Korban kejahatan merupakan orang yang tertindas, dikarenakan dalampemenuhan hak-haknya seringkali tidak mendapatkan keadilan seperti yangdiharapkan. Salah satunya adalah berkaitan dengan ganti rugi yang layak yang didapatkan si korban kejahatan manakala cacat bahkan meninggal dunia. Tujuantulisan ini adalah untuk mengetahui apakah ganti kerugian yang tercantum dalamKUHAP sudah memenuhi rasa keadilan terhadap korban kejahatan atau tidak.Sedangkan metode penelitian adalah studi pustaka, hasilnya adalah bahwa gantikerugian yang di dapat oleh korban kejahatan belum memenuhi rasa keadilan,khususnya keadilan restorasi, artinya dalam pemenuhan hak-hak korban belumterpenuhinya keadilan yang merupakan bagian dari hak utama korban kejahatan
{"title":"KORBAN KEJAHATAN DAN KEADILAN RESTORATIF DI INDONESIA","authors":"Fransiska Novita Eleanora","doi":"10.33476/AJL.V4I2.806","DOIUrl":"https://doi.org/10.33476/AJL.V4I2.806","url":null,"abstract":"Korban kejahatan merupakan orang yang tertindas, dikarenakan dalampemenuhan hak-haknya seringkali tidak mendapatkan keadilan seperti yangdiharapkan. Salah satunya adalah berkaitan dengan ganti rugi yang layak yang didapatkan si korban kejahatan manakala cacat bahkan meninggal dunia. Tujuantulisan ini adalah untuk mengetahui apakah ganti kerugian yang tercantum dalamKUHAP sudah memenuhi rasa keadilan terhadap korban kejahatan atau tidak.Sedangkan metode penelitian adalah studi pustaka, hasilnya adalah bahwa gantikerugian yang di dapat oleh korban kejahatan belum memenuhi rasa keadilan,khususnya keadilan restorasi, artinya dalam pemenuhan hak-hak korban belumterpenuhinya keadilan yang merupakan bagian dari hak utama korban kejahatan","PeriodicalId":256138,"journal":{"name":"ADIL: Jurnal Hukum","volume":"3 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-05-16","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"126089777","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pelaksanaan otonomi, sebagai salah satu pilihan sistem yang dapat digunakan olehpemerintah untuk mempercepat terciptanya kesejahteraan masyarakat. Karenaotonomi adalah sebagai usaha membagi rata tanggung jawab pemerintahan pusat.Kemudian beban tanggung jawab dibagi ke pemerintahan lokal, sampai yangpaling bawah. Demikianlah juga sebagai media pendidikan politik, yaitu denganmeningkatkan pengertian rakyat serta dukungan mereka dalam kegiatan usahapembangunan sosial ekonomi, sehingga diharapkan masyarakat bawah dapatmerasakan keuntungan dari konstribusi kegiatan usaha mereka. Makalah inidisusun berdasarkan pelaksanaan penelitian yang dilakukan secara deskriptif, danmelakukan analisis normatif dengan membandingkan dengan kenyataan dilapangan yang ditemui pada lokasi penelitian
{"title":"KONTROVERSI PELAKSANAAN OTONOMI DAERAH","authors":"M. Makhfudz","doi":"10.33476/AJL.V3I2.816","DOIUrl":"https://doi.org/10.33476/AJL.V3I2.816","url":null,"abstract":"Pelaksanaan otonomi, sebagai salah satu pilihan sistem yang dapat digunakan olehpemerintah untuk mempercepat terciptanya kesejahteraan masyarakat. Karenaotonomi adalah sebagai usaha membagi rata tanggung jawab pemerintahan pusat.Kemudian beban tanggung jawab dibagi ke pemerintahan lokal, sampai yangpaling bawah. Demikianlah juga sebagai media pendidikan politik, yaitu denganmeningkatkan pengertian rakyat serta dukungan mereka dalam kegiatan usahapembangunan sosial ekonomi, sehingga diharapkan