Pub Date : 2021-11-08DOI: 10.21580/walrev.2021.3.2.8369
Yayan Muhammad Royani
The protection of the rights to freedom of religion and belief in the constitution aims to create a community life based on morals based on divinity. As a country with a high level of plurality from the aspects of religion and belief, protection of religious harmony and belief is necessary to achieve this goal. Based on the above points of thought, several problems can be formulated, namely how is the current criminal policy in overcoming offenses against religious and belief harmony. And what will the future criminal policy be in overcoming offenses against religious harmony and belief. The method used in this research is a normative juridical approach, where the data used are secondary sources in the form of primary legal materials, secondary legal materials and tertiary legal materials.This research is a descriptive analytical study, namely research to describe the problem, analyze the problem and classify the problem for research purposes which are presented descriptively. The results of this study indicate that the criminal acts formulated in the Criminal Code are very limited, including not protecting beliefs protected by the constitution and there is still a divergence by including religious offenses in the Chapter on Public Order. In the non-penal policy, the regulations governing religious harmony are still ineffective and the current government is not serious about creating harmony between religious and believers. Future penal efforts can be made by updating the Criminal Code. As an effort to improve, the concept of the Criminal Code can formulate the provisions of offenses by looking at the provisions of offenses contained in the Draft Law on Religious Harmony. In non-penal efforts, the approach is through the formulation and implementation of government programs. Among them are approaches to understanding theology, education, dialogue and conflict resolution.Perlindungan atas hak kebebasan beragama dan berkepercayaan dalam konstitusi bertujuan supaya tercipta kehidupan masyarakat yang berlandaskan moral atas dasar ketuhanan. Sebagai negara dengan tingkat pluralitas yang tinggi dari aspek agama dan kepercayaan, maka perlindungan terhadap kerukunan umat beragama dan berkepercayaan mutlak dibutuhkan untuk mencapai tujuan tersebut. Berdasarkan pokok pemikiran di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan, yaitu bagaimanakah kebijakan kriminal saat ini dalam menanggulangi delik-delik terhadap kerukunan umat beragama dan berkepercayaan. Dan bagaimanakah kebijakan kriminal yang akan datang dalam menanggulangi delik-delik terhadap kerukunan umat beragama dan berkepercayaan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif, dimana data yang digunakan adalah sumber sekunder berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder maupun bahan hukum tersier. Adapun penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitis, yaitu penelitian untuk mendeskripsikan masalah, menganalisis masalah dan mengklasifikasi masalah un
宪法对宗教信仰自由权的保护,旨在创造一种以神性为基础的以道德为基础的社会生活。作为一个在宗教信仰方面具有高度多元性的国家,保护宗教和谐与信仰是实现这一目标的必要条件。在此基础上,可以提出几个问题,即现行刑事政策在克服宗教信仰犯罪方面如何做到和谐。未来的刑事政策是什么,以克服违反宗教和谐与信仰的犯罪。本研究使用的方法是一种规范的法律方法,其中使用的数据是二级来源,以一级法律材料,二级法律材料和三级法律材料的形式。本研究是一种描述性分析研究,即对问题进行描述,对问题进行分析,对问题进行分类,以达到描述性的研究目的。研究结果表明,《刑法》所规定的犯罪行为非常有限,包括不保护受宪法保护的信仰,在《公共秩序》一章中列入宗教犯罪仍然存在分歧。在非刑罚政策方面,有关宗教和谐的规定仍然是无效的,现任政府对创造宗教与信徒之间的和谐并不重视。今后的刑事努力可以通过修订《刑法》来进行。作为完善的努力,刑法概念可以参照《宗教和谐法(草案)》中关于犯罪的规定来制定犯罪的规定。在非刑罚方面,方法是通过制定和实施政府计划。其中包括理解神学、教育、对话和解决冲突的方法。这句话的意思是说:“我的意思是说,我的意思是说,我的意思是说,我的意思是说,我的意思是说,我的意思是说,我的意思是说,我的意思是说,我的意思是说,我的意思是说,我的意思是说,我的意思是说。”杨Sebagai negara dengan tingkat pluralitas丁宜受困达里语aspek蜥蜴dan kepercayaan马卡perlindungan terhadap kerukunan umat beragama丹berkepercayaan mutlak dibutuhkan为她mencapai tujuan于。这句话的意思是:“我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说。”当bagaimanakah kebijakan犯罪杨akan datang dalam menanggulangi delik-delik terhadap kerukunan umat beragama Dan berkepercayan。Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatiatim, dimana data yang digunakan adalah number sekunder berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder maupun bahan hukum tersier。apapun penelitian ini merupakan penelitian deskriptitiv分析,yitu penelitian untuk mendeskripsikan masalah, menganalis masalah dan mengklasifikasi masalah untuk ketingan penelitian yang disajikan secara分析。Hasil dari penelitian ini bahwa tindak pidana yang dirumuskan dalam KUHP sangatlah terbatas, diantaranya belum melindungi keperayaan yang dilumungi konstitusi sertiya terdapat divergeni dengan mamasukan dalam babketerban Umum。Dalam kebijakan非刑事,正规的yang mengatur tentan kerukunan umat beragama masih kurang ekktef seritya peragama, seritak menuttan和harmonisasi antar umat beragama和berkeperayan。Upaya penal yang akan datang dapat dilakukan dengan pembaharuan KUHP。我的意思是说,我的意思是说,我的意思是说,我的意思是说,我的意思是说,我的意思是说,我的意思是说,我的意思是说,我的意思是说,我的意思是我的意思。Dalam upaya非刑事,pendekatan melalui penyusuan dan pelaksanaan程序premerintah。Diantaranya dengan pendekatan pemahaman technologie, pendidikan,对话但决心konflik。
{"title":"Criminal Policy to Treat Delices Against Religion and Beliefs Harmony","authors":"Yayan Muhammad Royani","doi":"10.21580/walrev.2021.3.2.8369","DOIUrl":"https://doi.org/10.21580/walrev.2021.3.2.8369","url":null,"abstract":"The protection of the rights to freedom of religion and belief in the constitution aims to create a community life based on morals based on divinity. As a country with a high level of plurality from the aspects of religion and belief, protection of religious harmony and belief is necessary to achieve this goal. Based on the above points of thought, several problems can be formulated, namely how is the current criminal policy in overcoming offenses against religious and belief harmony. And what will the future criminal policy be in overcoming offenses against religious harmony and belief. The method used in this research is a normative juridical approach, where the data used are secondary sources in the form of primary legal materials, secondary legal materials and tertiary legal materials.This research is a descriptive analytical study, namely research to describe the problem, analyze the problem and classify the problem for research purposes which are presented descriptively. The results of this study indicate that the criminal acts formulated in the Criminal Code are very limited, including not protecting beliefs protected by the constitution and there is still a divergence by including religious offenses in the Chapter on Public Order. In the non-penal policy, the regulations governing religious harmony are still ineffective and the current government is not serious about creating harmony between religious and believers. Future penal efforts can be made by updating the Criminal Code. As an effort to improve, the concept of the Criminal Code can formulate the provisions of offenses by looking at the provisions of offenses contained in the Draft Law on Religious Harmony. In non-penal efforts, the approach is through the formulation and implementation of government programs. Among them are approaches to understanding theology, education, dialogue and conflict resolution.Perlindungan atas hak kebebasan beragama dan berkepercayaan dalam konstitusi bertujuan supaya tercipta kehidupan masyarakat yang berlandaskan moral atas dasar ketuhanan. Sebagai negara dengan tingkat pluralitas yang tinggi dari aspek agama dan kepercayaan, maka perlindungan terhadap kerukunan umat beragama dan berkepercayaan mutlak dibutuhkan untuk mencapai tujuan tersebut. Berdasarkan pokok pemikiran di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan, yaitu bagaimanakah kebijakan kriminal saat ini dalam menanggulangi delik-delik terhadap kerukunan umat beragama dan berkepercayaan. Dan bagaimanakah kebijakan kriminal yang akan datang dalam menanggulangi delik-delik terhadap kerukunan umat beragama dan berkepercayaan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif, dimana data yang digunakan adalah sumber sekunder berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder maupun bahan hukum tersier. Adapun penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitis, yaitu penelitian untuk mendeskripsikan masalah, menganalisis masalah dan mengklasifikasi masalah un","PeriodicalId":255287,"journal":{"name":"Walisongo Law Review (Walrev)","volume":"61 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-11-08","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"133843895","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2021-10-29DOI: 10.21580/walrev.2021.3.2.10848
Suteki Suteki, Abdullaah Jalil
