Fleksibilitas otot penting untuk seseorang merasa bugar sehingga dapat memaksimalkan aktivitas fisik sehari-hari. Namun, disfungsi fleksibilitas sering dialami orang umum hingga olahragawan. Salah satu contoh otot yang dapat mengalami hal ini adalah otot hamstring (hamstring tightness). Otot ini penting untuk berjalan bahkan berlari hingga melompat. Penurunan fleksibilitas otot ini menimbulkan penurunan perfoma dari kegiatan yang menggunakan otot tersebut dan dapat menimbulkan cedera pada otot hamstring. Salah satu faktor yang dapat menyebabkan hamstring tightness ialah duduk dalam waktu yang lama tanpa melakukan peregangan otot dan biasanya dilakukan oleh kebanyakan pekerja kantoran dan pelajar. Studi ini bertujuan untuk mengetahui hubungan hamstring tightness dengan durasi duduk per harinya pada mahasiswa kedokteran. Studi analitik cross sectional ini dilakukan terhadap 293 mahasiswa kedokteran Universitas Tarumanagara Angkatan 2020-2021. Pengambilan subjek studi menggunakan metode consecutive non-random sampling. Biodata subjek dan durasi duduk diambil mengunakan kuesioner sedangkan data variabel hamstring tightness menggunakan Assessment V-Sit and Reach (VSR) test. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan uji chi-square. Sebanyak 178 (71,2%) subjek dari 250 subjek yang duduk >6 jam mengalami hamstring tightness dan sebanyak 32 (74,4%) subjek dari 43 subjek yang duduk ≤6 jam tidak mengalami hamstring tightness. Hasil studi didapatkan hubungan yang bermakna antara durasi duduk dengan hamstring tightness dengan p-value 0,000 dan PRR 2,783.
{"title":"Hubungan durasi duduk dan hamstring tightness pada mahasiswa kedokteran","authors":"Wengkie Tanjaya, Tjie Haming Setiadi","doi":"10.24912/tmj.v5i1.24377","DOIUrl":"https://doi.org/10.24912/tmj.v5i1.24377","url":null,"abstract":"Fleksibilitas otot penting untuk seseorang merasa bugar sehingga dapat memaksimalkan aktivitas fisik sehari-hari. Namun, disfungsi fleksibilitas sering dialami orang umum hingga olahragawan. Salah satu contoh otot yang dapat mengalami hal ini adalah otot hamstring (hamstring tightness). Otot ini penting untuk berjalan bahkan berlari hingga melompat. Penurunan fleksibilitas otot ini menimbulkan penurunan perfoma dari kegiatan yang menggunakan otot tersebut dan dapat menimbulkan cedera pada otot hamstring. Salah satu faktor yang dapat menyebabkan hamstring tightness ialah duduk dalam waktu yang lama tanpa melakukan peregangan otot dan biasanya dilakukan oleh kebanyakan pekerja kantoran dan pelajar. Studi ini bertujuan untuk mengetahui hubungan hamstring tightness dengan durasi duduk per harinya pada mahasiswa kedokteran. Studi analitik cross sectional ini dilakukan terhadap 293 mahasiswa kedokteran Universitas Tarumanagara Angkatan 2020-2021. Pengambilan subjek studi menggunakan metode consecutive non-random sampling. Biodata subjek dan durasi duduk diambil mengunakan kuesioner sedangkan data variabel hamstring tightness menggunakan Assessment V-Sit and Reach (VSR) test. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan uji chi-square. Sebanyak 178 (71,2%) subjek dari 250 subjek yang duduk >6 jam mengalami hamstring tightness dan sebanyak 32 (74,4%) subjek dari 43 subjek yang duduk ≤6 jam tidak mengalami hamstring tightness. Hasil studi didapatkan hubungan yang bermakna antara durasi duduk dengan hamstring tightness dengan p-value 0,000 dan PRR 2,783.","PeriodicalId":416279,"journal":{"name":"Tarumanagara Medical Journal","volume":"18 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-06-17","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"126522543","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Audina Leonita, Frans Ferdinal, David Limanan, Eny Yulianti
Antioksidan merupakan molekul yang cukup stabil untuk mendonasikan elektronnya ke radikal bebas dan menetralisirkannya, dengan demikian mengurangi kerusakan yang disebabkannya. Salah satu sumber makanan yang mengandung antioksidan adalah ubi jalar (Ipomoea batatas (L.) Lam). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kandungan fitokimia, kapasitas total antioksidan dan toksisitas terhadap larva udang Artemia Salina dari ekstrak ubi jalar (Ipomoea batatas (L.) Lam) Penelitian dilakukan berdasarkan studi eksperimental laboratorium dengan bioassay. Sampel penelitian yang digunakan adalah ubi jalar, yang akan diekstraksi menggunakan metode maserasi dengan pelarut etanol. Hasil ekstraksi dilakukan uji fitokimia, uji kapasitas total antioksidan dengan DPPH, dan uji sitotoksisitas dengan BSLT. Hasil uji fitokimia, didapatkan hasil positif untuk alkaloid, betasianin, cardio glikosida, kumarin, flavonoid, fenolik, kuinon, saponin, steroid, terpenoid, dan tannin. Uji kapasitas total antioksidan ekstrak ubi jalar didapatkan IC50 sebesar 585,46 µg/mL dan tergolong antioksidan lemah. Hasil uji toksisitas terhadap larva udang Artemia Salina didapatkan LC50 sebesar 368,69 µg/mL.
