Low back pain sering dikeluhkan oleh pengendara sepeda road bike. Road Bike digunakan untuk durasi yang ekstensif dan memiliki frame sepeda yang menuntut postur baik selama penggunaannya. Studi terkait posisi tubuh dengan kejadian low back pain pada pengendara road bike masih perlu dikembangkan sehingga tujuan studi ini untuk mengetahui gambaran posisi tubuh saat bersepeda menggunakan road bike dengan kejadian low back pain pada road biker di Jakarta. Studi yang dilakukan adalah studi deskriptif observasional dengan desain potong lintang. Jumlah responden studi sebanyak 250 pesepeda road bike yang berdomisili di Jakarta secara consecutive sampling. Pengumpulan data low back pain dari sampel dilakukan dengan menggunakan kuesioner Oswestry Disability Index. Dari analisis data kuesioner ODI didapatkan sebanyak 125 (50%) responden memiliki keluhan lower back pain pada tingkat nyeri yang berbeda-beda dengan faktor ketinggian stang yang lebih rendah dibanding saddle, ukuran sepeda yang tidak sesuai, fleksi yang berkepanjangan saat otot sudah mengalami overexertion, dan defisit daya tahan ekstensor punggung terbukti mempengaruhi peningkatan resiko low back pain.
低背痛苦经常被骑自行车的人抱怨。路自行车使用的时间很长,自行车的框架需要良好的姿势。与骑自行车者的低背痛苦有关的身体位置的研究仍然需要开发,因此该研究的目的是了解骑自行车时骑自行车和雅加达骑自行车时骑自行车时骑自行车时的低背骑自行车的情况。研究是一项通过切割纬度设计进行的观察描述性研究。被调查的人中有250名骑自行车的雅加达人正在进行抽样研究。用Oswestry Disability Index从样本中收集低值数据。数据分析调查问卷的ODI获得多达125下back pain(50%)的受访者有不满因素的不同程度的疼痛比马场车把的高度较低,尺寸不合适的自行车,当肌肉经历了长期的屈曲overexertion,背伸肌耐力证明赤字影响风险增加low back pain。
{"title":"Gambaran posisi tubuh dengan kejadian low back pain pada pemain sepeda road bike di Jakarta","authors":"Ananda Dante Putera Roberto, Tjie Haming Setiadi, Susy Olivia Lontoh","doi":"10.24912/tmj.v4i2.18217","DOIUrl":"https://doi.org/10.24912/tmj.v4i2.18217","url":null,"abstract":"Low back pain sering dikeluhkan oleh pengendara sepeda road bike. Road Bike digunakan untuk durasi yang ekstensif dan memiliki frame sepeda yang menuntut postur baik selama penggunaannya. Studi terkait posisi tubuh dengan kejadian low back pain pada pengendara road bike masih perlu dikembangkan sehingga tujuan studi ini untuk mengetahui gambaran posisi tubuh saat bersepeda menggunakan road bike dengan kejadian low back pain pada road biker di Jakarta. Studi yang dilakukan adalah studi deskriptif observasional dengan desain potong lintang. Jumlah responden studi sebanyak 250 pesepeda road bike yang berdomisili di Jakarta secara consecutive sampling. Pengumpulan data low back pain dari sampel dilakukan dengan menggunakan kuesioner Oswestry Disability Index. Dari analisis data kuesioner ODI didapatkan sebanyak 125 (50%) responden memiliki keluhan lower back pain pada tingkat nyeri yang berbeda-beda dengan faktor ketinggian stang yang lebih rendah dibanding saddle, ukuran sepeda yang tidak sesuai, fleksi yang berkepanjangan saat otot sudah mengalami overexertion, dan defisit daya tahan ekstensor punggung terbukti mempengaruhi peningkatan resiko low back pain.","PeriodicalId":416279,"journal":{"name":"Tarumanagara Medical Journal","volume":"67 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-04-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"123331625","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Prevalensi obesitas mengalami peningkatan setiap tahunnya dan diduga berhubungan dengan konsumsi asupan gula dalam minuman bersoda yang berlebihan. Kandungan gula dalam 1 kaleng minuman bersoda 350 mL mencapai 40 hingga 50 gram. Sejauh ini belom ada data yang melihat asupan gula dalam minuman bersoda terhadap obesitas pada kelompok usia reproduktif di Jakarta. Studi ini merupakan studi analitik dengan desain potong lintang yang dilakukan di Puskesmas Kecamatan Jakarta Barat pada bulan Januari hingga Febuari 2020. Pengambilan responden dilakukan dengan teknik consecutive sampling. Jumlah asupan gula didapatkan dengan menggunakan semi-quantitative food frequentcy questionaire (SQ-FFQ) sedangkan status gizi dilakukan dengan data pengukuran tinggi badan dan berat badan. Data yang diperoleh dianalisis dengan uji statistic chi-square dengan batas kemaknaan p<0.05. Jumlah responden pada studi ini sebanyak 188 orang dengan jumlah responden laki-laki sebanyak 95 orang dan perempuan sebanyak 93 orang. Sebanyak 109 (57.9%) responden memiliki status gizi lebih sampai obesitas dan 93 (49,5%) responden mengonsumsi asupan gula berlebih dalam minuman bersoda. Pada studi ini didapatkan hubungan yang bermakna antara asupan gula berlebih dalam minuman bersoda terhadap kejadian obesitas pada usia 20-45 tahun (p 0,01) dengan nilai PRR 1,87. Hasil ini menunjukkan bahwa asupan gula berlebih dalam minuman bersoda merupakan faktor risiko terjadinya obesitas.