masyarakat bawah dapatmerasakan keuntungan dari konstribusi kegiatan usaha mereka. Makalah inidisusun berdasarkan pelaksanaan penelitian yang dilakukan secara deskriptif, danmelakukan analisis normatif dengan membandingkan dengan kenyataan dilapangan yang ditemui pada lokasi penelitian","PeriodicalId":256138,"journal":{"name":"ADIL: Jurnal Hukum","volume":"31 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-05-16","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"131646406","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Menurut Pasal 1 ayat (3) Undang–Undang Dasar 1945 Indonesia adalah negarahukum. Salah satu konsekuensi negara hukum adalah adanya peradilan yangbebas. Untuk itu, telah diletakkan dasar hukum peradilan di Indonesiasebagaimana termaktub di dalam Pasal 24 UUD 1945. Di dalam Pasal 24 ayat (1)UUD 1945 disebutkan, Kekuasaan Kehakiman merupakan kekuasaan yangmerdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dankeadilan. Berkaitan dengan kekuasaan kehakiman tersebut diatur dalam Undang –Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan–Ketentuan Pokok KekuasaanKehakiman yang diubah dengan Undang–Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentangKekuasaan Kehakiman dan kemudian diubah dan disempurnakan denganUndang–Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.Secara khusus untuk badan peradilan yang ada di lingkungan Peradilan TataUsaha Negara telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentangPeradilan Tata Usaha Negara diubah dengan Undang–Undang Nomor 9 Tahun2004 tentang perubahan atas Undang–Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentangPeradilan Tata Usaha Negara yang kemudian diubah dengan Undang–UndangNomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang–Undang Nomor 5Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Salah satu tujuan dibentuknya Peradilan Tata Usaha Negara adalah untukmewujudkan tata kehidupan negara dan bangsa yang sejahtera, aman, tenteramserta tertib yang menjamin kedudukan warga masyarakat dalam hukum danmenjamin terpeliharanya hubungan yang serasi, seimbang, serta selaras antaraaparatur di bidang tata usaha negara dengan para warga masyarakat. Sehinggamasyarakat sangat berharap undang-undang ini mampu menyelesaikan segalapersoalan atau sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha negara antara orangatau badan hukum perdata (masyarakat) dengan badan atau pejabat tata usahanegara (pemerintah). Orang atau badan hukum perdata yang mengajukan gugatanke Pengadilan Tata Usaha Negara, atas Keputusan Tata Usaha Negara yangdikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara. Karena Keputusan TataUsaha Negara tersebut,telah mengakibatkan kerugian terhadap orang atau badanhukum perdata yang selanjutnya disebut sebagai Penggugat. Gugatan Penggugatatas Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat TataUsaha Negara tersebut, dikabulkan dan dimenangkan oleh penggugat, dan telahmempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde). Namun, dalampelaksanaannya, Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara yang dimenangkanPenggugat, tidak ditaati atau dilaksanakan oleh Badan atau Pejabat Tata UsahaNegara (Tergugat), terhadap Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara (Tergugat) yang tidak mau melaksanakan dan mengabaikan putusan pengadilan tersebutternyata tidak ada sanksi hukum yang tegas.