{"title":"Uji fitokimia, kapasitas total antioksidan dan toksisitas ekstrak etanol ubi jalar (Ipomoea batatas (L.) Lam.)","authors":"Audina Leonita, Frans Ferdinal, David Limanan, Eny Yulianti","doi":"10.24912/tmj.v5i1.22558","DOIUrl":"https://doi.org/10.24912/tmj.v5i1.22558","url":null,"abstract":"Antioksidan merupakan molekul yang cukup stabil untuk mendonasikan elektronnya ke radikal bebas dan menetralisirkannya, dengan demikian mengurangi kerusakan yang disebabkannya. Salah satu sumber makanan yang mengandung antioksidan adalah ubi jalar (Ipomoea batatas (L.) Lam). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kandungan fitokimia, kapasitas total antioksidan dan toksisitas terhadap larva udang Artemia Salina dari ekstrak ubi jalar (Ipomoea batatas (L.) Lam) Penelitian dilakukan berdasarkan studi eksperimental laboratorium dengan bioassay. Sampel penelitian yang digunakan adalah ubi jalar, yang akan diekstraksi menggunakan metode maserasi dengan pelarut etanol. Hasil ekstraksi dilakukan uji fitokimia, uji kapasitas total antioksidan dengan DPPH, dan uji sitotoksisitas dengan BSLT. Hasil uji fitokimia, didapatkan hasil positif untuk alkaloid, betasianin, cardio glikosida, kumarin, flavonoid, fenolik, kuinon, saponin, steroid, terpenoid, dan tannin. Uji kapasitas total antioksidan ekstrak ubi jalar didapatkan IC50 sebesar 585,46 µg/mL dan tergolong antioksidan lemah. Hasil uji toksisitas terhadap larva udang Artemia Salina didapatkan LC50 sebesar 368,69 µg/mL.","PeriodicalId":416279,"journal":{"name":"Tarumanagara Medical Journal","volume":"10 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2023-06-17","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"125467504","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Kanker paru merupakan kanker kedua terbanyak setelah kanker payudara di seluruh dunia. Data Globocan 2020 memperlihatkan terdapat 2.206.771 kasus kanker paru (11,4%) dari 19.292.789 kasus kanker di dunia. Kanker paru juga menyebabkan kematian terbanyak dari seluruh kematian karena kanker. Di Indonesia kanker paru menempati urutan ketiga setelah kanker payudara dan serviks. Insiden mutasi epidermal growth factor receptor (EGFR) pada adenokarsinoma paru lebih tinggi pada wanita dari populasi Kaukasia dan Asia. Selain itu, wanita Asia yang tidak merokok memiliki tingkat mutasi genetik yang lebih tinggi. Indonesia adalah negara besar dengan lebih dari 300 kelompok etnis yang berbeda dengan tingkat potensi mutasi yang berbeda. Studi ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi dan jenis mutasi EGFR pada pasien adenokarsinoma paru. Metode yang digunakan dalam studi ini adalah deskriptif dengan menggunakan desain cross-sectional. Studi ini menggunakan 130 sampel dari pasien RS MRCCC Siloam yang menderita adenokarsinoma paru selama tahun 2019-2020. Prevalensi mutasi EGFR sebanyak 47 kasus (36,2%). Jenis mutasi EGFR yaitu delesi exon 19 sebanyak 25 kasus (19,2 %), mutasi titik L858R exon 21 sebanyak 18 kasus (13,8 %), mutasi titik T790M exon 20; L858R exon 21 sebanyak 2 kasus (1,5%), delesi exon 20 dan mutasi titik L861Q exon 21 masing-masing sebanyak 1 kasus (0,8%).
