yang disediakan, 73,1% dari pendapatannya mencukupi kebutuhan keluarga selama 1 bulan, 63,5% dapat menabung, 41,8% dapat kendaraan, 73,1% telah difasilitasi untuk mengikuti seminar / pendidikan dan pelatihan. Semakin ke timur, insentif yang diterima dokter spesialis semakin besar. Kombinasi kemampuan anggaran pusat dan daerah dapat dioptimalkan untuk memberikan insentif yang memadai dan merata untuk mempertahankan dokter spesialis di rumah sakit pemerintah, terutama di daerah yang tidak diminati dan dengan kendala anggaran. \u0000Kata kunci: kecukupan, disparitas, insentif","PeriodicalId":170797,"journal":{"name":"Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesehatan","volume":"26 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-08-19","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"131346641","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2020-08-19DOI: 10.22435/jpppk.v4i2.2961
Mukhlissul Faatih, Frans Dany, Ratih Rinendyaputri, Kambang Sariadji, I. Susanti, Ulyatun Nikmah
Abstrak Ada beberapa teknik untuk mengestimasi Hemoglobin (Hb) yang telah tersedia secara komersial. Sebagian besar metode ini tidak cocok untuk kondisi di negara berkembang dengan keterbatasan sumber daya, terutama karena harga pembelian peralatan yang tinggi atau biaya operasional yang tinggi. Kajian ini dilakukan untuk meninjau metode estimasi Hb yang dapat dilakukan pada situasi seumberdaya terbatas dari perspektif negara berkembang. Kajian pustaka dilakukan melalui database PubMed untuk studi-studi yang membandingkan berbagai teknik estimasi Hb. Kajian ini mendapatkan 13 artikel yang dimasukkan dalam kajian ini. Mengestimasi Hb pada kondisi yang sumberdayanya terbatas diperlukan metode yang ekonomis, praktis, cepat, valid, dan handal. Cyanmethemoglobin langsung telah menjadi gold-standard untuk estimasi hemoglobin, tetapi metode lain seperti Haemoglobin Color Scale (HCS), teknik Sahli, teknik Lovibond-Drabkin, teknik Tallqvist, metode tembaga-sulfat, HemoCue®, dan Automated Haematology Analyzer (AHA) juga tersedia. Setiap metode memiliki prinsip kerja yang berbeda dan kelebihan serta kekurangannya masing-masing. HemoCue® adalah metode terbaik untuk skrining awal anemia karena dapat diandalkan, mudah dibawa, tidak memerlukan catu daya dan mudah digunakan dikondisi sumber daya yang kurang tanpa perlu melatih petugas kesehatan. HCS adalah metode potensial lain yang dapat digunakan dalam situasi kekurangan sumber daya. Namun, metode tersebut harus diselidiki lebih lanjut melalui studi yang lebih besar sebelum diimplementasikan. Kata kunci: Metode estimasi hemoglobin Abstract There are several techniques for estimating Hemoglobin (Hb) that are commercially available. Most of these methods are not suitable for conditions in developing countries with limited resources, mainly due to equipment prices or high operational costs. This study was conducted to review the methods of estimating Hb which can be carried out in limited resource situations from the perspective of developing countries. A literature review was carried out through the PubMed database for studies comparing various Hb estimation techniques. Results of the literature review, 13 articles were included in this review. Hb estimation in limited resources situations required methods that are not expensive, practical, quick, valid, and reliable. Direct cyanmethemoglobin has become the gold standard for estimating hemoglobin, but other methods such as Hemoglobin Color Scale (HCS), Sahli technique, Lovibond-Drabkin technique, Tallqvist technique, copper-sulfate method, HemoCue®, and Automated Hematology Analyzer (AHA) are also available. Each method has a different working principle and its advantages and disadvantages. HemoCue® is the choice method for initial screening of anemia because it is reliable, portable, does not require a power supply and is easy to use in poor resource conditions without requiring health worker’s training. HCS is another potential method that can be used in l
抽象地说,有几种方法可以将血红蛋白(Hb)测定成商业用途。在发展中国家,这些方法大多不适用于资源有限的情况,特别是由于购买高成本的设备或高运营成本。这项研究是为了从发展中国家的角度来审查可能在有限凝血情况下对Hb的估计方法。库研究通过公共数据库进行研究,该数据库比较了Hb估计的各种技术。本研究获得了13篇文章。将Hb限制在资源有限的条件下,需要一种经济、实用、快速、有效和可靠的方法。Cyanmethemoglobin直接成了gold-standard血红蛋白来估算,但其他方法,如血红蛋白颜色规模(HCS) Sahli、Lovibond-Drabkin技术、工程技术Tallqvist tembaga-sulfat的方法,HemoCue®,自动Haematology分析仪(啊哈)也可以。每种方法都有不同的工作原理、优点和缺点。HemoCue®是早期筛查的最佳方法可靠,携带方便,不需要引起的贫血和容易使用dikondisi电源不足的资源,不用训练卫生工作者。HCS是另一种潜在的用于资源短缺的方法。然而,在实施之前,应该进行进一步的研究。关键词:血红蛋白抽象血红蛋白(Hb)测量血红蛋白(Hb)的方法是有限的。其中大多数方法都不适合有限资源、负责设备等开发。这项研究的目的是审查发展中国家有限资源的估计方法。研究相关品种Hb评估技术的公共数据库上出现了一项文献审查。文献审查的结果,其中13篇文章包括在这次审查中。Hb估计有限资源的情况,要求的方法并不贵,实际的,快速的,有效的,可靠的。直接cyanmethemoglobin已成为《gold standard for estimating血红蛋白,血红蛋白,但其他方法如此美国颜色规模(HCS) Sahli技巧、Lovibond-Drabkin技巧Tallqvist copper-sulfate方法技巧,HemoCue®,也和自动Hematology分析仪(啊哈)是"可以。每一种方法都有不同的原则和优势和缺点。HemoCue®是最初的选择方法筛选贫血,因为它是可靠的,便携式,确实不是require a电源和是易到用在《可怜的资源条件没有requiring卫生工作者的培训。HCS是另一种可能用于有限资源情况的方法。但是,这些方法在实现之前必须通过更大的研究进行进一步的调查。Keywords:血红蛋白估计方法
{"title":"Metode Estimasi Hemoglobin pada Situasi Sumberdaya Terbatas: Kajian Pustaka","authors":"Mukhlissul Faatih, Frans Dany, Ratih Rinendyaputri, Kambang Sariadji, I. Susanti, Ulyatun Nikmah","doi":"10.22435/jpppk.v4i2.2961","DOIUrl":"https://doi.org/10.22435/jpppk.v4i2.2961","url":null,"abstract":"Abstrak \u0000Ada beberapa teknik untuk mengestimasi Hemoglobin (Hb) yang telah tersedia secara komersial. Sebagian besar metode ini tidak cocok untuk kondisi di negara berkembang dengan keterbatasan sumber daya, terutama karena harga pembelian peralatan yang tinggi atau biaya operasional yang tinggi. Kajian ini dilakukan untuk meninjau metode estimasi Hb yang dapat dilakukan pada situasi seumberdaya terbatas dari perspektif negara berkembang. Kajian pustaka dilakukan melalui database PubMed untuk studi-studi yang membandingkan berbagai teknik estimasi Hb. Kajian ini mendapatkan 13 artikel yang dimasukkan dalam kajian ini. Mengestimasi Hb pada kondisi yang sumberdayanya terbatas diperlukan metode yang ekonomis, praktis, cepat, valid, dan handal. Cyanmethemoglobin langsung telah menjadi gold-standard untuk estimasi hemoglobin, tetapi metode lain seperti Haemoglobin Color Scale (HCS), teknik Sahli, teknik Lovibond-Drabkin, teknik Tallqvist, metode tembaga-sulfat, HemoCue®, dan Automated Haematology Analyzer (AHA) juga tersedia. Setiap metode memiliki prinsip kerja yang berbeda dan kelebihan serta kekurangannya masing-masing. HemoCue® adalah