Community organizations (Ormas) in a country are evidence of the existence of democracy in a country. Indonesia is a constitutional state as well as a democratic state according to Article 1 Paragraphs 2 and 3 of the 1945 Constitution. The existence of mass organizations is recognized and protected in Indonesia as part of the state's recognition of the rights of every citizen to freedom of association and assembly. The dissolution of CSOs carried out without court procedures, according to the author, is a violation of the concept of the rule of law adopted by Indonesia as well as the castration of the rights of association, assembly, and expression of opinion in a democratic country. This study uses a socio-legal approach, with analytical descriptive research methods. Sources of data used are primary data in the form of interviews. The primary legal materials used in this research are the Law on Ormas; and SKB concerning the Prohibition of Activities Using Symbols and Attributes and Termination of FPI Activities. The results of the study stated that the disbandment of mass organizations was politically and ideologically motivated, namely differences in political attitudes and aspirations between Islamic organizations and the government. The dissolution of mass organizations is the impact of the applied procedural democracy. Democracy is not practiced substantially, in a democratic climate, differences in aspirations are a necessity. The disbandment of mass organizations has an impact on disharmony relations between religion and the state, between religious adherents and the government, and has the potential to cause polarization in society. The direct impact of the disbandment of Islamic organizations is the difficulty of building a synergistic relationship between religion and the state, between religious adherents and the government.[]Organisasi kemasyarakatan (Ormas) di suatu negara adalah bukti hidupnya demokrasi di sebuah negara. Indonesia adalah negara hukum sekaligus negara demokrasi sesuai Pasal 1 Ayat 2 dan 3 UUD 1945. Keberadaan Ormas diakui dan dilindungi di Indonesia sebagai bagian bentuk pengakuan negara atas hak setiap warga negara atas kebebasan berserikat dan berkumpul. Pembubaran Ormas yang dilakukan tanpa prosedur pengadilan menurut penulis adalah menyalahi konsep negara hukum yang dianut oleh Indonesia sekaligus pengkebirian hak-hak berserikat, berkumpul, dan menyatakan pendapat di negara demokrasi. Penelitian ini menggunakan pendekatan socio-legal, dengan metode penelitian deskriptif analitis. Sumber data yang digunakan adalah data primer yang berupa hasil wawancara. Bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah UU tentang Ormas; dan SKB tentang Larangan Kegiatan Penggunaan Simbol dan Atribut Serta Penghentian Kegiatan FPI. Hasil penelitian menyatakan, pembubaran ormas dilatarbelakangi politis dan ideologis, yakni perbedaan pandangan sikap politik dan aspirasi antara ormas Islam dengan pemerintah. Pembubaran or
一个国家的社区组织(Ormas)是一个国家存在民主的证据。根据1945年宪法第1条第2款和第3款,印度尼西亚是一个宪政国家,也是一个民主国家。在印度尼西亚,群众组织的存在得到承认和保护,这是国家承认每个公民享有结社和集会自由权利的一部分。提交人认为,在没有法庭程序的情况下解散民间社会组织违反了印度尼西亚所采用的法治概念,也阉割了一个民主国家的结社、集会和表达意见的权利。本研究采用社会法律研究方法,辅以描述性分析研究方法。使用的数据来源是访谈形式的原始数据。本研究使用的主要法律资料是《奥玛斯法》;以及关于禁止使用符号和属性的活动和终止FPI活动的SKB。研究结果表明,解散群众组织是出于政治和意识形态的动机,即伊斯兰组织与政府之间的政治态度和愿望不同。群众性组织的解体是应用程序民主的结果。民主没有得到实质性的实行,在民主的气氛中,愿望的不同是必要的。群众性组织的解散会对宗教与国家、信教群众与政府之间的不和谐关系产生影响,并有可能造成社会两极分化。伊斯兰教组织解散的直接影响是宗教与国家、宗教信徒与政府之间难以建立协同关系。[]“组织”(Ormas)的“组织”(suatu negara adalah bukti hidupnya demokrasi di sebuah negara。印度尼西亚adalah negara hukum sekaligus negara demokrasi sesuai Pasal 1月2日3月1945年。keberadan Ormas diakui dan dilindungi di Indonesia印尼,印尼,印尼,印尼,印尼,印尼,印尼,印尼,印尼,印尼,印尼,印尼,印尼,印尼印尼人民检察院检察长,印度尼西亚人民检察院检察长,印度尼西亚人民检察院检察长,印度尼西亚人民检察院检察长,印度尼西亚人民检察院检察长,印度尼西亚人民检察院检察长,印度尼西亚人民检察院检察长,印度尼西亚人民检察院检察长,印度尼西亚人民检察院检察长,印度尼西亚人民检察院检察长。Penelitian ini menggunakan pendekatan社会-法律,邓干方法Penelitian书桌分析。Sumber数据yang digunakan adalah数据primer yang berupa hasil wawancara。Bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah UU tentang Ormas;丹SKB tentang Larangan Kegiatan Penggunaan象征丹Atribut Serta Penghentian Kegiatan FPI。Hasil penelitian menyatakan, pembubaran ormas dilatarakangan政治意识形态,yakni perbedaan pandangan政治意识形态,andaspirasasan ormas islamisdengan peremintah。Pembubaran ormas merupakan imbas dari demokrasi程序yang diterapkan。民主是民主的实质,民主是民主的实质,民主是民主的实质。彭布巴兰ormas berdampak pada hubungan yang disharmoni antara agama dengan negara, antara pemeluk agama dengan permerintah, danberpotensi menmenbulkan polarisasi di tengah masyarakat。当pak langsung dari pembubaran ormas Islam adalah kesulitan成员,ungun relassinergi antara agama dengan negara, antara pemeluk agama dengan peremintah。
{"title":"Dissolution of Islamic Community Organizations (Ormas) in the Context of a State of Law and a Democratic State","authors":"Suteki Suteki, Abdullaah Jalil","doi":"10.21580/walrev.2021.3.2.10848","DOIUrl":"https://doi.org/10.21580/walrev.2021.3.2.10848","url":null,"abstract":"Community organizations (Ormas) in a country are evidence of the existence of democracy in a country. Indonesia is a constitutional state as well as a democratic state according to Article 1 Paragraphs 2 and 3 of the 1945 Constitution. The existence of mass organizations is recognized and protected in Indonesia as part of the state's recognition of the rights of every citizen to freedom of association and assembly. The dissolution of CSOs carried out without court procedures, according to the author, is a violation of the concept of the rule of law adopted by Indonesia as well as the castration of the rights of association, assembly, and expression of opinion in a democratic country. This study uses a socio-legal approach, with analytical descriptive research methods. Sources of data used are primary data in the form of interviews. The primary legal materials used in this research are the Law on Ormas; and SKB concerning the Prohibition of Activities Using Symbols and Attributes and Termination of FPI Activities. The results of the study stated that the disbandment of mass organizations was politically and ideologically motivated, namely differences in political attitudes and aspirations between Islamic organizations and the government. The dissolution of mass organizations is the impact of the applied procedural democracy. Democracy is not practiced substantially, in a democratic climate, differences in aspirations are a necessity. The disbandment of mass organizations has an impact on disharmony relations between religion and the state, between religious adherents and the government, and has the potential to cause polarization in society. The direct impact of the disbandment of Islamic organizations is the difficulty of building a synergistic relationship between religion and the state, between religious adherents and the government.[]Organisasi kemasyarakatan (Ormas) di suatu negara adalah bukti hidupnya demokrasi di sebuah negara. Indonesia adalah negara hukum sekaligus negara demokrasi sesuai Pasal 1 Ayat 2 dan 3 UUD 1945. Keberadaan Ormas diakui dan dilindungi di Indonesia sebagai bagian bentuk pengakuan negara atas hak setiap warga negara atas kebebasan berserikat dan berkumpul. Pembubaran Ormas yang dilakukan tanpa prosedur pengadilan menurut penulis adalah menyalahi konsep negara hukum yang dianut oleh Indonesia sekaligus pengkebirian hak-hak berserikat, berkumpul, dan menyatakan pendapat di negara demokrasi. Penelitian ini menggunakan pendekatan socio-legal, dengan metode penelitian deskriptif analitis. Sumber data yang digunakan adalah data primer yang berupa hasil wawancara. Bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah UU tentang Ormas; dan SKB tentang Larangan Kegiatan Penggunaan Simbol dan Atribut Serta Penghentian Kegiatan FPI. Hasil penelitian menyatakan, pembubaran ormas dilatarbelakangi politis dan ideologis, yakni perbedaan pandangan sikap politik dan aspirasi antara ormas Islam dengan pemerintah. Pembubaran or","PeriodicalId":255287,"journal":{"name":"Walisongo Law Review (Walrev)","volume":"62 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-10-29","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"117157296","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2021-06-19DOI: 10.21580/walrev.2021.3.1.8078
Eka Ristianawati