{"title":"Prevalensi mutasi epidermal growth factor receptor (EGFR) pada adenokarsinoma paru di Rumah Sakit MRCCC Siloam Jakarta","authors":"Budiarjo Notonagoro Raharjo, Sony Sugiharto","doi":"10.24912/tmj.v4i2.18052","DOIUrl":"https://doi.org/10.24912/tmj.v4i2.18052","url":null,"abstract":"Kanker paru merupakan kanker kedua terbanyak setelah kanker payudara di seluruh dunia. Data Globocan 2020 memperlihatkan terdapat 2.206.771 kasus kanker paru (11,4%) dari 19.292.789 kasus kanker di dunia. Kanker paru juga menyebabkan kematian terbanyak dari seluruh kematian karena kanker. Di Indonesia kanker paru menempati urutan ketiga setelah kanker payudara dan serviks. Insiden mutasi epidermal growth factor receptor (EGFR) pada adenokarsinoma paru lebih tinggi pada wanita dari populasi Kaukasia dan Asia. Selain itu, wanita Asia yang tidak merokok memiliki tingkat mutasi genetik yang lebih tinggi. Indonesia adalah negara besar dengan lebih dari 300 kelompok etnis yang berbeda dengan tingkat potensi mutasi yang berbeda. Studi ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi dan jenis mutasi EGFR pada pasien adenokarsinoma paru. Metode yang digunakan dalam studi ini adalah deskriptif dengan menggunakan desain cross-sectional. Studi ini menggunakan 130 sampel dari pasien RS MRCCC Siloam yang menderita adenokarsinoma paru selama tahun 2019-2020. Prevalensi mutasi EGFR sebanyak 47 kasus (36,2%). Jenis mutasi EGFR yaitu delesi exon 19 sebanyak 25 kasus (19,2 %), mutasi titik L858R exon 21 sebanyak 18 kasus (13,8 %), mutasi titik T790M exon 20; L858R exon 21 sebanyak 2 kasus (1,5%), delesi exon 20 dan mutasi titik L861Q exon 21 masing-masing sebanyak 1 kasus (0,8%). ","PeriodicalId":416279,"journal":{"name":"Tarumanagara Medical Journal","volume":"6 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-12-02","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"131245068","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Stres oksidatif dapat terjadi akibat paparan reactive oxygen species (ROS) sehingga melebihi jumlah antioksidan di dalam tubuh. Kondisi ini dapat diatasi dengan penambahan antioksidan eksogen yang berasal dari bahan alam herbal. Salah satu tanaman yang tumbuh di tanah Borneo, yaitu bunga kantong Semar (Nepenthes rafflesiana Jack) telah dimanfaatkan sebagai obat tradisional. Studi ini untuk memeriksa kandungan metabolit sekunder, potensi antioksidan, tingkat toksisitas dan analisis sidik jari biologi bunga kantong Semar. Pembuatan ekstrak dilakukan dengan metode maserasi menggunakan pelaru metanol. Uji fitokimia dilakukan secara semikualitatif. Uji kapasitas total antioksidan dilakukan dengan metode Blois menggunakan DPPH (1,1-diphenyl-2-picryhydrazyl). Pada uji fitokimia didapatkan ekstrak bunga kantong Semar mengandung alkaloid, flavonoid, kardioglikosida, glikosida, saponin, kumarin, fenolik, kuinon, antosianin, steroid, terpenoid, dan tanin. Ekstrak bunga kantong Semar memiliki kapasitas total antioksidan (IC50 = 38,83 µg/mL) yang termasuk kategori antioksidan yang tinggi (IC50 ≤ 50 ppm), kadar fenolik total (13.035,60 µg/mL), kadar alkaloid total (130,50 µg/mL). Kesimpulan studi ini ialah ekstrak bunga kantong Semar (Nepenthes rafflesiana Jack) berpotensi sebagai antioksidan.
{"title":"Uji fitokimia dan kapasitas total antioksidan ekstrak bunga kantong Semar (Nepenthes rafflesiana Jack)","authors":"Novelee Irawan Putri, Siufui Hendrawan","doi":"10.24912/tmj.v4i2.20815","DOIUrl":"https://doi.org/10.24912/tmj.v4i2.20815","url":null,"abstract":"Stres oksidatif dapat terjadi akibat paparan reactive oxygen species (ROS) sehingga melebihi jumlah antioksidan di dalam tubuh. Kondisi ini dapat diatasi dengan penambahan antioksidan eksogen yang berasal dari bahan alam herbal. Salah satu tanaman yang tumbuh di tanah Borneo, yaitu bunga kantong Semar (Nepenthes rafflesiana Jack) telah dimanfaatkan sebagai obat tradisional. Studi ini untuk memeriksa kandungan metabolit sekunder, potensi antioksidan, tingkat toksisitas dan analisis sidik jari biologi bunga kantong Semar. Pembuatan ekstrak dilakukan dengan metode maserasi menggunakan pelaru metanol. Uji fitokimia dilakukan secara semikualitatif. Uji kapasitas total antioksidan dilakukan dengan metode Blois menggunakan