Fakultas kedokteran berkewajiban untuk memastikan mahasiswa yang diterima berpotensi sukses dalam menyelesaikan pendidikan kedokterannya sehingga proses dan kriteria seleksi masuk menjadi krusial. Salah satu kriteria seleksi mahasiswa dapat dilihat dari prestasi belajar di Sekolah Menengah Atas (SMA). Status sekolah negeri atau swasta dan peringkatnya yang ditentukan oleh Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah (BANS/M) memengaruhi proses belajar yang akhirnya berdampak pada prestasi belajar di SMA. Jalur penerimaan seleksi masuk juga dapat menjadi faktor yang menentukan kesuksesan mahasiswa dalam pendidikannya. Studi ini dilakukan untuk mencari hubungan antara status dan akreditasi sekolah serta jalur penerimaan mahasiswa baru dengan capaian mahasiswa kedokteran yang dilihat dari indeks prestasi. Study bersifat analitik potong lintang terhadap 106 mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara angkatan 2020 dengan mengisi kuesioner. Hasil studi didapatkan 58 (54,7%) responden berasal dari SMA swasta dan 48 (45,3%) responden dari SMA negeri. Responden yang berasal dari SMA berakreditasi A didapatkan sebanyak 102 (96,2%) responden, SMA berakreditasi B sebanyak 2 (1,9%) responden, serta SMA berakreditasi C dan tidak terakreditasi masing-masing sebanyak 1 (0,9%) responden. Responden yang diterima melalui Jalur Penelusuran Prestasi (JPP) sebanyak 68 (64,2%) responden dan yang diterima melalui Ujian Saringan Masuk (USM) sebanyak 38 (35,8%) responden. Rerata indeks prestasi responden sebesar 3,21 (0,48). Hasil analisis menunjukkan status dan akreditasi sekolah serta jalur penerimaan mahasiswa tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan indeks prestasi (p value > 0,05). Indeks prestasi akademik pada studi ini mungkin dipengaruhi oleh banyak faktor lain. Meskipun demikian, seleksi masuk fakultas kedokteran tetap harus dilakukan dengan proses dan kriteria yang ketat.
{"title":"Indeks prestasi akademik ditinjau dari jalur penerimaan mahasiswa baru, status dan akreditasi sekolah sebelumnya","authors":"Michelle Chintya, Enny Irawaty","doi":"10.24912/tmj.v4i2.20812","DOIUrl":"https://doi.org/10.24912/tmj.v4i2.20812","url":null,"abstract":"Fakultas kedokteran berkewajiban untuk memastikan mahasiswa yang diterima berpotensi sukses dalam menyelesaikan pendidikan kedokterannya sehingga proses dan kriteria seleksi masuk menjadi krusial. Salah satu kriteria seleksi mahasiswa dapat dilihat dari prestasi belajar di Sekolah Menengah Atas (SMA). Status sekolah negeri atau swasta dan peringkatnya yang ditentukan oleh Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah (BANS/M) memengaruhi proses belajar yang akhirnya berdampak pada prestasi belajar di SMA. Jalur penerimaan seleksi masuk juga dapat menjadi faktor yang menentukan kesuksesan mahasiswa dalam pendidikannya. Studi ini dilakukan untuk mencari hubungan antara status dan akreditasi sekolah serta jalur penerimaan mahasiswa baru dengan capaian mahasiswa kedokteran yang dilihat dari indeks prestasi. Study bersifat analitik potong lintang terhadap 106 mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara angkatan 2020 dengan mengisi kuesioner. Hasil studi didapatkan 58 (54,7%) responden berasal dari SMA swasta dan 48 (45,3%) responden dari SMA negeri. Responden yang berasal dari SMA berakreditasi A didapatkan sebanyak 102 (96,2%) responden, SMA berakreditasi B sebanyak 2 (1,9%) responden, serta SMA berakreditasi C dan tidak terakreditasi masing-masing sebanyak 1 (0,9%) responden. Responden yang diterima melalui Jalur Penelusuran Prestasi (JPP) sebanyak 68 (64,2%) responden dan yang diterima melalui Ujian Saringan Masuk (USM) sebanyak 38 (35,8%) responden. Rerata indeks prestasi responden sebesar 3,21 (0,48). Hasil analisis menunjukkan status dan akreditasi sekolah serta jalur penerimaan mahasiswa tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan indeks prestasi (p value > 0,05). Indeks prestasi akademik pada studi ini mungkin dipengaruhi oleh banyak faktor lain. Meskipun demikian, seleksi masuk fakultas kedokteran tetap harus dilakukan dengan proses dan kriteria yang ketat.","PeriodicalId":416279,"journal":{"name":"Tarumanagara Medical Journal","volume":"32 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-11-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"130954317","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Stres kerja merupakan hasil dari ketidakseimbangan antara tuntutan dan kemampuan individu untuk mengatasi tuntutan tersebut. Tempat kerja merupakan salah satu faktor resiko yang dapat memicu timbulnya stres kerja. Oleh karena itu, studi ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara lokasi tempat kerja dengan tingkat stres sehingga perusahaan lebih memperhatikan faktor yang memengaruhi kinerja pekerjanya. Studi analitik ini menggunakan desain cross sectional dab dilakukan di Politeknik Negeri Manado dengan responden satuan pengamanan. Pengumpulan 97 subyek studi dilakukan dengan metode total population sampling. Penilaian yang digunakan untuk menilai tingkat stres adalah kuesioner perceived stres scale (PSS). Hasil dari penelitian menunjukkan 45 (46,4%) subyek bekerja di dalam ruangan, di mana 37 (82,2%) mengalami stres berat-sedang dan 8 (17,8%) mengalami stress tingkat ringan. Sebanyak 52 (53,6%) subyek bekerja di luar ruangan, di mana 34 (65.4%) subyek mengalami stres berat-sedang dan 18 (34,6%) subyek mengalami stres ringan. Hasil uji statistik didapatkan nilai p-value = 0,102 dan nilai PRR = 2,449. Kesimpulan dari studi ini tidak terdapat hubungan bermakna antara lokasi tempat kerja dengan tingkat stres pada satuan pengamanan. Namun pada satuan pengamanan yang bekerja di dalam ruangan memiliki resiko mengalami stres berat-sedang sebanyak 2.449 kali lebih besar dibandingkan dengan satuan pengamanan yang bekerja di luar ruangan.