{"title":"Hubungan asupan gula dalam minuman bersoda terhadap obesitas pada dewasa usia 20-45 tahun di Puskesmas Kecamatan Jakarta Barat","authors":"Helen Limarda, Alexander Halim Santoso","doi":"10.24912/tmj.v4i2.16335","DOIUrl":"https://doi.org/10.24912/tmj.v4i2.16335","url":null,"abstract":"Prevalensi obesitas mengalami peningkatan setiap tahunnya dan diduga berhubungan dengan konsumsi asupan gula dalam minuman bersoda yang berlebihan. Kandungan gula dalam 1 kaleng minuman bersoda 350 mL mencapai 40 hingga 50 gram. Sejauh ini belom ada data yang melihat asupan gula dalam minuman bersoda terhadap obesitas pada kelompok usia reproduktif di Jakarta. Studi ini merupakan studi analitik dengan desain potong lintang yang dilakukan di Puskesmas Kecamatan Jakarta Barat pada bulan Januari hingga Febuari 2020. Pengambilan responden dilakukan dengan teknik consecutive sampling. Jumlah asupan gula didapatkan dengan menggunakan semi-quantitative food frequentcy questionaire (SQ-FFQ) sedangkan status gizi dilakukan dengan data pengukuran tinggi badan dan berat badan. Data yang diperoleh dianalisis dengan uji statistic chi-square dengan batas kemaknaan p<0.05. Jumlah responden pada studi ini sebanyak 188 orang dengan jumlah responden laki-laki sebanyak 95 orang dan perempuan sebanyak 93 orang. Sebanyak 109 (57.9%) responden memiliki status gizi lebih sampai obesitas dan 93 (49,5%) responden mengonsumsi asupan gula berlebih dalam minuman bersoda. Pada studi ini didapatkan hubungan yang bermakna antara asupan gula berlebih dalam minuman bersoda terhadap kejadian obesitas pada usia 20-45 tahun (p 0,01) dengan nilai PRR 1,87. Hasil ini menunjukkan bahwa asupan gula berlebih dalam minuman bersoda merupakan faktor risiko terjadinya obesitas.","PeriodicalId":416279,"journal":{"name":"Tarumanagara Medical Journal","volume":"60 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-04-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"126236271","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pelayanan kesehatan adalah segala upaya yang dilakukan untuk memelihara, meningkatkan pencegahan dan penyembuhan penyakit serta memulihkan kesehatan individu, keluarga, kelompok atau masyarakat. Salah satu indikator yang harus diperhatikan untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang baik adalah kepuasan pasien. Studi ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kepuasan pada pasien BPJS dan Non BPJS terhadap pelayanan kesehatan di instalasi Rawat Inap RSI PKU Muhammadiyah Tegal. Studi analitik ini menggunakan pendekatan potong lintang dengan teknik pengambilan 70 sampel studi menggunakan consecutive sampling. Data yang digunakan berupa data primer dengan melakukan pengisian kuesioner mengenai kepuasan responden terhadap pelayanan kesehatan. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis univariat dan bivariat uji fisher exact. Pada studi ini didapatkan rata-rata tingkat kepuasan pada dimensi“tangibles” adalah 90,55% pada pasien BPJS yang artinya puas dan 79,19% pada pasien non BPJS yang artinya tidak puas; rata-rata tingkat kepuasan pada dimensi“empathy” adalah 90,65% pada pasien BPJS yang artinya puas dan 75,23% pada pasien non BPJS yang artinya tidak puas; pada dimensi“reliability” adalah 92,17% pada pasien BPJS yang artinya puas dan 76,25% pada pasien non BPJS yang artinya tidak puas; pada dimensi“responsiveness” adalah 91,76% pada pasien BPJS yang artinya puas dan 75,69% pada pasien non BPJS yang artinya tidak puas; pada dimensi“assurance” adalah 95% pada pasien BPJS dan 80,81% pada pasien non BPJS yang artinya puas. Berdasarkan analisis data dengan uji fisher exact didapatkan nilai p=0,0001 (p<0,05) yang berarti terdapat hubungan yang bermakna antara jaminan kesehatan dengan kepuasan pelayanan kesehatan.