DPPH (1,1-diphenyl-2-picryhydrazyl). Pada uji fitokimia didapatkan ekstrak bunga kantong Semar mengandung alkaloid, flavonoid, kardioglikosida, glikosida, saponin, kumarin, fenolik, kuinon, antosianin, steroid, terpenoid, dan tanin. Ekstrak bunga kantong Semar memiliki kapasitas total antioksidan (IC50 = 38,83 µg/mL) yang termasuk kategori antioksidan yang tinggi (IC50 ≤ 50 ppm), kadar fenolik total (13.035,60 µg/mL), kadar alkaloid total (130,50 µg/mL). Kesimpulan studi ini ialah ekstrak bunga kantong Semar (Nepenthes rafflesiana Jack) berpotensi sebagai antioksidan.","PeriodicalId":416279,"journal":{"name":"Tarumanagara Medical Journal","volume":"3 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-11-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"120978094","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Sindrom kompartemen merupakan kasus yang paling banyak ditemui pada populasi pediatrik dengan insiden tertinggi terjadi pada rentang usia 10 hingga 14 tahun. Hal ini dikarenakan rasio massa otot terhadap ukuran kompartemen relatif lebih tinggi dan struktur fasia yang lebih kuat mengurangi kemampuan kompartemen untuk mengakomodasi peningkatan pembengkakan yang signifikan. Kegagalan untuk menangani sindrom kompartmen dengan cara yang cepat dapat menyebabkan cacat permanen (kontraktur otot) pada anggota tubuh yang terkena. Studi ini memaparkan sindrom kompartemen setelah fraktur antebrachii pada seorang anak laki-laki usia 8 tahun. Pasien datang dengan keluhan nyeri pada lengan kiri sehingga sulit digerakkan. Pasien mengatakan terjatuh dari pagar 2 hari sebelum masuk rumah sakit dan sempat dibawa ke tukang urut. Lengan dan tangan kiri bertambah bengkak disertai lenting-lenting kecil berisi air. Pasien datang dalam kondisi diperban dengan lilitan kencang. Pasien diduga mengalami sindrom kompartemen. Pemeriksaan fisik: pasien tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis (E4V5M6), tekanan darah 100/80 mmHg, frekunsi napas 20 x/menit, denyut nadi 71 x/menit, suhu tubuh 36,50 C. Pada regio dorsum manus et antebrachii sinistra didapatkan jejas, edema, bula, mengkilap, pallor, hangat, pain, pressure, parasthesia, pulselessness, paralysis. Pemeriksaan CT-scan didapatkan fraktur 1/3 proximal os radius sinistra dengan displace fracture, fraktur 1/3 tengah os ulna sinistra dengan displace fracture, dan soft tissue swelling daerah lesi. Pasien diberikan terapi farmakologi berupa Ringer Lactate 500 cc per 24 jam, cefotaxime 2 x 1 gram, dan paracetamol 3 x 500 mg serta terapi non-farmakologi berupa debridemen dan pemasangan spalk di bagian bawah sebagai alas.
{"title":"Sindrom kompartemen pada fraktur antebrachii: Studi kasus","authors":"M.Sc B. Sardjono, Dhevariza Pra Dhani","doi":"10.24912/tmj.v4i2.20813","DOIUrl":"https://doi.org/10.24912/tmj.v4i2.20813","url":null,"abstract":"Sindrom kompartemen merupakan kasus yang paling banyak ditemui pada populasi pediatrik dengan insiden tertinggi terjadi pada rentang usia 10 hingga 14 tahun. Hal ini dikarenakan rasio massa otot terhadap ukuran kompartemen relatif lebih tinggi dan struktur fasia yang lebih kuat mengurangi kemampuan kompartemen untuk mengakomodasi peningkatan pembengkakan yang signifikan. Kegagalan untuk menangani sindrom kompartmen dengan cara yang cepat dapat menyebabkan cacat permanen (kontraktur otot) pada anggota tubuh yang terkena. Studi ini memaparkan sindrom kompartemen setelah fraktur antebrachii pada seorang anak laki-laki usia 8 tahun. Pasien datang dengan keluhan nyeri pada lengan kiri sehingga sulit digerakkan. Pasien mengatakan terjatuh dari pagar 2 hari sebelum masuk rumah sakit dan sempat dibawa ke tukang urut. Lengan dan tangan kiri bertambah bengkak disertai lenting-lenting kecil berisi air. Pasien datang dalam kondisi diperban dengan lilitan kencang. Pasien diduga mengalami sindrom kompartemen. Pemeriksaan fisik: pasien tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis (E4V5M6), tekanan darah 100/80 mmHg, frekunsi napas 20 x/menit, denyut nadi 71 x/menit, suhu tubuh 36,50 C. Pada regio dorsum manus et antebrachii sinistra didapatkan jejas, edema, bula, mengkilap, pallor, hangat, pain, pressure, parasthesia, pulselessness, paralysis. Pemeriksaan CT-scan didapatkan