{"title":"Hubungan lokasi tempat kerja dengan tingkat stres pada satuan pengamanan","authors":"Gilbert Alfredo Delano Lonan, Novendy","doi":"10.24912/tmj.v4i2.20810","DOIUrl":"https://doi.org/10.24912/tmj.v4i2.20810","url":null,"abstract":"Stres kerja merupakan hasil dari ketidakseimbangan antara tuntutan dan kemampuan individu untuk mengatasi tuntutan tersebut. Tempat kerja merupakan salah satu faktor resiko yang dapat memicu timbulnya stres kerja. Oleh karena itu, studi ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara lokasi tempat kerja dengan tingkat stres sehingga perusahaan lebih memperhatikan faktor yang memengaruhi kinerja pekerjanya. Studi analitik ini menggunakan desain cross sectional dab dilakukan di Politeknik Negeri Manado dengan responden satuan pengamanan. Pengumpulan 97 subyek studi dilakukan dengan metode total population sampling. Penilaian yang digunakan untuk menilai tingkat stres adalah kuesioner perceived stres scale (PSS). Hasil dari penelitian menunjukkan 45 (46,4%) subyek bekerja di dalam ruangan, di mana 37 (82,2%) mengalami stres berat-sedang dan 8 (17,8%) mengalami stress tingkat ringan. Sebanyak 52 (53,6%) subyek bekerja di luar ruangan, di mana 34 (65.4%) subyek mengalami stres berat-sedang dan 18 (34,6%) subyek mengalami stres ringan. Hasil uji statistik didapatkan nilai p-value = 0,102 dan nilai PRR = 2,449. Kesimpulan dari studi ini tidak terdapat hubungan bermakna antara lokasi tempat kerja dengan tingkat stres pada satuan pengamanan. Namun pada satuan pengamanan yang bekerja di dalam ruangan memiliki resiko mengalami stres berat-sedang sebanyak 2.449 kali lebih besar dibandingkan dengan satuan pengamanan yang bekerja di luar ruangan.","PeriodicalId":416279,"journal":{"name":"Tarumanagara Medical Journal","volume":"65 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-11-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"133273716","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Secara global, penduduk lanjut usia (lansia) jumlahnya selalu meningkat setiap tahun dan Indonesia sebagai salah satu negara kepulauan terbesar, sangat berpengaruh terhadap komposisi penduduk dunia. Lansia merupakan populasi individu yang berada dalam tahap lanjut proses kehidupan dan mengalami proses penuaan yang ditandai dengan penurunan kapasitas fungsional, kelemahan, kerentanan, hilangnya mobilitas dan ketangkasan, serta perubahan fisiologis yang terkait dengan usia. Seorang lanjut usia akan mengalami kemunduran akibat proses penuaan, salah satunya masalah penurunan kognitif. Fungsi kognitif merupakan kemampuan mental seseorang meliputi atensi, kemampuan berbahasa, daya ingat, kemampuan visuospasial, kemampuan membuat konsep, dan intelegensi. Fungsi kognitif yang menurun apabila dibiarkan dapat menjadi demensia dan menjadikannya bergantung kepada orang lain dalam menjalankan aktivitas. Studi ini bertujuan untuk mengetahui hubungan fungsi kognitif dengan kualitas hidup pada lansia. Studi analitik dengan pendekatan cross sectional ini dilakukan pada bulan Maret 2020. Pengambilan 34 responden menggunakan metode consecutive sampling dengan melakukan wawancara melalui instrumen MMSE dan WHOQOL-BREF. Hasil studi didapatkan sebagian besar responden mengalami gangguan fungsi kognitif (26 responden; 76,5%) dan kualitas hidupnya baik (19 responden; 55,9%). Hasil uji statistik mendapatkan tidak ada hubungan yang bermakna antara fungsi kognitif dengan kualitas hidup lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 2 (p-value=0,386).