metode terbaik untuk skrining awal anemia karena dapat diandalkan, mudah dibawa, tidak memerlukan catu daya dan mudah digunakan dikondisi sumber daya yang kurang tanpa perlu melatih petugas kesehatan. HCS adalah metode potensial lain yang dapat digunakan dalam situasi kekurangan sumber daya. Namun, metode tersebut harus diselidiki lebih lanjut melalui studi yang lebih besar sebelum diimplementasikan. \u0000Kata kunci: Metode estimasi hemoglobin \u0000Abstract \u0000There are several techniques for estimating Hemoglobin (Hb) that are commercially available. Most of these methods are not suitable for conditions in developing countries with limited resources, mainly due to equipment prices or high operational costs. This study was conducted to review the methods of estimating Hb which can be carried out in limited resource situations from the perspective of developing countries. A literature review was carried out through the PubMed database for studies comparing various Hb estimation techniques. Results of the literature review, 13 articles were included in this review. Hb estimation in limited resources situations required methods that are not expensive, practical, quick, valid, and reliable. Direct cyanmethemoglobin has become the gold standard for estimating hemoglobin, but other methods such as Hemoglobin Color Scale (HCS), Sahli technique, Lovibond-Drabkin technique, Tallqvist technique, copper-sulfate method, HemoCue®, and Automated Hematology Analyzer (AHA) are also available. Each method has a different working principle and its advantages and disadvantages. HemoCue® is the choice method for initial screening of anemia because it is reliable, portable, does not require a power supply and is easy to use in poor resource conditions without requiring health worker’s training. HCS is another potential method that can be used in l","PeriodicalId":170797,"journal":{"name":"Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesehatan","volume":"1 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-08-19","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"130296130","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2020-08-19DOI: 10.22435/jpppk.v4i2.4505
Cicih Opitasari
Abstrak Penyakit reproduksi menjadi beban berat dan memiliki dampak besar terhadap kesehatan dan kualitas hidup wanita. Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui gambaran penyakit kelompok reproduksi wanita pada pasien Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang dirawat inap di rumah sakit. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan desain potong lintang di salah satu rumah sakit (RS) pemerintah di Jakarta. Data penelitian menggunakan seluruh data klaim rawat inap pasien BPJS Kesehatan periode Januari−Desember 2017 yang di dapatkan dari aplikasi E-Klaim INA-CBGs. Semua pasien wanita yang dirawat inap dan tergolong ke dalam kelompok penyakit reproduksi wanita berdasarkan casemix main groups dianalisis secara deskriptif. Total pasien pada kelompok ini sebanyak 1220, sedangkan jumlah kunjungan adalah 1528 kunjungan. Sebanyak 308 kunjungan merupakan kasus readmisi (tingkat readmisi 20,2%). Usia pasien terbanyak pada kelompok umur 35–44 tahun, rata-rata 39 tahun. Sebagian besar dirawat di kelas 3 dan memiliki tingkat keparahan level 1 dengan lama perawatan rata-rata 5,5 hari. Pasien dengan indikasi rawat ICU sebesar 6,6% dan hampir semua pasien dipulangkan atas persetujuan dokter. Diagnosis utama dan sekunder terbanyak masing-masing adalah observasi suspek neoplasma maligna dan anemia. Rerata klaim INA-CBGs pada penyakit reproduksi wanita masih lebih rendah dari tarif RS, kecuali pada gangguan post partum berat dan antepartum berat. Kata kunci : penyakit reproduksi wanita, rawat inap, BPJS Kesehatan, INA-CBGs Abstract Reproductive morbidity becomes a major burden and has a large impact on women’s health and their quality of life. This paper aims to address the diseases of a female reproductive group in hospitalized BPJS Kesehatan patients. This study was conducted using a cross-sectional design in one government hospital in Jakarta. The study used all hospital claim data for BPJS Kesehatan patients from January to December 2017 that was taken from the E-Claim INA-CBGs application. All-female patients who were hospitalized and classified as female reproductive disease groups based on case-mix main groups were analyzed descriptively. The total number of patients in this group was 1220, while the number of visits was 1528 visits. A total of 308 visits were readmission cases (readmission rate of 20.2%). Most of the patients were aged 35-44 years with an average was 39 years. The majority of the patients were treated in the third class and had severity level 1, the mean length of stay was 5.5 days. The patients who had ICU indication were 6.6% and almost all patients were discharged with the physician’s approval. The most common primary and secondary diagnoses were observations of suspected malignant neoplasms and anemia respectively. The mean of INA-CBG claims in female reproductive diseases was still lower than hospital rates, except in severe postpartum and antepartum disorders. Keywords: female reproductive diseases, hospitalized, BPJ
{"title":"Gambaran Penyakit Reproduksi Wanita pada Pasien Rawat Inap yang Menggunakan BPJS Kesehatan di Salah Satu Rumah Sakit Kelas A di Jakarta","authors":"Cicih Opitasari","doi":"10.22435/jpppk.v4i2.4505","DOIUrl":"https://doi.org/10.22435/jpppk.v4i2.4505","url":null,"abstract":"Abstrak \u0000Penyakit reproduksi menjadi beban berat dan memiliki dampak besar terhadap kesehatan dan kualitas hidup wanita. Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui gambaran penyakit kelompok reproduksi wanita pada pasien Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang dirawat inap di rumah sakit. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan desain potong lintang di salah satu rumah sakit (RS) pemerintah di Jakarta. Data penelitian menggunakan seluruh data klaim rawat inap pasien BPJS Kesehatan periode Januari−Desember 2017 yang di dapatkan dari aplikasi E-Klaim INA-CBGs. Semua pasien wanita yang dirawat inap dan tergolong ke dalam kelompok penyakit reproduksi wanita berdasarkan casemix main groups dianalisis secara deskriptif. Total pasien pada kelompok ini sebanyak 1220, sedangkan jumlah kunjungan adalah 1528 kunjungan. Sebanyak 308 kunjungan merupakan kasus readmisi (tingkat readmisi 20,2%). Usia pasien terbanyak pada kelompok umur 35–44 tahun, rata-rata 39 tahun. Sebagian besar dirawat di kelas 3 dan memiliki tingkat keparahan level 1 dengan lama perawatan rata-rata 5,5 hari. Pasien dengan indikasi rawat ICU sebesar 6,6% dan hampir semua pasien dipulangkan atas persetujuan dokter. Diagnosis utama dan sekunder terbanyak masing-masing adalah observasi suspek neoplasma maligna dan anemia. Rerata klaim INA-CBGs pada penyakit reproduksi wanita masih lebih rendah dari tarif RS, kecuali pada gangguan post partum berat dan antepartum berat. \u0000Kata kunci : penyakit reproduksi wanita, rawat inap, BPJS Kesehatan, INA-CBGs \u0000Abstract \u0000Reproductive morbidity becomes a major burden and has a large impact on women’s health and their quality of life. This paper aims to address the diseases of a female reproductive group in hospitalized BPJS Kesehatan patients. This study was conducted using a cross-sectional design in one government hospital in Jakarta. The study used all hospital claim data for BPJS Kesehatan patients from January to December 2017 that was taken from the E-Claim INA-CBGs application. All-female patients who were hospitalized and classified as female reproductive disease groups based on case-mix main groups were analyzed descriptively. The total number of patients in this group was 1220, while the number of visits was 1528 visits. A total of 308 visits were readmission cases (readmission rate of 20.2%). Most of the patients were aged 35-44 years with an average was 39 years. The majority of the patients were treated in the third class and had severity level 1, the mean length of stay was 5.5 days. The patients who had ICU indication were 6.6% and almost all patients were discharged with the physician’s approval. The most common primary and secondary diagnoses were observations of suspected malignant neoplasms and anemia respectively. The mean of INA-CBG claims in female reproductive diseases was still lower than hospital rates, except in severe postpartum and antepartum disorders. \u0000Keywords: female reproductive diseases, hospitalized, BPJ","PeriodicalId":170797,"journal":{"name":"Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesehatan","volume":"167 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-08-19","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"114370528","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2020-08-19DOI: 10.22435/JPPPK.V4I2.3674
Widianto Pancaharjono, Danny Fajar Mogsa, A. Hasugian, Hadjar Siswantoro, Armadji Kamaludi Syarif, Agus Dwi Harso, Sri Idaiani, T. A. Jovina
Abstrak Diperkirakan 40–70% alat-alat medis di negara-negara miskin dan berkembang mengalami kerusakan, tidak dapat digunakan atau tidak digunakan sesuai tujuannya dan akan memengaruhi kualitas pelayanan kesehatan. Beberapa penelitian menunjukkan masih kurangnya kualitas peralatan di Puskesmas. Tujuan penelitian ini adalah untuk menilai faktor-faktor yang memengaruhi jaminan kualitas alat-alat medis dan nonmedis yang ada di Puskesmas. Penelitian ini merupakan analisis lanjut dari penelitian “Pengembangan Indeks Mutu Pelayanan Kesehatan Puskesmas” pada tahun 2017. Penelitian ini menggunakan desain potong lintang dengan 200 puskesmas terpilih sebagai sampel penelitian. Analisis univariat dilakukan untuk menilai karakteristik responden. Analisis bivariat dilakukan menggunakan uji Chi-square untuk menilai faktor-faktor yang berhubungan dengan jaminan kualitas terhadap peralatan di tempat pelayanan. Variabel yang dianalisis yaitu dilakukan monitoring terhadap pemeliharaan peralatan medis dan nonmedis (p209); ada tempat penyimpanan/gudang sarana dan peralatan yang memenuhi persyaratan (p255); dilakukan kalibrasi atau validasi instrumen/alat ukur tepat waktu dan oleh pihak yang kompeten sesuai prosedur (p820); terdapat bukti dokumentasi dilakukannya kalibrasi atau validasi, dan masih berlaku (p821); ditetapkan kebijakan dan prosedur untuk memisahkan alat yang bersih dan alat yang kotor, alat yang memerlukan sterilisasi, alat yang membutuhkan perawatan lebih lanjut (tidak siap pakai), serta alat-alat yang membutuhkan persyaratan khusus untuk peletakannya (p868) terbukti mempunyai hubungan secara bermakna dan variabel “dilakukan kalibrasi atau validasi instrumen/alat ukur tepat waktu dan oleh pihak yang kompeten sesuai prosedur” berpeluang sebesar 27,681 kali mempunyai jaminan kualitas yang baik terhadap peralatan di tempat pelayanan dibandingkan dengan Puskesmas yang tidak melakukannya. Kata Kunci : Alat kesehatan, sterilisasi, kalibrasi Abstract An estimated 40–70% of medical equipment in poor and developing countries are damaged, unusable or unused under its purpose and will affect the quality of health services. Several studies have shown that there is still a lack of equipment quality in Puskesmas. The purpose of this study is to assess the factors that affect the quality assurance of medical and non-medical devices in Puskesmas. This study is an in-depth analysis of the “The Development of Puskesmas Health Service Quality Index” in 2017. A cross-sectional design is used with 200 Puskesmas as the research sample. Univariate analysis and Chi-square test were conducted to assess the characteristics of the respondents and the factors associated with quality assurance of equipment at the service center. The analyzed variables are monitoring of medical and non-medical equipment maintenance (p209); storage area/warehouse that meets the requirements (p255); instruments / measuring instruments calibration or validation is carried out on time by competent
据估计,贫困和发展中国家的40 - 70%医疗设备正在受到损害,不能或不愿使用,并将影响医疗保健的质量。一些研究表明,Puskesmas的设备质量仍然很差。本研究的目的是评估影响医疗器械和非医学设备质量的因素。该研究是2017年“Puskesmas医疗质量指数发展”研究的进一步分析。本研究采用一种有200个肚脐的切割设计作为研究样本。进行univariat分析,以评估受访者的特征。双变量分析是使用Chi-square来评估与现场设备质量保证相关的因素。分析的变量是监测医疗和非医疗设备的维护(p209);有符合要求的设施/仓库和设备(p255);经及时校准或仪器/仪表验证,并由经程序合格的人员进行(p820);有文件证明做校准或验证,仍然有效(p821);制定政策和程序来区分清洁工具和不卫生工具,需要消毒的工具,需要进一步治疗的工具,以及需要特殊要求的临近的工具(p868)证明有有意义地和变量之间的关系”做校准或验证仪器/仪表及时和适当的称职的一方“偶然27.681倍有质量保证程序对设备的好地方的医院相比,不做服务。关键字:卫生、消毒、估计为40 - 70%的贫民和发展中国家的医疗设备已被破坏,负担不起或无法使用的目的,将影响卫生服务的质量。几个研究人员已经证明,在Puskesmas仍然有许多设备。《factors这个研究的目的是要评估这种影响《医学与品质保障部non-medical设备公司在诊所。这个研究是一个深入分析”的《the Development of诊所健康服务质量指数”在2017年。在研究样本中,一个跨部门的设计使用了200个儿童诊所。Univariate分析和Chi-square测试是对评估conducted respondents characteristics》和《factors (associated with品质保障部设备at the service)的中心。《analyzed variables英亩of medical and non-medical监测设备维修费(p209);存储区域/仓库那遇见requirements杂志》(p255);-仪器与测量仪器calibration或validation carried out on time)是由competent各方弥足procedures (p820);#仍然有效documentary calibration的证据或validation (p821);那里是建立政策procedures要用清洁和肮脏的工具,工具requiring sterilization,治疗和特殊requirements for离它的配置(p868) proved to be浓厚。-仪器与测量仪器calibration或validation carried out on time)是由competent各方弥足procedures有a chance of a玩得好品质保障部of 27.681时报《服务广场compared to诊所设备那不是做如此。安装:健康、sterilization calibration带给您