fraktur 1/3 proximal os radius sinistra dengan displace fracture, fraktur 1/3 tengah os ulna sinistra dengan displace fracture, dan soft tissue swelling daerah lesi. Pasien diberikan terapi farmakologi berupa Ringer Lactate 500 cc per 24 jam, cefotaxime 2 x 1 gram, dan paracetamol 3 x 500 mg serta terapi non-farmakologi berupa debridemen dan pemasangan spalk di bagian bawah sebagai alas.","PeriodicalId":416279,"journal":{"name":"Tarumanagara Medical Journal","volume":"94 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-11-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"124711883","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pola makan yang tidak seimbang terutama makanan dengan kandungan purin yang tinggi dapat meningkatkan kadar asam urat di dalam darah. Peningkatan kadar asam urat dalam darah (hiperurisemia) dapat terjadi karena peningkatan produksi purin, penurunan eksresi asam urat atau keduanya. Kadar asam urat yang tinggi merupakan salah satu faktor risiko terjadinya hipertensi karena adanya stress oksidatif yang berlebih, penurunan nitrat oksida dan penurunan tekanan arteri renalis yang akan mengaktivasi sistem renin-angiotensin sehingga mengakibatkan terjadinya disfungsi endotel. Tujuan studi untuk mengetahui hubungan kadar asam urat dengan hipertensi pada lansia. Studi analitik ini dilakukan di Puskesmas Sukanagalih, Cianjur pada bulan Januari – Februari 2021. Pengambilan 140 subyek menggunakan metode consecutive sampling. Data yang digunakan merupakan data sekunder berupa rekam medis pasien lansia yang berkunjung untuk melakukan pemeriksaan kesehatan di Puskesmas Sukanagalih yang kemudian dianalisis menggunakan uji chi-square. Sebanyak 35 (34,0%) subyek dari 103 subyek dengan kadar asam urat normal memiliki hipertensi, dan 23 (62,2%) subyek dari 37 subyek dengan kadar asam urat tinggi, menderita hipertensi. Hasil uji statistik menunjukkan terdapat adanya hubungan antara kadar asam urat dengan hipertensi pada lansia di Puskesmas Sukanagalih, Cianjur (p=0,003).
{"title":"Hubungan kadar asam urat dengan hipertensi pada lanjut usia di Puskesmas Sukanagalih Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur","authors":"Milenia Syawali, Freddy Ciptono","doi":"10.24912/tmj.v4i2.17740","DOIUrl":"https://doi.org/10.24912/tmj.v4i2.17740","url":null,"abstract":"Pola makan yang tidak seimbang terutama makanan dengan kandungan purin yang tinggi dapat meningkatkan kadar asam urat di dalam darah. Peningkatan kadar asam urat dalam darah (hiperurisemia) dapat terjadi karena peningkatan produksi purin, penurunan eksresi asam urat atau keduanya. Kadar asam urat yang tinggi merupakan salah satu faktor risiko terjadinya hipertensi karena adanya stress oksidatif yang berlebih, penurunan nitrat oksida dan penurunan tekanan arteri renalis yang akan mengaktivasi sistem renin-angiotensin sehingga mengakibatkan terjadinya disfungsi endotel. Tujuan studi untuk mengetahui hubungan kadar asam urat dengan hipertensi pada lansia. Studi analitik ini dilakukan di Puskesmas Sukanagalih, Cianjur pada bulan Januari – Februari 2021. Pengambilan 140 subyek menggunakan metode consecutive sampling. Data yang digunakan merupakan data sekunder berupa rekam medis pasien lansia yang berkunjung untuk melakukan pemeriksaan kesehatan di Puskesmas Sukanagalih yang kemudian dianalisis menggunakan uji chi-square. Sebanyak 35 (34,0%) subyek dari 103 subyek dengan kadar asam urat normal memiliki hipertensi, dan 23 (62,2%) subyek dari 37 subyek dengan kadar asam urat tinggi, menderita hipertensi. Hasil uji statistik menunjukkan terdapat adanya hubungan antara kadar asam urat dengan hipertensi pada lansia di Puskesmas Sukanagalih, Cianjur (p=0,003).","PeriodicalId":416279,"journal":{"name":"Tarumanagara Medical Journal","volume":"25 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-11-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"123322120","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Obesitas merupakan salah satu penyakit yang sering disepelekan oleh masyarakat dapat menjadi faktor risiko dari penyakit lain yang lebih berbahaya. Pengetahuan gizi kaum pekerja muda dengan umur 25 sampai 40 tahun, diharapkan dapat diterapkan dalam perilaku sehari-hari untuk mencegah obesitas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan gizi dengan perilaku pencegahan obesitas pada pekerja berusia 25-40 tahun. Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan metode potong lintang menggunakan kuesioner melalui google form dan dianalisa menggunakan t-test independen. Sampel penelitian sebanyak 132 responden adalah pekerja berusia 25-40 tahun. Didapat 18 orang (13,6%) dengan pengetahuan kurang, 91 orang (68,9%) dengan pengetahuan cukup dan 23 orang (17,42) dengan pengetahuan baik. Terdapat 19 orang (14,39%) responden dengan nilai perilaku baik, dan 113 orang (85,6) dengan perilaku kurang baik. Penelitian menunjukkan bahwa responden dengan perilaku yang baik memiliki rata-rata pengetahuan lebih tinggi 4,762 poin daripada responden dengan perilaku kurang baik. Pada penelitian disimpulkan tidak terdapat adanya hubungan antara pengetahuan gizi dengan perilaku pencegahan obesitas, (p-value 0,107). Tidak ditemukan adanya hubungan yang bermakna antara pengetahuan gizi dengan perilaku pencegahan obesitas (p-value = 0.107)
{"title":"Perbedaan pengetahuan gizi berdasarkan perilaku pencegahan obesitas pada pekerja muda","authors":"Aga Stanza, Idawati Karjadidjaja","doi":"10.24912/tmj.v4i2.20679","DOIUrl":"https://doi.org/10.24912/tmj.v4i2.20679","url":null,"abstract":"Obesitas merupakan salah satu penyakit yang sering disepelekan oleh masyarakat dapat menjadi faktor risiko dari penyakit lain yang lebih berbahaya. Pengetahuan gizi kaum pekerja muda dengan umur 25 sampai 40 tahun, diharapkan dapat diterapkan dalam perilaku sehari-hari untuk mencegah obesitas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan gizi dengan perilaku pencegahan obesitas pada pekerja berusia 25-40 tahun. Penelitian ini merupakan penelitian observasional analitik dengan metode potong lintang menggunakan kuesioner melalui google form dan dianalisa menggunakan t-test independen. Sampel penelitian sebanyak 132 responden adalah pekerja berusia 25-40 tahun. Didapat 18 orang (13,6%) dengan pengetahuan kurang, 91 orang (68,9%) dengan pengetahuan cukup dan 23 orang (17,42) dengan pengetahuan baik. Terdapat 19 orang (14,39%) responden dengan nilai perilaku baik, dan 113 orang (85,6) dengan perilaku kurang baik. Penelitian menunjukkan bahwa responden dengan perilaku yang baik memiliki rata-rata pengetahuan lebih tinggi 4,762 poin daripada responden dengan perilaku kurang baik. Pada penelitian disimpulkan tidak terdapat adanya hubungan antara pengetahuan gizi dengan perilaku pencegahan obesitas, (p-value 0,107). Tidak ditemukan adanya hubungan yang bermakna antara pengetahuan gizi dengan perilaku pencegahan obesitas (p-value = 0.107)","PeriodicalId":416279,"journal":{"name":"Tarumanagara Medical Journal","volume":"148 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-11-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"114741091","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Musculoskeletal Disorder (MSDs) adalah gangguan yang sering timbul pada pekerja, terutama pekerja dengan aktivitas fisik yang membutuhkan postur tertentu seperti pada pekerja perkebunan. Studi ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara postur kerja dengan keluhan MSDs pada pekerja pemanen kelapa sawit di PT. Aditunggal Mahajaya Seruyan Tengah. Studi analitik potong lintang ini dilakukan pada 49 pekerja pemanen pada Juni 2020 hingga Mei 2021. Postur tubuh dinilai menggunakan kuesioner Rapid Entire Body Assesment (REBA) sedangkan keluhan MSDs menggunakan Nordic Body Map. Data dianalisis menggunakan teknik analisis univariat dan analisis bivariat dengan bantuan program SPSS. Subyek yang memiliki postur kerja berisiko sangat tinggi sebanyak 43 (87,7%) dengan rerata skor REBA sebesar 12.29±2,18. Rerata skor Nordic Body Map adalah 32,82±2,86 dengan tingkat keluhan muskuloskeletal ringan dialami oleh sebanyak 45 (91,8%) subyek dan yang tidak memiliki keluhan muskuloskeletal sebanyak 4 (8,2%) subyek. Hasil analisis bivariat untuk hubungan antara postur kerja dengan keluhan muskuloskeletal pada pekerja diperoleh p-value 0,001 (p<0,05). Postur kerja merupakan faktor yang berpengaruh pada keluhan muskuloskeletal pekerja pemanen kelapa sawit di PT. Aditunggal Mahajaya Seruyan Tengah.