根据第1条第3条,1945年印尼的基本法律是合法的。法治的后果之一是自由司法。为此,正如1945年《宪法》第24条所述,为印尼奠定了法律基础。在第24章(1)第15章中提到,司法权力是行使司法权力来维护法律和正义的自由。关于这种司法权力,它是在1970年的《法律》第14条中设立的——《法律》第4条关于司法权力的修改条款——然后通过《法律》第48条关于司法权力的规定而改变和完善。专门的司法机构在TataUsaha已设置国家司法环境中自1986年5号tentangPeradilan规章制度是国家努力改变法律的邀请——9号邀请Tahun2004自1986年邀请上的变化——邀请5号tentangPeradilan努力然后改变的国家规划与2009年邀请——UndangNomor 51号邀请的第二个变化——邀请5Tahun 1986年关于司法规章制度是国家的努力。国家行政公正的目标之一是实现繁荣、安全、稳定、有序的国家和国家的生活秩序,确保公民在法律上的地位,并确保与公民在国家行政部门与公民之间保持和谐、平衡和和谐的关系。因此,公民强烈希望这项法律能够解决任何有关民法实体与国务官员之间的争端。对由国家机构或行政当局作出的国家行政决定提出上诉的个人或民事法律实体或机构。由于国务法令,对后来被称为原告的个人或民法产生了不利影响。由该机构或国家行政官员提出的国家行政管理法令的原告批准并胜诉,并获得了执法人(inkracht van gewijsde)的合法权力。然而,在执行这一判决时,由原告提起诉讼的国家行政法院的判决不被其被告的机构或官员所遵守或执行,其机构或行政官员不愿对其进行任何判决,也不愿对其提出任何法律后果。
{"title":"EFEKTIFIKASI PERADILAN TATA USAHA NEGARA DALAM MENYELESAIKAN SENGKETA TATA USAHA NEGARA","authors":"Tetti Samosir","doi":"10.33476/ajl.v6i2.821","DOIUrl":"https://doi.org/10.33476/ajl.v6i2.821","url":null,"abstract":"Menurut Pasal 1 ayat (3) Undang–Undang Dasar 1945 Indonesia adalah negarahukum. Salah satu konsekuensi negara hukum adalah adanya peradilan yangbebas. Untuk itu, telah diletakkan dasar hukum peradilan di Indonesiasebagaimana termaktub di dalam Pasal 24 UUD 1945. Di dalam Pasal 24 ayat (1)UUD 1945 disebutkan, Kekuasaan Kehakiman merupakan kekuasaan yangmerdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dankeadilan. Berkaitan dengan kekuasaan kehakiman tersebut diatur dalam Undang –Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan–Ketentuan Pokok KekuasaanKehakiman yang diubah dengan Undang–Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentangKekuasaan Kehakiman dan kemudian diubah dan disempurnakan denganUndang–Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.Secara khusus untuk badan peradilan yang ada di lingkungan Peradilan TataUsaha Negara telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentangPeradilan Tata Usaha Negara diubah dengan Undang–Undang Nomor 9 Tahun2004 tentang perubahan atas Undang–Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentangPeradilan Tata Usaha Negara yang kemudian diubah dengan Undang–UndangNomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang–Undang Nomor 5Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Salah satu tujuan dibentuknya Peradilan Tata Usaha Negara adalah untukmewujudkan tata kehidupan negara dan bangsa yang sejahtera, aman, tenteramserta tertib yang menjamin kedudukan warga masyarakat dalam hukum danmenjamin terpeliharanya hubungan yang serasi, seimbang, serta selaras antaraaparatur di bidang tata usaha negara dengan para warga masyarakat. Sehinggamasyarakat sangat berharap undang-undang ini mampu menyelesaikan segalapersoalan atau sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha negara antara orangatau badan hukum perdata (masyarakat) dengan badan atau pejabat tata usahanegara (pemerintah). Orang atau badan hukum perdata yang mengajukan gugatanke Pengadilan Tata Usaha Negara, atas Keputusan Tata Usaha Negara yangdikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara. Karena Keputusan TataUsaha Negara tersebut,telah mengakibatkan kerugian terhadap orang atau badanhukum perdata yang selanjutnya disebut sebagai Penggugat. Gugatan Penggugatatas Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat TataUsaha Negara tersebut, dikabulkan dan dimenangkan oleh penggugat, dan telahmempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde). Namun, dalampelaksanaannya, Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara yang dimenangkanPenggugat, tidak ditaati atau dilaksanakan oleh Badan atau Pejabat Tata UsahaNegara (Tergugat), terhadap Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara (Tergugat) yang tidak mau melaksanakan dan mengabaikan putusan pengadilan tersebutternyata tidak ada sanksi hukum yang tegas.","PeriodicalId":256138,"journal":{"name":"ADIL: Jurnal Hukum","volume":"15 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-05-16","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"127069072","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Bagi para pihak yang terlibat dalam perkara tindak pidana ringan, baik korbanmaupun pelaku hendaknya diperkenalkan dengan mekanisme Mediasi danPeradilan Restoratif atau Restorative Justice sebagai salah satu upaya penanganandengan Mediasi Penal yang sudah dipraktikkan sebagai