Joint property distribution has been regulated in the Islamic Law Compilation (KHI), namely, Article 97 which explains that a widow or widower is entitled to half of the joint property. The distribution is fair if the husband and wife make the same contribution in the marriage. However, in fact, today we often find that wives are being the backbone of the family while husbands do not earn a living or husbands earn a living for the family, but wives do not take care of the household. If such a situation is found, is the article 97 of KHI still relevant? This paper presents a concept of joint property distribution based on the contribution of husband and wife in marriage which is considered fairer for both of them than what has been stipulated in the KHI and the Civil Code Articles 128-129. The type of research used is descriptive research. This means that research is discussed in the form of an explanation described in words carefully and thoroughly. The approach method used in this research is a normative juridical approach. The results of this study explain that to obtain the justice, judges can act contra legem (against the law) where justice should give a share to everyone based on his services or contributions (Aristotle). The joint property distribution in marriage from a justice perspective is the distribution of joint property by assessing the amount of contribution of the parties. A fair share does not have to be 50% for widowers and 50% for widows. The husband can get a smaller share from the wife if the contribution is less during the marriage and does not carry out his obligation as the breadwinner and the wife can get a larger share from the husband if the wife plays a dual role, and vice versa.Pembagian harta bersama telah diatur dalam Kompilasi Hukum Islam yakni pada pasal 97 dijelaskan bahwa janda atau duda berhak separuh dari harta bersama. Pembagian tersebut adil apabila suami dan istri memberikan kontribusi yang sama dalam perkawinan. Akan tetapi pada faktanya saat ini sering kita temui istri menjadi tulang punggung keluarga sedangkan suami tidak mencari nafkah atau suami mencari nafkah untuk keluarga akan tetapi istri tidak mengurus rumah tangga. Jika ditemukan keadaan seperti itu apakah masih relevan KHI pasal 97 tersebut. Tulisan ini menyajikan sebuah konsep pembagian harta bersama berdasarkan kontribusi suami istri dalam perkawinan yang dinilai lebih adil untuk keduanya daripada apa yang sudah diatur dalam KHI dan KUHPerdata Pasal 128-129. Hasil dari penelitian ini dijelaskan bahwa untuk mendapatkan sebuah keadilan hakim dapat bertindak contra legem (mengenyampingkan undang-undang) dimana keadilan itu seharusnya memberikan bagian kepada setiap orang didasarkan atas jasa-jasanya atau kontribusinya (aristoteles). Pembagian harta bersama dalam perkawinan jika dilihat dari perspektif keadilan adalah pembagian harta bersama dengan menilai besaran konstribusi para pihak. Dimana pembagian yang adil tidak harus 50 % untuk duda dan 5
《伊斯兰教法汇编》规定了共同财产的分配,即第97条,其中解释说寡妇或鳏夫有权获得共同财产的一半。如果丈夫和妻子在婚姻中做出同样的贡献,那么分配是公平的。然而,事实上,今天我们经常发现,妻子是家庭的支柱,而丈夫不挣钱养家,或者丈夫挣钱养家,而妻子不照顾家庭。如果出现这种情况,KHI第97条是否还适用?本文提出了一种基于夫妻在婚姻中的贡献的共同财产分配概念,这种概念被认为比KHI和民法典第128-129条所规定的对双方都更公平。使用的研究类型是描述性研究。这意味着研究是以一种解释的形式讨论的,用文字仔细而彻底地描述。本研究使用的方法是一种规范的法律方法。这项研究的结果解释了,为了获得正义,法官可以采取反法律行为,其中正义应该根据每个人的服务或贡献给予份额(亚里士多德)。从司法的角度看,婚姻共同财产分配是对共同财产的分配,是对双方共同财产的分摊。公平的份额不一定是鳏夫各占50%,寡妇各占50%。如果丈夫在婚姻期间的贡献较少,没有履行养家糊口的义务,丈夫可以从妻子那里得到较少的份额;如果妻子扮演双重角色,妻子可以从丈夫那里得到较多的份额,反之亦然。【译文】在这里,我要讲的是:在这里,我要讲的是:在这里,我要讲的是:在这里,我要讲的是:在这里,我要讲的是:彭巴吉的tersebut adil apabila是一个有能力的人,但它的成员kan kontribusi yang sama dalam perkawinan。阿甘茶茶茶茶茶茶茶茶茶茶茶茶茶茶茶茶茶茶茶茶茶茶茶茶茶茶茶茶茶茶茶茶茶茶茶茶茶茶茶茶茶茶茶茶茶茶茶茶茶茶茶茶茶茶茶茶茶茶茶茶茶茶茶茶茶茶茶茶茶茶茶茶茶茶茶茶茶茶茶茶茶茶茶茶茶茶茶茶茶Jika ditemukan keadaan seperti to apakah masih relevan KHI pasal 97 . tersebut。土里土气,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说。Hasil dari penelitian ini dijelaskan bahwa untuk mendapatkan sebuah keadilan hakim dapat bertindak contra leggem (mengenyampingkan undang-undang) dimana keadilan itseharusnya memberikan bagian kepada setiap orang didasarkan atas jasa-jasanya atau kontribuya(亚里士多德)。我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是。Dimana pembagian yang adil tidak harus 50% untuk duda和50% untuk janda。我是说我的女儿,我的女儿,我的女儿,我的女儿,我的女儿,我的女儿,我的女儿,我的女儿,我的女儿,我的女儿,我的女儿。
{"title":"Joint Property Distribution upon Divorce Reviewed From the Contribution of Husband and Wife in the Household","authors":"Eka Ristianawati","doi":"10.21580/walrev.2021.3.1.8078","DOIUrl":"https://doi.org/10.21580/walrev.2021.3.1.8078","url":null,"abstract":"Joint property distribution has been regulated in the Islamic Law Compilation (KHI), namely, Article 97 which explains that a widow or widower is entitled to half of the joint property. The distribution is fair if the husband and wife make the same contribution in the marriage. However, in fact, today we often find that wives are being the backbone of the family while husbands do not earn a living or husbands earn a living for the family, but wives do not take care of the household. If such a situation is found, is the article 97 of KHI still relevant? This paper presents a concept of joint property distribution based on the contribution of husband and wife in marriage which is considered fairer for both of them than what has been stipulated in the KHI and the Civil Code Articles 128-129. The type of research used is descriptive research. This means that research is discussed in the form of an explanation described in words carefully and thoroughly. The approach method used in this research is a normative juridical approach. The results of this study explain that to obtain the justice, judges can act contra legem (against the law) where justice should give a share to everyone based on his services or contributions (Aristotle). The joint property distribution in marriage from a justice perspective is the distribution of joint property by assessing the amount of contribution of the parties. A fair share does not have to be 50% for widowers and 50% for widows. The husband can get a smaller share from the wife if the contribution is less during the marriage and does not carry out his obligation as the breadwinner and the wife can get a larger share from the husband if the wife plays a dual role, and vice versa.Pembagian harta bersama telah diatur dalam Kompilasi Hukum Islam yakni pada pasal 97 dijelaskan bahwa janda atau duda berhak separuh dari harta bersama. Pembagian tersebut adil apabila suami dan istri memberikan kontribusi yang sama dalam perkawinan. Akan tetapi pada faktanya saat ini sering kita temui istri menjadi tulang punggung keluarga sedangkan suami tidak mencari nafkah atau suami mencari nafkah untuk keluarga akan tetapi istri tidak mengurus rumah tangga. Jika ditemukan keadaan seperti itu apakah masih relevan KHI pasal 97 tersebut. Tulisan ini menyajikan sebuah konsep pembagian harta bersama berdasarkan kontribusi suami istri dalam perkawinan yang dinilai lebih adil untuk keduanya daripada apa yang sudah diatur dalam KHI dan KUHPerdata Pasal 128-129. Hasil dari penelitian ini dijelaskan bahwa untuk mendapatkan sebuah keadilan hakim dapat bertindak contra legem (mengenyampingkan undang-undang) dimana keadilan itu seharusnya memberikan bagian kepada setiap orang didasarkan atas jasa-jasanya atau kontribusinya (aristoteles). Pembagian harta bersama dalam perkawinan jika dilihat dari perspektif keadilan adalah pembagian harta bersama dengan menilai besaran konstribusi para pihak. Dimana pembagian yang adil tidak harus 50 % untuk duda dan 5","PeriodicalId":255287,"journal":{"name":"Walisongo Law Review (Walrev)","volume":"98 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2021-06-19","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"133267979","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2020-12-20DOI: 10.21580/walrev.2020.2.2.6671
A. Pramono
This article discusses the settlement of industrial relations disputes and termination of employment according to the applicable laws. Industrial relations disputes can be divided into two types: disputes over rights and disputes over interests. The relationship between workers and employers is a relationship that needs each other; workers need wages, employers benefit. However, in practice there are problems, so employers give Warning Letters I and II which are followed by Termination of Employment (PHK). The process of resolving this problem can be carried out through Bipartite, Mediation, or to the Industrial Relations Court. This paper is written with a normative juridical approach. The results show that the labor-employer problem is getting more complicated since the existence of the Omnibus Law on Job Creation, one of which contains the elimination of the city / district minimum wage (UMK) and replaced with the provincial minimum wage (UMP). The elimination of MSEs results in lower wages for workers. In fact, in the Manpower Act Number 13 of 2003, no worker may receive a wage below the minimum wage, because the determination of wages is based on the calculation of Living Needs.[]Artikel ini membahas mengenai penyelesaian perselisihan hubungan industrial dan pemutusan hubungan kerja menurut perundang-undangan yang berlaku. Perselisihan hubungan industrial menurut jenisnya dapat dibagi menjadi dua: perselisihan hak dan perselisihan kepentingan. Hubungan pekerja dan pengusaha merupakan hubungan yang saling membutuhkan; buruh memerlukan upah, pengusaha mendapatkan keuntungan. Namun, dalam prakteknya terjadi permasalahan, sehingga pengusaha memberikan Surat Peringatan I dan II yang diikuti dengan Pemutusan Hubugan Kerja (PHK). Proses penyelesaian persoalan ini dapat dilakukan melalui Bipartit, Mediasi, atau ke Pengadilan Hubungan Industrial. Tulisan ini ditulis dengan pendekatan yuridis normatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa permasalahan buruh-pengusaha semakin pelik seja hadirnya Undang-Undang Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja yang salah satu isinya penghapusan upah minimum kota/kabupaten (UMK) dan diganti dengan upah minimum provinsi (UMP). Penghapusan UMK membuat upah pekerja lebih rendah. Padahal, dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 tak boleh ada pekerja yang mendapat upah di bawah upah minimum, karena penetapan upah didasarkan atas perhitungan Kebutuhan Layak Hidup.