{"title":"Analisis kepuasan pasien BPJS dan non BPJS terhadap pelayanan kesehatan di Instalasi Rawat Inap RSI PKU Muhammadiyah Tegal","authors":"Moh Niko Fajrul Yakin, Zita Atmardina","doi":"10.24912/tmj.v4i2.18284","DOIUrl":"https://doi.org/10.24912/tmj.v4i2.18284","url":null,"abstract":"Pelayanan kesehatan adalah segala upaya yang dilakukan untuk memelihara, meningkatkan pencegahan dan penyembuhan penyakit serta memulihkan kesehatan individu, keluarga, kelompok atau masyarakat. Salah satu indikator yang harus diperhatikan untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang baik adalah kepuasan pasien. Studi ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kepuasan pada pasien BPJS dan Non BPJS terhadap pelayanan kesehatan di instalasi Rawat Inap RSI PKU Muhammadiyah Tegal. Studi analitik ini menggunakan pendekatan potong lintang dengan teknik pengambilan 70 sampel studi menggunakan consecutive sampling. Data yang digunakan berupa data primer dengan melakukan pengisian kuesioner mengenai kepuasan responden terhadap pelayanan kesehatan. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis univariat dan bivariat uji fisher exact. Pada studi ini didapatkan rata-rata tingkat kepuasan pada dimensi“tangibles” adalah 90,55% pada pasien BPJS yang artinya puas dan 79,19% pada pasien non BPJS yang artinya tidak puas; rata-rata tingkat kepuasan pada dimensi“empathy” adalah 90,65% pada pasien BPJS yang artinya puas dan 75,23% pada pasien non BPJS yang artinya tidak puas; pada dimensi“reliability” adalah 92,17% pada pasien BPJS yang artinya puas dan 76,25% pada pasien non BPJS yang artinya tidak puas; pada dimensi“responsiveness” adalah 91,76% pada pasien BPJS yang artinya puas dan 75,69% pada pasien non BPJS yang artinya tidak puas; pada dimensi“assurance” adalah 95% pada pasien BPJS dan 80,81% pada pasien non BPJS yang artinya puas. Berdasarkan analisis data dengan uji fisher exact didapatkan nilai p=0,0001 (p<0,05) yang berarti terdapat hubungan yang bermakna antara jaminan kesehatan dengan kepuasan pelayanan kesehatan.","PeriodicalId":416279,"journal":{"name":"Tarumanagara Medical Journal","volume":"24 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-04-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"131647110","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Geohelminthiasis termasuk neglected tropical disease, di mana penyakit ini ditransmisikan lewat tanah.1 Setidaknya 1,5 miliar individu menderita geohelminthiasis dengan jumlah terbesar di Afrika sub-Sahara, Amerika, China dan Asia timur.2 Kejadian geohelminthiasis di Indonesia tahun 2017 sendiri tergolong sangat tinggi, mencapai 2,5% - 62%. Penting untuk mengetahui kemampuan para calon dokter dalam menangani penyakit ini karena termasuk dalam kompetensi 4A pada Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI). Studi ini bertujuan untuk mengetahui gambaran tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku mahasiswa, serta mengetahui hubungan tingkat pengetahuan terhadap sikap dan perilaku mahasiswa mengenai geohelminthiasis. Metode studi adalah cross sectional dengan jumlah sampel sebanyak 100 responden yang diambil secara simple random sampling. Hasil pada studi ini menunjukkan 16% dengan tingkat pengetahuan baik, sebanyak 41% dengan tingkat pengetahuan cukup dan sebanyak 43% dengan tingkat pengetahuan yang kurang. Sikap mahasiswa didapatkan sebanyak 94% dengan sikap yang baik dan sebanyak 6% dengan sikap yang kurang. Perilaku mahasiswa didapatkan sebanyak 94% dengan perilaku yang baik dan 6% dengan perilaku yang kurang. Kesimpulan dari penelitian ini pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara angkatan 2018 memiliki tingkat pengetahuan yang cukup, sikap dan perilaku yang baik mengenai geohelminthiasis.
地球黑氧病包括热带疾病,该病通过土壤传播至少有15亿人患有撒哈拉以南非洲、美国、中国和东亚地区最多的地质痛症2017年印尼的地质事件非常严重,高达2.5% - 62%。了解未来的医生在治疗这种疾病方面的能力很重要,因为它包括在印尼医生能力标准(SKDI)中的4A能力。本研究旨在了解学生的知识水平、态度和行为的概述,以及知识水平与学生在地理环境问题上的态度和行为的关系。研究方法是跨分段的,样本人数为100人,简单地随机抽样。这项研究的结果显示16%的人有良好的知识水平,41%的人有足够的知识,43%的人没有足够的知识。学生的态度是94%,态度好,6%,态度差。学生的行为表现为94%,良好行为为6%,行为较差。这项研究得出的结论是,塔鲁马纳坦大学医学院(Tarumanagara university school of school of school of school)的学生具有足够的知识、态度和良好的行为能力。
{"title":"Gambaran tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara angkatan 2018 mengenai geohelminthiasis","authors":"Sebastian Giovanni, Chrismerry Song","doi":"10.24912/tmj.v4i2.18475","DOIUrl":"https://doi.org/10.24912/tmj.v4i2.18475","url":null,"abstract":"Geohelminthiasis termasuk neglected tropical disease, di mana penyakit ini ditransmisikan lewat tanah.1 Setidaknya 1,5 miliar individu menderita geohelminthiasis dengan jumlah terbesar di Afrika sub-Sahara, Amerika, China dan Asia timur.2 Kejadian geohelminthiasis di Indonesia tahun 2017 sendiri tergolong sangat tinggi, mencapai 2,5% - 62%. Penting untuk mengetahui kemampuan para calon dokter dalam menangani penyakit ini karena termasuk dalam kompetensi 4A pada Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI). Studi ini bertujuan untuk mengetahui gambaran tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku mahasiswa, serta mengetahui hubungan tingkat pengetahuan terhadap sikap dan perilaku mahasiswa mengenai geohelminthiasis. Metode studi adalah cross sectional dengan jumlah sampel sebanyak 100 responden yang diambil secara simple random sampling. Hasil pada studi ini menunjukkan 16% dengan tingkat pengetahuan baik, sebanyak 41% dengan tingkat pengetahuan cukup dan sebanyak 43% dengan tingkat pengetahuan yang kurang. Sikap mahasiswa didapatkan sebanyak 94% dengan sikap yang baik dan sebanyak 6% dengan sikap yang kurang. Perilaku mahasiswa didapatkan sebanyak 94% dengan perilaku yang baik dan 6% dengan perilaku yang kurang. Kesimpulan dari penelitian ini pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara angkatan 2018 memiliki tingkat pengetahuan yang cukup, sikap dan perilaku yang baik mengenai geohelminthiasis.","PeriodicalId":416279,"journal":{"name":"Tarumanagara Medical Journal","volume":"49 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-04-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"115019596","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Hipertensi merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas yang paling sering terjadi serta sebagai “silent killer” karena seringkali tidak bergejala. Merokok merupakan salah satu penyebab hipertensi karena ada beberapa kandungan zat di dalamnya yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah. Studi ini bertujuan untuk mengetahui hubungan derajat perokok ringan-sedang dan perokok berat dengan penyakit hipertensi pada pekerja konstruksi PT. Takenaka Indonesia Bekasi, Jawa Barat. Desain studi analitik observasional ini adalah potong lintang dengan menggunakan data rekam medis. Sampel studi merupakan pekerja konstruksi yang bekerja di PT. Takenaka Indonesia, Bekasi, Jawa Barat dengan teknik consecutive sampling. Kriteria inklusi meliputi pekerja yang memiliki kebiasaan merokok dan berusia 30-50 tahun, sedangkan responden yang mengonsumsi obat anti hipertensi tidak diikutsertakan dalam studi. Analisis data dilakukan menggunakan uji chi-square. Subjek studi berjumlah 194 pekerja laki-laki perokok dan 53 (27.3%) orang memiliki tekanan darah tinggi. Pada sampel kelompok umur 41–50 memiliki rata–rata tekanan darah (systolic blood pressure/diastolic blood pressure) SBP/DBP lebih tinggi nilainya dibandingkan dengan subjek usia 30-40 tahun. Pada pekerja kelompok usia 30-40 tahun, perokok ringan-sedang yang mengalami hipertensi lebih banyak jumlahnya dibandingkan dengan perokok berat sedangkan pada pekerja kelompok usia 41-50 tahun, perokok berat mengalami hipertensi lebih banyak jumlahnya dibandingkan perokok ringan-sedang. Selain itu, sebanyak 31 subyek merupakan perokok berat yang mengalami hipertensi dan lebih banyak jumlahnya dan signifikan dibandingkan dengan pekerja perokok ringan-sedang. Hasil uji analisis statistik didapatkan hubungan bermakna antara derajat perokok dengan kejadian hipertensi (p-value 0.003). Berdasarkan umur, hasil analisis antara variabel menunjukkan hasil bermakna pada kelompok usia 41-50 tahun (p-value 0.031) tetapi tidak pada kelompok usia 30-40 tahun (p-value 0.369).
高血压是发病率和死亡率最常见的原因,因为它通常不会冒泡,所以“沉默的杀手”。吸烟是高血压的原因之一,因为它含有大量会导致血压升高的物质。这项研究的目的是了解PT. Takenaka Indonesia Bekasi,西爪哇省的建筑工人中,中吸烟者和重度吸烟者之间的关系,他们患有高血压。这种分析观察研究设计是利用医疗记录数据来削减纬度。该样本研究是一名在西爪哇岛的贝卡卡印度尼西亚PT. Takenaka Indonesia Bekasi与consecutive抽样技术一起工作的建筑工人。标准包括包容性有吸烟习惯岁和30岁50岁的工人,而服用抗高血压药的受访者不参加研究。使用chi square进行了数据分析。研究对象为194名吸烟的男性工人和53(23.3%)患有高血压的人工作。在41 - 50岁人群样本中,平均血压比30-40岁受试者高。30多岁、40多岁的工薪阶层中,患高血压的中度吸烟者比重度吸烟者多,而41至50岁的工薪阶层则患高血压的重度吸烟者比中度吸烟者多。此外,多达31名受试者患有高血压,人数比普通吸烟者多,人数也比温和的吸烟者重要。统计分析发现,吸烟者水平与高血压相关(p- values 0.003)。从年龄上看,变量之间的分析结果显示,在41-50岁(p-value 031)群体中,而不是30-40岁年龄组(p-value 369)中,变量分析的结果是有意义的。
{"title":"Hubungan derajat perokok dengan kejadian hipertensi pada pekerja konstruksi PT. Takenaka Indonesia tahun 2020","authors":"Nanda Amelia, H. Sutanto","doi":"10.24912/tmj.v4i2.17741","DOIUrl":"https://doi.org/10.24912/tmj.v4i2.17741","url":null,"abstract":"Hipertensi merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas yang paling sering terjadi serta sebagai “silent killer” karena seringkali tidak bergejala. Merokok merupakan salah satu penyebab hipertensi karena ada beberapa kandungan zat di dalamnya yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah. Studi ini bertujuan untuk mengetahui hubungan derajat perokok ringan-sedang dan perokok berat dengan penyakit hipertensi pada pekerja konstruksi PT. Takenaka Indonesia Bekasi, Jawa Barat. Desain studi analitik observasional ini adalah potong lintang dengan menggunakan data rekam medis. Sampel studi merupakan pekerja konstruksi yang bekerja di PT. Takenaka Indonesia, Bekasi, Jawa Barat dengan teknik consecutive sampling. Kriteria inklusi meliputi pekerja yang memiliki kebiasaan merokok dan berusia 30-50 tahun, sedangkan responden yang mengonsumsi obat anti hipertensi tidak diikutsertakan dalam studi. Analisis data dilakukan menggunakan uji chi-square. Subjek studi berjumlah 194 pekerja laki-laki perokok