{"title":"Hubungan fungsi kognitif dengan kualitas hidup lansia di Panti Sosial Trena Werdha Budi Mulia 2","authors":"Tiara Raisha Madani, Anastasia Ratnawati Biromo","doi":"10.24912/tmj.v4i2.20818","DOIUrl":"https://doi.org/10.24912/tmj.v4i2.20818","url":null,"abstract":"Secara global, penduduk lanjut usia (lansia) jumlahnya selalu meningkat setiap tahun dan Indonesia sebagai salah satu negara kepulauan terbesar, sangat berpengaruh terhadap komposisi penduduk dunia. Lansia merupakan populasi individu yang berada dalam tahap lanjut proses kehidupan dan mengalami proses penuaan yang ditandai dengan penurunan kapasitas fungsional, kelemahan, kerentanan, hilangnya mobilitas dan ketangkasan, serta perubahan fisiologis yang terkait dengan usia. Seorang lanjut usia akan mengalami kemunduran akibat proses penuaan, salah satunya masalah penurunan kognitif. Fungsi kognitif merupakan kemampuan mental seseorang meliputi atensi, kemampuan berbahasa, daya ingat, kemampuan visuospasial, kemampuan membuat konsep, dan intelegensi. Fungsi kognitif yang menurun apabila dibiarkan dapat menjadi demensia dan menjadikannya bergantung kepada orang lain dalam menjalankan aktivitas. Studi ini bertujuan untuk mengetahui hubungan fungsi kognitif dengan kualitas hidup pada lansia. Studi analitik dengan pendekatan cross sectional ini dilakukan pada bulan Maret 2020. Pengambilan 34 responden menggunakan metode consecutive sampling dengan melakukan wawancara melalui instrumen MMSE dan WHOQOL-BREF. Hasil studi didapatkan sebagian besar responden mengalami gangguan fungsi kognitif (26 responden; 76,5%) dan kualitas hidupnya baik (19 responden; 55,9%). Hasil uji statistik mendapatkan tidak ada hubungan yang bermakna antara fungsi kognitif dengan kualitas hidup lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 2 (p-value=0,386).","PeriodicalId":416279,"journal":{"name":"Tarumanagara Medical Journal","volume":"135 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-11-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"122044608","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Muhammad Akbar Nasution, Josephine Alicia Bierhuijs, Maria Jessica, Ananda Josua Butar Butar, Kartika Budi Peranawengrum, Cipta Pradana
Insiden stillbirth masih sangat tinggi, khususnya pada kasus kelainan kongenital yang terdeteksi dini pada janin dengan salah satu penyebab kelainan tersebut ialah hidrops fetalis. Hidrops fetalis merupakan kelainan kongenital letal yang ditandai dengan akumulasi cairan interstisial pada setidaknya dua rongga tubuh atau satu rongga tubuh serta adanya edema anasarka. Hidrops fetalis secara patologis meliputi imun dan non imun. Hidrops fetalis non-imun (NIHF) umumnya disebabkan oleh cystic hygroma. Studi ini bertujuan untuk menggambarkan kasus yang sangat jarang, yaitu hidrops fetalis yang diikuti oleh cystic hygroma dimulai dari diagnosis prenatal hingga tatalaksana yang diberikan pada ibu. Studi kasus ini melaporkan kasus intrauterine fetal death (IUFD) yang dilahirkan dari seorang wanita berusia 32 tahun, G2P1A0, pada kehamilan 27 minggu secara sectio caesarea. Presentasi janin menunjukkan anomali kongenital cystic hygroma yang mengarah ke hidrops fetalis. Selanjutnya dilakukan terminasi dengan persetujuan orang tua secara seksio sesarea dan janin perempuan ditemukan telah meninggal saat dikeluarkan dari rahim ibu dengan berat badan 1135 gram dengan panjang 30 cm. Ditemukan sisa-sisa kulit dari akumulasi cairan di daerah subkutan yang pecah di seluruh kepala, badan dan ekstremitas. Selain itu, struktur kistik yang memanjang dari posterior kiri leher ditemukan, dan juga ditemukan asites dan edema janin di seluruh tubuh.