{"title":"Faktor-Faktor yang Memengaruhi Jaminan Kualitas Peralatan di Puskesmas","authors":"Widianto Pancaharjono, Danny Fajar Mogsa, A. Hasugian, Hadjar Siswantoro, Armadji Kamaludi Syarif, Agus Dwi Harso, Sri Idaiani, T. A. Jovina","doi":"10.22435/JPPPK.V4I2.3674","DOIUrl":"https://doi.org/10.22435/JPPPK.V4I2.3674","url":null,"abstract":"Abstrak \u0000Diperkirakan 40–70% alat-alat medis di negara-negara miskin dan berkembang mengalami kerusakan, tidak dapat digunakan atau tidak digunakan sesuai tujuannya dan akan memengaruhi kualitas pelayanan kesehatan. Beberapa penelitian menunjukkan masih kurangnya kualitas peralatan di Puskesmas. Tujuan penelitian ini adalah untuk menilai faktor-faktor yang memengaruhi jaminan kualitas alat-alat medis dan nonmedis yang ada di Puskesmas. Penelitian ini merupakan analisis lanjut dari penelitian “Pengembangan Indeks Mutu Pelayanan Kesehatan Puskesmas” pada tahun 2017. Penelitian ini menggunakan desain potong lintang dengan 200 puskesmas terpilih sebagai sampel penelitian. Analisis univariat dilakukan untuk menilai karakteristik responden. Analisis bivariat dilakukan menggunakan uji Chi-square untuk menilai faktor-faktor yang berhubungan dengan jaminan kualitas terhadap peralatan di tempat pelayanan. Variabel yang dianalisis yaitu dilakukan monitoring terhadap pemeliharaan peralatan medis dan nonmedis (p209); ada tempat penyimpanan/gudang sarana dan peralatan yang memenuhi persyaratan (p255); dilakukan kalibrasi atau validasi instrumen/alat ukur tepat waktu dan oleh pihak yang kompeten sesuai prosedur (p820); terdapat bukti dokumentasi dilakukannya kalibrasi atau validasi, dan masih berlaku (p821); ditetapkan kebijakan dan prosedur untuk memisahkan alat yang bersih dan alat yang kotor, alat yang memerlukan sterilisasi, alat yang membutuhkan perawatan lebih lanjut (tidak siap pakai), serta alat-alat yang membutuhkan persyaratan khusus untuk peletakannya (p868) terbukti mempunyai hubungan secara bermakna dan variabel “dilakukan kalibrasi atau validasi instrumen/alat ukur tepat waktu dan oleh pihak yang kompeten sesuai prosedur” berpeluang sebesar 27,681 kali mempunyai jaminan kualitas yang baik terhadap peralatan di tempat pelayanan dibandingkan dengan Puskesmas yang tidak melakukannya. \u0000Kata Kunci : Alat kesehatan, sterilisasi, kalibrasi \u0000Abstract \u0000An estimated 40–70% of medical equipment in poor and developing countries are damaged, unusable or unused under its purpose and will affect the quality of health services. Several studies have shown that there is still a lack of equipment quality in Puskesmas. The purpose of this study is to assess the factors that affect the quality assurance of medical and non-medical devices in Puskesmas. This study is an in-depth analysis of the “The Development of Puskesmas Health Service Quality Index” in 2017. A cross-sectional design is used with 200 Puskesmas as the research sample. Univariate analysis and Chi-square test were conducted to assess the characteristics of the respondents and the factors associated with quality assurance of equipment at the service center. The analyzed variables are monitoring of medical and non-medical equipment maintenance (p209); storage area/warehouse that meets the requirements (p255); instruments / measuring instruments calibration or validation is carried out on time by competent","PeriodicalId":170797,"journal":{"name":"Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesehatan","volume":"131 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-08-19","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"126867628","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2020-08-19DOI: 10.22435/JPPPK.V4I2.3274
Christa Gumanti Manik, Sri Mardikani Nugraha, Maya Ryandita
Abstrak Tenaga kesehatan (nakes) dalam penanganan pandemi Coronavirus Disease (COVID-19) menghadapi berbagai isu, seperti kekurangan Alat Pelindung Diri (APD), kelelahan fisik, tekanan psikososial karena stigmatisasi dan diskriminasi. Mengingat pentingnya peran nakes dalam sistem kesehatan, khususnya terkait penanganan COVID-19, penulisan ini bertujuan untuk menganalisis kebijakan perlindungan nakes pada saat pandemi COVID-19, dengan menelaah regulasi, jurnal terkait, media (elektronik) nasional dan internasional, serta data nakes yang menangani, terinfeksi, dan meninggal karena COVID-19. Segitiga kebijakan Waltz dan Gilson digunakan dalam menganalisis kebijakan. Kebijakan yang telah ditetapkan pemerintah pusat antara lain terkait dengan relaksasi kebijakan dalam memenuhi ketersediaan APD, insentif, penyediaan transportasi dan penginapan, telemedicine, kewajiban penggunaan masker, dan layanan psikososial berupa buku pedoman dan konseling online. Permasalahan yang ada terkait kebijakan tersebut seperti pengawasan kualitas APD donasi masih berada di level rumah sakit, insentif finansial untuk nakes hanya sampai tiga bulan, telemedicine menuai pro dan kontra dalam penegakan diagnosis penyakit, dan layanan psikososial berupa konseling online dan buku pedoman masih bersifat umum. Pemerintah perlu mengawasi ketersediaan APD yang berkualitas. Diperlukan insentif finansial yang berkelanjutan sampai wabah berakhir dan insentif non-finansial seperti memberlakukan paid sick leave, mengatur jumlah jam kerja yang tepat, serta menyediakan layanan psikososial yang ditujukan khusus untuk nakes dan meningkatkan penyebaran informasi layanan psikososial tersebut. Diperlukan pelatihan berkelanjutan dalam merespon wabah dan kerjasama multisektoral dalam pengembangan layanan kesehatan berbasis teknologi. Pemerintah perlu menghimpun data nasional nakes yang terinfeksi maupun meninggal. Pemakaian masker dan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) harus menjadi budaya dikalangan masyarakat. Kata kunci : Kebijakan, Tenaga Kesehatan (Nakes), Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) Abstract Health workers battling Coronavirus Disease (COVID-19) outbreak face various issues, such as lack of Personal Protective Equipment (PPE), physical fatigue, and psychosocial pressures. Considering the health workers’ significant role in the health system, this paper aims to analyse Indonesian government’s policies related to the protection of health workers during the COVID-19 outbreak, by examining regulations, related journals, national and international (electronic) media, and related data on health workers contracting the disease. Waltz and Gilson’s policy triangle was used for the policies analysis. Government’s policies related to the protection of health workers involve easing policies to meet PPE demands, providing financial incentives, providing online psychosocial services, transportation, and hotel, using telemedicine, and wearing masks in public spaces. Issues related to the po