本文就劳动关系纠纷的解决和劳动合同的解除在法律上的适用问题进行了探讨。劳资关系纠纷可以分为两种类型:权利纠纷和利益纠纷。工人和雇主之间的关系是一种相互需要的关系;工人需要工资,雇主需要福利。然而,在实践中存在问题,所以雇主发出警告信I和II,然后是终止雇佣关系(PHK)。解决这一问题的过程可以通过劳资双方调解或劳资关系法庭进行。这篇论文是用规范的司法方法写的。结果表明,自《创造就业综合法》出台以来,劳动雇主问题变得更加复杂,其中一项内容是取消市/区最低工资(UMK),代之以省级最低工资(UMP)。中小微企业的消失导致了工人工资的降低。事实上,2003年第13号《人力法》规定,任何工人的工资不得低于最低工资,因为工资的确定是基于对生活需要的计算。[][参考译文]中国农业大学学报(自然科学版)Perselisihan hubungan工业mennuut jenisnya dapat dibagi menjadi dua: Perselisihan hak dan Perselisihan kepentingan。Hubungan pekerja dan pengusaha merupakan;Buruh memerlukan upah, pengusaha mendapatkan keuntungan。Namun, dalam prakteknya terjadi permasalahan, sehinga pengusaha memberikan Surat Peringatan I dan II yang diikuti dengan Pemutusan Hubugan Kerja (PHK)。文笔、笔杆、笔杆、笔杆、笔杆、笔杆、笔杆、笔杆、笔杆、笔杆、笔杆、笔杆、笔杆、笔杆、笔杆、笔杆、笔杆、笔杆、笔杆。郁金香是一种双郁金香,是一种独立的郁金香,是一种标准化的郁金香。Hasil penelitian menunjukkan bahwa permasalahan buruh-pengusaha semakin pelik seja hadirnya Undang-Undang综合法律Cipta Lapangan Kerja yang salah satu isinya penghapusan upah minimum kota/kabupaten (UMK) dan diganti dengan upah minimum province (UMP)。Penghapusan UMK成员upah pekerja lebih rendah。Padahal, dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan noor 13 Tahun 2003 tak boleh ada pekerja yang mendapat upah di bawah upah minimum, karena penetapan upah didasarkan atas perhitungan Kebutuhan Layak Hidup。
{"title":"Settlement of Industrial Relations Disputes and Termination of Work Relations according to the Applicable Legislation","authors":"A. Pramono","doi":"10.21580/walrev.2020.2.2.6671","DOIUrl":"https://doi.org/10.21580/walrev.2020.2.2.6671","url":null,"abstract":"This article discusses the settlement of industrial relations disputes and termination of employment according to the applicable laws. Industrial relations disputes can be divided into two types: disputes over rights and disputes over interests. The relationship between workers and employers is a relationship that needs each other; workers need wages, employers benefit. However, in practice there are problems, so employers give Warning Letters I and II which are followed by Termination of Employment (PHK). The process of resolving this problem can be carried out through Bipartite, Mediation, or to the Industrial Relations Court. This paper is written with a normative juridical approach. The results show that the labor-employer problem is getting more complicated since the existence of the Omnibus Law on Job Creation, one of which contains the elimination of the city / district minimum wage (UMK) and replaced with the provincial minimum wage (UMP). The elimination of MSEs results in lower wages for workers. In fact, in the Manpower Act Number 13 of 2003, no worker may receive a wage below the minimum wage, because the determination of wages is based on the calculation of Living Needs.[]Artikel ini membahas mengenai penyelesaian perselisihan hubungan industrial dan pemutusan hubungan kerja menurut perundang-undangan yang berlaku. Perselisihan hubungan industrial menurut jenisnya dapat dibagi menjadi dua: perselisihan hak dan perselisihan kepentingan. Hubungan pekerja dan pengusaha merupakan hubungan yang saling membutuhkan; buruh memerlukan upah, pengusaha mendapatkan keuntungan. Namun, dalam prakteknya terjadi permasalahan, sehingga pengusaha memberikan Surat Peringatan I dan II yang diikuti dengan Pemutusan Hubugan Kerja (PHK). Proses penyelesaian persoalan ini dapat dilakukan melalui Bipartit, Mediasi, atau ke Pengadilan Hubungan Industrial. Tulisan ini ditulis dengan pendekatan yuridis normatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa permasalahan buruh-pengusaha semakin pelik seja hadirnya Undang-Undang Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja yang salah satu isinya penghapusan upah minimum kota/kabupaten (UMK) dan diganti dengan upah minimum provinsi (UMP). Penghapusan UMK membuat upah pekerja lebih rendah. Padahal, dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 tak boleh ada pekerja yang mendapat upah di bawah upah minimum, karena penetapan upah didasarkan atas perhitungan Kebutuhan Layak Hidup.","PeriodicalId":255287,"journal":{"name":"Walisongo Law Review (Walrev)","volume":"26 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-12-20","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"125873471","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2020-12-20DOI: 10.21580/walrev.2020.2.2.6850
A. Adila
Many children have a pregnancy out of wedlock. Many factors make the parents marry off their underage children who are pregnant out of wedlock, by applying for matrimonial dispensation to the Religious Courts. Law Number 1 Year 1974 on Marriage has set a minimum age limit for men and women to marry with age and psychological maturity considerations, for the realization of the purpose of the marriage. This study uses a juridical-empirical method, which will see the Religious Courts as the authorized institution, having particular considerations in granting marriage dispensation applications in order to fulfill the rights of the people and to preserve the order of life in the community.[]Banyak terjadi anak-anak mengalami kehamilan di luar nikah akibat dari pergaulan yang terlalu bebas antara laki-laki dan perempuan. Banyak faktor yang membuat orang tua menikahkan anaknya yang masih di bawah umur yang hamil di luar nikah, yakni dengan mengajukan permohonan dispensasi kawin ke Pengadilan Agama. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan telah menentukan batas usia minimum bagi laki-laki dan perempuan untuk menikah dengan pertimbangan kematangan usia dan psikologis, demi terwujudnya tujuan pernikahan tersebut. Penelitian ini menggunakan metode yuridis-empiris, yang akan melihat Pengadilan Agama sebagai lembaga yang berwenang, memiliki pertimbangan-pertimbangan tertentu dalam mengabulkan permohonan dispensasi kawin dengan tujuan untuk memenuhi hak-hak masyarakat.