{"title":"Intrauterine fetal death pada trimester dua kehamilan dengan hydrops fetalis dan cystic hygroma: Studi kasus","authors":"Muhammad Akbar Nasution, Josephine Alicia Bierhuijs, Maria Jessica, Ananda Josua Butar Butar, Kartika Budi Peranawengrum, Cipta Pradana","doi":"10.24912/tmj.v4i2.20814","DOIUrl":"https://doi.org/10.24912/tmj.v4i2.20814","url":null,"abstract":"Insiden stillbirth masih sangat tinggi, khususnya pada kasus kelainan kongenital yang terdeteksi dini pada janin dengan salah satu penyebab kelainan tersebut ialah hidrops fetalis. Hidrops fetalis merupakan kelainan kongenital letal yang ditandai dengan akumulasi cairan interstisial pada setidaknya dua rongga tubuh atau satu rongga tubuh serta adanya edema anasarka. Hidrops fetalis secara patologis meliputi imun dan non imun. Hidrops fetalis non-imun (NIHF) umumnya disebabkan oleh cystic hygroma. Studi ini bertujuan untuk menggambarkan kasus yang sangat jarang, yaitu hidrops fetalis yang diikuti oleh cystic hygroma dimulai dari diagnosis prenatal hingga tatalaksana yang diberikan pada ibu. Studi kasus ini melaporkan kasus intrauterine fetal death (IUFD) yang dilahirkan dari seorang wanita berusia 32 tahun, G2P1A0, pada kehamilan 27 minggu secara sectio caesarea. Presentasi janin menunjukkan anomali kongenital cystic hygroma yang mengarah ke hidrops fetalis. Selanjutnya dilakukan terminasi dengan persetujuan orang tua secara seksio sesarea dan janin perempuan ditemukan telah meninggal saat dikeluarkan dari rahim ibu dengan berat badan 1135 gram dengan panjang 30 cm. Ditemukan sisa-sisa kulit dari akumulasi cairan di daerah subkutan yang pecah di seluruh kepala, badan dan ekstremitas. Selain itu, struktur kistik yang memanjang dari posterior kiri leher ditemukan, dan juga ditemukan asites dan edema janin di seluruh tubuh.","PeriodicalId":416279,"journal":{"name":"Tarumanagara Medical Journal","volume":"17 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-11-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"126190375","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Askariasis adalah infeksi parasit pada manusia yang paling umum dan disebabkan oleh infeksi cacing gelang (Ascaris lumbricoides). Askariasis terjadi di seluruh dunia, tetapi lebih umum di negara tropis dan subtropis, di iklim lembab dan hangat, serta di daerah berstatus kemiskinan yang masih tinggi dengan sanitasi dan kebersihan yang buruk. Secara global, lebih dari 800 juta orang terinfeksi dengan beban terbesar pada anak kecil sehingga penting untuk mengetahui seberapa jauh para ibu yang mempunyai balita paham akan penyakit askariasis. Studi ini bertujuan untuk mengetahui gambaran tingkat pengetahuan ibu tentang askariasis pada balita. Studi ini bersifat deskriptif dengan pendekatan cross-sectional. Studi dilakukan selama bulan Januari-Februari 2021 di Kecamatan Tanjung Priok. Pengambilan 105 responden menggunakan metode consecutive sampling. Instrumen dalam studi ini menggunakan kuesioner. Studi ini mendapatkan paling banyak responden pada rentang usia 21-30 tahun yaitu sebanyak 62 orang (59,0%), tingkat pendidikan responden beragam dengan paling banyak mengenyam pendidikan SMA sebanyak 58 orang (55,2%), serta memiliki mayoritas pekerjaan sebagai ibu rumah tangga sebanyak 87 (82,9%) orang. Mayoritas responden mempunyai tingkat pengetahuan cukup tentang askariasis sebanyak 56 (53,3%) orang. Kesimpulan yang didapatkan pada penelitian ini adalah ibu yang mempunyai balita di Kecamatan Tanjung Priok memiliki tingkat pengetahuan yang cukup tentang askariasis.
{"title":"Gambaran tingkat pengetahuan ibu balita tentang askariasis di Kecamatan Tanjung Priok tahun 2021","authors":"Khilda Safinatin Najiyah, Ria Buana","doi":"10.24912/tmj.v4i2.20705","DOIUrl":"https://doi.org/10.24912/tmj.v4i2.20705","url":null,"abstract":"Askariasis adalah infeksi parasit pada manusia yang paling umum dan disebabkan oleh infeksi cacing gelang (Ascaris lumbricoides). Askariasis terjadi di seluruh dunia, tetapi lebih umum di negara tropis dan subtropis, di iklim lembab dan hangat, serta di daerah berstatus kemiskinan yang masih tinggi dengan sanitasi dan kebersihan yang buruk. Secara global, lebih dari 800 juta orang terinfeksi dengan beban terbesar pada anak kecil sehingga penting untuk mengetahui seberapa jauh para ibu yang mempunyai balita paham akan penyakit askariasis. Studi ini bertujuan untuk mengetahui gambaran tingkat pengetahuan ibu tentang askariasis pada balita. Studi ini bersifat deskriptif dengan pendekatan cross-sectional. Studi dilakukan selama bulan Januari-Februari 2021 di Kecamatan Tanjung Priok. Pengambilan 105 responden menggunakan metode consecutive sampling. Instrumen dalam studi ini menggunakan kuesioner. Studi ini mendapatkan paling banyak responden pada rentang usia 21-30 tahun yaitu sebanyak 62 orang (59,0%), tingkat pendidikan responden beragam dengan paling banyak mengenyam pendidikan SMA sebanyak 58 orang (55,2%), serta memiliki mayoritas pekerjaan sebagai ibu rumah tangga sebanyak 87 (82,9%) orang. Mayoritas responden mempunyai tingkat pengetahuan cukup tentang askariasis sebanyak 56 (53,3%) orang. Kesimpulan yang didapatkan pada penelitian ini adalah ibu yang mempunyai balita di Kecamatan Tanjung Priok memiliki