dan 53 (27.3%) orang memiliki tekanan darah tinggi. Pada sampel kelompok umur 41–50 memiliki rata–rata tekanan darah (systolic blood pressure/diastolic blood pressure) SBP/DBP lebih tinggi nilainya dibandingkan dengan subjek usia 30-40 tahun. Pada pekerja kelompok usia 30-40 tahun, perokok ringan-sedang yang mengalami hipertensi lebih banyak jumlahnya dibandingkan dengan perokok berat sedangkan pada pekerja kelompok usia 41-50 tahun, perokok berat mengalami hipertensi lebih banyak jumlahnya dibandingkan perokok ringan-sedang. Selain itu, sebanyak 31 subyek merupakan perokok berat yang mengalami hipertensi dan lebih banyak jumlahnya dan signifikan dibandingkan dengan pekerja perokok ringan-sedang. Hasil uji analisis statistik didapatkan hubungan bermakna antara derajat perokok dengan kejadian hipertensi (p-value 0.003). Berdasarkan umur, hasil analisis antara variabel menunjukkan hasil bermakna pada kelompok usia 41-50 tahun (p-value 0.031) tetapi tidak pada kelompok usia 30-40 tahun (p-value 0.369).","PeriodicalId":416279,"journal":{"name":"Tarumanagara Medical Journal","volume":"61 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-04-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"126300750","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Penyakit COVID-19 merupakan salah satu pandemik terbesar saat ini dan cepat sekali penyebarannya. Salah satu akibat yang dirasakan adalah timbulnya kecemasan pada tenaga medis terutama karena ketersediaan0alat pelindung diri (APD) untuk petugas kesehatan masih kurang/tidak sesuai standar. Studi ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kekurangan APD terhadap tingkat kecemasan tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan kepada0pasien COVID-19. Studi ini dilakukan secara analitik dengan menggunakan metode potong lintang. Subyek studi adalah 32 tenaga kesehatan di RSUD Mukomuko yang secara langsung memberikan pelayanan kepada pasien COVID-19. Subyek studi diambil secara purposive sampling. Tingkat kecemasan diukur menggunakan kuesioner Zung Self rating anxiety scale dan dikategorikan sesuai skor. Dari 23 (71,9%) subyek yang mengatakan terbatasnya ketersediaan APD, 17 orang (73,9%) mengalami kecemasan tingkat sedang-berat dan 6 orang mengalami kecemasan tingkat ringan. Semua subyek yang mengatakan ketersediaan APD cukup tergolong dalam kecemasan tigkat ringan. Hasil uji Fisher Exact didapatkan adanya hubungan yang0bermakna antara ketersediaan APD dan kecemasan pada tenaga kesehatan (p=0,001) dan tenaga kesehatan yang bekerja dalam keterbatasan APD memiliki risiko sebesar 14,6 kali lipat untuk mengalami kecemasan dibandingkan tenaga kesehatan yang bekerja dengan APD yang mencukupi (PR=14,6). Kekurangan APD dapat berisiko meningkatkan rasa cemas pada petugas kesehatan yang nantinya dapat berpengaruh pada pelayanan kesehatan.
{"title":"Pengaruh kekurangan alat pelindung diri terhadap tingkat kecemasan tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan kepada pasien Covid-19 di RSUD Mukomuko","authors":"Ego Fernando, M. Helmi","doi":"10.24912/tmj.v4i2.18153","DOIUrl":"https://doi.org/10.24912/tmj.v4i2.18153","url":null,"abstract":"Penyakit COVID-19 merupakan salah satu pandemik terbesar saat ini dan cepat sekali penyebarannya. Salah satu akibat yang dirasakan adalah timbulnya kecemasan pada tenaga medis terutama karena ketersediaan0alat pelindung diri (APD) untuk petugas kesehatan masih kurang/tidak sesuai standar. Studi ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kekurangan APD terhadap tingkat kecemasan tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan kepada0pasien COVID-19. Studi ini dilakukan secara analitik dengan menggunakan metode potong lintang. Subyek studi adalah 32 tenaga kesehatan di RSUD Mukomuko yang secara langsung memberikan pelayanan kepada pasien COVID-19. Subyek studi diambil secara purposive sampling. Tingkat kecemasan diukur menggunakan kuesioner Zung Self rating anxiety scale dan dikategorikan sesuai skor. Dari 23 (71,9%) subyek yang mengatakan terbatasnya ketersediaan APD, 17 orang (73,9%) mengalami kecemasan tingkat sedang-berat dan 6 orang mengalami kecemasan tingkat ringan. Semua subyek yang mengatakan ketersediaan APD cukup tergolong dalam kecemasan tigkat ringan. Hasil uji Fisher Exact didapatkan adanya hubungan yang0bermakna antara ketersediaan APD dan kecemasan pada tenaga kesehatan (p=0,001) dan tenaga kesehatan yang bekerja dalam keterbatasan APD memiliki risiko sebesar 14,6 kali lipat untuk mengalami kecemasan dibandingkan tenaga kesehatan yang bekerja dengan APD yang mencukupi (PR=14,6). Kekurangan APD dapat berisiko meningkatkan rasa cemas pada petugas kesehatan yang nantinya dapat berpengaruh pada pelayanan kesehatan.","PeriodicalId":416279,"journal":{"name":"Tarumanagara Medical Journal","volume":"57 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-04-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"123902492","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Penyakit tidak menular merupakan salah satu masalah kesehatan yang dihadapi di seluruh dunia, termasuk penyakit serebrokardiovaskular, salah satunya adalah stroke. Stroke merupakan penyebab kematian tertinggi kedua di Indonesia dengan angka mortalitas mencapai 8,4% dari total kematian. Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah terdapat hubungan antara tekanan darah sistolik saat admisi dengan tipe stroke pada pasien Instalasi Gawat Darurat (IGD) di RS Swasta di Jakarta Barat. Studi ini bersifat analitik observasional dengan desain potong lintang. Pengambilan sampel dilakukan secara total sampling (n=94). Subyek studi adalah seluruh pasien yang menderita stroke yang masuk ke RS melalui IGD selama periode tahun 2019. Pengumpulan data dilakukan melalui rekam medis. Hasil analisis t-test independent menunjukkan hasil yang bermakna secara statistik antara tekanan darah sistolik saat admisi dengan tipe stroke pada pasien IGD di RS Swasta di Jakarta barat (p<0,001), dengan tekanan darah sistolik saat admisi yang lebih tinggi cenderung didapatkan pada pasien dengan stroke hemoragik dibandingkan stroke iskemik (SI vs SH: 152,18±2,77 mmHg vs. 186,82±30,79mmHg, CI 95%, min – max: 19,14 – 50,15 mmHg). Berdasarkan studi ini, tekanan darah sistolik saat admisi yang lebih tinggi cenderung mengarah ke stroke hemoragik sehingga dapat menjadi informasi tambahan untuk menyusun tatalaksana yang tepat.
{"title":"Hubungan tekanan darah sistolik saat admisi dengan tipe stroke pada pasien Instalasi Gawat Darurat (IGD) di RS swasta Jakarta Barat","authors":"Joshua Kurniawan, P. Gunawan","doi":"10.24912/tmj.v4i2.18249","DOIUrl":"https://doi.org/10.24912/tmj.v4i2.18249","url":null,"abstract":"Penyakit tidak menular merupakan salah satu masalah kesehatan yang dihadapi di seluruh dunia, termasuk penyakit serebrokardiovaskular, salah satunya adalah stroke. Stroke merupakan penyebab kematian tertinggi kedua di Indonesia dengan angka mortalitas mencapai 8,4% dari total kematian. Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah terdapat hubungan antara tekanan darah sistolik saat admisi dengan tipe stroke pada pasien Instalasi Gawat Darurat (IGD) di RS Swasta di Jakarta Barat. Studi ini bersifat analitik observasional dengan desain potong lintang. Pengambilan sampel dilakukan secara total sampling (n=94). Subyek studi adalah seluruh pasien yang menderita stroke yang masuk ke RS melalui IGD selama periode tahun 2019. Pengumpulan data dilakukan melalui rekam medis. Hasil analisis t-test independent menunjukkan hasil yang bermakna secara statistik antara tekanan darah sistolik saat admisi dengan tipe stroke pada pasien IGD di RS Swasta di Jakarta barat (p<0,001), dengan tekanan darah sistolik saat admisi yang lebih tinggi cenderung didapatkan pada pasien dengan stroke hemoragik dibandingkan stroke iskemik (SI vs SH: 152,18±2,77 mmHg vs. 186,82±30,79mmHg, CI 95%, min – max: 19,14 – 50,15 mmHg). Berdasarkan studi ini, tekanan darah sistolik saat admisi yang lebih tinggi cenderung mengarah ke stroke hemoragik sehingga dapat menjadi informasi tambahan untuk menyusun tatalaksana yang tepat.","PeriodicalId":416279,"journal":{"name":"Tarumanagara Medical Journal","volume":"113 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-04-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"117249083","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Coronavirus disease 2019 (Covid-19) merupakan penyakit yang disebabkan oleh Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS-CoV-2) dan menyerang sistem pernafasan. Sampai hari ini, Covid-19 telah ditetapkan sebagai pandemi oleh World Health Organization (WHO). Tujuan studi ini adalah untuk mengetahui derajat gambaran CT-scan paru dibandingkan derajat klinis pasien Covid-19. Studi ini merupakan studi analitik dengan metode potong lintang yang dilakukan selama bulan Januari-Mei 2021. Pengambilan sampel secara consecutive sampling dengan kriteria inklusi meliputi pasien terkonfirmasi Covid-19, memiliki CT-scan paru dan data rekam medis yang lengkap. Data berupa temuan ground glass opacity, bronkiektasis, konsolidasi, atau crazy paving pada CT-scan serta keadaan klinis pasien diperoleh dari data rekam medis. Variabel derajat CT-scan paru dikelompokkan berdasarkan persentase keterlibatan paru, sedangkan pengelompokkan derajat klinis berdasarkan klasifikasi WHO. Pada studi ini didapatkan 17 orang dengan hasil RT-PCR positif Covid-19 dengan rentang usia 17-69 tahun. Pola yang paling sering ditemukan pada pasien adalah pola ground glass opacity yaitu pada 16 pasien (94,1%). Berdasarkan persentase keterlibatan paru, paling banyak memiliki 5-25% (normal-moderate), yaitu sebanyak 8 pasien (47,0%) diikuti 4 pasien (23,5%) dengan 51-75% keterlibatan paru (severe). Berdasarkan derajat klinis, 10 dari 17 pasien (58,8%) memiliki gejala ringan, 5 pasien (29,4%) memiliki gejala sedang, dan hanya 2 pasien memiki gejala berat. Berdasarkan uji analisis bivariat didapatkan adanya hubungan yang signifikan antara derajat klinis dengan keterlibatan kerusakan paru melalui pemeriksaan CT-scan paru (p-value 0.001).