{"title":"Sociological Aspects of Judges in Granting Applications for Marriage Dispensation (Study of Determination Number: 0038/Pdt.P/2014/PA.Pt)","authors":"A. Adila","doi":"10.21580/walrev.2020.2.2.6850","DOIUrl":"https://doi.org/10.21580/walrev.2020.2.2.6850","url":null,"abstract":"Many children have a pregnancy out of wedlock. Many factors make the parents marry off their underage children who are pregnant out of wedlock, by applying for matrimonial dispensation to the Religious Courts. Law Number 1 Year 1974 on Marriage has set a minimum age limit for men and women to marry with age and psychological maturity considerations, for the realization of the purpose of the marriage. This study uses a juridical-empirical method, which will see the Religious Courts as the authorized institution, having particular considerations in granting marriage dispensation applications in order to fulfill the rights of the people and to preserve the order of life in the community.[]Banyak terjadi anak-anak mengalami kehamilan di luar nikah akibat dari pergaulan yang terlalu bebas antara laki-laki dan perempuan. Banyak faktor yang membuat orang tua menikahkan anaknya yang masih di bawah umur yang hamil di luar nikah, yakni dengan mengajukan permohonan dispensasi kawin ke Pengadilan Agama. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan telah menentukan batas usia minimum bagi laki-laki dan perempuan untuk menikah dengan pertimbangan kematangan usia dan psikologis, demi terwujudnya tujuan pernikahan tersebut. Penelitian ini menggunakan metode yuridis-empiris, yang akan melihat Pengadilan Agama sebagai lembaga yang berwenang, memiliki pertimbangan-pertimbangan tertentu dalam mengabulkan permohonan dispensasi kawin dengan tujuan untuk memenuhi hak-hak masyarakat.","PeriodicalId":255287,"journal":{"name":"Walisongo Law Review (Walrev)","volume":"149 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-12-20","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"132085086","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2020-11-30DOI: 10.21580/walrev.2020.2.2.6597
M. Hasanudin
The purpose of this paper is to determine the role of the judge in facing the development of society. Judges are part of the important structure of the judicial power branch in Indonesia. Judicial power is an independent power to administer justice in order to uphold law and justice. Judges are given the power to judge. Judges have an important role as law enforcement officers in the law enforcement process in Indonesia, so they must pay attention to legal objectives. The role of the judge has consequences for the responsibility of the judge which is very heavy, where the judge has responsibility to one God, to the nation and state, to himself, to the law, to the parties and to society. Judges and society are elements that cannot be separated in a legal system. The judge is a product of the society and culture where he comes from and is. The function of the judiciary is to decide disputes between individuals and individuals, individuals and communities, even individuals or society and the state; forming or making a policy or policy.[]Tujuan penulisan ini adalah mengetahui peranan peranan hakim dalam menghadapi perkembangan masyarakat. Hakim merupakan bagian dari struktur penting cabang kekuasaan kehakiman di Indonesia. Kekuasaan Kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Hakim diberi wewenang untuk mengadili. Hakim memiliki peranan penting sebagai aparat penegak hukum dalam proses penegakan hukum di Indonesia, sehingga harus memperhatikan tujuan hukum. Peranan hakim memiliki konsekuensi terhadap pertanggungjawaban hakim yang sangat berat, dimana hakim memiliki tanggung jawab terhadap tuhan yang maha esa, terhadap bangsa dan negara, terhadap diri sendiri, terhadap hukum, terhadap para pihak dan terhadap mayarakat. Hakim dan masyarakat merupakan unsur yang tidak bisa dilepaskan dalam suatu sistem hukum. Hakim sebagai produk masyarakat dan budaya tempat dia berasal dan berada. Fungsi kehakiman adalah memutus sengketa antara individu dengan individu, individu dengan masyarakat, bahkan individu atau masyarakat dengan negara; membentuk atau membuat policy atau kebijakan.
本文的目的是确定法官在面对社会发展时的角色。法官是印度尼西亚司法权力部门重要结构的组成部分。司法权是维护法律和正义的独立审判权。法官被赋予了审判的权力。在印尼,法官作为执法人员在执法过程中有着重要的作用,因此法官必须关注法律目标。法官的角色决定了法官的责任,法官的责任非常重,法官对上帝负责,对民族和国家负责,对他自己负责,对法律负责,对当事人和社会负责。法官和社会是法律制度中不可分割的组成部分。法官是他所来自和所处的社会和文化的产物。司法的职能是解决个人与个人、个人与社区、甚至个人与社会与国家之间的纠纷;政策的形成或制定政策或政策的[]图胡安penulisan ini adalah mengetahui peranan peranan hakim dalam menghadapi perkembangan masyarakat。Hakim merupakan bagian dari structur penting cabang kekuasaan kehakiman di Indonesia。Kekuasaan Kehakiman merupakan Kekuasaan yang merdeka untuk menyeinggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan。Hakim diberi wewenang untuk mengadili。Hakim memiliki peranan penting sebagai aparat penegak hukum dalam propenegakan hukum di Indonesia, sehinga harus memperhatikan tujuan hukum。Peranan hakim memiliki konsekuensi terhakim memiliki pertanggungjawaban hakim yang sangat berat, dimana hakim memiliki tanggungjawab terhadap tuhan yang maha esa, terhadap bangsa dan negara, terhadap diri sendiri, terhadap hukum, terhadap para pihak dan terhadap mayarakat。Hakim dan masyarakat merupakan unsur yang tidak bisa dilepaskan dalam suatu system hukum。Hakim sebagai产品masyarakat dan budaya temat dia berasal dan berada。Fungsi kehakiman adalah memutus sengketa antara individual dengan individual, individual dengan masyarakat, bahkan individual atau masyarakat dengan negara;成员政策与成员政策是一致的。
{"title":"The Role of Judges in Dealing with Community Development","authors":"M. Hasanudin","doi":"10.21580/walrev.2020.2.2.6597","DOIUrl":"https://doi.org/10.21580/walrev.2020.2.2.6597","url":null,"abstract":"The purpose of this paper is to determine the role of the judge in facing the development of society. Judges are part of the important structure of the judicial power branch in Indonesia. Judicial power is an independent power to administer justice in order to uphold law and justice. Judges are given the power to judge. Judges have an important role as law enforcement officers in the law enforcement process in Indonesia, so they must pay attention to legal objectives. The role of the judge has consequences for the responsibility of the judge which is very heavy, where the judge has responsibility to one God, to the nation and state, to himself, to the law, to the parties and to society. Judges and society are elements that cannot be separated in a legal system. The judge is a product of the society and culture where he comes from and is. The function of the judiciary is to decide disputes between individuals and individuals, individuals and communities, even individuals or society and the state; forming or making a policy or policy.[]Tujuan penulisan ini adalah mengetahui peranan peranan hakim dalam menghadapi perkembangan masyarakat. Hakim merupakan bagian dari struktur penting cabang kekuasaan kehakiman di Indonesia. Kekuasaan Kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Hakim diberi wewenang untuk mengadili. Hakim memiliki peranan penting sebagai aparat penegak hukum dalam proses penegakan hukum di Indonesia, sehingga harus memperhatikan tujuan hukum. Peranan hakim memiliki konsekuensi terhadap pertanggungjawaban hakim yang sangat berat, dimana hakim memiliki tanggung jawab terhadap tuhan yang maha esa, terhadap bangsa dan negara, terhadap diri sendiri, terhadap hukum, terhadap para pihak dan terhadap mayarakat. Hakim dan masyarakat merupakan unsur yang tidak bisa dilepaskan dalam suatu sistem hukum. Hakim sebagai produk masyarakat dan budaya tempat dia berasal dan berada. Fungsi kehakiman adalah memutus sengketa antara individu dengan individu, individu dengan masyarakat, bahkan individu atau masyarakat dengan negara; membentuk atau membuat policy atau kebijakan.","PeriodicalId":255287,"journal":{"name":"Walisongo Law Review (Walrev)","volume":"77 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-11-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"126584782","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2020-04-09DOI: 10.21580/WALREV.2019.1.2.5213
E. L. Simanjuntak
Law enforcement to transnational fugitives especially those perpetrators of money laundering with international dimension in Indonesia, in particular related to incoming extradition is needed to reconstruct. This is because hitherto, the decision to extradite is the decision of the executive branch as stipulated in Act No.1 of 1979 on Extradition. Hence, the consideration for the government to extradite is more on political concern rather than judicial. This practice is deemed neglecting the protection of human rights and creating legal uncertainty, especially in relation to detention period that could exceed beyond admissible time as stipulated in KUHAP because of the grace period on the issuance of the Presidential Decision. This research is doctrinal and field study. Based on findings in the field, incoming extradition request must be based on the court’s decision, or judicial order in the future to ensure protection of human rights and legal certainty of the person who is subject of the extradition and to the requested country. Penegakan hukum terhadap buronan transnasional, terutama para pelaku pencucian uang di Indonesia, perlu sebuah rekontruksi khususnya terkait dengan ekstradisi. Ini karena sampai sekarang, keputusan untuk mengekstradisi adalah keputusan cabang eksekutif sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No.1 tahun 1979 tentang Ekstradisi. Oleh karena itu, pertimbangan bagi pemerintah untuk mengekstradisi lebih pada masalah politik daripada peradilan. Praktik ini dianggap mengabaikan perlindungan hak asasi manusia dan menciptakan ketidakpastian hukum, terutama dalam kaitannya dengan masa penahanan yang dapat melebihi melampaui waktu yang dapat diterima sebagaimana diatur dalam KUHAP karena masa tenggang pada penerbitan Keputusan Presiden. Penelitian ini bersifat doktrinal dan studi lapangan. Berdasarkan temuan di lapangan, permintaan ekstradisi yang masuk harus didasarkan pada keputusan pengadilan, atau perintah pengadilan di masa depan untuk memastikan perlindungan hak asasi manusia dan kepastian hukum dari orang yang menjadi sasaran ekstradisi dan ke negara yang diminta.