tingkat pengetahuan yang cukup tentang askariasis.","PeriodicalId":416279,"journal":{"name":"Tarumanagara Medical Journal","volume":"41 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-11-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"122720145","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Angka pemberian ASI eksklusif di dunia sebesar 44% hingga tahun 2022. Riset Kesehatan Daerah (Rikesdas) tahun 2018 memperlihatkan cakupan pemberian ASI di Indonesia masih kurang. Hal yang menjadi penyebab ialah kurangnya pengetahuan mengenai manajemen laktasi dan kurangnya dukungan dari lingkungan serta praktisi kesehatan. Studi ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan ibu tentang teknik menyusui terhadap keberhasilan pemberian ASI eksklusif di Puskesmas Sriamur Bekasi. Metode studi ini ialah analitik komparatif dengan desain cross sectional yang dilakukan pada bulan Januari hingga Februari 2022. Subjek dalam studi ini adalah 36 ibu yang diambil menggunakan metode consecutive sampling. Pengambilan data menggunakan kuesioner dan dianalis dengan uji statistik chi-square. Sebanyak 16 (69,6%) subyek, dari 23 subyek yang memiliki pengetahuan baik tentang teknik menyusui, berhasil memberikan ASI secara eksklusif. Pada 13 subyek yang memiliki pengetahuan kurang, 11 (84,6%) subyek diantaranya tidak berhasil memberikan ASI eksklusif. Hasil analisis studi ini didapatkan ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan ibu tentang teknik menyusui terhadap keberhasilan pemberian ASI eksklusif pada bayi usia 0-6 bulan dengan p-value 0,005 dan PR 4,52. Pengetahuan ibu tentang teknik menyusui memberikan pengaruh besar dalam keberhasilan pemberian ASI eksklusif pada bayi di Puskesmas Sriamur Bekasi.
{"title":"Hubungan pengetahuan teknik menyusui terhadap keberhasilan ASI eksklusif di Puskesmas Sriamur Bekasi","authors":"N. Syahri, Fransiska Farah","doi":"10.24912/tmj.v4i2.20816","DOIUrl":"https://doi.org/10.24912/tmj.v4i2.20816","url":null,"abstract":"Angka pemberian ASI eksklusif di dunia sebesar 44% hingga tahun 2022. Riset Kesehatan Daerah (Rikesdas) tahun 2018 memperlihatkan cakupan pemberian ASI di Indonesia masih kurang. Hal yang menjadi penyebab ialah kurangnya pengetahuan mengenai manajemen laktasi dan kurangnya dukungan dari lingkungan serta praktisi kesehatan. Studi ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan ibu tentang teknik menyusui terhadap keberhasilan pemberian ASI eksklusif di Puskesmas Sriamur Bekasi. Metode studi ini ialah analitik komparatif dengan desain cross sectional yang dilakukan pada bulan Januari hingga Februari 2022. Subjek dalam studi ini adalah 36 ibu yang diambil menggunakan metode consecutive sampling. Pengambilan data menggunakan kuesioner dan dianalis dengan uji statistik chi-square. Sebanyak 16 (69,6%) subyek, dari 23 subyek yang memiliki pengetahuan baik tentang teknik menyusui, berhasil memberikan ASI secara eksklusif. Pada 13 subyek yang memiliki pengetahuan kurang, 11 (84,6%) subyek diantaranya tidak berhasil memberikan ASI eksklusif. Hasil analisis studi ini didapatkan ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan ibu tentang teknik menyusui terhadap keberhasilan pemberian ASI eksklusif pada bayi usia 0-6 bulan dengan p-value 0,005 dan PR 4,52. Pengetahuan ibu tentang teknik menyusui memberikan pengaruh besar dalam keberhasilan pemberian ASI eksklusif pada bayi di Puskesmas Sriamur Bekasi.","PeriodicalId":416279,"journal":{"name":"Tarumanagara Medical Journal","volume":"80 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-11-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"132113839","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Proses pembelajaran jarak jauh memanfaatkan perangkat teknologi komunikasi seperti personal computer (PC) atau laptop yang terhubung dengan jaringan internet. Proses tersebut juga mendorong meningkatnya penggunaan alat pelantang telinga (APT) seperti earphone dan headphone yang memudahkan dan memperjelas suara saat mendengar percakapan, menerima telepon, mendengar music, mendengarkan materi perkuliahan, dan lain-lain. Penggunaan alat pelantang telinga yang berlebihan dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan risiko gangguan pada telinga, salah satunya telinga berbunyi. Studi ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan alat pelantang telinga terhadap keluhan telinga berbunyi selama pembelajaran jarak jauh pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Angkatan 2019-2020. Studi ini bersifat analitik dengan desain cross sectional dan teknik pengambilan sampel secara consecutive sampling. Studi dilakukan selama bulan Desember 2021- April 2022 pada 180 responden dengan rentang usia 19-23 tahun. Pengambilan data menggunakan kuesioner online. Mayoritas responden merupakan pengguna APT sedang-berat, yaitu sebanyak 171 (95,0%) responden. Responden yang mengeluh telinga berbunyi sebanyak 86 (47,8%) responden, sedangkan yang tidak memiliki keluhan telinga berbunyi sebanyak 94 (52,2%) responden. Hasil analisis bivariat dengan uji Chi-Square mendapatkan hasil p-value = 1,000 (p > 0,05). Pada studi ini tidak didaptkan adanya hubungan bermakna antara penggunaan alat pelantang telinga terhadap keluhan telinga berbunyi.