{"title":"Perbandingan derajat gambaran CT-scan paru dengan derajat klinis pasien Covid-19","authors":"Michelle Yo, Ingrid Widjaya","doi":"10.24912/tmj.v4i2.18316","DOIUrl":"https://doi.org/10.24912/tmj.v4i2.18316","url":null,"abstract":"Coronavirus disease 2019 (Covid-19) merupakan penyakit yang disebabkan oleh Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS-CoV-2) dan menyerang sistem pernafasan. Sampai hari ini, Covid-19 telah ditetapkan sebagai pandemi oleh World Health Organization (WHO). Tujuan studi ini adalah untuk mengetahui derajat gambaran CT-scan paru dibandingkan derajat klinis pasien Covid-19. Studi ini merupakan studi analitik dengan metode potong lintang yang dilakukan selama bulan Januari-Mei 2021. Pengambilan sampel secara consecutive sampling dengan kriteria inklusi meliputi pasien terkonfirmasi Covid-19, memiliki CT-scan paru dan data rekam medis yang lengkap. Data berupa temuan ground glass opacity, bronkiektasis, konsolidasi, atau crazy paving pada CT-scan serta keadaan klinis pasien diperoleh dari data rekam medis. Variabel derajat CT-scan paru dikelompokkan berdasarkan persentase keterlibatan paru, sedangkan pengelompokkan derajat klinis berdasarkan klasifikasi WHO. Pada studi ini didapatkan 17 orang dengan hasil RT-PCR positif Covid-19 dengan rentang usia 17-69 tahun. Pola yang paling sering ditemukan pada pasien adalah pola ground glass opacity yaitu pada 16 pasien (94,1%). Berdasarkan persentase keterlibatan paru, paling banyak memiliki 5-25% (normal-moderate), yaitu sebanyak 8 pasien (47,0%) diikuti 4 pasien (23,5%) dengan 51-75% keterlibatan paru (severe). Berdasarkan derajat klinis, 10 dari 17 pasien (58,8%) memiliki gejala ringan, 5 pasien (29,4%) memiliki gejala sedang, dan hanya 2 pasien memiki gejala berat. Berdasarkan uji analisis bivariat didapatkan adanya hubungan yang signifikan antara derajat klinis dengan keterlibatan kerusakan paru melalui pemeriksaan CT-scan paru (p-value 0.001).","PeriodicalId":416279,"journal":{"name":"Tarumanagara Medical Journal","volume":"25 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-04-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"125018703","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Karsinoma kolorektal adalah keganasan yang terjadi pada usus besar dan rektum. Di Indonesia, karsinoma kolorektal berada di posisi keempat kanker terbanyak. Mutasi gen K-RAS adalah mutasi gen yang paling sering ditemui pada karsinoma kolorektal. Gen tersebut memberikan instruksi untuk membuat protein K-Ras yang merupakan bagian dari jalur pensinyalan yang dikenal sebagai jalur RAS/MAPK. Pasien karsinoma kolorektal dengan mutasi gen K-RAS membuat pasien tidak terpengaruh oleh obat anti-EGFR (Epidermal Growth Factor Receptor). Studi ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi mutasi K-RAS pada penderita karsinoma kolorektal. Studi ini bersifat deskriptif dengan desain potong lintang. Studi ini dilakukan pada pasien karsinoma kolorektal di RS Mayapada pada tahun 2019-2020. Sampel studi sebanyak 30 sampel yang diambil secara consecutive sampling dan dilihat apakah terjadi atau tidaknya mutasi gen K-RAS. Kriteria inklusi pada pasien ini adalah semua pasien karsinoma kolorektal di RS Mayapada selama periode penelitian, memiliki rekam medis lengkap termasuk pemeriksaan DNA sequencing. Pengambilan data mutasi K-RAS dilakukan melalui data rekam medis pasien. Hasil studi menunjukan bahwa 11 dari 30 pasien (36,7%) terdeteksi adanya mutasi gen K-RAS. Mutasi gen K-RAS yang ditemui pada kodon 12, 13, 61 dan 146, di mana mutasi paling banyak berada pada kodon 12 (4 dari 11 pasien), diikuti kodon 13 dan 61 (masing-masing sebanyak 3 orang).