penyelesaian SengketaAlternatif di berbagai negara dan telah membawa hasil yang positif, baik bagikorban, pelaku, dan masyarakat. Berkenaan dengan upaya penerapan MediasiPenal sebagai alternatif penyelesaian perkara tindak pidana ringan di luarpengadilan, dipertemukannya pelaku dan korban kejahatan secara langsungmengubah cara pandang hukum pidana yang selama ini dikenal statis dalammenyelesaikan sengketa dengan proses dan prosedur yang tetap kearah hukumpidana yang humanistis, karena dalam Mediasi Penal, fokus utamanya bukan padapembalasan terhadap tindakan pelaku, tetapi ada pada upaya penyembuhan danperdamaian. Maka dari itu, dalam setiap kebijakan penerapan mediasi penalsebagai alternatif penyelesaian perkara pidana di luar Pengadilan bagi tindakpidana ringan harus dipertimbangkan sebagai nilai, serta pembaharuan hukumpidana diharapkan berorientasi pada pendekatan nilai-nilai yang hidup dalammasyarakat Indonesia maupun negara lain yang dapat dipakai sebagai acuandalam pembaharuan hukum pidana nasional Indonesia
{"title":"URGENSI PENERAPAN MEDIASI PENAL SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN PERKARA PIDANA RINGAN DI LUAR PENGADILAN","authors":"Dwiasih Nadyanti, K. Nabila, Tiara Jayaputeri","doi":"10.33476/AJL.V9I2.831","DOIUrl":"https://doi.org/10.33476/AJL.V9I2.831","url":null,"abstract":"Bagi para pihak yang terlibat dalam perkara tindak pidana ringan, baik korbanmaupun pelaku hendaknya diperkenalkan dengan mekanisme Mediasi danPeradilan Restoratif atau Restorative Justice sebagai salah satu upaya penanganandengan Mediasi Penal yang sudah dipraktikkan sebagai penyelesaian SengketaAlternatif di berbagai negara dan telah membawa hasil yang positif, baik bagikorban, pelaku, dan masyarakat. Berkenaan dengan upaya penerapan MediasiPenal sebagai alternatif penyelesaian perkara tindak pidana ringan di luarpengadilan, dipertemukannya pelaku dan korban kejahatan secara langsungmengubah cara pandang hukum pidana yang selama ini dikenal statis dalammenyelesaikan sengketa dengan proses dan prosedur yang tetap kearah hukumpidana yang humanistis, karena dalam Mediasi Penal, fokus utamanya bukan padapembalasan terhadap tindakan pelaku, tetapi ada pada upaya penyembuhan danperdamaian. Maka dari itu, dalam setiap kebijakan penerapan mediasi penalsebagai alternatif penyelesaian perkara pidana di luar Pengadilan bagi tindakpidana ringan harus dipertimbangkan sebagai nilai, serta pembaharuan hukumpidana diharapkan berorientasi pada pendekatan nilai-nilai yang hidup dalammasyarakat Indonesia maupun negara lain yang dapat dipakai sebagai acuandalam pembaharuan hukum pidana nasional Indonesia","PeriodicalId":256138,"journal":{"name":"ADIL: Jurnal Hukum","volume":"32 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-05-16","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"115919476","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan wilayah perkembangan baruyang memiliki potensi sangat besar bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat,khususnya masyarakat pesisir. Wilayah ini selain memiliki fungsi konservasi, jugamemiliki fungsi lain sangat penting bagi penyediaan barang dan jasa kelautan.Potensi yang besar ini perlu dikelola dengan pendekatan terintegrasi antar sektoragar keseluruhan fungsi dapat dimanfaatkan dengan baik dan berkelanjutan.Untuk itu Pemerintah menerbitkan Undang-Undang No. 27 Tahun 2007 tentangPengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, yang kemudian direvisidengan Undang-Undang No. 1 Tahun 2014 atas Perubahan Undang-UndangNo.27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecildengan alasan belum mewujudkan pendekatan Integrated Coastal Management,yang ditandai dengan tidak adanya pembaharuan atas penguasaan danpengusahaan yang timpang dan adanya ketidaksinkronan dengan peraturan perundang-undang lainnya. Undang-Undang ini juga dianggap lebihmementingkan aspek investasi dan lebih berpihak kepada dunia usaha sehinggatidak ada ruang bagi masyarakat, khususnya masyarakat nelayan tradisional danmasyarakat adat dalam pengusulan rencana pengelolaan wilayah pesisir danpulau-pulau kecil. Dengan adanya revisi maka diharapkan hak-hak masyarakattradisional, khususnya hak-hak ekonomi secara umum diakomodir sejak dalamproses perencanaan, pemanfaatan dan pengawasan serta pengawasan terkaitdengan pengelolaan WP3K.