远程学习过程利用连接互联网的个人电脑或笔记本电脑等通信技术。这一过程还鼓励了耳机和耳机的使用(APT),这些耳机在听谈话、接电话、听音乐、听演讲材料等方面提高和澄清声音。长期过度使用耳机会导致耳朵受损,其中一只耳朵会抽动。本研究旨在探讨在塔鲁马纳坦大学医学院(university of taru马纳state school of school of school of school of school of school of school of school of school of school of school of school of school of school of school of school of school of no声音投诉的影响。该研究具有交叉部分设计和一致采样技术的分析性质。该研究于2021年12月至2022年4月期间进行,年龄为19至23岁的180名受访者。数据检索使用在线问卷。大多数受访者表示,他们是APT的重度使用者,共171人(95.0%)。有问题的受访者耳鸣为86(47.8%),没有耳鸣投诉的受访者耳鸣为94(52.2%)。用Chi-Square测试进行的bivariat分析得到了p-值= 1000 (p > 0.05)结果。在这项研究中,使用耳钉工具与耳声投诉之间没有明显的联系。
{"title":"Penggunaan alat pelantang telinga terhadap keluhan telinga berbunyi selama pembelajaran jarak jauh","authors":"Shalli Khairina Lubis, Mira Amaliah","doi":"10.24912/tmj.v4i2.20666","DOIUrl":"https://doi.org/10.24912/tmj.v4i2.20666","url":null,"abstract":"Proses pembelajaran jarak jauh memanfaatkan perangkat teknologi komunikasi seperti personal computer (PC) atau laptop yang terhubung dengan jaringan internet. Proses tersebut juga mendorong meningkatnya penggunaan alat pelantang telinga (APT) seperti earphone dan headphone yang memudahkan dan memperjelas suara saat mendengar percakapan, menerima telepon, mendengar music, mendengarkan materi perkuliahan, dan lain-lain. Penggunaan alat pelantang telinga yang berlebihan dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan risiko gangguan pada telinga, salah satunya telinga berbunyi. Studi ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan alat pelantang telinga terhadap keluhan telinga berbunyi selama pembelajaran jarak jauh pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara Angkatan 2019-2020. Studi ini bersifat analitik dengan desain cross sectional dan teknik pengambilan sampel secara consecutive sampling. Studi dilakukan selama bulan Desember 2021- April 2022 pada 180 responden dengan rentang usia 19-23 tahun. Pengambilan data menggunakan kuesioner online. Mayoritas responden merupakan pengguna APT sedang-berat, yaitu sebanyak 171 (95,0%) responden. Responden yang mengeluh telinga berbunyi sebanyak 86 (47,8%) responden, sedangkan yang tidak memiliki keluhan telinga berbunyi sebanyak 94 (52,2%) responden. Hasil analisis bivariat dengan uji Chi-Square mendapatkan hasil p-value = 1,000 (p > 0,05). Pada studi ini tidak didaptkan adanya hubungan bermakna antara penggunaan alat pelantang telinga terhadap keluhan telinga berbunyi.","PeriodicalId":416279,"journal":{"name":"Tarumanagara Medical Journal","volume":"53 4 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-11-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"123343753","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Obesitas dianggap bertanggung jawab atas meningkatnya kejadian hernia inguinalis dengan cara meningkatkan tekanan abdomen. Namun berdasarkan penelitian sebelumnya, kelebihan berat badan (overweight) dannobesitassmasih menjadi ketidakpastianiterhadapnkomponen faktor risiko dan etiologi dari kejadian hernia inguinalis. Studi ini bertujuan mencari hubungan obesitas dengan hernia inguinalis dewasa. Studi ini bersifat analitik dengan desainccase-control dan dilakukan di Rumah Sakit Sumber Waras. Kelompok kasus adalah penderita hernia inguinalis sedangkan kelompok kontrol adalah pasien yang tidak menderita hernia inguinalis, masing-masing sebanyak 53 pasien. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara purposive sampling. Data menggunakan data rekam medis dari tahun 2019 hingga 2020. Sampel yang diperoleh kemudian dikategorikan, dianalisis dan diuji secara statistik dengan uji chi-square. Sebanyak 13 (37,1%) subyek dari 35 subyek yang mengalami obesitas menderita hernia inguinalis, sedangkan 40 (56,3%) subyek dari 71 subyek yang tidak obesitas mengalami hernia inguinalis. Hasil penelitian secara statistik didapatkan bahwa tidak terdapat hubungan antara obesitas dengan kejadian hernia inguinalis dewasa di Rumah Sakit Sumber Waras Jakarta Barat tahun 2019 – 2020 (p-value = 0,063 OR = 0,458, 95% CI = 0.2-1,051).