在印度尼西亚,需要重建对跨国逃犯的执法,特别是对具有国际影响的洗钱犯罪者的执法,特别是与即将引渡有关的执法。这是因为,迄今为止,引渡的决定是1979年第1号《引渡法》规定的行政部门的决定。因此,政府对引渡的考虑更多是出于政治考虑而非司法考虑。这种做法被认为忽视了对人权的保护,造成了法律上的不确定性,特别是在拘留期限方面,由于总统决定的发布有宽限期,拘留期限可能超过《人权法》规定的可接受时间。本研究是理论研究和实地研究。根据实地调查结果,即将提出的引渡请求必须以法院的决定或今后的司法命令为依据,以确保保护被引渡人和被请求国的人的人权和法律确定性。Penegakan hukum terhadap buronan transnasional, terutama para pelaku penucian wangdi Indonesia, perlu sebuah rekontruksi khususnya terkait dengan ekstradisi。我的名字是:i karena sampai sekarang, keputusan untuk mengekstradisi adalah keputusan cabang eksekutif sebagaimana diatur dalam undang . undang 1 . tahun 1979 tentangekstradisi。我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说。我是尼泊尔总统,我是尼泊尔总理,我是尼泊尔总理,我是尼泊尔总理,我是尼泊尔总理,我是尼泊尔总理,我是尼泊尔总理,我是尼泊尔总理。Penelitian的翻译结果:Penelitian的翻译结果:我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说,我是说。
{"title":"Incoming Extradition in Indonesia and Its Implication to Human Rights","authors":"E. L. Simanjuntak","doi":"10.21580/WALREV.2019.1.2.5213","DOIUrl":"https://doi.org/10.21580/WALREV.2019.1.2.5213","url":null,"abstract":"Law enforcement to transnational fugitives especially those perpetrators of money laundering with international dimension in Indonesia, in particular related to incoming extradition is needed to reconstruct. This is because hitherto, the decision to extradite is the decision of the executive branch as stipulated in Act No.1 of 1979 on Extradition. Hence, the consideration for the government to extradite is more on political concern rather than judicial. This practice is deemed neglecting the protection of human rights and creating legal uncertainty, especially in relation to detention period that could exceed beyond admissible time as stipulated in KUHAP because of the grace period on the issuance of the Presidential Decision. This research is doctrinal and field study. Based on findings in the field, incoming extradition request must be based on the court’s decision, or judicial order in the future to ensure protection of human rights and legal certainty of the person who is subject of the extradition and to the requested country. Penegakan hukum terhadap buronan transnasional, terutama para pelaku pencucian uang di Indonesia, perlu sebuah rekontruksi khususnya terkait dengan ekstradisi. Ini karena sampai sekarang, keputusan untuk mengekstradisi adalah keputusan cabang eksekutif sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No.1 tahun 1979 tentang Ekstradisi. Oleh karena itu, pertimbangan bagi pemerintah untuk mengekstradisi lebih pada masalah politik daripada peradilan. Praktik ini dianggap mengabaikan perlindungan hak asasi manusia dan menciptakan ketidakpastian hukum, terutama dalam kaitannya dengan masa penahanan yang dapat melebihi melampaui waktu yang dapat diterima sebagaimana diatur dalam KUHAP karena masa tenggang pada penerbitan Keputusan Presiden. Penelitian ini bersifat doktrinal dan studi lapangan. Berdasarkan temuan di lapangan, permintaan ekstradisi yang masuk harus didasarkan pada keputusan pengadilan, atau perintah pengadilan di masa depan untuk memastikan perlindungan hak asasi manusia dan kepastian hukum dari orang yang menjadi sasaran ekstradisi dan ke negara yang diminta.","PeriodicalId":255287,"journal":{"name":"Walisongo Law Review (Walrev)","volume":"52 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2020-04-09","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"130166746","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-10-18DOI: 10.21580/walrev.2019.2.2.4803
A. Susilo
Copyright is a high reality of various values, including economic value, this is because copyright that is born of copyright, taste, and intention is able to color the development of human life through objects born from the copyright process. However, in its development various copyrights were not considered in this country. The rise of piracy on song copyrights for example, is only able to benefit the perpetrators of piracy of song copyright economically. The research method used is a juridical legal research method of analysis with the object of research studies aimed at the laws and regulations relating to copyright and principles - applicable legal principles. Substantially, the material changes in Law No. 28 of 2014 is related to the change of type of criminal offense from ordinary offense to complaint offense and in the meantime there are not many creators who can seek justice about it. The results of the research are increasingly unfair with the existence of Clause 112 to Clause 119 of Law Number 28 of 2014 changing copyright offenses to complaint offenses that increasingly marginalize the rights of the creators of copyrighted works in this country. Therefore it is necessary to have a joint discussion related to the political development of criminal law related to copyright offenses. Hak Cipta adalah suatu realitas yang tinggi akan berbagai nilai, termasuk didalamnya nilai ekonomis, hal ini dikarenakan hak cipta yang lahir dari cipta, rasa, dan karsa mampu mewarnai perkembangan kehidupan umat manusia melalui benda yang lahir dari proses cipta tersebut. Namun dalam perkembangannya berbagai hak cipta tidaklah diperhatikan di negara ini. Maraknya pembajakan akan hak cipta lagu misalnya, hanya mampu menguntungkan bagi oknum pelaku pembajakan hak cipta lagu tersebut secara ekonomis, Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian hukum yuridis analisis dengan objek kajian penelitian yang ditujukan terhadap peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan hak cipta dan prinsip-prinsip hukum yang berlaku. Secara substansial, materi perubahan dalam UU No. 28 Tahun 2014 adalah yang berkaitan dengan perubahan jenis tindak pidana dari delik biasa menjadi delik aduan serta sementara itu pihak pencipta tidak banyak yang dapat mengupayakan keadilan akan hal itu. Hasil dari penelitian semakin bertambah tidak adil dengan adanya Pasal 112 hingga Pasal 119 Undang-Undang Nomer 28 Tahun 2014 merubah delik hak cipta menjadi delik aduan yang semakin memarjinalkan hak dari pencipta suatu karya cipta di negara ini. Oleh sebab itu perlu adanya pembahasan bersama terkait pembangunan politik hukum pidana terkai delik hak cipta.
版权是一种具有多种价值,包括经济价值的高度现实性,这是因为版权、品味、意图所孕育的版权,能够通过版权过程中所孕育的客体,为人类生活的发展赋予色彩。然而,在它的发展过程中,各种版权在这个国家并没有被考虑。以歌曲版权盗版的兴起为例,只能在经济上使歌曲版权盗版的行为人受益。所使用的研究方法是一种司法法学的分析研究方法,其研究对象是针对与著作权有关的法律法规和原则-适用的法律原则进行研究。从本质上讲,2014年28号法的实质性变化与刑事犯罪类型从普通犯罪向诉罪的转变有关,同时也没有多少创作者能够就此寻求正义。由于我国2014年第28号法第112条至第119条将著作权侵权行为改为诉状侵权行为,使著作权创作者的权利日益边缘化,研究结果越来越不公平。因此,有必要对涉著作权罪刑法的政治发展问题进行共同探讨。我想说的是:我想说的是:我想说的是:我想说的是:我想说的是:我想说的是:我想说的是:我想说的是:我想说的是:我想说的是:我想说的是:我想说的是:我想说的是:我想说的是:我想说的是:我想说的是:Namun dalam perkembangannya berbagai hak cipta tidaklah diperhatikan di negara ini。这句话的意思是:“我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是,我的意思是。”Secara物质,materi perubahan dalam UU No. 28 Tahun 2014 adalah yang berkaitan dengan perubahan jenis tindak pidana dari delik biasa menjadi delik aduan serta sementara i pihak pencipta tidak banyak yang dapat mengupayakan keadilan akan hal itu。哈西尔达里penelitian semakin bertambah tidak adil dengan adanya Pasal 112 hinga Pasal 119 undang undang Nomer 28 Tahun 2014 merubah delik hak cipk alkan hak dari pencipta suatu karya cipta di negara ini。我是说,我是谁?我是谁?我是谁?我是谁?我是谁?我是谁?我是谁?