{"title":"Kebijakan Perlindungan Tenaga Kesehatan dalam Menghadapi Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) di Indonesia","authors":"Christa Gumanti Manik, Sri Mardikani Nugraha, Maya Ryandita","doi":"10.22435/JPPPK.V4I2.3274","DOIUrl":"https://doi.org/10.22435/JPPPK.V4I2.3274","url":null,"abstract":"Abstrak \u0000Tenaga kesehatan (nakes) dalam penanganan pandemi Coronavirus Disease (COVID-19) menghadapi berbagai isu, seperti kekurangan Alat Pelindung Diri (APD), kelelahan fisik, tekanan psikososial karena stigmatisasi dan diskriminasi. Mengingat pentingnya peran nakes dalam sistem kesehatan, khususnya terkait penanganan COVID-19, penulisan ini bertujuan untuk menganalisis kebijakan perlindungan nakes pada saat pandemi COVID-19, dengan menelaah regulasi, jurnal terkait, media (elektronik) nasional dan internasional, serta data nakes yang menangani, terinfeksi, dan meninggal karena COVID-19. Segitiga kebijakan Waltz dan Gilson digunakan dalam menganalisis kebijakan. Kebijakan yang telah ditetapkan pemerintah pusat antara lain terkait dengan relaksasi kebijakan dalam memenuhi ketersediaan APD, insentif, penyediaan transportasi dan penginapan, telemedicine, kewajiban penggunaan masker, dan layanan psikososial berupa buku pedoman dan konseling online. Permasalahan yang ada terkait kebijakan tersebut seperti pengawasan kualitas APD donasi masih berada di level rumah sakit, insentif finansial untuk nakes hanya sampai tiga bulan, telemedicine menuai pro dan kontra dalam penegakan diagnosis penyakit, dan layanan psikososial berupa konseling online dan buku pedoman masih bersifat umum. Pemerintah perlu mengawasi ketersediaan APD yang berkualitas. Diperlukan insentif finansial yang berkelanjutan sampai wabah berakhir dan insentif non-finansial seperti memberlakukan paid sick leave, mengatur jumlah jam kerja yang tepat, serta menyediakan layanan psikososial yang ditujukan khusus untuk nakes dan meningkatkan penyebaran informasi layanan psikososial tersebut. Diperlukan pelatihan berkelanjutan dalam merespon wabah dan kerjasama multisektoral dalam pengembangan layanan kesehatan berbasis teknologi. Pemerintah perlu menghimpun data nasional nakes yang terinfeksi maupun meninggal. Pemakaian masker dan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) harus menjadi budaya dikalangan masyarakat. \u0000Kata kunci : Kebijakan, Tenaga Kesehatan (Nakes), Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) \u0000Abstract \u0000Health workers battling Coronavirus Disease (COVID-19) outbreak face various issues, such as lack of Personal Protective Equipment (PPE), physical fatigue, and psychosocial pressures. Considering the health workers’ significant role in the health system, this paper aims to analyse Indonesian government’s policies related to the protection of health workers during the COVID-19 outbreak, by examining regulations, related journals, national and international (electronic) media, and related data on health workers contracting the disease. Waltz and Gilson’s policy triangle was used for the policies analysis. Government’s policies related to the protection of health workers involve easing policies to meet PPE demands, providing financial incentives, providing online psychosocial services, transportation, and hotel, using telemedicine, and wearing masks in public spaces. Issues related to the po","PeriodicalId":170797,"journal":{"name":"Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesehatan","volume":"81 4","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-08-19","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"114037737","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2020-08-19DOI: 10.22435/jpppk.v4i2.3769
T. Lestari, Nita Prihartini, Delima Delima
Abstrak Registri jamu merupakan sistem pencatatan pelayanan kesehatan menggunakan jamu atau herbal berbasis web yang dikembangkan oleh Balitbangkes. Artikel ini bertujuan mengetahui gambaran kualitas hidup pasien dengan keluhan dispepsia yang diberi jamu oleh dokter praktik jamu. Desain penelitian Registri Jamu yaitu potong lintang. Data dikumpulkan dari data rekam medik 186 pasien dispepsia yang berobat pada 64 dokter yang termasuk dalam jejaring dokter praktik jamu di 10 provinsi di Indonesia tahun 2014—2018. Data diekstrak dari sistem pencatatan Registri Jamu dan dianalisis secara deskriptif. Kualitas hidup dinilai menggunakan instrumen kualitas hidup 4 dimensi (8 pertanyaan) dan skala Nepean khusus dispepsia. Hasil analisis menunjukkan sebagian besar pasien dispepsia yang berobat pada dokter praktik jamu adalah perempuan, usia 45—64 tahun, pendidikan tamat perguruan tinggi, pekerjaan wiraswasta, berobat pada fasyankes klinik, berada di provinsi Jawa Tengah. Enam gejala umum dispepsia terbanyak yaitu: tidak nafsu makan, lemah/letih, sulit tidur, nyeri ulu hati, demam, dan pucat. Kualitas hidup pasien dengan keluhan dispepsia yang diberi perawatan dengan jamu oleh dokter praktik jamu cenderung rmeningkat seiring dengan bertambahnya frekuensi waktu kunjungan. Kata kunci: dispepsia, registri jamu, kualitas hidup Abstract Jamu Registry is a web-based health service recording system developed by Balitbangkes. This article aims to describe the quality of life of patients with dyspepsia treated with jamu by doctors. Research on Jamu Registry was a cross-sectional study. Data was collected from medical record of 186 dyspepsia patients treated by 64 doctors prescribing herbal medicine in their services in 10 provinces in Indonesia from 2014—2018. This data was extracted from the Jamu Registry recording system and analyzed descriptively. The quality of life was assessed using 4 dimensions (8 items) quality of life questionnaire and Nepean scale for dyspepsia. The results showed dyspepsia patients in this study were mostly female, aged 45—64 years, highly educated, worked as an entrepreneur, sought treatment at clinical health facility, located in Central Java province. The six common symptoms of dyspepsia recorded were: lack of appetite, weakness / fatigue, sleep disorders, heartburn, fever and pallor. The quality of life of patients with dyspepsia who were given jamu by the herbal medicine practitioner tended to increase along with the frequency of visit. Keywords: dyspepsia, herbal medicine registry, quality of life