肌肉骨骼障碍(MSDs)是工人的一种常见疾病,尤其是那些需要某种姿势的工人,比如种植园工人。本研究的目的是了解工作姿势与PT. Mahajaya central picyan的棕榈油工人对MSDs抱怨之间的关系。这种对纬度的分析研究发生在2020年6月至2021年5月的49名收割工人身上。姿势被定义为使用无约束的身体检查问卷,而MSDs的投诉则使用北欧车身地图。在SPSS项目的帮助下,使用单变量分析技术和双变量分析分析数据。姿势工作风险很高的话题多达43(87.7%)和平均分数大小的瑞芭12 . 29±2,18。北欧平均得分身体地图是32.82±2,86受到以骨骼轻投诉多达45(91,8%)没有申诉的学科和骨骼多达4(8,2%)对象。工作姿势与员工肌肉骨骼抱怨之间关系的bivariat分析结果获得了p值0.001 (p< 0.05)。工作姿势是对PT. Mahajaya central spinyan的muskuloskeletal工人的抱怨的影响。
{"title":"Analisis postur kerja terhadap keluhan gangguan muskuloskeletal pada pekerja pemanen kelapa sawit","authors":"Vira Teresia, D. Lestari","doi":"10.24912/tmj.v4i2.20767","DOIUrl":"https://doi.org/10.24912/tmj.v4i2.20767","url":null,"abstract":"Musculoskeletal Disorder (MSDs) adalah gangguan yang sering timbul pada pekerja, terutama pekerja dengan aktivitas fisik yang membutuhkan postur tertentu seperti pada pekerja perkebunan. Studi ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara postur kerja dengan keluhan MSDs pada pekerja pemanen kelapa sawit di PT. Aditunggal Mahajaya Seruyan Tengah. Studi analitik potong lintang ini dilakukan pada 49 pekerja pemanen pada Juni 2020 hingga Mei 2021. Postur tubuh dinilai menggunakan kuesioner Rapid Entire Body Assesment (REBA) sedangkan keluhan MSDs menggunakan Nordic Body Map. Data dianalisis menggunakan teknik analisis univariat dan analisis bivariat dengan bantuan program SPSS. Subyek yang memiliki postur kerja berisiko sangat tinggi sebanyak 43 (87,7%) dengan rerata skor REBA sebesar 12.29±2,18. Rerata skor Nordic Body Map adalah 32,82±2,86 dengan tingkat keluhan muskuloskeletal ringan dialami oleh sebanyak 45 (91,8%) subyek dan yang tidak memiliki keluhan muskuloskeletal sebanyak 4 (8,2%) subyek. Hasil analisis bivariat untuk hubungan antara postur kerja dengan keluhan muskuloskeletal pada pekerja diperoleh p-value 0,001 (p<0,05). Postur kerja merupakan faktor yang berpengaruh pada keluhan muskuloskeletal pekerja pemanen kelapa sawit di PT. Aditunggal Mahajaya Seruyan Tengah.","PeriodicalId":416279,"journal":{"name":"Tarumanagara Medical Journal","volume":"60 2","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-11-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"132463505","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Tinea versikolor atau yang lazim dikenal dengan penyakit panu merupakan penyakit yang diakibatkan oleh infeksi jamur. Infeksi jamur merupakan penyebab utama ke empat dari penyakit kulit di seluruh dunia. Pengetahuan yang baik mengenai kebersihan diri diperlukan untuk mengurangi terjadinya Tinea versikolor. Studi ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku pelajar di SMAN 4 Sukabumi. Metode yang digunakan ialah analitik observasional dengan desain cross sectional. Alat ukur yang digunakan dengan menggunakan kuesioner yang sudah divalidasi. Uji statistik menggunakan uji Fisher exact. Hasil yang didapatkan pada 194 responden menunjukkan ada hubungan bermakna (P<0,05) antara pengetahuan, sikap dan perilaku responden. Tingkat pengetahuan dan sikap terhadap perilaku pencegahan Tinea versikolor masing-masing menunjukkan p-value 0,002 dan 0,008 secara berurutan; hubungan tingkat pengetahuan terhadap sikap pencegahan Tinea versikolor menunjukan p-value 0,001.Tingkat pengetahuan, sikap, dan perilaku responden juga tergolong baik (90,7%; 86,1%; 96.4%). Hasil studi ini dapat disimpulkan adanya hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku pencegahan Tinea versikolor pada pelajar di SMAN 4 Kota Sukabumi.