{"title":"Prevalensi mutasi K-RAS pada karsinoma kolorektal di RS Mayapada tahun 2019-2020","authors":"Irisha Kirana Wiradisuria, Sony Sugiharto","doi":"10.24912/tmj.v4i2.18318","DOIUrl":"https://doi.org/10.24912/tmj.v4i2.18318","url":null,"abstract":"Karsinoma kolorektal adalah keganasan yang terjadi pada usus besar dan rektum. Di Indonesia, karsinoma kolorektal berada di posisi keempat kanker terbanyak. Mutasi gen K-RAS adalah mutasi gen yang paling sering ditemui pada karsinoma kolorektal. Gen tersebut memberikan instruksi untuk membuat protein K-Ras yang merupakan bagian dari jalur pensinyalan yang dikenal sebagai jalur RAS/MAPK. Pasien karsinoma kolorektal dengan mutasi gen K-RAS membuat pasien tidak terpengaruh oleh obat anti-EGFR (Epidermal Growth Factor Receptor). Studi ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi mutasi K-RAS pada penderita karsinoma kolorektal. Studi ini bersifat deskriptif dengan desain potong lintang. Studi ini dilakukan pada pasien karsinoma kolorektal di RS Mayapada pada tahun 2019-2020. Sampel studi sebanyak 30 sampel yang diambil secara consecutive sampling dan dilihat apakah terjadi atau tidaknya mutasi gen K-RAS. Kriteria inklusi pada pasien ini adalah semua pasien karsinoma kolorektal di RS Mayapada selama periode penelitian, memiliki rekam medis lengkap termasuk pemeriksaan DNA sequencing. Pengambilan data mutasi K-RAS dilakukan melalui data rekam medis pasien. Hasil studi menunjukan bahwa 11 dari 30 pasien (36,7%) terdeteksi adanya mutasi gen K-RAS. Mutasi gen K-RAS yang ditemui pada kodon 12, 13, 61 dan 146, di mana mutasi paling banyak berada pada kodon 12 (4 dari 11 pasien), diikuti kodon 13 dan 61 (masing-masing sebanyak 3 orang).","PeriodicalId":416279,"journal":{"name":"Tarumanagara Medical Journal","volume":"9 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-04-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"115257930","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pandemi Covid-19 yang melanda dunia mengharuskan pemakaian alat pelindung diri (APD) untuk mencegah penularan. Alat pelindung diri harus memenuhi syarat, yaitu nyaman dipakai, tidak mengganggu kerj dan memberikan perlindungan efektif. Alat pelindung diri memiliki banyak tingkatan, tetapi pada kasus Covid-19 tenaga medis menggunakan APD tingkat perlindungan level III, yang terdiri dari sarung tangan bedah steril sekali pakai, masker N95, kacamata atau pelindung muka, gown, apron, sepatu karet dengan pelindung, dan headcap. Studi ini bertujuan untuk mengetahui gambaran ketepatan mahasiswa kedokteran dalam melepas APD level III. Metode studi yang digunakan deskriptif potong lintang. Pengambilan subyek studi menggunakan teknik simple random sampling pada angkatan 2018. Subyek studi diberikan video pelatihan yang bersumber dari Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Hospital mengenai memasang & melepas-APD level III dari YouTube sebagai panduan untuk diterapkan. Studi ini hanya diikuti 10 responden dan sebagian besar responden dikategorikan cukup atau masih melakukan kesalahan dalam pelepasan APD (7 responden; 70%). Sebanyak 3 responden (30%) dikategorikan baik atau sudah melakukan pelepasan APD yang sesuai dengan kriteria prosedur. Kesalahan atau kesulitan dalam melepaskan APD adalah hand-hygiene, masker N-95 respirator, dan melepas sarung tangan. Latihan menjadi salah satu faktor penting dalam ketepatan melepaskan alat pelindung diri.
{"title":"Gambaran ketepatan mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara tahap akademik dalam melepas alat pelindung diri (APD) level III","authors":"Siti Dian Meylani, Peter Ian Limas","doi":"10.24912/tmj.v4i2.17781","DOIUrl":"https://doi.org/10.24912/tmj.v4i2.17781","url":null,"abstract":"Pandemi Covid-19 yang melanda dunia mengharuskan pemakaian alat pelindung diri (APD) untuk mencegah penularan. Alat pelindung diri harus memenuhi syarat, yaitu nyaman dipakai, tidak mengganggu kerj dan memberikan perlindungan efektif. Alat pelindung diri memiliki banyak tingkatan, tetapi pada kasus Covid-19 tenaga medis menggunakan APD tingkat perlindungan level III, yang terdiri dari sarung tangan bedah steril sekali pakai, masker N95, kacamata atau pelindung muka, gown, apron, sepatu karet dengan pelindung, dan headcap. Studi ini bertujuan untuk mengetahui gambaran ketepatan mahasiswa kedokteran dalam melepas APD level III. Metode studi yang digunakan deskriptif potong lintang. Pengambilan subyek studi menggunakan teknik simple random sampling pada angkatan 2018. Subyek studi diberikan video pelatihan yang bersumber dari Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Hospital mengenai memasang & melepas-APD level III dari YouTube sebagai panduan untuk diterapkan. Studi ini hanya diikuti 10 responden dan sebagian besar responden dikategorikan cukup atau masih melakukan kesalahan dalam pelepasan APD (7 responden; 70%). Sebanyak 3 responden (30%) dikategorikan baik atau sudah melakukan pelepasan APD yang sesuai dengan kriteria prosedur. Kesalahan atau kesulitan dalam melepaskan APD adalah hand-hygiene, masker N-95 respirator, dan melepas sarung tangan. Latihan menjadi salah satu faktor penting dalam ketepatan melepaskan alat pelindung diri.","PeriodicalId":416279,"journal":{"name":"Tarumanagara Medical Journal","volume":"48 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-04-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"115683485","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}