{"title":"Obesitas terhadap kejadian hernia inguinalis dewasa di Rumah Sakit Sumber Waras Jakarta Barat","authors":"Maidatus Solihah, Jeffrey","doi":"10.24912/tmj.v4i2.20665","DOIUrl":"https://doi.org/10.24912/tmj.v4i2.20665","url":null,"abstract":"Obesitas dianggap bertanggung jawab atas meningkatnya kejadian hernia inguinalis dengan cara meningkatkan tekanan abdomen. Namun berdasarkan penelitian sebelumnya, kelebihan berat badan (overweight) dannobesitassmasih menjadi ketidakpastianiterhadapnkomponen faktor risiko dan etiologi dari kejadian hernia inguinalis. Studi ini bertujuan mencari hubungan obesitas dengan hernia inguinalis dewasa. Studi ini bersifat analitik dengan desainccase-control dan dilakukan di Rumah Sakit Sumber Waras. Kelompok kasus adalah penderita hernia inguinalis sedangkan kelompok kontrol adalah pasien yang tidak menderita hernia inguinalis, masing-masing sebanyak 53 pasien. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara purposive sampling. Data menggunakan data rekam medis dari tahun 2019 hingga 2020. Sampel yang diperoleh kemudian dikategorikan, dianalisis dan diuji secara statistik dengan uji chi-square. Sebanyak 13 (37,1%) subyek dari 35 subyek yang mengalami obesitas menderita hernia inguinalis, sedangkan 40 (56,3%) subyek dari 71 subyek yang tidak obesitas mengalami hernia inguinalis. Hasil penelitian secara statistik didapatkan bahwa tidak terdapat hubungan antara obesitas dengan kejadian hernia inguinalis dewasa di Rumah Sakit Sumber Waras Jakarta Barat tahun 2019 – 2020 (p-value = 0,063 OR = 0,458, 95% CI = 0.2-1,051).","PeriodicalId":416279,"journal":{"name":"Tarumanagara Medical Journal","volume":"41 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-11-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"132537637","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Jumlah rata-rata minuman manis yang dikonsumsi ialah sekitar 100 liter per orang setiap tahunnya. Pola konsumsi minuman gula berlebih dapat mengakibatkan kejadian obesitas. Studi ini bertujuan untuk melihat bagaimana hubungan pola konsumsi minuman bergula dengan timbulnya obesitas. Studi analitik ini menggunakan desain potong lintang yang dilakukan di Puskesmas Kecamatan X wilayah Jakarta Barat pada bulan Januari hingga Maret 2020. Pengambilan 136 responden dengan teknik consecutive sampling. Data pola konsumsi minuman bergula didapatkan dengan kuesioner sedangkan status gizi dilakukan dengan data pengukuran tinggi badan dan berat badan. Data yang diperoleh dianalisis bivariat dengan uji statistik chi-square dengan batas kemaknaan p<0,05. Berdasarkan pola konsumsi minuman bergula, didapatkan 57 (41,9%) responden mengonsumsi minuman bergula dalam jumlah lebih dan 79 (58,1%) responden dengan pola cukup. Sebanyak 43 (75,4%) responden yang mengonsumsi minuman gula berlebih mengalami obesitas, sedangkan 40 (50,6%) responden yang mengonsumsi cukup minuman bergula memiliki status gizi normal. Hasil studi didaptkan hubungan bermakna antara pola konsumsi minuman bergula terhadap kejadian obesitas (p 0,002) dengan nilai PRR 3,15. Hasil ini menunjukkan bahwa konsumsi minuman bergula dalam jumlah berlebih merupakan risiko terjadinya obesitas.