{"title":"PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DI INDONESIA (Dalam Perspektif Perlindungan Hukum bagi Hak-hak Ekonomi Masyarakat Tradisional)","authors":"Nurul Fajri Chikmawati","doi":"10.33476/AJL.V4I2.808","DOIUrl":"https://doi.org/10.33476/AJL.V4I2.808","url":null,"abstract":"Wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil merupakan wilayah perkembangan baruyang memiliki potensi sangat besar bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat,khususnya masyarakat pesisir. Wilayah ini selain memiliki fungsi konservasi, jugamemiliki fungsi lain sangat penting bagi penyediaan barang dan jasa kelautan.Potensi yang besar ini perlu dikelola dengan pendekatan terintegrasi antar sektoragar keseluruhan fungsi dapat dimanfaatkan dengan baik dan berkelanjutan.Untuk itu Pemerintah menerbitkan Undang-Undang No. 27 Tahun 2007 tentangPengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, yang kemudian direvisidengan Undang-Undang No. 1 Tahun 2014 atas Perubahan Undang-UndangNo.27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecildengan alasan belum mewujudkan pendekatan Integrated Coastal Management,yang ditandai dengan tidak adanya pembaharuan atas penguasaan danpengusahaan yang timpang dan adanya ketidaksinkronan dengan peraturan perundang-undang lainnya. Undang-Undang ini juga dianggap lebihmementingkan aspek investasi dan lebih berpihak kepada dunia usaha sehinggatidak ada ruang bagi masyarakat, khususnya masyarakat nelayan tradisional danmasyarakat adat dalam pengusulan rencana pengelolaan wilayah pesisir danpulau-pulau kecil. Dengan adanya revisi maka diharapkan hak-hak masyarakattradisional, khususnya hak-hak ekonomi secara umum diakomodir sejak dalamproses perencanaan, pemanfaatan dan pengawasan serta pengawasan terkaitdengan pengelolaan WP3K.","PeriodicalId":256138,"journal":{"name":"ADIL: Jurnal Hukum","volume":"1 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-05-16","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"129759424","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 menegaskan bahwa Indonesia adalah Negara hukum,maka salah satu prinsip negara hukum adalah adanya jaminan penyelenggaraankekuasaan kehakiman yang merdeka, bebas dari pengaruh kekuasaan lainnyauntuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.Hukum bukan hanya berarti pasal-pasal yang bersifat imperatif atau keharusankeharusanyang bersifat das sollen, melainkan harus dipandang sebagai subsistem yang dalam kenyataan (das sein) dapat ditentukan oleh politik, baik dalam perumusan materi dan pasal-pasalnya maupun dalam implementasi dan penegakannya. 31 orang hakim kemudian menggugat judicial review UU No. 22 tahun 2004 tentang Komisi Yudisial terhadap UUD. Bahwa yang menggugat adalah pribadi-pribadi hakim agung itu hanyalah taktik saja, sebab jika dilihat dari suasana dan sikap-sikap petinggi Mahkamah Agung tampak jelas Mahkamah Agung memang merasa gerah dengan sepak terjang Komisi Yudisial, hanya saja karena Mahkamah Agung secara institusi tidak mempunyai legal standing atau tidak dapat menjadi pihak dalam sengketa di Mahkamah Konstitusi maka yang dimajukan (sekurang-kurangnya dibiarkan dan didorong maju) adalah para hakim agung secara perseorangan.