{"title":"Renewal of Criminal Law Politics Relating to Justice Based On Justice","authors":"A. Susilo","doi":"10.21580/walrev.2019.2.2.4803","DOIUrl":"https://doi.org/10.21580/walrev.2019.2.2.4803","url":null,"abstract":"Copyright is a high reality of various values, including economic value, this is because copyright that is born of copyright, taste, and intention is able to color the development of human life through objects born from the copyright process. However, in its development various copyrights were not considered in this country. The rise of piracy on song copyrights for example, is only able to benefit the perpetrators of piracy of song copyright economically. The research method used is a juridical legal research method of analysis with the object of research studies aimed at the laws and regulations relating to copyright and principles - applicable legal principles. Substantially, the material changes in Law No. 28 of 2014 is related to the change of type of criminal offense from ordinary offense to complaint offense and in the meantime there are not many creators who can seek justice about it. The results of the research are increasingly unfair with the existence of Clause 112 to Clause 119 of Law Number 28 of 2014 changing copyright offenses to complaint offenses that increasingly marginalize the rights of the creators of copyrighted works in this country. Therefore it is necessary to have a joint discussion related to the political development of criminal law related to copyright offenses. Hak Cipta adalah suatu realitas yang tinggi akan berbagai nilai, termasuk didalamnya nilai ekonomis, hal ini dikarenakan hak cipta yang lahir dari cipta, rasa, dan karsa mampu mewarnai perkembangan kehidupan umat manusia melalui benda yang lahir dari proses cipta tersebut. Namun dalam perkembangannya berbagai hak cipta tidaklah diperhatikan di negara ini. Maraknya pembajakan akan hak cipta lagu misalnya, hanya mampu menguntungkan bagi oknum pelaku pembajakan hak cipta lagu tersebut secara ekonomis, Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian hukum yuridis analisis dengan objek kajian penelitian yang ditujukan terhadap peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan hak cipta dan prinsip-prinsip hukum yang berlaku. Secara substansial, materi perubahan dalam UU No. 28 Tahun 2014 adalah yang berkaitan dengan perubahan jenis tindak pidana dari delik biasa menjadi delik aduan serta sementara itu pihak pencipta tidak banyak yang dapat mengupayakan keadilan akan hal itu. Hasil dari penelitian semakin bertambah tidak adil dengan adanya Pasal 112 hingga Pasal 119 Undang-Undang Nomer 28 Tahun 2014 merubah delik hak cipta menjadi delik aduan yang semakin memarjinalkan hak dari pencipta suatu karya cipta di negara ini. Oleh sebab itu perlu adanya pembahasan bersama terkait pembangunan politik hukum pidana terkai delik hak cipta.","PeriodicalId":255287,"journal":{"name":"Walisongo Law Review (Walrev)","volume":"127 37","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-10-18","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"134504876","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-10-18DOI: 10.21580/WALREV.2019.1.2.4815
Muhammad Harun
The purpose of this paper is to compare and evaluate the thoughts of Hans Kelsen with Satjipto Raharjo. Both offer their respective theories, namely Hans Kelsen's pure legal theory and Satjipto Rahardjo's progressive law. In this theory, both of them base their philosophical approach. After reviewing, the theories of these two figures are relevant for interpreting the law. This paper uses a critical paradigm with a combination of normative or doctrinal and sociological or non-doctrinal approaches. The results showed that Hans Kelsen directed his mind that legal positivism considers moral speech, values are finished and final when it comes to the formation of positive law. Pure Legal Theory is not a perfect copy of transcendental ideas, but it does not try to see the law as a posterity of justice. While Rahardjo's progressive law rests on the aspects of rules and behavior. Regulations will build a positive and rational legal system. While the behavioral or human aspects will drive the rules and systems that are built. Tujuan penulisan ini adalah untuk membandingkan dan mengevaluasi pemikiran Hans Kelsen dengan Satjipto Raharjo. Keduanya menawarkan teori masing-masing, yaitu teori hukum murni Hans Kelsen dan hukum progresif Satjipto Rahardjo. Dalam teori ini, keduanya sama-sama mendasarkan pendekatan secara filosif. Setelah dikaji, teori dari kedua tokoh ini relevan untuk memaknai hukum. Tulisan ini menggunakan paradigima kritis dengan pendekatan kombinasi normatif atau doktrinal dan sosiologis atau non doktrinal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Hans Kelsen lebih mengarahkan pikirannya bahwa positivisme hukum yang menganggap pembicaraan moral, nilai-nilai telah selesai dan final manakala sampai pada pembentukan hukum positif. Teori Hukum Murni bukanlah salinan ide transendental yang sempurna, namun tidak berusaha memandang hukum sebagai anak cucu keadilan. Sementara hukum progresifnya Rahardjo bertumpu pada aspek peraturan dan perilaku (rules and behavior). Peraturan akan membangun suatu sistem hukum positif yang logis dan rasional. Sedangkan aspek perilaku atau manusia akan menggerakkan peraturan dan sistem yang dibangun.
本文的目的是比较和评价汉斯·凯尔森和萨吉普托·拉哈霍的思想。两者都提出了各自的理论,即汉斯·凯尔森的纯粹法律理论和萨提普托·拉哈德乔的进步法律理论。在这一理论基础上,他们都建立了自己的哲学方法。经过梳理,这两位人物的理论与法律解释是相关的。本文使用了一种批判范式,结合了规范或理论和社会学或非理论的方法。结果表明,汉斯·凯尔森在论及成文法的形成时指出,法律实证主义认为道德话语、价值是完成的和最终的。《纯粹法律理论》并不是对先验思想的完美复制,但它并不试图将法律视为正义的后代。而拉哈乔的进步法则则是建立在规则和行为的基础上的。法规将构建一个积极合理的法律体系。而行为或人的方面将驱动所构建的规则和系统。Tujuan penulisan ini adalah untuk成员,kan和mengevaluasi pemikiran, Hans Kelsen dengan Satjipto Raharjo。Keduanya menawarkan teori masing-masing, yaitu teori hukum murni Hans Kelsen dan hukum progressive, Satjipto Rahardjo。我是Dalam teori ini, keduanya sama-sama mendasarkan pendekatan secara filosii。Setelah dikaji, teori dari kedua tokoh, ini, untuk, memaknai hukum。图里桑,孟古纳坎,范式,批判,登高,登高,登高,登高,登高,登高,登高。Hasil penelitian menunjukkan bahwa Hans Kelsen lebih mengarahkan pikirannya bahwa positivisme hukum yang menganggap pembicaraan moral, nilai-nilai telah selesai dan final manakala sampai padadpembentukan hukum positif。我的天,我的天,我的天,我的天,我的天,我的天,我的天。Sementara hukum progressifnya Rahardjo bertumpu pada说peraturan dan peraku(规则和行为)。Peraturan akan membangunan suatu系统hukum正阳逻辑是理性的。世当坎的语言是危险的,阿卡的语言是危险的,阿卡的语言是危险的,阿卡的语言是危险的,阿卡的语言是危险的,阿卡的语言是危险的,阿卡的语言是危险的。
{"title":"Philosophical Study of Hans Kelsen's Thoughts on Law and Satjipto Rahardjo's Ideas on Progressive Law","authors":"Muhammad Harun","doi":"10.21580/WALREV.2019.1.2.4815","DOIUrl":"https://doi.org/10.21580/WALREV.2019.1.2.4815","url":null,"abstract":"The purpose of this paper is to compare and evaluate the thoughts of Hans Kelsen with Satjipto Raharjo. Both offer their respective theories, namely Hans Kelsen's pure legal theory and Satjipto Rahardjo's progressive law. In this theory, both of them base their philosophical approach. After reviewing, the theories of these two figures are relevant for interpreting the law. This paper uses a critical paradigm with a combination of normative or doctrinal and sociological or non-doctrinal approaches. The results showed that Hans Kelsen directed his mind that legal positivism considers moral speech, values are finished and final when it comes to the formation of positive law. Pure Legal Theory is not a perfect copy of transcendental ideas, but it does not try to see the law as a posterity of justice. While Rahardjo's progressive law rests on the aspects of rules and behavior. Regulations will build a positive and rational legal system. While the behavioral or human aspects will drive the rules and systems that are built. Tujuan penulisan ini adalah untuk membandingkan dan mengevaluasi pemikiran Hans Kelsen dengan Satjipto Raharjo. Keduanya menawarkan teori masing-masing, yaitu teori hukum murni Hans Kelsen dan hukum progresif Satjipto Rahardjo. Dalam teori ini, keduanya sama-sama mendasarkan pendekatan secara filosif. Setelah dikaji, teori dari kedua tokoh ini relevan untuk memaknai hukum. Tulisan ini menggunakan paradigima kritis dengan pendekatan kombinasi normatif atau doktrinal dan sosiologis atau non doktrinal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Hans Kelsen lebih mengarahkan pikirannya bahwa positivisme hukum yang menganggap pembicaraan moral, nilai-nilai telah selesai dan final manakala sampai pada pembentukan hukum positif. Teori Hukum Murni bukanlah salinan ide transendental yang sempurna, namun tidak berusaha memandang hukum sebagai anak cucu keadilan. Sementara hukum progresifnya Rahardjo bertumpu pada aspek peraturan dan perilaku (rules and behavior). Peraturan akan membangun suatu sistem hukum positif yang logis dan rasional. Sedangkan aspek perilaku atau manusia akan menggerakkan peraturan dan sistem yang dibangun. ","PeriodicalId":255287,"journal":{"name":"Walisongo Law Review (Walrev)","volume":"44 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-10-18","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"126144758","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pub Date : 2019-10-18DOI: 10.21580/walrev.2019.2.2.4825