{"title":"Gambaran Kualitas Hidup Pasien dengan Keluhan Dispepsia yang Diberi Perawatan dengan Jamu (Data Registri Jamu 2014-2018)","authors":"T. Lestari, Nita Prihartini, Delima Delima","doi":"10.22435/jpppk.v4i2.3769","DOIUrl":"https://doi.org/10.22435/jpppk.v4i2.3769","url":null,"abstract":"Abstrak \u0000Registri jamu merupakan sistem pencatatan pelayanan kesehatan menggunakan jamu atau herbal berbasis web yang dikembangkan oleh Balitbangkes. Artikel ini bertujuan mengetahui gambaran kualitas hidup pasien dengan keluhan dispepsia yang diberi jamu oleh dokter praktik jamu. Desain penelitian Registri Jamu yaitu potong lintang. Data dikumpulkan dari data rekam medik 186 pasien dispepsia yang berobat pada 64 dokter yang termasuk dalam jejaring dokter praktik jamu di 10 provinsi di Indonesia tahun 2014—2018. Data diekstrak dari sistem pencatatan Registri Jamu dan dianalisis secara deskriptif. Kualitas hidup dinilai menggunakan instrumen kualitas hidup 4 dimensi (8 pertanyaan) dan skala Nepean khusus dispepsia. Hasil analisis menunjukkan sebagian besar pasien dispepsia yang berobat pada dokter praktik jamu adalah perempuan, usia 45—64 tahun, pendidikan tamat perguruan tinggi, pekerjaan wiraswasta, berobat pada fasyankes klinik, berada di provinsi Jawa Tengah. Enam gejala umum dispepsia terbanyak yaitu: tidak nafsu makan, lemah/letih, sulit tidur, nyeri ulu hati, demam, dan pucat. Kualitas hidup pasien dengan keluhan dispepsia yang diberi perawatan dengan jamu oleh dokter praktik jamu cenderung rmeningkat seiring dengan bertambahnya frekuensi waktu kunjungan. \u0000Kata kunci: dispepsia, registri jamu, kualitas hidup \u0000Abstract \u0000Jamu Registry is a web-based health service recording system developed by Balitbangkes. This article aims to describe the quality of life of patients with dyspepsia treated with jamu by doctors. Research on Jamu Registry was a cross-sectional study. Data was collected from medical record of 186 dyspepsia patients treated by 64 doctors prescribing herbal medicine in their services in 10 provinces in Indonesia from 2014—2018. This data was extracted from the Jamu Registry recording system and analyzed descriptively. The quality of life was assessed using 4 dimensions (8 items) quality of life questionnaire and Nepean scale for dyspepsia. The results showed dyspepsia patients in this study were mostly female, aged 45—64 years, highly educated, worked as an entrepreneur, sought treatment at clinical health facility, located in Central Java province. The six common symptoms of dyspepsia recorded were: lack of appetite, weakness / fatigue, sleep disorders, heartburn, fever and pallor. The quality of life of patients with dyspepsia who were given jamu by the herbal medicine practitioner tended to increase along with the frequency of visit. \u0000Keywords: dyspepsia, herbal medicine registry, quality of life","PeriodicalId":170797,"journal":{"name":"Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesehatan","volume":"25 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-08-19","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"116143237","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2020-08-19DOI: 10.22435/jpppk.v4i2.3698
Dona Arlinda, R. Indah, A. Yulianto, A. D. Harso, Armaji Kamaludi Syarief, M. Karyana
Abstract Indonesia is a high burden country for tuberculosis (TB), multidrug-resistant (MDR) TB, and TB-HIV. We aimed to determine factors associated with poor TB treatment outcomes. A hospital-based TB Registry at seven referral hospitals in Java and Bali included data from patients aged ≥15 years who were diagnosed with TB from 1 January 2014 - 31 December 2015. The factors were assessed by logistic regression. From 2,051 TB patients, 1,180 (57.5%) were male and median age was 38 years (IQR 27-50 years), 452 (22%) had previous TB treatment history, 1,447 (70.6%) had pulmonary TB, 216 (10.5%) TB-HIV, 296 (14.4%) TB-DM and 248 (12.1%) were resistant to ≥1 anti-TB drug. Treatment outcome was unknown for 135 (6.6%) subjects and 1,137 (55.4%) who were still on treatment. Among the 779 with available outcome, 358 (46%) were treatment success, 248 (31.8%) transferred out, 112 (14.4%) defaulted, 46 (5.9%) died and 15 (1.9%) failed. After controlling other factors, poor TB treatment was associated with age ≥38 years (p=0.003; aOR 1.58; 95% CI 1.2-2.1), previous history of TB treatment (p<0.001; aOR 2.55; 95% CI 1.5-4.2) and resistance to ≥1 anti-TB drug (p<0.001; aOR 11.66; 95% CI 3.8-36.1). Mortality was associated with previous history of TB treatment (p=0.003; aOR 3.87; 95% CI 1.7-9.6), TB-HIV (p=0.001; aOR 10.43; 95% CI 4.2-26.1), and resistance to ≥1 anti-TB drug (p=0.001; aOR 9.48; 95% CI 2.6-34.0). Treatment in TB patients with older age, history of previous TB treatment, HIV, and drug resistance should be closely monitored. Keywords: Indonesia, tuberculosis, treatment outcome Abstrak Indonesia adalah negara dengan beban tinggi untuk tuberkulosis (TB), TB resisten obat (MDR) dan TB-HIV. Analisis ini bertujuan untuk menentukan faktor yang terkait dengan luaran pengobatan TB yang buruk. Registri TB berbasis rumah sakit di tujuh rumah sakit rujukan di Jawa dan Bali mencakup data dari pasien berusia ≥15 tahun yang didiagnosis TB dari 1 Januari 2014 - 31 Desember 2015. Faktor-faktor tersebut dinilai dengan regresi logistik. Dari 2.051 pasien TB, 1.180 (57,5%) laki-laki dan median usia 38 tahun (IQR 27-50 tahun), 452 (22%) memiliki riwayat pengobatan TB sebelumnya, 1.447 (70,6%) memiliki TB paru, 216 (10,5%) TB-HIV, 296 (14,4%) TB-DM dan 248 (12,1%) resisten terhadap ≥1 obat anti-TB. Luaran pengobatan TB tidak diketahui untuk 135 (6,6%) subjek dan 1.137 (55,4%) yang masih dalam pengobatan. Di antara 779 dengan luaran pengobatan diketahui, 358 (46%) pengobatan berhasil, 248 (31,8%) pindah, 112 (14,4%) putus pengobatan, 46 (5,9%) meninggal dan 15 (1,9%) gagal. Setelah dikontrol terhadap faktor lain, luaran pengobatan TB yang buruk dikaitkan dengan usia ≥38 tahun (p = 0,003; aOR 1,58; 95% CI 1,2-2,1), riwayat pengobatan TB sebelumnya (p <0,001; aOR 2,55; 95% CI 1,5-4,2) dan resistansi terhadap ≥1 obat anti-TB (p <0,001; aOR 11,66; 95% CI 3,8-36,1). Kematian dikaitkan dengan riwayat pengobatan TB sebelumnya (p = 0,003; aOR 3,87; 95% CI 1,7-9,6), TB