{"title":"PENGAWASAN HAKIM AGUNG DAN HAKIM KONSTITUSI OLEH KOMISI YUDISIAL","authors":"Jesi Aryanto","doi":"10.33476/AJL.V3I2.58","DOIUrl":"https://doi.org/10.33476/AJL.V3I2.58","url":null,"abstract":"Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 menegaskan bahwa Indonesia adalah Negara hukum,maka salah satu prinsip negara hukum adalah adanya jaminan penyelenggaraankekuasaan kehakiman yang merdeka, bebas dari pengaruh kekuasaan lainnyauntuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.Hukum bukan hanya berarti pasal-pasal yang bersifat imperatif atau keharusankeharusanyang bersifat das sollen, melainkan harus dipandang sebagai subsistem yang dalam kenyataan (das sein) dapat ditentukan oleh politik, baik dalam perumusan materi dan pasal-pasalnya maupun dalam implementasi dan penegakannya. 31 orang hakim kemudian menggugat judicial review UU No. 22 tahun 2004 tentang Komisi Yudisial terhadap UUD. Bahwa yang menggugat adalah pribadi-pribadi hakim agung itu hanyalah taktik saja, sebab jika dilihat dari suasana dan sikap-sikap petinggi Mahkamah Agung tampak jelas Mahkamah Agung memang merasa gerah dengan sepak terjang Komisi Yudisial, hanya saja karena Mahkamah Agung secara institusi tidak mempunyai legal standing atau tidak dapat menjadi pihak dalam sengketa di Mahkamah Konstitusi maka yang dimajukan (sekurang-kurangnya dibiarkan dan didorong maju) adalah para hakim agung secara perseorangan.","PeriodicalId":256138,"journal":{"name":"ADIL: Jurnal Hukum","volume":"9 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-05-16","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"126349136","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Ada beberapa pengaturan bisnis yang dapat digunakan untuk membawa transferdan komersialisasi kekayaan intelektual, salah satunya adalah lisensi.Permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimana pengaturan mengenai perjanjianlisensi Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia ?; 2. Bagaimana Hukum Perjanjianmemberikan perlindungan terhadap para pihak dalam praktek lisensi HKI diIndonesia ? Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan : Pengaturanmengenai ketentuan lisensi Hak Kekayaan Intelektual (HKI) di Indonesiadiakomodir dalam semua pengaturan perundang-undangan Hak KekayaanIntelektual meliputi Hak Cipta, Merek, Paten, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu,Desain Industri, Rahasia Dagang dan Perlindungan Varietas Tanaman. Hukumperjanjian memberikan perlindungan terhadap para pihak dalam praktek lisensiHKI di Indonesia dengan melihat pada 2 (dua) pengaturan baik dalam UndangundangHKI itu sendiri dan Buku III Kitab Undang-Undang yang dituangkandalam suatu perjanjian (kontrak).