{"title":"Pola konsumsi minuman bergula terhadap obesitas","authors":"Lysandro Tommy Lay, Alexander Halim Santoso","doi":"10.24912/tmj.v4i2.18176","DOIUrl":"https://doi.org/10.24912/tmj.v4i2.18176","url":null,"abstract":"Jumlah rata-rata minuman manis yang dikonsumsi ialah sekitar 100 liter per orang setiap tahunnya. Pola konsumsi minuman gula berlebih dapat mengakibatkan kejadian obesitas. Studi ini bertujuan untuk melihat bagaimana hubungan pola konsumsi minuman bergula dengan timbulnya obesitas. Studi analitik ini menggunakan desain potong lintang yang dilakukan di Puskesmas Kecamatan X wilayah Jakarta Barat pada bulan Januari hingga Maret 2020. Pengambilan 136 responden dengan teknik consecutive sampling. Data pola konsumsi minuman bergula didapatkan dengan kuesioner sedangkan status gizi dilakukan dengan data pengukuran tinggi badan dan berat badan. Data yang diperoleh dianalisis bivariat dengan uji statistik chi-square dengan batas kemaknaan p<0,05. Berdasarkan pola konsumsi minuman bergula, didapatkan 57 (41,9%) responden mengonsumsi minuman bergula dalam jumlah lebih dan 79 (58,1%) responden dengan pola cukup. Sebanyak 43 (75,4%) responden yang mengonsumsi minuman gula berlebih mengalami obesitas, sedangkan 40 (50,6%) responden yang mengonsumsi cukup minuman bergula memiliki status gizi normal. Hasil studi didaptkan hubungan bermakna antara pola konsumsi minuman bergula terhadap kejadian obesitas (p 0,002) dengan nilai PRR 3,15. Hasil ini menunjukkan bahwa konsumsi minuman bergula dalam jumlah berlebih merupakan risiko terjadinya obesitas.","PeriodicalId":416279,"journal":{"name":"Tarumanagara Medical Journal","volume":"14 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-11-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"124953860","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Insomnia ditandai dengan ketidakpuasan terhadap kualitas maupun kuantitas tidur dan terjadi secara berulang. Aktivitas fisik secara signifikan dapat meningkatkan kesehatan tubuh. Namun sebaliknya, jika seseorang tidak melakukan aktivitas fisik dapat mempercepat penuaan dan menyebabkan berbagai gangguan kesehatan. Sebuah riset metaanalisis dari 29 riset mengenai insomnia, diperoleh bahwa perempuan lebih berisiko mengalami insomnia dibanding laki-laki. Studi yang dilakukan di India, dari sekitar 500 perempuan menopause dengan rentang umur sekitar 45 tahun, terdapat 29,5% yang mengalami insomnia. Studi ini bertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat aktivitas fisik terhadap kejadian insomnia pada perempuan menopause di Rumah Sakit Harapan Bersama Singkawang. Studi ini bersifat analitik observasional dengan desain potong lintang. Sebanyak 110 responden dikumpulkan menggunakan metode consecutive sampling. Pengambilan data responden melalui wawancara langsung dengan menggunakan kuesioner Insomnia Rating Scale (IRS) dan International Physical Activity Questionnaire versi Short-From (IPAQ-SF) selama periode bulan Januari-Juli 2021. Jumlah responden yang tidak mengalami insomnia maupun yang mengalami insomnia sama banyaknya, yatitu masing-masing kelompok sebanyak 55 orang. Sebanyak 27 (49,1%) responden yang tidak insomnia dan 23 (41,8%) responden yang insomnia memiliki aktivitas fisik yang tinggi. Hasil analisis tidak didapatkan hubungan yang bermakna antara tingkat aktivitas fisik dengan kejadian insomnia pada perempuan menopause (p=0,255).
{"title":"Pengaruh aktivitas fisik terhadap insomnia pada menopause","authors":"Stefany Melinia Karlindo, Fadil Hidayat","doi":"10.24912/tmj.v4i2.18607","DOIUrl":"https://doi.org/10.24912/tmj.v4i2.18607","url":null,"abstract":"Insomnia ditandai dengan ketidakpuasan terhadap kualitas maupun kuantitas tidur dan terjadi secara berulang. Aktivitas fisik secara signifikan dapat meningkatkan kesehatan tubuh. Namun sebaliknya, jika seseorang tidak melakukan aktivitas fisik dapat mempercepat penuaan dan menyebabkan berbagai gangguan kesehatan. Sebuah riset metaanalisis dari 29 riset mengenai insomnia, diperoleh bahwa perempuan lebih berisiko mengalami insomnia dibanding laki-laki. Studi yang dilakukan di India, dari sekitar 500 perempuan menopause dengan rentang umur sekitar 45 tahun, terdapat 29,5% yang mengalami insomnia. Studi ini bertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat aktivitas fisik terhadap kejadian insomnia pada perempuan menopause di Rumah Sakit Harapan Bersama Singkawang. Studi ini bersifat analitik observasional dengan desain potong lintang. Sebanyak 110 responden dikumpulkan menggunakan metode consecutive sampling. Pengambilan data responden melalui wawancara langsung dengan menggunakan kuesioner Insomnia Rating Scale (IRS) dan International Physical Activity Questionnaire versi Short-From (IPAQ-SF) selama periode bulan Januari-Juli 2021. Jumlah responden yang tidak mengalami insomnia maupun yang mengalami insomnia sama banyaknya, yatitu masing-masing kelompok sebanyak 55 orang. Sebanyak 27 (49,1%) responden yang tidak insomnia dan 23 (41,8%) responden yang insomnia memiliki aktivitas fisik yang tinggi. Hasil analisis tidak didapatkan hubungan yang bermakna antara tingkat aktivitas fisik dengan kejadian insomnia pada perempuan menopause (p=0,255).","PeriodicalId":416279,"journal":{"name":"Tarumanagara Medical Journal","volume":"1 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2022-11-30","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"130902773","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}