印度尼西亚是结核病(TB)、耐多药结核病(MDR)和结核-艾滋病毒(TB - hiv)高负担国家。我们的目的是确定与不良结核病治疗结果相关的因素。爪哇和巴厘七家转诊医院的医院结核病登记处纳入了2014年1月1日至2015年12月31日期间诊断为结核病的年龄≥15岁患者的数据。采用logistic回归对各因素进行评价。2051例结核患者中,男性1180例(57.5%),中位年龄38岁(IQR 27 ~ 50岁),有结核治疗史452例(22%),肺结核1447例(70.6%),结核- hiv 216例(10.5%),结核- dm 296例(14.4%),耐药≥1种抗结核药物248例(12.1%)。135名(6.6%)患者的治疗结果未知,1137名(55.4%)患者仍在接受治疗。779例患者中,治疗成功358例(46%),转院248例(31.8%),治疗失败112例(14.4%),死亡46例(5.9%),治疗失败15例(1.9%)。在控制其他因素后,TB治疗不良与年龄≥38岁相关(p=0.003;优势比1.58;95% CI 1.2-2.1),既往结核病治疗史(p<0.001;优势比2.55;95% CI 1.5-4.2)和对≥1种抗结核药物的耐药性(p<0.001;优势比11.66;95% ci 3.8-36.1)。死亡率与既往结核病治疗史相关(p=0.003;优势比3.87;95% CI 1.7-9.6), TB-HIV (p=0.001;优势比10.43;95% CI 4.2-26.1),以及对≥1种抗结核药物的耐药性(p=0.001;优势比9.48;95% ci 2.6-34.0)。应密切监测年龄较大的结核病患者的治疗、既往结核病治疗史、艾滋病毒和耐药性。摘要印度尼西亚adalah negara denengan beban tingki untulosis (TB), TB resistant obat (MDR) and TB- hiv。分析结果显示,中国经济增长的主要原因是中国经济增长的主要原因是中国经济。2014年1月1日至2015年12月31日期间,结核病登记基础rumah sakit di tujuh rumah sakit rujukan di Jawa dan Bali menakup数据dari pasen berusia≥15 tahun yang诊断为结核病。因子-因子相关性分析是一种线性回归逻辑。结核病患者2.051例,laki-laki患者1.180例(57,5%),中位患者38例(IQR 27-50), 452例(22%),447例(70,6%),TB- hiv患者216例(10,5%),TB- dm患者296例(14,4%),耐药者248例(12,1%)。Luaran pengobatan TB tidak diketahui untuk 135 (6.6%) subjek dan 1.137 (55,4%) yang masih dalam pengobatan。diantara 779 (dengan luaran pengobatan diketahui), 358 (46%) pengobatan berhasil, 248 (31.8%) pindah, 112 (14.4%) putus pengobatan, 46 (5.9%) meninggal dan 15 (1.9%) gagal。Setelah dicontrol terhadap factor lain, luaran pengobatan TB yang buruk dikaitkan dengan usia≥38 tahun (p = 0.003;优势1、58;95% CI 1,2,2,1), riwayat pengobatan TB sebelumnya (p < 0.001;优势2、55;95% CI 1,5-4,2),但耐药≥1抗结核(p < 0.001;优势比11,66;95% ci 3,8-36,1)。Kematian dikaitkan dengan riwayat pengobatan TB sebelumya (p = 0,003;优势3,87;95% CI 1,7-9,6), TB-HIV (p = 0,001;aOR 10, 43;95% CI 4,2-26,1),抗结核抗体≥1 (p = 0.001;48 aOR 9日;95% ci(2,6-34,0)。Pengobatan pada pasen TB dendenan usia yang lebih tua, riwayat Pengobatan TB sebelumnya, HIV dan resistant obat harus dipantau secara ketat。Kata kunci:印尼,肺结核,luaran pengobatan
{"title":"Poor Tuberculosis Treatment Outcomes Associated with Older Age, Previous Treatment, HIV and Drug Resistance at Seven Hospitals in Indonesia","authors":"Dona Arlinda, R. Indah, A. Yulianto, A. D. Harso, Armaji Kamaludi Syarief, M. Karyana","doi":"10.22435/jpppk.v4i2.3698","DOIUrl":"https://doi.org/10.22435/jpppk.v4i2.3698","url":null,"abstract":"Abstract Indonesia is a high burden country for tuberculosis (TB), multidrug-resistant (MDR) TB, and TB-HIV. We aimed to determine factors associated with poor TB treatment outcomes. A hospital-based TB Registry at seven referral hospitals in Java and Bali included data from patients aged ≥15 years who were diagnosed with TB from 1 January 2014 - 31 December 2015. The factors were assessed by logistic regression. From 2,051 TB patients, 1,180 (57.5%) were male and median age was 38 years (IQR 27-50 years), 452 (22%) had previous TB treatment history, 1,447 (70.6%) had pulmonary TB, 216 (10.5%) TB-HIV, 296 (14.4%) TB-DM and 248 (12.1%) were resistant to ≥1 anti-TB drug. Treatment outcome was unknown for 135 (6.6%) subjects and 1,137 (55.4%) who were still on treatment. Among the 779 with available outcome, 358 (46%) were treatment success, 248 (31.8%) transferred out, 112 (14.4%) defaulted, 46 (5.9%) died and 15 (1.9%) failed. After controlling other factors, poor TB treatment was associated with age ≥38 years (p=0.003; aOR 1.58; 95% CI 1.2-2.1), previous history of TB treatment (p<0.001; aOR 2.55; 95% CI 1.5-4.2) and resistance to ≥1 anti-TB drug (p<0.001; aOR 11.66; 95% CI 3.8-36.1). Mortality was associated with previous history of TB treatment (p=0.003; aOR 3.87; 95% CI 1.7-9.6), TB-HIV (p=0.001; aOR 10.43; 95% CI 4.2-26.1), and resistance to ≥1 anti-TB drug (p=0.001; aOR 9.48; 95% CI 2.6-34.0). Treatment in TB patients with older age, history of previous TB treatment, HIV, and drug resistance should be closely monitored. Keywords: Indonesia, tuberculosis, treatment outcome Abstrak Indonesia adalah negara dengan beban tinggi untuk tuberkulosis (TB), TB resisten obat (MDR) dan TB-HIV. Analisis ini bertujuan untuk menentukan faktor yang terkait dengan luaran pengobatan TB yang buruk. Registri TB berbasis rumah sakit di tujuh rumah sakit rujukan di Jawa dan Bali mencakup data dari pasien berusia ≥15 tahun yang didiagnosis TB dari 1 Januari 2014 - 31 Desember 2015. Faktor-faktor tersebut dinilai dengan regresi logistik. Dari 2.051 pasien TB, 1.180 (57,5%) laki-laki dan median usia 38 tahun (IQR 27-50 tahun), 452 (22%) memiliki riwayat pengobatan TB sebelumnya, 1.447 (70,6%) memiliki TB paru, 216 (10,5%) TB-HIV, 296 (14,4%) TB-DM dan 248 (12,1%) resisten terhadap ≥1 obat anti-TB. Luaran pengobatan TB tidak diketahui untuk 135 (6,6%) subjek dan 1.137 (55,4%) yang masih dalam pengobatan. Di antara 779 dengan luaran pengobatan diketahui, 358 (46%) pengobatan berhasil, 248 (31,8%) pindah, 112 (14,4%) putus pengobatan, 46 (5,9%) meninggal dan 15 (1,9%) gagal. Setelah dikontrol terhadap faktor lain, luaran pengobatan TB yang buruk dikaitkan dengan usia ≥38 tahun (p = 0,003; aOR 1,58; 95% CI 1,2-2,1), riwayat pengobatan TB sebelumnya (p <0,001; aOR 2,55; 95% CI 1,5-4,2) dan resistansi terhadap ≥1 obat anti-TB (p <0,001; aOR 11,66; 95% CI 3,8-36,1). Kematian dikaitkan dengan riwayat pengobatan TB sebelumnya (p = 0,003; aOR 3,87; 95% CI 1,7-9,6), TB","PeriodicalId":170797,"journal":{"name":"Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesehatan","volume":"18 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-08-19","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"124758101","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2020-08-19DOI: 10.22435/jpppk.v4i2.3182
Diena Karfiena Rahma Danti, R. K. Sinuraya