{"title":"Pengetahuan, sikap dan perilaku pelajar SMAN 4 Sukabumi terkait pencegahan penyakit akibat Tinea versikolor","authors":"Zita Atzmardina, Cindy Paramitha Sunardi","doi":"10.24912/tmj.v4i2.20819","DOIUrl":"https://doi.org/10.24912/tmj.v4i2.20819","url":null,"abstract":"Tinea versikolor atau yang lazim dikenal dengan penyakit panu merupakan penyakit yang diakibatkan oleh infeksi jamur. Infeksi jamur merupakan penyebab utama ke empat dari penyakit kulit di seluruh dunia. Pengetahuan yang baik mengenai kebersihan diri diperlukan untuk mengurangi terjadinya Tinea versikolor. Studi ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku pelajar di SMAN 4 Sukabumi. Metode yang digunakan ialah analitik observasional dengan desain cross sectional. Alat ukur yang digunakan dengan menggunakan kuesioner yang sudah divalidasi. Uji statistik menggunakan uji Fisher exact. Hasil yang didapatkan pada 194 responden menunjukkan ada hubungan bermakna (P<0,05) antara pengetahuan, sikap dan perilaku responden. Tingkat pengetahuan dan sikap terhadap perilaku pencegahan Tinea versikolor masing-masing menunjukkan p-value 0,002 dan 0,008 secara berurutan; hubungan tingkat pengetahuan terhadap sikap pencegahan Tinea versikolor menunjukan p-value 0,001.Tingkat pengetahuan, sikap, dan perilaku responden juga tergolong baik (90,7%; 86,1%; 96.4%). Hasil studi ini dapat disimpulkan adanya hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku pencegahan Tinea versikolor pada pelajar di SMAN 4 Kota Sukabumi.","PeriodicalId":416279,"journal":{"name":"Tarumanagara Medical Journal","volume":"260 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-11-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"121404946","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Otitis media supuratif kronis (OMSK) adalah peradangan kronis pada telinga tengah dan mukosa mastoid. Manifestasi klinis OMSK terbagi menjadi 2 jenis, yaitu benigna dan maligna. Pada OMSK maligna, morbiditas dan mortalitas cenderung tinggi karena adanya kolesteatoma yang bersifat destruktif terhadap tulang. Paresis nervus fasialis adalah salah satu komplikasi intrakranial OMSK maligna yang terjadi ketika kolesteatoma mengerosi tulang kanalis fasialis. Keterlambatan diagnosis dan penatalaksanaan komplikasi OMSK dapat mempengaruhi morbiditas, mortalitas dan kualitas hidup pasien. Studi kasus ini menggambarkan pasien perempuan berusia 37 tahun yang datang dengan keluhan wajah sebelah kiri tertarik (‘perot’) disertai pipi kanan yang bengkak dan nyeri. Pasien memiliki riwayat keluhan nyeri telinga yang disertai keluarnya cairan dari telinga. Pasien kemudian didiagnosis OMSK maligna auris dextra dengan komplikasi paresis nervus fasialis perifer. Pasien diterapi dengan antibiotik, kortikosteroid, dan analgesik, serta dirujuk untuk tindakan mastoidektomi. Setelah mendapatkan terapi medikamentosa, bengkak dan nyeri pada wajah berkurang. Pasien juga dapat berbicara lebih jelas dibanding ketika pertama kali datang ke rumah sakit. Kesembuhan paresis nervus fasialis perifer akibat OMSK sangat bergantung pada seberapa cepat pasien memperoleh terapi definitif.
{"title":"Otitis media supuratif kronis maligna dengan komplikasi paresis nervus fasialis perifer: Studi kasus","authors":"Eunike Alicia Valentina, Ardhian Noor Wicaksono","doi":"10.24912/tmj.v4i2.20804","DOIUrl":"https://doi.org/10.24912/tmj.v4i2.20804","url":null,"abstract":"Otitis media supuratif kronis (OMSK) adalah peradangan kronis pada telinga tengah dan mukosa mastoid. Manifestasi klinis OMSK terbagi menjadi 2 jenis, yaitu benigna dan maligna. Pada OMSK maligna, morbiditas dan mortalitas cenderung tinggi karena adanya kolesteatoma yang bersifat destruktif terhadap tulang. Paresis nervus fasialis adalah salah satu komplikasi intrakranial OMSK maligna yang terjadi ketika kolesteatoma mengerosi tulang kanalis fasialis. Keterlambatan diagnosis dan penatalaksanaan komplikasi OMSK dapat mempengaruhi morbiditas, mortalitas dan kualitas hidup pasien. Studi kasus ini menggambarkan pasien perempuan berusia 37 tahun yang datang dengan keluhan wajah sebelah kiri tertarik (‘perot’) disertai pipi kanan yang bengkak dan nyeri. Pasien memiliki riwayat keluhan nyeri telinga yang disertai keluarnya cairan dari telinga. Pasien kemudian didiagnosis OMSK maligna auris dextra dengan komplikasi paresis nervus fasialis perifer. Pasien diterapi dengan antibiotik, kortikosteroid, dan analgesik, serta dirujuk untuk tindakan mastoidektomi. Setelah mendapatkan terapi medikamentosa, bengkak dan nyeri pada wajah berkurang. Pasien juga dapat berbicara lebih jelas dibanding ketika pertama kali datang ke rumah sakit. Kesembuhan paresis nervus fasialis perifer akibat OMSK sangat bergantung pada seberapa cepat pasien memperoleh terapi definitif. ","PeriodicalId":416279,"journal":{"name":"Tarumanagara Medical Journal","volume":"34 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-11-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"121435644","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}