{"title":"LISENSI HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL (HKI) DALAM PERSPEKTIF HUKUM PERJANJIAN DI INDONESIA","authors":"Sulasno Sulasno","doi":"10.33476/AJL.V3I2.61","DOIUrl":"https://doi.org/10.33476/AJL.V3I2.61","url":null,"abstract":"Ada beberapa pengaturan bisnis yang dapat digunakan untuk membawa transferdan komersialisasi kekayaan intelektual, salah satunya adalah lisensi.Permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimana pengaturan mengenai perjanjianlisensi Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia ?; 2. Bagaimana Hukum Perjanjianmemberikan perlindungan terhadap para pihak dalam praktek lisensi HKI diIndonesia ? Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan : Pengaturanmengenai ketentuan lisensi Hak Kekayaan Intelektual (HKI) di Indonesiadiakomodir dalam semua pengaturan perundang-undangan Hak KekayaanIntelektual meliputi Hak Cipta, Merek, Paten, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu,Desain Industri, Rahasia Dagang dan Perlindungan Varietas Tanaman. Hukumperjanjian memberikan perlindungan terhadap para pihak dalam praktek lisensiHKI di Indonesia dengan melihat pada 2 (dua) pengaturan baik dalam UndangundangHKI itu sendiri dan Buku III Kitab Undang-Undang yang dituangkandalam suatu perjanjian (kontrak).","PeriodicalId":256138,"journal":{"name":"ADIL: Jurnal Hukum","volume":"1 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2019-05-16","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"129560472","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Kartu kredit merupakan suatu kebutuhan bagi masyarakat modern untukmenggunakannya sebagai alat pembayaran tunai. Dalam pelaksanaan pada PT.Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk terdapat kendala-kendala yang dihadapioleh pihak BRI yaitu ketika pemegang kartu lalai dalam penggunaan kartu kreditdan tidak melaksanakan kewajibannya dengan baik, maka penyelesaiannyapemegang kartu wajib memberikan penggantian biaya, rugi dan bunga yang telahditentukan oleh pihak BRI cabang Padang. Sedangkan kendala-kendala yangdialami oleh pemegang kartu yaitu penambahan biaya dan proses-proses yanglama dalam hal yang menyangkut dengan kartu kredit. Berdasarkan hal diatasdapat disimpulkan bahwa pelaksanaan perjanjian penggunaan kartu kredit padaPT. BRI Tbk, cabang Padang telah sesuai dengan peraturan perundang-undanganyang berlaku, akan tetapi dalam hak dan kewajiban para pihak masih belumseimbang.
现代社会需要信用卡作为现金支付工具。在执行中印尼PT .人民银行(Persero) Tbk dihadapioleh BRI一方的障碍就是那个时候有失职持卡人使用信用卡kreditdan没有很好地履行自己的职责,那么penyelesaiannyapemegang义务提供费用,损失补偿和花牌田野BRI一方telahditentukan的分支。另一方面,持卡人面临的障碍是增加信用卡相关的费用和程序。根据上述情况,可以得出结论,使用信用卡的协议适用于pt。BRI Tbk, the branch已经遵守了现有的立法法规,但各方的权利和义务仍然不平等。
{"title":"PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA BANK PENERBIT KARTU KREDIT (ISSUER) DENGAN PEMEGANG KARTU (CARD HOLDER) DALAM PENGGUNAAN KARTU KREDIT (Studi Pada PT. Bank Rakyat Indonesia, Tbk. Cabang Padang)","authors":"Rinrani Patrisia","doi":"10.33476/AJL.V9I1.666","DOIUrl":"https://doi.org/10.33476/AJL.V9I1.666","url":null,"abstract":"Kartu kredit merupakan suatu kebutuhan bagi masyarakat modern untukmenggunakannya sebagai alat pembayaran tunai. Dalam pelaksanaan pada PT.Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk terdapat kendala-kendala yang dihadapioleh pihak BRI yaitu ketika pemegang kartu lalai dalam penggunaan kartu kreditdan tidak melaksanakan kewajibannya dengan baik, maka penyelesaiannyapemegang kartu wajib memberikan penggantian biaya, rugi dan bunga yang telahditentukan oleh pihak BRI cabang Padang. Sedangkan kendala-kendala yangdialami oleh pemegang kartu yaitu penambahan biaya dan proses-proses yanglama dalam hal yang menyangkut dengan kartu kredit. Berdasarkan hal diatasdapat disimpulkan bahwa pelaksanaan perjanjian penggunaan kartu kredit padaPT. BRI Tbk, cabang Padang telah sesuai dengan peraturan perundang-undanganyang berlaku, akan tetapi dalam hak dan kewajiban para pihak masih belumseimbang.","PeriodicalId":256138,"journal":{"name":"ADIL: Jurnal Hukum","volume":"9 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-11-07","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"117208817","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, upaya sistematis danterpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup danmencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup, salahsatunya adalah dengan pengawasan selain melalui perencanaan,pemanfaatan,pengendalian, pemeliharaan, dan penegakan hukum, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka (2) Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Jadi, pengawasan merupakan hal penting yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkunganhidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.