AbstrakSaat ini kontrasepsi seakan menjadi kebutuhan primer. Layaknya Indonesia, negara lain menggunakankontrasepsi guna menstabilkan pertumbuhan penduduk. Perkembangan keilmuan tentu berdampak langsungterhadap perkembangan metode kontrasepsi. Tinjauan artikel ini bertujuan untuk mengetahui tren dan faktorumum yang memengaruhi penggunaan kontrasepsi dalam lima tahun terakhir. Jurnal yang digunakan didapatdari laman situs Pubmed dan ScienceDirect dengan kata kunci “effectiveness of contraception”; “Trend ofContraception” dan “Cost Effectivenesss Analysis of Contraception”. Kriteria jurnal terdiri dari kriteria inklusidan kriteria eksklusi. Kriteria inklusi adalah jurnal berbahasa inggris yang dipublikasi lima tahun terakhir.Sementara kriteria eksklusi adalah jurnal riview dan jurnal yang membahas penggunaan kontrasepsi di suatunegara; populasi dengan penyakit tertentu. Sebanyak 18 jurnal dari 14 negara yang lolos ulasan denganmetode PICO. Mayoritas negara di dunia percaya bahwa long acting reversible contraceptive (LARC)merupakan metode kontrasepsi paling efektif. Tujuh dari empat belas negara menjadikan short acting reversible contraceptive (SARC) sebagai metode paling banyak digunakan. Faktor umum yang memengaruhi pemilihan kontrasepsi diantaranya tempat tinggal, agama, usia, aktivitas seksual, jumlah anak, dan tingkat pendidikan. Tren pemilihan metode kontrasepsi di dunia masih condong kepada SARC walaupun sudah banyak penelitian yang menyatakan LARC jauh lebih efektif dan cost-effective.Kata kunci: Kontrasepsi, LARC, Faktor sosialAbstract Currently, contraception seems to be a primary need. Like Indonesia, other countries use contraception to stabilize population growth. Advances in science have an impact on the development of contraceptivemethods. This review article aims to examine general trends and factors affecting contraceptive use in the pastfive years. The journals used were obtained from the Pubmed and ScienceDirect web pages with the keyword"effectiveness of contraception"; "Trend of Contraception" and "Cost-Effectiveness Analysis of Contraception".Journal criteria consist of inclusion criteria and exclusion criteria. The inclusion criterion is an English languagejournal published in the last five years. Exclusion criteria were review journals; study population with diseases.A total of 18 journals from 14 countries passed the review using the PICO method. The majority of countries inthe world believe that long-acting reversible contraceptive (LARC) is the most effective contraceptive method.Seven of the fourteen countries have made short-acting reversible contraceptive (SARC) the most widely used method. General factors that influence the choice of contraception include a place of residence, religion, age, sexual activity, number of children, and level of education. The trend in choosing contraceptive methods in the world is still leaning towards SARC even though there have been many studies that have claimed that LARCis more effecti
{"title":"Tren Pemilihan Metode Kontrasepsi di Masyarakat di Beberapa Negara Dunia: Tinjauan","authors":"Diena Karfiena Rahma Danti, R. K. Sinuraya","doi":"10.22435/jpppk.v4i2.3182","DOIUrl":"https://doi.org/10.22435/jpppk.v4i2.3182","url":null,"abstract":"AbstrakSaat ini kontrasepsi seakan menjadi kebutuhan primer. Layaknya Indonesia, negara lain menggunakankontrasepsi guna menstabilkan pertumbuhan penduduk. Perkembangan keilmuan tentu berdampak langsungterhadap perkembangan metode kontrasepsi. Tinjauan artikel ini bertujuan untuk mengetahui tren dan faktorumum yang memengaruhi penggunaan kontrasepsi dalam lima tahun terakhir. Jurnal yang digunakan didapatdari laman situs Pubmed dan ScienceDirect dengan kata kunci “effectiveness of contraception”; “Trend ofContraception” dan “Cost Effectivenesss Analysis of Contraception”. Kriteria jurnal terdiri dari kriteria inklusidan kriteria eksklusi. Kriteria inklusi adalah jurnal berbahasa inggris yang dipublikasi lima tahun terakhir.Sementara kriteria eksklusi adalah jurnal riview dan jurnal yang membahas penggunaan kontrasepsi di suatunegara; populasi dengan penyakit tertentu. Sebanyak 18 jurnal dari 14 negara yang lolos ulasan denganmetode PICO. Mayoritas negara di dunia percaya bahwa long acting reversible contraceptive (LARC)merupakan metode kontrasepsi paling efektif. Tujuh dari empat belas negara menjadikan short acting reversible contraceptive (SARC) sebagai metode paling banyak digunakan. Faktor umum yang memengaruhi pemilihan kontrasepsi diantaranya tempat tinggal, agama, usia, aktivitas seksual, jumlah anak, dan tingkat pendidikan. Tren pemilihan metode kontrasepsi di dunia masih condong kepada SARC walaupun sudah banyak penelitian yang menyatakan LARC jauh lebih efektif dan cost-effective.Kata kunci: Kontrasepsi, LARC, Faktor sosialAbstract Currently, contraception seems to be a primary need. Like Indonesia, other countries use contraception to stabilize population growth. Advances in science have an impact on the development of contraceptivemethods. This review article aims to examine general trends and factors affecting contraceptive use in the pastfive years. The journals used were obtained from the Pubmed and ScienceDirect web pages with the keyword\"effectiveness of contraception\"; \"Trend of Contraception\" and \"Cost-Effectiveness Analysis of Contraception\".Journal criteria consist of inclusion criteria and exclusion criteria. The inclusion criterion is an English languagejournal published in the last five years. Exclusion criteria were review journals; study population with diseases.A total of 18 journals from 14 countries passed the review using the PICO method. The majority of countries inthe world believe that long-acting reversible contraceptive (LARC) is the most effective contraceptive method.Seven of the fourteen countries have made short-acting reversible contraceptive (SARC) the most widely used method. General factors that influence the choice of contraception include a place of residence, religion, age, sexual activity, number of children, and level of education. The trend in choosing contraceptive methods in the world is still leaning towards SARC even though there have been many studies that have claimed that LARCis more effecti","PeriodicalId":170797,"journal":{"name":"Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesehatan","volume":"64 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-08-19","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"131491556","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}