Saifudin Saifudin
Development is one of the contributors to global warming, especially industrial development. Industrial companies in Kendal Regency in 2017 there were 61 companies with 25,385 workers. The phenomenal industry in Kendal Regency lately is a Special Industrial Zone (KIK) known as Kendal Industrial park (KIP). Kendal Industri Park (KIP) is the largest industrial development city in Central Java with a total development size of 2,200 hectares. Kawasan Industri Park (KIP) is a joint venture between two industrial developers in Southeast Asia naming Sembcorp Development Ltd and PT Jababeka Tbk. This paper examines the implementation of the Sak Uwong Sak Uwit (SUSU) policy in Kendal District where the policy is in response to global warming. The focus of this study is the implementation of a policy, so the method used is a juridical-empirical legal research method. The focus of his study is looking at the law in terms of law in action not in law in books. The Sak Uwong Sak Uwit (SUSU) policy can be implemented even though it is not yet maximized. The bride and groom have received information about this policy and implemented it, but it is different from the mother giving birth who did not get information about this policy so that for the mother giving birth the program did not work. This policy has been able to move the community (law as a tool of social engineering) to care for the environment by planting trees. By planting these trees environmental conservation will be created.Pembangunan menjadi salah satu penyumbang terjadinya pemanasan global (global warming), terlebih pembangunan industri. Perusahaan industri di Kabupaten Kendal tahun 2017 tercatat sebanyak 61 perusahaan dengan 25.385 tenaga kerja. Industri yang fenomenal di Kabupaten Kendal akhir-akhir ini adalah Kawasan Industri Khusus (KIK) yang dikenal dengan sebutan Kendal Industri park (KIP). Kendal Industri Park (KIP) ini merupakan pengembangan kota industri terbesar di Jawa Tengah dengan total ukuran pengembangan mencapai 2.200 hektar. Kawasan Industri Park (KIP) merupakan perusahaan patungan antara dua pengembang industri di Asia Tenggara penamaan Sembcorp Pengembangan Ltd dan PT Jababeka Tbk. Penelitian ini mengkaji tentang implementasi kebijakan Sak Uwong Sak Uwit (SUSU) di Kabupaten Kendal di mana kebijakan tersebut sebagai respon terhadap pemanasan global. Fokus kajian ini adalah implementasi dari sebuah kebijakan, sehingga metode yang yang digunakan adalah metode penelitian hukum yuridis-empiris. Fokus kajiannya adalah melihat hukum dari sisi law in action tidak pada law in books. Kebijakan Sak Uwong Sak Uwit (SUSU) dapat diimplementasikan meski belum maksimal. Calon pengantin sudah menerima informasi tentang kebijakan ini dan melaksanakannya, namun berbeda dengan ibu melahirkan yang tidak mendapatkan informasi tentang kebjaka ini sehingga untuk ibu melahirkan program ini tidak berjalan. Kebijakan ini sudah mampu menggerakkan masyarakat (law as a tool of social engineering) untuk pedu
发展是全球变暖的原因之一,尤其是工业发展。2017年,肯德尔县的工业企业有61家,工人人数为25385人。最近,肯德尔县最引人注目的产业是一个特别工业区(KIK),被称为肯德尔工业园区(KIP)。肯德尔工业园区(KIP)是中爪哇最大的工业发展城市,总开发面积为2,200公顷。川山工业园(KIP)是东南亚两家工业开发商Sembcorp Development Ltd和PT Jababeka Tbk的合资企业。本文考察了在肯德尔地区实施的沙王沙水政策(南乌拉尔大学),该政策是为了应对全球变暖。本研究的重点是一项政策的实施,因此使用的方法是一种司法-实证的法律研究方法。他研究的重点是从法律的实践角度而不是从法律的书本角度来研究法律。“书院wong书院书院”(南乌拉尔大学)政策虽然尚未达到最大限度,但仍可实施。新娘和新郎已经收到了有关该政策的信息并执行了该政策,但这与分娩的母亲没有得到该政策的信息不同,因此该计划对分娩的母亲不起作用。这项政策已经能够推动社区(法律作为社会工程的工具)通过植树来关心环境。通过种植这些树木,将创造环境保护。Pembangunan menjadi salah satu penyumbang terjadinya pemanasan global(全球变暖),terlebih Pembangunan industryPerusahaan industry di Kabupaten Kendal tahun 2017 tercatat sebanyak 61 Perusahaan dengan 25.385 tenaga kerja。产业阳非凡di Kabupaten Kendal akhir-akhir ini adalah Kawasan industrial Khusus (KIK) yang dikenal dengan sebutan Kendal industrial park (KIP)。肯德尔工业园区(KIP)位于爪哇登加,总面积为2,200公顷。川山工业园区(KIP) merupakan perusahaan patungan antara dua pengembang industrial di Asia tengara penamaan Sembcorp Pengembangan Ltd和PT Jababeka Tbk。Penelitian ini mengkaji tenten实施了kebijakan Sak Uwong Sak Uwit(南乌拉尔国立大学),Kabupaten Kendal di mankebijakan tereset,但在全球范围内,sebagai的响应。重点介绍了中国农业农业的发展现状、发展趋势、发展趋势和发展趋势。福库斯卡贾尼亚adalah melihat hukum dari sisi法律在行动中,而不是在书本上。Kebijakan Sak Uwong Sak Uwit(南乌拉尔国立大学)的一项研究表明,亚洲的meski belum maksimal。在这里输入译文:在这里输入译文:在这里输入译文:在这里输入译文:在这里输入译文:在这里输入译文:在这里输入译文:在这里输入译文:在这里输入译文:Kebijakan ini sudah mampu menggerakkan masyarakat(法律作为社会工程的工具)untuk peduli lingkungan yitu dengan menanam pohon。登干是一个很好的例子,但是我们知道,登干是一个很好的例子。
{"title":"Sak Uwong Sak Uwit Policy: Environmental Conservation Strategy","authors":"Saifudin Saifudin","doi":"10.21580/walrev.2019.2.2.4825","DOIUrl":"https://doi.org/10.21580/walrev.2019.2.2.4825","url":null,"abstract":"Development is one of the contributors to global warming, especially industrial development. Industrial companies in Kendal Regency in 2017 there were 61 companies with 25,385 workers. The phenomenal industry in Kendal Regency lately is a Special Industrial Zone (KIK) known as Kendal Industrial park (KIP). Kendal Industri Park (KIP) is the largest industrial development city in Central Java with a total development size of 2,200 hectares. Kawasan Industri Park (KIP) is a joint venture between two industrial developers in Southeast Asia naming Sembcorp Development Ltd and PT Jababeka Tbk. This paper examines the implementation of the Sak Uwong Sak Uwit (SUSU) policy in Kendal District where the policy is in response to global warming. The focus of this study is the implementation of a policy, so the method used is a juridical-empirical legal research method. The focus of his study is looking at the law in terms of law in action not in law in books. The Sak Uwong Sak Uwit (SUSU) policy can be implemented even though it is not yet maximized. The bride and groom have received information about this policy and implemented it, but it is different from the mother giving birth who did not get information about this policy so that for the mother giving birth the program did not work. This policy has been able to move the community (law as a tool of social engineering) to care for the environment by planting trees. By planting these trees environmental conservation will be created.Pembangunan menjadi salah satu penyumbang terjadinya pemanasan global (global warming), terlebih pembangunan industri. Perusahaan industri di Kabupaten Kendal tahun 2017 tercatat sebanyak 61 perusahaan dengan 25.385 tenaga kerja. Industri yang fenomenal di Kabupaten Kendal akhir-akhir ini adalah Kawasan Industri Khusus (KIK) yang dikenal dengan sebutan Kendal Industri park (KIP). Kendal Industri Park (KIP) ini merupakan pengembangan kota industri terbesar di Jawa Tengah dengan total ukuran pengembangan mencapai 2.200 hektar. Kawasan Industri Park (KIP) merupakan perusahaan patungan antara dua pengembang industri di Asia Tenggara penamaan Sembcorp Pengembangan Ltd dan PT Jababeka Tbk. Penelitian ini mengkaji tentang implementasi kebijakan Sak Uwong Sak Uwit (SUSU) di Kabupaten Kendal di mana kebijakan tersebut sebagai respon terhadap pemanasan global. Fokus kajian ini adalah implementasi dari sebuah kebijakan, sehingga metode yang yang digunakan adalah metode penelitian hukum yuridis-empiris. Fokus kajiannya adalah melihat hukum dari sisi law in action tidak pada law in books. Kebijakan Sak Uwong Sak Uwit (SUSU) dapat diimplementasikan meski belum maksimal. Calon pengantin sudah menerima informasi tentang kebijakan ini dan melaksanakannya, namun berbeda dengan ibu melahirkan yang tidak mendapatkan informasi tentang kebjaka ini sehingga untuk ibu melahirkan program ini tidak berjalan. Kebijakan ini sudah mampu menggerakkan masyarakat (law as a tool of social engineering) untuk pedu","PeriodicalId":255287,"journal":{"name":"Walisongo Law Review (Walrev)","volume":"254 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-10-18","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"121434691","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}