{"title":"PENGAWASAN TERHADAP KETAATAN PENANGGUNG JAWAB USAHA DALAM UPAYA MELESTARIKAN DAN MENCEGAH TERJADINYA PENCEMARAN DAN KERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP DI WILAYAH KOTA ADMINISTRASI JAKARTA TIMUR","authors":"Liza Evita, E. Ariyanti","doi":"10.33476/AJL.V9I1.662","DOIUrl":"https://doi.org/10.33476/AJL.V9I1.662","url":null,"abstract":"Dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, upaya sistematis danterpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup danmencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup, salahsatunya adalah dengan pengawasan selain melalui perencanaan,pemanfaatan,pengendalian, pemeliharaan, dan penegakan hukum, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka (2) Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Jadi, pengawasan merupakan hal penting yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkunganhidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.","PeriodicalId":256138,"journal":{"name":"ADIL: Jurnal Hukum","volume":"35 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-11-07","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"128308396","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}
Kondisi Negeri kini sedang alami krisis kepemimpinan nasional yang melandapenyelenggara negara, organisasi kepemerintahan yang terus memperihatinkan.Kondisi demikian jika dilihat dari sejarah penyelenggaraan negara di era ordelama dan orde baru tidak lebih baik ketimbang reformasi dari segi pemimpin yangmiliki moral etik yang luhur. Hal ini sangat mempengaruhi berkembangnyanegara untuk maju saingi negara bangsa yang lainya.Sehingga terus di sibukanoleh kegiatan pembenahan dan atur strategi penyelenggaraan negara agar bersihdari korup dan pungli yang sebabkan biaya tinggi,kemudian segera sigapitindakan tegas segera tetapkan Perpres Nomor 87 Tahun 2016 tentangPembentukan Satuan Tugas Sapu Bersih Pungli.
{"title":"CARI PEMIMPIN DAN KEPEMIMPINAN NASIONAL YANG TEPAT BAGI MASA DEPAN","authors":"Syafrida Syafrida, M. Makhfudz","doi":"10.33476/AJL.V9I1.667","DOIUrl":"https://doi.org/10.33476/AJL.V9I1.667","url":null,"abstract":"Kondisi Negeri kini sedang alami krisis kepemimpinan nasional yang melandapenyelenggara negara, organisasi kepemerintahan yang terus memperihatinkan.Kondisi demikian jika dilihat dari sejarah penyelenggaraan negara di era ordelama dan orde baru tidak lebih baik ketimbang reformasi dari segi pemimpin yangmiliki moral etik yang luhur. Hal ini sangat mempengaruhi berkembangnyanegara untuk maju saingi negara bangsa yang lainya.Sehingga terus di sibukanoleh kegiatan pembenahan dan atur strategi penyelenggaraan negara agar bersihdari korup dan pungli yang sebabkan biaya tinggi,kemudian segera sigapitindakan tegas segera tetapkan Perpres Nomor 87 Tahun 2016 tentangPembentukan Satuan Tugas Sapu Bersih Pungli.","PeriodicalId":256138,"journal":{"name":"ADIL: Jurnal Hukum","volume":"76 1","pages":"0"},"PeriodicalIF":0.0,"publicationDate":"2018-11-07","publicationTypes":"Journal Article","fieldsOfStudy":null,"isOpenAccess":false,"openAccessPdf":"","citationCount":null,"resultStr":null,"platform":"Semanticscholar","paperid":"131837637","PeriodicalName":null,"FirstCategoryId":null,"ListUrlMain":null,"RegionNum":0,"RegionCategory":"","ArticlePicture":[],"TitleCN":null,"AbstractTextCN":null,"PMCID":"","EPubDate":null,"PubModel":null,"JCR":null,"JCRName":null,"Score":null,"Total":0}